FORMULASI TEH CELUP CAMPURAN TEH HIJAU (Camellia sinensis)-MURBEI (Morus alba)–STEVIA (Stevia rebaudiana) SERTA PENGARUHNYA TERHADAP AKTIVITAS ANTIOKSIDAN
AZNI RATNAROSADA PUTRI
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
ABSTRACT AZNI RATNAROSADA PUTRI. Formulation of Mixing Green Tea (Camellia sinensis-Mulberry (Morus alba)-Stevia (Stevia rebaudiana) Tea Bags and Its Effect to Antioxidant Activity. Under direction of CLARA M. KUSHARTO.
Tea is one of the fuctional beverage which has been researched and developed for health benefits. Mixing of Green Tea (Camellia sinensis)-Mulberry (Morus alba)-Stevia (Stevia rebaudiana) into a tea bag has a potential as functional beverage due to phenolics compound which is known can act as antioxidant. The main objective of this research was to study the antioxidant effects of the mixing of green tea-mulberry-stevia tea bag formulation. Factor used in this study was the level of mulberry tea in green tea-mulberry-stevia mixing tea bag which were 13.33% (FA), 23.33% (FB), 33.33% (FC), 43.3% (FD), and 53.33% (FE). The data results showed that the total phenolic content of the five formulas were in the range of 528 to 1216 mg/100 g and the antioxidant were in the range of 563 to 670 mg/100g AEAC (Ascorbic Equivalent Antioxidant Capacity). The highest total phenol content and highest antioxidant was found in formula FA which contain 13.33% of mulberry tea. Analysis also showed that there is a positive correlation (p<0.05, r=0.902) between total phenolic content and antioxidant in green tea-mulberry-stevia mixing tea. Keywords: tea, green tea, mulberry tea, stevia leaf, phenolics, antioxidant
RINGKASAN AZNI RATNAROSADA PUTRI. Formulasi Teh Celup Campuran Teh Hijau (Camellia Sinensis)-Murbei (Morus Alba)–Stevia (Stevia Rebaudiana) serta Pengaruhnya Terhadap Aktivitas Antioksidan. Di bawah bimbingan CLARA M. KUSHARTO Teh merupakan salah satu pangan yang banyak diteliti dan dikembangkan manfaatnya untuk kesehatan. Diversifikasi minuman teh perlu dilakukan untuk lebih meningkatkan potensi gizi dan senyawa aktif yang terkandung dalam teh serta untuk meningkatkan cita rasa. Teh celup campuran teh hijau (Camellia sinensis)-murbei (Morus alba)-stevia (Stevia rebaudiana) memiliki potensi sebagai minuman fungsional terkait kandungan antioksidan yang terkandung dari bahan-bahan penyusun teh yaitu teh hijau, teh murbei, dan daun stevia kering. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari formulasi teh celup campuran teh hijau-murbei-stevia serta pengaruhnya terhadap nilai antioksidan. Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk 1) menentukan proporsi daun stevia kering yang tepat untuk tingkat kemanisan yang sesuai dengan daya terima, 2) mengetahui karakteristik organoleptik teh celup campuran teh hijau-murbeistevia, 3) mengetahui karakteristik kimia (total fenol dan antioksidan) teh celup campuran teh hijau-murbei-stevia pada semua formula 4) menentukan formulasi teh celup campuran teh hijau-murbei-stevia terpilih berbahan dasar teh hijau, teh murbei, dan daun stevia kering dan sifat kimia (kadar air, kadar abu, kadar abu larut air, dan kadar ekstrak dalam air) berdasarkan mutu SNI. Rancangan penelitian ini adalah rancangan acak lengkap dengan satu faktor perlakuan yaitu taraf teh murbei dalam formulasi. Tahapan yang dilakukan penelitian ini adalah penetapan proporsi daun stevia kering, formulasi teh celup campuran teh hijau-murbei-stevia, uji organoleptik, uji total fenol, uji antioksidan, dan sifat kimia (kadar air, kadar ekstrak air, kadar abu, kadar abu larut air) pada formula terpilih. Data yang diperoleh dari hasil uji kemudian diolah menggunakan Microsoft Excel dan SPSS 16.0. Proporsi daun stevia kering yang digunakan untuk tingkat kemanisan yang sesuai dengan daya terima dipilih berdasarkan uji organoleptik yang menunjukkan bahwa 40% memilih daun stevia kering dengan proporsi 0.5 gr, 13,3% memilih dengan proporsi 0.75 gr, dan 46,7% memilih proporsi 1 gr. Proporsi daun stevia kering sebanyak 1 gram tersebut menjadi faktor perlakuan tetap dalam formulasi teh celup campuran teh hijau-murbei-stevia. Selanjutnya formulasi dilakukan dengan satu faktor perlakuan yaitu presentasi teh murbei dalam teh celup Camellia-murbei-stevia dengan lima taraf perlakuan yaitu 13.33% (FA), 23.33% (FB), 33.33% (FC), 43.3% (FD), and 53.33% (FE). Karakteristik organoleptik teh diperoleh dengan melakukan uji organoleptik oleh satu orang panelis pencicip perseorangan (individual expert) dari Pusat Penelitian Teh dan Kina Gambung. Parameter organoleptik yang diuji didasarkan pada SNI teh hijau celup (SNI 01-4324-1996) yang meliputi kenampakan teh kering, warna, rasa, dan aroma dari air seduhan, serta ampas seduhan. Hasil uji organoleptik menunjukkan bahwa kelima formula memiliki karakteristik organoleptik yang relatif sama. Kenampakan teh kering kelima formula mendapatkan nilai B yaitu baik. Warna air seduhan kelima formula mendapatkan nilai 4 yaitu kuning kehijauan cerah. Rasa dari air seduhan kelima formula mendapatkan nilai 37 yaitu berada dalam kategori sedang sampai enak.
Aroma kelima formula mendapatkan nilai 3 yang menunjukkan bahwa aroma kelima formula tersebut normal. Hasil uji total fenol menunjukkan bahwa kandungan total fenol paling tinggi terdapat pada formula FA yaitu 1216 mg/100 g dan kandungan total fenol paling rendah terdapat pada formula FE yaitu 528 mg/100g. Secara berturut-turut kandungan total fenol FB, FC, dan FD adalah 784 mg/100 g, 755 mg/100 g,730 mg/100 g. Uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa terdapat hubungan nyata yang negatif (p<0.05, r=-0.837) antara jumlah teh murbei dengan kandungan total fenol. Uji beda Duncan menunjukkan bahwa antara formula FB, FC, dan FD tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Perbedaan yang signifikan terlihat antara formula FA dan FE (p<0.05). Perhitungan antioksidan pada kelima formula menunjukkan bahwa formula FA memiliki nilai antioksidan paling tinggi yaitu 670 mg/100 g AEAC. Formula FB, FC, FD, dan FE memiliki nilai antioksidan yaitu secara berturut-turut, 600 mg/100g, 595 mg/100g, 584 mg/100g, dan 563 mg/100g AEAC. Uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa terdapat hubungan nyata yang negatif antara presentase teh murbei dengan nilai antioksidan sampel (p<0.05, r=-0.901). Hasil uji beda Duncan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan (p<0.05) antara formula FA dengan formula FB, FC, FD, dan FE, sedangkan antara formula FB, FC, FD, dan FE tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa terdapat hubungan nyata yang positif antara total fenolik dan aktivitas antioksidan (p<0.05, r=0.902) pada teh celup Camelliamurbei. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi total fenolik maka akan semakin tinggi aktivitas antioksidan ataupun sebaliknya. Hasil uji kadar air menunjukkan bahwa kadar air produk terpilih adalah 6.72 % b/b. Nilai ekstrak dalam air produk terpilih adalah 49.15 % b/b. Kadar abu produk terpilih adalah 7.00 %b/b. Kadar abu larut air tergolong tinggi yaitu 87.12 %b/b. Kandungan total fenol pada produk terpilih adalah sebanyak 36.48 mg/3g dengan aktivitas antioksidan 670 mg/100 g AEAC. Nilai kadar air, kadar ekstrak dalam air, kadar abu, dan kadar abu larut air sudah memenuhi persyaratan SNI. Berdasarkan data tersebut, formula terpilih teh celup campuran teh hijau-murbeistevia sudah memenuhi persyaratan SNI baik secara mutu kimia maupun organoleptik.
KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Formulasi Teh Celup Campuran Teh Hijau (Camellia Sinensis)-Murbei (Morus Alba)–Stevia (Stevia Rebaudiana) serta Pengaruhnya Terhadap Aktivitas Antioksidan”. Penulis mengucapkan terima kasih kepada ibunda dan seluruh keluarga penulis atas kasih sayang, perhatian dan dukungan dalam bentuk materi maupun moral. Selain itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. drh. Clara M. Kusharto, MSc selaku dosen penguji skripsi yang telah meluangkan waktu dan pikirannya dalam memberikan arahan, kritik dan saran. 2. Dr. Ir. Lilik Kustiyah, M.Si selaku dosen pemandu seminar. 3. Prof. Dr. Ir. Evy Damayanthi, MS selaku dosen penguji skripsi. 4. Tiurma Sinaga, MFSa selaku dosen pembimbing akademik. 5. SEAMEO BIOTROP atas segala dukungan moral dan materi selama berlangsungnya penelitian ini. 6. Para Laboran (Bapak Mashudi, Ibu Titi, Ibu Rizky, Pak Basri, dan Ibu Nina) atas segala bantuan, masukan dan saran yang diberikan. 7. Sahabat seperjuangan selama di GM yaitu Geng Ukhty (A Nur Rahmah Kurnia Sari, Alna Hotama, Fannisa Fitridina, Gita Wahyu Arifiyanti) 8. Rekan setia dan seperjuangan Mely Choirul Nurfitri, rekan-rekan di laboratorium Yustiani, Dewanti, Agus, Abdurohman, Rohadi, dan rekanrekan satu bimbingan Ai Kustiani, Nilam Betarina, dan Rahman Setiawan. 9. Sahabat-sahabat yang selalu mendukung : Belanny, Desi, Fina, Haonisa, Nuy, Nurul, Tiara, dan Sheila. 10. Semua sahabat Gizi Masyarakat angkatan 45. 11. Keluarga Besar Gizi Masyarakat: para pengajar, staf TU atas segala bantuannya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu, namun tidak dapat disebutkan satu per satu. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Bogor, Desember 2012 Azni Ratnarosada Putri
RIWAYAT HIDUP Penulis yang memiliki nama lengkap Azni Ratnarosada Putri dilahirkan di Jakarta pada tanggal 19 Agustus 1990 dari Bapak (Alm) Azwandi dan Ibu Winny Megah Mulyawani. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Penulis mengawali pendidikan formal di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Polisi IV Bogor (1996-2002), kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Bogor (2002-2005). Tahun 2003 penulis melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Bogor dan selesai pada tahun 2008. Penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2008. Selama penulis melaksanakan pendidikan di IPB, penulis mengikuti organisasi kemahasiwaan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Ekologi Manusia pada periode tahun 2009-1010 sebagai Staf Divisi Komunikasi dan Informasi Relasi dan pada periode 2010-2011 sebagai Ketua Divisi Komunikasi. Selain aktif dalam bidang organisasi, penulis mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) dalam bidang pengabdian yang dibiayai oleh DIKTI pada tahun 2011 dengan judul “Pengenalan Vertikultur Kepada Anak Yayasan Asa Anak Bangsa dengan Memanfaatkan Tempurung Kelapa sebagai Media Melukis”. Penulis juga pernah memperoleh Juara 1 dalam Lomba Kompetisi Esai CONCERTO-IPB 2011. Pada bulan Juli-Agustus 2011, penulis mengikuti kegiatan Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Desa Batursari, Pekalongan. Kemudian pada bulan April-Mei 2012 penulis mengikuti kegiatan Internship Dietetik (ID) di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cibinong.
FORMULASI TEH CELUP CAMPURAN TEH HIJAU (Camellia sinensis)–MURBEI (Morus alba)–STEVIA (Stevia rebaudiana) SERTA PENGARUHNYA TERHADAP AKTIVITAS ANTIOKSIDAN
AZNI RATNAROSADA PUTRI
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Mayor Ilmu Gizi Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
Judul Skripsi :
Formulasi Teh Celup Campuran Teh Hijau (Camellia Sinensis)-Murbei (Morus Alba)–Stevia (Stevia Rebaudiana) serta Pengaruhnya Terhadap Aktivitas Antioksidan
Nama
:
Azni Ratnarosada Putri
NIM
:
I14080027
Menyetujui:
Dosen Pembimbing
Prof. Dr. drh. Clara M Kusharto, MSc NIP. 19510719 198403 2 001
Mengetahui: Ketua Departemen Gizi Masyarakat
Dr. Ir. Budi Setiawan, MS. NIP. 19621218 198703 1 001
Tanggal Lulus:
xi
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL ............................................................................................ xi DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xiii
PENDAHULUAN Latar Belakang ...................................................................................1 Tujuan ................................................................................................2 Tujuan Umum..............................................................................2 Tujuan Khusus ............................................................................2 Kegunaan ..........................................................................................3 TINJAUAN PUSTAKA Pangan Fungsional ............................................................................4 Teh ....................................................................................................5 Teh Hijau ...........................................................................................6 Tanaman Murbei ................................................................................7 Stevia (Stevia rebaudiana) .................................................................9 Senyawa Fenol ................................................................................ 11 Antioksidan ...................................................................................... 13
METODE Waktu dan Tempat ........................................................................... 16 Bahan dan Alat ................................................................................ 16 Tahapan........................................................................................... 16 Penelitian Pendahuluan ................................................................... 17 Penetapan Proporsi Daun Stevia kering .................................... 17 Penelitian Utama .............................................................................. 17 Pembuatan Teh Celup Campuran Teh hijau-murbei-stevia ....... 17 Uji Organoleptik ......................................................................... 17 Uji Total Fenol ........................................................................... 18 Uji Antioksidan .......................................................................... 19 Skema Alur Penelitian ...................................................................... 20 Rancangan Percobaan .................................................................... 21
xi
Pengolahan dan Analisis Data ......................................................... 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Proporsi Daun Stevia Kering .......................................... 22 Pembuatan Teh Celup Campuran Teh hijau-murbei-stevia .............. 24 Karakteristik Organoleptik ................................................................ 26 Kenampakan teh kering ............................................................ 26 Warna air seduhan .................................................................... 27 Rasa air seduhan ...................................................................... 27 Aroma air seduhan .................................................................... 29 Ampas seduhan ........................................................................ 29 Total Fenol ....................................................................................... 30 Antioksidan ...................................................................................... 32 Hubungan Total Fenol dan Aktivitas Antioksidan Teh Celup Campuran Teh hijau-murbei-stevia .................................................. 35 Karakteristik Kimia Formula Terpilih ................................................. 36 Sifat Fungsional ............................................................................... 37 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ...................................................................................... 40 Saran ............................................................................................... 41 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 42 LAMPIRAN.................................................................................................... 45
DAFTAR TABEL 1 Komposisi kimia teh hijau .............................................................................6 2 Komposisi zat gizi daun murbei ....................................................................9 3 Komposisi zat gizi daun stevia per 100 gram .............................................. 10 4 Presentasi teh murbei dalam campuran teh murbei dan teh hijau ............... 17 5 Komposisi teh celup campuran teh hijau-murbei-stevia .............................. 25 6 Kenampakan kering teh celup campuran teh hijau-murbei-stevia ............... 26 7 Warna air seduhan teh celup campuran teh hijau-murbei-stevia ................. 27 8 Rasa air seduhan teh celup campuran teh hijau-murbei-stevia ................... 28 9 Aroma air seduhan teh celup campuran teh hijau-murbei-stevia ................. 29 10 Ampas seduhan teh celup campuran teh hijau-murbei-stevia ................... 30 11 Total fenol teh hijau, teh murbei, dan daun stevia kering .......................... 30 12 Total fenol formula teh celup teh hijau-murbei-stevia ................................ 32 13 Aktivitas antioksidan teh hijau, teh murbei, dan daun stevia kering ........... 33 14 Karakteristik kimia formula terpilih (FA)...................................................... 36
DAFTAR GAMBAR 1 Prosedur analisis total fenol ........................................................................ 19 2 Prosedur analisis antioksidan ..................................................................... 19 3 Skema alir penelitian................................................................................... 20 4 Tingkat kesukaan terhadap konsentrasi kemanisan daun stevia kering ...... 23 5 Formula terpilih (FA) .................................................................................... 36
DAFTAR LAMPIRAN 1 Prosedur analisis sifat kimia........................................................................ 43 2 Penetapan proporsi daun stevia kering ....................................................... 45 3 Kuisioner uji tingkat kesukaan daun stevia kering ....................................... 45 4 Perhitungan total fenol sampel.................................................................... 46 5 Perhitungan nilai antioksidan sampel .......................................................... 47 6 Perhitungan kadar air formula terpilih ......................................................... 49 7 Perhitungan kadar ekstrak air formula terpilih ............................................. 49 8 Perhitungan kadar abu formula terpilih ....................................................... 49 9 Perhitungan kadar abu larut air formula terpilih ........................................... 50 10 Hasil uji beda Duncan pada total fenol sampel.......................................... 50 11 Hasil uji beda Duncan pada nilai antioksidan sampel ................................ 50 12 Hasil uji korelasi Pearson antara total fenol dan antioksidan sampel ........ 51 13 Hasil uji korelasi Pearson antara formula dengan total fenol ..................... 51 14 Hasil uji korelasi Pearson antara formula dengan antioksidan .................. 51
PENDAHULUAN Latar Belakang Kecenderungan masyarakat terhadap makanan dan minuman saat ini tidak hanya untuk sekedar memenuhi kebutuhan biologis saja yaitu rasa lapar dan haus. Masyarakat semakin menyadari bahwa makanan dan minuman yang dikonsumsi
juga
harus
dapat
memenuhi
kebutuhan
fisiologis
tubuh.
Kecenderungan masyarakat dalam menilai suatu pangan saat ini tidak hanya dinilai dari segi lezat dan gizinya saja, tetapi juga dilihat dari segi keuntungannya dalam menjaga kesehatan tubuh. Mencegah penyakit dan menjaga kesehatan melalui konsumsi pangan fungsional dan suplemen kini telah menjadi tren di kalangan penduduk urban di Indonesia. Peningkatan kesadaran masyarakat tersebut menyebabkan pesatnya penelitian mengenai manfaat pangan terhadap kesehatan. Saat ini, teh merupakan salah satu pangan yang banyak diteliti dan dikembangkan manfaatnya. Armoikaste et al (2011) menyebutkan bahwa teh merupakan minuman kedua terpopuler di dunia saat ini. Selain karena unsur rasa dan aromanya, kepopuleran teh juga disebabkan karena selama berabad-abad teh sudah digunakan untuk tujuan kesehatan. Rohdiana (2012) menyatakan bahwa teh mengandung senyawa aktif yaitu polifenol yang mampu berperan sebagai antioksidan alami, menjaga tubuh dari serangan radikal bebas sehingga teh dapat dikategorikan sebagai minuman fungsional. Saat ini berbagai jenis produk olahan teh telah banyak beredar di pasaran. Banyak temuan terkait macam-macam jenis teh dan cara pengolahan berikut manfaat dan khasiatnya dari berbagai macam jenis teh tersebut. Diversifikasi minuman teh perlu dilakukan untuk lebih meningkatkan potensi gizi dan senyawa aktif yang terkandung dalam teh serta untuk meningkatkan cita rasa. Karori et al (2007) menyatakan bahwa saat ini pengolahan teh sudah mengalami diversifikasi menjadi beberapa teh yang berbeda seperti teh dengan flavor, teh organik, teh dekafein, teh herbal, teh aromatik, dan berbagai variasi teh lainnya. Teh murbei merupakan salah satu produk teh herbal yang banyak dikonsumsi untuk tujuan kesehatan. Teh murbei yang berasal dari daun murbei (Morus alba) diketahui memiliki manfaat kesehatan yang cukup banyak. Teh murbei menunjukkan efek hipoglikemik, neuroprotektif, hepatoprotektif, anti
inflamatori, dan antioksidan. Memon et al (2010) menemukan adanya aktivitas antioksidan yang cukup tinggi pada daun murbei. Selain itu, daun murbei juga diketahui memiliki nilai komponen fenol yang cukup tinggi. Pada teh murbei ditemukan kandungan theaflavin, tanin, dan kafein. Ketiga senyawa ini merupakan senyawa yang khas terdapat pada teh hijau (Damayanthi et al 2008). Selain teh murbei dan teh hijau, daun stevia merupakan salah satu tanaman yang dapat memberi nilai tambah pada minuman fungsional teh. Stevia (Stevia rebaudiana) merupakan pemanis alami rendah kalori yang saat ini banyak digunakan sebagai subtitusi gula. Thomas dan Glade (2010) menyatakan bahwa ekstrak daun stevia terbukti memiliki derajat aktivitas antioksidan yang tinggi. Berdasarkan uraian tersebut, teh celup campuran teh hijau (Camellia sinensis)-murbei (Morus alba)-stevia (Stevia rebaudiana) memiliki potensi sebagai minuman fungsional terkait kandungan antioksidan yang terkandung dari ketiga bahan utama teh tersebut sehingga peneliti tertarik untuk mengkaji formulasi teh celup campuran teh hijau (Camellia sinensis)-murbei (Morus alba)stevia (Stevia rebaudiana) serta pengaruhnya terhadap aktivitas antioksidan. Tujuan Tujuan umum Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari formulasi teh celup campuran teh hijau (Camellia sinensis)-murbei (Morus alba)-stevia (Stevia rebaudiana) dengan penambahan daun stevia kering serta pengaruhnya terhadap aktivitas antioksidan. Tujuan khusus 1.
Menentukan proporsi daun stevia kering yang tepat untuk tingkat kemanisan yang sesuai dengan daya terima.
2.
Mengetahui karakteristik organoleptik teh celup campuran teh hijau (Camellia sinensis)-murbei (Morus alba)-stevia (Stevia rebaudiana) dengan penambahan daun stevia kering.
3.
Mengetahui karakteristik kimia (total fenol dan aktivitas antioksidan) teh celup campuran teh hijau (Camellia sinensis)-murbei (Morus alba)-stevia (Stevia rebaudiana) pada semua formula.
4.
Menentukan formulasi terpilih dari teh celup campuran teh hijau (Camellia sinensis)-murbei (Morus alba)-stevia (Stevia rebaudiana) dan mengetahui sifat kimia (kadar air, kadar abu, kadar abu larut air, dan kadar ekstrak dalam air) dari formulasi terpilih berdasarkan mutu SNI.
Kegunaan Penelitian ini diharapkan dapat memperoleh suatu produk minuman fungsional baru yang mengandung antioksidan sehingga memiliki fungsi untuk kesehatan. Selain itu, dengan mengkombinasikan teh hijau (Camellia sinensis), teh murbei (Morus alba), dan daun stevia kering (Stevia rebuadiana) diharapkan akan semakin memperkaya cita rasa dari minuman teh celup.
TINJAUAN PUSTAKA Pangan Fungsional Sampai saat ini, belum ada definisi yang baku mengenai pangan fungsional karena perbedaan dalam hal jenis makanan, pendapat dari organisasi profesi kesehatan, manfaat dan keamanan makanan, serta peraturan yang berlaku di berbagai negara. Pangan fungsional meliputi produk yang segar atau utuh sampai produk pangan hasil olahan, fortifikasi zat gizi dalam makanan, dan suplemen makanan. Jepang adalah negara pertama yang mendefinisikan makanan fungsional sebagai makanan bergizi yang juga mengandung bahan atau unsur yang berperan untuk membantu fungsi tubuh tertentu. Dewan informasi makanan internasional (The International Food Information Council) mendefinisikan makanan fungsional sebagai makanan yang menguntungkan bagi kesehatan, selain fungsinya sebagai zat gizi dasar (Silalahi 2006). Menurut Goldberg (1994), pangan fungsional didefinisikan sebagai pangan, baik makanan maupun minuman, yang dapat dikonsumsi sebagai komponen dalam diet sehari-hari dan bukan berbentuk kapsul, tablet ataupun bubuk akan tetapi berbentuk cairan atau minuman dan mempunyai khasiat menyembuhkan atau mencegah penyakit selain khasiat zat-zat gizi yang dikandungnya. Manfaat yang diharapkan antara lain mencegah dari timbulnya penyakit, meningkatkan daya tahan tubuh, regulasi kondisi ritme tubuh, penyehatan kembali (recovery), serta memperlambat proses penuaan. Peraturan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM 2011) menyebutkan bahwa pangan fungsional diartikan sebagai pangan olahan yang mengandung satu atau lebih komponen pangan yang berdasarkan kajian ilmiah mempunyai fungsi fisiologis tertentu diluar fungsi dasarnya dan terbukti tidak membahayakan dan bermanfaat bagi kesehatan. Pangan olahan yang mencantumkan klaim kesehatan dikelompokkan sebagai pangan fungsional. Pangan fungsional menurut BPOM harus memenuhi persyaratan berikut yaitu, mengandung jenis komponen pangan dalam jumlah yang sesuai dengan batasan yang ditetapkan, memiliki karakteristik sensori seperti penampakan, warna, tekstur atau konsistensi dan cita rasa yang dapat diterima konsumen, serta disajikan dan dikonsumsi sebagaimana layaknya makanan atau minuman. Komponen pangan yang diizinkan sebagai komponen pangan fungsional adalah serat pangan, fitosterol dan fitostanol, gula alkohol, asam folat, dan kalsium.
Pangan olahan yang menggunakan komponen selain yang diizinkan serta mempunyai klaim lain harus dilakukan pengkajian terlebih dahulu. Teh Teh adalah minuman yang banyak dikonsumsi manusia dalam jumlah kira-kira <120 ml per kapita per hari. Saat ini, teh merupakan minuman kedua terpopuler di dunia setelah air putih. Kuantitas dan tipe teh yang dikonsumsi dapat berbeda-beda di setiap suku dan negara. Selain karena unsur rasa dan aromanya, kepopuleran teh juga disebabkan karena selama berabad-abad teh sudah digunakan untuk tujuan kesehatan (Chaturvedula dan Prakash 2011, Armoikaste et al 2011). Definisi teh mengacu pada produk dari daun, kuncup daun, dan ruas dari Camellia sinensis tanaman yang disiapkan dengan metode yang berbeda. Teh juga mengacu pada minuman aromatik yang dibuat dari daun yang diseduh dengan kombinasi dengan air panas atau mendidih. Tanaman teh Camellia sinensis merupakan tanaman dari genus Camellia, genus dari tanaman berbunga yang berasal dari famili Theaceae. Camellia sinensis merupakan tanaman asli Asia Tenggara meskipun saat ini lebih dari 30 negara di dunia membudidayakan tanaman ini. Daun teh segar biasa digunakan untuk manufaktur teh dan dipetik dengan menggunakan tangan atau menggunakan mesin (Chaturvedula dan Prakash 2011). Ada empat bentuk teh yang merupakan hasil pengolahan dari daun Camellia sinensis, yaitu teh hitam, teh hijau, teh oolong, dan teh putih. Teh hitam merupakan teh yang pada pengolahannya mengalami proses fermentasi yang menyebabkan katekin teroksidasi dan membentuk theaflavin yang memberi warna kemerahan pada teh. Teh hijau merupakan teh yang tanpa mengalami atau sedikit saja proses fermentasi untuk menonaktifkan enzim polifenol oksidase sehingga teh hijau memiliki kandungan ketekin yang tinggi. Teh oolong merupakan teh semi fermentasi sehingga terbentuk karakteristik aroma floral pada teh. Berbeda dengan teh hitam, teh hijau, dan teh oolong yang berasal dari bagian daun Camellia sinensis, teh putih dibuat dari pucuk daun Camellia sinensis yang tidak mengalami proses oksidasi dan sewaktu belum dipetik dilindungi dari sinar matahari (Karori et al 2007). Sekitar 76-78% dari teh yang diproduksi dan dikonsumsi di dunia adalah teh hitam, 20-22% adalah teh hijau, dan kurang dari 2% adalah teh oolong. Teh hitam dikonsumsi terutama di negara-negara Barat dan di beberapa negara Asia,
sedangkan teh hijau dikonsumsi terutama di China, Jepang, India, dan beberapa negara di Afrika Utara dan Timur Tengah. Produksi teh Oolong dan konsumsinya terbatas pada bagian tenggara Cina dan Taiwan. Walaupun sebagian besar teh yang diproduksi merupakan keempat bentuk olahan teh tersebut, tapi saat ini pengolahan teh sudah mengalami diversifikasi menjadi beberapa teh yang berbeda seperti teh dengan flavor, teh organik, teh dekafein, teh herbal, teh aromatik, dan berbagai variasi teh lainnya (Karori et al 2007). Teh Hijau Teh hijau merupakan nama teh yang dibuat dari daun tanaman teh (Camellia sinensis) yang dipetik dan mengalami proses pemanasan (steaming) untuk mencegah terjadinya oksidasi enzimatis dari enzim polifenol oksidase sehingga teh hijau memiliki kandungan katekin lebih tinggi dibandingkan jenis teh lainnya. Konsumsi dari teh hijau khususnya populer di negara-negara Asia. Keterkaitan konsumsi teh hijau dengan aktivitas anti-inflamatori, anti-proliferasi, dan anti-atherosklerotis telah menjadikan ekstrak teh hijau sebagai suplemen, nutrasetikal, dan pangan fungsional (Armoskaite et al 2011). Proses pengolahan teh hijau pada dasarnya terdiri atas empat tahap, yakni pelayuan, penggulungan, pengeringan, dan sortasi. Teh hijau telah dikenal sebagai minuman fungsional karena khasiat dari komponen aktif yang terkandung di dalamnya, terutama teh hijau yang kaya akan polifenol. Komposisi kimia teh hijau disajikan dalam Tabel 1 berikut ini : Tabel 1 Komposisi kimia teh hijau Komposisi
Kandungan
Air Protein Lemak Karbohidrat Kafein Tanin Vitamin C Vitamin B1 Vitamin B2 Vitamin B3 Vitamin B5 Vitamin B6 Biotin Vitamin E Vitamin K Vitamin B12 Inositol
3.1 g 29.1 g 4.1 g 33.8 g 3.5% 10% 100-150 mg 150-600 mg 1.3-1.7 mg 1.0-2.0 mg 5.0-7.5 mg 50-76 mg 50-80 mg 30-80 mg 40-80 mg 15-25 mg 1.0 mg Sumber : Sulistyo et al. (2003) dalam Ananda (2009)
Peneliti menyatakan bahwa polifenol pada teh hijau dapat menghambat enzim pertumbuhan kanker. Manfaat kesehatan potensial yang terkait dengan konsumsi teh sebagian telah dikaitkan dengan sifat antioksidan polifenol teh. Polifenol adalah antioksidan yang sangat kuat, salah satu fungsinya dapat mengatasi radikal bebas yang merupakan molekul sangat tidak stabil yang berada dalam tubuh. Wan et al (2008) menyebutkan bahwa polifenol pada teh, khususnya katekin dan theaflavin, dapat menjalankan aktivitas antioksidan terutama melalui pengikatan radikal bebas, ion logam transisi kelat, dan modulasi oksidan atau antioksidan enzim untuk gen. Menurut Brannon (2007), teh hijau merupakan minuman yang banyak mengandung fitokimia, diantaranya adalah polifenol, yang merupakan bagian dari flavonoid. Teh hijau (Camellia sinensis) telah dikenal sebagai sumber antioksidan potensial yang bermanfaat untuk kesehatan karena dalam daun teh mengandung senyawa antioksidan. Karakteristik teh hijau dikenal dengan kandungan polifenol flavonoid yang tinggi dengan 20-30% dari berat keringnya adalah katekin. Enam kelompok utama katekin adalah epicatechin (EC), epigallocatechin (EGC), epicatechin gallat (ECG), epigallocatechin gallat (EGCG), gallocatechin (GC), gallocatechin gallat (GCG). Yashin et al (2011) menyebutkan bahwa epigallocatechin gallat (EGCG) merupakan katekin paling dominan dalam teh hijau yang dapat mencapai hingga 50% dari berat katekin. Rohdiana (2012) menyatakan bahwa aktivitas EGCG menyumbang 32% dari potensi antioksidan teh. Tanaman Murbei Murbei termasuk dalam famili moraceae, dan berasal dari Cina. Tanaman murbei tumbuh baik pada ketinggian lebih dari 100 mdpl dan memerlukan cukup sinar matahari. Tumbuhan yang sudah dibudidayakan ini menyukai daerahdaerah yang cukup basa seperti di lereng gunung, tetapi pada tanah yang berdrainase baik. Tanaman ini kadang ditemukan tumbuh liar. Tanaman spesies Morus memberikan peran besar dalam bidang medis, ekonomi, industri, klinis, dan domestik. Bagian dari tanaman murbei yang biasa digunakan adalah daun, ranting, buah, dan kulit akar yang dapat digunakan sebagai obat. Daun murbei juga diketahui sebagai ramuan kuno obat tradisional Cina untuk mengobati berbagai macam penyakit. Sebagai contoh, daun murbei digunakan untuk menurunkan demam dan melindungi hati (Atmosoedarjo 2000, Kumar dan Chauhan 2008).
Beberapa jenis murbei yang dibudidayakan untuk ulat sutera di antaranya adalah jenis Morus nigra, Morus multicaulis, Morus australis, Morus alba, Morus alba var. Macrophylla dan Morus bombycis. Murbei putih atau Morus alba, terkenal sebagai sumber makanan utama bagi ulat sutra dan secara luas dibudidayakan di Cina. Buah murbei putih, yang juga ditemukan di Amerika Serikat Timur, berwarna putih hingga merah muda, tidak seperti buah merah atau hitam kebanyakan spesies Morus lainnya. Daun, kulit akar, cabang, buah dan juga bagian lain, termasuk getah dan abu kayu, dari tanaman murbei putih ini banyak digunakan dimanfaatkan sebagai bahan dalam persiapan obat. Menurut Atmosoedarjo (2000), seiring dengan berkembangnya teknologi di bidang pertanian, maka kemudian bermunculan varietas-varietas murbei yang baru hasil seleksi dan adaptasi, salah satunya adalah Morus alba var. Kanva. Murbei varietas Kanva merupakan salah satu dari jenis murbei putih (Morus alba). Murbei varietas Kanva memiliki daun berwarna hijau dengan pucuk hijau kekuningan. Bentuk daun murbei varietas Kanva adalah oval dengan tepi daun bergerigi, berukuran sedang, dan permukaan daun tidak mengkilap. Memon et al (2010) menyebutkan bahwa pada famili Morus, Morus alba merupakan salah satu spesies yang memiliki potensi dalam pengukuran antioksidan. Tanaman murbei (Morus alba L.) telah dibudidayakan di berbagai negara termasuk Turki, Azerbaidjan, Iran, Pakistan, India, China, Korea, dan Jepang baik untuk produksi buah maupun daunnya. Daun murbei dapat dikonsumsi dengan berbagai cara. Di Cina, Jepang dan Korea, daun dari spesies murbei dikonsumsi sebagai pangan nutrasetikal antihiperglikemik untuk pasien dengan diabetes melitus. Pembuatan teh murbei yang berasal dari daun murbei juga banyak dikomersialkan di negara China, Jepang dan Thailand untuk digunakan sebagai minuman kesehatan. Konsumsi teh yang terbuat dari daun murbei di Thailand semakin meningkat selama dekade terakhir ini (Memon et al 2010, Kumar dan Chauhan 2008). Daun murbei juga diketahui mengandung sejumlah besar zat gizi. Daun murbei mengandung sejumlah zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh manusia. Kumari et al (2009) menyebutkan bahwa daun murbei juga dipertimbangkan sebagai daun yang kaya zat gizi dan memiliki rasa yang lebih lezat dibandingkan dengan sayuran hijau lainnya seperti sayur bayam. Tabel 2 berikut adalah tabel yang menunjukkan komposisi zat gizi daun murbei :
Tabel 2 Komposisi zat gizi daun murbei Komposisi Protein kasar Lemak kasar Kadar abu Serat kasar Karbohidrat Energi Asam askorbat Beta karoten Kalsium Besi Seng Mangan Tembaga
Kandungan 6.38-10.73% 0.73-1.30% 2.14-3.39% 2.24-3.49% 11.02-16.27% 76-120 kkal/100g 142.99-370.08 mg/100g 3.91-14.79 mg/100g 236.89-730.11 mg/100g 3.81-6.80 mg/100 g 0.99-1.26 mg/100g 0.68-1.30 mg/100g 0.007-0.30 mg/100g Sumber : Kumari et al (2009)
Selain kandungan zat gizi yang cukup lengkap, daun murbei juga diketahui memiliki nilai komponen fenol yang tinggi. Daun murbei dilaporkan kaya akan kandungan flavonoid yang memiliki aktifitas biologis yang berbedatermasuk dalam hal kapasitas antioksidan. Berdasarkan penelitian Damayanthi et al (2007), pada daun murbei segar maupun teh murbei ditemukan kandungan theaflavin, tanin serta kafein. Ketiga senyawa tersebut merupakan flavonoid yang khas terdapat pada daun teh (Camellia sinensis). Penelitian Memon et al (2010) menemukan bahwa terdapat aktivitas antioksidan yang cukup tinggi pada ekstrak buah dan daun murbei. Aktivitas antioksidan dari daun murbei dilaporkan efektif dalam mengikat radikal bebas dan menghambat modifikasi oksidatif pada LDL kelinci dan manusia. Stevia (Stevia rebaudiana) Stevia (Stevia rebaudiana) merupakan tumbuhan hijau kecil yang tumbuh hingga tinggi 65-80 cm. Berbagai spesies dari stevia mengandung komponen yang memiliki potensi sebagai pemanis dan Stevia rebaudiana merupakan spesies yang paling manis di antara jenis stevia lainnya. Stevia merupakan tanaman semi lembab subtropikal yang dapat tumbuh dengan mudah seperti tanaman sayur lain di kebun (Madan et al 2010). Stevia merupakan tanaman paling manis di dunia karena daunnya mengandung diterpene glikosida yang memiliki rasa manis tetapi tidak dimetabolisme dan tidak mengandung kalori. Beberapa diterpene glikosida yang terkandung dari daunnya adalah agylicone, steviol termasuk stevioside, rebaudioside A, rebaudioside B, rebaudioside C, rebaudioside E, steviobioside, dulcoside A, isosteviol, dan dihydroisosteviol yang masing-masing memiliki tingkat kemanisan berbeda-beda antara 50-450 kali lipat lebih manis dari
sukrosa. Penggunaan stevia sebagai pemanis pada awalnya ditemukan di beberapa bagian di Amerika Sentral dan Selatan yang merupakan tempat asli tumbuhan ini. Selama beberapa ratus tahun ini, daun stevia telah digunakan oleh penduduk lokal Guarani Indian di area kecil di Paraguay (perbatasan Brazil) sebagai pemanis. Mereka biasa menggunakan stevia sebagai pemanis pada teh hijau lokal (Kumar et al 2007, Goyal et al 2010). Jepang mulai memasarkan steviosida sebagai pemanis pada tahun 1970an ketika pemanis kimia dilarang dan diganti dengan stevia. Beberapa produk pangan di Jepang seperti makanan laut, minuman ringan, dan permen sudah menggunakan stevia sebagai pemanis. Sejak saat itu, budidaya dari tanaman ini mulai meluas ke negara lain termasuk Cina, Malaysia, Singapura, Korea Selatan, Taiwan, Thailand, Paraguay, Brazil, Amerika Serikat, Canada, dan Eropa. Para ahli dan peneliti di Jepang telah melakukan lebih dari 40.000 studi klinis dan menemukan bahwa Stevia aman untuk digunakan. Di negara Brazil, Korea, dan Jepang ekstrak daun stevia dan steviosida telah resmi diakui sebagai zat aditif makanan (Thomas dan Glade 2010, Goyal et al 2010). Daun stevia juga diketahui mengandung zat gizi yang melimpah termasuk mineral. Berikut
adalah komposisi kandungan zat gizi yang dianalisis
berdasarkan berat kering daun stevia : Tabel 3 Komposisi zat gizi daun stevia per 100 gram Komposisi
Kandungan Proksimat
Air Energi Protein Lemak Karbohidrat total Abu Serat kasar
7g 270 kkal 10 g 3g 52 g 11 g 18 g Mineral
Kalsium Fosfor Besi Natrium Kalium
464.4 mg 11.4 mg 55.3 mg 190 mg 1800 mg Anti nutrisi
Asam oksalat Tannin
40-80 mg 15-25 mg Sumber : Savita et al (2004)
Selain mengandung zat gizi, Thomas dan Glade (2010) menyebutkan bahwa ekstrak daun stevia dilaporkan memiliki derajat aktivitas antioksidan yang tinggi. Selain itu, dapat menghambat pembentukan hiperoksida pada minyak
sarden dengan potensi yang lebih hebat dari DL-α-tokoferol maupun ekstrak teh hijau. Tanaman ini sudah banyak digunakan di beberapa wilayah di dunia seperti Brazil dan Paraguay, sebagai pengendali alami diabetes. Selain itu, Stevia juga telah digunakan untuk membantu mengendalikan berat badan pada penderita obesitas (Goyal et al 2010). Senyawa Fenol Senyawa fenol secara luas terdistribusi dalam tanaman. Senyawa fenol mengandung sedikitnya satu cincin aromatik dengan sedikitnya satu grup hidroksil (OH) yang menempel pada cincin aromatik tersebut. Lebih dari 8000 senyawa fenol telah diidentifikasi. Senyawa fenol bervariasi dari cincin aromatik tunggal hingga polifenol komplek yang memiliki lebih dari satu cincin. Senyawa fenol merupakan metabolit sekunder tanaman yang terlibat dalam berbagai fungsi fisiologis khusus. Senyawa ini mempunyai peran penting bagi mekanisme pertumbuhan, perkembangan dan pertahanan tanaman. Senyawa ini mampu memodulasi aktivitas berbagai enzim. Keterlibatan senyawa fenol dalam proses biokimia dan fisiologis, tidak hanya pada tanaman, tetapi juga pada hewan dan manusia (Webb 2006). Senyawa fenol tidak dapat diproduksi dalam tubuh manusia sehingga untuk memperolehnya dapat melalui diet sehari-hari. Senyawa fenol dalam pangan secara umum telah dikelompokkan sebagai komponen non-gizi dan potensinya dalam meningkatkan kesehatan manusia. Pengetahuan mengenai peran teurapetik dari antioksidan fenol sangat esensial dalam pengembangan pangan fungsional yang mengacu pada peningkatan pangan konvensional dengan penambahan manfaat kesehatan (Maisuthisakul 2006). Senyawa fenol terdiri dari komponen monomer yang sederhana seperti asam fenolat dan komponen polifenol yang lebih komplek seperti tanin yang terhidrolisa dan tanin yang terkondensasi. Flavonoid merupakan grup fenol terbesar dan banyak ditemukan di epidermis daun dan buah-buahan. Flavonoid merupakan polifenol yang memiliki dua cincin aromatik yang tersambung bersama dengan tiga jembatan karbon yang biasanya ditemukan dalam bentuk glikosida. Flavonoid memiliki peran sebagai pigmentasi dan melindungi tanaman dari kerusakan sinar. Flavonoid (Maisuthisakul 2006). Menurut Webb (2006), flavonoid bersifat larut air dan merupakan metabolit sekunder dalam tanaman dan biasanya ditemukan dalam bentuk glikosida.
Pada
dasarnya,
flavonoid
bersifat
termostabil,
tetapi
proses
pemasakan dapat menyebabkan senyawa tersebut larut ke dalam cairan hasil pemasakan sehingga terjadi perubuhan struktur kimia. Flavonoid berkontribusi tinggi terhadap cita rasa dan warna dari beragam buah dan sayuran serta produk turunannya seperti wine, teh, dan coklat. Flavonoid dibagi menjadi beberapa subdivisi yaitu :
Flavonol seperti quercetin, kaempferol, isorhamnetin, luteolin, dan myricetin yang banyak ditemukan dalam sayuran hijau, bawang, apel, tanaman beri, teh, dan minuman anggur merah.
Flavon yang tidak terdistribusi banyak di tanaman, tetapi ditemukan di peterseli dan seledri.
Flavanol yang terdiri dari katekin monomer sederhana yang ditemukan dalam teh hijau, apel, dan aprikot hingga kompleks polimer yang dikenal sebagai proanthrocyanidins yang ditemukan dalam apel, coklat, dan minuman anggur merah.
Anthrocyanidin yang merupakan pigmen yang bertanggung jawab pada pemberian warna merah, biru, atau ungu dari beberapa buah dan bunga seperti anggur dan ceri. Senyawa tersebut melindungi dari kerusakan akibat cahaya dan dapat membantu dalam menarik serangga ke bunga.
Flavonon yang merupakan fenol yang muncul dengan konsentrasi yang tinggi pada buah citrus.
Isoflavonon yang banyak ditemukan dalam kacang kedelai dan sayursayuran.
Senyawa fenol memiliki aktivitas biologis yang berbeda, tetapi peran yang paling penting adalah sebagai aktivitas antioksidan. Dalam tubuh senyawa fenol dapat berperan sebagai antioksidan yang menangkap radikal bebas. Senyawa fenol bertindak sebagai antioksidan karena kemampuannya menyumbangkan elektron serta efektifitasnya menstabilisasi radikal bebas dalam mencegah terjadinya oksidasi pada tingkat selular dan fisiologi. Aktivitas antioksidan fenol dalam pangan tidak hanya tergantung pada jumlah dan lokasi grup hidroksil, tetapi juga pada faktor seperti interaksi dengan komponen pangan lainnya dan kondisi
lingkungan.
Pada
berbagai
jenis
penelitian,
komponen
fenol
menunjukkan aktivitas antioksidan yang lebih kuat dari vitamin C, vitamin E dan karotenoid (Webb 2006).
Penelitian secara in vivo dan in vitro menunjukkan bahwa flavonoid memiliki aktivitas antioksidan. Flavonoid mengandung sejumlah kelompok hidroksil fenol yang melekat pada struktur cincin, yang memberi aktivitas antioksidan. Variabilitas dari flavonoid didasarkan pada hidroksilasi dari cincin piron, adanya ikatan rangkap, jumlah hidroksil dalam cincin A dan cincin B, dan / atau atom yang terikat ganda pada oksidgen oksigen yang melekat ke posisi 4 dari cincin C. Flavonoid dapat bersifat monomer, dimer, atau oligomer. Flavonoid polimer, yang dikenal sebagai tanin, dibagi menjadi dua kelompok, terkondensasi dan terhidrolisa. Tanin terkondensasi adalah polimer flavonoid sedangkan tanin terhidrolisa mengandung asam galat (Maisuthisakul 2006). Flavonoid dan asam fenolat bertindak sebagai antioksidan dengan beberapa cara. Cara utama adalah dengan memecah reaksi rantai radikal bebas. Interaksi antara flavonoid dan asam fenolat dengan antioksidan lainnya seperti asam askorbat dan tokoferol merupakan salah satu cara fenol dalam bertindak sebagai antioksidan. Katekin dan epimer bertindak sebagai antioksidan kuat dengan secara langsung menghilangkan superoksida anion radikal. Kaempferol dan quercetin beserta turunannya juga diketahui menunjukkan aktivitas antiradikal yang kuat (Webb 2006, Maisuthisakul 2006). Antioksidan Antioksidan adalah senyawa yang mempunyai struktur molekul yang dapat memberikan elektronnya dengan cuma-cuma kepada molekul radikal bebas tanpa terganggu sama sekali fungsinya dan dapat memutus reaksi berantai dari radikal bebas. Senyawa ini dapat menunda, menghambat, atau mencegah oksidasi dengan mengikat radikal bebas dan mengurangi stres oksidatif. Stres oksidatif merupakan kondisi ketidakseimbangan karena kuantitas dari oksigen yang reaktif muncul secara berlebihan pada tingkat yang dibutuhkan untuk fungsi sel normal. Oksidasi pada sistem biologis dapat mengarahkan pada penurunan kualitas makanan, disfungsi sel membran, penyakit jantung koroner, kanker, kerusakan DNA, dan penuaan (Karori et al 2007). Secara ideal, antioksidan harus memenuhi beberapa persyaratan yaitu : (1) tidak mempunyai efek fisiologis yang berbahaya; (2) tidak menyebabkan terbentuknya flavor, odor atau warna yang tidak disukai pada lemak atau makanan; (3) efektif pada konsentrasi rendah; (4) larut dalam lemak; (5) tahan terhadap proses pengolahan; (6) mudah diperoleh; dan (7) ekonomis (Muchtadi et al 1993).
Antioksidan merupakan senyawa yang terdapat secara alami dalam hampir semua bahan pangan. Senyawa ini berfungsi untuk melindungi bahan pangan dari kerusakan karena terjadinya reaksi oksidasi lemak atau minyak yang menjadikan bahan pangan berasa dan beraroma tengik. Antioksidan di dalam makanan dapat berasal dari senyawa antioksidan yang sudah ada dari satu atau dua komponen makanan, senyawa antioksidan yang terbentuk dari reaksi-reaksi selama pengolahan, dan senyawa antioksidan yang diisolasi dari sumber alami dan ditambahkan ke makanan sebagai bahan tambahan pangan (Kumalaningsih 2006). Berdasarkan fungsinya bagi tubuh, antioksidan dibagi menjadi tiga, yaitu antioksidan primer, sekunder dan tersier. Antioksidan primer bekerja untuk mencegah pembentukan senyawa radikal baru, yaitu mengubah radikal bebas yang ada menjadi molekul yang berkurang dampak negatifnya sebelum senyawa radikal bebas bereaksi. Contoh antioksidan primer adalah SuperoksidaDismutase (SOD), Glutation Peroksidase (GPx) dan protein pengikat logam. Antioksidan sekunder bekerja dengan cara mengkelat logam yang bertindak sebagai prooksidan, menangkap radikal dan mencegah terjadinya reaksi berantai. Contoh antioksidan sekunder adalah vitamin E, vitamin C, β-caroten. Antioksidan tersier bekerja memperbaiki kerusakan biomolekul yang disebabkan radikal bebas. Contoh antioksidan tersier adalah enzim-enzim yang memperbaiki DNA dan metionin sulfida reduktase (Ananda 2009). Menurut Fennema (1996) untuk hasil maksimal, antioksidan-antioksidan primer biasanya dikombinasikan dengan antioksidan fenol atau dengan berbagai agen pengkelat logam lainnya. Suatu kesinergisan terjadi ketika antioksidanantioksidan bergabung sehingga menghasilkan aktivitas yang lebih besar dibandingkan
aktivitas
antioksidan
yang
diuji
sendiri-sendiri.
Dua
jenis
antioksidan sangat dianjurkan. Antioksidan yang satu untuk menangkap atau meredam radilkal bebas; antioksidan yang lain mengkombinasikan aktivitas sebagai peredam radikal bebas dan sebagai agen pengkelat. Berdasarkan sumbernya antioksidan dibagi dalam dua kelompok, yaitu antioksidan sintetik (antioksidan yang diperoleh dari hasil sintesa reaksi kimia) dan antioksidan alami (antioksidan hasil ekstraksi bahan alami). Beberapa contoh antioksidan sintetik yang diijinkan penggunaannya secara luas diseluruh dunia untuk digunakan dalam makanan adalah Butylated Hidroxyanisol (BHA), Butylated Hidroxytoluene (BHT), Tert-Butylated Hidroxyquinon (TBHQ) dan
tokoferol. Antioksidan tersebut merupakan antioksidan yang telah diproduksi secara sintetis untuk tujuan komersial (Buck 1991). Antioksidan alami meliputi flavonoid, asam oksiaromatik, vitamin C dan E, karotenoid dan senyawa lain. Dalam beberapa tahun terakhir, flavonoid semakin terkenal karena memiliki sifat antikarsinogenik, antisklerotis, antialergenik properti, dan aktivitas antioksidan yang beberapa kali lebih kuat daripada αtokoferol, vitamin C, dan β-karoten. Kombinasi dari flavonoid alami yang terkandung dalam sayuran, tanaman beri, buah, padi-padian, biji-bijian, kacangkacangan, dan lain-lain terbukti efektif. Flavonoid disintesis oleh tanaman untuk melindungi diri dari proses oksidatif dan selama evolusi jangka panjang mereka membentuk kombinasi yang optimal (Yashin et al 2011).
METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai bulan Agustus 2012. Penelitian dilakukan di Laboratorium Pengolahan Pangan, Laboratorium Organoleptik, Laboratorium Biokimia Zat Gizi, dan Laboratorium Analisis Zat Gizi Mikro, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Bahan dan Alat Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan dan alat untuk pembuatan dan analisis kimia teh celup campuran teh hijau-murbeistevia. Bahan untuk pembuatan teh adalah daun teh hijau curah yang berasal dari PPTK Gambung, teh murbei yang berasal dari Teaching Farm Sutera Alam IPB serta daun stevia kering yang berasal dari Balai Penelitian Tanaman Obat dan Tropikal (Balitro) Bogor. Bahan untuk analisis kimia adalah sampel teh hasil dari tahap pembuatan teh celup campuran teh hijau-murbei-stevia yang telah diformulasikan sesuai dengan rancangan perlakuan. Bahan untuk analisis sifat kimia adalah, methanol (pa) 96 persen, air bebas ion, DPHH (1,1-diphenyl-2-picryl hydrazil), FolinCiocalteu, natrium bikarbonat (Na2CO3), asam galat, dan asam askorbat. Alat yang digunakan untuk proses pembuatan teh adalah blender, kantong, dan benang celup. Alat dan instrumen yang digunakan untuk uji sifat kimia adalah mortal, pestel, tabung reaksi, pipet volumetrik, pipet Mohr, spatula, labu erlenmeyer, oven, tanur, rotavapor dan spektrofotometer. Tahapan Penelitian dibagi menjadi dua tahap yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan adalah penentuan proporsi daun stevia kering untuk kemudian hasilnya digunakan pada penelitian utama. Penelitian utama bertujuan menguji sifat kimia (uji total fenol dan uji antioksidan) seluruh formula teh celup campuran teh hijau-murbei-stevia dan daya terima panelis melalui uji organoleptik. Pada penelitian utama juga dilakukan uji kadar air, kadar ekstrak air, kadar abu, dan kadar abu larut air pada formula yang terpilih yang terlampir pada Lampiran 1. Berikut adalah tahapan prosedur penelitian ini :
Penelitian Pendahuluan Penentuan Proporsi Daun Stevia Kering Proporsi stevia dilakukan setelah daun stevia dikeringkan. Setelah dikeringkan daun stevia digiling menjadi serat kasar. Hasil penggilingan kemudian ditimbang dan dikemas ke dalam kantong celup. Proporsi stevia yang diuji diharapkan memiliki tingkat kemanisan yang setara dengan 20 gr gula sukrosa. Perhitungan jumlah daun stevia kering yang setara dengan 20 gr sukrosa dapat dilihat pada Lampiran 1. Daun stevia kering dengan proporsi yang telah ditentukan tersebut diseduh pada air seduhan teh hitam celup sebanyak 200 ml. Hasil taraf yang terpilih merupakan proporsi yang kemudian digunakan dalam formulasi teh Camellia-murbei. Penentuan proporsi stevia dilakukan dengan menguji tingkat kemanisan daun stevia yang telah diseduh disukai kepada 15 belas panelis mahasiswa. Panelis diberikan kuisioner seperti yang terlampir pada Lampiran 2. Penelitian Utama Pembuatan Teh Celup Campuran Teh hijau-murbei-stevia Pembuatan
teh
dilakukan
dengan
mencampurkan
bahan-bahan
campuran antara teh hijau, teh murbei, dan daun stevia kering dengan metode dry mixing. Ketiga bahan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam kantong celup berukuran 3 gram. Setelah proporsi daun stevia ditetapkan berdasarkan uji organoleptik, maka proporsi daun stevia bertindak sebagai perlakuan tetap. Formulasi teh celup campuran teh hijau-murbei-stevia didasarkan pada presentase teh murbei dalam campuran teh hijau dan teh murbei sebanyak 3 gram yang telah dikurangi proporsi daun stevia yang diperoleh pada tahap penelitian pendahuluan. Berikut adalah presentase teh murbei yang digunakan dalam formulasi : Tabel 4
Presentasi teh murbei dalam formulasi teh celup campuran teh hijaumurbei-stevia
Bahan Teh murbei Teh hijau
FA 20% 80%
FB 35% 65%
Presentase FC 50% 50%
FD 65% 35%
FE 80% 20%
Uji Organoleptik Pada tahap ini dilakukan evaluasi terhadap karakterisik organoleptik teh celup campuran teh hijau-murbei-stevia. Karakteristik organoleptik teh celup
campuran teh hijau-murbei-stevia diuji oleh satu orang panelis pencicip perseorangan (individual expert) dari Pusat Penelitian Teh dan Kina (PPTK) Gambung.
Karakteristik
organoleptik
diuji
didasarkan
pada
parameter
organoleptik SNI teh hijau celup (SNI 01-4324-1996). Parameter organoleptik yang diuji meliputi kenampakan teh kering, warna, rasa, dan aroma dari air seduhan, serta ampas seduhan. Setiap parameter yang diuji memiliki mutu skor yang berbeda-beda. Kenampakan teh kering dinilai berdasarkan kenampakan teh sebelum diseduh. Kenampakan dinilai dari A sampai E dengan nilai A = sangat baik, B = baik, C = sedang, D = kurang baik, dan E = tidak baik. Untuk ampas seduhan dinilai setelah teh diseduh. Ampas seduhan dinilai dari a sampai e dengan nilai a = hijau dan dan sangat cerah, b = hijau cerah, c = hijau agak cerah, d = hijau kecoklatan, dan e = suram/gelap. Parameter warna, rasa, dan aroma air seduhan dinilai dengan terlebih dahulu teh diseduh. Teh celup campuran teh hijau-murbei-stevia diseduh dengan cara memasukkan satu kantong contoh teh celup ±3 gram ke dalam gelas berukuran 300 ml. Kemudian ditambahkan air mendidih sebanyak 200 ml dan gerakkan kantong naik turun selama 5 menit. Selanjutnya kantong dikeluarkan dari larutan dan dinginkan sampai suhu kamar. Nilai untuk warna air seduhan dinilai dari 1 sampai 5 dengan nilai 1 = warna merah, 2 = merah kekuningan, 3 = kuning kemerahan cukup cerah, 4 = kuning kehijauan cerah, 5 = hijau kekuningan sangat cerah. Skor untuk rasa air seduhan dinilai dari 21 sampai 49
dengan nilai 21-29 = tidak enak sampai
kurang enak, 31-39 = sedang sampai enak, dan 41-49 = enak sampai sangat enak dan memuaskan. Untuk aroma dinilai dari 1 sampai 5 dengan nilai 1 = tidak wangi, 2 = kurang wangi, 3 = normal, 4 = wangi, dan 5 = sangat wangi. Uji Total Fenol Pengujian
total
fenol
dilakukan
dengan
menggunakan
metode
Javanmardi et al (2003) dengan beberapa modifikasi untuk penyesuaian sampel. Uji total fenol dilakukan dengan terlebih dahulu mengekstraksi sampel dengan larutan methanol. Sampel berupa serbuk teh celup campuran teh hijau-murbeistevia sebanyak 0.2 g dilarutkan dalam 25 ml methanol. Campuran kemudian diaduk dengan menggunakan vortex. Selanjutnya dipisahkan filtrat dan residu sampel menggunakan alat sentrifuge dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit. Filtrat kemudian dipekatkan dengan alat rotavapor. Hasil dari pemekatan
filtrat selanjutnya ditambahkan metanol hingga mencapai volume 5 ml. Berikut disajikan tahapan pengujian total fenol : Dicampurkan dan diamkan selama 3 menit larutan sampel dan air bebas ion hingga 4,5 ml + 0,5 ml pereaksi Folin-ciocalteau Ditambahkan 2 ml Na2CO3 20% kemudian inkubasi 45 menit suhu 60 0C
Diukur absorbansi dengan λ 756,5 nm
Dibuat kurva standar dengan larutan asam galat Gambar 1 Prosedur analisis total fenol Ekstrak bahan yang digunakan untuk analisis sebanyak 20 µl dan dilarutkan dengan air bebas ion hingga 4,5 ml. Perhitungan total fenol menggunakan ekuivalen dapat dilihat pada Lampiran 3. Uji Antioksidan Pengujian antioksidan dilakukan dengan menggunakan metode DPPH yang dimodifikasi dari Molyneux (2004) menyesuaikan dengan kondisi sampel. Berikut disajikan tahapan pengukuran analisis antioksidan : 1 ml DPPH 1mM, 2 ml methanol dimasukkan ke dalam tabung reaksi
Dimasukkan larutan sampel ke dalam tabung reaksi sebanyak 20 µl dan ditambahkan air bebas ion hingga volume 2ml,vorteks hingga homogen
Ditaruh dalam ruang gelap suhu 37 0C selama 30 menit
Pembacaan absorbansi pada 517 nm dengan akuades sebagai blanko dan DPPH (metanol) sebagai kontrol
Penurunan absorbansi menunjukkan aktivitas antioksidan dan digunakan kurva standar asam askorbat dengan satuan AEAC
Gambar 2 Prosedur analisis antioksidan
Ekstrak masing-masing formula dimasukan ke dalam tabung reaksi sebanyak 20 μl lalu ditambahkan larutan DPPH 1 mM dalam methanol. Volume dicukupkan sampai 5.0 ml dengan menambahkan air bebas ion, kemudian diinkubasi pada suhu 37 0C selama 30 menit. Selanjutnya serapannya diukur pada panjang gelombang 512 nm. Sebagai kontrol positif dan untuk pembanding digunakan vitamin C. Satuan aktivitas antioksidan dinyatakan dalam AEAC (Ascorbic acid Equivalent Antioksidant Capacity). Perhitungan nilai antioksidan sampel dapat dilihat pada Lampiran 4. Skema Alur Penelitian Teh hijau
Teh murbei
Daun stevia kering
Uji tingkat kesukaan
Formulasi Digiling Mix drying
Teh celup campuran teh hijau-murbei-stevia FA, FB, FC, FD, FE
Uji Organoleptik
Uji Antioksidan
Uji Total fenol
Formula terpilih
Kadar air, kadar ekstrak air, kadar abu, kadar abu larut air Gambar 3 Skema alur penelitian
Rancangan Percobaan Unit percobaan dalam penelitian ini adalah teh celup campuran teh hijaumurbei-stevia sebanyak 3 gram. Faktor yang digunakan dalam penelitian ini adalah taraf presentasi daun murbei terhadap teh celup campuran teh hijaumurbei-stevia. Unit percobaan yang diamati adalah teh celup dengan campuran teh murbei, teh hijau, dan daun stevia kering. Perlakuan yang diberikan pada unit percobaan adalah presentasi teh murbei dalam lima formula teh celup campuran teh hijau-murbei-stevia. Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap dengan dua kali ulangan. Pada setiap kombinasi perlakuan dikenakan dua kali ulangan sehingga diperlukan 10 unit percobaan (10 x 3 g = 30 g).: Yij = µ + Ai + ϵij Keterangan : Yijk
= Nilai pengamatan respon karena pengaruh presentase teh murbei dalam teh celup campuran teh hijau-murbei-stevia taraf ke-i pada tingkat ulangan ke-j
µ
= Nilai pengaruh rata-rata peubah respon
Ai
= Nilai pengaruh faktor A taraf ke-i
ϵij
= Galat pada variable respon ke-k (1,2) karena pengaruh perlakuan A Pengolahan dan Analisis Data Data diolah menggunakan Microsoft Excel dan SPSS 16.0 for Windows.
Data hasil uji organoleptik pada penelitian pendahuluan diolah dengan menggunakan persentase penerimaan dengan Microsoft Excel. Untuk data hasil uji organoleptik pada penelitian utama, hasil uji dianalisis secara deskriptif. Untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap total fenol dan antioksidan teh celup campuran teh hijau-murbei-stevia dilakukan analisis dengan menggunakan uji Duncan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan akibat perlakuan yang diberikan. Selanjutnya dilakukan analisis dengan menggunakan uji korelasi Pearson untuk mengetahui korelasi antar sampel dan korelasi antara total fenol dan antioksidan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Proporsi Daun Stevia Kering Tahap awal dari penelitian ini adalah pembuatan daun stevia kering yang akan digunakan untuk menetapkan proporsi daun stevia kering yang sesuai dengan daya terima sebagai bagian dari formulasi. Stevia (Stevia rebaudiana Bertoni) merupakan salah satu jenis tanaman herbal manis. Penggunaan stevia sebagai pemanis dapat ditemukan di beberapa bagian di Amerika Sentral dan Selatan yang merupakan tempat asli tumbuhan ini. Saat ini stevia merupakan salah satu pemanis alami yang banyak digunakan sebagai subtitusi gula (Madan et al 2010). Rasa manis stevia diperoleh dari glikosida yang terdapat pada bagian daunnya. Kumar et al (2007) melaporkan bahwa stevia merupakan tanaman paling manis di dunia karena daunnya mengandung diterpene glikosida yang memiliki rasa manis dan tidak mengandung kalori. Komponen glikosida yang terkandung dalam stevia adalah steviosida dan rebaudiosida yang diketahui memiliki tingkat kemanisan 200-300 kali daripada sukrosa. Daun stevia kering yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Badan Penelitian Tanaman Tropika dan Obat (Balitro) Bogor. Pembuatan daun stevia kering dilakukan dengan metode pengeringan sinar matahari. Menurut Effendi (2009), pengeringan sinar matahari atau penjemuran merupakan pengeringan
yang
dilakukan
dengan
menggunakan
bahan-bahan
yang
disediakan alam seperti angin dan sinar matahari. Pengeringan dengan sinar matahari efektif karena suhu yang dicapai sekitar 35 0C sampai 45 0C. Selain suhu, lama pengeringan juga merupakan satu faktor penting. Pada pembuatan daun stevia kering, lama waktu penjemuran yang digunakan adalah tiga jam dari pukul 8.00-11.00 pagi. Penjemuran dilakukan pada waktu tersebut agar dapat menghasilkan daun stevia kering dengan mutu yang baik. Pengeringan yang terlalu lama dapat menyebabkan bahan menjadi hitam karena sinar ultra violet dari matahari dapat menyebabkan tumbuhnya jamur. Pengeringan yang tepat pada daun stevia juga bertujuan untuk menghilangkan aroma kurang enak yang berasal dari daun (Effendi 2009). Walaupun rasa daun stevia kering sangat manis, namun pada konsentrasi yang cukup tinggi, daun stevia kering memiliki after taste yang sedikit pahit seperti likoris (Kumar et al 2007). Sebagai pemanis, rasa manis daun stevia
kering muncul lebih lambat namun bertahan lebih lama dibandingkan dengan sukrosa. Penelitian yang dilakukan Savita et al (2004) menunjukkan bahwa berdasarkan penilaian dari 50% panelis, durasi dari stimulus rasa manis pada daun stevia kering lebih lama daripada sukrosa yaitu 40 detik lebih lama. Uji organoleptik pada penelitian pendahuluan ini bertujuan untuk menentukan proporsi daun stevia kering agar tingkat kemanisan daun stevia kering yang digunakan dalam penelitian ini sesuai dengan daya terima. Uji organoleptik ini dilakukan pada 15 panelis mahasiswa dengan memberikan kuisioner terlebih dahulu. Proporsi daun stevia kering yang diuji organoleptik pada penelitian ini ditentukan dengan menghitung kadar daun stevia kering yang setara dengan 20 gr sukrosa. Menurut Madan et al (2010), daun stevia memiliki 20-30 kali tingkat kemanisan daripada sukrosa. Daun stevia kering diuji pada proporsi 0.5 gr, 0.75 gr, dan 1 gr dalam 200 ml air seduhan teh hitam. Panelis diberikan kuisioner untuk memilih proporsi mana yang paling disukai. Berikut adalah hasil dari uji organoleptik daun stevia : 100,0 80,0 60,0
46,7
40,0
Panelis
40,0 13,3
20,0 0,0 0.5 g
0.75 g
1g
Gambar 4 Tingkat kesukaan terhadap konsentrasi kemanisan daun stevia kering Hasil uji organoleptik menunjukkan bahwa 40% memilih daun stevia kering dengan proporsi 0.5 gr, 13,3% memilih dengan proporsi 0.75 gr, dan 46,7% memilih proporsi 1 gr. Penelitian Savita et al (2004) menunjukkan bahwa proporsi 1 gr daun stevia kering dalam 100 ml air memiliki rasa yang setara dengan larutan sukrosa yang mengandung 20 gr sukrosa. Berdasarkan hasil uji organoleptik, maka proporsi daun stevia kering yang akan digunakan dalam formulasi adalah 1 gr sebagai faktor perlakuan tetap. Komposisi gizi dari daun stevia yang dianalisis secara berat kering menunjukkan bahwa kandungan energi dari daun stevia adalah 2,7 kkal per gram sehingga daun stevia dapat dikatakan sebagai pemanis rendah kalori
karena rasa manisnya lebih kuat dibandingkan dengan pemanis lainnya yang juga berkalori rendah seperti kalium asesulfam (bebas kalori), aspartam (4 kkal/gram), sakarin (non-kalori) dan sukralosa (non-kalori). Kontribusi kalori sukrosa yang sebesar 4 kkal per gram juga dianggap lebih tinggi dibandingkan stevia karena sukrosa sudah sering dimanfaatkan oleh tubuh dan memiliki potensi untuk meningkatkan status gizi menjadi overweight. Dalam konteks ini, penggunaan stevia sebagai pemanis rendah kalori bisa menjadi potensi dalam membatasi asupan kalori dalam diet (Savita et al 2004). Pembuatan Teh Celup Campuran teh hijau-murbei-stevia Pembuatan teh celup dilakukan dengan mencampurkan tiga bahan yaitu teh hijau, teh murbei, dan daun stevia kering. Bahan-bahan tersebut dicampur setelah masing-masing bahan diolah dari tempat bahan diperoleh. Teh hijau dan teh murbei diperoleh dari Pusat Penelitian Teh dan Kina (PPTK) Gambung, sedangkan daun stevia kering diperoleh dari Balitro Bogor. Pengolahan teh hijau dan teh murbei yang dilakukan di PPTK Gambung pada dasarnya hampir sama yaitu terdiri dari beberapa tahap proses fisik dan mekanis yang berlangsung secara berkesinambungan tanpa proses oksidasi enzimatis. Pada pengolahan teh hijau dan teh murbei, bahan pucuk teh segar harus sesegera mungkin diolah karena katekin tidak boleh mengalami perubahan akibat terjadinya oksidasi yang dapat menyebabkan warna air seduhan menjadi merah. Berdasarkan Afandi et al (2002), tahapan proses pengolahan teh hijau dan teh murbei adalah pelayuan, penggulungan, pengeringan, dan sortasi kering. Pelayuan pada pengolahan teh bertujuan untuk menonaktifkan enzim polifenol oksidasi dan menurunkan kandungan air dalam pucuk hingga menjadi lentur dan mudah tergulung. Proses pelayuan ini harus selalu dilakukan segera setelah daun teh dipetik. Suhu pelayuan yang baik berkisar antara 80-100 0C. Penggunaan suhu pelayuan lebih dari 100 0C akan mengakibatkan lepuh (blister) pada teh hijau yang dihasilkan, yaitu terjadi bintik/noda-noda putih pada permukaan teh kering, dan kecenderungan daun menjadi gosong akan lebih besar. Pelayuan pada daun murbei dilakukan dengan cara menggunakan uap panas yang tinggi menggunakan steamer dalam waktu 3-5 menit untuk menonaktifkan enzim sehingga daun murbei menjadi lemas dan lembut serta mengeluarkan bau yang khas. Penggulungan pada dasarnya merupakan tahap pengolahan yang bertujuan membentuk mutu secara fisik karena selama penggulungan pucuk teh
akan dibentuk menjadi gulungan kecil dan sedikit potongan kecil. Lama penggulungan untuk teh hijau sebaiknya tidak lebih dari 30 menit dihitung sejak pucuk layu masuk ke mesin penggulungan, sedangkan untuk teh murbei penggulungan dilakukan selama 30-40 menit. Pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air sampai 3-4% sehingga daya simpan teh kering meningkat, dan membantu memperbaiki dan meningkatkan bentuk menggulung teh jadi. Selain itu, dengan menurunnya kandungan air, zat lendir yaitu pektin yang secara berangsur-angsur akan membentuk jendalan yang bersifat lengket sehingga dapat berfungsi sebagai zat perekat yang akan membantu menghasilkan teh dengan penampakan teh gulung yang baik. Setelah tahap pengeringan, langkah terakhir dalam proses pembuatan teh hijau dan teh murbei adalah sortasi kering. Sortasi kering merupakan kegiatan pengelompokan teh jadi ke dalam jenis-jenis mutu dengan bentuk dan ukuran yang spesifik sesuai dengan standar teh hijau dan teh murbei. Sortasi kering bertujuan untuk memisahkan, memurnikan, membuat, dan membentuk jenis mutu agar teh dapat diterima di pasaran. Formulasi dilakukan dengan menambahkan daun stevia kering sebanyak 1 gram sebagai faktor perlakuan tetap dalam teh celup campuran teh hijaumurbei-stevia. Setelah itu dimasukkan 2 gram campuran teh murbei dan teh hijau yang telah ditentukan menjadi lima taraf ke dalam kantong celup berukuran 3 gram. Formulasi teh celup campuran teh hijau-murbei-stevia disajikan dalam Tabel 5 berikut : Tabel 5 Komposisi teh celup campuran teh hijau-murbei-stevia Bahan
FA 0,4 1,6 1 3
Berat bahan dalam formula (gram) FB FC FD 0,7 1 1,3 1,3 1 0,7 1 1 1 3 3 3
Teh murbei Teh hijau Daun stevia kering Total Keterangan : FA = formulasi teh celup campuran teh hijau-murbei-stevia dengan 13.33% 53.33% teh hijau dan 33.34% daun stevia kering dari berat total FB = formulasi teh celup campuran teh hijau-murbei-stevia dengan 23.33% 43.33% teh hijau dan 33.34% daun stevia kering dari berat total FC = formulasi teh celup campuran teh hijau-murbei-stevia dengan 33.33% 33.33% teh hijau dan 33.34% daun stevia kering dari berat total FD = formulasi teh celup campuran teh hijau-murbei-stevia dengan 43.33% 23.33% teh hijau dan 33.34% daun stevia kering dari berat total FE = formulasi teh celup campuran teh hijau-murbei-stevia dengan 53.33% 13.33% teh hijau dan 33.34% daun stevia kering dari berat total
FE 1,6 0,4 1 3
teh murbei, teh murbei, teh murbei, teh murbei, teh murbei,
Teh murbei, teh hijau, dan daun stevia kering digiling sampai memiliki ukuran 8 mesh sesuai dengan standar SNI Teh hijau celup. Setelah digiling, ketiga bahan dicampur dengan metode dry mixing selama kurang lebih 30 menit sampai bahan dapat tercampur dengan baik. Bahan yang telah tercampur dengan baik kemudian dimasukkan ke dalam kantung teh celup sebanyak 3 gram. Penggunaan teh hijau, teh murbei, dan daun stevia kering dalam formulasi ini bertujuan untuk menambah nilai fungsional dalam teh celup. Dengan mencampurkan ketiga bahan tersebut, teh celup ini juga diharapkan dapat menjadi minuman fungsional yang dapat diterima secara organoleptik dan bermanfaat bagi kesehatan. Karakteristik Organoleptik Formulasi teh celup campuran teh hijau-murbei-stevia menghasilkan lima formula teh celup campuran teh hijau-murbei-stevia yaitu FA, FB, FC, FD, dan FE. Karakteristik organoleptik teh diperoleh dengan melakukan uji organoleptik oleh panelis pencicip perseorangan (ndividual expert) dari Pusat Penelitian Teh dan Kina Gambung. Parameter organoleptik yang diuji didasarkan pada SNI teh hijau celup meliputi kenampakan teh kering, warna, rasa, dan aroma dari air seduhan, serta ampas seduhan. Setiap parameter yang diuji memiliki mutu skor yang berbeda-beda sesuai dengan standar SNI 01-4324-1996. Kenampakan teh kering Kenampakan teh kering dilihat dari kenampakan teh celup celup campuran teh hijau-murbei-stevia sebelum diseduh. Penilaian kenampakan teh kering merupakan kombinasi unsur-unsur penilaian (warna, bentuk, bau, tekstur, keragaman ukuran, dan benda asing) dengan rentang nilai dari kenampakan teh kering dinilai dari tidak baik sampai dengan baik dengan nilai A sampai E. Tabel 6 berikut menampilkan nilai kenampakan kering teh celup celup campuran teh hijau-murbei-stevia: Tabel 6 Kenampakan kering teh celup celup campuran teh hijau-murbei-stevia Sampel FA FB FC FD FE
Kenampakan teh kering (A-E) B B B B B
Keterangan Baik Baik Baik Baik Baik
Data pada Tabel 6 menunjukkan bahwa kenampakan teh kering FA, FB, FC, FD, dan FE mendapatkan nilai B yaitu baik. Kenampakan kering kelima formulasi teh celup campuran teh hijau-murbei-stevia memiliki warna kehitaman
dengan bentuk tidak tergulung ataupun keriting dan ukuran seragam. Kenampakan kering seluruh formula teh celup campuran teh hijau-murbei-stevia mendapatkan skor B karena meskipun tidak terdapat benda asing, tetapi masih terdapat sedikit tulang serat daun pada campuran teh kering. Proses pengolahan dari masing-masing bahan mempengaruhi kenampakan teh kering dari teh celup campuran teh hijau-murbei-stevia. Warna air seduhan Parameter warna seduhan merupakan kesan pertama terhadap produk yang dinilai dengan indra penglihatan. Warna dari air seduhan teh celup campuran teh hijau-murbei-stevia dinilai setelah satu kantong teh celup diseduh pada air mendidih sebanyak 200 ml selama lima menit. Parameter warna yang dinilai meliputi jenis warna dan sifat hidup air seduhan. Warna normal bila air seduhan ini berwarna merah hingga hijau kekuningan sangat cerah. Berikut adalah nilai mutu warna formula teh celup campuran teh hijau-murbei-stevia : Tabel 7 Warna air seduhan teh celup campuran teh hijau-murbei-stevia Sampel FA FB FC FD FE
Warna (1 s/d 5) 4 4 4 4 4
Keterangan Kuning kehijauan cerah Kuning kehijauan cerah Kuning kehijauan cerah Kuning kehijauan cerah Kuning kehijauan cerah
Formula FA, FB, FC, FD, dan FE mendapatkan skor 4 yang menunjukkan bahwa semua formula memiliki warna kuning kehijauan cerah. Warna hasil seduhan ini merupakan refleksi dari pigmen serta komponen fenol yang terkandung dalam ketiga bahan campuran yaitu teh hijau, teh murbei, dan daun stevia kering. Chaturvedula dan Prakash (2011) menyebutkan bahwa rasio klorofil A yang berwarna hijau gelap dan klorofil B yang berwarna hijau kekuningan merupakan salah satu penentu warna seduhan. Warna kuning dari seduhan teh celup campuran teh hijau-murbei-stevia ditentukan oleh senyawa flavonol larut air terkandung dalam teh hijau, teh murbei, dan daun stevia kering yang meliputi kaempferol, quercetin, isoquercetin, myricetin, myricitrin, rutin, dan lain-lain. Selain itu, warna kuning juga muncul dari antosianin larut air dan flavon yaitu apigenin, isovitexin, vitexin, saponarin. Rasa air seduhan Rasa air seduhan dari teh merupakan hasil dari keseimbangan dari variasi sensasi rasa yang berasal dari teh hijau, teh murbei, dan daun stevia kering. Berdasarkan SNI teh hijau celup, karakteristik organoleptik dinilai dari
skor 21-49 dengan penilaian dari tidak enak sampai sangat enak dan memuaskan. Hasil organoleptik teh celup campuran teh hijau-murbei-stevia ditampilkan pada Tabel 8 berikut : Tabel 8 Rasa air seduhan teh celup campuran teh hijau-murbei-stevia Sampel FA FB FC FD FE
Rasa (21-49) 37 37 37 37 37
Keterangan Sedang sampai enak Sedang sampai enak Sedang sampai enak Sedang sampai enak Sedang sampai enak
Berdasarkan Tabel 8, dapat dilihat bahwa nilai rasa dari kelima formula relatif sama, yaitu berada dalam rentang nilai 31-39 dengan kategori sedang sampai enak. Nilai 37 menunjukkan bahwa rasa teh celup campuran teh hijaumurbei-stevia sudah mendekati rasa enak. Rasa air seduhan dinilai berdasarkan kekuatan rasa, rasa asing, dan rasa pahit. Kekuatan rasa merupakan kombinasi rasa yang membentuk rasa khas teh dan kekuatan rasa penyedap yang sengaja ditambahkan. Menurut Chaturvedula dan Prakash (2011), rasa asing adalah rasa yang menyimpang dari rasa khas teh maupun rasa penyedap yang ditambahkan. Hasil formulasi dari teh hijau, teh murbei, dan daun stevia kering menghasilkan rasa yang cukup kuat dan khas, rasa asing berupa adanya sensasi rasa manis, serta rasa pahit yang cukup kuat yang merupakan karakteristik dari formulasi teh celup campuran teh hijau-murbei-stevia. Katekin dan komponen fenol lain yang terkandung dalam teh hijau dan teh murbei memberikan rasa sepat dan pahit dari air seduhan teh celup campuran teh hijau-murbei-stevia. Katekin teh larut dalam air, tidak berwarna, serta membawa sifat pahit dan sepat pada seduhan teh. Kafein dan asam amino seperti arginin dan alinin yang terkandung dalam campuran teh hijau dan teh murbei juga memberi kontribusi terhadap rasa pahit pada teh celup campuran teh hijau-murbei-stevia (Chaturvedula dan Prakash 2011). Selain karena pengaruh komponen tersebut, menurut Kumar et al (2007), daun stevia juga diketahui memiliki sensasi after taste yang pahit seperti likoris. Adanya sensasi rasa manis pada teh celup campuran teh hijau-murbei-stevia berasal dari daun stevia kering yang diketahui memiliki rasa manis yang berasal dari komponen steviosida dan rebaudiosida.
Aroma air seduhan Selain warna dan rasa, aroma seduhan juga memegang peranan dalam pengaruh sensori dari suatu bahan pangan. Aroma merupakan aspek penting yang dapat menentukan kualitas teh serta daya terima teh sebelum mencicipi rasa teh. Aroma pada uji organoleptik ini diberi skor dari 1 sampai 5 dengan penilaian dari tidak wangi sampai sangat wangi. Berikut adalah hasil organoleptik teh celup campuran teh hijau-murbei-stevia berdasarkan aroma : Tabel 9 Aroma air seduhan teh celup campuran teh hijau-murbei-stevia Sampel FA FB FC FD FE
Aroma (1 s/d 5) 3 3 3 3 3
Keterangan Normal Normal Normal Normal Normal
Data pada Tabel 9 menunjukkan bahwa aroma kelima formula teh celup campuran teh hijau-murbei-stevia mendapatkan nilai 3 yang berarti bahwa aroma kelima formula tersebut normal. Chaturvedula dan Prakash (2011) menyatakan bahwa sejauh ini data yang dilaporkan menunjukkan bahwa lebih dari 630 komponen bertanggung jawab terhadap aroma dari teh. Berbagai usaha telah dilakukan untuk mencari komponen kunci dari daun-daunan atau tanaman herbal tetapi tidak ada satu komponen atau kelompok komponen yang diidentifikasi sebagai penanggung jawab penuh dalam aroma teh. Teh celup campuran teh hijau-murbei-stevia mengandung banyak komponen karena merupakan campuran dari tiga bahan sehingga dapat diduga bahwa karakteristik dari aroma teh celup campuran teh hijau-murbei-stevia merupakan hasil dari keseimbangan dari campuran dari komplikasi komponen aroma dari bahan penyusunnya (Chaturvedula dan Prakash 2011). Ampas seduhan Ampas seduhan merupakan kenampakan dari daun teh celup campuran teh hijau-murbei-stevia setelah diseduh. Berbeda dengan kenampakan teh kering, ampas seduhan dinilai dari kecerahan warnanya. Warna ampas seduhan teh celup campuran teh hijau-murbei-stevia dinilai dari suram hingga hijau kuning cerah. Tabel 10 berikut adalah tabel yang menampilkan nilai ampas seduhan teh celup campuran teh hijau-murbei-stevia :
Tabel 10 Ampas seduhan teh celup campuran teh hijau-murbei-stevia Sampel FA FB FC FD FE
Ampas seduhan (a-e) B B B B B
Keterangan Hijau cerah Hijau cerah Hijau cerah Hijau cerah Hijau cerah
Ampas seduhan teh celup campuran teh hijau-murbei-stevia diberi nilai B yaitu berwarna hijau cerah. Warna pada ampas seduhan menunjukkan warna yang berbeda dari warna teh pada saat kering. Menurut Chaturvedula dan Prakash (2011), warna hijau yang muncul bukan berasal dari jumlah klorofil yang larut dalam air, tetapi muncul dari klorofil yang tidak larut dalam air. Ampas seduhan yang berwarna hijau cerah diduga karena adanya kandungan klorofil yang tinggi yang terkandung pada masing-masing bahan penyusun teh celup campuran teh hijau-murbei-stevia. Total Fenol Komponen senyawa fenol secara luas terdistribusi dalam tanaman dan ditemukan baik pada tanaman yang dapat dimakan maupun yang tidak dapat dimakan. Menurut Webb (2006), meskipun komponen fenol belum diketahui fungsi zat gizinya, tetapi senyawa ini berperan penting pada kesehatan manusia karena potensi antioksidannya. Senyawa fenol merupakan metabolit sekunder tanaman yang terlibat dalam berbagai fungsi fisiologis khusus. Fenol mempunyai peran penting bagi mekanisme pertumbuhan, perkembangan dan pertahanan tanaman. Senyawa ini mampu memodulasi aktivitas berbagai enzim. Keterlibatan senyawa fenol dalam proses biokimia dan fisiologis, tidak hanya pada tanaman, tetapi juga pada hewan dan manusia. Perhitungan total fenol dilakukan pada masing-masing bahan campuran yaitu teh hijau, teh murbei, dan daun stevia kering serta seluruh formulasi teh celup campuran teh hijau-murbei-stevia. Analisis total fenol dilakukan dengan metode Javanmardi et al (2003) yang dimodifikasi. Berikut merupakan hasil perhitungan analisis total fenol masing-masing bahan : Tabel 11 Total fenol teh hijau, teh murbei, dan daun stevia kering Sampel Teh hijau Teh murbei Daun stevia kering
Total Fenol (mg/100g) 1866 176 1174
Hasil perhitungan total fenol pada Tabel 11 menunjukkan bahwa teh hijau memiliki kandungan total fenol 1866 mg/100 g, teh murbei 176 mg/100 g dan
daun stevia kering 1174 mg/100g. Senyawa fenol terdiri dari komponen monomer yang sederhana seperti asam fenolat dan komponen polifenol yang lebih komplek seperti tanin yang terhidrolisa dan tanin yang terkondensasi. Flavonoid adalah kelompok terbanyak yang terkandung dalam tanaman dan biasanya ditemukan dalam bentuk glikosida. Karakteristik teh hijau dikenal dengan kandungan polifenol flavonoid yang tinggi dengan 20-30% dari berat keringnya adalah katekin. Enam kelompok utama katekin adalah epicatechin (EC), epigallocatechin (EGC), epicatechin gallat (ECG), epigallocatechin gallat (EGCG), gallocatechin (GC), gallocatechin gallat (GCG). Yashin et al (2011) menyebutkan bahwa epigallocatechin gallat (EGCG) merupakan katekin paling dominan dalam teh hijau yang dapat mencapai hingga 50% dari berat katekin. Selain katekin, berbagai flavonol dan flavon juga ditemukan dalam teh hijau. Flavonol utama yang terdapat dalam teh hijau adalah quercetin dan kaempferol. Kandungan total fenol pada teh murbei lebih rendah jika dibandingkan dengan teh hijau yaitu 176 mg/100 g. Teh murbei merupakan salah satu sumber senyawa fenol yang baik. Berdasarkan penelitian Damayanthi et al (2007), pada daun murbei segar juga ditemukan kandungan theaflavin, tanin serta kafein. Ketiga senyawa tersebut merupakan senyawa kimia yang khas terdapat pada daun teh (Camellia sinensis). Enkhmaa (2005) menyebutkan bahwa pada hasil penelitian sebelumnya menunjukkan daun murbei kaya akan flavonoid. Flavonoid utama
dalam
(isoquercitrin)
daun murbei dan
diidentifikasi
kaempferol
3-glucoside
sebagai
quercetin
(astragalin).
3-glucoside
Quercetin
yang
merupakan flavonol glikosida pada daun murbei diketahui memiliki nilai yang lebih tinggi (260 mg aglycone/100 g) daripada bawang bombay (40-100 mg/100 g) yang diketahui merupakan salah satu sumber quercetin. Teh murbei juga mengandung senyawa fenol lain selain flavonoid. Penelitian Memon et al (2010) menunjukkan bahwa asam klorgenik merupakan asam fenolat yang dominan dalam daun murbei. Kandungan asam klorgenik ini mencapai 60,5% hingga 67,2% dari jumlah senyawa fenol yang terdeteksi dalam daun murbei. Asam fenolat lain yang ditemukan dalam teh murbei diidentifikasi sebagai asam galat, p-hidroksibenzoat, asam vanilat, p-kumarat dan asam mkumarat. Daun stevia juga terbukti memiliki kandungan senyawa fenol yang ditunjukkan pada Tabel 11 yaitu 1174 mg/100g. Penelitian Madan et al (2010)
menunjukkan bahwa terdapat kandungan flavonoid dalam daun stevia. Ada enam flavonoid glikosida yang ditemukan yaitu apigenin glucoside, luteolin glucoside, kaempferol, quercetin glucoside, quercetin arabinoside, trimetoxy flavon (centauredin). Analisis total fenol juga dilakukan pada seluruh formula teh celup campuran teh hijau-murbei-stevia. Tabel 12 berikut menampilkan hasil analisis total fenol formula : Tabel 12 Total fenol formula teh celup campuran teh hijau-murbei-stevia Sampel
Total Fenol (mg/100g) a
FA FB FC FD FE
1216 b 784 b 755 b 730 c 528
Data pada Tabel 12 menunjukkan bahwa kandungan total fenol pada kelima berada pada rentang 528 mg/100 g hingga 1216 mg/100g. Kandungan total fenol paling tinggi terdapat pada FA yaitu 1216 mg/100 g dan kandungan total fenol paling rendah terdapat pada FE yaitu 528 mg/100g. Secara berturutturut kandungan total fenol FB, FC, dan FD adalah 784 mg/100 g, 755 mg/100 g,730 mg/100 g. Uji beda Duncan menunjukkan bahwa antara formula FB, FC, dan FD tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Perbedaan yang signifikan terlihat antara formula FA dan FE (p<0.05). Uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa terdapat hubungan nyata yang negatif (p<0.05, r=-0.897) antara presentasi teh murbei dengan kandungan total fenol. Hasil uji Pearson tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi presentase teh murbei pada teh celup campuran teh hijau-murbeistevia, maka kandungan total fenol cenderung menurun. Kecenderungan total fenol yang semakin menurun ini diduga karena kandungan total fenol pada teh murbei yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan teh hijau dan daun stevia kering sehingga semakin tinggi proporsi teh murbei pada formulasi, maka total fenol formulasi cenderung lebih rendah. Antioksidan Saat ini penelitian mengenai antioksidan dari makanan, minuman, suplemen, dan ekstrak herbal semakin meningkat. Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menunda, menghambat, atau mencegah oksidasi dengan cara mengikat radikal bebas dan mengurangi stres oksidatif. Efek bahaya dari radikal bebas dan stres oksidatif dapat dikurangi dengan mengkonsumsi secara rajin makanan dan minuman yang mengandung antioksidan.
Banyak studi yang telah mempelajari kandungan antioksidan pada berbagai spesies tanaman untuk pengembangan formulasi antioksidan alami dalam makanan atau minuman. Tanaman baik buah, sayuran, daun, atau jenis herbal lainnya umumnya mengandung sejumlah besar molekul pengikat radikal bebas seperti senyawa fenol, nitrogen, vitamin, terpenoid, dan beberapa metabolit yang kaya akan aktivitas antioksidan (Yashin et al 2011). Penelitian mengenai formulasi teh celup campuran teh hijau-murbeistevia ini terkait dengan kemampuan antioksidan yang dapat mencegah radikal bebas dan stress oksidatif dalam merusak kesehatan manusia. Menurut Fennema (1996) untuk hasil maksimal, antioksidan-antioksidan primer biasanya dikombinasikan dengan antioksidan fenol. Suatu kesinergisan terjadi ketika antioksidan-antioksidan bergabung sehingga menghasilkan aktivitas yang lebih besar dibandingkan aktivitas antioksidan yang diuji sendiri-sendiri. Dua jenis antioksidan sangat dianjurkan. Antioksidan yang satu untuk menangkap atau meredam radilkal bebas, antioksidan yang lain mengkombinasikan aktivitas sebagai peredam radikal bebas dan sebagai agen pengkelat. Nilai antioksidan pada penelitian ini diuji dengan metode Molyneux (2004) yang sudah dimodifikasi. Uji dilakukan pada bahan campuran teh yaitu teh hijau, teh murbei, dan daun stevia kering serta seluruh formulasi teh celup campuran teh hijau-murbei-stevia. Perhitungan nilai antioksidandapat dilihat pada Tabel 12 berikut : Tabel 13 Antioksidan formula teh celup campuran teh hijau-murbei-stevia Sampel Teh hijau Teh murbei Daun stevia kering FA FB FC FD FE
AEAC (mg/100 g) 674 108 355 a 670 b 600 b 595 b 584 b 563
Data pada Tabel 13 menunjukkan bahwa teh hijau memiliki nilai antioksidan sebesar 674 mg/100g AEAC. Teh hijau mengandung sejumlah besar polifenol dengan antioksidan properti. Flavonoid merupakan komponen dasar fenol dari teh hijau yang bertanggung jawab sebagai aktivitas antioksidan. Menurut Yashin et al (2011), teh hijau diketahui merupakan teh dengan antioksidan paling kuat karena kandungan flavon-3-ols atau katekin yang tinggi.
Rohdiana (2012) menyebutkan katekin dalam kadar yang sama mempunyai keampuhan sebagai antioksidan yang lebih baik daripada vitamin C, vitamin E dan β-karoten dan katekin bekerja secara sinergis dengan ketiganya. Urutan aktivitas antioksidan dari yang paling tinggi menuju rendah adalah EGCG>EGC>ECG>EC>C. Senyawa katekin tersebut ternyata menyumbang 78% antioksidan dari teh dan EGCG merupakan senyawa yang paling aktif. Aktivitas EGCG diketahui menyumbang 32% dari potensi antioksidan teh. Teh murbei menunjukkan nilai antioksidan yang lebih rendah dari teh hijau yaitu 108 mg/100 g AEAC. Daun murbei diketahui mengandung protein, karbohidrat, kalsium, besi, asam askorbat, β-karoten, vitamin B1, asam folat, dan vitamin D. Komponen antioksidatif yang terkandung dalam 100 gram daun murbei adalah 128 mg asam askorbat, 48 mg α-tokoferol, 14.10 mg b-karoten, dan 152 mmol glutation. Data tersebut mengindikasikan bahwa murbei dapat diakui sebagai sumber antioksidan alami (Enkhmaa 2005). Daun murbei diketahui kaya akan flavonoid yang mempunyai banyak aktivitas biologis termasuk aktivitas antioksidan. Berbagai penelitian telah mengungkapkan kekuatan antioksidan dari daun murbei yang telah ditambahkan pada berbagai jenis makanan dan minuman untuk mendapatkan efek antioksidannya. Quercetin pada daun murbei merupakan flavonol glikosida yang bertindak sebagai antioksidan yang relatif cukup tinggi dibandingkan dengan glikosida lainnya. Quercetin terbukti dapat menghambat dengan kuat efek modifikasi oksidasi pada LDL manusia (Roy et al 2008). Selain teh hijau dan teh murbei, hasil uji analisis antioksidan juga menunjukkan bahwa daun stevia kering memiliki nilai antioksidan. Data menunjukkan bahwa nilai antioksidan daun stevia kering adalah 355 mg/100 g AEAC. Goyal et al (2010) menyatakan bahwa ekstrak daun stevia diketahui memiliki derajat aktivitas antioksidan tinggi. Selain itu, daun stevia dapat menghambat pembentukan hiperoksida pada minyak sarden dengan potensi yang lebih hebat dari DL-α-tokoferol maupun ekstrak teh hijau. Perhitungan antioksidan pada kelima formula menunjukkan bahwa formula FA memiliki nilai antioksidan paling tinggi yaitu 670 mg/100 g AEAC, sedangkan FE memiliki nilai antioksidan paling rendah yaitu 563 mg/100g AEAC. Formula FB, FC, dan FD memiliki antioksidan yang berada pada kedua rentang tersebut yaitu secara berturut, 600 mg/100g, 595 mg/100g, dan 584 mg/100g AEAC.
Uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa terdapat hubungan nyata yang negatif antara proporsi teh murbei dengan nilai antioksidan sampel (p<0.05, r=0.901). Hasil uji beda Duncan menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara formula FB, FC, FD, dan FE. Perbedaan yang signifikan hanya terlihat antara formula FA dengan formula FB, FC, FD, dan FE (p<0.05). Hasil uji Pearson menunjukkan bahwa semakin tinggi presentase teh murbei dalam teh celup campuran teh hijau-murbei-stevia, maka nilai antioksidan sampel cenderung menurun. Kecenderungan nilai antioksidan yang menurun ini diduga disebabkan oleh nilai antioksidan teh murbei yang lebih rendah jika dibandingkan dengan nilai antioksidan teh hijau dan daun stevia kering sehingga ketika dikombinasikan maka nilai antioksidan teh celup campuran teh hijaumurbei-stevia semakin rendah apabila presentase teh murbei lebih tinggi. Namun, berdasarkan proporsi dari masing-masing bahan yang terkandung dari masing-masing formula, nilai antioksidan kelima formula sampel teh celup campuran teh hijau-murbei-stevia yang lebih tinggi dari nilai antioksidan teh murbei ini menunjukkan terjadinya efek sinergisme antioksidan. Walaupun nilai antioksidan kelima formula sampel cenderung menurun dan lebih rendah dari teh hijau, tetapi antioksidan teh celup campuran teh hijaumurbei-stevia ini memiliki nilai yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai antioksidan minuman fungsional dari daun hantap yaitu 4,458 mg/100g AEAC (Angkasa 2011), minuman sari buah duwet 74 mg/100 g vitamin C (Savitri 2012), dan minuman ekstrak daun meniran 1,31 mg/200 ml AEAC (Priskilla 2012). Formulasi teh celup campuran teh hijau-murbei-stevia menunjukkan bahwa teh murbei memiliki potensi sebagai pangan tambahan atau campuran yang memiliki sifat fungsional antioksidan. Hubungan Total Fenol dan Antioksidan Teh Celup Campuran Teh hijaumurbei-stevia Uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa terdapat hubungan nyata yang positif antara total fenol dan aktivitas antioksidan (p<0.05, r=0.902) pada teh celup campuran teh hijau-murbei-stevia. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi total fenol maka akan semakin tinggi antioksidan formula ataupun sebaliknya semakin tinggi antioksidan sampel maka total fenol yang terkandung juga semakin banyak. Senyawa fenol merupakan senyawa antioksidan yang paling aktif dan banyak ditemukan pada tanaman. Senyawa fenol bertindak sebagai antioksidan
karena
kemampuannya
menyumbangkan
elektron
serta
efektifitasnya
menstabilisasi radikal bebas dalam mencegah terjadinya oksidasi pada tingkat selular dan fisiologi. Berbagai penelitian menunjukkan banyak senyawa fenol dari tanaman yang memiliki aktivitas antioksidan yang lebih kuat daripada vitamin C, vitamin
E
dan
karotenoid.
Karena
potensi
aktivitas
antioksidan
serta
kemampuannya dalam mengikat radikal bebas, senyawa fenol diakui memiliki potensi untuk kesehatan manusia (Suresh et al 2006, Karori et al 2008). Ketiga bahan campuran dari teh celup campuran teh hijau-murbei-stevia diketahui mengandung senyawa fenol yang sebagian besar berupa flavonoid dan asam-asam fenolat. Flavonoid dan asam fenolat merupakan kelompok senyawa fenol dasar yang banyak ditemui dalam ketiga bahan dan diketahui memiliki aktivitas antioksidan. Flavonoid dan asam fenolat dapat bertindak sebagai antioksidan dengan beberapa cara yaitu dengan memecah reaksi rantai radikal bebas atau dengan menetralisir radikal bebas yang terbentuk dalam proses metabolisme (Webb 2006, Armoskaite et al 2011). Interaksi antara flavonoid dan asam fenolat dengan antioksidan lainnya seperti asam askorbat dan tokoferol merupakan salah satu cara fenol dalam bertindak sebagai antioksidan. Katekin dan epimer bertindak sebagai antioksidan kuat dengan secara langsung menghilangkan superoksida anion radikal. Kaempferol dan quercetin beserta turunannya juga diketahui menunjukkan aktivitas antiradikal yang kuat (Maisuthisakul 2006). Senyawa-senyawa tersebut terkandung pada teh celup campuran teh hijau-murbei-stevia sehingga diduga senyawa inilah yang bertanggung jawab terhadap nilai antioksidan pada teh celup campuran teh hijau-murbei-stevia. Karakteristik Kimia Formula Terpilih
Gambar 5 Formula terpilih (FA) Formula terpilih dari kelima formulasi ini ditentukan dari nilai antioksidan. Teh celup campuran teh hijau-murbei-stevia terpilih merupakan formula dengan nilai antioksidan yang paling tinggi dan berbeda nyata dengan formula lainnya.
Formula terpilih ini adalah formula FA yang merupakan formula dengan presentase teh murbei 13.33%., teh hijau 53.33%, dan daun stevia kering 33.34%. Pada tahap ini, produk teh celup campuran teh hijau-murbei-stevia diuji karakteristiknya sesuai dengan standar mutu baku SNI. Berikut adalah tabel hasil karakteristik mutu fisik dan kimia produk terpilih : Tabel 14 Karakteristik kimia formula terpilih (FA) (3g/kantong celup) Karakteristik Satuan FA SNI Kadar air %b/b 6.72 Maksimal 10 Kadar ekstrak dalam air %b/b 49.15 Minimal 32 Kadar abu %b/b 7.00 Maksimal 7 Kadar abu larut air %b/b 87.12 Minimal 42 Total fenol mg/3g 36.48 Keterangan : FA = formulasi teh celup campuran teh hijau-murbei-stevia dengan 13.33% teh murbei, 53.33% teh hijau dan 33.34% daun stevia kering dari berat total
Kadar air merupakan ukuran banyaknya air yang terdapat di dalam bahan pangan. Menurut Fardiaz et al. (1992) keberadaan air dalam bahan makanan juga ikut menentukan terjadinya kerusakan dalam bahan makanan tersebut, karena air dapat dimanfaatkan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhannya. Hasil uji kadar air menunjukkan bahwa kadar air formula terpilih adalah 6.72% b/b. Kadar air produk sudah memenuhi persyaratan mutu kadar air teh celup berdasarkan SNI yaitu maksimal 10% b/b. Nilai ekstrak dalam air produk terpilih adalah 49.15% b/b. Nilai ini sudah memenuhi persyaratan SNI yaitu sudah di atas 32% b/b. Damayanthi et al (2007) menyatakan bahwa ekstrak air menunjukkan banyaknya zat-zat yang terkandung pada teh yang nantinya diharapkan memberi rasa segar dan menyehatkan bagi peminum teh. Kadar ekstrak air juga penting dalam memberikan kesan organoleptik yaitu pada rasa dan citarasa. Agar dapat memberikan suatu tanggapan terhadap suatu makanan atau minuman, maka produk harus bersifat dapat larut dalam air. Kadar abu teh celup campuran teh hijau-murbei-stevia terpilih sudah memenuhi persyaratan yaitu 7.00 % b/b sesuai dengan batas maksimal kadar abu teh hijau celup berdasarkan SNI. Pengukuran kadar abu dilakukan untuk melihat kandungan mineral keseluruhan bukan jenis mineral tertentu sehingga tidak dapat diketahui mineral apa saja yang terkandung dalam teh celup campuran teh hijau-murbei-stevia. Selain kadar abu, mutu kimia lain yang diuji berdasarkan mutu SNI adalah kadar abu larut air. Kadar abu larut air tergolong
tinggi yaitu 87.12 %b/b. Kadar abu larut air ini sudah memenuhi syarat SNI yaitu minimum 42 %b/b. Kandungan total fenol pada produk terpilih adalah sebanyak 36.48 mg/3g dengan aktivitas antioksidan adalah 670 mg/100g AEAC. Untuk kandungan total fenol dan antioksidan belum ada persyaratan baku berdasarkan SNI. Nilai total fenol dan aktivitas antioksidan yang tinggi dapat meningkatkan manfaat kesehatan dari suatu produk pangan. Berdasarkan hasil uji kimia ini, produk teh celup campuran teh hijau-murbei-stevia sudah memenuhi persyaratan mutu baku SNI. Sifat Fungsional Peraturan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM 2011) menyebutkan bahwa pangan fungsional diartikan sebagai pangan olahan yang mengandung satu atau lebih komponen pangan yang berdasarkan kajian ilmiah mempunyai fungsi fisiologis tertentu diluar fungsi dasarnya, terbukti tidak membahayakan dan bermanfaat bagi kesehatan. Pangan olahan yang mencantumkan klaim kesehatan dikelompokkan sebagai pangan fungsional. Pengembangan teh celup campuran teh hijau-murbei-stevia dapat dijadikan sebagai minuman fungsional yang bermanfaat bagi kesehatan karena potensi antioksidan yang terkandung dalam bahan campurannya yang berasal dari tanaman. Tanaman merupakan sumber penting dari produk alami yang berbeda dalam hal struktur dan sifat biologis. Tanaman telah memainkan peran yang penting dalam pengobatan tradisional dari berbagai negara. Dalam beberapa tahun terakhir, pencegahan kanker dan penyakit kardiovaskular telah dikaitkan dengan konsumsi buah-buahan segar, sayuran atau teh yang kaya antioksidan alami. Efek perlindungan dari produk tanaman disebabkan oleh adanya beberapa komponen yang memiliki mekanisme yang berbeda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa teh celup campuran teh hijaumurbei-stevia diketahui sebagai minuman yang mengandung senyawa fenol dan antioksidan. Kandungan total fenol teh celup campuran teh hijau-murbei-stevia berada pada rentang 528-1216 mg/100g dan antioksidan formula teh celup campuran teh hijau-murbei-stevia berada pada rentang 563-670 mg/100 g AEAC. Sifat fungsional teh celup campuran teh hijau-murbei-stevia dapat berasal dari masing-masing bahan penyusunnya yaitu teh hijau, teh murbei dan daun stevia kering. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa bahan-bahan tersebut diketahui memiliki manfaat yang luas bagi kesehatan manusia.
Teh hijau mengandung sejumlah komponen dengan aktivitas antioksidan yaitu polifenol, mineral, dan vitamin. Kontribusi teh hijau terhadap asupan komponen antioksidan sangat berpotensi untuk menigkatkan kesehatan manusia dan lebih relevan dari minuman non-alkoholik yang biasa dikonsumsi. Potensi antioksidan yang kuat berasal dari katekin, khususnya EGCG. Potensi ini telah ditunjukkan berdasarkan penelitian secara in vitro maupun pada hewan. Katekin diketahui memiliki efek antimutagenik, antidiabetes, anti-inflamatori, antibakteri, dan antivirus. Rohdiana (2012) menyatakan fungsi teh sebagai antioksidan mendasari hampir seluruh manfaat kesehatan yang dihasilkannya. Polifenol teh hijau mencegah penyakit kardiovaskular dengan melindungi kolesterol LDL sari perubahan yang dapat menyebabkan serangan jantung, mengurangi resiko kanker dengan cara menetralkan radikal bebas sebelum mutasi genetik terjadi, meningkatkan aktivitas insulin untuk pencegahan penyakit diabetes dan melindungi kesehatan dengan berbagai cara. Selain itu, menurut Cabrera et al (2006), beberapa studi epidemologis menunjukkan peningkatan yang signifikan terhadap perlindungan dari penyakit oral dan radiasi matahari. Selain teh hijau, konsumsi teh murbei juga semakin meningkat karena efeknya untuk kesehatan. Di Korea dan Jepang, daun murbei dikonsumsi sebagai pangan antihiperglikemik untuk pasien dengan diabetes mellitus karena daun murbei mengandung 1-deoxynojirimicin (DNJ) yang diketahui sebagai salah satu inhibitor α-glicosidase paling potensial. Menurut Kumar dan Chauhan (2010),
teh
herbal
murbei
telah
menunjukkan
efek
antioksidan
dan
hepatoprotektif, anti-iflamatori, hipoglikemik, dan neuroprotektif. Selain teh hijau dan teh murbei, daun stevia juga diketahui tidak hanya mempunyai manfaat sebagai pemanis alami rendah kalori. Menurut Thomas dan Glade (2010), daun stevia telah diasosiasikan dengan manfaat kesehatan sebagai
antihiperglikemik,
antihipertensi,
antikarsinogenik,
antivirus,
antimikrobial, anti-inflamatori, dan imunostimulator. Teh hijau, teh murbei, dan daun stevia kering diketahui memiliki fungsi kesehatan yang beraneka ragam. Teh celup campuran teh hijau-murbei-stevia diharapkan dapat memiliki manfaat kesehatan yang lebih daripada ketiga bahan tersebut dikonsumsi sendiri-sendiri. Oleh karena itu, diperlukan penelitian lebih lanjut untuk melihat efektifitas manfaat dari teh celup campuran teh hijau-murbeistevia.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Proporsi daun stevia kering yang digunakan untuk tingkat kemanisan yang sesuai dengan daya terima dipilih berdasarkan uji organoleptik yang menunjukkan bahwa 40% memilih daun stevia kering dengan proporsi 0.5 gr, 13,3% memilih dengan proporsi 0.75 gr, dan 46,7% memilih proporsi 1 gr. Proporsi daun stevia kering sebanyak 1 gram tersebut menjadi faktor perlakuan tetap dalam formulasi teh celup camputan teh hijau-murbei-stevia. Selanjutnya formulasi dilakukan dengan satu faktor perlakuan yaitu presentase teh murbei dalam teh celup Camellia-murbei-stevia dengan lima taraf perlakuan, yaitu 13.33% (FA), 23.33% (FB), 33.33% (FC), 43.3% (FD), and 53.33% (FE). Karakteristik
organoleptik
teh
diperoleh
dengan
melakukan
uji
organoleptik oleh panelis pencicip perseorangan (individual expert) dari Pusat Penelitian Teh dan Kina Gambung. Parameter organoleptik yang diuji didasarkan pada SNI teh hijau celup (SNI 01-4324-1996) meliputi kenampakan teh kering, warna, rasa, aroma dari air seduhan, dan ampas seduhan. Hasil uji organoleptik menunjukkan bahwa kelima formula memiliki karakteristik organoleptik yang relatif sama. Kenampakan teh kering kelima formula mendapatkan nilai B yaitu baik. Warna air seduhan kelima formula mendapatkan nilai 4 yaitu kuning kehijauan cerah. Rasa dari air seduhan kelima formula mendapatkan nilai 37 yaitu berada dalam kategori sedang sampai enak. Aroma kelima formula mendapatkan nilai 3 yang menunjukkan bahwa aroma kelima formula tersebut normal. Hasil uji total fenol menunjukkan bahwa kandungan total fenol paling tinggi terdapat pada FA yaitu 1216 mg/100 g dan kandungan total fenol paling rendah terdapat pada FE yaitu 528 mg/100g. Secara berturut-turut kandungan total fenol FB, FC, dan FD adalah 784 mg/100 g, 755 mg/100 g,730 mg/100 g. Uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa terdapat hubungan nyata yang negatif (p<0.05, r=-0.897) antara jumlah teh murbei dengan kandungan total fenol. Uji beda Duncan menunjukkan bahwa antara formula FB, FC, dan FD tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Perbedaan yang signifikan terlihat antara formula FA dan FE (p<0.05). Perhitungan antioksidan pada kelima formula menunjukkan bahwa formula FA memiliki nilai antioksidan paling tinggi yaitu 670 mg/100 g AEAC. Formula FB, FC, FD, dan FE memiliki nilai antioksidan yaitu secara berturut-turut,
600 mg/100g, 595 mg/100g, 584 mg/100g, dan 563 mg/100g AEAC. Uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa terdapat hubungan nyata yang negatif antara presentasi teh murbei dengan nilai antioksidan sampel (p<0.05, r=-0.901). Hasil uji beda Duncan menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan antara formula FB, FC, FD, dan FE (p>0.05). Perbedaan yang signifikan terlihat antara formula FA dengan formula FB, FC, FD, dan FE (p<0.05). Uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa terdapat hubungan nyata yang positif antara total fenolik dan aktivitas antioksidan (p<0.05, r=0.902) pada teh celup campuran teh hijau-murbei-stevia. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi total fenolik maka akan semakin tinggi aktivitas antioksidan ataupun sebaliknya. Hasil uji kadar air menunjukkan bahwa kadar air produk terpilih adalah 6.72 %/b/b. Nilai ekstrak dalam air produk terpilih adalah 49.15 %b/b. Kadar abu produk terpilih adalah 7.00 %b/b. Kadar abu larut air tergolong tinggi yaitu 87.12 %b/b. Kandungan total fenol pada produk terpilih adalah sebanyak 36.48 mg/3g dengan aktivitas antioksidan 670 mg/100 g AEAC. Nilai kadar air, kadar ekstrak dalam air, kadar abu, dan kadar abu larut air sudah memenuhi persyaratan SNI. Berdasarkan data tersebut, produk terpilih teh celup campuran teh hijau-murbeistevia sudah memenuhi persyaratan SNI baik secara mutu kimia maupun organoleptik.
Saran Produk teh celup campuran teh hijau-murbei-stevia merupakan produk hasil formulasi dari ketiga bahan yaitu teh hijau, teh murbei, dan daun stevia kering. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketiga bahan dan formulasi dari ketiga bahan tersebut memiliki kandungan total fenol dan antioksidan yang cukup tinggi. Kandungan senyawa fenol dan antioksidan dari ketiga bahan tersebut diketahui memiliki nilai fungsional yang tinggi terhadap kesehatan. Sebaiknya diadakan
intervensi
teh
celup
campuran
mengetahui manfaatnya bagi kesehatan.
teh
hijau-murbei-stevia
untuk
DAFTAR PUSTAKA [BPOM]. 2007. Pangan fungsional. http://www.pom.go.id/ [10 November 2010]. [BSN] Badan Standarisasi Nasional. 1996. Standar Nasional Indonesia. SNI 014324-1996. Teh hijau celup. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional. Afandi AD, Sudarno, Sumantri FA, dan Sulistyo. 2002. Pengolahan Teh Hijau dan Teh Wangi. Asosiasi Penelitian Perkebunan Indonesia : Gambung. Ananda AD. 2009. Aktivitas Antioksidan dan Karakteristik Organoleptik Minuman Fungsional Teh Hijau (Camellia Sinensis) Rempah Instan. [Skripsi]. Fakultas Ekologi Manusia. Institut Pertanian Bogor. Angkasa D. 2011. Pengembangan Minuman Fungsional Sumber Serat dan Antioksidan dari Daun Hantap (Sterculia Oblongata R. Brown.). [Skripsi]. Fakultas Ekologi Manusia. Institut Pertanian Bogor. Armoskaite V, Ramanauskiene K, Maruska A, Razukas A, Dagilyte A, Baranauskas A, dan Briedis V. 2011. The analysis of quality and antioxidant activity of green tea extracts. Journal of Medicinal Plants Research 5(5) : 811-816. Atmosoedarjoe. 2000. Sutra Alam Indonesia. Jakarta. Brannon C. 2007. Green Tea : New benefits from an Old favorite?. Nutrition Dimention Inc. www.nutritiondimention.com [10 Februari 2012] Buck DF. 1991. Antioksidant. J. Smith (eds). Food Additive User’s Handbook. Galsgow-UK : Blakie Academic & Profesional Cabrera C, Artacho R, dan Gimenez R. 2006. Beneficial Effects of Green Tea—A Review. Journal of the American College of Nutrition 25(2) : 79–99. Cai Y, Luo Q, Sun M, dan Corke H. 2004. Antioxidant activity and phenolic compounds of 112 traditional Chinese medical plant associated with anticancer. Life Science 74(17) : 2157-84. Chaturvedula VS dan Prakash I. 2011. The aroma, taste, color and bioactive constituents of Tea. Journal of Medicinal Plants Research 5(11) : 21102124. Damayanthi E, Kusharto, C.M, Suprihartini R, Rohdiana D. 2008. Studi kandungan katekin dan turunannya sebagai antioksidan alami serta karakteristik organoleptik produk teh murbei dan teh camellia-murbei. Media Gizi dan Keluarga. 32(1) : 95-103. Effendi S. 2009. Teknologi Pengolahan dan Pengawetan Pangan. Bandung: Alfabeta. Enkhmaa B, Shiwaku K, Katsube T, Kitajima K, Anuurad E, Yamasaki M, dan Yamane Y. 2005. Mulberry (Morus alba L.) Leaves and Their Major Flavonol Quercetin 3-(6-Malonylglucoside) Attenuate Atherosclerotic
Lesion Development in LDL Receptor–Deficient Mice. Journal of Nutrition. 135: 729–734. Fardiaz DN, Andarwulan CH, Wijaya NL, Puspitasari. 1992. Teknis Analisis Sifat Kimia dan Fungsional Komponen Pangan. Bogor : PAU Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor Fennema OR. 1996. Food Chemistry, 3rd edition. New York : Marcel Dekker. Goldberg I. 1994. Functional Food. New York : Champan & Hall. Goyal SK, Samsher, dan Goyal RK. 2010. Stevia (Stevia rebaudiana) a biosweetener: a review. International Journal of Food Sciences and Nutrition. 61(1): 1–10 Javanmardi J, Stushnoff C, Locke E dan Vivanco JM. 2003. Antioxidant activity and total phenolic content of Iranian ocimum accessions. Journal of Food Chemistry (83) 547-550. Karori SM, Wachira FN, Wanyoko JK, Ngure RM. 2007. Antioxidant capacity of different types of tea products. African Journal of Biotechnology 6(19) : 2287-2296. Kumalaningsih, SK. 2006. Antioksidan alami. Surabaya : Trubus Agrisarana. Kumar S, Jha YK, dan Singh P. 2007. Stevia: A natural potential source of sugar replacer. Beverage and Food World 34(7):70–71. Kumar V dan Chauhan S. 2008. Mulberry : Life Enhancer. Journal of Medicinal Plants Research 2(10) : 271-278. Kumari R, Srivastava S, dan Srivastava RP. 2009. Nutritional Evaluation of Fresh Leaves of Mulberry Genotypes. Agricultural Science Digest 29 (3) : 198-201. Madan S, Ahmad S, Singh NS, Kohli K, Kumar Y, Singh R, dan Garg M. 2010. Stevia rebaudiana (Bert.) Bertoni – A Review. Indian Journal of Natural Products and Resources. 1 (3) : 267-286. Maisuthisakul P. 2006. Use of Plant Phenolic Compounds as Antioxidants. www.utcc.ac.th [15 Juli 2012] Memon AA, Memon N, Luthria DL, Bhanger MI, dan Pitaf AA. 2010. Phenolic acids profiling and antioxidant potential of mulberry (Morus laevigata w., Morus nigra l., Morus alba l.) Leaves and fruits grown in Pakistan. Polish Journal Of Food And Nutrition Sciences. 60(1) : 25-32. Molyneux P. 2004. The use of the stable free radical diphenylpicrylhydrazyl (DPPH) for estimating antioxidant activity. Songklanakarin Journal Science Technoogy. 26(2) : 211-219.
Muchtadi D, Palupi NS, Astawan M. 1993. Metabolisme Zat Gizi, Sumber,Fungsi dan Kebutuhan bagi Tubuh Manusia Jilid II. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan. Priskilla. 2012. Aktivitas Antiproliferasi sel tumor secara in vitro dari ekstrak air meniran dalam pengembangan minuman fungsional. [Skripsi]. Fakultas Ekologi Manusia. Institut Pertanian Bogor. Rohdiana D. 2012. Keunggulan Polifenol teh. Food Review 7(7) : 44-47. Roy LG, Arabshahi-Delouee S, dan Urooj A. 2010. Antioxidant Efficacy Of Mulberry (Morus Indica L.) Leaves Extract And Powder In Edible Oil. International Journal of Food Properties 13: 1–9. Safitri, D. 2012. Stabilitas Antosianin dan Aktivitas Antioksidan Pada Minuman Sari Buah Duwet (Syzygium cumini). [Skripsi]. Fakultas Ekologi Manusia. Institut Pertanian Bogor. Savita SM, Sheela K, Sunanda S, Shankar AG dan Ramakrishna P. 2004. Stevia rebaudiana – A Functional Component for Food Industry. Journal of Human Ecology 15(4): 261-264 . Silalahi J. 2006. Makanan Fungsional. Yogyakarta : Penerbit Kanisius. Sulistyo J, Nurdiana, H Elizar. 2003. Pengembangan Kerja Sama Riset, Teknologi Produksi, dan Pemasaran Produk Hilir Teh. Prosiding ”Simposium Teh Nasional 2003”. Bandung : Pusat Penelitian Teh Kina Gambung Thomas JE dan Glade MJ. 2010. Stevia: It’s Not Just About Calories. The Open Obesity Journal. (2) : 101-109. Wan X, Li D, dan Zhang Z. 2008. Antioxidant Properties and Mechanism of Tea Polyphenols. Nutraceutical Science and Technology, Tea and Tea Products : Chemistry and Health-Promoting Properties. 8(8) : 131-159. Webb. 2006. Dietary Supplements & Functional Foods. London : Blackwell Publishing. Yashin A, Yashin Y, dan Nemzer B. 2011. Determination of Antioxidant Activity in Tea Extracts, and Their Total Antioxidant Content. American Journal of Biomedical Sciences 3(4) : 322-335. Zhong L, Furne JK, dan Levitt MD. 2006. An extract of black, green, and mulberry teas causes malabsorption of carbohydrate but not of triacylglycerol in healthy volunteers. American Journal of Clinical Nutrition (84):551–555.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Prosedur analisis sifat kimia Kadar air (SNI 01-1902-2000) Botol timbang dipanaskan beserta tutupnya (dibuka) dalam oven pada suhu 103
0
± 2 0C selama 1 jam. Didinginkan dalam eksikator dan rapatkan
tutupnya, kemudian ditimbang dengan ketelitian mendekati 0,0001 gram, kemudian dipanaskan dalam oven pada suhu 103
0
± 2 0C selama 6 jam.
Didinginkan dalam eksikator lalu ditimbang. Pengeringan diulangi hingga perbedaan hasil antara dua penimbangan tidak melebihi 0,005 gram. Kadar air dinyatakan sebagai presentase bobot/bobot dihitung sebagai berikut : M0-M1 × 100% M0 Keterangan : M0 = bobot contoh uji mula-mula sebelum dikeringkan M1 = bobot contoh setelah dikeringkan Kadar ekstrak dalam air (SNI 01-1902-2000) Timbang 2 g contoh, masukkan ke dalam labu didih. Tambahkan 20 ml air suling dan refluks perlahan-lahan selama satu jam sambil digoyang-goyang. Setelah satu jam, larutan didiinginkan kemudian disaring ke dalam tabu takar 500 ml, tepatkan sampai tanda garis dengan air suling, kemudian kocok dan saring. Pipet 50 ml filtrat masukkan ke dalam cawan porselen yang telah diketahui berat tetapnya, keringkan di atas penangas air kemudian dipanaskan dalam pengering listrik. Dinginkan dalam eksikator dan timbang sampai berat tetap. Zat yang terekstrak dinyatakan sebagai presentase bobot/bobot berdasarkan bobot kering, dihitung sebagai berikut : M1 x 500 x 100 x 100 50
M0
100-KA
Keterangan : M0 = bobot contoh uji (gram) M1 = bobot contoh dari uji yang terekstrak (gram) KA = kadar air contoh uji Kadar abu (SNI 01-1902-2000) Cawan dipanaskan dalam tanur pada suhu 5250 ± 25 0C selama 1 jam, didinginkan dalam eksikator kemudian ditimbang dengan ketelitian 0,001 gram ke dalam cawan yang telah diketahui bobotnua. Dipanaskan perlahan-lahan di atas pemanas bunsen hingga asapnya hilang. Dipijarkan dalam tanur pada suhu
suhu 5250 ± 25 0C selama 2 jam hingga abunya terlihat bebas dari partikelpartikel karbon. Didinginkan dalam eksikator dan ditimbang. Sisa pengabuan digunakan untuk pengabuan abu tak larut dalam air. Kadar abu total dinyatakan dalam presentasi bobot/bobot berdasarkan bobot kering, dihitung sebagai berikut: M1 × 100 × 100 M0
100-KA
Keterangan : M0 = bobot contoh uji (gram) M1 = bobot abu total (gram) KA = kadar air contoh uji Kadar abu tak larut air (SNI 01-1902-2000) Contoh yang digunakan berasal dari abu yang berasal dari penentuan kadar abu total. 20 ml air suling ditambahkan ke dalam cawan yang berisi abu yang berasal dari penentuan kadar abu total, dipanaskan sampai hampir mendidih dan disaring melalui kertas saring tak berabu. Cawan dibilas dan kertas saring dan isinya dicuci dengan air panas hingga jumlah filtrat dan air pencuci kira-kira 60 ml. Kertas saring dan isinya dipindahkan ke cawan semula, diuapkan dengan hati-hati di atas penangas air, kemudian dimasukkan ke dalam tanur pada suhu 5250 ± 25 0C sampai abunya bebas dari partikel-partikel karbon, didinginkan dalam eksikator dan ditimbang. Abu tak larut dalam air dinyatakan dalam presentase bobot/bobot berdasarkan bobot kering, dihitung sebagai berikut : M2 × 100 × 100 M0
100-KA
Keterangan : M0 = bobot contoh uji yang digunakan untuk menentukan kadar abu total (gram) M2 = bobot abu tak larut dalam air (gram) KA = kadar air contoh uji
Lampiran 2 Penetapan proporsi daun stevia kering Perhitungan taraf proporsi stevia.Daun stevia kering memiliki tingkat kemanisan setara 20-30 kali kemanisan gula (sukrosa).
Perhitungan 20 g yang setara 20 kali kemanisan gula : x= = 1 g daun stevia kering
Perhitungan 20 g yang setara 30 kali kemanisan gula x= = 0,6667 g daun stevia kering
Penggunaan daun stevia kering yang setara dengan 20 g gula adalah 0,6667-1 g
Lampiran 3 Kuisioner uji tingkat kesukaan daun stevia kering KUISIONER Nama Panelis : Tanggal uji
:
Jenis kelamin : L / P Instruksi
:
Berikut ini ada tiga jenis sampel di hadapan Anda. Netralkan dulu lidah Anda (dengan air putih) sebelum mencicipi masingmasing sampel. Setelah dicicipi, silakan tentukan RASA sampel yang paling Anda suka dengan memberi tanda ceklis (V) pada kolom tersedia. 132
Komentar
213
312
:
................................................................................................................................. ................................................................................................................................. ................................................................................................................................. ................................................................................................................................. ................................................................................................................................. TERIMA KASIH
Lampiran 4 Perhitungan total fenol sampel Kurva standar asam galat 0,8
y = 13,3x + 0,0112 R² = 0,9933
0,6
Konsentrasi asam galat (mg)
Absorbansi
0,000
0,000
0,008
0,101
0,015
0,257
0,030
0,383
0,045
0,605
0,060
0,816
0,4 0,2 0,0 0,000
0,020
0,040
0,060
Berdasarkan kurva standar asam galat di atas, maka persamaan linier yang dapat digunakan untuk mencari total fenol sampel adalah : y = ax+ b dimana y = absorbansi standar = 13,3x + 0,0112 x = konsentrasi asam galat (mg) a = slope (kemiringan secara statistik) b = intercept (titik perpotongan terhadap y)
Sampel
Ulangan
Berat sampel gram
Volume akhir I mL
Volume Analisis I mL
Absorbans
Total Fenol mg/100g
0,2044
5
0,1
0,686
1241
0,2044
5
0,1
0,673
1217
0,2043
5
0,1
0,669
1210
0,2046
5
0,1
0,662
1195
0,203
5
0,1
0,467
844
0,2002
5
0,1
0,433
792
0,2057
5
0,1
0,41
728
0,2074
5
0,1
0,437
771
0,2027
5
0,1
0,442
798
0,2027
5
0,1
0,449
811
0,2023
5
0,1
0,385
694
0,2024
5
0,1
0,397
716
0,2079
5
0,25
1,074
768
0,2039
5
0,25
1,062
774
0,2036
5
0,25
0,987
720
0,2065
5
0,25
0,913
656
0,207
5
0,25
0,679
485
0,2033
5
0,25
0,721
525
0,2064
5
0,25
0,748
536
Rata-rata (mg/100g)
1 FA
1216
2
1 FB
784
2
1 FC
755
2
1 FD
730 2
1 FE 2
528
Berat sampel gram
Volume akhir I mL
Volume Analisis I mL
Absorbans
Total Fenol mg/100g
0,208
5
0,25
0,796
567
1
0,2013
5
0,05
2,686
1882
2
0,2069
5
0,05
2,818
1849
Teh murbei
1
0,2025
5
0,25
0,239
169
2
0,2022
5
0,25
0,258
183
Daun stevia kering
1
0,2009
5
0,05
1,2
1182
2
0,2018
5
0,05
1,255
1167
Sampel
Ulangan
Teh hijau
Rata-rata (mg/100g)
1866
176
1174
Total fenol(mg/100 g) = = = 1241 Lampiran 5 Perhitungan nilai antioksidan sampel Kurva standar vitamin C 60 y = 10,946x + 4,0646 R² = 0,9802
50 40
Konsentrasi vitamin C (µg) 0
Aktivitas Antioksidan (%) 0
0,2
7,278
30
0,5
11,076
20
1
18,038
2
25,949
10
3
34,810
0
4
48,418
0
1
2
3
4
5
Berdasarkan kurva standar vitamin C di atas, maka persamaan linier yang dapat digunakan untuk mencari nilai antioksidan sampel adalah : y = ax+ b dimana y = absorbansi standar = 10,946x + 4,0646 x = konsentrasi vitamin C (ppm) a = slope (kemiringan secara statistik) b = intercept (titik perpotongan terhadap y) Sampel
Ulang an
1 FA 2
Berat sampel (g)
VI (ml)
V II (ml)
Absorbansi
% aktivitas sampel
AEAC (mg vitamin C/100 g)
0,2044
5
0,02
0,214
68,89534884
724,4
0,2044
5
0,02
0,247
64,09883721
670,8
0,2043
5
0,02
0,258
62,5
653,3
0,2046
5
0,02
0,27
60,75581395
632,8
Rata-rata (mg vitamin C/100 g)
670
Sampel
Ulang an
Berat sampel (g)
1 FB 2
1 FC 2
1 FD 2
1 FE 2
VI (ml)
V II (ml)
Absorbansi
% aktivitas sampel
AEAC (mg vitamin C/100 g)
0,203
5
0,02
0,279
59,44767442
623,1
0,2002
5
0,02
0,314
54,36046512
573,8
0,2057
5
0,02
0,291
57,70348837
595,6
0,2074
5
0,02
0,28
59,30232558
608,3
0,2013
5
0,02
0,29
57,84883721
610,2
0,2027
5
0,02
0,293
57,4127907
601,1
0,2023
5
0,02
0,31
54,94186047
574,4
0,2024
5
0,02
0,298
56,68604651
593,8
0,2079
5
0,02
0,302
56,10465116
571,7
0,2039
5
0,02
0,29
57,84883721
602,5
0,2036
5
0,02
0,322
53,19767442
551,2
0,2065
5
0,02
0,279
59,44767442
612,6
0,207
5
0,02
0,296
56,97674419
583,8
0,2033
5
0,02
0,3
56,39534884
587,9
0,2064
5
0,02
0,321
53,34302326
545,3
0,208
5
0,02
0,324
52,90697674
536,3
1
0,2013
5
0,02
0,265
61,48255814
651,5
2
0,2069
5
0,02
0,226
67,15116279
696,4
Teh hijau Teh murbei
1
0,2025
5
0,1
0,326
52,61627907
109,5
2
0,2022
5
0,1
0,336
51,1627907
106,4
Daun stevia kering
1
0,2009
5
0,02
0,503
36,16751269
365,0
2
0,2018
5
0,02
0,516
34,5177665
344,7
Rata-rata (mg vitamin C/100 g)
600
595
584
563
674
108
355
%AO = = = 68,895 AEAC (mg/100 g)
= ⁄
= = 724,4
Lampiran 6 Perhitungan kadar air formula terpilih Sampel
1 FA 2
Berat cawan (g)
Berat sampel(g) (a)
Berat cawan+sampel (g)
Berat sampel akhir (g) (b)
Kadar air (% bb)
5,7692
3,0953
8,6514
2,8822
6,885
5,3229
3,0721
8,1886
2,8657
6,719
5,7139
3,0027
8,5137
2,7998
6,757
6,3663
3,0184
9,1881
2,8218
6,513
Ratarata (% bb)
6,80
Contoh perhitungan : % bb kadar air = ((a-b)/ b)x 100% = ((3.0953-2,8822)/3.0953 x 100% = 6,885 Lampiran 7 Perhitungan kadar ekstrak air formula terpilih Sampel
Berat sampel(g) (a)
Berat kertas saring I (b)
Berat kertas saring II (c)
M1 (a-(c-b) (d)
Kadar ekstrak (% b/b)
0,2644
1,0927
1,2383
0,01188
48,21022
0,2545
1,2117
1,3565
0,01097
46,24906
0,2560
1,2129
1,3473
0,01216
50,96567
0,2593
1,0708
1,2064
0,01237
51,18601
1 FA 2
Rata-rata kadar (% b/b) 47,22964 51,07584
Contoh perhitungan : % bb kadar ekstrak air
= =M1x(500/50)*(100/a)*(100/(100-kadar air)) = 0,01188x(500/50)x(100/0,2644)x(100/(100-6,88) = 48,2102
Lampiran 8 Perhitungan kadar abu formula terpilih Sampel
1 FA 2
Berat cawan (g)
Berat sampel(g (a)
Berat cawan+sampel (g)
Berat sampel akhir (g) (b)
32,6140
3,2532
32,8304
0,2164
32,4573
3,0685
32,5888
0,1427
32,5722
3,1859
32,7934
0,2212
31,2220
3,0897
31,4441
0,2221
Contoh perhitungan : % bb kadar abu = ((a-b)/ b)x 100% = ((3.2352-0,2164)/3,2532) x 100% = 6.6519
Kadar abu (% bb)
6,6519 4,2855 6,9431 7,1884
Ratarata (% bb)
6,27
Lampiran 9 Kadar abu larut air formula terpilih
Sampel
1 FA 2
Berat abu (g) (a)
Berat kertas saring I (g) (b)
Berat kertas saring II (g) (c)
Berat abu larut air (g) (a-(c-b) (d)
Kadar abu larut air (%b/b)
0,2644
1,0927
1,2383
0,01188
48,21022
0,2545
1,2117
1,3565
0,01097
46,24906
0,2560
1,2129
1,3473
0,01216
50,96567
0,2593
1,0708
1,2064
0,01237
51,18601
% bb kadar abu larut air
= (d/a)* 100% = ((0.01188/0.2644)x100% = 48,21022
Lampiran 10 Hasil uji beda Duncan pada total fenol sampel Duncan Subset for alpha = 0.05 Formula
N 1
2
3
FA
2
FB
2
7.3028E2
FC
2
7.3966E2
FD
2
7.7573E2
FE
2
Sig.
5.2858E2
1.2096E3 1.000
.329
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Lampiran 11 Hasil uji beda Duncan pada nilai antioksidan sampel Duncan Subset for alpha = 0.05 Formula
N 1
2
FA
2
FB
2
584.0000
FC
2
594.5000
FD
2
599.5000
FE
2
562.5000
Sig.
670.0000
.186
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Rata-rata (%b/b)
49,2
Lampiran 12 Hasil uji korelasi Pearson antara total fenol dan antioksidan sampel Correlations total_fenol total_fenol
Pearson Correlation
antioksidan 1
Sig. (2-tailed)
Pearson Correlation Sig. (2-tailed)
**
.000
N antioksidan
.902
10
10
**
1
.902
.000
N
10
10
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Lampiran 13 Hasil uji korelasi Pearson antara formula dengan total fenol Correlations Formula Formula
Pearson Correlation
Total fenol 1
Sig. (2-tailed)
Pearson Correlation Sig. (2-tailed)
*
.039
N Total fenol
-.897
5
5
*
1
-.897
.039
N
5
5
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Lampiran 14 Hasil uji korelasi Pearson antara formula dengan antioksidan Correlations Formula Formula
Pearson Correlation
Antioksidan 1
Sig. (2-tailed) N Antioksidan
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
-.901
*
.037 5
5
*
1
-.901
.037 5
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
5