EFEKTIVITAS PEMBERIAN SEDUHAN TEH HITAM, TEH HIJAU (Camelia sinensis var. assamica), TEH DAUN MURBEI (Morus kanva) DAN CAMPURANNYA DALAM AKTIVITAS HIPOGLIKEMIK PADA TIKUS (Rattus norvegicus) DIABETES
YOYANDA BAIT
SEKOLAH PASCASARJANA PROGRAM STUDI ILMU GIZI MASYARAKAT INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Efektivitas Pemberian Seduhan Teh Hitam, Teh Hijau (Camelia sinensis var. assamica), Teh Daun Murbei (Morus kanva) dan Campurannya dalam Aktivitas Hipoglikemik pada Tikus (Rattus norvegicus) Diabetes” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir tesis ini. Bogor, Februari 2010 Yoyanda Bait NRP I151070021
ABSTRACT YOYANDA BAIT. The effectiveness of black tea, green tea (Camelia sinensis var. asamica), mulberry leaf tea (Morus kanva) and their mixtures in hypoglicemic activities of diabetic rats (Rattus norvegicus). Supervised by EVY DAMAYANTHI and RIMBAWAN. Diabetes mellitus was a degenerative disease with a high prevalence that happened in many countries. Several studies had been done to control diabetes by using such as green tea, mulberry leaf tea, and their mixtures. The aim of this study was investigated the effect of black tea, green tea, mulberry tea and their mixtures on controlling blood glucose level. This experiment used fourty two rats, aged 2.5-3.0 months, 150-200 g bw. The rats were divided into 7 groups, each group consisted of 3 rats, namely; normally control group, negative control group, black tea group, green tea group, mulberry leaf tea group, black tea+mulberry leaf tea group and green tea+mulberry leaf tea group. The study was carried out for 16 days intervention. The dose of alloxan 125 mg/kg bw were given by intraperitonial. After blood glucose level >200 mg/dl, rats were given tea with dose 1 ml/day/100 g bw, equivalent with EGCG 44.47 mg/kg bw for green tea and for black tea, EGCG 0.36 mg/kg bw, theaflavin 11.19 mg/kg bw, thearubigin 134.4 mg/kg bw. This research consisted two phases, first determined the phytochemichal of leaf tea, second phases, observed the capability of black tea, green tea and mulberry leaf tea also their mixtures to control of blood glucose level during 16 days on diabetic rats, glycosilated hemoglobin level (HbA1c) and insulin level. The results were showed that the green tea significantly decreased blood glucose level (p<0,05) was compared to the others treatment but not significant with a black tea. The tea treatments were not significantly (p>0,05) affected to glycosilated hemoglobin level (HbA1c) and insulin level from rats blood. Keywords: black tea, green tea, mulberry leaf tea, blood glucose level, glycosilated hemoglobin level, insulin level
RINGKASAN YOYANDA BAIT. Efektivitas Pemberian Seduhan Teh Hitam, Teh Hijau (Camelia sinensis var. assamica), Teh Daun Murbei (Morus kanva) dan Campurannya dalam Aktivitas Hipoglikemik pada Tikus (Rattus norvegicus) Diabetes. Dibimbing oleh EVY DAMAYANTHI dan RIMBAWAN. Diabetes melitus adalah penyakit degeneratif yang angka kejadiannya cukup tinggi di berbagai negara dan merupakan salah satu penyakit yang menjadi masalah kesehatan masyarakat. Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk mengendalikan diabetes mellitus, diantaranya dengan mengembangkan minuman fungsional yang mempunyai khasiat antidiabetes, salah satunya yang banyak diteliti adalah khasiat dari daun teh dan daun murbei. Penelitian betujuan untuk melihat efektifitas teh hitam, teh hijau, teh daun murbei dan campurannya dalam pengendalian kadar glukosa darah dalam rangka pencegahan penyakit DM. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian Prioritas Nasional yang diketuai oleh Kustiyah (2009) dan dibiayai oleh DIKTI. Penelitian dilakukan di Laboratorium Pusat Penelitian Teh dan Kina (PPTK) Bandung untuk pembuatan teh hijau, teh hitam dan teh daun murbei serta menganalisis kandungan fitokimia teh hijau dan teh hitam. Analisis proksimat dilakukan di Laboratorium Departemen Gizi Masyarakat, Institut Pertanian Bogor (IPB). Pemeliharaan dan perlakuan pada hewan percobaan dilakukan di Laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi, Departemen Kesehatan. Analisis kadar insulin darah dilakukan di Laboratorium Balai Penelitian Ternak (Balitnak) Ciawi – Bogor dan analisis HbA1c dilakukan di Laboratorium Klinik Nugraha Bogor. Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama yaitu pembuatan teh hitam dan teh hijau, pengujian kandungan EGCG, theaflavin dan thearubigin, analisis proksimat (protein, abu, lemak, karbohidrat dan kadar air) dari teh hitam, teh hijau, teh daun murbei. Pada tahap ini penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pusat Penelitian Teh dan Kina (PPTK) Bandung dan Laboratorium Departemen Gizi Masyarakat. Tahap kedua dilakukan intervensi pada tikus percobaan normal dan tikus diabetes (yang diinduksi dengan aloksan) selama 16 hari pengamatan serta dilakukan analisa pada darah tikus meliputi uji toleransi glukosa, kadar glukosa, kadar hemoglobin glikosilat dan kadar insulin dari serum darah. Pengukuran lainnya juga dilakukan antara lain berat badan tikus selang dua hari, berat ransum, volume air minum dan volume urin tikus dilakukan setiap hari selama 16 hari pengamatan. Penelitian menggunakan 42 ekor tikus jenis Sprague Dawley umur 2,5 - 3 bulan dengan berat badan 150 – 200 g dibagi menjadi 7 kelompok masing-masing terdiri dari 3 ekor tikus, yaitu kelompok kontrol normal, kontrol negatif, teh hitam, teh hijau, teh daun murbei, teh hitam + teh daun murbei dan teh hijau + teh daun murbei. Pemberian perlakuan dilakukan selama 16 hari pengamatan. Setelah melewati masa adaptasi, sebanyak 39 ekor tikus dibuat menjadi diabetes dengan diinduksi menggunakan aloksan dengan dosis 125 mg/kg BB. Tikus dengan kadar glukosa darah 200 mg/dl dikategorikan diabetes dan siap digunakan dalam penelitian ini. Konfirmasi kondisi diabetes dilakukan dengan pengamatan histopat pankreas tikus.
Berdasarkan kandungan fitokimia menunjukkan bahwa teh hitam mempunyai kandungan theaflavin yaitu 1,14% dan thearubigin 13,10%. Theaflavin merupakan hasil oksidasi dari katekin yang terjadi selama proses oksidasi enzimatis. Hasil analisis kandungan EGCG, teh hijau yang dibuat secara non oksidasi enzimatis menunjukkan kandungan EGCG yang lebih tinggi, yaitu 4,50%, sedangkan kandungan EGCG teh hitam hanya 0,37%. Dosis filtrat yang dicekokkan ke tikus (1 ml/100 g BB tikus) setara dengan EGCG untuk teh hijau 44,47 mg/kg BB, untuk teh hitam EGCG 0,36 mg/kg BB, theaflavin 11,19 mg/kg BB dan thearubigin 134,4 mg/kg BB. Hasil uji toleransi glukosa secara oral menunjukkan terjadi peningkatan kadar glukosa darah setelah 30 menit pemberian glukosa, kemudian pada menit ke-60 terjadi penurunan kadar glukosa tetapi naik lagi pada menit ke-90. Setelah 120 menit terjadi kembali penurunan kadar glukosa darah. Pengukuran berat badan, kelompok tikus yang mendapatkan perlakuan campuran teh hijau +TDM mengalami peningkatan berat badan paling besar, yaitu 43,20 g dibandingkan dengan pelakuan lainnya. Hal ini sejalan dengan banyaknya ransum yang dikonsumsi selama 16 hari perlakuan. Pada penelitian ini ditunjukkan bahwa peningkatan berat badan pada tikus diabetes tanpa perlakuan/kontrol negatif (25,53 g) lebih kecil dibanding tikus normal (35,43 g). Hasil pengukuran menunjukkan bahwa banyaknya volume air minum linier dengan banyaknya urin yang dikeluarkan. Tikus yang diberi teh hijau + TDM paling banyak minum air (758,33 ml) selama 16 hari pengamatan, sehingga volume urin yang dikeluarkan tikus yang diberi teh hijau + TDM juga paling banyak (284,67 ml). Hasil uji statistik menunjukkan bahwa perlakuan pemberian teh memberikan pengaruh yang nyata (p<0,05) terhadap perubahan kadar glukosa darah tikus, sedangkan selisih (delta) tidak memberikan pengaruh terhadap perubahan kadar glukosa darah tikus. Hasil uji beda menunjukkan bahwa perlakuan teh hijau berbeda nyata dengan perlakuan kontrol normal, kontrol negatif, teh daun murbei (TDM), teh hitam + TDM dan teh hijau + TDM dan tidak berbeda nyata dengan teh hitam. Pengukuran HbA1c dilakukan pada hari ke-8 dan hari ke-16 setelah perlakuan. Data hasil pengukuran HbA1c menunjukkan bahwa kadar Hba1c tikus yang diberi teh hijau pada perlakuan 8 hari telah berada pada kadar HbA1c normal bawah (4%), dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Data pengukuran insulin menunjukkan penurunan konsentrasi insulin pada tikus yang diberi teh hitam dan teh daun murbei pengamatan pada hari ke-16 bila dibandingkan pengamatan dengan hari ke-8, sedangkan pada perlakuan lainnya terjadi peningkatan konsentrasi insulin. Hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa teh hijau paling efektif dalam menurunkan kadar glukosa darah. Penelitian ini diharapkan dapat membantu dalam pengendalian penyakit DM. Kata kunci : teh hitam, teh hijau, teh daun murbei, kadar glukosa darah, kadar hemoglobin glikosilat, kadar insulin.
@ Hak Cipta Milik IPB, tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
EFEKTIVITAS PEMBERIAN SEDUHAN TEH HITAM, TEH HIJAU (Camelia sinensis var. assamica), TEH DAUN MURBEI (Morus kanva) DAN CAMPURANNYA DALAM AKTIVITAS HIPOGLIKEMIK PADA TIKUS (Rattus norvegicus) DIABETES
YOYANDA BAIT
Tesis sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
Judul Tesis
:
Nama NRP
: :
Efektivitas Pemberian Seduhan Teh Hitam, Teh Hijau (Camelia sinensis var. assamica), Teh Daun Murbei (Morus kanva) dan Campurannya dalam Aktivitas Hipoglikemik Tikus (Rattus norvegicus) Diabetes Yoyanda Bait I 151070021
Disetujui, Komisi Pembimbing
Dr. Rimbawan Anggota
Dr. Ir. Evy Damayanthi, MS. Ketua
Diketahui Ketua Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. drh. Rizal M.Damanik, MRep,Sc
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS
Tanggal Ujian : 22 Januari 2010
Tanggal Lulus :
PRAKATA Alhamdulillahi Rabbil’alamiin. Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga tesis yang berjudul “Efektivitas Pemberian Seduhan Teh Hitam, Teh Hijau (Camelia sinensis var. assamica), Teh Daun Murbei (Morus kanva) dan Campurannya dalam Aktivitas Hipoglikemik pada Tikus (Rattus norvegicus) Diabetes” berhasil diselesaikan. Selama perkuliahan hingga selesai tersusunnya tesis ini, penulis banyak mendapatkan bantuan baik moral maupun material dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih setulus dan seikhlasnya kepada: 1. Keluargaku tercinta: Papa, Mama, Suamiku, Anak-anaku serta seluruh keluarga yang selalu memberikan doa, perhatian, curahan kasih sayang, dukungan dan semangat yang terus mengalir tak kenal henti. 2. Ibu Dr. Ir. Evy Damayanthi, MS dan Bapak Dr. Rimbawan, terima kasih atas perhatian, pengertian, dan bimbingannya, sehingga tesis ini dapat diselesaikan. 3. Ibu Dr. Ir. Lilik Kustiyah, M.Si. selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dan saran demi tercapainya kesempurnaan tesis ini. 4. Bapak Prof. Dr. Ir. Hi. Nelson Pomalingo, MPd. selaku Rektor Universitas Negeri Gorontalo yang telah memberikan kesempatan untuk melanjutkan studi. 5. Bapak Ir. Zulzain Ilahude, M.Si. selaku Dekan Fakultas Ilmu – ilmu Pertanian Universitas Negeri Gorontalo yang selalu memotivasi selama studi. 6. Direktorat Pendidikan Tinggi Terimakasih telah memberikan bantuan beasiswa (BPPS). 7. Tim peneliti Hibah Prioritas Nasional (DIKTI) yang telah banyak membantu selama proses penelitian dan atas dana bantuan penelitian yang telah diberikan. 8. Seluruh staf pengajar di Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat IPB, yang telah membagi ilmunya kepada penulis. Semoga ilmu yang diberikan menjadi ilmu yang bermanfaat.
9. Bapak drh. Endi Ridwan selaku Kepala Laboratorium Hewan-Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi dan Makanan, Departemen Kesehatan, Bogor atas bantuan, saran dan kerjasamanya selama penulis melakukan penelitian. 10. Bapak Pandi selaku Laboran Laboratorium Hewan-Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi dan Makanan, Departemen Kesehatan Bogor, atas bantuan dan kerjasamanya selama penelitian. 11. Laboran Departemen Gizi Masyarakat (Pak Mashudi dan Bu Nina), Ibu Ida dan Ibu Sri di Lab. Fisiologi Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor, Laboran di Balitnak, Ibu Widi dan Ibu Susi di Lab. Klinik Nugraha yang telah membantu selama penelitian. 12. Teman-teman staf dosen dan administrasi di Fakultas Ilmu – ilmu Pertanian, khususnya Jurusan Teknologi Pertanian atas dukungannya. 13. Teman-teman di Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat: Rini, Mba Nita, Mba Reisi, Mba Ririn, Mba Reni, Bu Maya, Mba Nur, Athie, Afrin, Nisa, Bu Mimi, Mas Rusman dan teman-teman lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu, atas dukungan semangat selama studi. 14. Partnerku di dalam penelitian Dina Nikmatina Ritonga, Yuges Syahputri dan Vita Nurhikmah yang telah banyak membantu dan memberikan semangat. 15. Teman-teman mahasiswa Gorontalo di Bogor: Ibu Lisna, Ibu Marini, Ibu Yanne, Amy, Lian, Wiwin, Ibu Rita H., Rita B., Pak Hasyim, Pak Wawan, Pak Samad, Pak Irwan, Pak Iswan, Pak Zainal, Fadli, Vicky, Mamad, Rizal, Pak Herwin, Pak Tahir, Pak Sahrudin, Pak Faisal, Pak Amir, Pak Kifli, Pak Fahrul, Pak Yanto dan Pak Nurdin terima kasih atas dukungan moril, perhatian, curahan kasih sayang, dukungan dan semangat yang terus mengalir tak kenal henti. Akhirnya hanya ucapan terima kasih yang dapat penulis haturkan kepada semua pihak yang mungkin terlupa untuk disebutkan. Allah-lah Maha pembalas kebaikan. Amin. Semoga karya ini mendapatkan ridho-Nya dan bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan. Jazakumullah khairan katsiran. Bogor, Februari 2010 Yoyanda Bait
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Gorontalo pada tanggal 29 Nopember 1979 dari Bapak Ahmad Bait dan Ibu Sartje Ahmad. Penulis merupakan putri pertama dari tiga bersaudara, yaitu Ronaldi Aks Bait dan Reagenda Ems Bait, Amd. Penulis menikah dengan Hartono Hadjarati, M.Pd dan telah dikarunia dua putra, yaitu Noerja Fadhylla Hadjaratie dan Alief Prasetyo Hadjarati. Pendidikan formal penulis dimulai dari Sekolah Dasar Negeri 63 Gorontalo. Tahun 1994 penulis lulus dari Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 2 Gorontalo. Tahun 1997 penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Lanjutan Tingkat Atas Negeri 1 Gorontalo
dan lulus sebagai Mahasiswa di
Perguruan Tinggi Negeri Universitas Sam Ratulangi Manado
pada Jurusan
Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian. Pada tahun 2002 penulis menamatkan pendidikan di Negeri Universitas Sam Ratulangi Manado pada Program Studi Teknologi Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian. Pada tahun 2007 penulis berkesempatan mengikuti Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia (FEMA) IPB. Beasiswa pendidikan Pascasarjana diperoleh dari BPPS DIKTI.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ........................................................................................... xiii DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiv DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xv PENDAHULUAN Latar Belakang ......................................................................................... Tujuan Penelitian ...................................................................................... Manfaat ..................................................................................................... Hipotesis ....................................................................................................
1 4 5 5
TINJAUAN PUSTAKA Teh ............................................................................................................ Murbei ....................................................................................................... Diabetes Melitus ....................................................................................... Insulin ........................................................................................................ Aloksan ...................................................................................................... Hemoglobin Glikosilat ...............................................................................
6 12 13 16 17 18
METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian .................................................................... Bahan dan Alat .......................................................................................... Metode ...................................................................................................... Penyiapan Bahan Uji ................................................................................. Hewan Percobaan ...................................................................................... Induksi Aloksan untuk Membuat Tikus Diabetes ...................................... Pembuatan Ransum Standar ...................................................................... Prosedur Pengujian dan Rancangan Percobaan ......................................... Analisis Data .............................................................................................
21 21 21 22 22 23 25 25 31
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Fitokimia Teh Hitam dan Teh Hijau ............................................ Analisis Proksimat Teh Hitam, Teh Hijau dan Teh Daun Murbei ............ Tes Toleransi Glukosa ............................................................................... Induksi Aloksan dan Konfirmasi Kondisi Diabetes pada Tikus ................ Perubahan Berat Badan dan Jumlah Konsumsi Ransum Tikus ................ Total Volume Air Minum dan Urin Tikus ................................................ Kadar Glukosa Darah Tikus Diabetes ........................................................ Kadar Hemoglobin Glikosilat ................................................................... Kadar Insulin .............................................................................................
32 34 34 39 41 43 44 48 50
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan .................................................................................................... 53 Saran ........................................................................................................... 53 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 54 LAMPIRAN .................................................................................................... 60
DAFTAR TABEL Halaman 1. Perbedaan teh hitam ortodoks dan CTC ................................................
7
2. Kelompok tikus percobaan yang akan diberi perlakuan .......................
23
3. Komposisi ransum standar tikus ............................................................
25
4. Kandungan fitokimia teh hitam dan teh hijau .......................................
32
5. Analisis proksimat teh hitam, teh hijau dan teh daun murbei ...............
34
6. Rata-rata kadar glukosa darah tes toleransi glukosa secara oral ..........
37
7. Perubahan berat badan dan jumlah ransum yang dikonsumsi tikus ......
42
8. Volume air minum dan urin tikus ..........................................................
43
DAFTAR GAMBAR Halaman 1.
Diagram alir proses pengolahan teh hitam CTC ................................
8
2.
Struktur kimia theaflavin dan thearubigin .........................................
9
3.
Proses pengolahan teh hijau berkatekin tinggi ...................................
10
4.
Struktur kimia polifenol teh hijau .......................................................
11
5.
Pembentukan HbA1c ..........................................................................
20
6.
Bagan Alur Percobaan ........................................................................
24
7.
Prosedur kerja pengujian HbA1c ........................................................
28
8.
Skema oksidasi enzimatis teh hitam ...................................................
33
9.
Grafik rata-rata kadar glukosa darah hasil uji toleransi glukosa.........
38
10. Kadar glukosa darah sebelum dan sesudah induksi aloksan...............
40
11. Fotomikrograf jaringan pankreas tikus normal ...................................
40
12. Fotomikrograf jaringan pankreas tikus diabetes .................................
41
13. Kadar glukosa darah tikus diabetes ....................................................
45
14. Perubahan kadar glukosa darah ..........................................................
47
15. Kadar hemoglobin glikosilat ..............................................................
49
16. Kadar insulin ......................................................................................
51
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Pembuatan teh hijau dan teh hitam .......................................................
60
2. Prosedur analisis kadar katekin/polifenol teh .......................................
63
3. Metode analisis kimia ............................................................................
66
4. Hasil analisis statistik tes toleransi glukosa...........................................
68
5. Hasil analisis statistik kadar glukosa darah ...........................................
69
6. Hasil analisis statistik kadar hemoglobin glikosilat ..............................
71
7. Hasil analisis statistik kadar insulin ......................................................
72
8. Dokumentasi penelitian
73
....................................................................
PENDAHULUAN Latar Belakang Dewasa ini telah terjadi perubahan gaya hidup pada masyarakat. Salah satu diantaranya adalah pergeseran pola makan. Ada kecenderungan masyarakat untuk mengkonsumsi makanan cepat saji atau fast food. Komposisi makanan cepat saji tersebut pada umumnya banyak mengandung karbohidrat dan lemak. Hasil studi yang dilakukan oleh Nuryati (2009) menunjukkan bahwa pria dengan umur > 45 tahun berisiko 12,7 kali lebih tinggi terkena diabetes melitus (status gizi obes) dibanding umur < 45 tahun, sedangkan wanita dengan umur > 45 tahun berisiko 13,0 kali lebih tinggi terkena diabetes melitus (status gizi obes) dibanding umur < 45 tahun. Diabetes melitus (DM) merupakan salah satu masalah kesehatan yang berdampak pada produktivitas dan dapat menurunkan mutu sumber daya manusia. Sejalan dengan perubahan gaya hidup, penderita DM di Indonesia diperkirakan semakin meningkat, terutama pada kelompok umur dewasa ke atas pada seluruh status sosial ekonomi (Dirjen Bina Kesmas Depkes RI 2003). Tidak
seperti
penyakit lain yang biasanya menunjukkan gejala penyakit yang khas dan mudah dikenali, penyakit ini agak berbeda. Lebih dari 50% penderita tidak menyadari sudah mengidap penyakit DM. Bila tidak ditangani lebih dini dan tidak dilakukan pengobatan, maka timbul berbagai macam komplikasi kronis yang sering berakibat fatal seperti penyakit jantung, ginjal, kebutaan, impotensia dan koma diabetik yang dapat menyebabkan kematian. Menurut data National Diabetes Information Clearinghouse (2005), angka kejadian DM di Amerika Serikat mencapai 20,8 juta jiwa atau sekitar 7 persen dari seluruh populasi dan yang terdiagnosa sebanyak 14,6 juta jiwa. Menurut survei yang dilakukan oleh WHO, Indonesia menempati urutan keempat dengan jumlah penderita diabetes terbesar di dunia setelah India, Cina dan Amerika Serikat. Dengan prevalensi 8,6% dari total penduduk indonesia pada tahun 1995 yaitu 4,5 juta pengidap DM, maka pada tahun 2025 diperkirakan meningkat menjadi 12,4 juta penderita. Berdasarkan data Depkes (2005), jumlah pasien DM rawat inap maupun rawat jalan di rumah sakit menempati urutan pertama dari seluruh penyakit endokrin. Mengingat besarnya masalah ini, telah dibentuk
2
direktorat baru di Departemen Kesehatan untuk menangani penyakit tidak menular. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Nasional 2007, memperlihatkan bahwa proporsi penyakit tidak menular mengalami peningkatan cukup tinggi dari 42 persen menjadi 60 persen. Proporsi penyebab kematian pada kelompok umur 45 – 54 tahun menurut tipe daerah, DM menempati posisi kedua untuk wilayah perkotaan yaitu sebesar 14,7%, sedangkan untuk wilayah pedesaan menempati posisi kelima yaitu sebesar 5,8%. DM yang tidak dikelola dengan baik dapat mengakibatkan berbagai penyakit menahun. Langkah pertama yang harus dilakukan dalam pengelolaan DM dapat dengan perencanaan diet dan kegiatan jasmani (Ristanti 2009). Bahan alami yang telah banyak diteliti untuk mengendalikan DM adalah daun teh. Teh merupakan salah satu minuman yang terpopuler di dunia karena selain nikmat juga memberikan manfaat bagi kesehatan. Kandungan polifenol dalam teh hijau mampu menangkal radikal bebas dalam tubuh. Menurut Song et al. (2003) polifenol terutama epigalokatekin galat (EGCG) dapat melindungi kerusakan sel pankreas
dari
pengaruh
oksidasi.
Kobayashi
et
al.
(2000)
dan
Maeda et al. (2005) melakukan penelitian dengan pemberian teh hijau secara oral, menemukan bahwa pemberian teh hijau dapat menekan kadar gula darah. EGCG pada teh hijau bekerja dengan cara menghambat transport sodium glukosa pada mukosa. Berdasarkan penelitian Damayanthi et al. (2008) pemberian teh hijau menunjukkan secara ilmiah adanya indikasi bahwa secara in vivo mampu mengendalikan kadar glukosa darah pada tikus DM, namun hasil penelitian tersebut sangat terbatas, karena hanya dilakukan pada teh hijau. Penelitian terbaru oleh Cameron et al. (2008) tentang manfaat teh hitam untuk mengendalikan DM, menunjukkan bahwa theaflavin dan thearubigin dari teh hitam dapat meniru kerja insulin dalam mengendalikan DM. Terdapat tiga jenis theaflavin yang diidentifikasi meniru kerja insulin tersebut yaitu theaflavin 3-o-galat, theaflavin 3' -o-galat, theaflavin 3,3' di-o-galat. Penelitian dengan menggunakan tikus diabetes yang diinduksi dengan streptozotocin (STZ) diindikasi bahwa theaflavin dapat mencegah kehilangan limposit dari toksisitas STZ (Gomes et al. 1995). Penelitian lain yang dilakukan
3
oleh Anderson & Polansky (2002), theaflavin dapat meningkatkan aktivitas insulin secara in vitro pada percobaan sel lemak epididymal. Meskipun mekanisme
antihiperglikemik
dari
theaflavin
belum
jelas,
aktivitas
antihipeglikemik dari theflavin tidak diragukan (Wang & Li 2006). Menurut Bambang (2006) teh hijau Indonesia merupakan produk yang unik karena diolah dari pucuk teh Camelia. sinensis var. assamica. Dibandingkan dengan teh hijau Cina, teh hijau Indonesia berbeda bahan bakunya (C. sinensis var. sinensis). Karena perbedaan bahan baku ini, maka secara khusus teh hijau Indonesia diduga lebih potensial menjadi minuman fungsional. Teh hijau Indonesia yang terbuat dar C. sinensis var. assamica memiliki kandungan katekin yang lebih tinggi yaitu 11,60% daripada sencha (teh hijau Jepang) yang hanya 5,06%. Bahan alami lainnya yang dikembangkan sebagai minuman fungsional yang mempunyai khasiat antihiperglikemik adalah daun murbei. Daun murbei telah diketahui merupakan ramuan kuno obat tradisional Cina untuk mengobati pengidap penyakit DM. Menurut Asano et al. (2001) penelitian pada daun murbei (Morus alba) telah berhasil mengisolasi sekitar limabelas polyhydroxylated alkaloids, salah satunya yaitu 1-Deoxynojirimycin (DNJ) yang mempunyai potensi berfungsi menghambat -glucosidase. Alpha-glucosidase merupakan enzim yang mengkatalisis hidrolisis ikatan pada maltose untuk menghasilkan dua molekul. Penelitian yang dilakukan oleh Damayanthi, et al. (2008) pemberian teh daun murbei dan campuran teh hijau dan teh daun murbei menunjukkan bahwa pada hari keempat pengamatan terjadi penurunan kadar glukosa pada tikus DM. Hasil penelitian Ama (2009) menunjukkan bahawa ekstrak daun murbei dapat menurunkan kadar glukosa darah dan berpengaruh nyata (p<0,05) dalam menurunkan kadar glukosa darah tikus yang diinduksi dengan aloksan. Berdasarkan informasi di atas, walaupun telah banyak penelitian tentang teh hijau dan teh hitam dalam pengendalian diabetes, tetapi penelitian tersebut menggunakan teh dengan varietas yang berbeda dengan yang digunakan di Indonesia, sedangkan penelitian menggunakan varietas yang dikembangkan di Indonesia masih terbatas. Oleh karena itu, sebagai lanjutan dari penelitian yang telah dilakukan oleh Damayanthi et al. (2008), maka penelitian ini diuji cobakan
4
seduhan teh hitam, teh hijau, teh daun murbei dan campuran teh hitam + TDM serta campuran teh hijau + TDM. Tujuan Tujuan Umum Secara umum tujuan penelitian ini untuk melihat efektifitas teh hitam, teh hijau, teh daun murbei dan campurannya dalam pengendalian kadar glukosa darah dalam rangka pencegahan penyakit DM. Tujuan Khusus 1. Menganalisis kandungan fitokimia (theaflavin, thearubigin dan EGCG) dari teh hitam dan teh hijau 2. Menganalisis kandungan air, protein, lemak dan karbohidrat dari teh hitam, teh hijau dan teh daun murbei. 3. Menganalisis perubahan kadar glukosa darah melalui uji toleransi glukosa selama pengamatan 150 menit. 4. Membandingkan pengaruh pemberian seduhan dari teh hitam, teh hijau, teh daun murbei dan campurannya terhadap kadar glukosa darah tikus diabetes selama 16 hari pengamatan. 5. Menganalisis perubahan hemoglobin glikosilat darah tikus yang diinduksi dengan aloksan kemudian diberi seduhan dari teh hitam, teh hijau, teh daun murbei dan campurannya. 6. Menganalisis kadar insulin pada serum darah tikus yang diinduksi dengan aloksan kemudian diberi seduhan dari teh hitam, teh hijau, teh daun murbei dan campurannya.
5
Manfaat 1. Memperoleh perbandingan mengenai efektivitas dari teh hitam, teh hijau, teh daun murbei dan campurannya dalam mengendalikan kadar glukosa darah sebagai dasar penerapannya pada penderita diabetes. 2. Memberikan informasi ilmiah mengenai pengaruh dari pemberian seduhan dari teh hitam, teh hijau, teh daun murbei dan campurannya terhadap perubahan hemoglobin glikosilat, toleransi glukosa dan kadar insulin darah. Hipotesis 1. Pemberian seduhan teh hitam, teh hijau, teh daun murbei dan campurannya memberikan pengaruh dalam penurunan kadar glukosa darah. 2. Pemberian seduhan dari teh hitam, teh hijau, teh daun murbei dan campurannya memberikan pengaruh pada kadar hemoglobin glikosilat dan kadar insulin pada tikus yang telah diinduksi dengan aloksan.
6
TINJAUAN PUSTAKA Teh Teh merupakan salah satu minuman terpopuler di dunia karena selain nikmat juga bermanfaat untuk kesehatan. Kombinasi antara kenikmatan dan kesehatan menjadikan teh memiliki daya saing kuat dibandingkan minuman kesegaran lainnya (Suprihatini 2007). Perbedaan kelompok dan penamaan teh dilakukan berdasarkan cara pengolahan sebelum dan sesudah dipetik dari pohon, yaitu 1) teh hitam (black tea), yaitu teh yang dalam pengolahannya melalui proses fermentasi penuh. Sering juga dikenal dengan nama teh merah; 2) teh oolong, teh ini dalam pengolahannya melalui setengah proses fermentasi; 3) teh hijau, teh ini dalam pengolahannya tidak melalui proses fermentasi, setelah daun teh dipetik langsung diolah; 4) teh putih, teh ini dalam pengolahannya tidak melalui proses oksidasi. Saat di pohon, daun teh juga terlindung dari sinar matahari agar tidak menghasilkan klorofil atau zat hijau daun, karena diproduksi lebih sedikit, sehingga harganya lebih mahal (Anonim 2008a). Diantara keempat jenis teh di atas, ada dua bentuk teh yang paling banyak dikonsumsi, yakni teh hitam dan teh hijau. Teh hitam paling banyak dikonsumsi yaitu 69% dari total konsumsi teh dunia. Teh hijau mengandung epikatekin sebagai komponen polifenol utama yang memiliki aroma khas teh hijau, sedangkan pada teh hitam selain mengandung katekin, juga mengandung theaflavin (TF) dan thearubigin (TR) sebagai hasil dari proses oksidasi enzimatik yang juga merupakan suatu antioksidan kuat yang memiliki manfaat khusus bagi kesehatan (Suprihatini 2007; Silalahi 2006). Katekin yang mendominasi ±20% berat kering teh merupakan substansi utama yang menyebabkan teh memenuhi persyaratan sebagai minuman fungsional. Senyawa ini dikandung lebih banyak pada pucuk tanaman teh Camelia sinensis varietas assamica dibandingkan varietas sinensis. Teh hitam lebih sedikit mengandung katekin daripada teh hijau karena dalam proses pengolahannya sengaja mengoksidasi katekin untuk memperbaiki warna, rasa, dan aromanya. Karena kondisi tanah dan iklim lingkungannya, hampir 100% tanaman teh di Indonesia adalah C. sinensis varietas assamica . Pucuk teh yang dihasilkan
7
tanaman tersebut 80% diolah menjadi teh hitam, sedangkan sisanya diolah menjadi teh hijau (Bambang 2006). Teh Hitam Berdasarkan sistem pengolahannya, teh hitam di Indonesia dapat dibagi menjadi dua, yaitu 1) sistem ortodoks terdiri atas ortodoks murni dan ortodoks rotorvane; 2) sistem baru, seperti crushing, tearing and curling (CTC). Pengolahan teh CTC di Indonesia mulai dicoba di Pusat Penelitian Teh dan Kina Gambung sejak awal 1984. Perbedaan teh hitam ortodoks dan CTC dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Perbedaan Teh Hitam Ortodoks dan CTC Uraian
Ortodoks
CTC
Bentuk Cita rasa Penyajian Kebutuhan penyeduhan
Agak pipih Kuat Lambat 400-500 cangkir/kg teh
Butiran Kurang Cepat 800-1000 cangkir/kg teh
Sumber : PPTK (2008)
Mesin giling yang digunakan dalam pembuatan teh merupakan gabungan sistem giling CTC Kenya dan India Utara (Doars). Pada proses oksidasi enzimatis dipakai continuous fermenting machine, sedangkan pengeringan teh pada umumnya menggunakan fluid bed dryer 6 section. Pengolahan teh hitam secara CTC meliputi pelayuan, pengayakan pucuk layu, penggilingan persiapan, penggilingan CTC, oksidasi, pengeringan dan sortasi kering (Gambar 1). Jumlah substansi theaflavin dan thearubigin yang dihasilkan selama proses oksidasi akan menentukan sifat air seduhan yang sering digambarkan oleh tea taster sebagai colour, strength, quality dan briskness. Komposisi terbaik antara theaflavin dengan thearubigin teh hasil olahan orthodoks adalah 1/10 sampai 1/12. Teh akan kehilangan briskness dan strength pada komposisi ratio theaflavin dengan thearubigin lebih besar atau sama dengan 1/20. Selama proses ini berlangsung terjadi perubahan warna dari hijau ke coklat dan kemudian menjadi hitam. Perubahan warna ini dapat dimanfaatkan untuk mendapatkan tingkat oksidasi polifenol yang optimun (Tadjudin 2007).
8
BAHAN BAKU
PELAYUAN
PENGAYAKAN PUCUK LAYU
PENGGILINGAN PERSIAPAN
PENGGILINGAN CTC
OKSIDASI
PENGERINGAN SORTASI KERING
PENGEMASAN Gambar 1. Diagram Alir Proses Pengolahan Teh Hitam CTC(PPTK 2008) Terdapat tiga jenis theaflavin yang diidentifikasi yaitu theaflavin 3-o-galat, theaflavin 3' -o-galat, theaflavin 3,3' di-o-galat. Beberapa studi telah menunjukkan bahwa katekin dan theaflavin memiliki aktivitas menangkal radikal bebas secara in vitro dan in vivo. Kehadiran theaflavin dalam teh hitam memiliki potensi antioksidan yang sedikitnya sama dengan katekin yang ada dalam teh hijau dan konversi dari katekin menjadi theaflavin selama fermentasi dalam pembuatan teh hitam, tidak merubah secara signifikan aktivitas radikal bebasnya (Leung et al. 2001).
9
Gambar 2. Struktur kimia Theaflavin dan Thearubigin (Mukhtar & Ahmad 2008) Konsumsi teh hitam
3 gelas per hari dihubungkan dengan pengurangan
resiko penyakit jantung koroner dan meningkatkan status antioksidan dengan konsumsi satu sampai enam gelas per hari. Konsumsi maksimal delapan gelas per hari akan mengurangi beberapa resiko resiko yang berhubungan dengan kelebihan
komsumsi kafein (Gardner 2007). Diantara sekian banyak manfaat teh bagi kesehatan, yang paling banyak dipublikasikan adalah manfaatnya untuk mencegah dan mengendalikan kanker, tekanan darah tinggi dan kesehatan jantung. Manfaat teh lainnya khususnya teh hitam yang sangat penting untuk mengendalikan diabetes belum banyak diketahui (Suprihatini 2007). Studi yang dilakukan oleh Cameron et al. (2008) menunjukkan bahwa teh hitam dapat digunakan untuk mengendalikan diabetes
melitus. Zat aktif yang terkandung dalam teh hitam berupa theaflavin dan thearubigin dapat meniru kerja insulin. Teh Hijau Kualitas teh hijau ditentukan oleh kualitas kandungan katekin. Pada proses pengolahan teh hijau yang paling menentukan kandungan katekin adalah proses pelayuan untuk mengaktivasi enzim polifenol oksidase, sehingga senyawa katekin tidak teroksidasi. Proses pelayuan dengan cara steaming (pemberian uap panas
80-100 0C selama 5 menit) memberikan kandungan katekin yang lebih tinggi pada teh hijau yang dihasilkan (Gambar 3).
10
Pucuk teh segar
Steaming
Penggilinga
Pengeringa
Gambar 3 Proses pengolahan teh hijau berkatekin tinggi (Damayanthi et al. 2008; PPTK 2008) Ekstrak daun teh hijau (green tea extract/GTE) mengandung sejumlah kompenen termasuk katekin, saponin dan flavanoid. Katekin dapat mengurangi tekanan darah, oksidasi selular dan mutasi, kadar glukosa darah dan absorpsi kolesterol. Saponin dan flavanoid juga memiliki manfaat kesehatan. Oleh karena itu, konsumsi GTE akan mencegah atau menunda onset dari penyakit seperti penyakit kardiovaskuler, diabetes dan kanker (Shirai & Suzuki 2004). Menurut Polychronopoulus et al. (2008) konsumsi teh dihubungkan dengan pengurangan tingkat glukosa darah dari glukosa darah setelah puasa hanya pada pada orang tua (usia lanjut) yang tidak obes. Efek kesehatan dari teh hijau terutama dikaitkan dengan kandungan polifenol. Teh hijau merupakan sumber yang kaya akan polifenol terutama flavanol dan flavonol, yang setara 30% dari berat daun kering. Katekin merupakan bentuk utama dari flavanol yang terdiri dari epigalokatekin galat (EGCG), epigalokatekin (EGC), epikatekin galat (ECG) dan epikatekin (EC) (Gambar 4). Beberapa penelitian yang terbaru menyatakan bahwa efek dari teh hijau sebagian besar dikaitkan dengan katekin, yaitu EGCG. Penelitian
sebelumnya
memperlihatkan bahwa penggunaan EGCG mempunyai potensi efek antiobesitas pada tikus percobaan yang obes karena pola makan, yang merupakan dampak langsung dari EGCG pada jaringan adipose (Wolfram et al. 2006). Studi yang dilakukan oleh Waltner-Lat et al. (2002) menunjukkan bukti in vitro bahwa EGCG menurunkan produksi glukosa dari H4IIE sel hepatoma tikus. Pada penelitian ini diperlihatkan bahwa EGCG menyerupai insulin yaitu meningkatkan fosfolirasi tirosin dari reseptor insulin dan substrat reseptor insulin dan
mengurangi
ekspresi
gen
dari
enzim
glukonegenik
PEPCK
(phosphoenolpyruvate carboxykinase). Jika efek ini relevan untuk pengamatan in vivo, maka EGCG memiliki potensi untuk digunakan sebagai antidiabetes. Potenza et al. (2007) EGCG, polifenol teh hijau dapat meningkatkan fungsi
11
endotelial dan sensitivitas insulin, mengurangi tekanan darah. Penelitian yang dilakukan
Collins
et
al.
(2007)
menyatakan
bahwa
EGCG
menekan
glukoneogenesis hepatik melalui 5’-AMP-activated Protein Kinase (AMPK) dengan memblokade aktivitas AMPK.
Gambar 4 Stuktur Kimia Polifenol Teh Hijau (Kobayashi et al. 2000) Dosis Teh Bahan alami yang telah banyak diteliti untuk mengendalikan DM adalah daun teh. Penelitian tersebut dilakukan dengan menggunakan teh dalam bentuk seduhan, ekstrak maupun zat aktif misalnya epigalokatekin galat (EGCG). Pemberian polifenol teh hijau (500 mg/kg berat badan) pada tikus normal meningkatkan toleransi glukosa secara signifikan pada menit ke 60. polifenol teh hijau juga ditemukan mengurangi level serum glukosa pada tikus diabetes melitus yang diinduksi oleh aloksan dengan signifikan pada level dosis 100 mg/kg berat badan. Selanjutnya pemberian setiap hari selama 15 hari dari ekstrak 50, 100 mg/kg berat badan menghasilkan 29-44% pengurangan dari peningkatan level serum glukosa yang disebabkan oleh pemberian aloksan (Sabu et al. 2002). Studi yang dilakukan oleh Shokrzadeh et al. (2006) menunjukkan bahwa dengan pemberian 450 mg/kg ekstrak daun teh hijau encer menunjukkan efek
12
yang kuat dalam menurunkan kadar glukosa darah setelah pemberian secara oral pada tikus. Pemberian EGCG 200 mg/kg BB/hari dapat meningkatkan sensitivitas insulin (Potenza et al. 2007). Damayanthi et al. (2008) dalam studinya menggunakan dosis seduhan teh hijau dan teh daun murbei dengan berat masing – masing 20 g serta campuran teh hijau + teh daun murbei (1:1), diseduh dengan air panas 70-80 0C selama 15 menit. Hasil dari studi tersebut menunjukkan bahwa teh hijau, teh daun murbei dan campurannya dapat mengendalikan kadar glukosa darah tikus DM secara in vivo. Studi yang dilakukan Widowati (2007) menunjukkan bahwa suhu ekstraksi berpengaruh terhadap aktivitas antioksidan teh, sehingga kondisi ekstraksi yang dipilih adalah suhu 85 0C, perbandingan teh dengan air 10:100 b/v dan waktu ekstraksi 8 menit. Hal ini karena pada kondisi ekstrasi tersebut memiliki aktivitas antioksidan yang sama dengan trolox 9,42 mM. Murbei Murbei (Morus alba L.) termasuk dalam famili moraceae, dan berasal dari Cina. Tanaman murbei tumbuh baik pada ketinggian lebih dari 100 m dpl. dan memerlukan cukup sinar matahari. Tumbuhan yang sudah dibudidayakan ini menyukai daerah-daerah yang cukup basa seperti lereng gunung dan tanah yang berdrainase baik. Tanaman ini kadang ditemukan tumbuh liar. Murbei dikenal dengan nama yang berbeda-beda, seperti besaran (Indonesia); murbai, besaran (Jawa); kerta, kitau (Sumatera); sangye (China); may mon, dau tam (Vietnam); morus leaf, morus bark, morus fruit, mulberry leaf, mulberry bark, mulberry twigs, white mulberry, mulberry (Inggris) (Dalimartha 2000). Tanaman murbei dengan nama latin Morus alba L dikenal sebagai pakan ulat sutera dalam aktivitas persuteraan alam. Daun murbei juga merupakan ramuan kuno obat tradisional Cina salah
satunya
diabetes
untuk
mengobati
berbagai
penyakit,
melitus. Menurut penelitian Kim et al. (2006)
pemberian ekstrak daun murbei pada tikus DM, secara nyata dapat menurunkan kadar glukosa darah. Penurunan kadar glukosa darah pada tikus DM yang diberi ekstrak daun murbei lebih baik daripada glibenclamide (obat anti diabetes).
13
Studi yang dilakukan oleh Zhong et al. (2006) terhadap campuran ekstrak teh hijau (0.1 g), teh hitam (0.1 g), dan teh daun murbei (1.0 g), menemukan komponen 1-deoxynojirimycin (DNJ) 5 mg, Epikatekin galat 100 mg, epigalokatekin galat 300 mg, dan theaflavin 100 mg. Senyawa DNJ merupakan zat aktif yang dari daun murbei. Epikatekin galat dan epigalokatekin galat merupakan polifenol yang terdapat dalam teh hijau, sedangkan theaflavin merupakan kandungan yang berasal dari teh hitam. Penemuan tentang senyawa (DNJ) yang berhasil diisolasi dari tanaman murbei dan ditemukan tepatnya terkandung di dalam getahnya. Senyawa acarbose yang mirip dengan glukosa dapat menghambat aktivitas
- glukosidase dengan
cara mengintervensi proses hidrolisis karbohidrat sehingga menghambat penyerapan glukosa dan monosakarida – monosakarida lainnya. Senyawa acarbose dan DNJ, keduanya mempunyai mekanisme kerja yang sama dalam menurunkan kadar glukosa darah penderita diabetes yaitu menghambat aktivitas enzim
- glukosidase yang berfungsi memecah senyawa polisakarida menjadi
monomer – monomer glukosa (Sofian 2005). Diabetes Mellitus Kelainan yang disebabkan oleh defisiensi insulin disebut diabetes melitus (Ganong 2002). Menurut Dallimunthe (2004) penyakit DM telah diketahui sejak ribuan tahun sebelum masehi. Ebers Papyurus menuliskan bahwa di Mesir sekitar tahun 1550 Sebelum Masehi ditemukan suatu penyakit yang ditandai dengan banyak kencing. Sebagian besar kasus DM disebabkan oleh rusaknya sel pankreas sehingga produksi insulin menjadi terhambat atau tidak ada sama sekali. Beberapa ahli berpendapat bahwa dengan meningkatnya umur, maka intoleransi terhadap glukosa juga meningkat. Intoleransi glukosa pada usia lanjut berkaitan dengan obesitas, aktivitas fisik yang kurang, berkurangnya massa otot, penyakit penyerta, penggunaan obat – obatan, sehingga terjadi penurunan sekresi insulin dan resistensi insulin (Misnadiarly 2006). DM merupakan penyakit yang diturunkan atau diwariskan, bukan ditularkan. Para ahli kesehatan juga menyebutkan DM merupakan penyakit yang terpaut kromosom seks atau kelamin. Faktor herediter sering kali pula
14
penyebab timbulnya DM melalui peningkatan kerentanan sel – sel
terhadap
penghancuran oleh virus atau mempermudah perkembangan antibodi autoimun melawan sel – sel , sehingga mengarah pada penghancuran sel – sel . Gejala klinis DM meliputi gejala – gejala pada stadium kompensasi dan dekompensasi pankreas, serta gejala – gejala kronik lainnya. Gejala – gejala pada stadium kompensasi, misalnya polifagia, poliuria, polidipsia dan penurunan berat badan. Adanya gejala klinis hiperglikemia dan glukosuria akan menyebabkan tekanan osmotik di dalam tubuli ginjal naik dan menghambat rearbsorsi air sehingga menyebabkan poliuria dan akibat adanya poliuria akan terus menerus menyebabkan dehidrasi tingkat jaringan. Penderita DM tidak dapat menggunakan glukosa dalam darah dan akan menggunakan lemak tubuhnya untuk mengganti energi atau makanan bagi sel, sehingga terjadi ketonemia dan ketonuria dan tubuh terlihat kurus. Adanya badan – badan keton di dalam darah akan menimbulkan terjadinya asidosis, sehingga frekuensi nafas meningkat dan penderita mengalami koma (Ressang 1984). Cara umum yang digunakan untuk mendiagnosa penyakit DM didasarkan pada berbagai tes kimiawi terhadap urin dan darah (Guyton & John 1997). Pemeriksaan glukosa urin melalui tes sederhana atau kuantitatif laboratorium, dapat digunakan untuk menentukan jumlah glukosa yang hilang dalam urin. American Diabetes Association (ADA) menggunakan tiga standar untuk menentukan diagnose terjadinya DM, yaitu 1) konsentrasi glukosa plasma puasa lebih dari atau sama dengan 200 mg/dl atau 11.1 mmol/l; 2) glukosa plasma puasa lebih dari atau sama dengan 126 mg/dl atau 7 mmol/l, puasa dilakukan selama 8 jam; 3) glukosa darah lebih dari atau sama dengan 200 mg/dl atau 11.1 mmol/l (Rimbawan & Siagian 2004; Rubin 2004). Sebelum terjadi DM, biasanya diawali dengan prediabetes. Standar yang digunakan untuk mengetahui adanya prediabetes adalah bila gula darah sebelum makan mencapai 100 – 126 mg/dl atau 5.5 – 7 mmol/l dan glukosa darah setelah satu jam makan mencapai 140 – 199 mg/dl atau 7.8 – 11.1 mmol/l (Rubin 2004).
15
Klasifikasi Diabetes Melitus Menurut Misnadiarly (2006) DM diklasifikasikan ke dalam dua tipe yaitu DM tipe 1, DM yang tergantung insulin atau Diabetes Mellitus Dependen-Insulin (IDDM) dan tipe 2 DM tidak tergantung insulin atau Diabetes Mellitus NonDependent Insulin (NIDDM). Diabetes Tipe 1 Diabetes tipe 1 adalah kondisi yang ditandai oleh tingginya kadar glukosa darah yang disebabkan oleh ketiadaan total hormon insulin. Diabetes tipe 1 terjadi ketika sistem imun tubuh menyerang sel
yang menghasilkan insulin pada
pankreas dan menghancurkannya (Jacquie et al. 2004). Menurut PERKENI (2002) diabetes tipe 1 memiliki karakteristik mudah terjadi ketoasidosis, pengobatannya harus dengan insulin, onset akut, penderita biasanya kurus, terjadi pada umur muda, di dapatkan antibodi sel islet, 10% ada riwayat diabetes pada keluarga, 30-50% terjadi pada kembar identik. Individu yang mengalami DM tipe 1 mempunyai ciri – ciri poliuria, polidipsia dan poliphagia. Berdasarkan pengujian glukosa darah, pasien yang mengalami tipe ini jika diberi 75 gram glukosa secara oral dan sebelumnya telah melakukan puasa selama satu malam, konsentrasi gula darahnya akan meningkat lebih dari 200 md/dl, sedangkan pada individu normal dengan perlakuan yang sama akan meningkat glukosa darah berkisar 140 mg/dl. Tingginya kandungan darah dalam tubuh, mengakibatkan laju filtrasi glomerulus terhadap glukosa menjadi berlebihan dan urin akan mengandung banyak glukosa (Champe & Harvey 1994). Diabetes Tipe 2 Diabetes tipe 2 tidak tergantung insulin atau Diabetes Mellitus NonDependent Insulin (NIDDM), sebab tidak membutuhkan penambahan hormon insulin untuk mempertahankan keseimbangan glukosa darah (Carolyn 2001). Diabetes Melitus tipe 2 (DMT2) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik yang ditandai oleh hiperglikemi akibat kelainan sekresi insulin oleh sel pankreas, gangguan kerja insulin/resistensi insulin, atau keduanya.
16
Kasus diabetes terbanyak adalah DMT2 yang umumnya mempunyai latar belakang resistensi insulin. Pada awalnya, resistensi insulin belum menyebabkan diabetes klinis. Sel
pankreas masih dapat mengkompensasi, sehingga terjadi
hiperinsulinemi, kadar glukosa darah masih normal atau sedikit meningkat. Jika terjadi kelelahan sel beta pankreas, maka dapat mengakibatkan DM klinis, yang ditandai dengan kadar glukosa darah yang meningkat. Pada DMT2, sekresi insulin di fase 1 tidak dapat menurunkan glukosa darah, sehingga merangsang fase 2 untuk menghasilkan insulin lebih banyak, tetapi tidak mampu meningkatkan sekresi insulin seperti pada orang normal. Gangguan sekresi sel
menyebabkan sekresi insulin pada fase 1 tertekan. Kadar
insulin dalam darah turun menyebabkan produksi glikogen oleh hati meningkat, sehingga kadar glukosa darah puasa meningkat. Secara berangsur-angsur kemampuan fase 2 untuk menghasilkan insulin akan menurun. Mekanisme DMT2 dimulai dengan gangguan fase 1 yang menyebabkan hiperglikemi dan selanjutnya gangguan fase 2 di mana tidak terjadi hiperinsulinemi akan tetapi gangguan sel (Merentek 2006). Menurut PERKENI (2002) karakteristik dari DMT2 , yaitu sukar terjadi ketoasidosis, pengobatannya tidak harus menggunakan insulin, onsetnya lambat, penderitanya gemuk atau tidak gemuk, biasanya terjadi pada umur tua, tidak ada antibody sel islet, 30% ada riwayat diabetes pada keluarga, 100% terjadi pada kembar identik. Insulin Insulin adalah hormon protein berantai ganda dan dibentuk dari pro insulin di sel beta pulau kecil pankreatik Langerhans yang berfungsi mengubah glukosa menjadi glikogen (Silalahi 2006). Insulin disintesis oleh sel – sel
dengan cara
yang mirip dengan sintesis protein, yang biasanya dipakai oleh sel, yaitu diawali dengan translasi RNA insulin oleh ribosom yang melekat pada retikulum endoplasma untuk membentuk preprohormon insulin. Preprohormon awal ini memiliki berat molekul kira-kira 11.500, namun selanjutnya akan melekat erat pada retikulum endoplasma untuk membentuk proinsulin dengan berat molekul kira-kira 9000. Lebih lanjut sebagian besar proinsulin melekat erat pada badan
17
golgi untuk membentuk insulin sebelum terbungkus dalam granula sekretorik. Kurang lebih seperenam dari hasil akhirnya tetap dalam bentuk proinsulin. Proinsulin ini tidak memiliki aktivitas insulin (Guyton & John 1997). Sekresi insulin oleh sel beta tergantung 3 faktor utama, yaitu kadar glukosa darah, ATP-sensitive K channels dan Voltage-sensitive Calcium Channels sel pankreas. Mekanisme kerja ketiga faktor ini sebagai berikut : pada keadaan puasa saat kadar glukosa darah turun, ATP sensitive K channels di membran sel terbuka sehingga ion kalium akan meninggalkan sel
akan
(K-efflux), dengan demikian
mempertahankan potensial membran dalam keadaan hiperpolar, sehingga Cachannels tertutup, akibatnya kalsium tidak dapat masuk ke dalam sel , sehingga perangsangan sel
untuk mensekresi insulin menurun. Sebaliknya pada keadaan
setelah makan, kadar glukosa darah yang meningkat akan ditangkap oleh sel melalui glucose transporter 2 (GLUT2) dan dibawa ke dalam sel. Di dalam sel, glukosa akan mengalami fosforilase menjadi glukosa-6 fosfat (G6P) dengan bantuan enzim penting, yaitu glukokinase. Glukosa 6 fosfat kemudian akan mengalami glikolisis dan akhirnya akan menjadi asam piruvat. Dalam proses glikolisis ini akan dihasilkan 6 – 8 ATP. Penambahan ATP akan meningkatkan rasio ATP/ADP dan ini akan menutup terowongan kalium. Dengan demikian kalium akan tertumpuk dalam sel dan terjadilah depolarisasi membran sel, sehingga membuka terowongan kalium dan kalsium akan masuk ke dalam sel. Dengan meningkatnya kalsium intrasel, akan terjadi translokasi granul insulin ke membran dan insulin akan dilepaskan ke dalam darah (Merentek 2006). Aloksan Aloksan
(2,4,5,6-tetraoxypyrimidine;
5,6-dioxyuracyi)
pertama
kali
ditemukan oleh Brugnatelli pada tahun 1818. Wohler dan Liebeg menggunakan nama “aloksan” dan menggambarkan sintesisnya dengan oksidasi asam urat. Efek diabetogenik dari zat ini dilaporkan oleh Dunn, Sheehan dan Mclethie (1943) dalam Szkudelski T (2001) yang diberikan pada kelinci dan menunjukkan adanya nekrosa spesifik pada pulau langerhans. Aloksan berbentuk kristal, berwarna putih dan sangat mudah larut dalam air. Dalam bentuk larutan, apabila terjadi kontak dengan kulit, aloksan akan
18
berubah menjadi warna merah. Aloksan digunakan untuk merusak sel pankreas pada hewan coba, perubahan pada sel – sel yang ditimbulkan oleh zat ini menyerupai perubahan sel – sel pada diabetes, yaitu pengecilan pulau – pulau pankreas, pengurangan jumlah sel – sel
dan degranulasi (Ressang 1984).
Menurut Turner (1976) hewan yang menderita DM secara eksperimental oleh aloksan akan menderita defisiensi insulin karena pada dosis tertentu aloksan dapat merusak sel – sel
pulau langerhans pankreas. Pemberian bahan yang
berkhasiat akan meningkatkan sekresi insulin oleh sel – sel
yang sehat pada
individu yang menderita DM akibat induksi aloksan sehingga terjadi perbaikan metabolisme. Dosis aloksan optimum yang dapat menghasilkan kondisi hiperglikemia permanen tergantung dari jenis kelamin, umur dan kondisi hewan percobaan. Andayani (2003) melaporkan bahwa tikus putih berumur tiga bulan dengan berat badan 200 – 270 g yang diinduksi dengan alokasan 75 mg/kg berat badan hanya menghasilkan tikus dengan kadar glukosa sesaat 150 – 200 mg/dl sebanyak 25%, tetapi dalam waktu satu minggu kadar glukosa akan kembali normal. Selanjutnya digunakan dosis 125 mg/kg berat badan untuk menghasilkan tikus DM sedang, ternyata dapat menghasilkan 80% tikus DM sedang dengan kadar glukosa darah 200 – 450 mg/dl. Pada penelitian yang dilakukan oleh Ama (2009) digunakan aloksan dengan dosis Andayani (2003) dan dosis tersebut setelah tiga hari tikus yang mengalami hiperglikemia permanen (kadar glukosa darah sesaat lebih besar dari 200 mg/dl) lebih dari 90% dengan peningkatan kadar glukosa darah sebesar 386,7%. Rata – rata kadar glukosa darah setelah induksi masing – masing kelompok berkisar antara 200 mg/dl sampai 450 mg/dl. Aloksan lazim digunakan karena zat kimia ini cepat menimbulkan hiperglikemik yang pemanen dalam waktu 2 – 3 hari (Suharmiati 2003). Hemoglobin Glikosilat Beberapa tahun terahir ini mulai banyak diperiksa kadar hemoglobin glikosilat (glycosylated hemoglobin) sebagai suatu tolok ukur baru yang memberikan pengertian lebih baik tentang status kontrol metabolisme glukosa dan
19
kemungkinan terjadinya komplikasi pada penderita DM (Suryaatmadja 1983). Glikosilasi dari hemoglobin ditemukan pada manusia dan hewan yang DM. Pada tahun 1976 Koenig telah melaporkan kadar hemoglobin glikosilat berkorelasi dengan glukosa serum puasa dan tes toleransi glukosa. Secara umum, diakui bahwa usia berkaitan dengan penurunan progresif toleransi glukosa. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hsu & Hsu (1986), setelah diinduksi aloksan, kinetika hemoglobin glikosilat meningkat linear dalam enam minggu. Hasil akhir menunjukkan bahwa usia merupakan faktor penting yang mempengaruhi kinetika dari hemoglobin glikosilat pada tikus diabetes. Hemoglobin glikosilat (HbA1c) merupakan tanda dari evaluasi jangka panjang kontrol glikemik pada pasien diabetes dan memprediksi resiko untuk perkembangan dan atau progresi dari komplikasi DM. HbA1c merupakan produk dari reaksi non enzimatis antara glukosa dan asam amino bebas dari hemoglobin, reaksi ini disebut glikosilasi (Calisti & Tognetti 2005). HbA1c terbentuk dari ikatan glukosa dengan gugus amida pada asam amino valin di ujung rantai
dari globulin Hb dewasa normal. Pengikatan ini
terjadi dalam dua tahap. Tahap pertama, yaitu terjadi ikatan kovalen aldimin berupa basa schiff yang bersifat labil. Tahap kedua terjadi penyusunan kembali secara amadori menjadi bentuk ketamin yang stabil (Gambar 5). Bentuk labil sudah naik dalam jangka waktu 2 jam setelah pemberian 100 gram glukosa per oral. Apabila kadar glukosa kembali merendah maka ikatan labil ini akan terurai kembali (reversibel). Bentuk stabil akan meningkat bila kadar glukosa melampaui 160 – 180 mg/dl selama lebih dari 12 jam. Berdasarkan biomatematika diperhitungkan bahwa kira – kira 28% dari HbA1c yang stabil mencerminkan keadaan kadar glukosa selama 2 minggu terakhir, kira – kira 50 dan 86% mencerminkan keadaan 1 dan 2 bulan sebelumnya (Suryaatmadja 1983).
20
Gambar 5 Pembentukan HbA1c (Suryaatmadja 1983) Kontrol DM secara keseluruhan dapat dinilai dari penetapan kadar hemoglobin glikosilat (HbA1c) yang dalam keadaan normal jumlahnya tidak lebih dari 7% dari Hb total. Pada penderita DM kurang terkontrol jumlahnya akan bertambah 2 – 3 kali (Kusnandar 1983).
21
METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian Prioritas Nasional yang diketuai oleh Kustiyah (2009) dan dibiayai oleh DIKTI. Penelitian dilakukan di Laboratorium Pusat Penelitian Teh dan Kina (PPTK) Bandung untuk pembuatan teh hijau, teh hitam dan teh daun murbei serta menganalisis kandungan fitokimia teh hijau dan teh hitam. Analisis proksimat dilakukan di Laboratorium Departemen Gizi Masyarakat, Institut Pertanian Bogor (IPB). Pemeliharaan dan perlakuan pada hewan percobaan dilakukan di Laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi, Departemen Kesehatan. Analisis kadar insulin darah dilakukan di Laboratorium Balai Penelitian Ternak (Balitnak) Ciawi – Bogor dan analisis HbA1c dilakukan di Laboratorium Klinik Nugraha Bogor. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian meliputi bahan utama antara lain : teh hitam dan teh hijau klon Gambung 7 yang diperoleh dari Laboratorium Pusat Penelitian Teh dan Kina (PPTK) Bandung, daun murbei Morus kanva yang didapatkan dari Lembaga Masyarakat disekitar Hutan (LMDH) Sukamanah, Bandung, aloksan dari Sigma (A7413-10G) untuk membuat tikus normal menjadi diabetes, tikus jantan jenis Spraque Dawley yang diperoleh dari Puslitbang Gizi Depkes, ransum standar dan bahan kimia untuk analisis fitokimia serta proksimat. Peralatan yang digunakan adalah timbangan berat badan tikus, glukometer (Abbott Optium Omega Blood Glucose Monitoring System) untuk pengukuran kadar glukosa darah, spuit untuk menyuntikkan alloksan dan Sonde untuk mencekokan minuman, alat bedah (pinset, gunting, skapel), kandang metabolit, serta alat untuk analisis fitokimia dan proksimat. Metode Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama yaitu pembuatan teh hitam dan teh hijau (Lampiran 1), pengujian kandungan EGCG, theaflavin dan thearubigin (Lampiran 2), analisis proksimat (protein, abu, lemak, karbohidrat dan kadar air) dari teh hitam, teh hijau, teh daun murbei (Lampiran 3). Pada tahap ini
22
penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pusat Penelitian Teh dan Kina (PPTK) Bandung dan Laboratorium Departemen Gizi Masyarakat. Tahap kedua dilakukan intervensi pada tikus percobaan normal dan tikus diabetes (yang diinduksi dengan aloksan) selama 16 hari pengamatan serta dilakukan analisa pada darah tikus meliputi uji toleransi glukosa, kadar glukosa, kadar hemoglobin glikosilat dan kadar insulin dari serum darah. Pengukuran lainnya juga dilakukan antara lain berat badan tikus selang dua hari, berat ransum, volume air minum dan volume urin tikus dilakukan setiap hari selama 16 hari pengamatan. Penyiapan Bahan Uji (Damayanthi et al. 2008) Sebanyak 20 gram teh hitam, 20 gram teh hijau, 20 gram teh daun murbei dan campuran teh hitam + teh daun murbei serta teh hijau + teh daun murbei (campuran 1:1), masing – masing bahan diseduh dengan cara direndam menggunakan air panas (70–80 0C) sebanyak 200 ml selama ±15 menit, kemudian disaring dan diambil filtratnya. Hewan Percobaan Sebanyak 42 ekor tikus jenis Sprague Dawley umur 2,5 – 3 bulan dengan berat badan 150 – 200 g digunakan dalam penelitian ini. Semua tikus dipelihara terlebih dahulu diadaptasi selama 5 hari untuk penyesuaian lingkungan. Tikus dikandangkan dengan pengaturan suhu (220C) dan kelembaban (55%). Ruangan dikontrol dengan siklus 12 jam penerangan dan 12 jam gelap (Kim et al. 2006). Semua tikus dibagi menjadi 7 kelompok (Tabel 2). Perlakuan berlangsung selama 16 hari. Selama perlakuan berlangsung, berat badan tikus ditimbang setiap 2 hari sekali, pengukuran konsumsi ransum ditimbang setiap hari, volume air minum diukur setiap hari, pengukuran volume urin setiap hari (24 jam sekali). Pada hari ke 8 dan 16 pengamatan dilakukan pembedahan (pengambilan darah) untuk analisa kadar insulin dan kadar hemoglobin glikosilat (HbA1c). Gambar 6.
Skema alur percobaan dapat dilihat pada
23
Tabel 2 Kelompok tikus percobaan berdasarkan jenis perlakuan Kelompok Kelompok 1 (Tikus normal) Kelompok 2 (Tikus diabetes) Kelompok 3 (Tikus diabetes) Kelompok 4 (Tikus diabetes) Kelompok 5 (Tikus diabetes) Kelompok 6 (Tikus diabetes) Kelompok 7 (Tikus diabetes)
Perlakuan Kontrol normal diberi ransum standar + air kran ad libitum Kontrol negatif diberi ransum standar + air kran ad libitum Di cekok seduhan teh hitam (dosis 1 ml/hari/100 g BB) + ransum standar + air kran ad libitum Di cekok seduhan teh hijau (dosis 1 ml/hari/100 g BB) + ransum standar + air kran ad libitum Di cekok seduhan teh daun mubei (dosis 1 ml/hari/100 g BB) + ransum standar + air kran ad libitum Di cekok seduhan teh hitam+teh daun mubei (dosis 1 ml/hari/100 g BB) + ransum standar + air kran ad libitum Di cekok seduhan teh hijau+teh daun mubei (dosis 1 ml/hari/100 g BB) + ransum standar + air kran ad libitum
Induksi Aloksan untuk membuat tikus diabetes (Andayani 2003; Ama 2009) Setelah melewati masa adaptasi, sebanyak 39 ekor tikus dibuat menjadi diabetes dengan diinduksi aloksan, induksi dilakukan dengan injeksi secara intraperitonial. Induksi dilakukan dengan menggunakan aloksan dalam larutan NaCl 0,9% dengan dosis 125 mg/kg BB. Tikus yang diinduksi tetap diberi makan dan minuman ad libitum. Dua hari setelah penyuntikan, kadar glukosa darah diukur dengan pengambilan darah awal dilakukan melalui ekor dari masing – masing tikus. Tikus dengan kadar glukosa darah
200 mg/dl dikategorikan
hiperglikemik dan siap digunakan dalam penelitian ini (Kim et al. 2006). Bila 5 hari setelah disuntik belum terjadi hiperglikemik maka dilakukan penyuntikkan kembali dan jika belum juga diabetes tikus tidak digunakan lagi.
42 ekor tikus • Adaptasi 5 hari • Induksi Aloksan dan dipelihara selama 2 hari • Pengukuran kadar glukosa darah awal
3 ekor tikus normal
Kontrol normal
39 ekor tikus diabetes
Kontrol negatif
Teh hitam
Teh hijau
Teh daun murbei
16 hari perlakuan Pengukuran Kadar Glukosa Darah , HbA1c dan Insulin pada hari ke 8 dan 16 Penimbangan BB tiap 2 hari Penimbangan sisa ransum setiap hari Pengukuran volume air minum Pengukuran volume urin setiap hari
Gambar 6 Bagan Alur Percobaan
Teh hitam + TDM
Teh hijau + TDM
25
Pembuatan Ransum Standar Ransum tikus yang digunakan adalah ransum standar berdasarkan AOAC (1990) yang dimodifikasi oleh Laboratorium Biokimia dan Fisiologi Gizi Puslitbang Gizi dan Makanan Bogor. Ransum tikus yang digunakan adalah dalam bentuk bubuk. Komposisi ransum tikus dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Komposisi ransum standar tikus Bahan
Jumlah (gram)
Tepung beras Tepung kedele Susu skim Minyak kelapa Mineral mix1 dan Vitamin2 Garam
2500 1360 500 200 60 40
Keterangan : 1 Campuran mineral per kilogram ransum, terdiri dari : 139,3 gram NaCl, 0,79 gram KI, 389 gram KH2PO4, 57,3 gram MgSO4, 381,4 gram CaCO3, 27 gram FeSO4, 4,01 gram MnSO4, 0,549 gram ZnSO4, 0,477 gram CuSO4, dan 0,023 gram CaCl2. 2 Campuran vitamin per kilogram ransum, terdiri dari : 6000 IU vitamin A, 400 IU vitamin D, 10 mg vitamin E, 1 mg vitamin K, 5 mg folat, 30 mg tiamin HCl, 20 mg riboflavin, 5 mg piridoksin HCl, 20 mg Ca pantotenat, 100 mg nikotinamida, dan 150 g vitamin B12
Prosedur Pengujian dan Rancangan Percobaan Uji Toleransi Glukosa Pengujian
toleransi glukosa dilakukan
Gowenblock dalam Yulinah et al. (2001). ekor tikus jantan
menurut
metode
Varley &
Tiap kelompok uji terdiri dari tiga
dan secara keseluruhan terdiri dari enam kelompok.
Sebelum percobaan tikus dipuasakan selama 18 jam, tetapi air minum tetap diberi. Setiap tikus diberi bahan uji sesuai dengan kelompoknya dan 1 jam kemudian diberi larutan glukosa 10% pada dosis 2,0 g/kg bb secara oral. Glukosa darah ditentukan sebelum pemberian glukosa dan pada 30, 60, 90,120 dan 150 menit setelah pemberian glukosa. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) faktorial, yang terdiri atas dua perlakuan, masing-masing enam taraf. Jika perlakuan menunjukan berbeda nyata, maka untuk mengetahui perbedaan rerataan diantara perlakuan dilakukan dengan uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT). Perlakuan yang diberikan adalah :
26
A. Pemberian cekok (kontrol (tanpa cekok), teh hitam, teh hijau, teh daun murbei, campuran teh hitam + TDM dan campuran teh hijau + TDM). B. Waktu (menit ke-0, menit ke-30, menit ke-60, menit ke-90, menit ke-120 dan menit ke-150) n = 3 kali ulangan. Model linear yang digunakan adalah : Yijk = + i+ j+(
)+
ij
ijk
Keterangan: Yijk = nilai pengamatan pada pemberian cekok ke-i, waktu ke-j dan ulangan ke-k. m = nilai rata-rata. = pengaruh pemberian cekok ke-i. i = pengaruh waktu ke-j. j = pengaruh reaksi pemberian cekok ke-i dan reaksi waktu ke-j. ij = galat error dari cekok ke-i, waktu ke-j dan ulangan ke-k. ijk Metode Analisa Kadar Glukosa Darah Pengukuran kadar glukosa darah dengan glukometer menggunakan metode elektrokimia, yaitu berdasarkan pada pengukuran potensial (daya listrik) yang disebabkan oleh reaksi dari glukosa dengan bahan pereaksi glukosa pada elektroda strip. Stip uji mengandung bahan kimia, yaitu glucose oksidase 29,1% b/b, heksasianoferat (III) 32,0% b/b dan bahan – bahan tidak reaktif yaitu 38,9 b/b. Prinsip kerjanya : sampel darah diserap masuk ke dalam ujung strip uji berdasarkan reaksi kapiler. Apabila darah mengisi ruang reaksi pada uji strip, kalium ferisianida diuraikan dan glukosa sampel dioksidasi oleh enzim glukosa oksidase yang menyebabkan penurunan bilangan oksidasi (kalium heksasianoferat (III) menjadi kalium heksasianoferat (II)). Aplikasi jumlah voltase yang konstan dari meteran mengoksidasi kalium heksasianoferat (II) kembali menjadi kalium heksasianoferat (III), dan memberikan elektron. Elektron yang dihasilkan untuk menimbulkan arus sebanding dengan kadar glukosa pada sampel. Setelah waktu 60 detik, konsentrasi glukosa pada sampel ditayangkan pada layar monitor.
27
Cara mengukur glukosa darah tikus percobaan : ekor tikus uji digunting selanjutnya darah yang menetes dikenakan pada strip glukometer. Kadar glukosa darah dinyatakan dalam mg/dl. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) faktorial, yang terdiri atas dua perlakuan, masing-masing tujuh taraf dan dua taraf. Jika perlakuan menunjukan berbeda nyata, maka untuk mengetahui perbedaan rerataan diantara perlakuan dilakukan dengan uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT). Perlakuan yang diberikan adalah : A. Pemberian cekok (kontrol normal (tikus normal dan tanpa cekok), kontrol negatif (tikus diabetes) teh hitam (tikus diabetes), teh hijau (tikus diabetes), teh daun murbei (tikus diabetes), campuran teh hitam + TDM (tikus diabetes) dan campuran teh hijau + TDM (tikus diabetes)). B. Selisih (d1 (selisih kadar glukosa darah hari ke-0 dan ke-8, d2 (selisih kadar glukosa darah hari ke-0 dan ke-16) n = 3 kali ulangan. Model linear yang digunakan adalah : Yijk = + i+ j+(
)+
ij
ijk
Keterangan: Yijk = nilai pengamatan pada pemberian cekok ke-i, waktu ke-j dan ulangan ke-k. m = nilai rata-rata. = pengaruh pemberian cekok ke-i. i = pengaruh waktu ke-j. j = pengaruh reaksi pemberian cekok ke-i dan reaksi waktu ke-j. ij = galat error dari cekok ke-i, waktu ke-j dan ulangan ke-k. ijk Kadar Hemoglobin Glikosilat (HbA1c) HbA1c diukur dengan menggunakan Nycocard Reader II HbA1c Test (Axis-Shield USA). Cara pengukuran HbA1c dapat dilihat pada Gambar 6. Pertama masukkan sebanyak 5 µl sampel dalam cairan pelarut dan kocok dengan baik. Kemudian masukkan 50 µl sampel yang telah diencerkan ke Test Device biarkan meresap sempurna selama ±20 detik. Tambahkan 25 µl R2/washing
28
solution. Biarkan meresap sempurna selama ±10 detik. Baca hasil dengan menggunakan Nycocard Reader II dalam waktu kurang 5 menit.
Gambar 7 Prosedur Kerja Pengujian HbA1c Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) faktorial, yang terdiri atas dua perlakuan, masing-masing tujuh taraf dan dua taraf. Jika perlakuan menunjukan berbeda nyata, maka untuk mengetahui perbedaan rerataan diantara perlakuan dilakukan dengan uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT). Perlakuan yang diberikan adalah : A. Pemberian cekok (kontrol normal (tikus normal dan tanpa cekok), kontrol negatif (tikus diabetes) teh hitam (tikus diabetes), teh hijau (tikus diabetes), teh daun murbei (tikus diabetes), campuran teh hitam + TDM (tikus diabetes) dan campuran teh hijau + TDM (tikus diabetes)). B. Waktu pengamatan (8 dan 16 hari) n = 3 kali ulangan. Model linear yang digunakan adalah : Yijk = + i+ j+( ij)+ ijk Keterangan: Yijk = nilai pengamatan pada pemberian cekok ke-i, waktu ke-j dan ulangan ke-k. m = nilai rata-rata. = pengaruh pemberian cekok ke-i. i = pengaruh waktu ke-j. j = pengaruh reaksi pemberian cekok ke-i dan reaksi waktu ke-j. ij = galat error dari cekok ke-i, waktu ke-j dan ulangan ke-k. ijk
29
Kadar Insulin Darah Pengukuran
kadar
insulin
pada
darah
tikus
ditentukan
secara
Radioimmunoassay (RIA) dengan menggunakan prosedur sesuai peunjuk kit RIA insulin Coat-A-Count dari Diagnostic Products Coorporation. Cara kerjanya : pipet 200 µl serum darah pada kalibrator nol A dalam NSB (nonspesifific binding) dan tabung A, dan 200 µl dari setiap kalibrator yang tersisa, kontrol dan sampel darah ke dalam tabung yang telah disediakan. Tambahkan 1.0 ml buffer insulin ke setiap tabung. Vorteks sebentar dan hati – hati (sampel jangan sampai tumpah dari tabung). Inkubasi selama 3 jam pada suhu 37 0C. Sampel dituangkan (pindahkan semua cairan dengan hati – hati. Gunakan rak busa penuangan, tuangkan kandungan dari semua tabung (kecuali tabung T) dan biarkan semua mengalir selama 2 – 3 menit. Kemudian pukulkan tabung pada kertas absorbent untuk mengeluarkan semua sisa tetesan. Hitung selama 1 menit pada gamma counter. Net Counts = rata – rata CPM – rata – rata NSB CPM. Kemudian untuk menentukan ikatan dari masing – masing tabung sebagai persen dari maximum binding (MB), dengan NSB-angka yang telah dikoreksi dari tabung A diambil sebagai 100% : Persen ikatan =
Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) faktorial, yang terdiri atas dua perlakuan, masing-masing tujuh taraf dan dua taraf. Jika perlakuan menunjukan berbeda nyata, maka untuk mengetahui perbedaan rerataan diantara perlakuan dilakukan dengan uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT). Perlakuan yang diberikan adalah : A. Pemberian cekok (kontrol normal (tikus normal dan tanpa cekok), kontrol negatif (tikus diabetes) teh hitam (tikus diabetes), teh hijau (tikus diabetes), teh daun murbei (tikus diabetes), campuran teh hitam + TDM (tikus diabetes) dan campuran teh hijau + TDM (tikus diabetes)). B. Waktu pengamatan (8 dan 16 hari)
30
n = 3 kali ulangan. Model linear yang digunakan adalah : Yijk = + i+ j+(
)+
ij
ijk
Keterangan: Yijk = nilai pengamatan pada pemberian cekok ke-i, waktu ke-j dan ulangan ke-k. m = nilai rata-rata. = pengaruh pemberian cekok ke-i. i = pengaruh waktu ke-j. j Pengukuran Jumlah Ransum Pemberian ransum dilakukan setiap hari secara ad libitum, ransum dan sisa ransum ditimbang setiap hari pada waktu yang sama dan dinyatakan dalam satuan gram untuk mengetahui keadaan diabetes berpengaruh pada total konsumsi ransum tikus selama percobaan. Jumlah konsumsi ransum dihitung dengan mengurangi jumlah ransum yang diberikan dengan sisa ransum yang telah ditimbang. Pengukuran Volume Minum Pemberian air minum dilakukan setiap hari secara ad libitum, air minum dan sisa air minum dihitung volume setiap hari pada waktu yang sama dan dinyatakan dalam satuan ml untuk mengetahui keadaan diabetes berpengaruh pada total konsumsi air minum tikus selama percobaan. Jumlah volume air minum dihitung dengan mengurangi volume air minum yang diberikan dengan sisa air minum yang telah diukur volumenya. Pengukuran Berat Badan Tikus Berat badan tikus selama pengamatan ditimbang setiap 2 hari sekali dengan tujuan untuk memonitor tingkat pertambahan atau penurunan berat badan tikus. Pengukuran berat badan tikus dilakukan dengan menggunakan timbangan pegas dalam satuan gram.
31
Pengukuran Volume Urin Pengukuran volume urin untuk melihat perubahan volume urin yang dihasilkan. Urin ditampung dalam gelas ukur dan dikumpulkan selama 24 jam kemudian dilihat volume urin yang dihasilkan selama 24 jam.
Analisis Data Hasil yang diperoleh dari penelitian ini dianalisis dengan menggunakan Analysis of variance (ANOVA), yang dilakukan untuk menganalisis data yang diperoleh dari masing-masing kelompok perlakuan dengan menggunakan program SPSS dan Microsof excell. Tingkat signifikansi dinyatakan dalam
=5%.
32
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Fitokimia Teh Hitam dan Teh Hijau Komposisi kimia dari setiap daun teh beda. Perbedaan komposisi kimia menimbulkan perbedaan sifat dan susunan kimia yang spesifik pada daun teh, sehingga untuk melihat perbedaan tersebut dilakukan analisis fitokimia pada teh hitam dan teh hijau. Analisis fitokimia teh hitam dan teh hijau dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Kandungan fitokimia teh hitam dan teh hijau (% berat kering) Sampel Teh hitam Teh hijau
Theaflavin 1,14± 0,07 -
Thearubigin 13,10± 0,79 -
EGCG 0,37±0,05 4,50±0,22
Berdasarkan kandungan fitokimia (Tabel 4) menunjukkan bahwa teh hitam mempunyai kandungan theaflavin yaitu 1,14% dan thearubigin 13,10%. Kandungan theaflavin dan thearubigin merupakan zat yang bisa dijadikan standar untuk menentukan kualitas dari daun teh. Theaflavin merupakan hasil oksidasi dari katekin yang terjadi selama proses oksidasi enzimatis. Dalam seduhan teh hitam, theaflavin memberikan warna merah kekuningan, sedangkan thearubigin memberi warna merah kecoklatan. Kafein bersama dengan theaflavin memberikan rasa segar dalam hal rasa,. Theaflavin memiliki struktur kimia yang terdiri atas empat senyawa utama, yaitu theaflavin (TF1), theaflavin-3-falat (TF2A), theaflavin-3’ -galat (TF2B) dan theaflavin-3,3’ -digalat (TF3). Penelitian yang dilakukan oleh Honda dan Hara (1993) tentang efek antidiabetik dari theaflavin dan katekin menyatakan bahwa mekanisme antidiabetik terjadi karena adanya penghambatan glukosa dalam usus. Hasil analisis kandungan EGCG, teh hijau yang dibuat secara non oksidasi enzimatis menunjukkan kandungan EGCG yang lebih tinggi, yaitu 4,50%, sedangkan kandungan EGCG teh hitam hanya 0,37%. Hal ini terjadi karena adanya proses oksidasi enzimatis yang terjadi pada teh hitam. Proses oksidasi enzimatis dimulai pada awal penggulungan daun teh yang merupakan oksidasi senyawa polifenol oksidase, terutama epigalokatekin dan galat yang menghasilkan quinon- quinon yang berkondensasi lebih lanjut menjadi bisflavanol, theaflavin
33
dan thearubigin. Saat terjadi proses kondensasi dan polimerisasi terbentuk substansi – substansi yang tidak larut. Secara skematis proses oksidasi enzimatis dapat dilihat pada Gambar 8 (PPTK 2008). Epigalokatekin dan galat
ortoquinon
bisflavanol
theaflavin
thearubigin
Substansi tidak larut Gambar 8 Skema oksidasi enzimatis teh hitam (PPTK 2008) Pengolahan teh hijau di Indonesia merupakan serangkaian proses fisik dan mekanis tanpa atau sedikit proses oksidasi enzimatis terhadap pucuk teh dengan menggunakan sistem steaming. Oleh karena itu tidak dilakukan pengujian kadar theaflavin dan thearubigin pada teh hijau karena diasumsikan tidak terjadi proses oksidasi enzimatis (PPTK 2008). Pada penelitian ini menggunakan dosis 20 gram teh yang diseduh dengan air panas (70-80 0C) sebanyak 200 ml. Filtratnya dicekokkan ke tikus 1 ml/100 g berat badan. Berdasarkan hasil analisis fitokimia ini, maka dapat dihitung jumlah konsumsi (intik) EGCG, theaflavin dan thearubigin. Menurut perhitungan yang dilakukan oleh Ritonga (2010) menyatakan bahwa, dosis filtrat yang dicekokkan ke tikus (1 ml/100 g BB tikus) setara dengan EGCG untuk teh hijau 44,47 mg/kg BB, untuk teh hitam EGCG 0,36 mg/kg BB, theaflavin 11,19 mg/kg BB dan thearubigin 134,4 mg/kg BB.
34
Analisis Proksimat Teh Hitam, Teh Hijau dan Teh Daun Murbei Analisis proksimat dilakukan untuk mengetahui kandungan dan komposisi zat gizi yang terdapat dalam teh hitam, teh hijau dan teh daun murbei. Metode pemanasan langsung digunakan untuk menentukan kadar air dan kadar abu, reaksi hidrolisis untuk menetapkan serat kasar, ekstraksi soklet untuk mengukur kadar lemak, metode Kjeldahl untuk menentukan kadar protein. Penentuan kadar karbohidrat by difference dengan cara 100% dikurangi kadar air, abu, protein dan lemak. Hasil analisis terhadap komposisi zat gizi teh hitam, teh hijau dan teh daun murbei disajikan dalam Tabel 5. Tabel 5 Analisis proksimat teh hitam, teh hijau dan teh daun murbei Komposisi (%) Kadar Air* Kadar Protein Kadar Lemak Kadar Abu Kadar Karbohidrat
*)berat basah
Teh Hitam 1,84±0,48 19,72±0,06 2,88±0,05 5,68±0,12 69,88±0,43
Teh Hijau 1,17±0,10 25,94±0,30 4,53±0,06 5,22±0,06 63,14±0,28
Teh Daun Murbei 2,37±0,32 26,86±0,21 4,15±0,04 6,41±0,04 60,21±0,25
Kadar Air Hasil analisis kadar air teh hitam, teh hijau dan teh daun murbei menunjukkan kadar air teh daun murbei paling tinggi, yaitu 2,37% bk, sedangkan kadar air teh hitam dan teh hijau, yaitu 1,84% bk dan 1,17%bk. Bila dibandingkan dengan SNI teh hitam (SNI 01-1902-2000), ketiga jenis teh memenuhi persyaratan SNI teh yang mensyaratkan kadar air maksimal adalah 8%. Kadar Protein Hasil analisis menunjukkan teh daun murbei memiliki kandungan protein yang paling tinggi, yaitu 26,86% bk dibanding dengan teh hitam dan teh hijau, yaitu 19,72% bk dan 25,94% bk. Daun teh mengandung protein yang berperan dalam pembentukan aroma terutama pada teh hitam. Perubahan utama selama pelayuan adalah hidrolisis protein menjadi asam – asam amino. Asam amino bersama karbohidrat dan katekin akan membentuk senyawa aromatis asam amino. Seluruh protein dan asam amino bebas berkisar antara 1,4 – 5% bk daun (PPTK 2008). Berdasarkan Cabrera et al. (2006) kandungan protein teh hijau sebesar 15 – 20% bk.
35
Kadar Lemak Hasil analisis menunjukkan teh hijau memiliki kandungan lemak paling tinggi, yaitu 4,53% bk dibanding teh daun murbei dan teh hitam, yaitu 2,88% bk dan 4,15% bk. Hampir semua bahan pangan mengandung lemak dan minyak. Dalam tanaman, lemak disintesis dari suatu molekul gliserol dengan tiga molekul asam lemak yang terbentuk dari kelanjutan oksidasi karbohidrat dalam proses respirasi. Proses pembentukan lemak dalam tanaman dapat dibagi menjadi tiga tahap, yaitu pembentukan gliserol, pembentukan molekul asam lemak, kemudian kondensasi asam lemak dengan gliserol membentuk lemak. Pada daun teh kandungan lemak lebih tinggi pada daun yang lebih tua (Rohdiana 2009). Kadar Abu Pengukuran kadar abu dilakukan untuk mengetahui kandungan mineral yang terdapat pada teh. Kadar abu (Tabel 4) menunjukkan teh daun murbei mempunyai kadar abu yang paling tinggi, yaitu 6,41% bk dibandingkan dengan teh hitam dan teh hijau masing-masing yaitu 5,68% bk dan 5,22% bk. Berdasarkan SNI teh hitam (SNI 01-1902-2000) kadar abu miniman untuk teh 4% dan maksimal 8%, maka ketiga jenis teh telah memenuhi persyaratan SNI untuk kadar abu. Karbohidrat Hasil analisis karbohidrat by difference menunjukan teh hitam memiliki kandungan teh paling tinggi, yaitu 69,88% bk dibandingkan teh hijau dan teh daun murbei, yaitu 63,14% bk dan 60,21% bk. Daun teh mengandung karbohidrat baik dalam bentuk sederhana maupun kompleks. Kelompok karbohidrat yang perannya sangat penting yaitu pektin. Senyawa pektin dapat menentukan sifat kimia dari teh hitam. Pertama, pektin akan terurai menjadi asam pektat dan metil akohol dengan bantuan enzim pektin metil esterase. Metil alkohol nantinya akan menguap dan sebagian akan berubah menjadi ester – ester dengan asam organik yang menghasilkan aroma khas. Kedua, asam pektan dalam suasana asam akan membentuk gel yang mempertahankan bentuk keriting dari daum teh setelah digiling. Selanjutnya gel akan membentuk lapisan di permukaan teh, yang akan ikut mengendalikan proses oksimatis. Pada tahapan pengeringan lapisan gel akan mengering membentuk lapisan mengkilat yang disebut dengan istilah bloom dari teh (Rohdiana 2009).
36
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ama (2008) daun murbei segar memiliki kandungan karbohidrat lebih rendah dibandingkan ekstrak daun murbei. Daun muda segar memiliki kandungan karbohidrat sebesar 12,16% bk sedangkan kandungan karbohidrat daun tua, yaitu 14,75% bk.
Tes Toleransi Glukosa Tes toleransi glukosa dilakukan pada tikus normal (n=3) untuk semua perlakuan. Hasil uji toleransi glukosa secara oral menunjukkan terjadi peningkatan kadar glukosa darah tikus setelah 30 menit pemberian glukosa, kemudian pada menit ke–60 terjadi penurunan kadar glukosa tetapi naik lagi pada menit ke–90. Setelah 120 menit terjadi kembali penurunan kadar glukosa darah (Tabel 6 dan Gambar 9). Hal ini diduga karena lamanya waktu puasa mengakibatkan kondisi hipoglikemia berat pada tikus percobaan, sehingga glikogen hati telah habis digunakan. Pemberian glukosa secara oral tidak mencukupi untuk menaikkan kadar glukosa dalam waktu yang lama (hanya sesaat), sehingga pada menit ke-60 kadar glukosa darah turun. Penggunaan glikogen otot diduga dapat menaikkan kadar glukosa darah pada menit ke-90. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Hayes (2001) bahwa pada metode toleransi glukosa terjadi peningkatan kadar glukosa darah mulai menit ke – 30 sampai pada menit ke – 90, dan pada menit ke – 120 kadar glukosa darah kembali normal. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa jenis perlakuan tidak berpengaruh nyata (p>0,05), sedangkan waktu berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap kadar glukosa darah pada tes toleransi glukosa secara oral (Lampiran 4). Hal ini karena pola grafik kadar glukosa darah pada semua tikus perlakuan serupa dan penggunaan glukosa hanya akan menaikkan kadar glukosa darah sesaat. Apabila pada pemeriksaan glukosa darah sewaktu kadar glukosa plasma tidak normal, yaitu terletak antara lebih besar dari 140 mg/dl tetapi kurang dari 200 mg/dl maka harus dilakukan pemeriksaan tes toleransi glukosa secara oral untuk meyakinkan apakah penyakit DM atau bukan.
37
Tabel 6 Rata – rata kadar glukosa darah berdasarkan test toleransi glukosa secara oral
Kelompok perlakuan
Rata - rata glukosa darah tikus (mg/dl) sebelum dan setelah pemberian glukosa 0 menit*
30 menit*
60 menit*
90 menit*
120 menit*
150 menit*
Kontrol
70,00±12,12
95,33±11,55
70,33±6,35
85,00±10,39
81,67±17,50
72,67±10,97
Teh hitam
78,33±2,52
103,33±13,05
73,33±2,31
84,00±14,11
81,67±4,62
76,33±5,51
Teh hijau
77,00±7,00
111,67±9,50
66,67±5,03
89,00±11,14
82,00±4,36
77,33±11,24
Teh daun murbei
64,67±10,07
106,67±5,03
65,67±9,07
81,67±4,62
95,00±17,09
75,00±6,56
Teh hitam + TDM
58,00±4,58
103,67±7,64
62,33±9,50
82,33±4,04
97,00±33,15
67,67±2,31
Teh hijau + TDM
66,67±8,62
104,67±12,66
65,33±5,77
80,67±15,04
79,00±0,00
74,33±8,08
Ket :
Kontrol = yang diberi glukosa dan tanpa cekok teh Teh hitam = yang diberi glukosa dan cekok teh hitam 1 ml/ 100 g BB Teh hijau = yang diberi glukosa dan cekok teh 1 hijau ml/ 100 g BB Teh daun murbei = yang diberi glukosa dan cekok teh daun murbei 1 ml/ 100 g BB Teh hitam + TDM = yang diberi glukosa dan cekok teh teh hitam + TDM 1 ml/ 100 g BB Teh hijau + TDM = yang diberi glukosa dan cekok teh teh hijau + TDM 1 ml/ 100 g *) Rata – rata selama 16 hari perlakuan dengan n=3
38
! " #
# !# $ ! % ! " #%
Ket :
!
Kontrol = yang diberi glukosa dan tanpa cekok teh Teh hitam = yang diberi glukosa dan cekok teh hitam 1 ml/ 100 g BB Teh hijau = yang diberi glukosa dan cekok teh 1 hijau ml/ 100 g BB Teh daun murbei = yang diberi glukosa dan cekok teh daun murbei 1 ml/ 100 g BB Teh hitam + TDM = yang diberi glukosa dan cekok teh teh hitam + TDM 1 ml/ 100 g BB Teh hijau + TDM = yang diberi glukosa dan cekok teh teh hijau + TDM 1 ml/ 100 g BB
Gambar 9 Grafik rata – rata kadar glukosa darah hasil uji tes toleransi glukosa Sesuai dengan kesepakan WHO maka tes toleransi glukosa oral harus dilakukan dengan beban 75 gram setelah berpuasa minimal 10 jam. Penilaian terhadap hasil tes toleransi glukosa tersebut adalah sebagai berikut : a) toleransi glokosa normal apabila < 140 mg/dl; b) toleransi glukosa terganggu apabila kadar glukosa terukur adalah > 140 mg/dl tetapi < 200 mg/dl; c) toleransi glukosa lebih dari 200 mg/dl disebut diabetes melitus. Hasil uji beda (Lampiran 4) menunjukkan kadar glukosa darah pada menit ke-30 berbeda nyata (p<0,05) dengan kadar glukosa darah pada waktu pengukuran lainnya. Hal ini disebabkan oleh pemberian glukosa secara oral dapat menaikkan kadar glukosa darah dalam waktu sesaat. Pengaturan kadar glukosa yang stabil dalam darah adalah mekanisme hemeostatik yang merupakan kesatuan proses ikut berperannya hati, jaringan ekstra hepatik dan beberapa hormon. Kemampuan tubuh dalam memanfaatkan glukosa dapat ditentukan dengan mengukur toleransi glukosa yang dapat ditunjukkan dengan bentuk kurva glukosa darah setelah pemberian glukosa (Suharmiati 2003).
39
Bentuk kurva glukosa darah yang dihasilkan ditentukan oleh : 1) kapasitas tubuh mensekresi insulin yang cukup; 2) ketersediaan faktor – faktor zat gizi lain yang dibutuhkan untuk pengikatan insulin yang cukup; 3) tingkat katabolisme insulin; 4) ada atau tidaknya antagonis insulin; dan 5) adanya/terbebasnya faktor – faktor penghambat regulasi (counterregulator) seperti glukogon, yang akan menghambat penurunan glukosa darah kalau kerja insulin sudah selesai. Gangguan – gangguan dalam lintasan kerja insulin, dari proses sintesisnya sampai terikat (bereaksi) dan terdegradasinya akan mengubah toleransi glukosa (Linder 1992). DM ditandai dengan berkurangnya toleransi tubuh terhadap glukosa yang disebabkan berkurangnya sekresi insulin. Hal ini dimanifestasikan dengan kadar glukosa darah yang semakin meningkat (hiperglikemia) disertai glikosuria dan perubahan pada metabolisme lemak (Suharmiati 2003). Induksi Aloksan dan Konfirmasi Kondisi Diabetes pada Tikus Hewan model diabetes melitus dapat dipersiapkan dengan menggunakan bahan kimia diabetogenik, yaitu aloksan, dengan dosis tertentu aloksan dapat menyebabkan kerusakan selektif terhadap sel-sel
pankreas, sehingga
menghasilkan keadaan hiperglikemia permanen yang merupakan salah satu ciri DM tipe-1. Pada penelitian ini digunakan aloksan dengan dosis tungal sebanyak 125 mg/kg berat badan. Dosis aloksan optimum yang dapat menghasilkan kondisi hiperglikemia permanen tergantung dari jenis, umur dan kondisi hewan percobaan. Ama (2009) menunjukkan bahwa induksi aloksan dengan dosis 125 mg/dl, setelah tiga hari dilakukan pengukuran kadar glukosa darah terjadi peningkatan sebesar 386% dari kadar glukosa awal sebelum diinduksi aloksan dengan jumlah tikus yang mengalami hiperglikemia permanen lebih dari 90%. Pada penelitian ini digunakan dosis 125 mg/dl dan pada dosis tersebut, setelah dua hari tikus yang mengalami peningkatan kadar glukosa darah di atas 200 mg/dl ditetapkan sebagai sampel tikus diabetes (Gambar 10). Hal ini didasarkan pada penelitian yang dilakukan Ritonga (2010) yang menunjukkan adanya kerusakan pada pulau langerhans pankreas tikus yang diinduksi dengan aloksan bila dibandingkan dengan yang tidak diinduksi aloksan (Gambar 11 dan
40
12). Oleh karena sangat sulit mendapatkan mendapatkan variasi kadar glukosa darah antar tikus DM yang relatif kecil, maka semua tikus DM dengan kadar glukosa darah lebih dari 200 mg/dl digunakan dalam penelitian ini. Rata-rata kadar glukosa darah
tikus setelah diinduksi aloksan adalah berkisar antara 224 mg/dl sampai 408 mg/dl.
& ! Ket :
"
#$
!
"
#$
Kontrol normal= tidak diinduksi aloksan dan tanpa cekok teh Kontrol negatif =diinduksi aloksan dan tanpa cekok teh Teh hitam = diinduksi aloksan dan cekok teh hitam 1 ml/ 100 g BB Teh hijau = diinduksi aloksan dan cekok teh 1 hijau ml/ 100 g BB Teh daun murbei = diinduksi aloksan dan cekok teh daun murbei 1 ml/ 100 g BB Teh hitam + TDM = diinduksi aloksan dan cekok teh teh hitam + TDM 1 ml/ 100 g BB Teh hijau + TDM = diinduksi aloksan dan cekok teh teh hijau + TDM 1 ml/ 100 g BB
Gambar 10 Kadar glukosa darah tikus sebelum dan sesudah induksi aloksan
Gambar 11. Fotomikograf jaringan pankreas tikus normal, Pewarnaan HE, skala 50µm. Pulau Langerhans : ( ), Sel-sel asinar : (a)
41
Gambar 12. Fotomikograf jaringan pankreas tikus diabetes, Pewarnaan HE, Skala 50 µm. Pulau Langerhans : ( ), Sel-sel asinar : (a) Kerusakan pulau Langerhans Langerhans pankreas pada tikus diabetes eksperimental tergantung pada tinggi rendahnya dosis aloksan yang diberikan. Semakin tinggi dosis aloksan maka semakin tinggi laju kerusakan pulau langerhans pankreas. Perubahan morfologis jaringan pankreas tikus diabetes eksperimental (akibat
induksi aloksan) diantaranya adalah berkurangnya kepadatan stroma pada pulau Langerhans, mengecilnya inti sel (piknosis) pada sel-sel asinar, terdapat edema, kongesti, hemoragi, pecahnya sejumlah inti sel
(karyoreksis), hingga nekrosa
(kematian sel). Perubahan Berat Badan dan Jumlah Konsumsi Ransum Tikus Perubahan berat badan merupakan salah satu ciri umum penderita
diabetes. DM ditandai dengan poliurea, polidipsia, poliphagia dan penurunan berat badan (Hartono 2006). 2006). Pada penderita diabetes, kadar glukosa darah yang tinggi tidak dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi sel, sehingga tubuh lemah dan terjadi perasaan lapar yang berlebih (poliphagia). Untuk memenuhi kebutuhan energi, tubuh harus memecah lemak atau protein, akibatnya akan terjadi penurunan berat badan. Pengukuran berat badan tikus dilakukan setiap dua hari sekali dan sisa ransum tikus dilakukan setiap hari. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa berat
badan tikus diabetes yang diberi teh hitam dan teh daun murbei mengalami
42
penurunan berat badan pada akhir pemeliharaan selama 16 hari, sedangkan kelompok tikus normal, kontrol negatif, teh hijau dan campuran teh hitam + TDM serta campuran teh hijau + TDM mengalami peningkatan berat badan (Tabel 7). Tabel 7 Perubahan berat badan dan jumlah ransum yang dikonsumsi tikus Perlakuan Kontrol Normal Kontrol Negatif Teh Hitam Teh Hijau Teh Daun Murbei Teh Hitam+TDM Teh Hijau+TDM
Ket :
Ransum yang dikonsumsi (gram)* 167,25±27,29 173,27±11,50 179,22±18,40 161,85±24,56 149,78±38,48 145,16±5,34 245,88±35,81
Selisih Berat Badan (gram)** +35,43±9,94 +25,53±7,80 -0,03±33,65 +33,80±32,40 -1,47±34,59 +3,93±14,81 +43,2±41,57
Kontrol normal= tidak diinduksi aloksan dan tanpa cekok teh Kontrol negatif =diinduksi aloksan dan tanpa cekok teh Teh hitam = diinduksi aloksan dan cekok teh hitam 1 ml/ 100 g BB Teh hijau = diinduksi aloksan dan cekok teh 1 hijau ml/ 100 g BB Teh daun murbei = diinduksi aloksan dan cekok teh daun murbei 1 ml/ 100 g BB Teh hitam + TDM = diinduksi aloksan dan cekok teh teh hitam + TDM 1 ml/ 100 g BB Teh hijau + TDM = diinduksi aloksan dan cekok teh teh hijau + TDM 1 ml/ 100 g BB *) Rata – rata selama 16 hari pengamatan dengan n=3. **) Berat badan hari ke 16 dikurangi dengan berat badan hari ke 0
Kelompok tikus yang mendapatkan perlakuan campuran teh hijau + TDM mengalami peningkatan berat badan paling besar, yaitu 43,20 g dibandingkan dengan pelakuan lainnya. Hal ini sejalan dengan banyaknya ransum yang dikonsumsi selama 16 hari pengamatan. Pada penelitian ini ditunjukkan bahwa peningkatan berat badan pada tikus diabetes tanpa perlakuan/kontrol negatif (25,53 g) lebih kecil dibanding tikus normal (35,43 g). Data pada Tabel 7 menunjukkan bahwa ransum yang dikonsumsi oleh tikus diabetes yang diberi teh daun murbei dan campuran teh hitam + teh daun murbei adalah relatif lebih sedikit masing-masing, 149,78 g dan 145,16 g dibandingkan perlakuan lainnya. Apabila dihubungkan dengan berat badan, kelompok tikus diabetes yang diberi teh daun murbei mengalami penurunan berat badan, sedangkan tikus yang diberi campuran teh hitam + TDM justru mengalami peningkatan berat badan. Tikus diabetes yang beri teh hijau juga mengalami peningkatan berat badan pada akhir pengamatan dan ransum yang dikonsumsi jumlahnya (161,85 g) hampir sama dengan jumlah ransum yang dikonsumsi oleh
43
tikus normal (167,25 g). Hal ini sejalan dengan penelitian yang lakukan oleh Widowati (2007) yang menunjukkan bahwa terjadi peningkatan berat badan pada tikus diabetes yang diberi perlakuan beras fungsional dengan perlakuan ekstrak teh hijau selama 36 hari pengamatan, diduga bahwa ekstrak teh hijau dapat menghambat laju penurunan berat badan pada individu yang menderita DM. Total Volume Air Minum dan Volume Urin Tikus Hasil pengukuran menunjukkan bahwa banyaknya volume air minum linier dengan banyaknya urin yang dikeluarkan. Tikus yang diberi teh hijau + TDM paling banyak minum air (758,33 ml) selama 16 hari pengamatan (Tabel 8), sehingga volume urin yang dikeluarkan tikus yang diberi teh hijau + TDM juga paling banyak (284,67 ml). Hal ini sejalan hasil pengukuran kadar glukosa darah yang menunjukkan bahwa perlakuan teh hijau + TDM memiliki kadar glukosa darah (Gambar 13) yang masih tinggi (348,00 mg/dl) setelah 16 hari pengamatan. Tabel 8 Volume air minum dan volume urin selama 16 hari pengamatan Perlakuan Kontrol normal Kontrol negatif Teh hitam Teh hijau Teh daun murbei Teh hitam+TDM Teh hijau+TDM
Ket :
Volume Air Minum (ml)*
Volume Urin (ml)*
245,17±86,37 319,17±46,81 746,83±275,25 291,33±66,51 296,83±87,69 411,33±146,85 788,33±647,60
8,07±2,60 14,93±9,50 189,03±237,09 25,43±5,32 41,63±63,92 74,43±64,47 284,67±285,99
Kontrol normal= tidak diinduksi aloksan dan tanpa cekok teh Kontrol negatif =diinduksi aloksan dan tanpa cekok teh Teh hitam = diinduksi aloksan dan cekok teh hitam 1 ml/ 100 g BB Teh hijau = diinduksi aloksan dan cekok teh 1 hijau ml/ 100 g BB Teh daun murbei = diinduksi aloksan dan cekok teh daun murbei 1 ml/ 100 g BB Teh hitam + TDM = diinduksi aloksan dan cekok teh teh hitam + TDM 1 ml/ 100 g BB Teh hijau + TDM = diinduksi aloksan dan cekok teh teh hijau + TDM 1 ml/ 100 g BB *) Rata – rata selama 16 hari pengamatan dengan n=3
DM ditandai dengan poliurea, polidipsia, poliphagia dan penurunan berat badan serta lemah (Hartono 2006). Bila kadar glukosa darah naik di atas 180 mg/dl, maka ginjal tidak mampu menahan sehingga sebagian glukosa dibuang melalui urin, sehingga kadar glukosa urin tinggi. Kadar glukosa urin yang tinggi dapat menarik banyak air akibat daya osmotik gula tersebut. Akibat penarikan air yang terlalu banyak, maka volume urin berlebih. Oleh karena itu penderia DM
44
sering kencing (poliurea). Keadaan tersebut akan mengganggu neraca air dalam tubuh, yang akhirnya dimanifestasikan oleh rasa haus secara terus – menerus (polidipsia). Kadar Glukosa Darah Tikus Diabetes Pemberian seduhan teh pada tikus dilakukan dengan menggunakan sonde. Penentuan dosis seduhan teh yang digunakan didasarkan pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Damayanthi et al. (2008) yaitu 1 ml/hari/100 gram BB. Penentuan lamanya perlakuan didasarkan pada penelitian Damayanthi et al. (2008) yang menggunakan 5 waktu pengukuran, yaitu pada hari ke-0, 4, 8, 12 dan 16. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa penurunan kadar glukosa darah dari hari ke-0 sampai hari ke-4 hasilnya belum nyata, sedangkan penurunan kadar glukosa darah dari baseline (hari ke-0) sampai hari ke-8, 12, dan 16 dengan uji statistik menunjukkan perbedaan yang nyata. Oleh karena itu pada penelitian ini menggunakan 3 waktu pengukuran yaitu 0 hari, 8 hari dan 16 hari. Hasil pengujian kadar glukosa darah selama 16 hari pemberian seduhan teh terhadap kadar glukosa darah tikus yang diinduksi dengan aloksan menunujukkan bahwa terjadinya penurunan kadar glukosa darah pada hari ke-16 dibandingkan dengan hari ke-0. Penurunan kadar glukosa darah terjadi pada tikus yang mendapat perlakuan teh hitam, teh hijau, teh daun murbei dan campuran teh hitam + TDM (Gambar 13), sedangkan pada tikus dengan perlakuan campuran teh hijau + TDM justru terjadi peningkatan kadar glukosa darah pada hari ke 8 perlakuan. Bila dibandingkan dengan hari ke – 0, kadar glukosa darah tikus dengan perlakuan teh daun murbei mengalami peningkatan sebesar 2,67 mg/dl. Hal ini sesuai dengan penelitian Sunarsih et el. (2007) terjadi peningkatan kadar glukosa darah pada hari ke-10 bila dibandingkan dengan hari ke-0 pada perlakuan infusa umbi gadung 630 mg/kb BB dan infusa umbi gadung 1260 mg/kg BB, peningkatan ini diduga karena tikus mengalami stress pada saat pengambilan darah, akibatnya terjadi peningkatan kadar glukosa darah. Berdasarkan Yulinah et al. (2001) efek dari komponen bioaktif/fitokimia dari ekstrak bahan alam dapat saling sinergis, aditif maupun antagonis.
45
& %
&
% & '
Ket :
(
)'
(
'
(
Kontrol normal= tidak diinduksi aloksan dan tanpa cekok teh Kontrol negatif =diinduksi aloksan dan tanpa cekok teh Teh hitam = diinduksi aloksan dan cekok teh hitam 1 ml/ 100 g BB Teh hijau = diinduksi aloksan dan cekok teh 1 hijau ml/ 100 g BB Teh daun murbei = diinduksi aloksan dan cekok teh daun murbei 1 ml/ 100 g BB Teh hitam + TDM = diinduksi aloksan dan cekok teh teh hitam + TDM 1 ml/ 100 g BB Teh hijau + TDM = diinduksi aloksan dan cekok teh teh hijau + TDM 1 ml/ 100 g BB
Gambar 13 Kadar Glukosa Darah Untuk melihat besarnya perubahan kadar glukosa darah, maka dihitung selisih (delta) antara kadar glukosa darah hari ke-8 dengan kadar glukosa darah hari ke-0 (d1) dan hari ke-16 dengan hari ke-0 (d2). Hasil perhitungan selisih menunjukkan bahwa selisih hari ke-8 dengan hari ke-0 hampir semua tikus yang diberi seduhan teh mengalami penurunan kadar glukosa darah, kecuali pada tikus yang diberi teh hijau + TDM, justru mengalami peningkatan sebesar 49,00 mg/dl (Gambar 14). Demikian pula dengan selisih hari ke-16 dengan hari ke-0, terjadi peningkatan kadar glukosa darah pada tikus dengan perlakuan teh hijau + TDM, walaupun tidak setinggi pada d1. Selisih hari ke-16 dengan hari ke-8, semua tikus yang diberi seduhan teh mengalami penurunan kadar glukosa darah. Kadar glukosa darah tikus yang diberi teh daun murbei juga mengalami peningkatan sebesar 2,33 mg/dl pada selisih hari ke-8 dengan hari ke-0. Perlakuan pemberian teh hijau menunjukkan aktivitas hipoglikemik yang paling tinggi untuk semua selisih (d1,d2). Hasil uji statistik menunjukkan bahwa
46
perlakuan pemberian teh memberikan pengaruh yang nyata (p<0,05) terhadap perubahan kadar glukosa darah tikus, sedangkan selisih (delta) tidak memberikan pengaruh terhadap perubahan kadar glukosa darah tikus (Lampiran 5). Hasil uji beda menunjukkan bahwa perlakuan teh hijau berbeda nyata dengan perlakuan kontrol normal, kontrol negatif, teh daun murbei (TDM), teh hitam + TDM dan teh hijau + TDM dan tidak berbeda nyata dengan teh hitam (Lampiran 5). Hal ini dapat membuktikan bahwa pemberian teh hijau lebih efektif dalam menurunkan kadar glukosa darah dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Semua jenis teh kecuali campuran teh hijau + TDM, juga dapat menurunkan kadar glukosa darah tetapi tidak sebanyak penurunan pada teh hijau. Penurunan yang besar dari glukosa darah pada tikus yang diberi teh hijau diduga karena teh hijau kaya akan antioksidan yang dapat mengurangi oksidasi pada pankreas. Senyawa bioaktif yang terkandung dalam teh hijau salah satunya adalah polifenol. Menurut Malinski et al. (1993) polifenol dalam teh mempunyai sifat sebagai antioksidan, berpotensi menangkap radikal bebas seperti peroksinitrit (ONNO-) dan superoksida (O2-). Kerusakan oksidatif sel dan jaringan oleh spesies nitrogen reaktif dan oksigen reaktif berperan dalam timbulnya penyakit kronis termasuk kanker, penyakit kardiovaskular dan diabetes (Balentine & PaetauRobinson 2000). Epigalokatekin galat (EGCG) dianggap sebagai katekin teh yang terpenting karena kadarnya yang tinggi dalam teh. Studi yang dilakukan oleh Han (2003) menyatakan bahwa EGCG dapat melindungi kerusakan sel beta yang diinduksi dengan sitokin dari nitric oxide sinthase (NOS) melalui penghambatan dari aktivasi NF- B. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Song et al. (2006) menunjukkan pemberian EGCG 100 mg/kg berat badan/hari selama 10 hari dapat mengurangi kadar gula darah pada tikus yang dengan induksi streptozotocin (STZ). Analisis morfologi sel pankreas menunjukkan perlakuan pemberian EGCG dapat memperbaiki pengurangan dari jumlah pulau langerhans.
47
'
* * * *)
Ket :
* * * * ) * * *
%
%
&
&
&
&
&
Kontrol normal= tidak diinduksi aloksan dan tanpa cekok teh Kontrol negatif =diinduksi aloksan dan tanpa cekok teh Teh hitam = diinduksi aloksan dan cekok teh hitam 1 ml/ 100 g BB Teh hijau = diinduksi aloksan dan cekok teh 1 hijau ml/ 100 g BB Teh daun murbei = diinduksi aloksan dan cekok teh daun murbei 1 ml/ 100 g BB Teh hitam + TDM = diinduksi aloksan dan cekok teh teh hitam + TDM 1 ml/ 100 g BB Teh hijau + TDM = diinduksi aloksan dan cekok teh teh hijau + TDM 1 ml/ 100 g BB d1: selisih kadar glukosa darah hari ke-8 dengan hari ke-0 d2: selisih kadar glukosa darah hari ke-16 dengan hari ke-0.
Gambar 14 Perubahan kadar glukosa darah Beberapa studi telah menunjukkan bahwa katekin dan theaflavin memiliki aktivitas menangkal radikal bebas secara in vitro dan in vivo. Kehadiran theaflavin dalam teh hitam memiliki potensi antioksidan yang sedikitnya sama dengan katekin yang ada dalam teh hijau dan konversi dari katekin menjadi theaflavin selama fermentasi dalam pembuatan teh hitam, tidak merubah secara signifikan aktivitas radikal bebasnya (Leung et al. 2001). Wiseman et al. dalam Syah (2006) kajian in vivo menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan di dalam plasma meningkat 1½ kali lebih tinggi setelah meminum teh hijau dibanding teh hitam. Heijnen et al. (2000) menemukan bahwa bubuk teh hijau mempunyai potensi lebih baik dibanding bubuk teh hitam dalam menangkap nitrogen oksida (NO). Selain dipengaruhi oleh adanya antioksidan dalam bahan uji, penurunan kadar glukosa darah pada tikus yang dibei seduhan teh diduga juga dipengaruhi oleh terhambatnya proses penyerapan glukosa di dalam tubuh. Daya cerna pati merupakan faktor penting yang menentukan aktivitas hipoglikemik. Studi yang dilakukan oleh Widowati (2007) menunjukkan bahwa semua perlakuan ekstrak
48
teh memberikan dampak yang nyata dalam menurunkan daya cerna pati. Senyawa fenolik dapat menghambat aktivitas enzim pencernaan, terutama amilase. Penurunan aktivitas enzim amilase tersebut akan berdampak pada penurunan daya cerna pati dan diharapkan terjadinya peningkatan aktivitas hipoglikemik. Menurut Kobayashi et al. (2000) dan Maeda et al. (2005) bahwa senyawa bioaktif berupa katekin yang terkandung pada teh hijau mampu melakukan penghambatan penyerapan glukosa dengan cara menghambat transporters sodium-glucose di dalam mukosa usus, sehingga glukosa tidak bisa dicerna secara optimal. Menurut Matsui et al. (2007) bahwa theaflavin pada teh hitam mempunyai
potensi
efek
antihiperglikemik
sebanding
dengan
katekin.
Mekanismenya dengan menunda atau menghambat produksi glukosa pada usus melalui penghambatan dari -glukosidase (AGH). Pada daun murbei mengandung senyawa 1-deoxynojirimycin (DNJ) yang potensial menghambat bersifat menghambat AGH, daun murbei juga efektif dalam penurunan kadar glukosa darah sehingga bisa digunakan untuk pencegahan diabetes. Pada penelitian digunakan daun murbei dengan perbedaan proses pengolahan pada ekstrak daun murbei (daun segar/fresh leaves, freeze-dried, teh murbei/natural
dried
mulberry
leaves)
untuk
melihat
efisiensi
dalam
penghambatan AGH secara in vitro. Hasil penelitian ini menunjukkan ekstrak daun murbei berupa daun segar dan freeze-dried berpengaruh secara nyata dan lebih efektif dibanding teh murbei (Wang & Zhou 2008). Kadar Hemoglobin Glikosilat (HbA1c) Pengukuran HbA1c dilakukan menggunakan Nycocard Reader II HbA1c Test (Axis-Shield USA). Pengukuran dilakukan pada hari ke-8 dan hari ke-16 pengamatan.
Pemeriksaan hemoglobin terglikasi (HbA1c), disebut juga
glycohemoglobin atau disingkat sebagai HbA1c, merupakan salah satu pemeriksaan darah yang penting untuk mengevaluasi pengendalian gula darah. Hasil pemeriksaan HbA1c memberikan gambaran rata-rata gula darah selama periode waktu 6-12 minggu dan hasil ini dipergunakan bersama dengan hasil pemeriksaan gula darah mandiri sebagai dasar untuk melakukan penyesuaian terhadap pengobatan diabetes yang dijalani (Anonim 2008b). Persen HbA1c
49
menunjukkan satu bagian hemoglobin yang mengikat glukosa dengan 100 bagian total hemoglobin. Data hasil pengukuran HbA1c menunjukkan bahwa tikus diabetes yang diberi perlakuan teh hijau pada 8 hari pengamatan mempunyai kadar HbA1c yang normal (4%), dan lebih baik jika dibandingkan dengan perlakuan lainnya (Gambar 15). Hal ini sejalan dengan hasil pengukuran kadar glukosa darah, tikus diabetes yang mendapat perlakuan teh hijau menunjukkan penurunan kadar glukosa darah yang tertinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Pada orang sehat nondiabetes kadarnya berkisar antara 5-9 % dari kadar hemoglobin total. Angka rujukan sementara yang telah diperoleh oleh Bagian Patologi Klinik FKUI/RSCM adalah 4-9 % sedangkan di Bagian Patologi Klinik FK UNAIR didapatkan angka 5-8,3%. Kontrol DM secara keseluruhan dapat dinilai dari penetapan kadar hemoglobin glikosilat (HbA1c) yang dalam keadaan normal jumlahnya tidak lebih dari 7% dari Hb total (Kusnandar 1983).
( )* +
)
&
%
&
% & +
Ket :
#
)&
+
#
Kontrol normal= tidak diinduksi aloksan dan tanpa cekok teh Kontrol negatif =diinduksi aloksan dan tanpa cekok teh Teh hitam = diinduksi aloksan dan cekok teh hitam 1 ml/ 100 g BB Teh hijau = diinduksi aloksan dan cekok teh 1 hijau ml/ 100 g BB Teh daun murbei = diinduksi aloksan dan cekok teh daun murbei 1 ml/ 100 g BB Teh hitam + TDM = diinduksi aloksan dan cekok teh teh hitam + TDM 1 ml/ 100 g BB Teh hijau + TDM = diinduksi aloksan dan cekok teh teh hijau + TDM 1 ml/ 100 g BB
Gambar 15 Kadar hemoglobin glikosilat (HbA1c)
50
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa berpengaruh nyata (p>0,05) perlakuan pemberian seduhan teh dan waktu pengamatan terhadap kadar HbA1c (Lampiran 6). Ikatan HbA1c yang terbentuk bersifat stabil dan dapat bertahan hingga 6-12 minggu (sesuai dengan usia sel darah merah) (Anonim 2008b). Hemoglobin glikosilat terbentuk secara pasca-translasi yang berlangsung lambat, terus menerus dan tidak dipengaruhi tambahan yang penting. Misalnya bila kadar gula darah dan urin tinggi sedangkan kadar HbAlc tidak tinggi, maka hal ini berarti peningkatan kadar gula darah tersebut baru saja terjadi yang diduga disebabkan stres. Sebaliknya bila kadar gula darah tidak tinggi dan kadar HbAlc masih tinggi maka berarti kontrol belum baik (Suryaatmadja 1983). Kadar Insulin Insulin berfungsi untuk menstimulir masuknya glukosa ke dalam sel, meningkatkan penggunaan untuk energi dan menstimulir sintesis glikogen, lemak dan protein. Bila fungsi insulin menurun, gerakan glukosa dari darah ke dalam jaringan terhambat sehingga kadar glukosa darah menjadi tinggi (Rohdiana 2009). Data pengukuran insulin menunjukkan terjadinya penurunan konsentrasi insulin pada tikus diabetes yang mendapat perlakuan teh hitam + TDM pada hari ke-16 pengamatan dibandingakan dengan hari ke-8 pengamatan, sedangkan pada perlakuan lainnya terjadi peningkatan konsentrasi insulin (Gambar 16). Data pada Gambar 16 menunjukkan bahwa tikus yang diberi teh hijau mengalami peningkatan lebih tinggi, yaitu sebesar 2,25 µmol/ml pada pengamatan hari ke-16 dibandingkan dengan pengamatan hari ke-8. Hal ini diduga, teh hijau dapat meningkatkan sekresi insulin dari sel
pankreas yang sehat, sehingga
konsentrasi insulin di darah meningkat. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Bryans et al. (2007) yang menunjukkan bahwa konsumsi teh mengakibatkan peningkatan konsentrasi insulin dibandingkan dengan kontrol dan minuman berkafein pada menit ke-90 (p<0,01) dan dibandingkan dengan minuman berkafein saja pada menit ke-150 (p<0,01). Stote & Baer (2008) menyatakan bahwa EGCG dapat mencegah kerusakan hati, ginjal dan sel
pankreas.
51
,
)
&
%
&
% & +
Ket :
#
)&
+
#
&
Kontrol normal= tidak diinduksi aloksan dan tanpa cekok teh Kontrol negatif =diinduksi aloksan dan tanpa cekok teh Teh hitam = diinduksi aloksan dan cekok teh hitam 1 ml/ 100 g BB Teh hijau = diinduksi aloksan dan cekok teh 1 hijau ml/ 100 g BB Teh daun murbei = diinduksi aloksan dan cekok teh daun murbei 1 ml/ 100 g BB Teh hitam + TDM = diinduksi aloksan dan cekok teh teh hitam + TDM 1 ml/ 100 g BB Teh hijau + TDM = diinduksi aloksan dan cekok teh teh hijau + TDM 1 ml/ 100 g BB
Gambar 16 Kadar insulin serum darah tikus Kadar insulin pada tikus yang diberi teh hijau paling rendah dibandingkan dengan kadar insulin perlakuan lainnya, tetapi hasil analisis kadar glukosa darah menunjukkan perlakuan teh hijau paling tinggi dalam menurunkan kadar glukosa darah. Hal ini diduga teh hijau bertindak sebagai ” insulin like atau insulin mimicking. Studi yang dilakukan oleh Waltner-Lat et al. (2002) menunjukkan bukti in vitro bahwa EGCG menurunkan produksi glukosa dari H4IIE sel hepatoma tikus. Pada penelitian ini diperlihatkan bahwa EGCG menyerupai insulin yaitu meningkatkan fosfolirasi tirosin dari reseptor insulin dan substrat reseptor insulin dan mengurangi ekspresi gen dari enzim glukonegenik PEPCK (phosphoenolpyruvate carboxykinase). Jika efek ini relevan untuk pengamatan in vivo, maka EGCG memiliki potensi untuk digunakan sebagai antidiabetes Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak berpengaruh nyata dari jenis teh dan waktu pengamatan terhadap kadar insulin (Lampiran 7). Berdasarkan penelitian Anderson & Polansky (2002) teh dapat meningkatkan aktivitas insulin >15 kali pada sel lemak epididymal secara in vitro. Teh hijau, teh oolong maupun teh hitam mampu meningkatkan aktivitas insulin. Hal ini terlihat dari tingginya
52
rasio aktivitas insulin ketiga jenis teh tersebut. Berdasarkan kromatograf teh hijau, rasio aktivitas insulin tertinggi adalah pada fraksi menit 20-23, yang merupakan efek langsung dari epicatechin (EC) dan epigalocatechin gallate (EGCG). Hasil analisa menunjukkan EGCG memiliki rasio aktivitas insulin paling tinggi yaitu 17,5, sedangkan theaflavin hanya 2,4. Stote & Baer (2008) juga menyatakan bahwa konsumsi teh dapat mempengaruhi metabolisme glukosa dan signal insulin. Mekanisme aktivitas antidiabet pada teh hitam dan teh hijau pada hewan percobaan dapat berupa preventif dan kuratif. Pada hewan yang diinduksi dengan STZ/Aloksan ada banyak sel
yang bertahan (tidak rusak) hal ini karena efek dari
teh dalam regenerasi sel. Ekstrak teh juga memperlihatkan dapat melindungi sel dari efek toksik STZ. Polifenol teh juga menghambat enzim
-amilase, yaitu
enzim pencernaan yang bekerja pada pemecahan pati di saliva (Anderson & Polansky 2002).
53
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Teh hitam, teh hijau dan teh daun murbei mempunyai kandungan gizi yang cukup lengkap, karena mengandung karbohidrat, lemak dan protein. 2. Perlakuan pemberian seduhan teh tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap kadar glukosa darah pada uji toleransi glukosa. 3. Berdasarkan hasil analisis statistik menunjukkan teh hijau berbeda nyata (p<0,05) dengan perlakuan lainnya dalam aktivitas hipoglikemik. Hasil analisis HbA1c juga menunjukkan pemberian seduhan teh hijau dapat menurunkan kadar HbA1c pada batas normal bawah pada hari ke-8 pengamatan. Hasil analisis kadar insulin menunjukkan pemberian seduhan teh hijau peningkatan lebih tinggi yaitu sebesar 2,25 µmol/ml pada hari ke-16 dibandingkan dengan hari ke-8. 4. Berdasarkan analisis beberapa parameter, maka disimpulkan bahwa teh hijau lebih efektif dibandingkan dengan jenis teh lainnya. 5. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pemberian seduhan teh tidak berpengaruh nyata (p>0,05) pada kadar HbA1c dan kadar insulin serum darah. Saran 1. Hasil uji in vivo menunjukkan bahwa pengaruh pemberian seduhan teh secara signifikan menurunkan kadar glukosa darah, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut secara klinis terhadap manusia. 2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang isolasi jenis-jenis senyawa kimia yang terdapat dalam ekstrak daun murbei, khususnya senyawa 1-deoxinojirimycin (DNJ) yang terkandung dalam tanaman murbei. 3. Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai efek antagonis dari teh hijau + TDM dan zat aktif yang berperan sebagai antagonis.
54
DAFTAR PUSTAKA [ADA] American Diabetes Association. 2004. Gestational Diabetes Mellitus. Diabetes Care 27:S88-S90. AOAC. 1990. Official Methods of Analysis of the Association of Official Analytical Chemists. Publisher Washington D.C. USA. Ama NR. 2009. Efek Hipoglikemik Ekstrak Daun Murbei (Morus multicaulis) terhadap Kadar Glukosa Darah Tikus DM. [Tesis]. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Andayani Y. 2003. Mekanisme Aktivitas Antihiperglikemik Ekstrak Buncis (Phaseolus vulgaris Linn) Pada Tikus Diabetes dan Identifikasi Komponen Aktif. [Disertasi]. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Anderson RA & Polansky MM. 2002. Tea enhances insulin activity. J.Agric Food Chem. 50:p7182-7186. Anonim. 2008a. Manfaat Teh. http://kumpulan.info/sehat/artikel-kesehatan/48andartikel-kesehatan/115-manfaat-teh-untuk-tubuh-sehat.html. 29 Maret 2009. Anonim. 2008b. Kontrol HbA1C penderita kencing manis – diabetes. http:// indodiabetes.com/kontrol-hba1c-penderita-diabetes.html. 29 Maret 2009 Asano N, Yamashita T, Yasuda K, Ikeda K, Kizu H, Kameda Y, Kato A, Nash RJ, Lee HS, Ryu KS. 2001. Polyhydroxylated alkaloids isolated from mulberry trees (Morus alba) and silkworms (Bombyx mori L). J Agric Food Chem 49:4208-4213. Balantine DA, Paetau-Robinson I. 2000. Tea as a Source of Dietary Antioxidants wit a Potential Role in Prevention of Chronic Disease. Di dalam: Mazza G, Oomah BD, editor Herbs, Botanical and Teas. Pennsylvania, USA : Technomic Pub. Com. Inc. Hlm. 265-287. Bambang K. 2006. Prospek Teh Indonesia sebagai Minuman Fungsional. Pusat Penelitian Teh dan Kina Gambung. http://www.ipard.com/art_perkebun/ . Aug02-06_kb.asp 22 April 2009. Bryans JA, Patricia AJ, Peter RE, 2007. The effect of consuming instant black tea on postprandial plasma glucose and insulin concentrations in healthy humans. Journal of the American College of Nutrition. 26:5:471-477. Calisti L & Tognetti S. 2005. Measure of glycosylated hemoglobin. [Conference Report]. ACTA Biomed 76:3:59-62.
55
Cameron AR, Siobhan A, Laura M, Nicola PH, Saurabh D, Gordon JM, Derek S, Graham R, 2008. Black tea polyphenols mimic insulin/insulin-like growth factor-1 signalling to the longevity factor FOXO1a. Aging Cell 7;69-77. Carolyn DB. 2001. Diabetes and Nutrition : The Mitochondrial Part 1,2. J Nutr.131:344S-353S. Champe PC & Harvey RA. 1994. Lippincott’s Illustrated Reviews : Biochemistry. Ed ke-2. Philadelphia: J.B. Lippincott Co. Collins QF, Hui-Yu L, Jinbo P, Zhenqi L, Michael JQ, Wenhong C. 2007. Epigallocatechin-3-gallate (EGCG), a green tea polyphenol, suppresses hepatic gluconeogenesis through 5’ -AMP-activated protein kinase. The Journal of Biological Chemistry. 282:.41, pp30143-30149. Dalimunthe D., 2004. Diabetes Mellitus: Peranan Insulin, Reseptor Insulin dan Penanganannya. Universitas Sumatera Utara : Medan. Damayanthi E., Efendi R., Kustiyah Y., Kusumorini N. 2008. Conrol of blood glucose level by green tea or mullberry leaf tea on diabetic rat. Prosiding Investing in Food Quality, Safety and Nutrition. Bogor. SEAFAST-IPB. [Depkes RI] Depertemen Kesehatan Republik Indonesia. 2005. Jumlah Penderita Diabetes Indonesia Rangking ke-4 di Dunia. http://www.depkes.go.id/ index.php?option=new&task=vioewarticle&sid=1183&Itemid=2. 25 Maret 2009. [Dirjen Bina Kesmas Depkes RI] Direktorat Jendral Bina Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan RI. 2003. Peran Diit dalam Penanggulangan Diabetes. [Makalah Seminar Pekan Diabetes] tanggal 25-27 Maret di Depkes RI. Jakarta. Gadner EJ, CHS Ruxton, AR Leeds. 2007. Black tea – helpful or harmful? A review of evidence. European Journal of Clinical Nutrition. 61,3-18. Ganong WF; Alih bahasa, Brahm U.Pendit et al. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Diterjemahkan oleh Djauhari Widjajakusumah.Penerbit Buku Kedoteran EGC. Jakarta. Gomes A, Vedasiromi JR, Das M, Sharma RM, Ganguly DK. 1994. Antihyperglycemic effect of balck tea (Camellia sinensis) in rat. Journal of Ethnopharmacology. 45:p223-226. Guyton AC & John EH. 1997. Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-9. Penerbit Buku Kedokteran EGC Jakarta. Terjemahan dari Irawati, Ken Arita Tenggadi dan Alex Santoso.
56
Han MK. 2003. Epigallocatechin gallate, a constituent of green tea, suppresses cytokine-induced pancreatic -cell damage. Exp. Mol. Med., 35, 136-139. Hartono A. 2006 Terapi Gizi dan Diet rumah Sakit. Buku Kedokteran Jakarta: ECG. Hayes AW. 2001. Principles and Method of Toxicologi. Fifth Edition. New York. Informa Healthcare USA.Inc. Heijnen CGM, Guido RMM, Sheila AW, Lilian BM, Tijburg, Aalt B. 2000. The interaction of tea flavonoids with the NO-system: discrimination between good and bad NO. J Food Chem. Vol 70, p365-370 (Abstrak www.sciencedirect.com) Honda M & Hara Y. 1993. Inhibition of rat small intestinal sucrase and glucosidase activities by tea polyphenols. Biosci. Biotechnol. Biochem. 57.133-124. Hsu C & Hsu HK. 1986. Effect of the age factor on the kinetics of glycosylated hemoglobin in diabetic rats. J Med Sci 2:446-452. Kim JS, Ju JB, Choi CW, Kim SC. 2006. Hipoglycemic and antihyperlipidemic effect of four Korean medicinal plants in alloxan induced diabetic rats. Am J Biochem Biotech 2:154-160. Kobayashi Y, Miho S, Hideo S, Soichi A, Yukihiko H, Koichi S, Yusei M, Makoto S. 2000. Green tea polyphenols inhibit the sodium-dependent glucose transporter of intestinal epithelial cells by a competitive mechanism. J. Agric. Food Chem. 48, 5618-5623 Kusnandar S. 1983. Pemeriksaan Laboratorium pada Penderita Diabetes Melitus. Cermin Dunia Kedokteran No. 30 Hal. 25-27. Lebovittz HE. 1999. Type 2 Diabetes. [An overview]. Clin Chem 45:1339-1345/ Leung KL, Yalun S, Ruoyun, Zesheng Z, Yu H, Zhen-Yu C, 2001. Theaflavin in black tea and catechins in green tea are equally effective antioksidants. The Jornal of Nutrition. 131,9;pg 2248-2251. Maeda K, Hasegawa T, Murabayashi K, Fukuyama A, Ohya M. 2005. Effects of long-term oral administration of green tea cultivated in different districts in japan on body weight, blood lipid and glucose levels on db/db mice. J Food Biochem. 29:295-304. Malinski TZ, Taha, Grunfeld S. 1993. Diffusion of nitrit oxide in the aorta walls monitored in situ by porphyrinic microsensans. Biochem Biophys Res Commun 193: 1076-1082.
57
Matsui T. Tanaka T, Tamura S, Toshima A, Tamaya K, Miyata Y, Tanaka K, Matsumoto K. 2007. -glukosidase inhibitory profile of catechins and theaflavins. J.Agric. Food. Chem., 55:99-105. Merentek E. 2006. Resistensi Insulin Pada Diabetes Melitus Tipe 2. Cermin Dunia kedokteran No. 150, 2006. Misnadiarly. 2006. Diabetes Mellitus : Ganggren, Ulcer, Infeksi, Mengenai Gejala, Menanggulangi dan Mencegah Komplikasi. Pustaka Populer Obor. Jakarta. Mukhtar H & Ahmad N. 2008. Tea polyphenols: prevention of cancer and optimizing health. http://www.39kf.com/cooperate/qk/American-Societyfor-Nutrition/0006/2008-12-28-549260.shtml. 24 April 2008. Nuryati S. 2009. Gaya Hidup dan Status gizi Hubungannya dengan Hipertensi dan Diabetes Melitus pada Pria dan Wanita Dewasa di DKI Jakarta. [Tesis]. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Polychronopoulos E, Akis Z, Christina MK, Matassa P, Ioanna V, Vassiliki B, Demosthenes BP. 2008. Effects of black and green tea consumption on blood glucose levels in non-obese elderly men and women from Mediterranean island (MEDIS epidemiological study). Eur J Nutr. 47:1016. Potenza MA, Flora LM, Mariela T, Edy T, Giuseppe C, Antonio F, Jeong-a K, Michael JQ, Monica M. 2007. EGCG, a green tea polyphenol, improves endothelial function and insulin sensitivity, reduces blood pressure and protects against myocardial I/R injury in SHR. Am J Physiol Endocrinol Metab 292:E1378-1387. [PPTK] Pusat Penelitian Teh dan Kina. 2008. Petunjuk Teknis Pengolahan Teh. PPTK Gambung. Ressang, 1984. Patologi Khusus Vateriner. Edisi 2. Percetakan Bali. Denpasar. Rimbawan & Siagian A. 2004. Indeks Glikemiks Pangan. Penebar Swadaya. Jakarta. Ristanti EY, Lestariana W, Lestari LA. 2009. Swamedikasi diabetes mellitus dengan daun ceplikan (Ruellia tuberosa L) : kajian kemanfaatan pada profil lipid serum secara praklinik. Jurnal Gizi Klinik Indonesia.5:3;128132.
58
Ritonga DN. 2010. Pengaruh Pemberian Teh Hitam, Teh Hijau (Camelia sinensis var. assamica) dan Teh Daun Murbei (Morus kanva) serta Campurannya Terhadap Gambaran Mikroskopik Jaringan Pankreas Tikus Diabetesi Akibat Induksi Aloksan. [Skripsi]. Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Rohdiana D. 2009. Teh ini Menyehatkan. Penerbit Alfabeta. Bandung. Rubin AL. 2004. Diabetes for Dummies. 2nd edition. Wiley Publishing. Indiana. Sabu MC, Smitha K, Ramadasan K. 2002. Anti-diabetic activity of green tea polyphenols and their role in reducing oxidative stress in experimental diabetes. J Ethnopharmacol 83:109-116 Shirai N dan Hiramitsu S., Effects of western, vegetarian and Japanese dietary fat model diets with or without green tea extract on the plasma lipids and glucose, and liver lipis in mice. Ann Nutr Metab. 48:95-102. Shokrzadeh M, Ebadi AG, Mirshafiee, Choudhary MI. 2006. Effect of the aqueous green tea leaf extract of green tea (Camellia sinensis) on glucosa level of rat. Pakistan Journal of Biological Sciences. 9(14):2708-2711. Silalahi J. 2006. Makanan Fungsional. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Song EK, Hur H, Han MK. 2003. Epigallocatechin gallate prevents autoimmune diabetes induced by multiple low doses of streptozotocin in mice. Arch Pharm Res. 26:7, 559-563, 2003 Sopian T. 2005. Senyawa DNJ, Calon Obat Diabetes dari http://www.beritaiptek.com. 2 Juni 2009.
Murbei.
Stote KS & DJ Baer. 2008. Tea consumption may improve biomarkers of insulin sensitivity and risk factors for diabetes. J Nutr. 138:1584S-1588S. Suharmiati. 2003. Pengujian Bioaktivitas Anti Diabetes Mellitus Tumbuhan Obat. Cermin Dunia Kedokteran No. 140. hal. 8-13. Suprihatini R. 2007. Teh Hitam Untuk Pengendalian Diabetes. Pusat Penelitiana Teh dan Kina. http://www.ritc.or.id/berita/teh-hitam-untuk-pengendaliandiabetes.html. 17 Maret 2009. Suryaatmadja M. 1983. Hemoglobin Glikosilat : Tolok Ukur Baru untuk Diabetes Melitus. Cermin Dunia Kedokteran No. 30, Hal 23-24. Syah ANL. 2006. Taklukan Penyakit dengan Teh Hijau. Penerbit PT. AgroMedia Pustaka. Depok.
59
Szkudelski T. 2001. Teh mechanism of alloxan and streptozotozin action ini B cells of rat pancreas. Physiol. Res. 50:536-546 Tadjudin A., Kustaniyati B., ; F.A. Suryatmo 2007. Rancang Bangun Pengendali Sistem Pengolahan Teh Hitam (1998). Pusat Penelitian Teh dan Kina http://mekanisasi.litbang.deptan.go.id/index.php?option=com_content&ta sk=view&id=76&Itemid=51. 5 April 2009 Turner CD & Joseph TB. 1976. Endokrinologi Umum. Airlangga University Press. Surabaya Wang C & Li Y. 2006. Research progress on property and application of theaflavins [review]. African Journal of Biotechnology. 5:p213-218. Wang LL & Zhou ZY. 2008. Effect of extract mulberry leaves processed differently on the activity of -glukosidase. Journal of Food, Agriculture & Environment Vol.6 (3&4 ) : 8 6 - 8 9 Widowati S. 2007. Pemanfaatan Ekstrak Teh Hijau (Camelia sinensis O.Kuntze) Dalam Pengembangan Beras Fungsional untuk Penderita Diabetes Melitus. [Disertasi]. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Wolfram S, Daniel R, Mareike P, Ying W, Sandra RT, Christoph R, Peter W. 2006. Epigallocathechin gallate supplementation alleviates diabetes in rodents. J.Nutr.136:2512-2518. Yulinah E, Sukrasno, Muna AF. 2001. Aktivitas Antidiabetika Ekstrak Etanol Herba Sambiloto. JMS Vol.6 no.1, hal. 13-20 Zhong L, Julie KF, Michael DL. 2006. An extract of black, green an mulberry teas causes malabsorption of carbohydrate but not of triacyglycerol in healthy volunteers. Am J Clin Nutr.84:551-555
60
Lampiran 1 Pembutan Teh Hijau dan Teh Hitam (Damayanthi et al. 2008; PPTK 2008) Teh yang akan dibuat berasal dari daun Camellia sinensis klon GMB 7. Teh hijau diperoleh dengan proses pengolahan non-oksidasi enzimatis (nonoksimatis) sedangkan teh hitam diperoleh dengan proses oksimatis. Berikut prosedur pembuatan teh di Pusat Penelitian Teh dan Kina Gambung baik dengan oksimatis maupun non oksimatis. Prosedur pembuatan teh non oksidasi enzimatis (teh hijau) 1. Pelayuan Berbeda dengan proses pengolahan teh hitam, pelayuan disini bertujuan menginaktifasi enzim total katekin oksidase untuk menghindari terjadinya proses oksimatis. Akibat proses ini daun menjadi lentur dan mudah digulung. Pelayuan dilakukan dengan cara mengalirkan sejumlah daun teH ke dalam mesin pelayuan Rotary Panner dalam keadaan panas (80 – 100 0C) selama 2 – 4 menit secara kontinyu. Penilaian tingkat layu daun pada pengolahan teh hijau dinyatakan sebagai persentase layu, yaitu perbandingan daun pucuk layu terhadap daun basah yang dinyatakan dalam persen. Persentase layu yang ideal untuk proses pengolahan teh hijau adalah 60 – 70%. Tingkat layu yang baik ditandai dengan daun layu yang berwarna hijau cerah, lemas dan lembut serta mengeluarkan bau yang khas. 2. Penggulungan Pada proses pengolahan teh hijau, penggulungan merupakan tahapan pengolahan yang bertujuan untuk membentuk mutu fisik. Selama proses penggulungan daun teh akan dibentuk menjadi gulungan kecil dan terjadi pemotongan. Proses ini dilakukan segera setelah daun layu keluar dari mesin pelayuan. Mesin penggulung yang biasa digunakan adalah Open Top Rollelr 26 tipe single action selama 15-17 menit. 3. Pengeringan Pengeringan bertujuan untuk mereduksi kandungan air dalam daun hingga 3-4%. Untuk mencapai kadar air yang demikian rendahnya, pengeringan umumnya dilakukan dalam dua tahap. Pengeringan pertama
61
bertujuan mereduksi kandungan air dan memekatkan cairan sel yang menempel pada permukaan daun. Hasil pengeringan pertama masih setengah keing dengan tingkat kekeringan (kering dibagi basah) sekira 30-35%. Mesin yang digunakan pada proses pengeringan pertama ini adalah ECP dengan suhu masuk 130 – 135 0C dan suhu keluar 50 – 55 0C dengan lama pengeringan sekira 25 menit. Disamping memperbaiki bentuk gulungan, pengeringan kedua bertujuan untuk mengeringkan teh sampai kadar airnya menjadi 3-4%. Mesin yang digunakan dalam proses ini biasanya berupa Rotary Dryer tipe repeat roll. Lama pengeringan berkisar antara 80-90 menit pada suhu dibawah 70 0C. Prosedur pembuatan teh oksidasi enzimatis (teh hitam) 1. Pelayuan Tahap pertama pada proses pengolahan teh dengan fermentasi adalah pelayuan. Selama proses pelayuan, daun teh akan mengalami dua perubahan yaitu perubahan senyawa – senyawa kimia yang terdapat dalam daun serta menurunnya kandungan air sehingga daun teh menjadi lemas. Proses ini dilakukan dengan alat Withering Trough atau palung pelayuan selama 14 – 18 jam. Hasil pelayuan yang baik ditandai dengan pucuk layu yang berwarna hijai kekuningan, tidak mongering, tangkai muda menjadi lentur, bila digemgam terasa lembut dan bila dilemparkan tidak akan buyar serta timbul aroma yang khas seperti buah masak. 2. Penggilingan dan Oksimatis Secara kimia, proses penggilingan merupakan proses awal terjadinya oksimatis yaitu bertemunya total katekin dan enzim total katekin oksidase dengan bantuan oksigen. Penggilingan akan mengakibatkan memar dan dinding sel pada daun teh menjadi rusak. Cairan sel akan keluar di permukaan daun secara rata. Proses ini merupakan dasar terbentuknya mutu teh. Selama proses ini berlangsung, katekin akan diubah menjadi theaflavin dan thearubigin yang merupakan komponen paling penting baik terhadap warna, rasa maupun aroma seduhan the hitam. Proses ini biasanya berlangsung selama 90-120 menit. Mesin yang biasa digunakan dalam proses penggilingan
62
ini dapat berupa Open Top Roller (OTR), Rotorvane dan Press Cup Roller (PCR) untuk teh hitam orthodox dan Mesin Crushing Tearing and Curling (CTC) untuk teh hitam CTC. 3. Pengeringan Proses ini bertujuan untuk menghentikan proses oksimatis pada saat seluruh komponen kimia penting dalam daun teh telah secara optimal terbentuk. Proses ini menyebabkan kadar air daun teh turun menjadi 2,5-4%. Keadaan ini dapat memudahkan proses penyimpanan dan transportasi. Mesin yang biasa digunakan dapat berupa ECP (Endless Chain Pressure) Dryer maupun FBD (Fluid Bed Dryer) pada suhu 90-95 0C selama 20-22 menit.
63
Lampiran 2 Prosedur Analisis Kadar Katekin/polifenol Teh (PPTK 2008) Prinsip Katekin/Polifenol diekstrak dengan air mendidih, kemudian diekstrak dengan larutan Ethyl Acetat Alat- Alat Erlenmeyer 500 ml, Timbangan, Labu ukur 250 ml dan 50 ml, Corong, Corong pisan 250 ml, Gelas ukur 50 ml, Pipet gondok 25 ml, Labu didih bundar 250 ml (alas datar), Rotapavor. Bahan Kimia Chloroform p.a, Ethyl Acetat p.a, pelarut Polifenol (acetonitril 12 ml; ethyl acetat 2ml; H2PO4 0,05% 86 ml) Cara Kerja a. Timbang 1 gram contoh the jadi yang telah digiling halus b. Masukan ke dalam Erlenmeyer 500 ml (bermulut besar) c. Tambahkan air aquadest mendidih ± 200 ml, didihkan selama 5 menit d. Dinginkan e. Masukan kedalam labu ukur 250 ml dan tanda bataskan dengan aquadest, kocok. f. Saring kedalam Erlenmeyer 100 ml (sampai didapat filtrate ± 100 ml) g. Pipet 25 ml larutan tersebut, masukkan kedalam corong pisah 250 ml h. Tambahkan 50 ml kloroform p.a, kocok ± 2 menit (lakukan 3 kali) kemudian pisahkan larutan bawahnya (kloroform) dan tamping kedalam botol penampung i. Larutan contoh kemudian diekstrak kembali dengan 3 × 50 ml Ethyl Acetat p.a. Larutan ini (Lapisan atas) kemudian ditampung dengan labu didih bulat 250 ml j. Uapkan larutan Ethyl Acetat pada labu didih bulat 250 ml dengan alat rotapavor sampai kering (tidak berbau ethyl acetat) k. Larutan dengan solven kedalam labu ukur 50 ml, impitkan dan kocok. l. Saring dengan Milex HA 0,45 µl m. Larutan siap disuntikkan ke HPLC
64
Rumus !!"
#
$%&'( )
)
*+ Keterangan: FP : Faktor Pengenceran Vi std : Volume Injek Standar Vi Cth : Volume Injek Contoh Va : Volume akhir larutan Penentuan Kadar Teaflavin (Tf), Tearubigin (Tr), Total Colour (Tc) dan Brightness (B) dalam Teh Bahan : Larutan di-Natrium ortho phosfat 1%, Larutan asam oksalat 10%, Ethyl acetat p.a, Methanol p.a Peralatan : Thermos air, Mesin kocok, Corong pendek, Erlenmeyer 250 ml, 500 ml, Labu ukur 25 ml, Pipet isi : 1 ml, 6 ml, 8 ml, 9 ml, 10 ml, Corong pisah 250 ml, Spectrophotometer, Timbangan. Cara Kerja : 1. Timbang 6 gram contoh teh, masukkan ke dalam termos 2. Masukkan ke dalamnya 250 ml aquadest mendidih. Kemudian kocok selama 10 menit dengan mesin kocok 3. Pindahkan ke dalam Erlenmeyer 500 ml, kemudian didinginkan 4. Setelah dingin, kemudian sari ke dalam Erlenmeyer 250 ml (FILTRAT sebagai LARUTAN BAKU) 1. Pipiet larutan baku sebanyak 6 ml, kemudian masukkan ke dalam corong pisah 250 ml dan masukkan kedalamnya 6 ml larutan di-Natrium ortho phosfat 1%. 2. Tambahkan kedalamnya 10 ml Ethyl acetat p.a, kemudian ekstrak dikocok selama 2 menit 3. Tampung/pisahkan lapisan bawah (lapisan air) kedalam corong pisah lain 4. Kemudian ekstrak/kocok kembali dengan 5 ml ethyl acetate selam 2 menit 5. Buang lapisan bawah (lapisan air), lapisan ethyl acetate disatukan dengan ekstrak ethyl acetate lain (IV 7) kemudian kocok sampai homogeny (ini sebagai larutan ekstrak). Pengukuran 1. Theaflavin • Pipet 10 ml larutan ekstrak (IV 9), masukkan kedalam labu ukur 25 ml • Impitkan dengan Methanol • Kemudian ukur absorbansinya dengan spectrophotometer pada panjang gelombang 380 nm dan 460 nm (E1) 2. Total Colour • Pipet 1 ml larutan baku (IV 4) masukkan ke dalam labu 25 ml • Tambahkan ke dalamnya 9 ml aquadest, kemudian impitkan dengan Methanol • Ukur absorbansinya pada panjang gelombang 460 nm (E2)
65
3.
Brightness (B) • Pipet 1 ml larutan baku (IV 4) masukkan ke dalam labu 25 ml • Tambahkan ke dalamnya 1 ml asam oxcalat, kemudian impitkan dengan Methanol • Ukur absorbansinya pada panjang gelombang 380 nm (E3)
Perhitungan : 1. Pengukuran pada panjang gelombang 380 nm : E1 dan E3 %TF = 2.25 x E1 x DM% %TR = 7.06 (4 E3 – E1) x DM% 2. Pengukuran pada panjang gelombang 460 nm : E1 dan E2 %TC = 6.25 x 4 E1 x DM% = 25 E2 x DM% ,/0,%TB = x 100% = % .,/
,/
66
Lampiran 3. Metode Analisis Kimia (AOAC 1990) Kadar Air (Metode Oven) Cawan aluminium dikeringkan dalam oven pada suhu 100-102oC selama 15 menit, didinginkan dalam desikator selama 10 menit kemudian ditimbang (A). Sampel ditimbang sebanyak ± 5 g dalam cawan (B). Cawan beserta isinya dikeringkan dalam oven 100oC selama 4-6 jam. Cawan dipindahkan ke dalam desikator lalu didinginkan dan ditimbang. Cawan beserta isinya dikeringkan kembali sampai diperoleh berat konstan (C). Kadar air dihitung dengan rumus: Kadar Air (% bb) =
B − (C − A ) x 100 % B
Kadar Abu (Metode Total Abu) Cawan porselen yang telah diketahui bobot tetapnya (A). Dimasukkan sampel yang telah ditimbang sebanyak 5 g (B). Kemudian sampel diarangkan di atas Bunsen dengan nyala api kecil hingga asapnya hilang, selanjutnya dimasukkan ke dalam tanur pada suhu 500-600oC sampai menjadi abu yang berwarna putih. Cawan yang berisi abu didinginkan dalam desikator lalu ditimbang hingga diperoleh bobot tetap (C). Kadar abu dihitung dengan rumus: Kadar Abu (% bb) = (C – A)/(B – A) x 100% Kadar Abu (% bk) = kadar abu (% bb)/(100-kadar air (% bb) x 100%
Kadar Karbohidrat (by difference) Kadar karbohidrat ditentukan dengan metode Nelson-Somogy. Sampel dihidrolisis dengan larutan HCl 0,1 M dalam pemanas air dan dinetralkan dengan NaOH 0,1 M. Protein diendapkan dengan menambahkan larutan ZnSO4 5 % dan Ba(OH)2 0,3 N, kemudian disaring. Supernatan ditambah dengan pereaksi Nelson, dan kadar karbohidrat ditentukan dengan spektrofotometri pada panjang gelombang 500 nm. Kadar karbohidrat dihitung dengan rumus: Kadar Karbohidrat (% bb) = 100% - (KA + A + P + L) Kadar karbohidrat (%bk) = 100 - %bk (A + P + L)
Dimana : KA = kadar air (% bb) P = kadar protein (% bb)
A L
= kadar abu (% bb) = kadar lemak (%)
67
Kadar Protein (Metode Mikro-Kjeldahl) Sampel sebanyak 0,5-3,0 g ditimbang (A) dan dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl 30 ml. Kemudian ditambahkan 1,9 ± 0,1 g K2SO4, 40 ± 10 mg HgO dan 2,0 ± 0,1 ml H2SO4 pekat, kemudian didestruksi dengan pemanasan sampai larutan berwarna jernih. Larutan hasil destruksi diencerkan dan didestilasi dengan penambahan NaOH-Na2S2O3 sebanyak 8-10 ml. Destilat ditampung dalam 5 ml larutan H3BO3 dan 2-4 tetes indikator (campuran 2 bagian metil merah 0,2% dalam alkohol dan 1 bagian metilen blue 0,2% dalam alkohol). Kemudian dilakukan destilasi sampai tertampung kira-kira 50 ml destilat dalam erlenmeyer, lalu dititrasi dengan HCl 0,02 N sampai terjadi perubahan warna menjadi abu-abu. Dari hasil titrasi, total nitrogen dapat diketahui, dan kadar protein sampel dihitung dengan mengalikan total nitrogen dengan faktor konversi. Kadar protein dihitung dengan rumus: Total Nitrogen (%) = ml HCl − ml blanko x N HCl x 14 . 007 x 100 A
Kadar Protein (%bb) = total nitrogen (%) x faktor koreksi (6,25) Kadar Protein (%bk) = kadar protein (%bb)/(100-kadar air %bb) x 100% Kadar Lemak (Metode Ekstraksi Soxhlet) Labu lemak dikeringkan dalam oven (110oC selama 1 jam), didinginkan dalam desikator dan ditimbang hingga bobot tetap (A). Sampel sebanyak 5 g (B) dibungkus dengan kertas saring lalu dimasukkan dalam labu Soxhlet kemudian dipasang alat kondensor. Pelarut heksana dituangkan ke dalam labu lemak secukupnya sesuai dengan ukuran yang digunakan. Dilakukan refluks minimum 5 jam sampai pelarut yang turun kembali ke labu lemak berwarna jernih. Pelarut yang ada di dalam labu lemak didestilasi dan ditampung. Kemudian labu lemak yang berisi hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 105oC, lalu didinginkan didesikator dan dilakukan penimbangan labu beserta lemaknya hingga diperoleh bobot yang tetap (C). Kadar lemak ditentukan dengan rumus: Kadar Lemak (% bb) = C − A x100 % B
Kadar lemak (%bk) = kadar lemak (%bb)/(100-kadar air %bb) x 100%
68
Lampiran 4 Hasil Analisis Tes Toleransi Glukosa ANOVA Jumlah Kuadrat db 502,333 5 17141,333 5 2273,333 25 8274,667 72 731928,000 108
Sumber Jenis Perlakuan (A) Waktu Pengamatan (B) Interaksi A * B Galat Total
Kuadrat Tengah 100,467 3428,267 90,933 114,926
F Sig. 0,874 0,503ns 29,830 0,000* 0,791 0,740ns
Keterangan : ns = tidak terdapat perbedaan * = berpengaruh nyata pada taraf 5%
Hasil uji lanjut Duncan pengaruh waktu pengamatan terhadap kadar glukosa darah tikus pada tes toleransi glukosa Waktu Pengamatan (menit) 60 0 150 90 120 30 Sig.
N 18 18 18 18 18 18 18
1 67,2778 69,1111 73,8889
0,441
Subset untuk 2 73,8889 83,7778 0,075
= ,05 3
83,7778 86,0556 0,988
4
104,22 1,000
69
Lampiran 5 Hasil Analisis Kadar Glukosa Darah Kadar glukosa darah tikus (mg/dl) Perlakuan Kontrol Normal Kontrol Negatif Teh Hitam Teh Hijau Teh Daun Murbei Teh Hit+TDM Teh Hij+TDM
0
8
16
127,00±13,53 224,00±17,78 408,00±127,86 398,00±63,27 261,00±26,85 262,67±49,07 345,33±113,71
128,00±16,82 196,33±7,09 255,67±120,73 218,33±104,07 263,33±207,93 182,00±98,15 394,33±129,41
124,33±9,29 161,00±39,36 248,67±152,20 145,33±26,01 210,00±28,00 179,67±6,11 348,00±125,61
Perubahan Kadar Glukosa darah (mg/dl) Kelompok Kontrol normal Kontrol negatif Teh hitam Teh hijau Teh daun murbei Teh hitam + TDM Teh hijau + TDM
Sumber Jenis Perlakuan (A) Selisih/delta (B) Interaksi A * B Galat Total
d1 (0-8)
d2 (0-16)
1,00 -27,67 -152,33 -179,67 +2,33 -80,67 +49,00
-2,67 -63,00 -159,33 -252,67 -51,00 -83,00 +2,67
ANOVA Jumlah Kuadrat db 273142,238 6 10465,929 1 6988,905 6 186014,000 28 689613,000 42
Keterangan : ns = tidak terdapat perbedaan * = berpengaruh nyata pada taraf 5%
Kuadrat Tengah 45523,706 10465,929 1164,817 6643,357
F 6,853 1,575 0,175
Sig. 0,000* 0,220ns 0,981ns
70
Hasil uji lanjut Duncan pengaruh jenis perlakuan terhadap perubahan kadar glukosa darah tikus Jenis Perlakuan
N
Teh hijau Teh hitam Teh hitam + TDM Kontrol negatif Teh daun murbei Kontrol normal Teh hijau + TDM Sig.
6 6 6 6 6 6 6 6
Subset untuk 1 -216,17 -155,83
0,210
2 -155,83 -81,83
0,127
= ,05 3
-81,83 -45,33 - 0,83 0,126
4
-45,33 - 0,83 25,83 0,178
71
Lampiran 6 Hasil Analisis Kadar HbA1c Kadar HbA1c tikus (%) Perlakuan
Pengamatan hari ke-8
Pengamatan hari ke-16
4,45±0,64 5,25±0,35 7,5±2,55 4,75±1,06 5,35±1,91 5,80±0,71 5,15±1,63
4,60±0,85 4,45±0,64 4,90±1,27 4,10±0,14 6,15±0,49 6,95±3,46 4,90±1,27
Kontrol Normal Kontrol Negatif Teh Hitam Teh Hijau Teh Daun Murbei Thit + TDM Thij + TDM
Sumber Jenis Perlakuan (A) Waktu Pengamatan (B) Interaksi A * B Galat Total
ANOVA Jumlah Kuadrat db 17,900 6 0,160 1 0,000 6 35,869 28 54,830 42
Keterangan : ns = tidak terdapat perbedaan * = berpengaruh nyata pada taraf 5%
Kuadrat Tengah 2,238 0,080 1,888
F 1,185 0,042 -
Sig. 0,358ns 0,959ns -
72
Lampiran 7 Kadar Insulin Kadar insulin tikus (µmol/ml) Perlakuan Kontrol Normal Kontrol Negatif Teh Hitam Teh Hijau TDM Thit+TDM Thij+TDM
Sumber Jenis Perlakuan (A) Waktu Pengamatan (B) Interaksi A * B Galat Total
Pengamatan hari ke-8 6,25±5,30 2,53±0,74 5,53±0,74 1,50±0,71 7,23±0,32 4,65±1,98 2,15±0,21 ANOVA Jumlah Kuadrat db 58,948 6 1,775 1 35,023 6 97,586 28 754,498 42
Keterangan : ns = tidak terdapat perbedaan * = berpengaruh nyata pada taraf 5%
Pengamatan hari ke-16 8,15±1,91 4,25±1,06 3,50±2,12 3,75±2,47 3,40±1,98 6,03±5,69 4,03±2,86 Kuadrat Tengah 9,825 1,775 5,837 6,970
F 1,409 0,255 0,837
Sig. 0,278ns 0,622ns 0,561ns
73
Lampiran 8 Dokumentasi Penelitian
Daun Teh Segar
Pembuatan Teh
Teh Jadi (Made Tea)
Penginduksian Aloksan
Nekropsi (Pembedahan)
Tikus Dibedah
Histopatologi Pankreas Tikus
Preparat Pankreas Tikus