II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teh Teh sebagai minuman ditemukan sekitar tahun 2737 sebelum masehi oleh Kaisar Shen Nung dari Cina. Saat itu kaisar yang juga disebut sebagai “Bapak Tanaman Obat-obatan Tradisional Cina” secara tidak sengaja meminum seduhan teh hasil dari daun teh kering yang jatuh di air panas yang akan diminumnya. Air panas terlihat berubah warna menjadi merah kemasan dan aroma yang begitu semerbak, Sang Kaisar mencoba menghirupnya dan saat itu dirasakan jauh lebih enak dari air panas yang biasa diminum, sejak itu teh mulai dibudidayakan di Cina. Teh sendiri masuk ke Indonesia pada tahun 1686 dibawa oleh seorang Belanda bernama Dr. Andreas Cleyer, lalu pada tahun 1728 pemerintah Belanda melalui VOC mendatangkan bibit teh dari Cina untuk dibudidayakan di seluruh Indonesia melalui politik tanam paksa. Teh hingga kini telah dibudidayakan oleh pemerintah dan pihak swasta, beberapa sentra teh yang penting adalah daerah Jawa Barat dan Jawa Tengah (Chaerul, 2009). Teh tidak hanya diolah menjadi daun teh kering saja tetapi mengalami proses pengolahan lebih lanjut sehingga menghasilkan teh yang lebih praktis, mudah penyajian dan tersedia beraneka ragam rasa. Teh merupakan minuman ringan yang bisa diterima oleh seluruh lapisan. Hal ini praktis mendorong berkembangnya industri teh. Beberapa teh olahan yang ditawarkan, yaitu teh celup, teh bubuk atau dalam bentuk teh siap saji dalam kemasan (Chaerul, 2009). Kualitas teh tidak hanya dipengaruhi mesin dan peralatan yang baik mapun teknik pengolahan, tetapi juga jenis dan pemetikan. Jenis pemetikan yang biasa dilakukan adalah pemetikan halus, medium, dan kasar. Untuk hasil berkualitas, maka yang dilakukan adalah pemetikan halus dimana hanya bagian pucuk daun yang diambil. Tapi umumnya pemetikan yang dilakukan adalah jenis medium dengan komposisi: pucuk medium 70 persen, pucuk halus 10 persen, dan pucuk kasar 20 persen, untuk menjaga kesinambungan produksi sekaligus mempertahankan kualitas teh. Sedangkan cara pemetikan teh yang tepat yaitu menggunakan ibu jari dari telunjuk dengan memetik satu persatu tanpa ditarik.
7
Pucuk dalam genggaman tak boleh terlalu banyak dan langsung dimasukkan ke keranjang agar tidak rusak dan terjaga kesegarannya (Chaerul, 2009). Selain nikmat ternyata teh bisa menjaga kesehatan mulut dan gigi. Hal tersebut terungkap dari sebuah penelitian di laboratorium yang dilakukan Dr. Milton Schiffenbauer, seorang peneliti pada Pace University New York. Berdasarkan hasil penelitiannya menunjukkan kalau teh mampu mengurangi virus dan bakteri berbahaya yang menyebabkan karang gigi dan sakit gusi. Pada penelitian tersebut, Dr Milton Schiffenbauer dan timnya menyuntikkan ekstrak berbagai jenis teh pada jaringan lunak hewan yang terinfeksi bakteri Escherechia coli (E-Coli) kemudian terbukti bahwa virus dan bakteri tersebut menjadi nonaktif hanya dalam waktu beberapa menit. Ditemukan juga bahwa senyawa dalam teh mampu mencegah bakteri berbahaya yang menyebabkan karang gigi. Keseluruhan manfaat dari mengkonsumsi teh adalah sebagai berikut : 1.
Kaya akan vitamin C dan vitamin B terutama thiamin dan riboflavin yang dibutuhkan tubuh.
2.
Bahan polifenol punya vitamin p aktif yang dapat membantu mengurangi kerapuhan dinding kapiler (capillary fragility) dari aliran darah, sebab vitamin p aktif mampu menstabilkan vitamin C dalam tubuh, juga menormalkan hiperfungsi kelenjar gondok.
3.
Teh memiliki kemampuan mengantisipasi pengaruh yang merugikan karena aktifitas bakteri maupun hasil disentri. Perkembangan industri hilir teh di Indonesia sebagai industri yang sangat
berpotensi untuk menjadi lokomotif dalam pengembangan industri hilir perkebunan perlu dimonitor perkembangannya. Selain itu, karena terdapat berbagai alternatif pilihan jenis industri hilir teh yang berpotensi untuk dikembangkan, namun karena keterbatasan sumber daya maka diperlukan pemilihan prioritas jenis industri hilir teh sebagai saran fokus pengembangan pada masa mendatang (Chaerul, 2009).
2.2. Definisi Waralaba Waralaba berasal dari kata wara (lebih atau istimewa) dan laba (keuntungan). Usaha waralaba merupakan usaha yang memberikan keuntungan 8
lebih atau
istimewa. Secara hukum, waralaba berarti persetujuan legal atas
pemberian hak atau keistimewaan untuk memasarkan suatu produk atau jasa dari pemilik (franchisor) kepada pihak lain (franchisee) yang diatur dalam suatu aturan permainan tertentu. Franchisee disini bukanlah cabang dari perusahaan (company owned unit) milik franchisor melainkan franchisee bersifat horizontal, sehingga dalam hubungan bisnis dan hukum keduanya setara dalam arti samasama memiliki hak dan kewajiban yang harus ditaati dan dilaksanakan sesuai kesepakatan (Karamoy, 1997). Rachmadi (2007) dalam Firbani (2006), franchise adalah suatu bentuk bisnis dimana franchisor dengan sistem bisnis yang telah teruji di pasar dan produk atau jasa sebagai sentralnya, melakukan hubungan kontraktual dengan franchisee, yaitu perusahaan-perusahaan kecil yang didanai secara mandiri dan dikelola secara langsung oleh pemiliknya untuk beroperasi dibawah nama (brand) franchisor, memproduksi dan memasarkan barang atau jasa menurut format yang ditentukan oleh franchisor. Pasal 27 (d) Undang-undang No. 9 Tahun 1995 tentang waralaba menyatakan bahwa pola waralaba atau franchise diartikan sebagai hubungan kemitraan yang didalamnya pemberi waralaba (franchisor) memberikan hak penggunaan lisensi, merek dagang, dan saluran distribusi perusahaannya kepada penerima waralaba (franchisee) dengan disertai bimbingan manajemen. Menurut Queen (1993), franchise merupakan suatu metode perluasan pemasaran dan bisnis. Suatu bisnis memperluas pasar dan distribusi produk serta pelayanannya dengan membagi bersama standar pemasaran dan operasional. Sebagai suatu metode kemitraan, franchise memiliki tiga bentuk sistem (Tjiptono,F, 2008): 1.
Trademark / Brand Franchising Tipe ini dilakukan dengan memberikan hak atau lisensi kepada penerima waralaba untuk memproduksi barang dan jasa menggunakan nama dagang pemilik (franchisor). Tipe ini banyak digunakan misalnya dalam industri pakaian dengan merek terkenal yang kemudian diproduksi di dalam negeri.
9
2.
Product Distribution Franchise (Product Franchising) Pada tipe ini franchisee memperoleh hak untuk memasarkan barang atau jasa franchisor dengan memanfaatkan jalur distribusi tertentu yang telah dikembangkan franchisor. Tipe ini banyak dipraktekan untuk produkproduk suku cadang bermotor, minuman ringan dan lain sebagainya.
3.
Pure Franchising (Business Format Franchising) Pada tipe ini franchisor
menyediakan format waralaba yang lengkap
mulai dari pemanfaatan merek dagang dan jasa untuk dijual, perangkat manajemen, pengawas mutu, jalur distribusi, dan pelayanan lainnya. Tipe ini banyak digunakan di restoran siap saji, agen penjualan mobil, rumah, dan jasa pelayanan lainnya. Your Tea merupakan sebuah waralaba yang menggunakan sistem Product Distribution Franchise (Product Franchising) karena franchisee di dalam memasarkan produk teh siap saji telah disiapkan jalur distribusi bahan baku dan komponen biaya variabel sehingga mereka tidak perlu repot didalam menyiapkan bahan baku untuk produksinya. 2.3. Mekanisme Waralaba Mekanisme waralaba dibuat dengan tujuan agar usaha franchise yang berlangsung dengan lancar dan tertib. Untuk itulah pihak-pihak yang terlibat dalam perjanjian waralaba harus mengetahui beberapa hal berikut: 2.3.1. Perjanjian Waralaba Perjanjian waralaba adalah suatu dokumen yang secara hukum menentukan hak dan kewajiban dari pihak pemberi dan penerima waralaba. Masa berlakunya perjanjian waralaba adalah lamanya waktu selama penerimaan waralaba boleh menggunakan lisensi atau sistem yang diwaralabakan (Mendelson, 1993 dalam Firbani, 2006). 2.3.2. Hak dan Kewajiban Pemberi Waralaba (Franchisor) Pemberi waralaba (franchisor) mempunyai hak untuk mendapatkan uang franchise (franchise fee) karena telah mewaralabakan bisnisnya. Menurut 10
Mendhelson (1993) dalam Firbani (2006), ada tiga macam cara dalam menentukan franchise fee yaitu: 1. Uang Franchise Awal (Initial Franchise Fee) Biaya ini terdiri dari biaya rekruitmen sebesar biaya pendirian yang dikeluarkan oleh pemberi waralaba (franchisor) untuk kepentingan penerima waralaba (franchisee). Biaya ini ditanggung sepenuhnya oleh penerima waralaba (franchisee). 2. Uang Franchise Terus Menerus (Continuing Franchise Fee) Uang franchise tersebut merupakan pembayaran atau jasa menerus yang diberikan oleh penerima waralaba (franchisee) atas kegiatan operasional yang dilakukan oleh usaha waralaba tersebut. Uang tersebut dihitung berdasarkan presentase dari pendapatan kotor usaha waralaba tersebut. 3. Kenaikan Harga Produk Franchisor yang dalam aktivitas usahanya merupakan pemasok produk bagi franchisee, perlu dibuat mekanisme untuk melindungi penerima franchisee terhadap kenaikan harga yang tidak wajar dan tidak adil. Jika perlindungan tidak
dibuat,
franchisor
bisa
menaikan
keuntungannya
melampaui
pengeluaran franchisee yang tentunya akan sangat merugikan pihak franchisee. Menurut Mendhelson (1993) dalam Firbani (2006), kewajiban franchisor adalah: 1. Franchisor harus mengetahui dimana suatu outlet didirikan dengan kriteria yang menentukan suatu tempat dan daerah. 2. Franchisor
mempersiapkan
paket
peralatan
dan
perabotan
yang
distandarisasikan. 3. Franchisor memberikan saran mengenai dekorasi toko untuk merefleksikan citra nama yang telah terbentuk. 4. Franchisor mempersiapkan petunjuk operasional yang memberikan semua informasi yang diperlukan franchisee agar mampu mengoperasikan bisnis waralabanya secara tepat. Operasional berisi panduan rinci mengenai tugastugas yang harus dijalankan oleh staf anggota atau penerima waralaba (franchisee).
11
5. Franchisor harus menyusun pengaturan bersama dengan pemasok bahanbahan dasar atau barang-barang yang dibutuhkan oleh bisnis yang diwaralabakan agar franchisee mampu menjual dengan harga yang kompetitif. 6. Franchisor harus menyusun jadwal pelatihan dan mempersiapkan fasilitas pelatihan untuk para franchisee serta staf mereka. 7. Franchisor perlu mempersiapkan prosedur akunting dan sistem bisnis yang sederhana yang harus yang harus dioperasikan franchisee. Franchisor juga harus melatih franchisee dalam prosedur akunting dan sistem bisnis ini. Selain kewajiban yang dimiliki tersebut diatas, franchisor juga mempunyai beberapa kewajiban yang lain, seperti bantuan teknis yang diberikan pada saat pra pembukaan, pembukaan, dan operasi perusahaan
franchisee.
Franchisor
menyelenggarakan program pelatihan yang terdiri dari pelatihan awal, pedoman tentang pembukuan dan akuntansi, metode dan sistem pemasaran, promosi dan periklanan, serta suplai bahan dan pemasoknya. Franchisor juga menyediakan video pelatihan, buku panduan (manual book) atau buku-buku paket petunjuk pelaksanaan setiap kegiatan strategis. Selain itu dilengkapi data atau informasi pasar, hasil riset yang dikerjakan oleh franchisor secara berkala, inovasi sistem peragaan termasuk perubahan metode promosi dan pemasaran. Data atau informasi hasil riset sangat penting bagi franchisee agar dapat mengikuti selera pasar dan lebih menarik minat konsumen. 2.3.3. Hak dan Kewajiban Penerima Waralaba (Franchisee) Franchisee menurut Karamoy (1997) mempunyai hak untuk mendapatkan bantuan teknis dari franchisor berupa: (1) seleksi lokasi dan survey demografi; (2) program pelatihan awal; (3) bantuan untuk pra pembukaan; (4) bantuan pelaksanaan atau kegiatan operasi (on going operational assistance); (5) program pelatihan lanjutan; (6) akses data atau informasi pasar dan pemasaran; dan (7) bantuan konsultasi dalam situasi kritis. Queen (1993) menjelaskan bahwa kewajiban finansial yang harus dibayarkan oleh franchisee kepada franchisor yang terdiri dari: 1. Biaya Waralaba (Franchise Fee). Kewajiban membayar biaya franchise pada masa awal franchise. Franchisor umumnya akan meminta suatu deposito pada
12
saat tahapan pembicaraan awal dan sisanya harus dilunasi pada saat penandatangan perjanjian franchise. 2. Pengeluaran Langsung (Direct Expenses). Pengeluaran langsung untuk biaya hidup dan pemondokan pemilik franchise tahapan awal. Franchisee wajib menanyakan siapa yang bertanggungjawab atas biaya selama pemilihan lokasi, pelatihan penerimaan franchise, dan bantuan franchise saat pembukaan. 3. Royalti. Pembayaran Berlanjut (Continuing Franchise Fee) kepada franchisor sebagai imbalan atas hak waralaba. Pembayaran dapat dilakukan setiap minggu, bulan atau triwulan dan ditetapkan sebagai presentase atas pendapatan kotor. 4. Biaya Pemasaran dan Periklanan (Marketing and Advertising Fee). Biaya ini dapat didasarkan kepada volume penjualan atau ditentukan oleh biaya aktual dari suatu program tertentu atau suatu kombinasi dari kedua metode tersebut. 5. Sewa. Beberapa franchisor memiliki lokasi dan/atau peralatan dan menyewakan kepada franchisee. 6. Biaya Penyerahan / Pengalihan (Assignment Fee). Biaya ini terjadi apabila franchisee
menjual bisnisnya, franchisor memerlukan suatu pembayaran
untuk mempersiapkan perjanjian penyerahan, pelatihan penerima franchise yang baru dan biaya lain yang berhubungan dengan pengalihan tersebut.
13
2.4. Keuntungan dan Kelemahan Sistem Waralaba 2.4.1. Bagi Franchisor Keuntungan dan kelemahan sistem waralaba bagi franchisor dapat dilihat pada tabel di bawah ini Tabel 4. Keuntungan dan Kelemahan Sistem Waralaba bagi Franchisor Keuntungan Kelemahan 1. Franchisor tidak bisa mendikte 1. Perluasan usaha cepat franchisee. Oleh karena itu bila 2. Mudah melakukan penetrasi pasar ingin mengadakan perubahan, ia 3. Modal untuk melakukan harus memotivasi franchisee agar pengembangan usaha menjadi bersedia menerima perubahan lebih kecil, karena sebagian besar tersebut dipikul oleh franchisee harapan franchisee 4. Franchisee juga merupakan 2. Seringkali terlampau muluk-muluk, sehingga pemilik yang memiliki motivasi perlu disadarkan dan dimotivasi yang tinggi 5. Tidak banyak membutuhkan 3. Tidak cepat mengadakan perubahan 4. Risiko memilih franchisee yang manajemen madya tidak tepat, sehingga dapat merusak 6. Daya beli meningkatkan karena nama baik secara keseluruhan dilakukan secara kelompok 7. Memiliki pemasaran yang besar, 5. Citra franchisor dan kelompok bisnis tergantung pada prestasi karenabisa melakukan promosi setiap franchisee dan periklanan secara besarbesaran sebagai suatu kelompok 6. Sistem waralaba “mengikat” dalam jangka waktu yang cukup panjang usaha 8. Hasil pengembalian investasi 7. Risiko adanya dissident franchisee (franchisee yang berontak), dimana (ROI) tinggi dalam jangka setelah memperoleh alih teknologi panjang dan manajemen, mereka berusaha 9. Risiko kerugian dapat diminimkan mengalihkan kontraknya kepada orang lain dan membentuk usaha sendiri yang menjadi pesaing franchisor Sumber: Tjiptono (2008)
14
2.4.2. Bagi Franchisee Keuntungan dan kelemahan sistem waralaba bagi franchisee dapat dilihat pada tabel dibawah ini Tabel 5. Keuntungan dan Kelemahan Sistem Waralaba bagi Franchisee Keuntungan Kelemahan 1. Jenis produk yang dapat 1. Risiko usaha yang relatif kecil ditawarkan relatif terbatas dan 2. Bebas menjalankan unit usaha sangat tergantung kepada prestasi miliknya sendiri. 3. Mendapatkan kemudahan franchisor 2. Harus membayar uang imbalan membeli dalam partai besar yang sangat besar 4. Dapat memanfaatkan hasil pengambangan produk dan 3. Tidak sepenuhnya bebas lagi, karena harus mematuhi pedoman penelitian franchisor dan prosedur yang ditetapkan 5. Dapat memanfaatkan petunjuk dan franchisor bantuan dalam bidang keuangan 4. Kadangkala ditargetkan mencapai dan manajemen tingkat prestasi tertentu (misalnya 6. Bisa memanfaatkan periklanan jumlah penjualan) yang terlalu melalui kelompok usaha, sehingga tinggi biayanya relatif murah dan 5. Manajemen usahnya dikendalikan kualitas periklanannya bisa tinggi 7. Turut menikmati reputasi, franchisor kestabilan, kepercayaan konsumen, kekuatan dan keharuman nama dagang yang diwaralabakan 8. Bisa memanfaatkan paket-paket keuangan yang mungkin disediakan perbankan 9. Adanya fasilitas pelatihan menyebabkan usaha waralaba bukanlah usaha ‘coba-coba’ Sumber: Tjiptono (2008)
2.5. Blue Ocean Strategy (BOS) 2.5.1. Pengertian BOS Blue ocean adalah suatu ruang pasar yang belum terjelajahi dan terdefinisi dengan jelas serta peluang untuk industri tumbuh sangat besar dan tidak meliht trade-off antara biaya dan nilai sebagai suatu pilihan unuk mengembangkan usaha. Maksud trade-off disini adalah bahwa untuk meningkatkan mutu akan menyebabkan konsekuensi kenaikan harga yang dibebankan kepada konsumen. Blue ocean sendiri dapat tercipta di luar atau di dalam pasar yang telah ada 15
sebelumnya dengan memperluas batasan-batasan pasar yang telah ada sehingga menuntut perusahaan untuk melihat hal-hal diluar batasan yang masih dapat untuk diraih. Istilah blue ocean muncul ketika Kim dan Mauborgne (2005) mencoba mendefinisikan suatu ruang pasar yang baru yang tidak ketat dengan unsur persaingan. Penyebutan blue ocean merujuk kepada industri atau pasar yang belum ada saat ini, suatu pasar yang belum ditemukan sehingga belum sempat dijamah oleh persaingan. Permintaan dalam blue ocean diciptakan bukan diperebutkan sehingga besarnya pasar dan permintaan di pasar tersebut menjadi tidak terbatas. Blue ocean memiliki enam prinsip yang mendasari pembangunan strategi. Keenam prinsip tersebut dapat dilihat pada tabel 6 berikut ini. Tabel 6. Enam Prinsip Blue Ocean Strategy Prinsip Perumusan
Faktor Risiko yang ditangani oleh setiap prinsip ↓Risiko pencarian ↓Risiko perencanaan ↓Risiko skala ↓Risiko model bisnis
Merekonstruksi batasan-batasan pasar Fokus pada gambaran besar bukan pada angka Menjangkau melampaui permintaan yang ada Melakukan rangkaian strategis dengan tepat Prinsip Eksekusi / Pelaksanaan Mengatasi hambatan-hambatan utama dalam ↓Risiko organisasi organisasi Mengintegrasikan eksekusi ke dalam strategi ↓Risiko manajemen Sumber: Kim dan Mauborgne, 2005.
Prinsip yang pertama, yaitu merekonstruksi batasan-batasan pasar, manajer harus dapat mengidentifikasi kemungkinan peluang-peluang yang ada untuk dapat menciptakan ide blue ocean yang komersil. Hal ini dilakukan karena tidak mungkin manajer mempertaruhkan strategi pada intuisi dan pengambilan acak sehingga dapat memperkecil risiko pencarian dalam memperluas batasan pasar. Ketika informasi telah didapat, maka proses selanjutnya adalah bagaimana menerapkan ide ini pada kanvas strategi sehingga menghasilkan strategi yang baik. Umumnya, manajer menilai suatu informasi berdasar angka hasil perhitungan antara investasi dan hasil. Hal ini akan menyebabkan proses yang berkepanjangan dan melelahkan sehingga hasilnya perusahaan tetap menghasilkan strategi untuk berkompetisi.
16
Prinsip kedua pada BOS berfungsi untuk mengurangi risiko perencanaan untuk investasi tenaga dan waktu yang sangat besar dengan hasil hanya langkah taktis pada persaingan yang telah ada. Pada prinsip kedua ini, terdapat pendekatan alternatif bagi proses perencanaan strategis yang ada bukan berdasar dokumen tapi dengan menggambar kanvas strategi. Kanvas strategi adalah suatu alat bantu dalam mempermudah penggambaran posisi strategis terkini suatu perusahaan, tetapi juga memetakan strategi di masa depan. Prinsip ketiga, menjangkau melampaui permintaan yang ada, merupakan kunci untuk mencapai inovasi nilai sebagai salah satu keunggulan dan memaksimalkan ukuran blue ocean. Peningkatan permintaan terbesar atas sebuah penawaran baru akan mengurangi risiko skala yang mengiringi penciptaan pasar baru. Hal yang harus dilakukan untuk mencapainya bagi perusahaan menentang dua praktik konvensional, yaitu fokus pada konsumen yang ada dan mempertajam segmentasi demi mengakomodasi perbedaan yang ada di konsumen. Prinsip keempat membawa manajer untuk membangun suatu model bisnis yang kuat dan memastikan adanya laba sehat yang tercipta. Pemahaman rangkaian strategis yang benar dan cara menilai ide-ide blue ocean berlandaskan kriteria kunci dalam rangkaian tersebut, maka manajer akan secara langsung mengurangi risiko model bisnis. Ketika tercipta suatu model bisnis yang menguntungkan, maka tahap selanjutnya adalah bagaimana mengeksekusi strategi tersebut ke dalam organisasi. Awal dari semua itu adalah mencoba mengatasi keterbatasan yang ada di dalam organisasi seperti sumber daya, kognitif, motivasi, dan politis. Mengetahui bagaimana mengatasi rintangan tersebut adalah kunci untuk mengurangi risiko organisasi. Untuk mencapai hal ini secara efektif, perusahaan harus menghindari pengetahuan lama mengenai cara melakukan perubahan. Pengetahuan lama menyatakan semakin besar perubahan semakin banyak sumber daya dan waktu yang dibutuhkan untuk membuahkan hasil. Hal terakhir yang perlu untuk dilakukan adalah mengintegrasikan eksekusi ke dalam strategi. Sebuah perusahaan tidak hanya terdiri dari satu tingkatan saja, melainkan berbagai tingkatan baik dari atas sampai bawah, lini depan sampai belakang. Ketika semua anggota bersatu untuk menjalankan strategi dalam berbagai macam kondisi, suatu
17
perusahaan bisa menonjol sebagai eksekutor yang konsisnten dan hebat. Mengatasi rintangan organisasional terhadap eksekusi strategi adalah langkah penting untuk mencapai tujuan tersebut sehingga menurunkan risiko manajemen dalam pengimplementasiannya. 2.5.2. Red Ocean Pasar terus mengalami perubahan. Perubahan-perubahan tersebut antara lain seperti jumlah pesaing, preferensi konsumen, teknologi, dan sebagainya dalam sebuah industri. Oleh karena itu, para pemimpin pasar akan dengan sengaja memberi batasan dan hambatan kepada para pesaingnya. Hal dan situasi seperti inilah yang disebut dengan samudera merah (red ocean). Samudera merah adalah istilah yang digunakan untuk menunjukkan situasi industri yang memiliki batasan-batasan yang telah diterima dan didefinisikan. Kemajuan teknologi menyebabkan hal ini menyebabkan para produsen bersaing dalam kondisi permintaan yang semakin mengecil (Lasher, 2004). Strategi dalam red ocean telah banyak mengalami perkembangan di dalam perjalanannya. Michael Porter (1980) mengembangkan sebuah model strategi bersaing (competitive forces model) dengan menggambarkan lima elemen kekuatan yaitu para pesaing dalam industri, pendatang baru potensial, produk pengganti, kekuatan pembeli dan kekuatan pemasok. Selain kelima kekuatan tersebut, Porter juga menyebutkan adanya kekuatan yang berasal dari pemerintah, kekuatan ini terlihat dari regulasi dan undang-undang yang dikeluarkan oleh pemerintah yang dapat mempengaruhi kondisi industri. Penggambaran kelima kekuatan tersebuat terlihat pada Gambar 1.
18
PENDATANG BARU POTENSIAL Ancaman masuknya pendatang baru Kekuatan tawarmenawar pemasok
PARA PESAING INDUSTRI
Kekuatan tawarmenawar pembeli
Persaingan di antara perusahaan yang ada
PEMASOK
PEMBELI
Ancaman terjadi produk atau jasa pengganti PRODUK PENGGANTI
Gambar 1. Kekuatan-Kekuatan yang Mempengaruhi Persaingan Industri Sumber : Porter (1991)
2.5.3. Inovasi Nilai Menurut Kim dan Mauborgne (2005), strategi yang telah dipetakan oleh Porter, atau disebut dengan red ocean strategy, telah membuat pasar menjadi sesak akan persaingan. Hal ini menyebabkan penurunan laba dan perkembangan yang semakin kecil, bahkan dalam beberapa industri tidak terjadi perubahan yang signifikan. Kondisi seperti ini, menyebabkan terjadinya persaingan yang sangat ketat dan tidak membawa keuntungan bagi perusahaan. Saat ini, tuntutan untuk menciptakan blue ocean semakin meningkat. Hal ini disebabkan oleh sifat pasar yang tidak pernah konstan. Pasar selalu berevolusi dan berubah sesuai dengan jamannya. Studi tentang inisiatif bisnis di 108 perusahaan, dapat terlihat pengaruh penciptaan blue ocean terhadap laba dan pemasukan dari perusahaan. Inisiatif bisnis
86 %
Dampak pemasukan
62 %
Dampak laba
39 %
Inisiatif dalam red ocean
14 % 38 % 61 % Inisiatif dalam blue ocean
Gambar 2. Dampak Penciptaan Blue Ocean terhadap Laba dan Pertumbuhan Sumber : Kim dan Maurborgne, 2005
19
Berdasarkan Gambar 2, dari 108 perusahaan yang diteliti, 86 persen dari mencari inisiatif bisnis yang dilakukan oleh para manajer merupakan usaha-usaha untuk memenangi kompetisi di red ocean, sedangkan sisanya sebesar 14 persen digunakan untuk peluang usaha baru untuk berusaha. Inisiatif di dalam red ocean yang dilakukan memiliki dampak sebesar 62 persen pada pemasukan total dan 39 persen pada laba total. Sedangkan, pencarian blue ocean memiliki dampak 38 persen pada pemasukan total dan 61 persen pada total laba. Inisiatif bisnis yang dilakukan mencakup total investasi yang dilakukan oleh perusahaan untuk menciptakan red ocean dan blue ocean, jelas terlihat bahwa BOS memiliki lebih banyak pengaruh terhadap laba dan pertumbuhan dari perusahaan. Walaupun setiap strategi mengandung baik itu red ocean maupun blue ocean, tetapi kecenderungan yang terjadi saat ini adalah medan permainan tidak seimbang karena ada kecenderungan perusahaan lebih menitikberatkan pada kerangka kerja dan analisis dari red ocean. Hal yang membedakan pemenang dari pecundang dalam menciptakan blue ocean adalah pendekatan atas strategi. Para pencipta blue ocean mengikuti suatu logika strategis berbeda yang disebut dengan inovasi nilai yang merupakan kunci dari strategi ini. Perbedaan mendasar terjadi karena inovasi nilai mendobrak halhal yang dianggap sebagai hal yang umum dan diterima pada red ocean. Inovasi nilai merupakan batu pijak dari BOS. Konsep ini memberikan peluang lompatan nilai yang dinikmati para pelanggan dan selanjutnya menghasilkan nilai yang lebih
tinggi
bagi
perusahaan.
Hal
ini
terjadi
karena
inovasi
nilai
mengkombinasikan proses berbiaya lebih rendah dengan nilai yang lebih tinggi. Selain itu, adanya penggabungan inovasi dengan kegunaan, harga dan posisi biaya pada industri dan batas-batas pasar yang tidak terdefinisi. Inovasi nilai merupakan cara baru dalam memikirkan dan melaksanakan strategi yang mengarah pada penciptaan blue ocean dan ditinggalkannya kompetisi. Inovasi nilai juga menolak salah satu hal yang paling umum diterima oleh strategi red ocean, yaitu value-cost-trade off. Value-cost trade off adalah suatu pemikiran bahwa untuk menciptakan suatu manfaat atau meningkatkan nilai bagi pembeli harus melalui proses peningkatan biaya yang menyebabkan harga
20
jual menjadi mahal. Perusahaan yang berusaha menciptakan blue ocean dapat mengejar diferensiasi dan biaya rendah secara bersamaan (Gambar 3).
Cost Inovasi nilai
Blue ocean Buyer value
Gambar 3. Proses Terciptanya Inovasi Nilai
Sumber: Harvard Bussines Review, 20063
Penciptaan blue ocean adalah menekan biaya dan meningkatkan nilai bagi pembeli. Penghematan biaya dilakukan dengan menghilangkan dan mengurangi faktor-faktor yang menjadi titik persaingan dalam industri. Nilai pembeli ditingkatkan dengan menambah dan menciptakan elemen-elemen yang belum ditawarkan oleh industri. Nilai pembeli berasal dari utilitas dan harga yang ditawarkan perusahaan kepada pembeli. Nilai bagi perusahaan dihasilkan dari harga dan struktur biaya. Inovasi nilai atau blue ocean akan tercapai ketika keseluruhan sistem kegiatan utilitas, harga dan biaya perusahaan terpadu dengan tepat. Inovasi nilai lebih dari sekedar inovasi. Inovasi nilai adalah sebuah strategi yang dapat merangkul seluruh sistem kegiatan perusahaan. Inovasi nilai menuntut perusahaan untuk mengarahkan seluruh sistem pada tujuan mencapai lompatan nilai bagi pembeli dan bagi perusahaan itu sendiri. Untuk mencapainya, perusahaan harus fokus dan memperluas batasannya dari pesaing ke alternatif dan dari konsumen ke non konsumen. 2.5.4. Non Konsumen dalam Pembentukan Blue Ocean Salah satu cara untuk mencapai blue ocean adalah dengan menentang dua hal yang biasa diterapkan pada red ocean, yaitu berfokus kepada konsumen yang ada dan mempertajam segmentasi demi mengakomodasi perbedaan di pihak 3
Blue Ocean Strategy. Harvard Bussines Online. http://www.hbr.org/blue ocean strategy. Agustus. 2005 diakses pada tanggal 4 April 2010 21
pembeli. Untuk memaksimalkan ukuran blue ocean, perusahaan harus melihat non konsumen dan mengembangkan hal-hal yang dihargai pembeli secara umum4. Terdapat tiga tingkatan non konsumen yang bisa diubah menjadi konsumen. Ketiga tingkatan ini berbeda dalam hal jarak relatif terhadap pasar. Tingkat pertama adalah yang terdekat dengan pasar. Kelompok ini adalah masyarakat yang melakukan pembelian atas produk karena kebutuhan. Ketika produk lain menawarkan sesuatu yang menurut mereka lebih cocok dan sesuai, mereka akan meninggalkan industri tersebut, tetapi jika diberikan lompatan nilai, mereka tidak hanya akan tinggal, tetapi juga meningkatkan frekuensi pembelian dan mendobrak permintaan laten yang besar. Tingkat kedua adalah masyarakat yang menolak membeli penawaran dari industri. Mereka adalah pembeli yang melihat penawaran dari industri sebagai suatu pilihan untuk memenuhi kebutuhan, tetapi mereka menolak untuk membelinya. Mereka merasa produk yang ditawarkan tidak efektif atau diluar jangkauan mereka. Pada umumnya, kebutuhan mereka terpuaskan oleh produk lain atau diabaikan. Tingkat ketiga adalah masyarakat yang tidak pernah berpikir bahwa penawaran dari suatu industri adalah suatu pilihan. Pada umumnya, non konsumen ketiga ini tidak dianggap sebagai konsumen potensial karena jaraknya yang jauh dari pasar. Mereka menganggap bahwa kebutuhan dan peluang mereka telah menjadi milik pasar lain (Gambar 4).
Tingkat I
II
III
Tubir pasar
Gambar 4. Tiga Tingkatan Non Konsumen Sumber: Kim dan Maurborgne, 2005 4
Blue Ocean Strategy.Tanadi Santoso. www.tanadisantoso.com. April. 2006 diakses 4 April 2010 22
Suatu pasar akan cepat menjadi stagnan dan jenuh ketika sejumlah kelompok yang menjadi non konsumen meningkat. Non konsumen adalah suatu contoh yang baik karena cenderung menawarkan wawasan lebih dalam mengenai bagaimana membuka blue ocean daripada konsumen yang sebelumnya relatif telah terpuaskan. Berdasarkan penjelasan sebelumnya, maka dapat dilihat pada Tabel 7 perbedaan antara red ocean dan BOS. Tabel 7. Red Ocean versus Blue Ocean Red Ocean Bersaing dalam ruang pasar yang sudah ada Memenangi kompetisi Mengeksploitasi permintaan yang sudah ada Memilih antara nilai-biaya (value-cost trade off) Memadukan keseluruhan sistem perusahaan dengan pilihan strategis antara diferensiasi atau biaya rendah
Blue Ocean Menciptakan ruang pasar yang belum ada pesaing Menjadikan kompetisi tidak relevan Menciptakan dan menangkap permintaan baru Mendobrak pertukaran nilai-biaya Memadukan keseluruhan sistem kegiatan perusahaan dalam mengejar diferensiasi dan biaya rendah
Sumber: Kim dan Maurborgne (2005)
2.5.5. Kanvas Strategi Kanvas strategi adalah kerangka aksi sekaligus diagnosis untuk membangun suatu blue ocean. Kanvas strategi merangkum situasi terkini dalam ruang pasar yang sudah dikenal. Kanvas strategi dapat memberikan suatu pemahaman di mana kompetisi saat ini sedang berlangsung. Kanvas strategi juga memberikan pemahaman akan faktor apa saja yang sedang dijadikan ajang kompetisi dalam produk, jasa, dan pengiriman. Selain itu, kanvas strategi memberikan gambaran apa yang didapatkan oleh konsumen melalui penawaran kompetitif dalam bentuk grafik (Lasher, 2004). Sumbu horizontal pada kanvas strategi mewakili faktor-faktor yang dijadikan ajang kompetisi dan investasi oleh industri. Sumbu vertikal pada kanvas strategi merangkum tingkat penawaran yang didapatkan pembeli di semua faktor utama. Skor tinggi menandakan bahwa sebuah perusahaan memberikan penawaran lebih kepada konsumen sekaligus menandakan bahwa perusahaan tersebut mengeluarkan investasi lebih banyak pada faktor tersebut. Pada faktor harga, skor tinggi menunjukkan harga yang ditawarkan perusahaan untuk produk 23
tersebut tinggi. Sedangkan, kurva nilai adalah penggambaran grafis mengenai kinerja relatif perusahaan terhadap faktor-faktor kompetisi dalam industri. 2.5.6. Kurva Nilai Peranan dasar dari kurva nilai sebenarnya adalah menentukan apakah suatu bisnis layak untuk dijalankan atau tidak. Selain menunjukkan penggambaran grafis akan strategi perusahaan, kurva nilai dapat menunjukkan tingkat investasi atau biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk melaksanakan strateginya. Ketika kurva nilai perusahaan yang baru tidak mengalami perbedaan dengan para pesaingnya atau tidak memiliki tiga ciri strategi yang baik yaitu fokus, divergensi, dan motto yang memikat, maka sebaiknya strategi tersebut tidak dilaksanakan atau diteliti lebih lanjut (Kim dan Maurborgne, 2005). Kurva nilai suatu perusahaan harus memiliki fokus agar biaya tidak cenderung meningkat dan model bisnis tidak cenderung kompleks untuk diimplementasikan dan dieksekusi. Jika tidak memiliki suatu divergensi, strategi perusahaan akan menjadi peniru yang tak bisa menonjol dalam ruang pasar. Motto yang memikat juga harus dimiliki perusahaan agar strategi perusahaan menjadi wacana internal yang mampu menarik konsumen. Jika kurva perusahaan bertemu dengan kurva nilai pesaing, hal itu menandakan bahwa perusahaan cenderung terperangkap di red ocean. Strategi yang dikeluarkan oleh perusahaan cenderung berusaha untuk memenangi kompetisi dengan bertumpu pada biaya dan kualitas. Jika kurva perusahaan menunjukkan tingkat yang tinggi dalam semua faktor, maka perlu diteliti apakah pangsa pasar dan keuntungan yang didapatkan sesuai dengan investasi yang dikeluarkan. Apabila terjadi, maka perusahaan akan cenderung memberikan pasokan berlebihan kepada konsumen tanpa memberikan tambahan nilai apapun. Sedangkan, untuk kurva nilai yang tidak beraturan maka perusahaan cenderung memiliki strategi yang tidak koheren. Strategi yang didapat cenderung berdiri sendiri-sendiri sehingga tidak memiliki banyak manfaat dan tidak membedakan dari pesaing. Strategi perusahaan juga dapat menggambarkan suatu kontradiksi dimana perusahaan memberikan penawaran tingkat tinggi akan suatu faktor kompetisi tanpa menghiraukan faktor yang lainnya. Untuk melakukan inovasi nilai, perusahaan harus memutuskan faktor mana yang harus dihilangkan
24
dan dikurangi. Selain itu, peningkatan dan penciptaan faktor baru harus dilakukan untuk membangun kurva nilai yang divergen (Lasher, 2004). 2.5.7. Strategi yang Baik BOS yang efektif memiliki tiga kualitas yang saling melengkapi, yaitu fokus, gerak menjauh (divergensi), dan motto utama. Tanpa kualitas-kualitas ini, strategi perusahaan akan tampak kabur dan sulit untuk dikomunikasikan. Bahkan tidak jarang strategi yang dimaksudkan untuk mencapai blue ocean, pada akhirnya hanya berusaha untuk memenangi persaingan yang terjadi di dalam industri (Kim dan Mauborgne, 2005). Kualitas yang pertama adalah fokus yang artinya profil strategis yang dibuat harus dengan jelas menunjukkan adanya kejelasan dan kefokusan. Dalam membuat suatu profil strategis, hendaknya jangan melihat dari apa yang dilakukan pesaing. Tetapi lihat dari apa yang telah dilakukan oleh para alternatif dari industri sehingga dapat membuat non konsumen tertarik untuk pindah menjadi konsumen. Kualitas yang kedua adalah divergensi atau gerakan menjauh. Divergensi yang dimaksud adalah menjauhi persaingan dan mencoba menawarkan sesuatu yang bukan menjadi gambaran umum dari industri. Perusahaan hendaknya mencari tahu apa yang menjadi dasar keinginan konsumen atau hal apa yang dianggap penting oleh konsumen dan non konsumen. Menawarkan sesuatu yang baru dapat membuat suatu peluang menuju pasar yang sebelumnya belum terpetakan. Kualitas yang ketiga adalah motto yang melihat dan jelas. Motto digunakan untuk mengkomunikasikan dan menjadi garis dasar pengertian akan strategi yang telah dibuat. Motto tersebut harus menggambarkan strategi yang akan dilakukan dan tujuan yang hendak dicapai oleh perusahaan. 2.5.8. Penciptaan BOS Penciptaan sebuah blue ocean memiliki enam langkah yang harus ditempuh untuk mencitakan sebuah strategi yang memiliki tiga kualitas yang disyaratkan. Enam langkah dalam menciptakan BOS dapat dilakukan secara
25
menyeluruh pada seluruh tahapan pencarian atau beberapa tahapan dalam pencarian BOS. Keenam langkah tersebut dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Enam Jalan Menuju Blue Ocean Red Ocean Fokus pada pesaing dalam Industri industri Fokus pada posisi Kelompok strategis kompetitif dalam kelompok strategis Fokus pada melayani Kelompok pembeli kelompok pembeli secara lebih baik Cakupan produk atau Fokus pada memaksimalkan nilai penawaran jasa produk dan penawaran jasa dalam batasan industri Orientasi fungsional- Fokus pada memperbaiki kinerja harga dalam emosional orientasi fungsionalemosional industri Fokus pada adaptasi Waktu terhadap tren eksternal yang terjadi
Blue Ocean Mencermati industri alternatif Mencermati kelompok strategis dalam industri Mendefinisikan kelompok pembeli industri Mencermati produk dan penawaran jasa pelengkap Memikirkan ulang orientasi fungsionalemosional industrinya Berpartisipasi dalam membentuk tren eksternal
Sumber: Kim dan Mauborgne, 2005
Menurut Tabel 8, alternatif jalan
yang dapat dilakukan untuk
merekontruksi batasan pasar adalah : 1. Mencermati industri alternatif yang merupakan produk atau jasa yang memiliki bentuk berbeda tetapi menawarkan fungsi atau utilitas / manfaat inti yang sama. Alternatif dapat juga diartikan sebagai pengganti bagi satu sama lain, serta mencakup produk atau jasa yang memiliki bentuk dan fungsi yang berbeda, tetapi tujuan yang sama. Para produsen jarang sekali memikirkan bagaimana konsumen mereka memilih di antara berbagi alternatif. Perubahan harga, perubahan model, bahkan iklan dapat menimbulkan respon tinggi dari para pesaing di dalam industri, tetapi tindakan yang sama dalam sebuah industri alternatif biasanya dihiraukan. Celah di antara industri alternatif sering kali memberikan peluang bagi inovasi nilai.
26
2. Kelompok strategis adalah sekelompok perusahaan dalam suatu industri yang mengejar strategi yang sama. Dalam kebanyakan industri, perbedaan strategis fundamental di antara pemain dalam industri hanya dimiliki oleh segelintir kelompok strategis. 3. Mencermati rantai pembeli adalah suatu proses dimana produsen harus mengetahui apakah yang mempengaruhi proses pembelian baik secara langsung maupun tidak langsung. Pembeli yang menjual produk atau jasa mungkin berbeda dari pengguna sesungguhnya dan pada sejumlah kasus juga ada pemberi pengaruh yang penting. Meskipun ketiga kelompok ini mungkin tumpang tindih, mereka seringkali berbeda dan menganut definisi berbeda mengenai nilai. Dengan mempertanyakan definisi-definisi konvensional mengenai siapa yang menjadi dan harus menjadi pembeli sasaran, perusahaan seringkali bisa melihat cara baru yang fundamental untuk membuka nilai. 4. Pencapaian langkah keempat didapatkan dari menganalisis produk dan jasa lain yang dapat atau saling mempengaruhi suatu produk atau jasa industri mereka. Nilai yang belum dieksploitasi sering tersembunyi dalam produk dan jasa pelengkap. Kuncinya adalah mendefinisi solusi total yang dicari pembeli ketika mereka memilih produk dan jasa. Cara sederhana untuk melakukannya adalah dengan memikirkan apa yang terjadi sebelum, selama, dan sesudah produk digunakan. 5. Mencermati daya tarik emosional atau fungsional bagi pembeli dimaksudkan agar kompetisi dalam industri tidak hanya cenderung berfokus pada konsep umum mengenai cakupan produk dan jasanya, tapi juga pada salah satu dari dua kemungkinan landasan daya tarik. Sejumlah industri berkompetisi pada harga dan bersifat rasional, sedangkan yang berkompetisi pada perasaan dan daya tarik emosional. Namun, daya tarik dari sebagian produk atau jasa jarang sekali melekat pada daya tariknya. Sebaliknya, daya tarik biasanya dihasilkan dari cara perusahaan berkompetisi di masa lalu yang secara tak sadar mempengaruhi ekspetasi pembeli dalam suatu siklus yang saling menguatkan. Ketika perusahaan bersedia menentang orientasi-emosional dari industri, maka dapat ditemukan ruang pasar baru.
27
6. Alternatif terakhir adalah dengan mencermati waktu dimana pada umumnya industri mengamati tren eksternal yang mempengaruhi bisnis mereka. Tetapi, pengetahuan-pengetahuan penting mengenai BOS jarang datang dari memproyeksikan tren. Sebaliknya, pengetahuan-pengetahuan tersebut muncul dari pengetahuan bisnis mengenai bagaimana tren tersebut akan mengubah nilai bagi konsumen dan mempengaruhi model bisnis. Ada tiga prinsip utama dalam menilai tren lintas waktu. Untuk membentuk dasar BOS, tren-tren ini harus penting bagi bisnis, tidak diputarbalikkan dan memiliki lintasan yang jelas. Kerangka kerja empat langkah adalah suatu kerangka kerja untuk merekonstruksi elemen-elemen nilai pembeli untuk dapat menciptakan suatu BOS. Menurut Kim dan Mauborgne (2005), kerangka kerja itu adalah sebagai berikut: 1. Eliminate atau menghilangkan faktor-faktor yang sudah dianggap umum dan diterima begitu saja oleh industri. Hal ini bertujuan untuk melihat peluang usaha diluar batasan yang telah tercipta sebelumnya. 2. Reduce atau mengurangi faktor yang berlebihan pada produk untuk mengkuti irama kompetisi. Hal ini dapat berarti terjadinya peningkatan akan sesuatu hal pada produk sehingga meningkatkan biaya tanpa menghasilkan apa-apa. Jika suatu produk cenderung mengikuti arus persaingan, maka akan cenderung melakukan investasi secara berlebih tanpa memberikan peningkatan manfaat kepada konsumen. 3. Raise atau meningkatkan faktor-faktor sampai di atas industri. Hal ini juga dapat berarti mengghilangkan kompromi yang dipaksakan industri kepada konsumen. Jika perusahaan berusaha meningkatkan apa yang dianggap menjadi suatu hal yang wajar pada suatu industri, maka akan terlihat adanya peluang untuk mengembangkan usaha. 4. Create atau menciptakan faktor-faktor yang belum pernah ditawarkan industri sebelumnya. Dengan menciptakan faktor baru, perusahaan dapat menemukan sumber baru bagi pembeli dan menciptakan permintaan baru serta pemberian harga strategis industri.
28
2.5.9. Rangkaian BOS Ketika strategi telah didapat dan menghasilkan kurva nilai yang baru, maka langkah selanjutnya adalah membuat suatu model bisnis yang kuat. Hal ini dilakukan untuk memastikan apakah strategi yang didapat dapat menghasilkan pertumbuhan dan laba yang sehat. Untuk membangun BOS, perusahaan perlu mengujinya terhadap empat hal. Keempat hal adalah utilitas pembeli, harga, biaya dan pengadopsian. Awal untuk memulai adalah utilitas pembeli. Apakah konsumen bersedia mencoba produk yang ditawarkan. Jika tidak, maka tidak ada peluang blue ocean pada strategi yang dibuat. Hal ini diakibatkan strategi yang dibuat tidak dapat menjual atau pembeli belum merasakan sesuatu yang istimewa dan berbeda pada produk yang ditawarkan dibandingkan para pesaing. Ketika mendapatkan jawaban “ya”, maka langkah selanjutnya adalah menentukan harga strategis. Di dalam BOS, harga yang rendah bukanlah tindakan yang dilakukan untuk menarik konsumen agar mau mencoba produk yang ditawarkan. Kedua langkah awal ini menentukan pemasukan dari perusahaan sekaligus memastikan telah terjadi lompatan dalam nilai pembeli bersih. Langkah ketiga adalah biaya sebagai tanda untuk mengamankan laba, sehingga diusahakan biaya tidak mempengaruhi harga. Perusahaan juga tidak boleh mengorbankan utilitas ketika biaya tinggi menghalangi kemampuan perusahaan untuk mencetak laba pada harga strategis. Ketika hal ini terjadi, maka perusahaan harus melepas atau menunda dan memperbaiki strategi yang didapat karena BOS menentang adanya value-cost trade off. Langkah terakhir adalah menghadapi rintangan pengadopsian. Rintangan pengadopsian bisa diperoleh dari eksternal perusahaan seperti peritel, mitra bisnis atau pihak-pihak yang berkepentingan yang berada di luar perusahaan. Sedangkan, untuk internal dapat berasal dari karyawan yang merasa nyaman sebelumnya terjadinya pengadopsian strategi. Ketika rintangan pengadopsian dapat teratasi, maka BOS yang didapat layak untuk dieksekusi secara komersil (Gambar 5).
29
Utilitas bagi pembeli Apakah dalam ide bisnis terdapat utilitas yang istimewa bagi pembeli? Ya Harga Apakah harga yang ditawarkan terjangkau bagi pembeli? Ya Biaya Bisakah perusahaan mencapai biaya sasaran demi memilih laba pada harga strategis? Ya Pengadopsian Apakah hambatan-hambatan pengadopsian dalam mewujudkan ide bisnis perusahaan? Apakah perusahaan sudah menangani hambatanhambatan itu secara langsung? Ya
Tidak-pikirkan ulang
Tidak-pikirkan ulang
Tidak-pikirkan ulang
Tidak-pikirkan ulang
Ide blue ocean layak
Gambar 5. Pengujian Blue Ocean Strategy Sumber: Kim dan Mauborgne, 2005
2.6. Penelitian Terdahulu Pendekatan Blue Ocean Strategy (BOS) dan Penerapannya pada Pengembangan Biodiesel di Indonesia oleh Ayu Noorfajarriyani (2007) dengan menggunakan pendekatan blue ocean strategy. Penulis merumuskan sebuah strategi pengembangan biodiesel Indonesia melalui sebuah perusahaan simulasi yang diciptakan oleh penulis. Metode perumusan dan penyusunan strategi berdasarkan lingkungan dan metode BOS yang terdiri dari kerangka kerja enam langkah, kerangka kerja empat langkah, dan pengujian ide. Melalui penyusunan BOS diperoleh faktor-faktor utama persaingan pada biodiesel adalah harga, pengaruh terhadap mesin, kandungan sulfur, informasi, serta SPBU. Melalui 30
teknik BOS didapat bahwa terdapat faktor yang dapat diciptakan dari biodiesel dibandingkan dengan solar yaitu keramahan terhadap lingkungan yang tidak didapat pada solar. Faktor yang dihilangkan adalah PPn (Pajak Pertambahan Nilai) dan hal ini dapat menjadi faktor pengurangn pada harga di konsumen sehingga lebih dapat membuat konsumen tertarik. Peningkatan dilakukan dengan meningkatkan penyebaran informasi meluas melalui promosi dan kampanye lingkungan hidup. Berdasarkan hasil pengujian, maka ide BOS yang dihasilkan dapat dilakukan secara komersil dengan terus melakukan perbaikan-perbaikan. Persamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu oleh Noorfajarriyani, 2007 ini adalah keduanya menggunakan pendekatan Blue Ocean Strategy, sedangkan perbedaannya terdapat pada objek kajian masing-masing penelitian. Usulan Perencanaan Kanvas Strategi Menggunakan Matriks Empat Langkah PT. Asuransi Jiwa Bakrie Berdasarkan Blue Ocean Strategy oleh Angga Ariansyah (2007). Tesis ITB. Penulis mencoba memberikan usulan perumusan strategi dengan pendekatan BOS melalui matrik empat langkah PT. Asuransi Jiwa Bakrie cabang Bandung dengan membandingkan dengan kedua pesaing utamanya yaitu asuransi Cigna dan Eka Life. Ruang lingkup penelitian ini areal Bandung dan sekitarnya. Faktor-faktor kompetisi yang didapat adalah proteksi, image perusahaan, pendekatan emosional, proses klaim, kemudahan bayar, manfaat asuransi, cara promosi, unit-linked, dan bancassurance. Penulis menyarankan untuk meningkatkan pelayanan pada faktor proses klaim, cara promosi dan image perusahaan; untuk menurunkan faktor unit-linked, untuk menghilangkan faktor bancasurance, dan menciptakan faktor produk yang menarik, SDM yang berkualitas, dan pembuatan polis yang cepat. Persamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu oleh Ariansyah, 2007 ini adalah keduanya menggunakan pendekatan Blue Ocean Strategy, namun terdapat perbedaan terdapat pada objek kajian masing-masing penelitian serta pada penelitian terdahulu oleh Ariansyah tidak melakukan rekontruksi batasan pasar dengan kerangka kerja enam jalan. Analisis dan Evaluasi Penerapan BOS di KBTM (Kelompok Bina usaha Tani Muslim) pada Usaha Peternakan Ayam oleh Airlangga Hanif Sucahyo (2007). Tesis UI. Penulis menganalisis penerapan BOS yang telah dijalankan oleh KBTM di dalam menjalankan peternakan ayam. KBTM telah berhasil lepas dari
31
samudera merah persaingan peternakan ayam yang ada di Depok dengan berhasil mengintegrasi peternak-peternak kecil dalam skala rumah tangga untuk dapat bekerja sama dengan KBTM, serta berhasil menjalankan BOS pada unit usaha nugget ayam dimana dia tidak ingin bersaing perusahaan besar di dalam pasar modern melainkan memanfaatkan potensi pasar masyarakat menengah ke bawah melalui pasar-pasar tradisional dengan pembentukan harga yang lebih rendah. Berdasarkan kesimpulan yang diambil bahwa penerapan BOS pada KBTM merupakan solusi yang sesuai dengan permasalahan yang sedang dihadapi oleh KBTM yaitu pasar yang terganggu akibat adanya isu flu burung. Di dalam menjalankan BOS KBTM menghadapi kendala adanya status quo pada elemenelemen di dalam KBTM. Persamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu oleh Sucahyo, 2007 ini adalah keduanya melakukan kajian yang berkaitan dengan Blue Ocean Strategy, sedangkan perbedaannya selain terdapat pada objek kajian masing-masing penelitian, pada penelitian terdahulu oleh Sucahyo, 2007 hanya melalukan analisis deskriptif terhadap langkah-langkah BOS yang dilakukan KBTM tidak melakukan kajian formulasi strategi. Formulasi Strategi Restoran Waralaba Lokal Seafood Niagara, Bandung oleh Endah Puji Lestari (2008) dengan metode pengolahan dan analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis bauran pemasaran (6P dan 1C): Product, Price, Place, Promotion, People, Proses dan Customer service. Hal ini dilakukan berdasarkan persepsi konsumen. Analisis lingkungan eksternal dan internal, matriks EFE dan IFE, matriks IE, matriks SWOT dan matriks QSPM. (Quantitative Strategic Planning Matrix). Berdasarkan matriks IE Restoran Niagara berada pada sel V. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan berada pada posisi “pertahankan dan pelihara” dan strategi yang biasa dilakukan adalah pengembangan produk dan penetrasi pasar. Sedangkan, berdasarkan analisis SWOT menghasilkan sembilan alternatif strategi yang dapat dilakukan oleh Restoran NIAGARA seperti, melakukan pengembangan (diversifikasi) produk, mengimplementasikan
TQM,
melakukan
pelatihan
dan
pengembangan,
meningkatkan teknologi produksi, dll. Sedangkan, berdasarkan QSPM skor terbesar ditunjukkan oleh strategi implementasi TQM sebesar 5,964. Persamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu oleh Lestari, 2008 adalah kedua
32
melakukan kajian tentang waralaba, sedangkan objek, tujuan dan pendekatan yang dilakukan berbeda. Analisis Strategi Pemasaran Restoran Waralaba Lokal (Studi Kasus Restoran Ayam Bakar Wong Solo Cabang Bogor) oleh Rizki Firbani (2006) dengan metode pengolahan dan analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis bauran pemasaran (marketing mix), analisis lingkungan internal dan eksternal, serta analisis SWOT dan QSPM pada tahap pengambilan keputusan dari alternatif strategi yang terbentuk. Berdasarkan identifikasi alternatif strategi terbentuk 3 alternatif strategi yaitu: (1) strategi pengembangan promosi, (2) strategi diversifikasi dan pengembangan produk, (3) strategi jangka panjang. Berdasarkan Matriks QSPM, strategi 1 merupakan strategi yang paling menarik untuk dijalankan oleh perusahaan. Persamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu oleh Firbani, 2006 adalah kedua melakukan kajian tentang waralaba, sedangkan objek, tujuan dan pendekatan yang dilakukan berbeda. Secara ringkas, perbandingan dari hasil penelitian terdahulu ditampilkan pada Tabel 9. Tabel 9. Studi Terdahulu yang Berkaitan dengan Penelitian Nama Ayu Noorfajarri yani Angga Ariansyah
Airlangga Hanif Sucahyo Endah Puji Lestari Rizki Firbani
Judul Pendekatan Blue Ocean Strategy (BOS) dan Penerapannya Pada Pengembangan Biodiesel di Indonesia (Skripsi, 2007, IPB) Usulan Perencanaan Kanvas Strategi Menggunakan Matriks Empat Langkah PT. Asuransi Jiwa Bakrie Berdasarkan Blue Ocean Strategy (Tesis, 2007, ITB) Analisis dan Evaluasi Penerapan BOS di KBTM (Kelompok Bina Usaha Tani Muslim) pada Usaha Peternakan Ayam (Tesis,2007, UI) Formulasi Strategi Restoran Waralaba Lokal Seafood Niagara, Bandung (Skripsi, 2008, IPB) Analisis Strategi Pemasaran Restoran Waralaba Lokal (Studi Kasus Restoran Ayam Bakar Wong Solo Cabang Bogor) (Skripsi, 2006, IPB)
Beda Penelitian Terdahulu Menggunakan pendekatan BOS pada objek kajian yang berbeda. Menggunakan pendekatan BOS tanpa kerangka kerja enam jalan dan pada objek kajian yang berbeda Melakukan kajian BOS melalui analisis deskriptif. Melakukan kajian tentang formulasi strategi waralaba dengan alat analisis berbeda. Melakukan kajian tentang waralaba dengan alat analisis dan tujuan berbeda.
33