10
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Keragaman Jenis Teh Menurut Spillane (1992) teh pada umumnya digolongkan dalam empat golongan, yaitu: (1) teh yang difermentasikan atau teh hitam (fermented) ; (2) teh yang tidak difermentasikan atau teh hijau (non fermented) ; (3) teh yang setengah difermentasikan atau oolong (semi fermented) ; dan (4) teh ekstrak (extract tea). Tanaman teh merupakan salah satu tanaman perdu yang selalu berdaun hijau (evergreen shrub) yang dapat tumbuh 15 sampai 30 kaki tingginya, akan tetapi penanaman teh terus menerus dipotong pada ketinggian tiga sampai lima kaki saja. Tanaman ini tumbuh baik dataran tinggi, dan paling produktif di dataran tropis. Daerah komersial teh dunia terpusat pada pegunungan yang terletak dekat atau di sekitar khatulistiwa antara 42° LU dan 33° LS. Tanaman teh dapat tumbuh subur di daerah dengan ketinggian 200 sampai 2 000 meter di atas permukaan air laut. Semakin tinggi letak daerahnya, semakin menghasilkan mutu teh yang baik. Menurut Spillane (1992) berdasarkan ketinggian lokasinya, pengusahaan teh dapat digolongkan ke dalam lima golongan yaitu : 1. High Grown, untuk teh dari perkebunan dengan ketinggian di atas 1 500 m seperti : Perkebunan Sinumbra, Perkebunan Sperata di Jawa Barat. 2. Good Medium, untuk teh dari perkebunan di daerah antara 1 200 – 1 500 m, seperti : Perkebunan Malabar, Perkebunan Kertamanah, Perkebunan Gunung mas, Perkebunan Goalpara di Jawa Barat.
11
3. Medium, untuk teh dari perkebunan di daerah antara 1 000 – 1 200 m, seperti : Perkebunan Wonosari di Jawa Timur, Perkebunan Panghaeotan di Jawa Barat. 4. Low Medium, untuk teh dari perkebunan di daerah antara 800 – 1 000 m, sperti : Perkebunan Pasir Nangka, Perkebunan Cikopi Selatan dan lainnya di Jawa Barat. 5. Common, untuk teh dari perkebunan di daerah di bawah 800 m, seperti Perkebunan Gunung Raung. Faktor-faktor lain yang dapat mendukung bagi pengusahaan teh yang baik adalah letak dan sarana perhubungan antara perkebunan dengan pabrik pengolahan. Hal ini berkaitan dengan mutu teh yang dihasilkan mengingat pucuk teh adalah barang yang cepat busuk, dan harus segera diolah setelah dipetik paling lama 1,5 hari. Bagian yang dipanen adalah daunnya. Daun ini kemudian diolah menjadi teh hitam, teh hijau, dan teh oolong. Ketiga jenis teh ini dihasilkan dari daun tanaman yang sama dengan proses pengolahan yang berbeda. Dari ketiga teh ini yang diperdagangkan Indonesia adalah teh hitam dan teh hijau. Teh hitam adalah teh yang dihasilkan dari proses fermentasi (proses pemeraman) yang merupakan ciri khasnya. Teh hitam ini dihasilkan dari proses pelayuan
(withering)
untuk
menurunkan
kadar
air
dan
memudahkan
penggulungan pada proses berikutnya. Pada proses penggulungan, daun teh disortasi untuk memisahkan daun yang berukuran besar dan kecil dengan tujuan agar proses fermentasi dapat dilakukan dengan sempurna dan merata hasilnya. Kemudian dilakukan fermentasi dalam ruang khusus yang dijaga kelembabannya.
12
Setelah proses fermentasi, daun teh dikeringkan dalam mesin pengering yang dialiri udara panas. Teh hijau dihasilkan melalui proses pengolahan tanpa proses fermentasi, hanya melalui proses pengeringan daun setelah dipetik. Pengolahan dilakukan secara sederhana dengan proses pemanasan yang menggunakan alat yang sederhana pula. Sebelum dikonsumsi, umumnya teh hijau dicampur dengan daun melati yang telah dikeringkan. Pencampuran ini berguna untuk menghilangkan bau yang tidak dapat hilang akibat tidak difermentasi. Teh oolong merupakan jenis peralihan antara teh hitam dan teh hijau yang mengalami setengah fermentasi, berbeda dengan proses pengolahan teh hitam, untuk menghasilkan daun teh yang telah dilayukan kemudian dipanaskan dengan menggunakan panas api atau udara panas. Setelah proses pemanasan dilakukan proses fermentasi, selanjutnya dimasukkan dalam mesin penggulung dan akhirnya dikeringkan. Teh oolong ini tidak dikenal di Indonesia dan merupakan teh khas Cina dan Taiwan. Komoditi teh menurut kode HS Internasional dibagi ke dalam empat kelompok yaitu : Tabel 6. Kode HS Produk Pertanian untuk Komoditi Teh Kode HS
Nama Komoditi
Komoditi Turunan
Teh hijau (tidak difermentasi ) dikemas dalam kemasan ≤ 3 kg Teh hijau (tidak difermentasi ) dikemas dalam 090220 Teh kemasan ≥ 3 kg Teh hitam (difermentasi dan teh difermentasi 090230 Teh sebagian) dikemas dalam kemasan ≤ 3 kg Teh hitam (difermentasi dan teh difermentasi 090240 Teh sebagian) dikemas dalam kemasan ≥ 3 kg Sumber: UN Commodity Trade Statistics Database (COMTRADE), 2007 090210
Teh
13
2.2 Perkembangan Produksi dan Ekspor Teh Dunia Perkembangan produksi dan ekspor teh menurut negara produsen dapat dilihat pada tabel 7 pada tahun 2004 – 2005 pada rata-rata produksi dunia mengalami peningkatan sebesar 3,72 persen. Dari tiga belas negara produsen teh terdapat empat negara yang mengalami penurunan produksi yaitu Turkey, Jepang, Iran dan Malawi. Tabel 7. Perkembangan Produksi dan Ekspor Teh Menurut Negara Produsen Tahun 2004 - 2005 Negara
Produksi (Ton) 2004 2005 892 965 927 984 835 231 934 857 308 809 317 196 324 609 328 584 164 817 165 854 165 000 135 000 97 000 109 000 100 262 100 000 64 871 73 000 40 000 25 000 55 627 58 618 50 090 37 978 35 706 37 734
India China Sri Lanka Kenya Indonesia Turkey Vietnam Jepang Argentina Iran Bangladesh Malawi Uganda Total 3 134 267 Dunia Sumber : ITC, 2006
3 250 805
% 3,92 11,93 2,96 1,22 0,63 -18,18 12,37 -0,26 12,53 -37,5 5,38 -24,18 5,68 3,72
Ekspor (Ton) 2004 2005 193 908 188 028 280 193 286 563 290 604 298 769 333 802 339 134 98 572 102 294 5 904 7 000 70 000 88 000 923 1 096 66 374 66 389 8 000 6 500 13 435 9 007 46 599 42 978 29 686 33 071
1 438 000
1 468 829
% -3,03 2,27 2,81 1,60 3,78 18,56 25,71 18,74 0,02 -18,75 -32,96 -7,77 11,40 2,14
Produsen teh terbesar adalah negara India dengan peningkatan sebesar 3,92 persen pada tahun 2004 – 2005. Peningkatan tersebut tidak diikuti dengan peningkatan ekspor India yang justru menurun. Penurunan volume ekspor teh India disebabkan oleh meningkatnya jumlah konsumsi teh di negara tersebut sehingga produksi teh India lebih ditunjukkan untuk memenuhi kebutuhan dalam negerinya Ekspor teh Indonesia memiliki peluang di pasar Internasional karena Indonesia mengalami sedikit peningkatan volume ekspor teh sebesar 3,78 persen
14
pada periode 2004-2005. Namun Indonesia masih kalah bersaing jika dibandingkan dengan jumlah kuantitas dari negara India, Cina, Sri Lanka dan Kenya. Indonesia menduduki peringkat ke lima dalam produksi teh di dunia dan memperoleh 4,9 persen dari seluruh pangsa pasar di dunia. Hal ini masih lebih rendah dibandingkan dengan empat negara lainnya seperti China (27,3%), India(27,1%), Kenya (9,6%) dan Sri Lanka(9,3%)2. 2.3 Perkembangan Konsumsi Teh Dunia Teh adalah minuman yang dikenal di seluruh dunia, namun tidak semua negara bisa memproduksi teh. Negara-negara yang tidak mempunyai sumber daya cukup untuk memproduksi teh akan melakukan impor untuk memenuhi konsumsi dalam negeri mereka. Negara-negara Eropa adalah negara tujuan utama ekspor teh. Permintaan pasar Eropa sedikit meningkat, khususnya di Perancis, Jerman, Italia dan Belanda. Menurut ITC (2006), Belanda merupakan salah satu negara pengimpor terbesar di benua tersebut. Negara Inggris yang selama ini disebut negara peminum teh, konsumsinya cenderung menurun dapat dilihat dari periode 2002 – 2004 orang Inggris mengkonsumsi teh sebanyak 2210 gram per kepala. Sedangkan periode 2003 – 2005 teh yang dikonsumsi sebanyak 2120 gram perkepala3. Besarnya impor untuk konsumsi di negara- negara pengimpor teh utama dapat dilihat di tabel 8. Tiga negara pengimpor dengan volume terbanyak adalah Rusia, Inggris, dan Pakistan. Pertumbuhan impor negara Rusia dan Pakistan periode 2001 – 2005 meningkat masing-masing sebesar 2,58 persen dan 16,03 persen, sedangkan negara Inggris mengalami penurunan impor sebesar 1,48 2
International Tea Committee, Annual Bulletin of Statistics 2006, London, 2006, hlm 34.
3
Ibid, hlm 125
15
persen. Penurunan impor di negara Inggris diperkirakan karena pada tahun 20012005 terjadi penurunan konsumsi di negara tersebut sebesar 0,12 kg per kapita per tahun. Namun demikian tingkat konsumsi teh per kapita negara Inggris masih cukup tinggi yaitu 2,21 Kg per tahun, sehingga peluang ekspor teh ke negara tersebut masih terbuka luas. Tabel 8. Volume Impor untuk Konsumsi Berdasarkan Negara Konsumen Utama (Ton) Tahun 2004 – 2005 Negara
2001 Rusia 153.718 Inggris 136.558 Pakistan 106.822 USA 96.668 Mesir 56.403 Irak 62.700 CIS 58.300 Jepang 60.056 Dubai 29.794 Afghanistan 31.100 Iran 42.200 Maroko 37.701 Polandia 33.102 Syria 24.500 Total 929.622 Sumber : ITC, 2006
2002 162.601 136.598 97.827 93.474 78.942 82.000 57.200 51.487 30.756 35.000 38.500 43.782 31.000 30.643 969.810
Tahun 2003 165.656 125.279 118.309 94.174 49.860 37.800 57.000 47.132 48.779 48.000 30.400 44.916 30.798 29.036 927.139
2004 167.500 128.755 120.017 99.484 71.803 51.000 61.000 56.196 43.419 41.000 40.000 45.669 32.114 30.556 988.513
2005 170.100 128.232 139.261 100.060 76.500 47.000 63.900 51.451 50.000 33.000 43.000 49.300 31.057 26.000 1.008.861
Negara-negara lain yang memiliki tingkat konsumsi teh per kapita cukup tinggi (lebih dari 1 kg per kapita per tahun) adalah negara Republik Irlandia, Chile, Afghanistan, Bahrain, Hongkong, Iran, Irak, Jepang, Kuwait, Qatar, Srilangka, Syiria, Taiwan, Turki, Maroko, Tunisia 4 . Perkembangan rata-rata konsumsi teh dunia pada kurun waktu 2002 – 2005 adalah 2,94 persen per tahun5. Semakin meningkat konsumsi teh dunia maka akan menyebabkan permintaan akan teh meningkat, harga teh naik dan memicu para produsen teh untuk meningkatkan produksi tehnya. 4 5
Ibid, hlm 125 Ibidem.,
16
Indonesia adalah salah satu negara produsen teh terbesar, tetapi tingkat konsumsi teh di Indonesia lebih rendah dibandingkan negara-negara lain yang tidak menghasilkan teh seperti Irak dan Inggris. Konsumsi teh Indonesia tergolong rendah yaitu 288 gram perkapita per tahun. Tingkat konsumsi teh dikatakan tinggi jika telah mencapai lebih dari 500 gram perkapita per tahun. Tingkat orang mengkonsumsi teh di Inggris enam kali lipat lebih besar dibandingkan di Indonesia. Hal ini menunjukkan tingkat mengkonsumsi teh masyarakat Indonesia masih rendah. Rendahnya tingkat konsumsi teh di Indonesia karena masyarakat belum banyak mengetahui tentang manfaat atau khasiat dari mengkonsumsi teh6. 2.4 Pemasaran Teh Indonesia Ekspor teh di Indonesia secara umum di bedakan menjadi dua jenis yaitu teh hitam dan teh hijau. Selama kurun waktu 2001-2005, teh Indonesia yang diekspor sebagian besar dalam bentuk teh hitam yakni berkisar antara 90,68 – 96,24 persen dari seluruh total ekspor teh Indonesia, sedangkan sisanya berkisar antara 3,76 – 9,32 persen saja yang merupakan teh hijau (BPS, 2006). Dari hasil produksi teh yang dihasilkan hanya sebagian kecil saja yang dipasarkan di dalam negeri sedangkan sebagian besar sisanya dipasarkan ke luar negeri (diekspor). Pasar produk teh Indonesia telah memasuki lima benua yaitu Asia, Afrika, Australia, Amerika dan Eropa. Dari kelima benua tersebut benua Asialah yang merupakan pangsa pasar utama ekspor teh Indonesia. Hingga sekarang ekspor teh Indonesia seluruhnya tidak kurang dari limapuluh negara tujuan. Penjualan ekspor komoditi teh ini dilakukan dengan tiga cara yaitu dengan auction on sample atau lelang, secara forward sales atau
6
Jy., “ Catat: Teh Minuman Paling Unggul”, http://www.kompas.com, 15 Juni 2007
17
penjualan di muka dan long term contract. Sebagian besar teh Indonesia yang dipasarkan di luar negeri dipasarkan melalui lelang (auction on sample) yang berlangsung di Jakarta sejak tahun 1972, dimana pada tahun tersebut Jakarta sudah diakui sebagai salah satu pusat lelang dunia. Pembeli yang berminat mengirimkan wakilnya untuk mengikuti auction tersebut dan menyampaikan tawaran harganya sesuai dengan yang di intruksikan oleh kliennya di luar negeri sehingga pada auction ini terjadi pembentukan harga yang disepakati oleh pembeli dan penjual. Pemasaran teh produksi Indonesia yang akan diekspor ke luar negeri dikoordinir oleh Kantor Pemasaran Bersama PT. Perkebunan Nusantara (KPB PTPN). Sekali dalam setiap minggu yaitu biasanya pada hari rabu, KPB PTPN mengadakan penjualan teh dengan sistem lelang di Jakarta. Pihak penjual yang berniat menjual hasil produksi tehnya ke luar negeri adalah beberapa PTP dan perusahaan-perusahaan swasta, sedangkan pembeli adalah wakil para importir atau biasa disebut sebagai (buying agent). Selain disalurkan melalui KPB ada juga ekspor teh yang dijual secara langsung lewat beberapa kota besar seperti Semarang, Medan dan Belawan. Pada Gambar 1 dapat dilihat jalur tataniaga ekspor teh Indonesia. Dari gambar terdapat tiga perkebunan yaitu Perkebunan Rakyat (PR), Perkebunan Besar Negara (PBN), dan Perkebunan Besar Swasta (PBS) yang memproduksi teh hitam dan teh hijau. Komoditi tersebut dipasarkan dengan dua jalur yaitu melalui Kantor Pemasaran Bersama (KPB) atau langsung lewat pelabuhan sehingga sampai pada konsumen di luar negeri.
18
Perkebunan Besar Negara
Perkebunan Rakyat
Teh Hijau
Perkebunan Besar Swasta
Teh Hitam
Jalur Pemasaran
Kantor Pemasaran Bersama
Langsung lewat pelabuhan ekspor
Konsumen luar negeri
Gambar 1. Jalur Tataniaga Ekspor Teh Indonesia 2.5 Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai daya saing komoditi di pasar internasional dapat dilakukan dengan RCA (Revealed Comparative Advantage) untuk menganalisis keunggulan daya saing suatu komoditi, sedangkan Teori Berlian Porter (Porter’s Diamond Theory) untuk menganalisis faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi keunggulan komoditi suatu negara. Penelitian daya saing dengan menggunakan metode RCA dan Teori Berlian Porter sebelumnya pernah dilakukan oleh Swaranindita (2005) yang membahas mengenai daya saing komoditi udang nasional di pasar internasional, analisis keunggulan komparatif berdasarkan analisis nilai RCA menunjukkan bahwa komoditi Indonesia memiliki
19
daya saing yang kuat. Namun, walaupun memiliki daya saing yang kuat, beberapa tahun belakangan ini pangsa pasar udang Indonesia terhadap dunia cenderung menurun. Dilihat dari posisi daya saing komparatifnya, komoditi udang Indonesia dapat dikatakan unggul di pasar internasional walaupun masih jauh di bawah Thailand, Vietnam, dan India sebagai sesama negara Asia. Sedangkan faktor internal yang mempengaruhi daya saing komoditi udang Indonesia di pasar internasional antara lain sulitnya mendapatkan akses kredit dan pembiayaan usaha budidaya; terbatasnya sarana angkutan ekspor; belum meluasnya penerapan teknologi dan industri terpadu; serta usaha pembenuran dan pengolahan pasca panen yang masih memiliki berbagai kendala. Herzaman (1998) melakukan penelitian terhadap daya saing teh hitam dan pengembangan wisata agro di PTPN VIII Jawa Barat. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui daya saing pengusahaan Teh hitam sehubungan adanya kecenderungan harga teh hitam di pasar dunia yang menurun serta untuk melihat besarnya kesempatan kerja yang tercipta dan perubahan pendapatan masyarakat disekitarnya akibat adanya proyek wisata agro. Dalam penelitian tersebut digunakan konsep keunggulan komparatif dan kompetitif secara bersamasama untuk memberikan masukan dalam pengembangan pengusahaan teh hitam, untuk itu digunakan analisis BSD. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa usaha memproduksi teh hitam di perkebunan Malabar memiliki daya saing di pasar internasional. Untuk meningkatkan daya saingnya, perkebunan Malabar perlu meremajakan kebun secara bertahap dengan menggunakan klon-klon teh unggul. Untuk jangka panjang perlu juga dilakukan peremajaan mesin-mesin
20
pengolahan yang telah habis umur ekonomisnya sehingga dapat menekan biaya pemeliharaan pabrik serta biaya bahan bakar listrik. Ameliasari (2003) melakukan penelitian tentang analisa keunggulan komparatif dan kompetitif pengusahaan teh hijau pada pada CV. Wijaya Tea, Kecamatan
Ciwidey,
Kebupaten
Bandung,
Jawa
Barat.
Penelitian
ini
menggunakan metode PAM sebagai alat analisisnya. Hasil analisis menunjukkan bahwa pengusahaan teh hijau CV. Wijaya Tea menguntungkan dan efisien secara finansial karena memiliki keuntungan yang lebih besar dari nol yaitu Rp. 1.597,03 perkilogram teh hijau dan memiliki nilai PCR lebih kecil dari satu yaitu sebesar 0,73 per kilogram teh hijau. Pengusahaan teh hijau juga menguntungkan secara ekonomi dengan nilai keuntungan sebesar Rp. 2.097,64 per kilogram teh hijau dan nilai DRC sebesar 0,65. Nilai DRC yang lebih kecil dari nilai PCR (DRC
21
ekspor teh Indonesia yaitu produksi teh domestik, volume ekspor teh Indonesia tahun sebelumnya, harga teh dunia, harga teh dunia tahun sebelumnya, nilai tukar rupiah tahun sebelumnya, konsumsi teh domestik dan harga teh domestik. Dari tujuh variabel tersebut tiga variabel berpengaruh nyata pada taraf 5 persen, variabel tersebut adalah variabel produksi teh domestik, volume ekspor tahun sebelumnya dan konsumsi teh domestik. Sedangkan sisanya merupakan variabel yang tidak berpengaruh nyata. Suprihatini (2005) dalam penelitiannya mengenai daya saing ekspor teh Indonesia di pasar teh dunia menggunakan model Pangsa Pasar Konstan (Constant Market Share) untuk mengetahui daya posisi daya saing teh Indonesia di pasar teh dunia. Model Constant Share Market (CMS) digunakan untuk mengetahui keunggulan kompetitif atau daya saing ekspor di pasar dunia dari suatu negara relatif terhadap negara pesaingnya. Pada analisis CMS menurut Leamer dan Stern (1970) dalam Suprihatini (2005) kegagalan ekspor suatu negara yang pertumbuhan ekspornya lebih rendah dari pertumbuhan ekspor dunia disebabkan oleh tiga alasan yaitu karena ekspor terkonsentrasi pada komoditi yang pertumbuhannya relatif lebih rendah, ekspor lebih ditujukan ke wilayah yang mengalami stagnasi dan ketidakmampuannya bersaing dengan negara-negara pengekspor lainnya. Seperti umumnya pada setiap model, model CMS juga memiliki beberapa kelemahan. Beberapa kelemahan dari model CMS ini telah dikemukakan oleh Muhammad dan Habibah (1993) dalam Suprihatini (2005) antara lain bahwa persamaan yang digunakan sebagai basis untuk menguraikan pertumbuhan ekspor adalah persamaan identitas. Oleh karena itu, alasan-alasan dari terjadinya perubahan daya saing ekspor tidak dapat dievaluasi dengan hanya
22
menggunakan analisis CMS saja. Kelemahan analisis CMS yang lain adalah mengabaikan perubahan daya saing pada titik waktu yang terdapat di antara dua titik waktu yang digunakan. Namun demikian, analisis ini sangat berguna untuk mengkaji kecenderungan daya saing produk yang dihasilkan suatu negara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan ekspor teh Indonesia jauh di bawah pertumbuhan ekspor teh dunia bahkan mengalami pertumbuhan negatif. Kondisi tersebut disebabkan karena (1) komposisi produk teh yang diekspor Indonesia kurang mengikuti kebutuhan pasar yang tercermin dari angka komposisi produk teh Indonesia yang bertanda negatif (-0,032) (2) negara-negara tujuan ekspor teh Indonesia kurang ditujukan ke negara-negara pengimpor teh yang memiliki pertumbuhan impor teh tinggi yang tercermin dari angka distribusi yang bertanda negatif (-0,045) dan (3) daya saing teh Indonesia di pasar teh dunia yang cukup lemah yang tercermin dari angka faktor persaingan yang bertanda negatif (-0,211). Anissa (2006) melakukan penelitian tentang analisis daya saing teh hitam Indonesia di pasar internasional. Penelitian ini didasari bahwa pangsa pasar teh hitam Indonesia cenderung mengalami penurunan dalam limabelas tahun terakhir yang disebabkan oleh supply Indonesia yang semakin menurun selama beberapa tahun. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perubahan besarnya pangsa pasar ekspor teh hitam Indonesia di pasar internasional. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik estimasi menggunakan data panel. Pengolahan data dilakukan dengan tiga metode yaitu metode pooled OLS, metode fixed effect dan metode random effect. Berdasarkan hasil pengolahan data melalui estimasi model menggunakan data panel dengan
23
metode fixed effect diketahui bahwa faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap pangsa pasar teh hitam Indonesia berdasarkan nilai probabilitas yang diperoleh adalah produksi teh hitam Indonesia dan jumlah konsumsi teh hitam dalam negeri. Sedangkan variabel yang tidak berpengaruh nyata terhadap pangsa pasar teh hitam Indonesia yaitu variabel harga riil teh hitam Indonesia dan variabel nilai tukar riil. Berdasarkan hasil analisis hasil pengolahan data tersebut mencerminkan kondisi nyata daya saing teh hitam Indonesia di pasar internasional dimana Indonesia sebagai salah satu negara produsen teh hitam terbesar di dunia tidak dapat mempengaruhi harga pasar dan seringkali memperoleh tingkat harga yang lebih rendah daripada harga teh hitam negara produsen lain seperti Sri Lanka dan India. Penelitian tentang komoditi teh terutama mengenai daya saing sebelumnya sudah banyak diteliti. Namun, perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah pada komoditi teh yang akan dibahas. Pada penelitianpenelitian sebelumnya hanya dibahas mengenai komoditi teh hitam atau teh hijau saja sedangkan pada penelitian ini dibahas komoditi teh yang mencakup empat kelompok berdasarkan UN Commodity Trade Statistics Database (COMTRADE) terdiri dari HS 090210 (Teh hijau dikemas ≤3kg); HS 090220 (Teh hijau dikemas ≥3kg); HS 090240 (teh hitam dikemas ≥3 kg); HS 090230 (Teh hitam dikemas ≤3kg). Selain itu, terdapat perbedaan dari alat analisis yang dipakai yaitu menggunakan analisis Herfindahl Index (HI) dan Concentration Ratio (CR4) untuk mengetahui struktur pasar dan pangsa pasar yang dimiliki oleh komoditi teh Indonesia di pasar internasional. Analisis keunggulan daya saing menggunakan analisis
kuantitatif
Revealed
Comparative
Advantage
(RCA)
dengan
24
menggunakan formula Balassa. Sedangkan untuk melihat analisis daya saing komoditi teh dari sisi keunggulan kompetitif digunakan pendekatan Teori Berlian Porter (Porter’s Diamond Theory). Tabel 9. Perbedaan dengan Penelitian Sebelumnya Nama Peneliti 1. Yodi Herzaman 2. Ameliasari
Thn 1998
2003
Lokasi PTPN VIII, Jawa Barat CV. Wijaya Tea , Jawa Barat Pasar internasional
3. Edwin Tatakomara
2004
4. Rohayati Suprihatini
2005
Pasar Internasional
5. Kristiana Anissa
2006
Pasar Internasional
Metode BSD
PAM
Regresi Berganda dan REER CMS
Pooled OLS, Fixed effect dan Random effect.
Hasil Produksi teh hitam berdaya saing Keunggulan komparatif dan kompetitif
Keunggulan alamiah/absolut dan masih perlu peningkatan mutu teh berkaitan dengan keunggulan kompetitifnya Pertumbuhan ekspor teh Indonesia jauh di bawah pertumbuhan dunia bahkan mengalami pertumbuhan yang negatif Indonesia tidak dapat mempengaruhi harga teh internasional dan seringkali memperoleh harga yang lebih rendah dibanding Sri Lanka dan India.