FORMULASI MINUMAN HERBAL INSTAN ANTIOKSIDAN DARI CAMPURAN TEH HIJAU (Camellia sinensis), PEGAGAN (Centella asiatica), DAN DAUN JERUK PURUT (Citrus hystrix)
Oleh MUHAMMAD ADIL RONI F03400120
2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
FORMULASI MINUMAN HERBAL INSTAN ANTIOKSIDAN DARI CAMPURAN TEH HIJAU (Camellia sinensis), PEGAGAN (Centella asiatica), DAN DAUN JERUK PURUT (Citrus hystrix)
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh MUHAMMAD ADIL RONI F03400120
2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
“ Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepada mu, ...” (Q.S. Al Qashash : 77)
Muhammad Adil Roni. F03400120. Formulasi Minuman Herbal Instan Antioksidan dari Campuran Teh Hijau (Camellia sinensis), Pegagan (Centella asiatica), dan Daun Jeruk Purut (Citrus hystrix). Dibawah bimbingan Chilwan Pandji dan Erliza Hambali. 2008 RINGKASAN Teh, pegagan dan daun jeruk purut merupakan bahan-bahan alam yang telah lama dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai tanaman obat yang berkhasiat untuk menyegarkan badan dan menjaga kesehatan. Seiring dengan perkembangan teknologi dan makin meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya hidup sehat, perkembangan tanaman obat pun semakin meningkat. Sejumlah penelitian menyebutkan bahwa tanaman obat dapat menyembuhkan beberapa penyakit kronis dengan nilai manfaat yang lebih tinggi dan efek samping yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan penggunaan obat-obatan sintetik. Teh (Camellia sinensis) terutama teh hijau menurut Hartoyo (2003), dengan kandungan katekin yang tinggi selain sebagai minuman yang menyegarkan juga telah lama diyakini memiliki khasiat bagi kesehatan tubuh. Pegagan (Centella asiatica) menurut Winarto dan Surbakti (2003), memiliki kandungan kimia yang disebut asiatikosida yang melalui uji klinis mampu merevitalisasi tubuh dan pembuluh darah serta mampu memperkuat struktur jaringan tubuh. Sedangkan jeruk purut (Citrus hystrix) Menurut Sarwono (1986), daunnya mempunyai khasiat sebagai stimulan dan penyegar. Selain itu daun jeruk purut mempunyai kandungan minyak atsiri yang cukup tinggi yang dapat dimanfaatkan sebagai aromaterapi. Kandungan katekin teh hijau dan kandungan asiatikosida pegagan menurut sejumlah penelitian mampu menghambat kerja radikal bebas dalam tubuh yang dapat menimbulkan berbagai penyakit. Kemampuan untuk menghambat dan melawan kerja radikal bebas ini disebut antioksidan. Berdasarkan manfaat teh hijau dan pegagan sebagai antioksidan serta manfaat daun jeruk purut sebagai aromaterapi, ketiga bahan tersebut berpotensi untuk dikombinasikan sebagai sebuah produk minuman herbal instan yang mempunyai khasiat yang tinggi dengan rasa dan aroma yang menyegarkan serta mudah dan praktis dalam penyajiannya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh perbandingan formulasi bahan dan penambahan bahan pemanis terhadap karakteristik produk yang dihasilkan dan menguji kemampuan aktivitas antioksidan produk dalam menghambat terjadinya proses oksidasi. Pembuatan minuman instan dilakukan dengan cara mengekstraksi bahan dengan ekstraksi padatan dalam cairan (leaching) untuk mendapatkan filtrat atau ekstrak bahan. Kemudian campuran ekstrak bahan (70%) dicampurkan dengan bahan pemanis (20%) dan bahan pengisi (10%), lalu dikeringkan dengan pengering semprot pada suhu 170oC. Bahan pemanis yang digunakan adalah ekstrak stevia dan sirup glukosa, sedangkan bahan pengisi yang digunakan adalah kombinasi antara maltodekstrin dengan gum arab (0,95:0,05). Rancangan percobaan yang dipakai adalah rancangan acak lengkap faktorial dengan dua faktor. Faktor pertama adalah perbandingan formulasi bahan (A) dengan 5
variabel, yaitu teh hijau:pegagan:daun jeruk purut = 6:1:1 (A1), 4:1:1 (A2), 2:1:1 (A3), 3:2:1 (A4), dan 5:2:1 (A5). Faktor kedua adalah penambahan bahan pemanis (B), yaitu ekstrak stevia (B1) dan sirup glukosa (B2). Analisis produk akhir meliputi rendemen, kadar air, kadar abu, densitas kamba, kelarutan, kadar vitamin C, uji total fenol, uji aktivitas antioksidan dan uji organoleptik. Karakteristik produk minuman instan yang dihasilkan memiliki rendemen berkisar antara 18,57-26,77 %, kadar air 1,22-2,96 %, kadar abu 0,68-0,87 %, densitas kamba 0,58-0,61 g/ml, kelarutan 93,26-94,66 %, kadar vitamin C 7,7214,54 mg dan nilai total fenol 42,06-49,35 ppm. Berdasarkan hasil analisis ANOVA pada tingkat kepercayaan 95% diketahui bahwa perbandingan formulasi bahan berpengaruh nyata terhadap rendemen, kadar air, kadar abu, densitas kamba, kadar vitamin C, dan nilai total fenol. Penambahan bahan pemanis berpengaruh nyata terhadap rendemen, kadar air, kadar abu, kelarutan, kadar vitamin C, dan nilai total fenol. Sedangkan interaksi antar kedua perlakuan berpengaruh nyata terhadap kadar vitamin C dan nilai total fenol. Uji aktivitas antioksidan sampai dengan penyimpanan hari ke-7 menunjukkan bahwa semua sampel produk memiliki nilai konsentrasi diena terkonjugasi yang lebih rendah dibandingkan kontrol. Artinya semua sampel produk mampu menghambat terjadinya proses oksidasi. Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa daun jeruk purut tidak mempunyai korelasi terhadap konsentrasi diena terkonjugasi, sedangkan teh hijau berkorelasi negatif dan pegagan berkorelasi positif terhadap konsentrasi diena terkonjugasi yang terbentuk.
Muhammad Adil Roni. F03400120. Formulation of Antioxidant Herbal Instant Beverage from combination of green tea, Centella asiatica, and Citrus hystrix leaves. Supervised by Chilwan Pandji and Erliza Hambali. 2007 ABSTRACT Tea (Camellia sinensis), Centella asiatica and Citrus hystrix leaves are substances of nature that a long time have being exploited by society as medicinal herbs which benefit to refresh body and keep in good health. Along with technological growth and excelsior the increasing of society awareness for the importance of healthy life, the growth of medicinal herbs also progressively mounts. A number of researches mention that medicinal herb can heal some chronic disease with value of higher level benefit and relatively smaller side effects than using of synthetic drugs. According to Hartoyo (2003), tea especially green tea with content of high catechin, besides as a refreshing beverage, has also believed having benefit for body health. Centella asiatica according to Winarto and Surbakti (2003), has chemical content so-called asiaticoside which through clinical test is able to revitalize body and venous, and also able to strengthen body structure. While Citrus hystrix according to Sarwono (1986), its leaves have benefit as stimulant and refresher. Others, they have high enough essential oil which can be used as aromatherapy. Catechin of green tea and asiaticoside of Centella asiatica according to a number of researches are able to inhibit free radical activity in body which can generate various diseases. Ability to inhibit and scavenge of the free radical activity are called antioxidant. Based on the benefit of green tea and Centella asiatica as antioxidant, and also the benefit of Citrus hystrix leaves as aromatherapy, all three of the substances have a potency to be combined as a instant beverage product of herbal that having high benefit with good taste and smell, and also easy and practice to serve. The aims of this research is to observe effect of comparison of substance formulation and addition of sweeteners to characteristic of product yielded, and test ability of antioxidant activity of product to inhibit oxidation process. Instant beverage was made by leaching extraction method to get substance extract or filtrate. Then mixing of substance extract (70%) was mixed with sweeteners (20%) and the filler substance (10%), and then was dried by spray dryer at temperature 170oC. Sweeteners used are stevia extract and glucose syrup, while filler substance used is combination of maltodextrin with gum arabic (0.95:0.05). The experimental design is factorial complete randomize design with two factors. The first factor is comparison of substance formulation (A) with 5 variables, that is green tea:Centella asiatica:Citrus hystrix leaves = 6:1:1 (A1), 4:1:1 (A2), 2:1:1 (A3), 3:2:1 (A4), and 5:2:1 (A5). The second factor is sweeteners addition (B), which is stevia extract (B1) and glucose syrup (B2). The final product analysis are yield rate, water content, ash content, bulk density, solubility, vitamin C, total of phenol, antioxidant activity, and hedonic test. The product characteristic has yield rate 18.57-26.77 %, water content 1.22-2.96 %, ash content 0.68-0.87 %, bulk density 0.58-0.61 g/ml, solubility
93.26-94.66 %, vitamin C 7.72-14.54 mg and total of phenol. 42.06-49.35 ppm. Based on the ANOVA test (α=0.05) is known that comparison of substance formulation gave significantly influence to yield, water content, ash content, bulk density, vitamin C, and total of phenol. Sweetener addition gave significantly influence to yield, water content, ash content, solubility, vitamin C, and total of phenol. And interaction factor gave significantly influence to vitamin C and total of phenol. Test of antioxidant activity up to seventh day’s incubation indicate that all product samples have concentration of conjugated diene are lower than control. It’s meaning that all product samples are able to inhibit oxidation process. Result of regression analysis indicate that Citrus hystrix leaves don't have correlation to concentration of conjugated diene, while green tea have negative correlation and Centella asiatica have positive correlation to concentration of conjugated diene.
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
FORMULASI MINUMAN HERBAL INSTAN ANTIOKSIDAN DARI CAMPURAN TEH HIJAU (Camellia sinensis), PEGAGAN (Centella asiatica), DAN DAUN JERUK PURUT (Citrus hystrix)
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh MUHAMMAD ADIL RONI F03400120
Dilahirkan pada tanggal 1 Oktober 1982 Di Jakarta Tanggal lulus : Menyutujui, Bogor, Februari 2008
Drs. Chilwan Pandji, Apt. MSc. Pembimbing I
DR. Ir. Erliza Hambali, Msi. Pembimbing II
SURAT PERNYATAAN
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul : Formulasi Minuman Herbal Instan Antioksidan dari Campuran Teh Hijau (Camellia sinensis), Pegagan (Centella asiatica), dan Daun Jeruk Purut (Citrus hystrix) Adalah Hasil Karya Saya sendiri, dengan arahan dosen pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya.
Bogor,
Februari 2008
Yang Membuat Pernyataan
Nama : Muhammad Adil Roni NRP
: F03400120
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 1 Oktober 1982 sebagai anak kedua dari pasangan Muhammading dan Nurmah. Riwayat pendidikan penulis dimulai pada tahun 1988 di SDN 12 PT Jakarta. Selanjutnya pada tahun 1994, penulis meneruskan pendidikan di SMPN 231 Jakarta dan pada tahun 1997 penulis melanjutkan sekolah ke SMUN 75 Jakarta. Pada tahun 2000, penulis berkesempatan untuk melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian melalui jalur UMPTN (Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri). Selama masa kuliah, penulis bergabung dalam Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri (HIMALOGIN). Selain itu, penulis juga pernah aktif di Depdagri BEM IPB masa bakti 2000/2001.
KATA PENGANTAR Dengan segala kerendahan hati, penulis memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi dengan judul “Formulasi Minuman Herbal Instan Antioksidan dari Campuran Teh Hijau (Camellia Sinensis), Pegagan (Centella Asiatica), dan Daun Jeruk Purut (Citrus Hystrix). Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kapada Nabi besar Muhammad SAW. Selama penelitian dan penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan, bantuan, dan pengetahuan yang sangat berharga dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Drs. Chilwan Pandji, Apt. MSc dan Dr. Ir. Erliza Hambali, Msi. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, motivasi, tenaga dan waktu kepada penulis selama melaksanakan penelitian dan penyusunan skripsi ini, serta kepada Dr. Dwi Setyaningsih STP. Msi. selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan kepada penulis. Tidak lupa penulis juga menyampaikan terima kasih kepada PT. Liza Herbal Internasional atas bantuannya dan kepada SEAFAST center IPB atas fasilitas yang diberikan selama penulis melaksanakan penelitian. Penulis menyadari bahwa selama melaksanakan penelitian dan penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat menghargai saran dan kritik yang membangun dari berbagai pihak. Penulis berharap semoga karya ini dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan penerapannya, khususnya dalam bidang industri pertanian. Akhir kata penulis menyampaikan banyak terima kasih dan semoga kebaikan serta amal perbuatan kita senantiasa diridhai oleh Allah SWT.
Bogor, Februari 2008 Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuannya selama ini. Baik pada saat penulis melaksanakan proses belajar di Institut Pertanian Bogor maupun pada saat penulis melaksanakan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Kedua orang tua, bapak dan ibuku di rumah serta kepada kakakku (parma) dan adik-adikku (arti, wanti, dan aling) tercinta atas doa dan kasih sayangnya selalu. 2. Asatidz di Pondok Pesantren Mahasiswa Al Ihya Dramaga : ustadz Ece Hidayat, ustadz Abdurrohman, dan ustadz Darul Qutni atas ilmu dan bimbingannya. 3. Seluruh staf pengajar, tata usaha, rumah tangga, dan laboran Departemen TIN IPB yang telah mendidik dan membantu penulis. 4. Pak Wagimin atas bantuan pustakanya. 5. Ersih, Indro, Tubagus dan seluruh rekan-rekan di PT. LHI atas informasi dan bantuannya kepada penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi. 6. Saini, Masri, Suhe, Wenny, Nurul, Dian, Ihsan, Osy, Jamhari dan seluruh teman-teman TIN 37 atas kebersamaan dan dukungannya selama ini. 7. Teman-temanku di Pesantren Mahasiswa Al Ihya : kang mas, kang opik, kang irfan, mang cecep, dodi, nanang, heri, anton, acep, great dan lain-lain yang selalu memotivasi dan memberikan semangat kepada penulis. 8. Temen-temen TIN 38, TIN 39, dan TIN 40 yang telah membantu penulis selama melaksanakan penelitian. Kepada berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis selama ini. Penulis sampaikan rasa terima kasih yang tak terhingga.
DAFTAR ISI
Halaman KATA PEGANTAR ......................................................................................... i DAFTAR ISI ..................................................................................................... iii DAFTAR TABEL ............................................................................................ v DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ vi DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... viii I.
PENDAHULUAN ..................................................................................... 1 A. LATAR BELAKANG ........................................................................... 1 B. TUJUAN ................................................................................................ 3
II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 4 A. TEH HIJAU ........................................................................................... 4 B. PEGAGAN ............................................................................................ 6 C. DAUN JERUK PURUT ........................................................................ 9 D. BAHAN PEMANIS .............................................................................. 10 1. Stevia ................................................................................................. 11 2. Sirup Glukosa .................................................................................... 13 E. BAHAN PENGISI ................................................................................. 14 1. Maltodekstrin ..................................................................................... 14 2. Gum Arab .......................................................................................... 15 F. PEMBUATAN MINUMAN INSTAN .................................................. 16 1. Ekstraksi ............................................................................................ 16 2. Pengeringan ....................................................................................... 17 G. ANTIOKSIDAN .................................................................................... 19 1. Antioksidan dan Mekanisme Anti Oksidasi ...................................... 19 2. Uji Aktivitas Antioksidan .................................................................. 21 III. METODOLOGI ....................................................................................... 24 A. BAHAN ................................................................................................. 24 B. ALAT ..................................................................................................... 24 C. WAKTU DAN TEMPAT ...................................................................... 24
D. METODE PENELITIAN ...................................................................... 26 1. Penelitian Pendahuluan ...................................................................... 26 2. Penelitian Lanjutan ............................................................................ 28 E. RANCANGAN PERCOBAAN ............................................................. 32 1. Rancangan Acak Lengkap (RAL) ..................................................... 32 2. Rancangan Regresi Berganda ............................................................ 33 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. 35 A. PENELITIAN PENDAHULUAN ......................................................... 35 1. Analisis Proksimat Bahan Baku ........................................................ 35 2. Penentuan Metode Ekstraksi .............................................................. 36 3. Penentuan Kondisi Pengering Semprot ............................................. 39 B. PENELITIAN LANJUTAN .................................................................. 40 1. Pembuatan Minuman Instan .............................................................. 40 2. Analisis Produk Akhir ....................................................................... 41 3. Uji Aktivitas Antioksidan .................................................................. 52 4. Uji Organoleptik ................................................................................ 57 V. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 62 A. KESIMPULAN ..................................................................................... 62 B. SARAN .................................................................................................. 62 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 64 LAMPIRAN ...................................................................................................... 68
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1.
Komposisi senyawa kimia dalam teh jadi ......................................... 5
Tabel 2.
Komposisi nilai nutrisi pegagan dalam 100 gram ............................. 8
Tabel 3.
Komposisi kimia daun jeruk purut dalam 100 gram ......................... 10
Tabel 4.
Standar mutu sirup glukosa ............................................................... 14
Tabel 5.
Perbandingan formulasi bahan dalam 70 gram ................................. 29
Tabel 6.
Hasil analisis proksimat bahan baku ................................................. 35
Tabel 7.
Hasil perhitungan total padatan terlarut dan bobot oleoresin ........... 38
Tabel 8.
Komposisi asam lemak pada minyak kedelai ................................... 52
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1.
Mekanisme autooksidasi oleh radikal bebas dan mekanisme penghambatan oksidasi oleh antioksidan ...................................... 21
Gambar 2.
Pembentukan diena terkonjugasi pada asam lemak linoleat ......... 22
Gambar 3.
Teh hijau dan pohon teh ................................................................ 25
Gambar 4.
Pegagan ......................................................................................... 25
Gambar 5.
Daun jeruk purut ........................................................................... 25
Gambar 6.
Daun stevia .................................................................................... 25
Gambar 7.
Alat Pengering Semprot ................................................................ 25
Gambar 8.
Diagram alir proses pembuatan minuman herbal instan dari teh hijau, pegagan, dan daun jeruk purut ...................................... 30
Gambar 9.
Filtrat hasil ekstraksi ..................................................................... 40
Gambar 10. Serbuk minuman instan ................................................................. 40 Gambar 11. Histogram rendemen minuman instan .......................................... 41 Gambar 12. Histogram kadar air minuman instan ............................................ 43 Gambar 13. Histogram kadar abu minuman instan ........................................... 44 Gambar 14. Histogram densitas kamba minuman instan .................................. 46 Gambar 15. Histogram kelarutan minuman instan ........................................... 47 Gambar 16. Histogram kadar vitamin C minuman instan ................................ 49 Gambar 17. Mekanisme kerja antioksidan dari turunan fenol .......................... 50 Gambar 18. Histogram nilai total fenol minuman instan .................................. 51 Gambar 19. Kurva kandungan diena terkonjugasi produk dengan penambahan ekstrak stevia ............................................................ 54 Gambar 20. Kurva kandungan diena terkonjugasi produk dengan penambahan sirup glukosa ............................................................ 55
Gambar 21. Kurva kandungan diena terkonjugasi produk ............................... 56 Gambar 22. Histogram respon panelis terhadap rasa minuman instan .............. 58 Gambar 23. Histogram respon panelis terhadap warna minuman instan ........... 60 Gambar 24. Histogram respon panelis terhadap aroma minuman instan ........... 61
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1.
Prosedur Analisis ................................................................... 69
Lampiran 2.
Syarat Mutu Serbuk Minuman Tradisional ........................... 74
Lampiran 3.
Rekapitulasi Data Analisis Serbuk Minuman Instan ............. 75
Lampiran 4.
Analisis Sidik Ragam dan Uji Lanjutan terhadap Rendemen Serbuk Minuman Instan ......................................................... 76
Lampiran 4.a.
ANOVA Rendemen ............................................................... 76
Lampiran 4.b.
Uji Lanjut Duncan, Faktor Perbandingan Formulasi Bahan terhadap Rendemen Serbuk Minuman Instan ........................ 76
Lampiran 4.c.
Uji Lanjut Duncan, Faktor Penambahan Bahan Pemanis terhadap Rendemen Serbuk Minuman Instan ........................ 76
Lampiran 5.
Analisis Sidik Ragam dan Uji Lanjutan terhadap Kadar Air Serbuk Minuman Instan ......................................................... 77
Lampiran 5.a.
ANOVA Kadar Air ................................................................ 77
Lampiran 5.b.
Uji Lanjut Duncan, Faktor Perbandingan Formulasi Bahan terhadap Kadar Air Serbuk Minuman Instan ......................... 77
Lampiran 5.c.
Uji Lanjut Duncan, Faktor Penambahan Bahan Pemanis terhadap Kadar Air Serbuk Minuman Instan ......................... 77
Lampiran 6.
Analisis Sidik Ragam dan Uji Lanjutan terhadap Kadar Abu Serbuk Minuman Instan ................................................. 78
Lampiran 6.a.
ANOVA Kadar Abu .............................................................. 78
Lampiran 6.b.
Uji Lanjut Duncan, Faktor Perbandingan Formulasi Bahan terhadap Kadar Abu Serbuk Minuman Instan ....................... 78
Lampiran 6.c.
Uji Lanjut Duncan, Faktor Penambahan Bahan Pemanis terhadap Kadar Abu Serbuk Minuman Instan ....................... 78
Lampiran 7.
Analisis Sidik Ragam dan Uji Lanjutan terhadap Densitas Kamba Serbuk Minuman Instan ............................................ 79
Lampiran 7.a.
ANOVA Densitas Kamba ..................................................... 79
Lampiran 7.b.
Uji Lanjut Duncan, Faktor Perbandingan Formulasi Bahan terhadap Densitas Kamba Serbuk Minuman Instan .............. 79
Lampiran 8.
Analisis Sidik Ragam dan Uji Lanjutan terhadap Kelarutan Serbuk Minuman Instan ......................................................... 80
Lampiran 8.a.
ANOVA Kelarutan ................................................................ 80
Lampiran 8.b.
Uji Lanjut Duncan, Faktor Penambahan Bahan Pemanis terhadap Kelarutan Serbuk Minuman Instan ......................... 80
Lampiran 9.
Analisis Sidik Ragam dan Uji Lanjutan terhadap Kadar Vitamin C Serbuk Minuman Instan ....................................... 81
Lampiran 9.a.
ANOVA Kadar Vitamin C .................................................... 81
Lampiran 9.b.
Uji Lanjut Duncan, Faktor Perbandingan Formulasi Bahan terhadap Kadar Vitamin C Serbuk Minuman Instan ............. 81
Lampiran 9.c.
Uji Lanjut Duncan, Faktor Penambahan Bahan Pemanis terhadap Kadar Vitamin C Serbuk Minuman Instan ............. 81
Lampiran 9.d.
Uji Lanjut Duncan, Faktor Interaksi Perbandingan Formulasi Bahan dan Penambahan Bahan Pemanis terhadap Kadar Vitamin C Serbuk Minuman instan ............. 82
Lampiran 10.
Kurva Standar Total Fenol .................................................... 83
Lampiran 11.
Data Analisis Total Fenol ...................................................... 84
Lampiran 12.
Analisis Sidik Ragam dan Uji Lanjutan terhadap Nilai Total Fenol Serbuk Minuman Instan ..................................... 85
Lampiran 12.a.
ANOVA Nilai Total Fenol .................................................... 85
Lampiran 12.b. Uji Lanjut Duncan, Faktor Perbandingan Formulasi Bahan terhadap Nilai Total Fenol Serbuk Minuman Instan ............. 85 Lampiran 12.c.
Uji Lanjut Duncan, Faktor Penambahan Bahan Pemanis terhadap Nilai Total Fenol Serbuk Minuman Instan ............. 85
Lampiran 12.d. Uji Lanjut Duncan, Faktor Interaksi Perbandingan Formulasi Bahan dan Penambahan Bahan Pemanis terhadap Nilai Total Fenol Serbuk Minuman instan ............. 86 Lampiran 13.
Data Uji Aktivitas Antioksidan ............................................. 87
Lampiran 14.
Analisis Sidik Ragam dengan Pengamatan Berulang terhadap Nilai Aktivitas Antioksidan Produk ........................ 88
Lampiran 14.a.
GLM Aktivitas Antioksidan Produk Minuman Instan .......... 88
Lampiran 14.b. GLM Aktivitas Antioksidan antar Sampel ............................ 88 Lampiran 14.c.
Uji Lanjut Duncan Pengaruh Sampel terhadap Nilai Aktivitas Antioksidan ............................................................ 89
Lampiran 15.
Analisis Regresi Produk Minuman Herbal Instan ................. 90
Lampiran 15.a.
Korelasi antar Perlakuan ........................................................ 90
Lampiran 15.b. Analisis Regresi ..................................................................... 90 Lampiran 16.
Form Pengisian Uji Organoleptik .......................................... 91
Lampiran 17.
Hasil Uji Organoleptik terhadap Rasa Minuman Herbal instan ...................................................................................... 92
Lampiran 17.a.
Rekapitulasi Data Organoleptik terhadap Rasa Minuman Herbal Instan .......................................................................... 92
Lampiran 17.b. Persentase Respon Panelis terhadap Rasa Minuman Herbal Instan ..................................................................................... 93 Lampiran 18.
Hasil Uji Organoleptik terhadap Warna Minuman Herbal instan ...................................................................................... 94
Lampiran 18.a.
Rekapitulasi Data Organoleptik terhadap Warna Minuman Herbal Instan .......................................................................... 94
Lampiran 18.b. Persentase Respon Panelis terhadap Warna Minuman Herbal Instan .......................................................................... 95 Lampiran 19.
Hasil Uji Organoleptik terhadap Aroma Minuman Herbal instan ...................................................................................... 96
Lampiran 19.a.
Rekapitulasi Data Organoleptik terhadap Aroma Minuman Herbal Instan .......................................................................... 96
Lampiran 19.b. Persentase Respon Panelis terhadap Aroma Minuman Herbal Instan .......................................................................... 97
I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sejak lama manusia menggunakan tumbuhan dan bahan alam lain sebagai obat untuk mengurangi rasa sakit, menyembuhkan dan mencegah penyakit tertentu, mempercantik diri serta menjaga kondisi badan agar tetap sehat dan bugar. Menurut catatan sejarah diketahui bahwa fitoterapi atau terapi menggunakan tumbuhan telah dikenal manusia sejak zaman sebelum masehi. Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang kaya akan keanekaragaman hayati telah memanfaatkan berbagai macam tanaman obat sejak zaman nenek moyang, yang kemudian diwariskan secara turun-temurun dari generasi yang satu ke generasi berikutnya. Seiring dengan perkembangan teknologi dan makin meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya hidup sehat, pemanfaatan tanaman obat pun semakin berkembang. Pemanfaatan tanaman obat dengan ramuan tradisional dianggap sebagai media pengobatan alternatif yang lebih mudah dan murah untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Semakin tingginya biaya pengobatan modern dan samping yang relatif kecil dari
nilai
manfaat yang tinggi serta efek
tanaman obat juga menjadi faktor yang
turut mendorong berkembangnya penggunaan obat-obatan tradisional di masyarakat. Beberapa penelitian juga telah membuktikan bahwa tanaman obat aman dan berkhasiat untuk mencegah dan menyembuhkan berbagai macam penyakit. Menurut Heyne (1987), tiga diantara tanaman yang dapat digunakan masyarakat untuk mencegah dan mengatasi gangguan kesehatan, yaitu teh, pegagan, dan jeruk purut. Teh adalah minuman yang berasal dari ekstrak daun teh (Camellia sinensis) yang mampu menstimulus saraf dan memberikan efek menyegarkan. Menurut Hartoyo (2003), teh selain sebagai minuman yang menyegarkan juga telah lama diyakini memiliki khasiat bagi kesehatan tubuh. Khasiat terhadap kesehatan ini disebabkan oleh adanya kandungan flavonoid teh yang disebut katekin. Dari tiga jenis teh yang ada, yaitu teh hitam, teh hijau, dan teh oolong
kandungan katekin tertinggi terdapat pada teh hijau. Pegagan (Centella asiatica) menurut Winarto dan Surbakti (2003) memiliki kandungan kimia yang disebut asiatikosida yang melalui uji klinis mampu merevitalisasi tubuh dan pembuluh darah serta mampu memperkuat struktur jaringan tubuh. Sedangkan jeruk purut (Citrus hystrix) menurut Sarwono (1986) selain dimanfaatkan buahnya juga dapat dimanfaatkan daunnya yang berkhasiat sebagai stimulan dan penyegar. Selain itu daun jeruk purut mempunyai kandungan minyak atsiri yang cukup tinggi yang dapat dimanfaatkan sebagai aroma terapi. Kandungan katekin pada teh hijau dan kandungan asiatikosida pada pegagan menurut sejumlah penelitian mampu menghambat kerja radikal bebas dalam tubuh yang dapat menimbulkan berbagai penyakit. Kemampuan untuk menghambat dan melawan kerja radikal bebas ini disebut antioksidan. Menurut Sofia (2007), antioksidan dapat didefinisikan sebagai suatu inhibitor yang bekerja menghambat oksidasi dengan cara bereaksi dengan radikal bebas reaktif membentuk radikal bebas tak reaktif yang relatif stabil, sehingga mampu melindungi sel dari kerusakan. Berdasarkan pada manfaat teh hijau dan pegagan sebagai antioksidan serta manfaat daun jeruk purut sebagai aroma terapi. Ketiga bahan tersebut berpotensi untuk dikombinasikan menjadi sebuah produk minuman kesehatan instan atau minuman herbal instan yang mempunyai khasiat yang tinggi dengan rasa dan aroma yang menyegarkan. Minuman herbal instan adalah minuman yang dapat meningkatkan fungsi fisiologis tubuh dengan cara penyajian yang praktis dan tidak meninggalkan buangan sisa. Menurut Hatasura (2005), ramuan tradisional dalam bentuk instan dapat dikonsumsi tanpa harus merebus ataupun menyeduh dengan air panas karena serbuk instan bersifat mudah larut dalam air. Minuman herbal instan mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan produk dalam bentuk cairan ataupun produk herbal kering, diantaranya dalam hal kestabilan produk dan kemudahan distribusi. Pandangan masyarakat tentang minuman herbal yang pahit dan tidak enak merupakan salah satu kendala yang juga menyebabkan sulitnya produk
minuman herbal berkembang di masyarakat. Penambahan bahan pemanis ekstrak stevia dan sirup glukosa diharapkan mampu meningkatkan mutu dan citarasa pada produk yang dihasilkan, sehingga dapat lebih diterima oleh masyarakat. Pengolahan teh hijau, pegagan, dan daun jeruk purut menjadi minuman instan ini merupakan salah satu alternatif dalam rangka diversifikasi produk ramuan tradisional yang diharapkan dapat menjadi nilai tambah bagi ramuan tradisional yang selama ini belum termanfaatkan secara optimal. B. TUJUAN Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik minuman herbal instan dari campuran teh hijau, pegagan, dan daun jeruk purut dengan penambahan pemanis ekstrak stevia dan sirup glukosa serta mempelajari pengaruh perbandingan formulasi bahan terhadap karakteristik produk yang dihasilkan. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk menguji kemampuan aktivitas antioksidan produk dalam menghambat terjadinya proses oksidasi.
II. TINJAUAN PUSTAKA A. TEH HIJAU Tanaman teh (Camellia sinensis L. Kuntze) merupakan salah satu tanaman perkebunan yang diduga berasal dari Asia Tenggara. Tanaman teh dapat tumbuh mulai dari pantai sampai pegunungan. Namun, perkebunan teh umumnya dikembangkan di daerah pegunungan yang sejuk (Ghani, 2002). Sutejo (1972) mengungkapkan bahwa tanaman teh tumbuh di daerah tropis dan subtropis dengan curah hujan sepanjang tahun tidak kurang dari 1 500 mm. Tanaman ini memerlukan kelembaban yang tinggi dan temperatur udara antara 13-29,5 oC. Menurut Hartoyo (2003), berdasarkan proses pengolahannya, produk teh dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu teh hijau, teh oolong, dan teh hitam. Teh hijau dibuat dengan cara menginaktivasi enzim oksidase atau fenolase yang ada dalam pucuk daun teh segar, dengan cara pemanasan atau penguapan menggunakan uap panas, sehingga oksidasi enzimatik terhadap katekin dapat dicegah. Menurut Afandi dan Sudarno (1996), pengolahan teh hijau adalah serangkaian proses fisik dan mekanis tanpa atau sedikit proses oksidasi enzimatis (fermentasi) terhadap pucuk teh dengan menggunkan sistem panning (pengeringan dengan uap). Tahapan pengolahannya terdiri dari pelayuan, penggulungan, pengeringan, dan sortasi kering. Berdasarkan cara dan tahapan pengolahan tersebut dihasilkan empat jenis mutu yang sudah baku di Indonesia, yaitu mutu 1/peko, mutu 2/jikeng, mutu 3/bubuk, dan mutu 4/tulang. Bahan-bahan kimia dalam daun teh menurut Bambang (1996) dapat digolongkan menjadi empat kelompok besar, yaitu substansi fenol, substansi non fenol, substansi aromatis, dan enzim. Substansi fenol terdiri atas katekin dan flavanol; substansi non fenol terdiri atas karbohidrat, pektin, alkaloid, protein, klorofil, asam organik, resin, vitamin, dan mineral; serta enzim terdiri atas enzim invertase, amilase, β-glukosidase, oksimetilase, protease, dan
peroksidase. Komposisi kadar bahan-bahan kimia dalam teh dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi senyawa kimia dalam teh jadi Komposisi
Teh Hijau (%)
Teh Hitam (%)
1. Selulosa dan serat kasar
34
34
2. Protein
17
16
3. Klorofil dan pigmen
1,5
1,0
4. Pati
0,5
0,25
1. Katekin/polifenol
25
13
2. Tanin teroksidasi
-
4
3. Kafein
4
4
4. Asam-asam amino
8
9
5. Karbohidrat
3
4
6. Mineral
4
4
7. Abu total
5,5
5,5
8. Minyak atsiri
0,01-0,02
0,01-0,02
Yang tidak larut dalam air :
Yang larut dalam air :
Sumber : Adiwilaga dan Insyaf, (2005) Menurut Bambang (1996), katekin atau dulu dikenal dengan nama tanin merupakan senyawa yang paling penting pada daun teh. Senyawa ini dalam pengolahannya, langsung atau tidak langsung berpengaruh terhadap sifat teh jadi, yaitu rasa, warna, dan aroma. Kandungan katekin berkisar antara 20-30 persen dari seluruh berat kering daun. Menurut Hartoyo (2003), katekin teh merupakan flavonoid yang termasuk dalam kelas flavanol. Jumlah atau kandungan katekin bervariasi untuk masing-masing jenis teh. Adapun katekin teh yang utama adalah epicatechin (EC), epicatechin gallate (ECG) epigallocatechin (EGC), dan epigallocatechin gallate (EGCG). Katekin mempunyai sifat tidak berwarna, larut air, serta membawa sifat pahit dan sepat pada seduhan teh. Hampir
semua sifat produk teh termasuk di dalamnya rasa, warna, dan aroma, secara langsung maupun tidak, dihubungkan dengan modifikasi pada katekin ini. Misalnya degalloasi dari katekin ester menjadi katekin non ester dapat menurunkan rasa pahit dan sepat dari teh hijau. Hartoyo (2003) menambahkan juga bahwa katekin teh mengandung sifat antioksidatif yang berperan dalam melawan radikal bebas yang sangat berbahaya bagi tubuh. Katekin juga mempunyai sifat potensial fisiologis yang dapat menurunkan resiko penyakit jantung koroner dan kanker. Menurut Ghani (2002), teh mengandung bahan-bahan alami yang dapat menstimulasi kesehatan, yaitu kafein untuk merangsang kerja sistem saraf; polifenol yang dapat meningkatkan daya tahan terhadap virus dan bakteri; vitamin B-kompleks untuk kesehatan mulut, lidah dan bibir; serta flouride yang baik untuk gigi. Teh juga berguna untuk mengobati sakit perut akibat kelainan usus. B. PEGAGAN Pegagan (Centella asiatica L. Urban) merupakan tumbuhan kosmopolit atau memiliki daerah penyebaran luas, terutama di daerah tropis dan subtropis. Pegagan menyebar liar dan dapat tumbuh subur di atas tanah dengan ketinggian 1-2500 meter dari permukaan laut (Winarto dan Surbakti, 2003). Pegagan banyak tumbuh di perkebunan, ladang, tepi jalan, pematang sawah ataupun di ladang yang agak basah. Tanaman ini berasal dari daerah Asia tropik, tersebar di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, India, Tiongkok, Jepang, dan Australia kemudian menyebar ke berbagai negara-negara lain (http://id.wikipedia.org/, 2007). Pegagan merupakan tumbuhan terna atau herba tahunan tanpa batang, tetapi dengan rimpang pendek dan stolon-stolon yang melata dengan tinggi 10-80 cm. Daunnya tunggal yang tersusun dalam roset yang terdiri atas 2 sampai 10 daun (Handra, 2004). Daun pegagan berwarna hijau, berbentuk seperti kipas, buah pinggang, atau ginjal; berdiameter 1-7 cm; permukaan dan punggung daunnya licin; tepinya agak melengkung ke atas, bergerigi, dan
kadang-kadang berambut; tulangnya berpusat di pangkal dan tersebar ke ujung (Winarto dan Surbakti, 2003). Menurut Winarto dan Surbakti (2003), bunga pegagan sangat kecil, bentuknya lonjong, cekung, dan runcing ke ujung. Jumlah tangkai bunga antara 1-5 tangkai dengan ukuran sangat pendek, keluar dari ketiak daun, tersusun dalam kerangka seperti payung, berwarna putih sampai merah muda atau agak kemerahan. Kelopak bunga tidak bercuping serta tajuk bunga berbentuk bulat telur dan meruncing ke bagian ujung. Buah pegagan juga berukuran kecil, panjangnya 2-2,5 mm dan lebar 7 mm, berbentuk lonjong atau pipih, menggantung, baunya wangi, rasanya pahit, berdinding agak tebal, berkulit keras, berlekuk dua, berusuk jelas, dan berwarna kuning. Menurut Januwati dan Yusron (2005), pegagan tidak tahan terhadap tempat yang terlalu kering, karena sistem perakarannya yang dangkal. Tanaman ini akan tumbuh baik dengan intensitas cahaya 30-40 persen. Pada tempat dengan naungan yang cukup, helaian daun pegagan menjadi besar dan tebal dibanding apabila tanaman tumbuh di tempat terbuka. Sedangkan pada tempat yang kurang cahaya, helaian daun akan menipis dan warnanya memucat. Jenis pegagan yang banyak dijumpai adalah pegagan merah dan pegagan hijau. Pegagan merah dikenal juga dengan antanan kebun atau antanan batu karena banyak ditemukan di daerah bebatuan, kering dan terbuka. Pegagan merah tumbuh merambat dengan stolon (geragih) dan tidak mempunyai batang, tetapi mempunyai rhizoma (rimpang pendek). Sedangkan pegagan hijau sering banyak dijumpai di daerah pesawahan dan di sela-sela rumput. Tempat yang disukai oleh pegagan hijau yaitu tempat agak lembab dan terbuka atau agak ternaungi (http://id.wikipedia.org/, 2007). Menurut Winarto dan Surbakti (2003), pegagan memiliki kandungan zat kimia yang bermanfat bagi manusia. Berbagai kandungan zat kimia yang sudah diketahui antara lain asiaticoside, thankunside, isothankunside, madecassoside, brahmaside, brahmic acid, modasiatic acid, meso-inosetol, centellose, carotenoids, garam K, Na, Ca, Fe, vellarine, tannin, mucilage, resin, pektin, gula, protein, fosfor, vitamin B, vitamin C, dan sedikit minyak
atsiri. Selain kandungan zat kimia yang beragam, menurut Pramono (1992), pegagan juga memiliki kandungan nutrisi yang cukup banyak. Komposisi nilai nutrisi dalam 100 gram herbal pegagan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Komposisi nilai nutrisi pegagan dalam 100 gram Komposisi
Jumlah
Satuan
Energi Air Protein Lemak Serat Abu Karbohidrat Kalsium Fosfor Besi Kalium Beta-karoten Tiamin Riboflavin Niasin Asam askorbat
34,0 89,3 1,6 0,6 2,0 1,6 6,9 170,0 30,0 3,1 414,0 6,580 0,15 0,14 0,12 4,0
Kal g g g g g g mg mg mg mg mg mg mg mg mg
Sumber : Pramono (1992) Menurut Winarto dan Surbakti (2003), sifat dan manfaat pegagan diantaranya pegagan bersifat menyejukkan atau mendinginkan, rasanya tajam, pahit, dan sedikit manis. Sedangkan manfaatnya antara lain merevitalisasi tubuh dan pembuluh darah serta mampu memperkuat struktur jaringan tubuh; sebagai tonik otak, yaitu memperlancar darah ke otak, meningkatkan kerja otak, dan mempertajam ingatan; berkhasiat untuk memudahkan proses pencernaan dan sebagai pencahar; menenangkan saraf, mempermudah timbulnya rasa kantuk bagi penderita sulit tidur; memperbanyak sel-sel darah merah, serta menyembuhkan gangguan ringan di hati dan limpa yang membengkak. Selain efek farmakologis di atas, Winarto dan Surbakti (2003) juga menambahkan manfaat lain pegagan antara lain sebagai anti infeksi, anti racun, penurun panas, peluruh air seni (diuretikum), anti lepra, dan anti sifilis
yang berasal dari kandungan triterpenoid, yaitu asiaticoside dan vellarine. selain itu, daun pegagan dapat digunakan sebagai tonikum untuk menambah energi dan meningkatkan stamina. Menurut Handra (2004), pegagan yang juga dikenal dengan nama Asiatic pennywort dan Indian pennywort ini sudah banyak digunakan di Asia Tenggara, India, dan China semenjak zaman pra sejarah untuk berbagai macam penyakit. Di China, tumbuhan ini digunakan sebagai tonikum dan pengobatan lepra. Dengan karakternya yang dingin, tumbuhan ini digunakan sebagai anti infeksi, anti toksik, antipiretik, dan diuretik. Dalam sistem pengobatan ayurvedic di India, pegagan dibuat dalam bentuk sirup tanpa alkohol untuk pengobatan epilepsi. Di Thailand, digunakan sebagai tonikum dan obat diare. Di Sri Lanka, tumbuhan ini banyak dimanfaatkan untuk meningkatkan pengeluaran air susu. Sedangkan di Vietnam digunakan untuk mengatasi lemah badan karena usia lanjut. Di Indonesia sendiri, tumbuhan ini digunakan untuk menyembuhkan luka, sakit perut, obat cacing, dan kencing batu. Pegagan juga digunakan sebagai obat demam, pembersih darah, hemoroid, batuk kering, dan penyakit anak-anak hidung berdarah, serta digunakan untuk mengobati kusta dan sipilis. C. DAUN JERUK PURUT Jeruk purut (Citrus hystrix) merupakan tanaman yang termasuk dalam salah satu anggota suku jeruk-jerukan (Rutaceae), sub famili Aurantioidae, genus Citrus, sub genus Papeda, dan spesies Citrus hystrix. Jenis tanaman jeruk anggota papeda, buahnya tak enak dimakan langsung karena daging buahnya terlalu banyak mengandung asam dan berbau wangi agak keras (Sarwono, 1986). Tanaman jeruk purut berpohon rendah, tingginya antara 2-12 meter. Batangnya bengkok atau bersudut, agak kecil, dan bercabang rendah. Tajuknya tidak beraturan, cabang-cabangnya rapat, ranting-rantingnya kecil, dan bersudut tajam. Batang yang telah tua bentuknya bulat, warnanya hijau tua polos atau berbintik-bintik (Sarwono, 1986).
Menurut Sarwono (1986), Daun jeruk purut berbentuk bulat telur, ujungnya tumpul, dan bertangkai satu. Tangkai daun bersayap lebar dan bentuknya hampir menyerupai daun. Warna daun hijau kuning dan baunya beraroma sedap. Daun jeruk purut mengandung tanin 1,8%, steroid triterpenoid, dan minyak asiri 1-1,5% v/b. Daun jeruk purut berkhasiat sebagai stimulan dan penyegar, sehingga dapat digunakan untuk menyegarkan badan yang letih dan lemah sehabis sakit berat (http://www.iptek.net.id/, 2005). Komposisi kimia daun jeruk purut disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Komposisi kimia daun jeruk purut dalam 100 gram Komposisi Energi Kadar air Protein Lemak Karbohidrat Serat Kadar abu Ca P Fe Na K Karoten Vitamin Tiamin Riboflavin Niasin Asam askorbat
Jumlah 146,0 57,1 6,8 3,1 29,0 8,2 4,0 1,672 20,0 3,8 1,815 0,20 0,35 1,0 20,0
Satuan Kal g g g g g g mg mg mg mg mg mg mg mg mg mg
Sumber : U.S Deparment of Health, Education and Welfare (1972) D. BAHAN PEMANIS Pemanis adalah salah satu bahan tambahan pangan yang sering ditambahkan ke dalam produk pangan untuk meningkatkan citarasa atau menghilangkan rasa pahit (Syah et al, 2005). Pemanis berdasarkan asalnya dapat dibagi menjadi dua, yaitu pemanis alami dan pemanis buatan. Pemanis
alami adalah pemanis yang diambil atau diekstrak dari bahan-bahan alam baik berasal dari tumbuhan maupun hewan seperti gula tebu, gula bit, gula mapel, gula stevia, madu, dan lain-lain. Sedangkan pemanis buatan adalah pemanis yang dibuat dari campuran bahan-bahan kimia seperti sakarin, siklamat, aspartam, neotam, dan lain-lain. Menurut Syah et al. (2005), Pemanis berdasarkan kandungan kalorinya dibagi menjadi tiga, yaitu pemanis berkalori, pemanis rendah kalori, dan pemanis nonkalori. Pemanis berkalori merupakan sumber kalori instan bagi orang-orang sehat terutama bagi kelompok usia yang sedang bertumbuh. Pemanis berkalori memiliki banyak fungsi pada produk pangan, tetapi bisa berdampak negatif pada penderita diabetes karena dapat meningkatkan kadar gula darah. Pemanis rendah kalori atau kurang kalori merupakan pemanis pengganti gula dengan perbandingan pemakaian 1:1. Artinya untuk menghasilkan tingkat manis yang sama, satu sendok pemanis rendah kalori dapat menggantikan satu sendok gula. Keunggulan pemanis rendah kalori dari sisi kesehatan dianggap lebih baik karena memberikan respon glikemik yang rendah sehingga mengonsumsinya tidak menyebabkan peningkatan kadar gula dalam darah secara signifikan. Selain itu baik juga bagi kesehatan gigi. Pemanis nonkalori merupakan pemanis yang aman dikonsumsi bagi penderita diabetes. Selain itu, pemanis nonkalori umumnya memiliki tingkat kemanisan yang jauh lebih tinggi dibanding pemanis gula biasa. 1. Stevia Stevia merupakan pemanis nonkalori yang diperoleh dari ekstraksi daun tanaman stevia (Stevia rebaudiana Bertoni M.). Menurut Irawadi (1986), tanaman stevia ditemukan oleh Bertoni sebagai tumbuhan yang daunnya berasa manis di daerah Paraguay pada tahun 1899. Stevia merupakan tanaman tahunan yang berbentuk perdu basah dan bercabang dengan tinggi tanaman antara 60-90 cm. Tanaman stevia atau yerba dulce (herba yang manis) diklasifikasikan ke dalam divisi Spermatophyta, sub divisi Angiospermae, kelas Dicotyledonae, ordo
Asterales, famili Compositae, genus Stevia dan spesies Stevia sp. atau Stevia ovata yang umum terdapat di Indonesia (Irawadi, 1986). Daun stevia berbentuk lonjong dan langsing serta bergerigi di bagian tepinya (Irawadi, 1986). Daun stevia berbentuk bulat telur dengan ujung tumpul dan pangkal runcing. Daun berwarna hijau dengan panjang 2-4 cm dan lebar 1-5 cm (Deptan, 2006). Pemanis stevia dapat diperoleh dengan cara mengekstrak daun stevia. Menurut Irawadi (1986), ekstraksi yang telah dikembangkan antara lain dengan menggunakan pelarut air dan menggunakan pelarut metanol. Ekstraksi dengan menggunakan pelarut air hanya dapat menghasilkan ekstrak gula stevia kasar dan tidak dapat menghasilkan kristal gula stevia, karena air merupakan pelarut yang sangat polar sehingga kurang selektif dalam melarutkan senyawa-senyawa dalam stevia. Menurut Harjono dan Hardjohutomo (1981), rasa manis pada daun stevia disebabkan oleh adanya senyawa glikosida, yaitu senyawa yang terdiri dari komponen gula dan bukan gula (aglukon). Menurut Sudarmadji (1982), glikosida yang didapat strukturnya tidak mengandung atom N. Glikosida ini kemudian diberi nama “steviosida” dengan rumus molekul C38H60O18. Steviosida mempunyai karakteristik antara lain bersifat higroskopis, mempunyai titik cair 198 oC, sedikit larut dalam air dan alkohol, dan larut dalam dioksan. Menurut Irawadi (1986), steviosida adalah glikosida yang paling banyak terdapat dalam daun stevia. Selain stevia terdapat tujuh macam glikosida lain yang rata-rata jumlahnya dalam daun stevia lebih rendah dari steviosida. Oleh karena glikosida yang terdapat pada stevia tidak hanya komponen steviosida, maka hasil ekstraksi daun stevia sering disebut gula stevia kasar. Rasa manis hasil ekstraksi stevia (gula stevia kasar) menurut Muhammad (1986), adalah 189 kali kemanisan sukrosa. Sedangkan steviosida murni menurut Sudarmadji (1982), adalah 300 kali kemanisan sukrosa.
Menurut Muhammad (1986), bahan-bahan pemanis alami termasuk daun stevia pada umumnya dianggap aman bagi kesehatan. Anggapan ini diperkuat lagi dengan adanya laporan mengenai tidak adanya efek negatif pada penduduk Paraguay yang menggunakan daun stevia sebagai bahan pemanis dalam minuman mereka sejak lebih dari seratus tahun yang lalu. Menurut Fujita dan Edahiro (1979), studi keamanan gula stevia dari penelitian yang telah dilakukan selama ini pada tikus dan kelinci menyimpulkan bahwa gula stevia kasar maupun stevia murni tidak menimbulkan efek negatif terhadap pertumbuhan dan tingkah laku serta sifat-sifat lain dari kedua hewan tersebut. Produk stevia digunakan terutama untuk makanan berkalori rendah bagi penderita diabetes, orang yang kegemukan dan penderita gigi berlubang. Pada umumnya produk stevia dapat mengurangi atau menggantikan 10-30 persen gula (Fujita dan Edahiro, 1979). 2. Sirup Glukosa Sirup glukosa atau glukosa cair menurut SNI 01-2978-1992 adalah cairan kental dan jernih dengan komponen utama glukosa diperoleh dari hidrolisis pati dengan cara kimiawi atau enzimatik. Menurut Burdock (1997), sirup glukosa biasanya berasal dari pati jagung sehingga sering disebut sirup jagung. Sirup glukosa ini memiliki karakteristik kental, tidak berwarna atau kekuningan, tidak berbau, mempunyai rasa manis, larut dalam air, dan sedikit larut dalam alkohol. Menurut Mcdonald dalam Ayu (2004), sirup glukosa secara luas digunakan dalam industri pangan, biasanya digunakan sebagai pengganti sukrosa. Hal ini dikarenakan dengan harga yang rendah, sirup glukosa memiliki keefektifan yang sama dengan sukrosa dalam memberikan karakteristik pemanis. Sirup glukosa dalam industri dapat diaplikasikan sebagai bahan baku yang sangat diperlukan dalam proses produksi karena sifat-sifatnya yang khas atau sebagai pengganti bahan lain. Penambahan sirup glukosa ke dalam produk bukan hanya berfungsi sebagai pemanis, tetapi juga dapat
digunakan untuk mencegah kristalisasi sukrosa dan kerusakan akibat aktivitas mikrobiologi, menurunkan titik beku, serta meningkatkan kehalusan tekstur. Kemanisan relatif sirup glukosa terhadap sukrosa akan meningkat
seiring
dengan
kenaikan
konsentrasi
larutan
(Tjokroadikoesoemo dalam Hatasura, 2004). Standar mutu sirup glukosa disajikan dalam Tabel 4. Tabel 4. Standar mutu sirup glukosa No 1
2 3 4 5
Kriteria uji Keadaan : 1.1 Bau 1.2 Rasa 1.3 Warna Air (%), b/b Abu (%), b/b Gula pereduksi, dihitung sebagai D-glukosa (%), b/b Pati
Persyaratan Tidak berbau Manis Tidak berwarna Maks. 20 Maks. 1 Min. 30 Tidak ada
Sumber : SNI 01-2978-1992 E. BAHAN PENGISI Bahan pengisi adalah bahan tambahan yang berfungsi untuk melapisi komponen flavor, meningkatkan jumlah padatan total, memperbesar volume, mempercepat proses pengeringan, dan mencegah kerusakan akibat panas (Masters, 1979). Bahan pengisi yang sering digunakan dalam industri pangan, diantaranya maltodekstrin dan gum arab. 1. Maltodekstrin Maltodekstrin merupakan senyawa hasil hidrolisis pati tidak sempurna, terdiri dari campuran gula-gula dalam bentuk sederhana (monosakarida dan disakarida) dalam jumlah kecil, oligosakarida berantai pendek dalam jumlah yang relatif lebih tinggi, serta sejumlah kecil oligosakarida berantai panjang (Hidayat, 2002). Maltodekstrin memiliki kelarutan dalam air yang sangat tinggi, sedikit larut dalam etanol, dan
kelarutannya akan meningkat seiring dengan kenaikan DE. Bahan pengisi ini juga dapat mengalami reaksi Maillard dengan asam amino pada kondisi tertentu yang akan meyebabkan timbulnya warna kuning atau coklat (Wade dan Weller, 1994). Keuntungan yang dapat diperoleh melalui kombinasi penggunaan maltodekstrin adalah sumbangannya terhadap penurunan tekanan osmotik produk. Penggunaan maltodekstrin sebagai pensubstitusi glukosa akan menyebabkan tekanan osmotik produk menjadi relatif lebih rendah. Tekanan osmotik yang rendah ini akan memungkinkan peningkatan konsentrasi
padatan (karbohidrat, mineral, nutrisi, dan vitamin) pada
produk (Hidayat, 2002). 2. Gum Arab Gum arab merupakan salah satu bahan tambahan Pangan (BTP) yang berasal dari sekresi bagian kulit atau batang pohon akasia (Burdock, 1997). Gum arab merupakan heteroglikan kompleks dengan berat molekul 250 ribu sampai satu juta Dalton (Oktaviany, 2002). Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Tentang Bahan Tambahan Makanan No. 722/MenKes/IX/881992. bahwa batas maksimal penggunaan gum arab untuk minuman ringan adalah 500 ppm. Menurut Glicksman (1983), gum arab berkualitas tinggi memiliki sifat tidak berwarna dan berasa dalam larutannya, sehingga banyak digunakan untuk mengikat flavor dalam bentuk serbuk atau campuran pada minuman kering. Glicksman (1983) menambahkan juga bahwa gum arab sangat mudah larut dalam air dingin membentuk larutan yang kurang kental (viskositas rendah) sehingga gum arab sangat cocok digunakan sebagai bahan pengisi pada pangan yang dikeringkan dengan pengering semprot. Selain itu gum arab dapat memperbaiki viskositas dan tekstur dari suatu produk. Menurut Burdock (1997), gum arab dapat mempertahankan flavor dari makanan yang dikeringkan dengan pengering semprot karena gum arab membentuk lapisan tipis yang dapat melapisi partikel flavor sehingga
terlindungi dari absorbsi air, oksidasi kimia, dan evaporasi air dari udara termasuk untuk produk yang higroskopis. Gum arab termasuk golongan GRAS (Generaly Recognized As Safe), tidak beracun dan tidak berbahaya untuk dikonsumsi manusia. F. PEMBUATAN MINUMAN INSTAN Minuman kesehatan adalah minuman yang dapat meningkatkan fungsi fisiologis tubuh seperti menghilangkan stres, menurunkan kandungan kolesterol, dan meningkatkan sistem pertahanan tubuh (Sampoerno dan Fardiaz, 2001). Produk instan diartikan sebagai produk yang praktis dalam penggunannya dan tidak meninggalkan buangan sisa dalam rumah tangga ketika disajikan (Susanto, 2002). Sehingga produk minuman kesehatan instan dapat diartikan sebagai minuman yang dapat meningkatkan fungsi fisiologis tubuh dengan cara penyajian yang praktis dan tidak meninggalkan buangan sisa. Oktaviany (2002) juga menambahkan minuman instan merupakan produk jenis minuman yang berdaya tahan lama, cepat saji, praktis, dan mudah dalam pembuatannya. Menurut Oktaviany (2002), proses pembuatan minuman instan secara umum terdiri dari dua tahapan, yaitu proses ekstraksi dan proses pengeringan atau penguapan. Ekstraksi dilakukan sebagai tahap awal dalam pembuatan minuman instan untuk mendapatkan sari atau bahan aktif yang diinginkan sedangkan pengeringan merupakan proses selanjutnya yang bertujuan untuk menghilangkan kadar air dalam bahan. 1. Ekstraksi Ekstraksi adalah metode pemisahan dimana komponen-komponen terlarut dari suatu campuran dipisahkan dari komponen yang tidak larut dengan pelarut yang sesuai. Metode paling sederhana untuk mengekstraksi padatan adalah mencampurkan seluruh bahan dengan pelarut lalu memisahkan larutan dengan padatan tidak terlarut (Harborne, 1987). Menurut Brown dalam Oktaviany (2002), ekstraksi dapat dilakukan secara fisik dan kimia. Ekstraksi secara fisik dapat dilakukan dengan
pengempaan/pengepresan,
sedangkan
ekstraksi
secara
kimia
dapat
dilakukan dengan perlakuan panas (hot extraction) dan penggunaan pelarut (perkolasi). Metode dasar ekstraksi tanaman obat adalah maserasi dan perkolasi. Maserasi adalah cara ekstraksi yang paling sederhana, yaitu dengan merendam bahan yang akan diekstrak dengan pelarut hingga susunan sel dalam bahan melunak (Voigt, 1994). Perkolasi dinyatakan sebagai proses pemisahan zat yang larut dengan cara mengalirkan pelarut ke dalam bahan melalui suatu kolom. Bahan dimampatkan dalam alat yang disebut perkulator dan ekstrak yang dihasilkan disebut sebagai perkolat (Ansel, 1989). Menurut Ketaren (1985), persiapan bahan baku sebelum proses ekstraksi mencakup pengeringan bahan dan pengecilan ukuran bahan hingga mencapai ukuran yang tepat sesuai dengan keperluan ekstraksi. Ukuran partikel bahan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan proses ekstraksi. Untuk bahan yang bersifat mudah ditembus zat cair dan uap (permeable) seperti daun, ranting, akar, rumput, bunga, dan buah maka perlu dilakukan proses pengecilan ukuran. Proses pengecilan ukuran bertujuan untuk mengurangi sifat kamba dari bahan dan membantu penetrasi pelarut ke dalam sel tumbuhan sehingga mempercepat pelarutan komponen bioaktif dan meningkatkan rendemen ekstraksi. Teknik pengecilan ukuran dapat dilakukan dengan cara pengirisan, penghancuran atau penggilingan dengan mesin. 2. Pengeringan Pengeringan
adalah
suatu
metode
untuk
mengeluarkan
atau
menghilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan cara menguapkan air tersebut dengan bantuan energi panas. Biasanya kandungan air tersebut dikurangi sampai suatu batas tertentu agar mikroorganisme tidak dapat tumbuh lagi di dalamnya (Winarno, 1982). Keuntungan proses pengeringan adalah bahan menjadi lebih awet dan volume bahan menjadi lebih ringan sehingga memudahkan dan menghemat
ruang pengangkutan dan pengemasan (Rankell et al., 1987). Sedangkan kerugian proses pengeringan adalah hilangnya flavor yang mudah menguap, pemucatan pigmen, perubahan struktur, dan timbulnya bau gosong bila kondisi pengeringan tidak terkendali (Buckle et al., 1985). Menurut Rankell et al. (1987), metode pengeringan yang paling umum digunakan dalam proses pembuatan bubuk instan adalah dengan menggunakan alat pengering semprot (spray dryer). Menurut Voigt (1994), produk yang dihasilkan dari proses pengering semprot berupa serbuk halus yang berukuran 100-200 µm. Menurut Masters (1979), cara pengeringan dengan menggunakan pengering semprot terdiri dari empat tahapan proses, yaitu : (1). Atomisasi atau penyemprotan bahan melalui sebuah penyemprot atau pengatomisasi; (2). Kontak antara droplet dengan udara pengering; (3). Pengeringan semprot secara evaporasi; dan (4). Pemisahan partikel kering dari udara. Menurut Kjaergaard (1974), keuntungan penggunaan pengering semprot adalah produk menjadi kering tanpa menyentuh permukaan logam yang panas, suhu produk akhir rendah walaupun udara pengering yang digunakan relatif bersuhu tinggi. Penguapan terjadi pada permukaan yang luas sehingga waktu pengeringan yang dibutuhkan relatif singkat, dan produk akhir yang dihasilkan berupa tepung yang stabil yang siap dikemas. Menurut Masters (1979), kecepatan penguapan atau evaporasi dipengaruhi oleh komposisi bahan terutama kandungan total padatan. Semakin tinggi total padatan bahan maka akan mempercepat proses penguapan. Menurut Rankell et al. (1989), berdasarkan kelebihan yang dimiliki oleh pengering semprot terutama jika dibandingkan dengan alat pengering lainnya, maka pengering semprot secara khusus digunakan untuk mengeringkan bahan-bahan yang peka terhadap panas tanpa merusak bahan tersebut meskipun menggunakan udara bertemperatur tinggi. Menurut Voigt (1994),
pengering
semprot
merupakan
metode
yang
baik
untuk
mengeringkan bahan-bahan yang peka seperti hormon, enzim, vitamin, glikosida, minyak atsiri, dan lain-lain.
G. ANTIOKSIDAN 1. Antioksidan dan Mekanisme Antioksidasi Menurut Schuler (1990), antioksidan adalah zat yang mampu memperlambat atau mencegah terjadinya proses oksidasi. Begitu pula disebutkan dalam http://www.kompas.com/ (2003), antioksidan merupakan zat yang anti terhadap zat lain yang bekerja sebagai oksidan. Zat lain itu populer disebut radikal bebas atau reactive oxygen species (ROS), yaitu suatu molekul oksigen dengan atom yang pada orbit terluarnya memiliki elektron yang tidak berpasangan. Karena kehilangan pasangannya itu, molekul lalu menjadi tidak stabil, liar, dan radikal. Radikal bebas tersebut menurut Karyadi (1997) muncul disebabkan berbagai proses kimia kompleks dalam tubuh, berupa hasil sampingan dari proses oksidasi (pembakaran) sel yang berlangsung pada waktu bernafas, metabolisme sel, olahraga yang berlebihan, peradangan atau ketika tubuh terpapar polusi lingkungan seperti asap kendaraan bermotor, asap rokok, bahan pencemar, dan radiasi matahari. Menurut Karyadi (1997), reaksi pembentukan radikal bebas sebenarnya merupakan mekanisme biokimia tubuh normal. Radikal bebas umumnya hanya bersifat perantara yang dapat dengan cepat diubah menjadi substansi yang tidak lagi membahayakan tubuh. Tetapi jika radikal bebas berada dalam jumlah berlebihan sementara jumlah antioksidan seluler tetap atau lebih sedikit, maka kelebihannya tidak bisa dinetralkan dan berakibat pada kerusakan sel. Kerusakan sel tersebut meliputi kerusakan DNA pada inti sel, kerusakan membran sel, kerusakan protein, kerusakan lipid, dan dapat menimbulkan autoimun. Menurut Sofia (2007), kerusakan tersebut tentu saja berujung pada timbulnya berbagai macam penyakit dalam tubuh seperti peradangan, penuaan dini, pemacuan zat karsinogenik yang menyebabkan kanker, peningkatkan kadar LDL (low density lipoprotein) yang kemudian menjadi penyebab penimbunan kolesterol pada dinding pembuluh darah. Akibatnya timbullah atherosklerosis atau lebih dikenal dengan penyakit jantung koroner. Di samping itu juga terjadi penurunan suplai darah atau ischemic
karena penyumbatan pembuluh darah serta parkinson menurut patologi juga dikarenakan radikal bebas. Supaya radikal bebas tersebut tidak merajalela, tubuh dengan sendirinya spontan memproduksi zat antioksidannya. Antioksidan yang diproduksi dari dalam tubuh (endogen) berupa tiga enzim yaitu, superoksida dismutase (SOD), glutation peroksidase (GSH Px), dan katalase, serta non enzim, yaitu senyawa protein kecil glutation. Ketiga enzim dan senyawa glutation ini bekerja menetralkan radikal bebas. Pekerjaannya itu dibantu oleh asupan antioksidan dari luar (eksogen) yang berasal dari bahan makanan. Misalnya, vitamin E, vitamin C, beta-karoten, dan senyawa flavonoid yang diperoleh dari tumbuhan (http://www.kompas.com/, 2003). Menurut Sofia (2007), sumber antioksidan dari luar, yaitu vitamin E dan vitamin C dapat diperoleh dari kacang-kacangan, biji-bijian, buahbuahan, dan sayuran hijau; beta-karoten dapat diperoleh dari wortel, brokoli, kentang, dan tomat; sedangkan senyawa flavonoid menurut Schuler (1990), dapat diperoleh dari rempah-rempah dan tanaman obat, seperti teh, kayu manis, ginseng dan lain-lain. Menurut Gordon (1990), autooksidasi lemak seperti semua reaksi berantai lainnya, mekanisme reaksinya terjadi melalui tahap inisiasi, dimana terjadi pembentukan radikal bebas; reaksi propagasi, dimana radikal bebas diubah menjadi radikal yang lain; dan reaksi terminasi, dimana terjadi penggabungan dua radikal membentuk formasi yang stabil. Menurut Gordon (1990), berdasarkan mekanismenya antioksidan dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu antioksidan primer yang dapat bereaksi dengan radikal bebas membentuk produk yang lebih stabil, dan antioksidan sekunder atau antioksidan pelindung, berperan dalam mereduksi kecepatan rantai inisiasi melalui berbagai mekanisme dan berperan dalam memperlambat laju autooksidasi lemak dengan cara mengikat ion logam, memecah hidroperoksida menjadi spesies non radikal, menyerap radiasi ultraviolet atau menginaktifkan oksigen singlet. Mekanisme autooksidasi oleh radikal bebas dan mekanisme penghambatan oksidasi oleh antioksidan menurut Gordon (1990) dapat digambarkan seperti pada Gambar 1.
Inisiasi
ROOH ROOH 2 ROOH
Propagasi
R• + O2 ROO• + R1H
Terminasi
ROO• + R1OO• RO• + R1
ROO• + H• RO• + •OH RO• + H2O + ROO• ROO• ROOH + R1• ROOR1 + O2 ROR1
Mekanisme Autooksidasi oleh Radikal Bebas ROO• + e ROO• + AH R• + e RO• + AH
R+
ROOROOH ROOH + A• alkena + H+ ROOH + A•
Mekanisme Penghambatan Oksidasi oleh Antioksidan Primer 2O2•- + 2H+ H2O2 + 3O2 (superoksida dismutase) 2H2O2 H2O + 3O2 (katalase) 1 3 O2 + 1β-karoten O2 + 3β-karoten Mekanisme Penghambatan Oksidasi oleh Antioksidan Sekunder Keterangan : ROO• = alkil peroksida AH = donor hidrogen R• = alkil radikal
Gambar 1. Mekanisme autooksidasi oleh radikal bebas dan mekanisme penghambatan oksidasi oleh antioksidan 2. Uji Aktivitas Antioksidan Menurut Damayanti (2004), Aktivitas antioksidan dapat dievaluasi dengan cara menentukan proteksi antioksidan terhadap oksidasi minyak atau lemak, dengan kata lain sejauh mana daya tahan minyak atau lemak tersebut terhadap proses oksidasi. Penentuan aktivitas antioksidan dapat dilakukan pada tahap oksidasi yang berbeda, yaitu tahap awal, pada saat oksidasi menghasilkan produk primer seperti bilangan peroksida (PV) dan diena terkonjugasi; serta pada tahap selanjutnya yang menghasilkan produk sekunder yang lebih stabil seperti heksanal, asam karboksilat volatil, dan sebagainya.
Metode pengukuran aktivitas antioksidan yang biasa digunakan pada berbagai penelitian meliputi : (1). Uji active oxygen method (AOM), (2). Uji TBA, (3). Metode sistem model β-karoten/linoleat, (4). Metode diena terkonjugasi, (5). Metode rancimat, (6). Metode tiosianat, (7). Metode scavenging effect on DPPH radical, dan (8). Metode kromatografi. Metode diena terkonjugasi merupakan metode yang digunakan untuk mengukur absorbansi yang disebabkan oleh adanya struktur diena terkonjugasi yang terdapat di dalam sampel minyak atau lemak (White, 1995). Diena terkonjugasi dapat diartikan sebagai suatu keadaan dimana ikatan rangkap dari suatu atom C berpindah menuju atom C disebelahnya. Menurut White (1995), perpindahan posisi ikatan rangkap ini terjadi ketika lemak kehilangan satu atom hidrogen dari gugus metilen pada posisi α dari ikatan rangkap. Perpindahan ini biasanya terjadi akibat oksidasi lemak. Menurut fennema (1996) hal tersebut dapat digambarkan seperti Gambar 2.
13
12
11
10
9
−C=C−C−C=C− −C=C−Ç−C=C−
−C=C−Ç −C=C− −C=C−C=C−Ç− −Ç−C=C−C=C−
O2 −C=C−C−C=C− O Ọ
RH −C=C−C−C=C− O O H
O2 −C=C−C=C−C− O Ọ −C−C=C−C=C− O Ọ RH −C=C−C=C−C− O O H −C−C=C−C=C− O O H
Gambar 2. Pembentukan diena terkonjugasi pada asam lemak linoleat
Struktur 1,4-pentadiena linoleat sangat mudah teroksidasi. Bahkan menurut Fennema (1996) struktur ini 20 kali lebih mudah teroksidasi daripada struktur propena pada asam oleat, hal ini karena gugus metil pada posisi 11 diapit oleh dua ikatan rangkap. Perpindahan posisi atom hidrogen menghasilkan pentadienyl radical intermediate yang bila bereaksi dengan molekul oksigen menghasilkan campuran yang seimbang antara 9- dan 13diena hidroperoksida terkonjugasi. Menurut White (1995), pengukuran diena terkonjugasi dapat digunakan sebagai indikator mutu minyak. Tetapi metode ini tidak dapat diaplikasikan pada semua jenis minyak karena nilai diena terkonjugasi tergantung pada komposisi asam lemak pada minyak tersebut. Metode diena terkonjugasi sering diaplikasikan pada minyak yang banyak mengandung asam linoleat atau asam lemak tak jenuh lainnya seperti minyak kedelai dan minyak jagung. Menurut Damayanti (2004), metode diena terkonjugasi dapat digunakan sebagai indeks kestabilan lipid menggantikan bilangan peroksida karena lebih cepat daripada penentuan bilangan peroksida, jauh lebih sederhana, tidak tergantung dari reaksi kimia atau perubahan warna dan membutuhkan sampel dalam ukuran yang lebih kecil. Kulas dan Ackman dalam Fatimah (2005) menambahkan, bahwa meskipun bilangan peroksida merupakan metode yang telah banyak dipakai dalam penentuan produk oksidasi primer minyak dan lemak, tetapi prosedur tersebut membutuhkan waktu yang lama sehingga banyak digantikan dengan diena terkonjugasi. Keunggulan metode diena terkonjugasi dibandingkan bilangan peroksida adalah lebih sensitif dan sangat berguna dalam menentukan efektivitas antioksidan.
III. METODOLOGI A. BAHAN Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini terdiri atas bahan baku pembuatan minuman herbal instan dan bahan kimia untuk analisis. Bahan baku pembuatan minuman herbal instan terdiri atas teh hijau (Gambar 3), pegagan (Gambar 4), daun jeruk purut (Gambar 5), daun stevia (Gambar 6), gum arab, maltodekstrin, dan sirup glukosa. Bahan kimia untuk analisis terdiri atas CuSO4, Na2SO4, H2SO4 pekat, NaOH 50%, HCl 0,02 N, NaOH 0,02 N, indikator mensel, H2SO4 0,325 N, NaOH 1,25 N, larutan Iod 0,01 N, indikator kanji, etanol 95%, folin-ciocalteu reagent 50%, Na2CO3, minyak kedelai, vitamin C dosis tinggi (You C-1000), Tween 80, dan metanol p.a. Semua bahan baku yang digunakan telah diperoleh dalam “bentuk kering” (telah dikeringkan) dari PT. LHI (Liza Herbal Internasional), Jln. Ir. H. Juanda No. 8, Bogor. Bahan pemanis sirup glukosa, bahan pengisi maltodekstrin dan gum arab diperoleh dari toko kimia Setia Guna, Bogor. B. ALAT Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas peralatan untuk membuat produk dan peralatan untuk analisis. Peralatan yang digunakan untuk membuat produk terdiri atas pengering semprot (Mini Spray Dryer) merek Buchi tipe B-191 (Gambar 7), blender, alat perkolasi, pemanas listrik, penyaring vakum, shaker batch, water batch, kertas saring, panci dan alat-alat gelas. Peralatan untuk analisis terdiri atas oven, tanur, neraca analitik, desikator, labu kjeldahl, alat destilasi, autoklaf, rotary vacum evaporator, refraktometer Abbe, spektrometer, inkubator, alat vorteks, dan alat-alat gelas. C. WAKTU DAN TEMPAT Penelitian dilakukan di laboratorium Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fateta IPB dan di Pilot plant serta laboratorium SEAFAST IPB. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2006 sampai Agustus 2007.
Gambar 3. Pohon teh (sumber : www.iptek.net) dan teh hijau
Gambar 4. Pegagan
Gambar 6. Daun stevia (sumber : Deptan)
Gambar 5. Daun jeruk purut
Gambar 7. Pengering semprot
D. METODE PENELITIAN 1. Penelitian Pendahuluan a. Analisis Proksimat Bahan Baku Komposisi bahan yang digunakan pada pembuatan minuman herbal instan sangat menentukan mutu produk akhir yang dihasilkan. Berdasarkan hal tersebut maka dalam penelitian pendahuluan ini dilakukan uji terhadap komposisi bahan baku utama, yaitu teh hijau, pegagan, dan daun jeruk purut. Analisis yang dilakukan meliputi pengukuran kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar serat kasar berdasarkan AOAC (1999), dan kadar vitamin C (Apriyantono et al., 1989). Prosedur analisis secara lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 1. b. Penentuan Metode Ekstraksi Menurut Bernardini (1983), faktor yang mempengaruhi jumlah rendemen hasil ekstraksi adalah perlakuan pendahuluan terhadap bahan, pemilihan jenis pelarut, perbandingan jumlah pelarut dan bahan, serta metode dan pengaturan kondisi ekstraksi yang digunakan, yang meliputi lama ekstraksi dan suhu ekstraksi. Jenis pelarut yang digunakan dalam penelitian ini adalah air (H2O), karena selain bersifat stabil air juga tentu saja aman dikonsumsi bagi manusia. Walaupun pada jenis bahan tertentu kemampuan air untuk melarutkan komponen bahan sangatlah rendah dibanding pelarut yang lain. Perbandingan jumlah pelarut dan bahan yang digunakan adalah 5% (b/v), yaitu 5 gram bahan diekstraksi dalam 100 ml air. Pada penelitian ini penentuan kondisi ekstraksi pada masingmasing bahan dilakukan dengan memodifikasi kondisi optimal ekstraksi dengan mengacu pada literatur yang telah ada sebelumnya. Sehingga metode ekstraksi yang diterapkan pada masing-masing bahan berbedabeda selain pengaruh sifat dan karakteristik bahan yang juga berbeda. Ekstraksi teh hijau dilakukan dengan metode penyeduhan, yaitu dengan memasukkan 5 gram teh hijau ke dalam 100 ml air mendidih dan didiamkan selama 20 menit (modifikasi santoso et al, 2005). Ekstraksi
pegagan dilakukan dengan metode kombinasi antara maserasi dan pemanasan, yaitu dengan memasukkan 5 gram pegagan ke dalam 100 ml akuades dan diaduk dengan shaker selama 3 jam. Setelah itu campuran dipanaskan dalam water batch suhu 70 oC selama 1 jam (modifikasi Cahyono, 1995). Daun jeruk purut diekstraksi dengan cara perebusan, yaitu dengan mendidihkan 100 ml air di atas kompor penangas. Setelah air mendidih kemudian dimasukkan 5 gram daun jeruk purut. Waktu perebusan ditentukan dengan menetapkan waktu terbaik dari empat variabel waktu yang diujikan yaitu, 5 menit, 10 menit, 15 menit, dan 20 menit. Pemilihan waktu ekstraksi terbaik didasarkan pada analisis total padatan terlarut dan bobot oleoresin (Oktaviany, 2002). Prosedur analisis dapat dilihat pada Lampiran 1. Daun stevia diekstraksi dengan teknik perkolasi (Muhammad, 1983). Daun stevia yang telah dibungkus kertas saring dimasukkan kedalam tabung perkolator, kemudian ditambahkan air sampai daun stevia yang terbungkus kertas saring terendam seluruhnya, perendaman dilakukan selama ± 20 jam. selama perendaman, air yang ditampung dalam labu kocok dialirkan sedikit demi sedikit melalui bagian atas tabung perkolator. Bersamaan dengan itu aliran air yang berada di bawah tabung perkolator dibuka dan dialirkan melalui corong yang telah diberi kertas saring dan kapas. Kemudian filtrat yang telah tersaring melalui corong tersebut ditampung dalam gelas piala atau labu erlenmeyer. Selanjutnya untuk mendapatkan konsentrasi yang sama dilakukan pemekatan dengan pemanasan hingga konsentrasi 5% (b/v). c. Penentuan Kondisi Pengering Semprot Penentuan
kondisi
pengering
semprot
dilakukan
dengan
menentukan suhu inlet (suhu udara pengering) yang optimal berdasarkan acceptable product, sifat fisik produk, dan sifat produk di alat pengering (modifikasi Oktaviany, 2002). Pada penelitian ini suhu udara pengering yang digunakan adalah 150 oC, 160 oC, 170 oC, dan 180 oC.
2. Penelitian Lanjutan a. Pembuatan Minuman Instan Pembuatan minuman instan dimulai dengan melakukan sortasi kering. Bahan-bahan herbal yang berfungsi sebagai komponen penyusun minuman instan disortasi dengan menghilangkan kotoran, bahan yang rusak dan bagian-bagian lain yang tidak diinginkan. Bahan kemudian dirajang menggunakan blender hingga berukuran 3-5 mm. Pengecilan ukuran bahan bertujuan untuk memudahkan pada saat proses ekstraksi. Ekstraksi dilakukan berdasarkan pada metode ekstraksi masingmasing bahan yang telah ditetapkan sebelumnya. Teh hijau diekstrak dengan metode penyeduhan, pegagan diekstrak dengan metode kombinasi antara maserasi dan pemanasan, daun jeruk purut diekstrak dengan cara perebusan, dan daun stevia diekstrak dengan teknik perkolasi. Hasil ekstraksi kemudian disaring dengan penyaring vakum lalu dipisahkan dari ampasnya. Hasil ekstraksi dari masing-masing bahan utama, yaitu ekstrak teh hijau, pegagan, dan daun jeruk purut dicampurkan sesuai dengan formula yang didapat dari Asian Pacific Journal of Clinical Nutrition (2004), yaitu dengan perbandingan (teh hijau : pegagan : daun jeruk purut = 6 : 1 : 1). Sebagai pembanding dibuat formulasi lain dengan cara trial dan error sehingga didapat empat formulasi lainnya. Formulasi dan jumlah bahan yang digunakan dalam gram serta penambahan air dari masingmasing bahan tersebut dapat dilihat pada Tabel 5. Jumlah campuran ekstrak teh hijau, pegagan dan daun jeruk purut yang digunakan dalam penelitian adalah sebanyak 70%. Untuk mendapatkan jumlah campuran ekstrak bahan sebanyak 70% tersebut maka pada formula yang kurang dilakukan penambahan air hingga didapat campuran ekstrak bahan sebanyak 70%.
Tabel 5. Perbandingan formulasi bahan dalam 70 gram No
Komposisi Teh hijau : Pegagan : Daun jeruk
Jumlah ekstrak bahan yang
Penambahan
digunakan (g)
air (g)
Teh hijau : Pegagan : Daun jeruk
1
6
:
1
:
1
51
: 8,5 : 8,5
2
2
4
:
1
:
1
46
: 11,5 : 11,5
1
3
2
:
1
:
1
35
: 17,5 : 17,5
-
4
5
:
2
:
1
42,5 : 17 : 8,5
2
5
3
:
2
:
1
34,5 : 23 : 11,5
1
Bahan
pengisi
yang
digunakan
adalah
campuran
antara
maltodekstrin (9,95%) dan gum arab (0,05%) . Bahan pemanis yang digunakan adalah ekstrak daun stevia dan sirup glukosa sebanyak 20%. Campuran ekstrak bahan 70%, bahan pengisi 10%, dan pemanis 20% kemudian dikeringkan dengan pengering semprot (spray dryer) pada suhu yang ditentukan pada penelitian pendahuluan hingga didapat serbuk sari minuman herbal instan. Diagram alir proses pembuatan minuman herbal instan disajikan pada Gambar 8. b. Analisis Produk Akhir Analisis produk akhir yang dilakukan pada penelitian ini meliputi rendemen (Oktaviany, 2002), kadar air, kadar abu (AOAC, 1999), densitas kamba (Heldman dan Singh dalam Hatasura, 2004), kelarutan (SNI 01-2891-1992), kadar vitamin C (Apriyantono et al., 1989), dan uji total fenol (Metode Chandler dan Dodds yang dimodifikasi dalam shetty et al., 1995). Prosedur analisis dapat dilihat pada Lampiran 1.
Pegagan
Daun jeruk purut
Sortasi
Sortasi
Sortasi
Sortasi
Pengecilan ukuran 3-5 mm
Pengecilan ukuran 3-5 mm
Pengecilan ukuran 3-5 mm
Pengecilan ukuran 3-5 mm
Teh hijau
air
air
air
air
Ekstraksi dengan penyeduhan a
Ekstraksi dengan kombinasi antara maserasi dan pemanasan b
Ekstraksi dengan perebusan c
Penyaringan
Penyaringan
Penyaringan
ampas
Ekstrak teh hijau
Ekstrak campuran bahan (70%)
Bahan pengisi (10%)
Pencampuran
Ekstraksi dengan perkolasi d
ampas
ampas
Ekstrak pegagan
Daun stevia
ampas
Ekstrak daun jeruk purut
Pemekatan dengan pemanasan hingga konsentrasi 5% (b/v)
Penambahan air
Bahan pemanis (20%)
Ekstrak daun stevia
Sirup glukosa Pengeringan di spray dryer
Serbuk minuman instan
Keterangan : a = modifikasi santoso et al, 2005 b = modifikasi cahyono, 1995 c = modifikasi oktaviany, 2002 d = modifikasi muhammad, 1983
Gambar 8. Diagram alir proses pembuatan minuman herbal instan dari teh hijau, pegagan dan daun jeruk purut.
c. Uji Aktivitas Antioksidan (Modifikasi Chan dan Levett, 1977) Uji aktivitas antioksidan dilakukan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan produk minuman instan dari teh hijau, pegagan, dan daun jeruk purut untuk menghambat kerja radikal bebas. Uji aktivitas antioksidan yang digunakan pada penelitian ini adalah uji aktivitas antioksidan dengan metode diena terkonjugasi. Pengujian dilakukan dengan cara mencampurkan 1 ml sampel dengan 10 ml minyak kedelai kemudian dibuat emulsi dengan 3 ml tween 80. Lalu emulsi tersebut dipipet 2 ml dan ditambah dengan 0,2 ml tween 80 dan 1 ml air bebas ion, sambil diaduk dengan stirer secara kontinyu ditambahkan air bebas ion sebanyak 16,8 ml secara bertahap sampai terbentuk emulsi. Setelah itu diinkubasi pada suhu 37 oC. Kemudian dipipet 0,1 ml secara berkala untuk analisis dan ditambahkan metanol sebanyak 5 ml. Lalu divorteks dan dibaca absorbansinya pada panjang gelombang 234 nm. Pengukuran dilakukan setiap hari selama 7 hari (satu minggu). Larutan sampel disiapkan dengan melarutkan 500 mg serbuk minuman instan kedalam 10 ml akuades. Kemudian divorteks hingga larutan homogen. Blanko dan kontrol dibuat tanpa penambahan sampel antioksidan. Uji aktivitas antioksidan dihitung dengan rumus : A x 1000 x Fp x 100 C = εxb Asumsi : minyak kedelai mengandung asam linoleat murni Keterangan : C
= konsentrasi diena terkonjugasi (mmol/kg minyak x 100)
A
= absorbansi
b
= lebar kuvet (cm)
Fp
= faktor pengenceran (= 1 jika tidak diencerkan)
ε
= 26 000 (molar-1.cm-1)
d. Uji Organoleptik Pengujian organoleptik yang dilakukan adalah uji hedonik (kesukaan). Uji hedonik dilakukan dengan menilai warna, rasa, dan aroma minuman herbal instan. Skala penilaian yang diberikan, yaitu (1) sangat tidak suka, (2) tidak suka, (3) netral, (4) suka, dan (5) sangat suka. Panelis yang digunakan dalam uji organoleptik ini adalah sebanyak 30 orang. E. RANCANGAN PERCOBAAN Rancangan yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari dua rancangan. Rancangan yang pertama menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial dengan dua kali ulangan yang digunakan untuk menganalisis data rendemen, kadar air, kadar abu, densitas kamba, kelarutan, kadar vitamin C, dan uji total fenol serta uji aktivitas antioksidan menggunakan RAL factorial in time. Rancangan yang kedua adalah Rancangan Regresi Berganda dengan menggunakan nilai rata-rata dari dua kali ulangan yang digunakan untuk menganalisis uji aktivitas antioksidan. Pengolahan data dibantu dengan menggunakan software SAS 6.12 dan Minitab 14.0 1. Rancangan Acak Lengkap (RAL) Menurut Mattjik dan Sumertajaya (2002), Keuntungan dari percobaan faktorial yaitu mampu mendeteksi respon dari taraf masingmasing faktor (pengaruh utama) serta interaksi antar dua faktor (pengaruh sederhana). Faktor perlakuan yang digunakan dalam rancangan ini, yaitu faktor perbandingan formulasi bahan (5 taraf perlakuan), dan faktor penambahan bahan pemanis (2 taraf perlakuan). A. Perbandingan formulasi bahan teh hijau, pegagan dan daun jeruk purut A1 = teh hijau : pegagan : daun jeruk purut = 6 : 1 : 1 A2 = teh hijau : pegagan : daun jeruk purut = 4 : 1 : 1 A3 = teh hijau : pegagan : daun jeruk purut = 2 : 1 : 1 A4 = teh hijau : pegagan : daun jeruk purut = 3 : 2 : 1 A5 = teh hijau : pegagan : daun jeruk purut = 5 : 2 : 1
B. Jenis bahan pemanis B1 = ekstrak daun stevia B2 = sirup glukosa Model rancangan percobaan yang digunakan adalah : Y(ijk) = µ + Ai + Bj + (AB)ij + εijk Keterangan : Y(ijk)
= respon yang ditimbulkan pengaruh bersama oleh taraf ke-i (i=1,2,3,4,5) faktor perbandingan formulasi bahan dan taraf ke-j (j=1,2) faktor jenis bahan pemanis pada ulangan ke-l (l=1,2)
µ
= nilai tengah (rata-rata) dari seluruh nilai pengamatan
Ai
= pengaruh yang ditimbulkan oleh faktor perbandingan formulasi bahan
Bj
= pengaruh yang ditimbulkan oleh faktor jenis bahan pemanis
(AB)ij
= pengaruh yang ditimbulkan oleh interaksi antara faktor A dan B
εijk
= pengaruh kesalahan percobaan
2. Rancangan Regresi Berganda Persamaan Regresi Berganda adalah persamaan matematik yang menggambarkan hubungan antara satu peubah tak bebas (Y) dengan lebih dari satu peubah bebas (X1, X2, ..., Xp) (Mattjik dan Sumertajaya, 2002). Peubah bebas (X) yang digunakan dalam rancangan ini, yaitu kadar ekstrak bahan teh hijau, pegagan dan daun jeruk purut (3 peubah bebas), dan peubah tak bebas (Y), yaitu nilai diena terkonjugasi pada hari ke-1. Faktor-faktor identifikasi tersebut adalah sebagai berikut. X. Kadar ektrak teh hijau, pegagan dan daun jeruk purut X1 = teh hijau X2 = pegagan X3 = daun jeruk purut Model rancangan percobaan yang digunakan adalah : Y = β0 + β1X1 + β2X2 + β3X3 + ε
Keterangan : Y =
peubah tak bebas
X =
peubah bebas
β0 =
intersep/perpotongan dengan garis tegak
β =
kemiringan/gradien
ε =
pengaruh kesalahan percobaan
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN 1. Analisis Proksimat Bahan Baku Analisis proksimat bahan baku dilakukan untuk mengetahui kualitas bahan baku yang digunakan. Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan baku yang telah dikeringkan sehingga kemungkinan terdapat perbedaan dengan penggunaan bahan segar. Sebagai pembanding disajikan data dari berbagai literatur acuan yang disajikan dalam Tabel 6. Tabel 6. Hasil analisis proksimat bahan baku Analisis bahan (setelah dikeringkan)
Teh hijau Hasil
Pegagan
Literatur
analisis
acuan
a
Hasil
Daun jeruk purut
Literatur
analisis
acuan
b
Hasil
Literatur
analisis
acuanc
Kadar air (%)
7,53
3,1
3,60
89,3
4,94
57,1
Kadar abu (%)
6,63
5,5
2,13
1,6
9,37
4,0
Kadar protein (%)
18,45
17
2,09
1,6
11,55
6,8
Kadar serat kasar (%)
13,03
34
19,16
2,0
28,86
8,2
Kadar vitamin C (mg)
11,25
-
0,28
4
0,92
20
Sumber : a. Adiwilaga dan Insyaf (2005) b. Pramono (1992) c. U.S Deparment of Health, Education and Welfare (1972) Berdasarkan data pada Tabel 6. dapat dilihat bahwa kadar air pegagan dan daun jeruk purut hasil analisis jauh berbeda dengan kadar air bahan pada literatur acuan. Hal ini dikarenakan pada penelitian ini bahan baku yang digunakan telah dikeringkan sebelumnya sehingga kadar air jauh berkurang dibandingkan penggunaan bahan segar. Perbedaan data yang jauh berbeda juga terdapat pada kadar serat kasar pada masing-masing bahan baku. Serat kasar menurut Winarno (2002) merupakan komponen dari jaringan tanaman yang tahan terhadap proses hidrolisis oleh enzim dalam lambung dan usus kecil. Kadar serat kasar pada teh hijau menunjukkan nilai yang lebih tinggi dibandingkan kadar serat hasil
analisis, sedangkan kadar serat kasar pada pegagan dan daun jeruk purut menunjukkan nilai yang jauh lebih rendah dibandingkan kadar serat kasar hasil analisis. Hal ini dapat disebabkan oleh perbedaan umur daun tanaman yang digunakan pada masing-masing penelitian. Umur daun tanaman yang lebih tua umumnya memiliki kandungan selulosa, hemiselulosa dan lignin yang lebih tinggi, sehingga pada daun tanaman yang lebih tua memiliki kadar serat kasar yang lebih tinggi dibandingkan dengan daun tanaman yang lebih muda. Pengukuran kadar abu dan kadar protein menunjukkan perbedaan yang tidak terlalu signifikan. Sehingga menujukkan kisaran data yang dimiliki daun pada umumnya. Perbedaan karakteristik dalam bahan dapat disebabkan oleh jenis varietas, umur tanaman dan kondisi tempat tumbuh dari masing-masing bahan baku. Vitamin C merupakan vitamin yang larut dalam air. Menurut Winarno (2002), vitamin C dapat terserap sangat cepat dari alat pencernaan masuk ke dalam aliran darah dan dibagikan ke seluruh jaringan tubuh. Peranan utama vitamin C dalam tubuh adalah untuk membantu penyerapan zat besi dan membantu pembentukan kolagen interseluler. 2. Penentuan Metode Ekstraksi Penentuan metode ekstraksi dilakukan untuk mendapatkan hasil ekstraksi optimal dengan cara mengkondisikan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil ekstraksi. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil ekstraksi meliputi jenis pelarut, perbandingan jumlah bahan dan pelarut, serta metode ekstraksi yang digunakan. Ekstraksi yang dilakukan dalam penelitian ini termasuk ekstraksi secara kimia dengan menggunakan pelarut air. Menurut Winarno (2002), air dapat melarutkan berbagai bahan seperti garam, vitamin, mineral, dan senyawa-senyawa cita rasa seperti yang terkandung di dalam teh dan kopi. Sejumlah penelitian juga menyebutkan bahwa air mampu melarutkan senyawa katekin, kafein, dan minyak atsiri dalam teh hijau (Adiwilaga dan Insyaf, 2005); senyawa asiatikosida dan sejumlah flavonoid dalam pegagan
(Kuntari, 2005); senyawa sitronelal, sitronelol, dan sejumlah senyawa minyak atsiri dalam daun jeruk purut (Rahardja, 1995); serta sejumlah senyawa glikosida termasuk steviosida dalam daun stevia (Muhammad, 1983). Walaupun air dapat melarutkan sejumlah senyawa tersebut di atas namun kemampuan air untuk melarutkan senyawa-senyawa aktif tersebut masih kurang efektif dibanding penggunaan pelarut metanol untuk melarutkan senyawa-senyawa aktif dalam pegagan dan daun stevia. Begitu juga untuk melarutkan senyawa minyak atsiri dalam daun jeruk purut penggunaan air masih kalah efektif dibandingkan penggunaan pelarut heksana. Sifat air yang sangat polar diduga menjadi penyebab sulitnya sejumlah senyawa aktif untuk larut dalam air. Menurut Ucko (1982), setiap komponen pembentuk bahan mempunyai perbedaan kelarutan yang berbeda dalam setiap zat pelarut. Kelarutan suatu senyawa dalam pelarut tertentu dapat terjadi karena persamaan kepolaran. Polaritas menggambarkan distribusi ion dalam molekul yang berpengaruh terhadap daya larut suatu bahan dalam pelarut. Senyawa kimia yang terkandung dalam bahan akan dapat larut pada pelarut yang relatif sama kepolarannya, sehingga senyawa polar akan larut dalam pelarut polar dan senyawa non polar akan larut dalam pelarut non polar. Perbandingan jumlah bahan dan pelarut yang digunakan adalah 5% (b/v), yaitu 5 gram bahan diekstraksi dalam 100 ml air. Perbandingan ini menurut oktaviany (2002) adalah perbandingan terbaik untuk melarutkan bahan rempah-rempah. Menurut Suryandari (1981), semakin besar volume pelarut yang digunakan dibandingkan dengan jumlah bahan yang diekstrak maka rendemen yang dihasilkan juga semakin besar. Semakin banyak pelarut yang ditambahkan maka semakin besar kemampuan pelarut untuk melarutkan bahan sehingga komponen bahan yang dapat terekstrak pun sermakin banyak. Akan tetapi penggunaan pelarut yang terlalu banyak dapat menyebabkan meningkatnya biaya produksi, selain itu juga dapat meyebabkan lamanya waktu pengeringan karena jumlah air yang mesti diuapkan pun semakin banyak. Sedangkan penggunaan bahan dalam jumlah
yang semakin besar dengan volume yang sama menyebabkan sulitnya air untuk berpenetrasi kedalam bahan sehingga kemampuan untuk mengekstrak bahan pun menjadi tidak optimal. Walaupun rendemen yang dihasilkan semakin banyak dengan semakin banyaknya bahan yang dilarutkan, akan tetapi jumlah kenaikan rendemen ekstraknya tidak signifikan dibandingkan dengan penggunaan bahan yang lebih sedikit. Ekstraksi dilakukan berdasarkan pada metode ekstraksi masingmasing bahan yang telah ditetapkan sebelumnya. Teh hijau diekstrak dengan metode penyeduhan, pegagan diekstrak dengan metode kombinasi antara maserasi dan pemanasan, daun jeruk purut diekstrak dengan cara perebusan, dan daun stevia diekstrak dengan teknik perkolasi. Waktu ekstraksi jeruk purut ditetapkan berdasarkan perbandingan hasil antara total padatan terlarut dan bobot oleoresin yang terbaik. Hasil pengukuran total padatan terlarut dan bobot oleoresin disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Hasil perhitungan total padatan terlarut dan bobot oleoresin Waktu (menit)
Total padatan terlarut (obrix)
Bobot oleoresin (gram)
5
3,1
0,472
10
3,7
0,368
15
4,1
0,204
20
4,5
0,035
Berdasarkan data tersebut di atas diketahui bahwa total padatan terlarut semakin meningkat dengan semakin lamanya waktu ekstraksi. Hal ini dikarenakan semakin lamanya waktu ekstraksi maka jumlah komponen yang terekstrak akan semakin banyak hingga akhirnya larutan menjadi jenuh. Selain itu, semakin lamanya waktu ekstraksi menyebabkan semakin banyaknya air yang teruapkan akibat pemanasan, sehingga larutan menjadi lebih pekat dan total padatan terlarutnya pun menjadi lebih tinggi. Sedangkan bobot oleoresin semakin menurun dengan semakin lamanya
waktu ekstraksi. Hal ini dikarenakan semakin lamanya waktu ekstraksi maka komponen volatil pada bahan akan semakin berkurang akibat teruapkan bersama air pada waktu pemanasan. Berdasarkan hal tersebut maka dipilih waktu ekstraksi 10 menit pada penelitian lanjutan. Karena berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 7, jumlah total padatan terlarut berbanding terbalik dengan bobot oleresin, sehingga dipilih waktu ekstraksi yang paling memungkinkan untuk mendapatkan total padatan terlarut yang optimal, tetapi dengan tetap memilih jumlah bobot oleoresin yang masih signifikan untuk diterima. 3. Penentuan Kondisi Pengering Semprot Menurut Rankell et al. (1987), Metode pengeringan yang paling umum digunakan dalam proses pembuatan bubuk instan adalah dengan menggunakan alat pengering semprot (spray dryer). Dalam penggunaan alat pengering semprot ini penentuan kondisi pengering semprot merupakan salah satu parameter penting yang harus diperhatikan karena setiap larutan bahan yang akan dikeringkan memiliki perbedaan karakteristik. Pada penelitian pendahuluan suhu inlet yang diujikan yaitu 150 oC, 160 oC, 170 oC, dan 180 oC. Berdasarkan hasil pengujian tersebut diperoleh suhu terbaik untuk proses pengeringan adalah 170 oC. Pada suhu ini dihasilkan jumlah produk akhir yang baik dengan tekstur yang halus dan kering. Pemakaian suhu inlet di bawah suhu 170 oC memberikan acceptable product yang rendah karena sebagian produk ada yang menempel pada siklon pemisah dan ruang pengumpul produk. Sedangkan pada suhu 180 oC memberikan produk akhir yang tidak jauh berbeda dengan suhu 170 oC, tetapi mengingat kandungan komponen aktif pada bahan, maka penggunaan suhu yang lebih rendah akan memperkecil kemungkinan terjadinya kerusakan komponen aktif. Suhu outlet yang digunakan ditentukan secara otomatis mengikuti nilai pada suhu inlet. Pada suhu inlet 170 oC suhu outlet yang digunakn adalah 90 oC. Sedangkan tekanan aliran bahan yang digunakan adalah 3 bar.
B. PENELITIAN LANJUTAN 1. Pembuatan Minuman Instan Berdasarkan SNI 01-4320-1996, serbuk minuman tradisional adalah produk bahan minuman berbentuk serbuk atau granula yang dibuat dari campuran rempah-rempah dan gula dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain atau tambahan makanan yang diizinkan. Syarat serbuk minuman instan disajikan pada Lampiran 2. Pembuatan minuman instan dilakukan melalui dua tahapan utama yaitu, ekstraksi dan pengeringan. Masing-masing bahan diekstraksi dengan metode yang berbeda-beda untuk mendapatkan hasil ekstraksi yang optimal (Gambar 9). Setelah diektraksi masing-masing ekstrak bahan dicampurkan sesuai dengan formula yang telah ditetapkan. Kemudian bahan pengisi (10%) dan bahan pemanis (20%) dimasukkan dalam campuran ekstrak bahan (70%) untuk kemudian dikeringkan dengan alat pengering semprot (spray dryer) pada suhu 170 oC sehingga didapat produk minuman instan yang diinginkan (Gambar 10).
Gambar 9. Filtrat hasil ekstraksi
Gambar 10. Serbuk minuman instan
2. Analisis Produk Akhir a. Rendemen Nilai rendemen dihitung berdasarkan perbandingan antara berat produk akhir dengan berat total larutan yang masuk ke alat pengering, kemudian dinyatakan dalam persen. Nilai rendemen yang didapat berkisar antara 18,57-26,77 persen dengan rata-rata 22,65%. Histogram pengaruh faktor perlakuan terhadap rendemen produk disajikan pada Gambar 11.
30 25
25,64
26,77 24,46 22,49
21,40
24,05 19,96
21,03
22,16
Rendemen (%)
18,57 20 15 10 5 0 Ekstrak stevia
Sirup glukosa
Bahan Pemanis (%) A1
A2
A3
A4
A5
Gambar 11. Histogram rendemen minuman instan Hasil analisis ANOVA (Lampiran 4.a) menunjukkan bahwa nilai rendemen produk yang dihasilkan dipengaruhi secara nyata oleh perbandingan formulasi bahan dan penambahan bahan pemanis, tetapi tidak dipengaruhi oleh interaksi keduanya. Histogram menunjukkan bahwa produk dengan penambahan ekstrak daun stevia menghasilkan rendemen yang lebih besar dibandingkan penggunaan sirup glukosa. Hal ini dapat disebabkan karena stevia hasil ekstraksi merupakan ekstrak kasar dengan menggunakan pelarut air. Air menurut Winarno (2002), dapat melarutkan berbagai komponen dalam bahan seperti garam, vitamin, mineral, karbohidrat dan sejumlah senyawa mikro lainnya. Sehingga total padatan terlarut dalam larutan ekstrak stevia menjadi lebih
tinggi, yang akhirnya berakibat pada tingginya nilai rendemen yang dihasilkan. Uji lanjut Duncan terhadap faktor perbandingan formulasi bahan menunjukkan bahwa rendemen yang dihasilkan oleh formulasi A1 tidak berbeda nyata dengan formulasi A4, begitu juga dengan rendemen yang dihasilkan oleh formulasi A3 tidak berbeda nyata dengan formulasi A5. sedangkan rendemen yang dihasilkan oleh formulasi A2 berbeda nyata terhadap rendemen yang dihasilkan oleh formulasi A1, A4 dan formulasi A3, A5. b. Kadar Air Kadar air dalam produk pangan merupakan faktor penting yang mempengaruhi kualitas suatu produk. Menurut Winarno (2002), kandungan air dalam bahan pangan mempengaruhi daya tahan bahan pangan terhadap serangan mikroorganisme, seperti bakteri, kapang, dan khamir. Produk pangan dengan kadar air tinggi menyebabkan mikroorganisme akan mudah berkembang biak, sehingga dapat merusak kandungan nutrisi dalam bahan pangan. Kandungan kadar air juga berpengaruh terhadap stabilitas produk pangan kering. Produk pangan kering dengan kadar air yang tinggi cenderung membuat produk menjadi mudah mengempal dan saling melengket, sehingga dapat menurunkan kualitas produk. Berdasarkan standar yang ditetapkan oleh SNI (1996), nilai kadar air untuk serbuk minuman tradisional maksimal 3% (Lampiran 2). Kandungan kadar air tertinggi dari serbuk minuman instan yang dihasilkan dari penelitian ini adalah 2,96% dengan kisaran antara 1,222,96 persen, sehingga nilai kadar air hasil penelitian ini telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh SNI. Histogram yang menggambarkan pengaruh faktor perlakuan terhadap kadar air disajikan pada Gambar 12.
2,96
2,86 3
2,55 2,29
2.5
Kadar Air (%)
2,79
1,78
2
1,81 1,58
1,58 1,22
1.5 1 0.5 0 Ekstrak stevia
Sirup glukosa
Bahan Pemanis (%) A1
A2
A3
A4
A5
Gambar 12. Histogram kadar air minuman instan Berdasarkan histogram pada Gambar 12, diketahui bahwa penambahan ekstrak stevia memberikan nilai kadar air yang lebih tinggi dibandingkan penambahan sirup glukosa. Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 5.c) juga menunjukkan bahwa penambahan ekstrak daun stevia berbeda nyata dengan penambahan sirup glukosa. Hal ini dapat disebabkan karena berbedanya konsentrasi larutan dari masing-masing bahan pemanis. Ekstrak stevia yang digunakan dalam penelitian ini memiliki konsentrasi 5% (b/v) sedangkan sirup glukosa menurut SNI 012978-1992 (Tabel 4) kandungan air maksimal yang diperbolehkan adalah 20% (b/b), artinya pada volume yang sama ekstrak stevia mengandung minimal 95 ml air sedangkan sirup glukosa mengandung maksimal 20 ml air, sehingga kandungan air larutan ekstrak stevia lebih banyak dibandingkan kandungan air pada sirup glukosa. Hasil analisis ANOVA (Lampiran 5.a) menunjukkan bahwa nilai kadar air produk yang dihasilkan dipengaruhi secara nyata oleh perbandingan formulasi bahan dan penambahan bahan pemanis, tetapi tidak dipengaruhi oleh interaksi keduanya. Hasil uji lanjut Duncan terhadap
faktor
perbandingan
formulasi
bahan
(Lampiran
5.b)
menunjukkan bahwa terdapat dua kelompok keragaman, yaitu kelompok
pertama formulasi A1, A3, dan A5 yang memberikan pengaruh berbeda nyata dengan kelompok dua, yaitu formulasi A2 dan A4. c. Kadar Abu Kadar abu merupakan parameter untuk menunjukkan nilai kandungan bahan anorganik (mineral) yang ada di dalam suatu bahan atau produk. Semakin tinggi nilai kadar abu maka semakin banyak kandungan bahan anorganik di dalam produk tersebut. Komponen bahan anorganik di dalam suatu bahan sangat bervariasi baik jenis maupun jumlahnya. Kandungan bahan anorganik yang terdapat di dalam suatu bahan diantaranya kalsium, kalium, fosfor, besi, magnesium, dan lain-lain. Kadar abu yang dihasilkan dalam penelitian ini berkisar antara 0,68-0,87 persen dengan rata-rata kadar abu 0,77%. Nilai kadar abu ini memenuhi standar yang telah ditetapkan oleh SNI (1996) bahwa nilai maksimal untuk kadar abu pada serbuk minuman tradisional adalah 1,5%. Histogram yang menggambarkan pengaruh faktor perlakuan terhadap kadar abu disajikan pada Gambar 13.
1.0 0.9
0,87 0,83
0,81 0,73 0,74
0,70
0.8
Kadar Abu (%)
0,84
0,78 0,77
0,68
0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0.0 Ekstrak stevia
Sirup glukosa
Bahan Pemanis (%) A1
A2
A3
A4
A5
Gambar 13. Histogram kadar abu minuman instan Hasil analisis ANOVA (Lampiran 6.a) menunjukkan bahwa nilai kadar abu produk yang dihasilkan dipengaruhi secara nyata oleh
perbandingan formulasi bahan dan penambahan bahan pemanis, tetapi tidak dipengaruhi oleh interaksi keduanya. Uji lanjut Duncan terhadap faktor perbandingan formulasi bahan (Lampiran 6.b) menunjukkan bahwa formulasi A3 tidak berbeda nyata dengan formulasi A4, tetapi kedua formulasi ini berbeda nyata dengan formulasi yang lain. Begitu juga dengan antar masing-masing formulasi saling berbeda nyata dengan formulasi yang lainnya. d. Densitas Kamba Densitas kamba merupakan sifat fisik bahan pangan kering yang berupa tepung atau biji-bijian yang dinyatakan dalam g/ml. Densitas kamba suatu bahan menunjukkan bahwa pada bobot yang sama bahan tersebut membutuhkan volume yang lebih besar; atau pada volume yang sama bahan tersebut memberikan bobot yang lebih besar. Karena itu densitas kamba yang lebih kecil lebih menguntungkan secara ekonomis karena lebih menghemat ruang pada saat penyimpanan dan lebih memudahkan pada saat proses transportasi. Namun, bukan berarti densitas kamba yang lebih besar tidak menguntungkan, karena saat penjualan produk, pada volume kemasan yang sama kita dapat menjual produk dengan bobot yang lebih rendah; atau pada bobot (netto) yang sama kita dapat menjual produk dengan volume yang lebih besar, sehingga terkesan produk tersebut lebih banyak atau lebih besar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai densitas kamba berkisar antara 0,58-0,61 g/ml dengan rata-rata 0,593 g/ml (Lampiran 3). Nilai terbesar didapat pada formulasi A1 dengan penambahan bahan pemanis ekstrak stevia, sedangkan nilai terendah didapat pada formulasi A4 dengan penambahan bahan pemanis ekstrak stevia dan formulasi A5 dengan penambahan bahan pemanis sirup glukosa. Histogram yang menggambarkan pengaruh faktor perlakuan terhadap densitas kamba disajikan pada Gambar 14.
0.65
Densitas Kamba (g/ml)
0.64 0.63 0.62 0.61
0,61 0,60
0,60 0,60 0,59 0,59
0.60
0,58
0,58
0.59
0,59
0,59
0.58 0.57 0.56 0.55 Ekstrak stevia
Sirup glukosa
Bahan Pemanis (%) A1
A2
A3
A4
A5
Gambar 14. Histogram densitas kamba minuman instan Histogram menunjukkan bahwa nilai densitas kamba hasil penambahan ekstrak daun stevia tidak jauh berbeda dengan penambahan sirup glukosa. Hal ini juga dibuktikan pada analisis ANOVA bahwa perlakuan penambahan bahan pemanis tidak memberikan beda nyata terhadap densitas kamba produk. Hasil analisis ANOVA terhadap perbandingan formulasi bahan memberikan beda nyata hanya pada tingkat
kepercayaan
95%.
Uji
lanjut
Duncan
terhadap
faktor
perbandingan formulasi bahan (Lampiran 7.b) menunjukkan bahwa formulasi A1 tidak berbeda nyata dengan formulasi A2 tetapi memberikan beda nyata terhadap formulasi yang lain; formulasi A2 memberikan beda nyata terhadap formulasi A4 tetapi tidak berbeda nyata terhadap formulasi yang lain; formulasi A3 memberikan beda nyata terhadap formulasi A1 tetapi tidak berbeda nyata terhadap formulasi yang lain; formulasi A4 memberikan beda nyata terhadap formulasi A1 dan A2 tetapi tidak memberi beda nyata terhadap formulasi A3 dan A5; dan formulasi A5 sama seperti formulasi A3 memberikan beda nyata terhadap formulasi A1 tetapi tidak berbeda nyata terhadap formulasi yang lain.
e. Kelarutan Kelarutan merupakan tingkat kemampuan produk kering berupa tepung, serbuk atau biji-bijian untuk larut di dalam air. Semakin tinggi nilai kelarutan yang diperoleh maka semakin baik mutu produk yang dihasilkan, karena proses penyajiannya akan menjadi lebih mudah.. Histogram yang menggambarkan pengaruh faktor perlakuan terhadap kelarutan produk disajikan pada Gambar 15.
95.0 94,35
94,50
94,63 94,66
94,43
Kelarutan (%)
94.5 94.0 93,49 93.5
93,35 93,37 93,48 93,26
93.0 92.5 92.0 Ekstrak stevia
Sirup glukosa
Bahan Pemanis (%) A1
A2
A3
A4
A5
Gambar 15. Histogram kelarutan minuman instan Berdasarkan histogram pada Gambar 15, diketahui bahwa penambahan sirup glukosa memberikan nilai kelarutan yang lebih tinggi dibandingkan penambahan ekstrak stevia. Voight (1994) menyatakan bahwa air dalam produk berpengaruh kuat terhadap stabilitas, kemampuan reaksi, dan kelarutan produk yang dihasilkan. Hatasura (2004) juga menambahkan bahwa kadar air yang tinggi pada bahan akan menurunkan tingkat kelarutan produk, keberadaan air dapat mengganggu proses rekonstitusi, sehingga terjadi penggumpalan pada waktu penambahan air sebelum dikonsumsi. Data hasil penelitian (Lampiran 3) menunjukkan bahwa kadar air produk dengan penambahan ekstrak stevia mempunyai nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan kadar air produk dengan penambahan sirup glukosa. Hal ini sesuai dengan data hasil
kelarutan yang menunjukkan bahwa ekstrak stevia dengan kadar air yang lebih tinggi mempunyai kelarutan yang rendah dan sirup glukosa dengan kadar air yang lebih rendah mempunyai kelarutan yang tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai kelarutan berkisar antara 93,26-94,66 persen dengan nilai rata-rata 93,952%. Berdasarkan data tersebut dapat dikatakan bahwa serbuk minuman instan hasil penelitian ini memiliki kelarutan yang baik dalam air Hasil analisis ANOVA (Lampiran 8.a) menunjukkan bahwa faktor perbandingan formulasi bahan tidak memberikan beda nyata terhadap nilai kelarutan produk. Begitu juga dengan interaksi antara perbandingan formulasi bahan dengan penambahan bahan pemanis tidak berbeda nyata terhadap kelarutan produk. Sedangkan penambahan bahan pemanis memberikan beda nyata terhadap kelarutan produk. Hasil uji lanjut Duncan terhadap penambahan bahan pemanis menunjukkan bahwa penambahan bahan pemanis ekstrak stevia berbeda nyata dengan penambahan sirup glukosa. f. Kadar Vitamin C Menurut Silalahi (2006), dalam sistem biologis, vitamin C merupakan antioksidan yang larut dalam air. Vitamin C dengan mudah dapat menangkap spesies oksigen dan nitrogen reaktif, seperti superoksida, radikal hidroperoksil, radikal nitrogen oksida, dan asam hipoklorit. Sehingga vitamin C dapat berperan untuk mencegah reaksi kerusakan
oksidatif
menambahkan,
untuk
terhadap
biomolekul.
mencegah
berbagai
Silalahi penyakit
(2006)
juga
dan
untuk
meningkatkan daya tahan tubuh, konsumsi vitamin C yang banyak dianjurkan. Bahkan kebutuhan minimal vitamin C yang dipakai selama ini (60 mg/hari) perlu ditingkatkan menjadi dua kali lipat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai kadar Vitamin C berkisar antara 7,72-14,54 mg dengan nilai rata-rata 10,27 mg dalam setiap satu gram serbuk minuman instan (Lampiran 3). Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa setiap 6 gram serbuk minuman instan dari
campuran teh hijau, pegagan, dan daun jeruk purut ini mampu menggantikan kebutuhan minimal harian vitamin C bagi manusia, yaitu 60 mg/hari.
16
14,54
13,52
Vitamin C (mg)
14 12
11,72 10,44
9,96
9,46
8,46 8,84
10
7,72 8,11
8 6 4 2 0 Ekstrak stevia
Sirup glukosa
Bahan Pemanis (%) A1
A2
A3
A4
A5
Gambar 16. Histogram kadar vitamin C minuman instan Berdasarkan histogram pada Gambar 16, diketahui bahwa penambahan ekstrak stevia memberikan nilai kadar vitamin C yang lebih tinggi dibandingkan penambahan sirup glukosa. Hasil analisis ANOVA (Lampiran 9.a) menunjukkan bahwa faktor perbandingan formulasi bahan, faktor penambahan bahan pemanis dan interaksi antar kedua faktor perlakuan memberikan beda nyata terhadap kadar vitamin C produk. Hasil uji lanjut Duncan terhadap faktor perbandingan formulasi bahan menunjukkan nilai yang berbeda nyata pada masing-masing perlakuan. Hasil uji lanjut Duncan juga menunjukkan bahwa penambahan ekstrak stevia berbeda nyata dengan penambahan sirup glukosa terhadap kadar vitamin C. Hasil yang sama juga ditunjukkan pada interaksi antar kedua faktor perlakuan, yaitu masing-masing sampel memberikan pengaruh yang berbeda nyata satu sama lainnya.
g. Uji Total Fenol Uji total fenol dilakukan untuk mengetahui banyaknya jumlah fenol dalam suatu sampel yang dihitung berdasarkan nilai absorbansi sampel yang disesuaikan dengan nilai absorbansi asam tanat. Uji total fenol penting untuk dilakukan karena beberapa senyawa turunan fenol, yaitu vitamin E dan flavonoid diketahui mempunyai kemampuan antioksidan yang dapat menghambat kerja radikal bebas. Menurut silalahi (2006), vitamin E merupakan antioksidan yang larut dalam lemak yang dapat menangkap radikal bebas dan menghalangi reaksi berantai peroksidasi lipid. Sedangkan flavonoid menurut Silalahi (2006) merupakan senyawa yang dapat berperan sebagai penangkap radikal bebas karena mengandung gugus hidroksil. Flavonoid juga bersifat sebagai reduktor yang dapat bertindak sebagai donor hidrogen terhadap radikal bebas. Turunan fenol, yaitu polifenol dalam teh menurut Silalahi (2006) mempunyai sifat protektif terhadap kanker. Secara umum polifenol bersifat meredam radikal bebas baik melalui delakolisasi elektron dan membentuk ikatan hidrogen intramolekul maupun dengan penataan kembali struktur molekulnya. Fenol sendiri merupakan senyawa siklik benzena yang memiliki gugus OH. Mekanisme kerja antioksidan dari turunan fenol menurut Silalahi (2006) dapat digambarkan seperti Gambar 17. O•
OH + Ro
RH +
O
O •
H • H
Fenol
Radikal bebas
Radikal bebas yang tidak reaktif
Gambar 17. Mekanisme kerja antioksidan dari turunan fenol
Hasil analisis ANOVA (Lampiran 12.a) menunjukkan bahwa faktor perbandingan formulasi bahan, faktor penambahan bahan pemanis dan interaksi antar kedua faktor perlakuan memberikan beda nyata terhadap kadar nilai total fenol produk yang dihasilkan. Histogram yang menggambarkan pengaruh faktor perlakuan terhadap nilai total fenol tersebut disajikan pada Gambar 18.
50 49
Total Fenol (ppm)
48
49,35 47,17 46,75 46,02
47
46,13 45,50
46 45 44
42,69
43
42,38
42,79 42,06
42 41 40 Ekstrak stevia
Sirup glukosa
Bahan Pemanis (%) A1
A2
A3
A4
A5
Gambar 18. Histogram nilai total fenol minuman instan Hasil uji lanjut Duncan terhadap faktor perbandingan formulasi bahan (Lampiran 12.b) menunjukkan bahwa formulasi A2 tidak berbeda nyata dengan formulasi A3, tetapi kedua formulasi ini berbeda nyata terhadap formulasi yang lain. Begitu juga dengan antar masing-masing formulasi saling berbeda nyata terhadap formulasi yang lainnya. Uji lanjut Duncan terhadap faktor interaksi antar kedua perlakuan menunjukkan bahwa formulasi A1B1 berbeda nyata terhadap semua formulasi yang lain, begitu juga dengan formulasi A5B1 berbeda nyata terhadap semua formulasi yang lainnya. Sedangkan formulasi A1B2 tidak berbeda nyata dengan formulasi A4B1; formulasi A2B1 tidak berbeda nyata dengan formulasi A3B1; formulasi A2B2 tidak berbeda nyata dengan formulasi A3B2 dan A4B2; serta formulasi A3B2 tidak berbeda nyata dengan formulasi A5B2.
3. Uji Aktivitas Antioksidan Uji aktivitas antioksidan dilakukan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan sampel produk untuk menghambat terjadinya proses oksidasi pada asam linoleat. Proses oksidasi tersebut dapat diketahui karena adanya struktur diena terkonjugasi. Menurut White (1995), asam yang mengandung dua ikatan rangkap terkonjugasi menunjukkan penyerapan pada panjang gelombang 230-234 nm. Oleh karena itu pengukuran diena terkonjugasi dilakukan dengan spektrofotometer UV pada panjang gelombang 234 nm. Pada penelitian ini digunakan minyak kedelai murni, karena menurut Bailey dalam Ketaren (1996) minyak kedelai mengandung 15-64 % asam linoleat. Komposisi minyak kedelai lebih lengkap dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Komposisi asam lemak pada minyak kedelai Komposisi kimia
Persentase
Asam lemak tidak jenuh • Linoleat • Oleat • Linolenat • Arakhidonat
85% 15-64 % 11-60 % 1-12 % 1,5%
Asam lemak jenuh • Palmitat • Stearat • Arakhidat • laurat
15% 7-10 % 2-5 % 0,2-1 % 0,2-1 %
Asam linoleat pada suhu 37oC selama penyimpanan akan teroksidasi dengan memperlihatkan pergeseran posisi ikatan rangkap karena terjadinya isomerisasi dan pembentukan konjugatnya (Fatimah, 2005). Diena terkonjugasi yang dihasilkan dapat diukur dengan spektrometer UV pada panjang gelombang 234 nm. Semakin banyak diena terkonjugasi yang dihasilkan maka semakin tinggi nilai absorbansi yang terukur. Adanya penambahan antioksidan akan menghambat terbentuknya diena terkonjugasi sehingga nilai absorbansi yang terukur akan semakin kecil. Pada pengujian
ini, sampel sebanyak 0,1 ml ditambahkan ke dalam emulsi asam linoleat. Pembanding yang digunakan adalah kontrol tanpa penambahan sampel dan suplemen vitamin C dosis tinggi (You C-1000). Berdasarkan
hasil
penelitian
diketahui
bahwa
sampai
pada
penyimpanan hari ke-7 semua sampel produk memiliki nilai konsentrasi diena terkonjugasi yang lebih rendah dibandingkan kontrol. Artinya semua sampel produk mampu menghambat terjadinya proses oksidasi (Lampiran 13). Kandungan diena terkonjugasi terendah terdapat pada sampel produk A1B1, sedangkan yang tertinggi terdapat pada sampel produk A5B2. Suplemen
vitamin
C
menunjukkan
konsentrasi
kandungan
diena
terkonjugasi yang paling rendah dibandingkan dengan kontrol dan sampel produk, artinya suplemen vitamin C tersebut memiliki kandungan antioksidan yang cukup tinggi. Berdasarkan kurva pada Gambar 21, dapat dilihat bahwa semua sampel yang diujikan mengalami kenaikan jumlah diena terkonjugasi secara linier setiap harinya hingga hari ke-7 yang memiliki kandungan diena terkonjugasi tertinggi, walaupun pada beberapa sampel nilai yang terukur mengalami penurunan pada hari tertentu. Hal ini menurut Sejati (2002) dapat disebabkan oleh stabilitas emulsi pada sampel. Ketidakstabilan dapat disebabkan karena antioksidan yang dalam hal ini larut dalam air tidak dapat melindungi minyak kedelai murni dari oksidasi secara sempurna. Fatimah (2005) menerangkan bahwa efektivitas antioksidan dalam sistem minyak utuh dan sistem emulsi dipengaruhi oleh polaritas larutan, substrat lipid, pH, sistem emulsi (O/W atau W/O), konsentrasi, waktu oksidasi, metode yang digunakan dalam menentukan oksidasi lipid, pengemulsi, adanya ingredien lain, stabilitas relatif antioksidan, serta kemampuan mendonasi atom hidrogen.
8.0
7.0
6.0
Diena Terkonjugasi (mmol/kg minyak x 100)
5.0
A1B1 A2B1 4.0
A3B1 A4B1 A5B1
3.0
2.0
1.0
0.0 1
2
3
4
5
6
7
Hari ke-
Gambar 19. Kurva kandungan diena terkonjugasi produk dengan penambahan ekstrak stevia
8.0
7.0
6.0
Diena Terkonjugasi (mmol/kg minyak x 100)
5.0
A1B2 A2B2 4.0
A3B2 A4B2 A5B2
3.0
2.0
1.0
0.0 1
2
3
4
5
6
7
Hari ke-
Gambar 20. Kurva kandungan diena terkonjugasi produk dengan penambahan sirup glukosa
8.0
7.0
6.0
Kontrol A1B1
Diena Terkonjugasi (mmol/kg minyak x 100)
5.0
A2B1 A3B1 A4B1 A5B1
4.0
C-1000 A1B2 A2B2 A3B2
3.0
A4B2 A5B2
2.0
1.0
0.0 1
2
3
4
5
6
7
Hari ke-
Gambar 21. Kurva kandungan diena terkonjugasi produk
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan bahan pemanis berpengaruh nyata terhadap kandungan diena terkonjugasi (Lampiran 14.a). penambahan bahan pemanis ekstrak stevia menunjukkan nilai kandungan diena terkonjugasi yang lebih rendah dibandingkan penambahan sirup glukosa. Hal ini dapat disebabkan karena ekstrak stevia kemungkinan mempunyai kandungan bahan aktif antioksidan yang mampu menghambat oksidasi, sedangkan sirup glukosa merupakan karbohidrat murni yang tidak memberikan pengaruh terhadap aktivitas antioksidan. Hasil analisis sidik ragam juga menunjukkan bahwa lama oksidasi berpengaruh nyata terhadap konsentrasi diena terkonjugasi yang terbentuk. Semakin lama waktu oksidasi maka semakin banyak diena terkonjugasi yang terbentuk. Uji lanjut Duncan terhadap sampel menunjukkan bahwa masing-masing sampel memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kandungan diena terkonjugasi (Lampiran 14.c). Analisis regresi hanya dilakukan terhadap sampel dengan penggunaan bahan pemanis sirup glukosa, dengan asumsi bahwa penggunaan bahan pemanis tidak mempunyai pengaruh terhadap nilai diena terkonjugasi. Hasil analisis (Lampiran 15) menunjukkan bahwa daun jeruk purut tidak mempunyai korelasi terhadap kandungan diena terkonjugasi, sedangkan teh hijau mempunyai korelasi negatif dan pegagan memberikan korelasi positif terhadap kandungan diena terkonjugasi. Hal ini berarti bahwa semakin banyak teh hijau yang digunakan pada formula maka semakin rendah nilai diena terkonjugasi yang terukur, yang berarti kemampuan produk untuk menghambat proses oksidasi pun semakin baik. 4. Uji Organoleptik Uji organoleptik merupakan uji yang digunakan untuk mengetahui tingkat kesukaan atau ketidaksukaan panelis terhadap suatu produk. Uji organoleptik yang dilakukan pada penelitian ini adalah uji hedonik (kesukaan) terhadap sepuluh sampel produk minuman instan. Produk minuman instan yang diujikan dibuat dengan melarutkan 5 gram serbuk instan dalam 100 ml air. Jumlah perbandingan ini diperoleh
secara trial dan error. Panelis sebanyak 30 orang diminta mengungkapkan tanggapan pribadinya dengan memberikan penilaian dalam bentuk skala terhadap rasa, warna, dan aroma minuman instan yang diujikan. Kesukaan tertinggi diperoleh dari selisih terbesar jumlah kumulatif panelis yang menyatakan suka dan jumlah kumulatif panelis yang menyatakan tidak suka. Jumlah kumulatif yang menyatakan suka merupakan gabungan dari jumlah panelis yang menyatakan suka (skala 4) dan sangat suka (skala 5). Sedangkan jumlah kumulatif yang menyatakan tidak suka merupakan gabungan dari jumlah panelis yang menyatakan tidak suka (skala 2) dan sangat tidak suka (skala 1). Form penilaian uji hedonik dapat dilihat pada Lampiran 16. a. Rasa Rasa adalah tanggapan rangsangan kimiawi yang dapat dinilai oleh indera pencicip (lidah). Hasil penilaian respon panelis terhadap rasa minuman instan dapat dilihat pada lampiran 17 dan dinyatakan dalam bentuk histogram pada Gambar 22.
Jumlah Panelis (%)
50 40 30 20 10 0
A1B1 A1B2
A2B1 A2B2
A3B1 A3B2 A4B1 A4B2
A5B1 A5B2
Minuman Herbal Instan Sangat tidak suka
Tidak suka
Biasa
Suka
Sangat suka
Gambar 22. Histogram respon panelis terhadap rasa minuman instan Berdasarkan histogram pada Gambar 22 dapat dilihat bahwa respon kesukaan tertinggi terhadap rasa diperoleh pada perlakuan A1B2 yaitu dengan persentase kumulatif sebesar 26,67%. Sedangkan respon kesukaan terendah diperolah pada perlakuan A2B1, A2B2, dan A5B2 dengan
persentase kumulatif sebesar 6,67%. Berdasarkan histogram dapat dilihat juga bahwa Respon ketidaksukaan tertinggi terhadap rasa diperoleh pada perlakuan A2B1 dan A3B1 yaitu dengan persentase kumulatif sebesar 80%. Sedangkan respon ketidaksukaan terendah diperolah pada perlakuan A3B2 dengan persentase kumulatif sebesar 36,67%. b. Warna Warna suatu minuman akan sangat berpengaruh terhadap daya tarik konsumen pada suatu minuman. Warna pada minuman herbal biasanya diperoleh secara alami dari zat warna yang terdapat pada tanaman herbal tersebut seperti zat antosianin, kurkumin ataupun brazilin. Warna pada herbal yang berupa daun-daunan juga sangat dipengaruhi oleh tingginya kadar klorofil pada herbal tersebut. Pada penelitian ini, secara umum warna minuman instan selain dipengaruhi oleh zat warna yang terkandung dalam bahan juga sangat dipengaruhi oleh penambahan bahan pemanis yang digunakan. Pengujian memperlihatkan bahwa secara umum terdapat dua jenis warna pada minuman herbal instan, yaitu warna coklat kehitaman pada perlakuan dengan penambahan ekstrak stevia (B1) dan warna kuning kecoklatan pada perlakuan dengan penambahan sirup glukosa (B2). Hasil perlakuan penambahan bahan pemanis ini sangat berpengaruh nyata terhadap respon kesukaan panelis. Berdasarkan histogram pada Gambar 23, dapat dilihat bahwa respon kesukaan panelis terhadap warna minuman herbal instan dengan penambahan ekstrak stevia (B1) sangatlah rendah, yaitu dengan persentase kumulatif sebesar 0-6,67 %. Sedangkan respon kesukaan panelis terhadap warna minuman herbal instan dengan penambahan sirup glukosa sebesar 43,33-66,67 %. Rendahnya nilai kesukaan panelis terhadap minuman dengan penambahan ekstrak stevia dapat disebabkan karena warna ekstrak stevia yang dihasilkan memiliki warna hitam, sehingga menyebabkan campuran minuman menjadi kehitaman dan tidak menarik. Sedangkan minuman dengan penambahan sirup glukosa memiliki warna kekuningan seperti
minuman teh pada umumnya, hal ini dikarenakan sirup glukosa merupakan cairan kental yang tidak berwarna yang tidak memberikan
Jumlah Panelis (%)
pengaruh terhadap campuran minuman yang dihasilkan.
70 60 50 40 30 20 10 0
A1B1
A1B2
A2B1 A2B2
A3B1 A3B2
A4B1 A4B2
A5B1 A5B2
Minuman Herbal Instan Sangat tidak suka
Tidak suka
Biasa
Suka
Sangat suka
Gambar 23. Histogram respon panelis terhadap warna minuman instan c. Aroma Aroma adalah bau yang dapat dirangsang oleh syaraf-syaraf olfaktori yang terdapat dalam ronggga hidung (Peckam dalam Yusuf, 1969). Aroma pada minuman herbal biasanya dipengaruhi oleh kandungan minyak atsiri pada bahan herbal tersebut yang dapat menghasilkan baubauan tertentu yang khas. Berdasarkan histogram pada Gambar 23 diketahui bahwa respon kesukaan panelis tertinggi terhadap aroma minuman herbal instan terdapat pada perlakuan A2B2 sebesar 36,67% dan terendah pada perlakuan A2B1 sebesar 6,67%. Respon kesukaan panelis terhadap aroma ini dapat disebabkan karena minuman herbal instan yang dibuat memiliki aroma teh yang khas, selain itu juga mengeluarkan aroma daun jeruk purut walaupun dalam kadar yang relatif kecil. Sedangkan penambahan pegagan pada minuman, secara umum tidak memberikan pengaruh terhadap aroma produk yang dihasilkan.
Histogram juga menunjukkan bahwa Respon panelis terbanyak cenderung memilih aroma yang netral/biasa terhadap semua produk. Kecenderungan tersebut dapat disebabkan karena aroma yang mestinya dapat dihasilkan pada produk banyak yang menghilang atau teruapkan selama proses ekstraksi. Sehingga aroma yang dapat diikat olah bahan
Jumlah Panelis (%)
pengisi pada proses pengeringan menjadi lebih kecil.
70 60 50 40 30 20 10 0
A1B1
A1B2
A2B1 A2B2
A3B1 A3B2
A4B1 A4B2
A5B1 A5B2
Minuman Herbal Instan Sangat tidak suka
Tidak suka
Biasa
Suka
Sangat suka
Gambar 24. Histogram respon panelis terhadap aroma minuman instan
V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis serbuk minuman instan dari campuran teh hijau, pegagan dan daun jeruk purut, produk yang dihasilkan memiliki karakteristik sebagai berikut : rendemen berkisar antara 18,57-26,77 %, kadar air antara 1,22-2,96 %, kadar abu antara 0,68-0,87 %, densitas kamba antara 0,58-0,61 g/ml, kelarutan antara 93,26-94,66 %, kadar vitamin C antara 7,7214,54 mg, dan nilai total fenol antara 42,06-49,35 ppm. Hasil ANOVA menunjukkan bahwa perlakuan perbandingan formulasi bahan berpengaruh sangat nyata (pada α 0,01) terhadap rendemen, kadar air, kadar abu, kadar vitamin C, dan nilai total fenol. Sedangkan densitas kamba hanya berpengaruh nyata (pada α 0,05). Faktor penambahan bahan pemanis berpengaruh sangat nyata (pada α 0,01) terhadap rendemen, kadar air, kadar abu, kelarutan, vitamin C dan nilai total fenol. Sedangkan faktor interaksi antar kedua perlakuan berpengaruh nyata terhadap kadar vitamin C dan nilai total fenol. Pengaruh perbandingan formulasi bahan terhadap formula awal A1 menyebabkan terjadinya penurunan kadar jumlah pada analisis kadar abu, densitas kamba, kadar vitamin C, dan nilai total fenol. Sedangkan pada analisis rendemen, kadar air, dan kelarutan pengaruhnya bersifat fluktuatif, yakni ada yang mengalami kenaikan dan ada yang mengalami penurunan. Hasil analisis antioksidan menunjukkan bahwa sampai dengan penyimpanan hari ke-7 semua sampel produk memiliki nilai konsentrasi diena terkonjugasi yang lebih rendah dibandingkan kontrol. Artinya semua sampel produk mampu menghambat terjadinya proses oksidasi. Kandungan diena terkonjugasi terendah terdapat pada sampel produk A1B1, sedangkan yang tertinggi terdapat pada sampel produk A5B2. Uji sidik ragam dengan pengamatan berulang pada pengukuran aktivitas antioksidan menunjukkan bahwa penambahan bahan pemanis dan lama waktu oksidasi berpengaruh nyata terhadap konsentrasi diena terkonjugasi. Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa daun jeruk purut tidak
mempunyai kolerasi terhadap konsentrasi diena terkonjugasi, sedangkan teh hijau berkorelasi negatif dan pegagan berkolerasi positif terhadap konsentrasi diena terkonjugasi yang terbentuk. B. SARAN Penggunaan ekstrak kasar daun stevia sebagai pemanis memberikan sifat produk yang kurang baik, untuk itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pemurnian stevia dengan pelarut air agar didapat mutu produk yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA Adiwilaga, C.S. dan S.D.I. Insyaf. Teh Sebagai Sumber Kesehatan dan Kebugaran. Makalah pada Pertemuan Ilmiah Festival Teh, 2 Desember 2005, Bandung. Afandi, A.D. dan Sudarno. 1996. Pengolahan Teh Hijau. Di dalam: Anonim (ed). Petunjuk Teknis Pengolahan Teh (87-108). Pusat Penelitian Teh dan Kina Gambung, Bandung. Anonim. 2003. Antioksidan, Radikal Bebas, dan Penuaan. [online] URL : http://www.kompas.com/. Anonim. 2005. Jeruk Purut [online] URL : http://www.iptek.net.id/. Anonim. 2007. Pegagan [online] URL : http://id.wikipedia.org/. Ansel, H.C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. UI Press, Jakarta. Apriyantono, A., D. Fardiaz, N.L. Puspitasari, Sedarnawati, dan S. Budiyanto. 1989. Analisis Pangan. IPB Press, Bogor. Ayu, T.W.C. 2004. Pengaruh Jenis Bahan Pengisi dan Pemanis Terhadap Minuman Instan dari Daun Jati Belanda (Guazuma ulmifolia) dan Daun Kemuning (Murrayae paniculata). [skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB, Bogor. Bambang, K. 1996. Kimia Teh. Di dalam: Anonim (ed). Petunjuk Teknis Pengolahan Teh (5-17). Pusat Penelitian Teh dan Kina Gambung, Bandung. Bernardini, E. 1983. Oilseed, Oils and Fat. Oil Publishing House, Roma Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet, dan M. Wootton. 1987. Ilmu Pangan. Terjemahan. H. Purnomo dan Adiono. UI Press, Jakarta. Burdock, G.A. 1997. Encyclopedia of food and color additives. Vol I. CRC Press, Boca Raton-New York-London-Tokyo. Cahyono, D.T. 1995. Aktivitas Antioksidan dari Daun Sirih (Piper betle L.). [skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB, Bogor. Damayanti, E. 2004. Mempelajari Aktivitas Antioksidan dan Antibakteri dari Ekstrak Campuran Rempah Minuman Cinna-Ale. [skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB, Bogor. Departemen Pertanian RI. 2006. Daftar Komoditi Binaan. Direktorat Jendral Perkebunan, Jakarta.
Fatimah, F. 2005. Efektivitas Antioksidan dalam Sistem Emulsi Oil-in-Water (O/W). [disertasi]. Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor. Fujita, H. dan T. Edahiro. 1979. Safety and Utilization of Stevia Sweetener. Ikeda Tohda.Ind.Co.Ltd. Shokuhin Hogya, 22(20), Tokyo. Ghani, M.A. 2002. Dasar-dasar Budidaya Teh. Penebar Swadaya, Depok. Glicksman, M. 1983. Food Hydrocolloids. Vol II. CRC Press, Inc. Boca Raton, Florida. Gordon, M. H. 1990. The Mechanism of Antioxidant Action in vitro. Di dalam: Hudson, B.J.F. (ed). Food Antioxidant. El Sevier App. Sci., London. Handra, H. 2004. Pegagan, Tumbuhan Terlupakan Kaya Manfaat Anti-"cellulite" [online] URL : http://www.kompas.com/. Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia. Penuntun Cara Modern Menganalisa Tumbuhan. Penerbit ITB, Bandung. Hardjono, S dan Hardjohutomo. 1981. Isolasi Glukosida pada Tanaman Stevia rebaudiana. Balai Penelitian dan Pengembangan Industri, Semarang. Hartoyo, A. 2003. Teh dan Khasiatnya bagi Kesehatan. Kanisius, Yogyakarta. Hatasura, R.N. 2004. Pengaruh Jenis Bahan Pengisi dan Pemanis Terhadap Minuman Instan dari Daun Jati Belanda (Guazuma ulmifolia) dan Buah Mengkudu (Morinda citrifolia). [skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB, Bogor. Heyne, 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Departemen Kehutanan. Yayasan Sarana Wana Jaya, Jakarta. Hidayat, B., Adil B., dan Sugiono. 2003. Karakterisasi Maltodekstrin DP 3-9 serta Kajian Potensi Penggunaannya Sebagai Sumber Karbohidrat pada Minuman Olahraga. Jurnal Teknologi Industri Pangan Vol. XIV(1) : 51-58. Irawadi. 1986. Studi Pengolahan Teh – Stevia. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB, Bogor. Januwati, M dan M. Yusron. 2005. Budidaya Tanaman Pegagan. Sirkuler No.11,2005. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatika, Bogor. Karyadi, E. 1997. Antioksidan. Resep Sehat dan Umur Panjang [online] URL : http://www.indomedia.com/intisari. Ketaren, S. 1985. Teknologi Minyak Atsiri. IPB Press, Bogor.
Ketaren, S. 1996. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI Press, Jakarta. Kjaergaard, O.G. 1978. Effects of The Latest Developments on Design and Practice of Spray Drying. Di dalam: Spicer, A (ed). 1978. Advances in Preconcentration and Dehydration of Foods. Applied Science Publisher LTD, London. Kuntari, R. (2005). Aktivitas Antibakteri dan Antioksidan Ekstrak Metanol Tanaman Pegagan (Centella asiatica). [skripsi]. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. IPB, Bogor. Mattjik, A.A. dan I.M. Sumertajaya. 2002. Perancangan Percobaan. IPB Press, Bogor. Masters, K. 1979. Spray Drying Handbook. John Wiley and Sons, New York. Muhammad, T. 1983. Pengukuran Derajat Kemanisan Gula Stevia, dari Ekstraksi Daun Stevia rebaudiana dengan Metanol. [skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB, Bogor. Oktaviany, Y. 2002. Pembuatan Minuman Cinna-Ale dari Rempah Asli Indonesia. [skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB, Bogor. Pramono, S. 1992. Profil Kromatogram Ekstrak Herba Pegagan yang Berefek Anti Hipertensi. Warta Tumbuhan Obat Indonesia I(2) : 37-39. Rahardja, J. 1995. Pembuatan Ekstrak Flavor Daun Jeruk Purut (Citrus hystrix DC). [skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB, Bogor. Rahayu, W.P. 1998. Penuntun Praktikum Penilaian Organoleptik. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB, Bogor. Rankell, A.S., H.A. Lieberman, dan F.S. Robert. 1989. Pengeringan. Di dalam: Lachman, L., H.A. Lieberman, dan J.L. King (eds). 1989. Teori dan Praktek Farmasi Industri I (101-131). UI Press, Jakarta. Sampoerno dan D. Fardiaz. 2001. Kebijakan Pengembangan Pangan Fungsional dan Suplemen Indonesia. Prosiding Seminar Nasional. Pusat Kajian Makanan Tradisional 2001 : 6-13, Bogor. Santoso, J., R. Suprihatini, dan D. Rohdiana. 2005. Teknologi Pengolahan Produk Teh Berkatekin Tinggi. Makalah pada Pertemuan Ilmiah Festival Teh, 2 Desember 2005, Bandung. Sarwono, B. 1986. Jeruk dan Kerabatnya. Penebar Swadaya, Jakarta.
Schuler, P. 1990. Natural Antioxidant Exploited. Di dalam: Hudson, B.J.F. (ed). Food Antioxidant. El Sevier App. Sci., London. Sejati, N.I.P. 2002. Formulasi, Karakterisasi Kimia, dan Uji Aktivitas Antioksidan Produk Minuman Fungsional Tradisional Berbasis Kunyit (Curcuma domestica Val.) dan Asam Jawa (Tamarindus indica Linn.). [skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB, Bogor. Silalahi, J. 2006. Makanan Fungsional. Kanisius, Yogyakarta. Sofia, D. 2007. Antioksidan dan Radikal Bebas [online] URL : http://www.chemis-try.org/. Sudarmadji. 1982. Bahan-bahan Pemanis. Agritech, Yogyakarta. Suryandari, S. 1981. Pengolahan Oleoresin Jahe dengan Cara Solvent Extraction. BPIHP, Bogor. Susanto, A.R. 2002. Pembuatan Teh Instan dengan Flavor dari Ekstrak Daging Buah Pala. [skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB, Bogor. Sutejo, R. 1972. Teh. Surungan, Jakarta. Syah, D., S. Utama, Z. Mahrus, F. Fauzan, R. Siahaan, O. Oktavia, S. Supriyadi, dan W. Kartawijaya. 2005. Manfaat dan Bahaya Bahan Tambahan Pangan. Himpunan Alumni FATETA. IPB, Bogor. Ucko, D.A. 1982. Basic for Chemistry. Academic Press, New York Voigt, R. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Edisi ke lima. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Wade, A dan P.J. Weller. 1994. Handbook of Pharmaceutical Excipients. American Pharmaceutical association, washington. White, P.J. 1995. Conjugated Diene, Anisidine Value and Carbonyl Value Analysis. Di dalam: K. Warnen dan N.A.M. Eskin (eds). Methods to Access Quality and Stability of Oil and Fat Containing. AOCS Press, Champaign. Winarno, F. G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Winarto, W.P. dan M. Surbakti. 2003. Khasiat dan Manfaat Pegagan. Agromedia Pustaka, Jakarta. Yusuf, M. 2005. Kajian Proses Pembuatan Teh Herbal Pegagan (Centella asiatica L. Urban). [skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB, Bogor.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Prosedur Analisis 1. Kadar air (AOAC, 1999) Sebanyak 3 gram bahan dimasukkan ke dalam cawan alumunium yang telah diketahui bobotnya. Kemudian bahan dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC selama 6 jam. Setelah itu dipindahkan ke dalam desikator, didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot konstan. Kadar air dihitung dengan menggunakan rumus : Kadar air =
a−b x 100% a
Keterangan : a = berat awal sampel (gram) b = berat akhir sampel (gram)
2. Kadar Abu (AOAC, 1999) Sebanyak 2-3 gram bahan dimasukkan ke dalam cawan porselen yang telah diketahui bobotnya. Sampel diabukan di dalam tanur pada suhu 550 oC selama 5-6 jam sampai pengabuan sempurna. Cawan kemudian didinginkan di dalam desikator dan ditimbang sampai bobotnya tetap. Kadar abu dihitung dengan menggunakan rumus : Kadar abu =
a−b x 100% c
Keterangan : a = bobot sampel + cawan sesudah diabukan (gram) b = bobot cawan kosong (gram)
c = bobot sampel (gram)
3. Kadar Protein, Metode Kjedahl (AOAC, 1999) Sampel sebanyak 0,1 gram dimasukkan ke dalam labu kjedahl, kemudian ditambahkan katalis 1 gram (CuSO4 dan Na2SO4) dengan perbandingan 1:1,2 dan 2,5 ml H2SO4 pekat. Labu tersebut kemudian didekstruksi sampai berwarna bening kehijauan, setelah itu labu didinginkan dan dicuci dengan akuades secukupnya. Isi labu dipindahkan ke alat destilasi dan ditambahkan 15 ml NaOH 50% untuk didestilasi. Hasil destilasi (destilat) ditampung dengan 25
ml HCL 0,02 N yang telah ditetesi indikator mensel sebanyak 3 tetes. Proses destilasi dihentikan apabila volume setelah destilasi telah mencapai dua kali sebelum destilasi. Hasil destilasi tersebut selanjutnya dititrasi dengan NaOH 0,02 N sampai terjadi perubahan warna. Lakukan juga titrasi terhadap blanko. (ml titrasi (blanko-sampel)) x N NaOH x 14 x 100% % Total N = gram sampel x 1000 % Protein = % Total N x faktor konversi (6,25) 4. Kadar Serat Kasar (AOAC, 1999) Sampel seberat 1 gram dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer 300 ml kemudian ditambahkan 100 ml H2SO4 0,325 N. Bahan selanjutnya dihidrolisis di dalam autoklaf pada suhu 105 oC selama 15 menit. Bahan didinginkan kemudian ditambahkan 50 ml NaOH 1,25 N, lalu dihidrolisis kembali di dalam autoklaf bersuhu 105
o
C selama 15 menit. Bahan disaring dengan
menggunakan kertas saring yang telah dikeringkan dan telah diketahui beratnya. Setelah itu kertas dicuci berturut-turut dengan air panas yang ditambahkan 25 ml H2SO4 0,325 N kemudian dengan air panas yang ditambahkan 25 ml aseton atau alkohol. Residu beserta kertas saring dikeringkan dalam oven bersuhu 110 oC selama ± 1-2 jam. Persentase kadar serat kasar dihitung dengan rumus : Kadar serat =
a−b x 100% W
Keterangan : a = bobot residu dalam kertas saring (gram) b = bobot kertas saring kosong (gram)
W = bobot sampel (gram) 5. Kadar Vitamin C (Apriyantono et al., 1989) Sampel sebanyak 10 gram dihancurkan dengan mortar dengan penambahan 100 ml air destilata. Kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 250 ml, ditepatkan sampai tanda tera dengan menambahkan air destilata yang digunakan sebagai pembilas mortar. Sebanyak 25 ml filtrat hasil penyaringan
dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan dititrasi menggunakan Iod 0,01 N dengan penambahan indikator kanji sampai terjadi perubahan warna. Setiap ml Iod 0,01 N sebanding dengan 0,88 mg asam askorbat, sehingga kadar asam askorbat (vitamin C) dihitung dengan rumus : ml Iod 0,01 N x 0,88 Kadar vitamin C (mg) = gram sampel Untuk analisis produk akhir digunakan sampel sebanyak 1 gram yang dilarutkan dalam 25 ml air destilata. 6. Total padatan terlarut (Oktaviany, 2002) Total padatan terlarut diukur dengan menggunakan refraktometer Abbe. Setetes sampel diletakkan pada prisma refraktometer yang sudah distabilkan pada suhu tertentu, lalu dilakukan pembacaan. 7. Kadar Oleoresin (Oktaviany, 2002) Sebanyak 5 gram sampel ditempatkan dalam erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 100 ml etanol 95%. Setelah ditutup rapat, erlenmeyer beserta isinya digoyang dengan kecepatan 110 putaran per menit pada suhu 40 oC selama 6 jam. Pemisahan padatan dilakukan dengan kertas whatman no. 42 dengan bantuan penghisap vakum. Filtrat hasil penyaringan diuapkan dengan
rotary vacum evaporator sehingga didapatkan oleoresin pada labu vakum. Sebelumnya labu vakum ditimbang terlebih dahulu sehingga berat dari oleoresin dapat diketahui. 8. Rendemen Rendemen dihitung berdasarkan persentase bobot serbuk instan yang dihasilkan terhadap bobot campuran larutan sebelum dikeringkan. Rendeman =
a x 100% b
Keterangan : a = berat serbuk instan yang dihasilkan b = berat larutan umpan yang masuk kedalam spray dryer
9. Acceptable Product (Oktaviany, 2002)
Acceptable Product ditentukan dengan mambandingkan berat serbuk instan yang dihasilkan dari pengeringan yang layak untuk dikonsumsi terhadap berat larutan yang masuk kedalam spray dryer. 10. Densitas Kamba (Heldman dan Singh, 1988) Densitas kamba produk diukur dengan cara menimbang sampel sebanyak 5 gram, kemudian dimasukkan ke dalam gelas ukur 10 ml, diketukketukkan sebanyak 25 kali, dan dibaca volumenya. bobot sampel (g) Densitas kamba = volume sampel (ml)
11. Kelarutan (SNI 01-2891-1992) Bahan sebanyak 5 gram dimasukkan ke dalam 100 ml air dan diaduk hingga larut, kemudian dilakukan penyaringan dengan menggunakan kertas saring yang telah diketahui bobotnya. Kertas saring yang berisi residu dikeringkan dalam oven pada suhu 105
o
C selama 2 jam. Kemudian
didinginkan dalam desikator dan ditimbang hingga diperoleh bobot akhir yang konstan. Bagian yang tidak larut dalam air (%) =
W1 − W2 x 100% W
Kelarutan (%) = 1 – bagian yang tidak larut dalam air Keterangan : W = bobot sampel (g)
W1 = bobot kertas saring + residu yang tidak larut dalam air (g) W2 = bobot kertas saring (g) 12. Uji Total Fenol (Modifikasi Metode Chandler dan Dodds) Larutan sampel disiapkan dengan melarutkan 500 mg serbuk minuman instan kedalam 10 ml akuades. Kemudian divorteks hingga larutan homogen. Sebanyak 1 ml sampel ditempatkan ke dalam tabung reaksi yang sudah berisi 1 ml etanol 95%, 5 ml air bebas ion ditambahkan ke dalam tabung
tersebut. Kemudian 0,5 ml folin-ciocalteu reagent 50% ditambahkan pada setiap sampel. Setelah 5 menit, 1 ml Na2CO3 5% ditambahkan ke dalam setiap tabung tersebut lalu dilakukan pengenceran (jika larutan terlalu pekat), setelah itu divorteks dan kemudian disimpan selama 60 menit di dalam ruang gelap. Sampel tersebut diambil serta divorteks kembali dan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 725 nm. Kurva standar dipersiapkan dengan menggunakan asam tanat. Sebanyak 5 gram asam tanat dilarutkan dalam 100 ml air, kemudian dilakukan pengenceran hingga didapatkan konsentrasi asam tanat 5, 10, 15, 20, 25, 30, 35, 40, 45, dan 50 ppm. Kemudian dipipet 1 ml dan diuji seperti prosedur uji penentuan sampel.
Lampiran 2. Syarat Mutu Serbuk Minuman Tradisional No. Kriteria Uji 1
Satuan
Persyaratan
Keadaan : 1.1 Warna
Normal
1.2 Bau
Normal, khas rempah-rempah
1.3 Rasa
Normal, khas rempah-rempah
2
Air (b/b)
%
Maks 3,0
3
Abu (b/v)
%
Maks. 1,5
4
Jumlah gula (sukrosa, b/b)
%
Maks 85,0
5
Bahan tambahan makanan 1.1 Pemanis buatan
-
1.1.a. sakarin
-
1.1.b. siklamat
-
SNI 01-0222-1995
1.1 Timbal (Pb)
mg/kg
Maks 0,2
1.2 Tembaga (Cu)
mg/kg
Maks 2,0
1.3 Seng (Zn)
mg/kg
Maks 50
1.4 Timah (Sn)
mg/kg
Maks 40
7
Cemaran arsen (As)
mg/kg
Maks 0,1
8
Cemaran mikroba Koloni/gr
3 x 103
APM/gr
<3
1.2 Pewarna tambahan 6
Cemaran logam
1.1 Angka lempeng total 1.2 Coliform Sumber : SNI 01-4320-1996
Lampiran 3. Rekapitulasi Data Analisis Serbuk Minuman Instan Perlakuan Ulangan Rendemen (%) A1B1
2,87
0,88
0,61
93,68
14,56
U2
25,05
2,85
0,86
0,61
93,30
14,52
25,64
2,86
0,87
0,61
93,49
14,54
U1
23,13
1,90
0,84
0,61
94,36
13,59
U2
21,86
1,66
0,84
0,60
94,34
13,46
22,49
1,78
0,84
0,60
94,35
13,52
U1
27,58
2,15
0,85
0,60
92,97
9,98
U2
25,96
2,43
0,82
0,60
93,56
9,94
26,77
2,29
0,83
0,60
93,26
9,96
U1
24,26
1,54
0,80
0,61
94,59
9,46
U2
23,84
1,63
0,82
0,59
94,42
9,46
24,05
1,58
0,81
0,60
94,50
9,46
U1
21,58
3,06
0,77
0,59
93,72
11,70
U2
21,22
2,86
0,79
0,59
92,98
11,74
21,40
2,96
0,78
0,59
93,35
11,72
U1
19,73
1,98
0,74
0,59
94,69
10,42
U2
20,20
1,65
0,73
0,60
94,57
10,47
19,96
1,81
0,73
0,59
94,63
10,44
U1
25,07
2,65
0,77
0,59
93,43
8,44
U2
23,86
2,46
0,78
0,60
93,32
8,49
24,46
2,55
0,77
0,59
93,37
8,46
U1
23,04
1,26
0,76
0,58
95,06
7,74
U2
21,28
1,19
0,73
0,58
94,27
7,70
22,16
1,22
0,74
0,58
94,66
7,72
U1
21,39
2,77
0,71
0,59
93,56
8,84
U2
20,67
2,81
0,70
0,58
93,41
8,84
21,03
2,79
0,70
0,58
93,48
8,84
U1
18,81
1,62
0,68
0,59
94,26
8,09
U2
18,34
1,54
0,68
0,60
94,60
8,14
18,57
1,58
0,68
0,59
94,43
8,11
Rata-rata A2B2 Rata-rata A3B1 Rata-rata A3B2 Rata-rata A4B1 Rata-rata A4B2 Rata-rata A5B1 Rata-rata A5B2 Rata-rata
Vitami nC (mg)
26,23
Rata-rata A2B1
Kadar Densitas Kelarutan Abu Kamba (%) (%) (g/ml)
U1
Rata-rata A1B2
Kadar Air (%)
Keterangan : A1 = Teh hijau:Pegagan:Daun jeruk purut = 6:1:1 A2 = Teh hijau:Pegagan:Daun jeruk purut = 4:1:1 A3 = Teh hijau:Pegagan:Daun jeruk purut = 2:1:1 A4 = Teh hijau:Pegagan:Daun jeruk purut = 3:2:1 A5 = Teh hijau:Pegagan:Daun jeruk purut = 5:2:1
B1 = Ekstrak stevia B2 = Sirup glukosa
Lampiran 4. Analisis Sidik Ragam dan Uji Lanjutan terhadap Rendemen Serbuk Minuman Instan 4.a. ANOVA Rendemen Sumber
db
keragaman
Jumlah
Kuadrat
kuadrat
tengah
F hitung
Probabilitas
A
4
88,180
22,045
38,48
0,0001**
B
1
29,088
29,088
50,78
0,0001**
A*B
4
1,599
0,399
0,70
0,6104
Galat
10
5,728
0,572
Total
19
124,597
Keterangan : ** Berbeda nyata pada α 0,01 4.b. Uji Lanjut Duncan, Faktor Perbandingan Formulasi Bahan terhadap Rendemen Serbuk Minuman Instan Formulasi Bahan (A)
N
Rata-rata
A1
4
34,0675
A2
4
35,4100
A3
4
30,6825
A4
4
33,3125
A5
4
29,8025
Kelompok b a c b c
Keterangan : huruf yang sama menunjukkan taraf perlakuan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata 4.c. Uji Lanjut Duncan, Faktor Panambahan Bahan Pemanis terhadap Rendemen Serbuk Minuman Instan Bahan pemanis (B)
N
Rata-rata
Ekstrak stevia
10
33,8610
Sirup glukosa
10
31,4490
Kelompok a b
Keterangan : huruf yang sama menunjukkan taraf perlakuan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata
Lampiran 5. Analisis Sidik Ragam dan Uji Lanjutan terhadap Kadar Air Serbuk Minuman Instan 5.a. ANOVA Kadar Air Sumber
db
keragaman
Jumlah
Kuadrat
kuadrat
tengah
F hitung
Probabilitas
A
4
0,803
0,200
11,75
0,0009**
B
1
6,006
6,006
351,23
0,0001**
A*B
4
0,223
0,055
3,26
Galat
10
0,171
0,017
Total
19
7,203
0,0589
Keterangan : ** Berbeda nyata pada α 0,01 5.b. Uji Lanjut Duncan, Faktor Perbandingan Formulasi Bahan terhadap Kadar Air Serbuk Minuman Instan Formulasi Bahan (A)
N
Rata-rata
A1
4
2,325
A2
4
1,937
A3
4
2,387
A4
4
1,890
A5
4
2,185
Kelompok a b a b a
Keterangan : huruf yang sama menunjukkan taraf perlakuan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata 5.c. Uji Lanjut Duncan, Faktor Panambahan Bahan Pemanis terhadap Kadar Air Serbuk Minuman Instan Bahan pemanis (B)
N
Rata-rata
Ekstrak stevia
10
2,693
Sirup glukosa
10
1,597
Kelompok a b
Keterangan : huruf yang sama menunjukkan taraf perlakuan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata
Lampiran 6. Analisis Sidik Ragam dan Uji Lanjutan terhadap Kadar Abu Serbuk Minuman Instan 6.a. ANOVA Kadar Abu Sumber
db
keragaman
Jumlah
Kuadrat
kuadrat
tengah
F hitung
Probabilitas
A
4
0,0638
0,0159
96,74
0,0001**
B
1
0,0048
0,0048
29,12
0,0003**
A*B
4
0,0007
0,0000
0,41
Galat
10
0,0016
0,0001
Total
19
0,0705
0,7983
Keterangan : ** Berbeda nyata pada α 0,01 6.b. Uji Lanjut Duncan, Faktor Perbandingan Formulasi Bahan terhadap Kadar Abu Serbuk Minuman Instan Formulasi Bahan (A)
N
Rata-rata
Kelompok
A1
4
0,8550
A2
4
0,8225
A3
4
0,7575
c
A4
4
0,7600
c
A5
4
0,6925
a b
d
Keterangan : huruf yang sama menunjukkan taraf perlakuan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata 6.c. Uji Lanjut Duncan, Faktor Panambahan Bahan Pemanis terhadap Kadar Abu Serbuk Minuman Instan Bahan pemanis (B)
N
Rata-rata
Ekstrak stevia
10
0,793
Sirup glukosa
10
0,762
Kelompok a b
Keterangan : huruf yang sama menunjukkan taraf perlakuan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata
Lampiran 7. Analisis Sidik Ragam dan Uji Lanjutan terhadap Densitas Kanba Serbuk Minuman Instan 7.a. ANOVA Densitas Kamba Sumber keragaman
db
Jumlah
Kuadrat
kuadrat
tengah
F hitung
Probabilitas
A
4
0,00107
0,00026
5,94
0,0103*
B
1
0,00000
0,00000
0,11
0,7458
A*B
4
0,00037
0,00009
2,06
0,1621
Galat
10
0,00045
0,00004
Total
19
0,00189
Keterangan : * Berbeda nyata pada α 0,05 7.b. Uji Lanjut Duncan, Faktor Perbandingan Formulasi Bahan terhadap Densitas Kamba Serbuk Minuman Instan Formulasi Bahan (A)
N
Rata-rata
Kelompok
A1
4
0,6075
a
A2
4
0,6000
a
A3
4
0,5925
A4
4
0,5900
A5
4
0,5875
b b
c c
b
c
Keterangan : huruf yang sama menunjukkan taraf perlakuan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata
Lampiran 8. Analisis Sidik Ragam dan Uji Lanjutan terhadap Kelarutan Serbuk Minuman Instan 8.a. ANOVA Kelarutan Sumber
db
keragaman
Jumlah
Kuadrat
kuadrat
tengah
F hitung
Probabilitas
A
4
0,046
0,011
0,12
B
1
6,305
6,305
67,87
A*B
4
0,167
0,041
0,45
Galat
10
0,929
0,093
Total
19
7,448
0,9702 0,0001** 0,7708
Keterangan : ** Berbeda nyata pada α 0,01 8.b. Uji Lanjut Duncan, Faktor Panambahan Bahan Pemanis terhadap Kelarutan Serbuk Minuman Instan Bahan pemanis (B)
N
Rata-rata
Ekstrak stevia
10
93,399
Sirup glukosa
10
94,516
Kelompok b a
Keterangan : huruf yang sama menunjukkan taraf perlakuan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata
Lampiran 9. Analisis Sidik Ragam dan Uji Lanjutan terhadap Kadar Vitamin C Serbuk Minuman Instan 9.a. ANOVA Kadar Vitamin C Sumber
db
keragaman
Jumlah
Kuadrat
kuadrat
tengah
F hitung
Probabilitas
A
4
92,3372
23,0843
14989
0,0001**
B
1
3,6295
3,6295
2356
0,0001**
A*B
4
0,3569
0,0892
57,95
0,0001**
Galat
10
0,0154
0,0015
Total
19
96,3391
Keterangan : ** Berbeda nyata pada α 0,01 9.b. Uji Lanjut Duncan, Faktor Perbandingan Formulasi Bahan terhadap Kadar Vitamin C Serbuk Minuman Instan Formulasi Bahan (A)
N
Rata-rata
A1
4
14,03
A2
4
9,71
A3
4
11,08
A4
4
8,09
A5
4
8,47
Kelompok a c b e d
Keterangan : huruf yang sama menunjukkan taraf perlakuan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata 9.c. Uji Lanjut Duncan, Faktor Panambahan Bahan Pemanis terhadap Kadar Vitamin C Serbuk Minuman Instan Bahan pemanis (B)
N
Rata-rata
Ekstrak stevia
10
10,70
Sirup glukosa
10
9,85
Kelompok a b
Keterangan : huruf yang sama menunjukkan taraf perlakuan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata
9.d. Uji Lanjut Duncan, Faktor Interaksi Perbandingan Formulasi Bahan dan Penambahan Bahan Pemanis terhadap Kadar Vitamin C Serbuk Minuman Instan interaksi (AB)
N
Rata-rata
A1B1
2
14,54
A1B2
2
13,52
A2B1
2
9,96
A2B2
2
9,46
A3B1
2
11,72
A3B2
2
11,44
A4B1
2
8,46
A4B2
2
7,72
A5B1
2
8,84
A5B2
2
8,11
Kelompok a b e f c d h j g i
Keterangan : huruf yang sama menunjukkan taraf perlakuan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata
Lampiran 10. Kurva Standar Total Fenol Asam tanat (ppm)
Absorbansi
5
0,038
10
0,074
15
0,123
20
0,178
25
0,237
30
0,255
35
0,340
40
0,356
45
0,421
50
0,464
Kurva Standar Total Fenol
Absorbansi
0.5 0.4 0.3 0.2 y = 0.0096x - 0.0158 R2 = 0.9941
0.1 0 0
10
20
30
40
Asam Tanat (ppm)
50
60
Lampiran 11. Data Analisis Total Fenol Sampel
Ulangan
U1 U2 Rata-rata U1 A1 B 2 U2 Rata-rata U1 A2 B 1 U2 Rata-rata U1 A2 B 2 U2 Rata-rata U1 A3 B 1 U2 Rata-rata U1 A3 B 2 U2 Rata-rata U1 A4 B 1 U2 Rata-rata U1 A4 B 2 U2 Rata-rata U1 A5 B 1 U2 Rata-rata U1 A5 B 2 U2 Rata-rata A1 B 1
Absorbansi
Total fenol (ppm)
0,457 0,460 0,458 0,425 0,429 0,427 0,433 0,434 0,433 0,393 0,396 0,394 0,438 0,436 0,437 0,391 0,392 0,391 0,425 0,427 0,426 0,393 0,397 0,395 0,419 0,423 0,421 0,389 0,388 0,388
49,25 49,56 49,35 45,92 46,33 46,13 46,75 46,85 46,75 42,58 42,90 42,69 47,27 47,06 47,17 42,38 42,48 42,38 45,92 46,13 46,02 42,58 43,00 42,79 45,29 45,71 45,50 42,17 42,06 42,06
Keterangan : A1 = Teh hijau:Pegagan:Daun jeruk purut = 6:1:1 A2 = Teh hijau:Pegagan:Daun jeruk purut = 4:1:1 A3 = Teh hijau:Pegagan:Daun jeruk purut = 2:1:1 A4 = Teh hijau:Pegagan:Daun jeruk purut = 3:2:1 A5 = Teh hijau:Pegagan:Daun jeruk purut = 5:2:1 B1 = Ekstrak stevia B2 = Sirup glukosa
Lampiran 12. Analisis Sidik Ragam dan Uji Lanjutan terhadap Nilai Total Fenol Serbuk Minuman Instan 12.a. ANOVA Nilai Total Fenol Sumber
db
keragaman
Jumlah
Kuadrat
kuadrat
tengah
F hitung
Probabilitas
A
4
37,8091
9,4523
225,13
0,0001**
B
1
69,9006
69,9006
1664,89
0,0001**
A*B
4
1,6850
0,4212
10,03
0,0016**
Galat
10
0,4198
0,0419
Total
19
109,8146
Keterangan : ** Berbeda nyata pada α 0,01 12.b. Uji Lanjut Duncan, Faktor Perbandingan Formulasi Bahan terhadap Nilai Total Fenol Serbuk Minuman Instan Formulasi Bahan (A)
N
Rata-rata
Kelompok
A1
4
47,7650
A2
4
44,7700
b
A3
4
44,7975
b
A4
4
44,4075
A5
4
43,8075
a
c d
Keterangan : huruf yang sama menunjukkan taraf perlakuan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata 12.c. Uji Lanjut Duncan, Faktor Panambahan Bahan Pemanis terhadap Nilai Total Fenol Serbuk Minuman Instan Bahan pemanis (B)
N
Rata-rata
Ekstrak stevia
10
46,979
Sirup glukosa
10
43,240
Kelompok a b
Keterangan : huruf yang sama menunjukkan taraf perlakuan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata
12.d. Uji Lanjut Duncan, Faktor Interaksi Perbandingan Formulasi Bahan dan Penambahan Bahan Pemanis terhadap Nilai Total Fenol Serbuk Minuman Instan interaksi (AB)
N
Rata-rata
A1B1
2
49,405
A1B2
2
46,125
A2B1
2
46,800
A2B2
2
42,740
A3B1
2
47,165
A3B2
2
42,430
A4B1
2
46,025
A4B2
2
42,790
A5B1
2
45,500
A5B2
2
42,115
Kelompok a c b e b e
f
c e d f
Keterangan : huruf yang sama menunjukkan taraf perlakuan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata
Lampiran 13. Data Uji Aktivitas Antioksidan
Sampel
Kontrol
A1B1
A2B1
A3B1
A4B1
A5B1
C-1000
A1B2
A2B2
A3B2
A4B2
A5B2
Ulangan
Diena Terkonjugasi H3 H4 H5
H1
H2
1 2 Rata-rata 1 2 Rata-rata 1 2 Rata-rata 1 2 Rata-rata 1 2 Rata-rata 1 2 Rata-rata
0,531 0,531 0,531 0,131 0,131 0,131 0,338 0,342 0,340 0,462 0,462 0,462 0,462 0,465 0,463 0,500 0,500 0,500
0,946 0,942 0,944 0,212 0,215 0,213 0,435 0,435 0,435 0,800 0,800 0,800 0,608 0,608 0,608 0,812 0,819 0,815
2,219 2,219 2,219 0,300 0,300 0,300 0,638 0,642 0,640 1,308 1,312 1,310 0,738 0,738 0,738 1,285 1,285 1,285
3,485 3,492 3,488 0,350 0,354 0,352 0,762 0,754 0,758 1,469 1,469 1,469 0,835 0,827 0,831 1,504 1,500 1,502
1 2 Rata-rata 1 2 Rata-rata 1 2 Rata-rata 1 2 Rata-rata 1 2 Rata-rata 1 2 Rata-rata
0,054 0,054 0,054 0,085 0,088 0,087 0,331 0,338 0,335 0,450 0,442 0,446 0,477 0,473 0,475 0,492 0,492 0,492
0,100 0,092 0,096 0,135 0,135 0,135 0,400 0,400 0,400 0,812 0,808 0,810 0,600 0,600 0,600 0,769 0,781 0,775
0,162 0,162 0,162 0,188 0,192 0,190 0,723 0,723 0,723 1,331 1,338 1,335 0,719 0,719 0,719 1,131 1,131 1,131
0,142 0,150 0,146 0,238 0,238 0,238 0,627 0,631 0,629 1,388 1,388 1,388 0,777 0,777 0,777 1,215 1,215 1,215
Keterangan : A1 = Teh hijau:Pegagan:Daun jeruk purut = 6:1:1 A2 = Teh hijau:Pegagan:Daun jeruk purut = 4:1:1 A3 = Teh hijau:Pegagan:Daun jeruk purut = 2:1:1 A4 = Teh hijau:Pegagan:Daun jeruk purut = 3:2:1 A5 = Teh hijau:Pegagan:Daun jeruk purut = 5:2:1
H6
H7
4,362 4,362 4,362 0,473 0,473 0,473 0,792 0,792 0,792 1,562 1,562 1,562 0,919 0,923 0,921 1,592 1,592 1,592
5,392 5,392 5,392 0,515 0,519 0,517 0,877 0,885 0,881 1,631 1,631 1,631 1,023 1,023 1,023 1,685 1,685 1,685
7,265 7,262 7,263 0,735 0,731 0,733 0,973 0,973 0,973 1,773 1,777 1,775 1,050 1,050 1,050 1,931 1,931 1,931
0,192 0,196 0,194 0,358 0,358 0,358 0,735 0,735 0,735 1,592 1,592 1,592 0,862 0,862 0,862 1,300 1,300 1,300
0,265 0,277 0,271 0,438 0,438 0,438 0,831 0,831 0,831 1,531 1,531 1,531 0,965 0,965 0,965 1,392 1,392 1,392
0,323 0,323 0,323 0,700 0,696 0,698 0,915 0,915 0,915 1,731 1,731 1,731 1,031 1,031 1,031 1,665 1,669 1,667
B1 = Ekstrak stevia B2 = Sirup glukosa H = Hari ke-
Lampiran 14. Analisis Sidik Ragam dengan Pengamatan Berulang terhadap Nilai Aktivitas Antioksidan Produk 14.a. GLM Aktivitas Antioksidan Produk Minuman Instan Sumber keragaman
db
Jumlah
Kuadrat
kuadrat
tengah
F hitung
Probabilitas
A
4
17,2334
4,3083
99999,99
0,0001**
B
1
0,1855
0,1855
30580,00
0,0001**
A*B
4
0,1374
0,0343
5661,25
0,0001**
Galat (a)
10
0,00004
0,0000
0,72
C
6
11,2279
1,8713
99999,99
Galat (b)
6
0,00003
0,0000
0,98
A*C
24
2,1769
0,0907
14953,08
0,0001**
B*C
6
0,0657
0,0109
1804,70
0,0001**
A*B*C
24
0,0789
0,0033
542,10
0,0001**
Galat (c)
54
0,00032
0,000006
Total
139
31,10609
Keterangan : A = Formulasi
B = Bahan pemanis
0,6993 0,0001** 0,4493
C = Hari ke-
** Berbeda nyata pada α 0,01 14.b. GLM Aktivitas Antioksidan Antar Sampel Sumber keragaman
db
Jumlah
Kuadrat
kuadrat
tengah
F hitung
A
11
114,07002
10,37
99999,99
Galat (a)
12
0,00006
0,000005
0,68
C
6
30,54992
5,0915
99999,99
Galat (c)
6
0,00002
0,000003
0,48
A*C
66
54,03732
0,8186
99999,99
Galat
66
0,0005
Total
167
198,65256
Keterangan : A = Sampel pengamatan ** Berbeda nyata pada α 0,01
C = Hari ke-
Probabilitas 0,0001** 0,7658 0,0001** 0,8187 0,0001**
14.c. Uji Lanjut Duncan Pengaruh Sampel terhadap Nilai Aktivitas Antioksidan Sampel
N
Rata-rata
Kelompok
A1B1
14
0,306
k
A1B2
14
0,388
j
A2B1
14
0,652
i
A2B2
14
0,688
h
A3B1
14
1,261
d
A3B2
14
1,287
c
A4B1
14
0,775
g
A4B2
14
0,804
f
A5B1
14
1,138
e
A5B2
14
1,330
b
Kontrol
14
3,457
a
You C-1000
14
0,178
l
Keterangan : huruf yang sama menunjukkan taraf perlakuan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata
Lampiran 15. Analisis Regresi Produk Minuman Herbal Instan 15.a. Korelasi antar Perlakuan Teh hijau
Pegagan
Daun jeruk purut
0,343a 0,571b 0,905a 0,035b
0,445a 0,453b
a
Pegagan Daun jeruk purut Diena terkonjugasi
-0,925 0,025b -0,675a 0,212b -0,891a 0,043b
Keterangan : a = Pearson correlation Tanda (+) = korelasi berbanding lurus Tanda (-) = korelasi berbanding terbalik b = Probability value p<0,05 = berpengaruh nyata
15. b. Analisis Regresi Output Statistik Regression statistic 83,9% R-square 35,5% Adjusted R-square 0,1215 Standard error 5 Observation Persamaan Regresi Koefisien Intersep Teh hijau Pegagan Daun jeruk purut
-0,35 0,0045 0,0273 0,0098
Standard error 23,09 0,3491 0,3456 0,2740
T hitung
Probabilitas
-0,02 0,01 0,08 0,04
0,990 0,992 0,950 0,977
Diena terkonjugasi = - 0,35 + 0,0045 teh hijau + 0,0273 pegagan + 0,098 daun jeruk purut
ANOVA Sumber keragaman
DB
Jumlah kuadrat
Kuadrat tengah
Regresi Galat Total
3 1 4
0,07684 0,01477 0,09161
0,02561 0,01477
F hitung
Probabilitas
1,73
0,497
Lampiran 16. Form Pengisian Uji Organoleptik Form Uji Organoleptik Produk Minuman Instan dari Campuran Teh Hijau, Pegagan dan Daun Jeruk Purut Nama Panelis
:
Tanggal Pengujian
:
Jenis Sampel
: Minuman Instan
Instruksi
:
1. Nyatakan penilaian anda dengan memberikan skala angka 1-5 sesuai dengan keterangan di bawah. 2. Untuk penilaian rasa, cicipilah sampel satu-persatu kemudian berikan penilaian. Untuk mencicipi sampel berikutnya minumlah air untuk menetralkannya.
Kode sampel 030 103 214 358 486 522 670 792 857 941 Keterangan (nilai skala) : 1 = sangat tidak suka 2 = tidak suka 3 = biasa aja 4 = suka 5 = sangat suka
Karakteristik penilaian Rasa
Warna
Aroma
Lampiran 17. Hasil Uji Organoleptik terhadap Rasa Minuman Herbal Instan 17.a. Rekapitulasi Data Organoleptik terhadap Rasa Minuman Herbal Instan Sampel Panelis
214
670
857
030
358
941
522
103
792
486
A1B1
A1B2
A2B1
A2B2
A3B1
A3B2
A4B1
A4B2
A5B1
A5B2
1
1
3
2
3
2
3
1
2
1
2
2
1
4
1
3
2
4
1
3
1
4
3
1
3
1
2
1
3
2
2
1
3
4
3
1
1
1
2
1
4
2
1
3
5
1
1
2
2
1
3
1
3
1
3
6
2
3
1
3
4
4
2
2
1
2
7
2
2
1
3
1
2
1
3
1
1
8
1
2
2
4
2
4
3
2
3
3
9
3
3
2
2
2
3
2
3
2
2
10
4
3
4
3
3
3
2
4
3
3
11
1
4
2
3
2
2
1
4
1
2
12
2
1
3
2
2
2
3
1
4
2
13
2
4
2
3
2
3
2
3
2
2
14
3
1
3
1
4
2
3
2
2
1
15
4
4
1
4
1
5
2
3
1
2
16
4
2
4
1
2
1
1
2
2
1
17
4
2
3
3
3
2
4
4
4
3
18
1
3
1
1
1
3
1
1
1
2
19
1
2
1
2
1
2
3
3
2
1
20
1
2
1
2
1
3
1
2
1
1
21
1
4
1
3
2
3
3
3
3
2
22
2
3
3
3
1
2
1
2
2
2
23
1
2
1
2
1
3
1
2
1
1
24
2
5
1
3
1
4
2
5
4
3
25
2
1
1
2
1
1
1
2
1
1
26
1
4
1
3
1
4
2
4
2
3
27
2
2
2
3
3
4
4
3
4
2
28
1
3
2
3
1
2
3
3
4
2
29
1
4
2
2
2
3
3
2
3
4
30
2
3
2
3
4
3
3
3
4
2
Rata-rata
1,90
2,70
1,80
2,50
1,87
2,80
2,10
2,67
2,10
2,17
17.b. Persentase Respon Panelis terhadap Rasa Minuman Herbal Instan A1B2 Frekuensi (%) Respon 5 16,67 8 26,67 9 30 7 23,33 1 3,33 30 100
Skala 1 2 3 4 5 Total
A1B1 Frekuensi (%) Respon 14 46,67 9 30 3 10 4 13,33 0 0 30 100
Skala 1 2 3 4 5 Total
A2B1 Frekuensi (%) Respon 14 46,67 10 33,33 4 13,33 2 6,67 0 0 30 100
Skala 1 2 3 4 5 Total
A2B2 Frekuensi (%) Respon 4 13,33 9 30 15 50 2 6,67 0 0 30 100
Skala 1 2 3 4 5 Total
A3B1 Frekuensi (%) Respon 13 43,33 11 36,67 3 10 3 10 0 0 30 100
Skala 1 2 3 4 5 Total
A3B2 Frekuensi (%) Respon 3 10 8 26,67 12 40 6 20 1 3,33 30 100
Skala 1 2 3 4 5 Total
A4B1 Frekuensi (%) Respon 11 36,67 8 26,67 8 26,67 3 10 0 0 30 100
Skala 1 2 3 4 5
Skala 1 2 3 4 5 Total
A5B1 Frekuensi (%) Respon 13 43,33 7 23,33 4 13,33 6 20 0 0 30 100
Keterangan : A1 = Teh hijau:Pegagan:Daun jeruk purut = 6:1:1 A2 = Teh hijau:Pegagan:Daun jeruk purut = 4:1:1 A3 = Teh hijau:Pegagan:Daun jeruk purut = 2:1:1 A4 = Teh hijau:Pegagan:Daun jeruk purut = 3:2:1 A5 = Teh hijau:Pegagan:Daun jeruk purut = 5:2:1
Skala 1 2 3 4 5 Total
Total
A4B2 Frekuensi (%) Respon 2 6,67 12 40 11 36,67 4 13,33 1 3,33 30 100
Skala 1 2 3 4 5 Total
A5B2 Frekuensi (%) Respon 7 23,33 13 43,33 8 26,67 2 6,67 0 0 30 100
B1 = Ekstrak stevia B2 = Sirup glukosa
Lampiran 18. Hasil Uji Organoleptik terhadap Warna Minuman Herbal Instan 18.a. Rekapitulasi Data Organoleptik terhadap Warna Minuman Herbal Instan Sampel Panelis
214
670
857
030
358
941
522
103
792
486
A1B1
A1B2
A2B1
A2B2
A3B1
A3B2
A4B1
A4B2
A5B1
A5B2
1
2
2
2
4
3
4
2
4
2
4
2
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
2
3
2
4
2
4
2
4
2
4
4
2
3
2
4
2
4
1
4
2
2
5
1
4
2
4
1
4
2
4
1
4
6
2
3
2
3
3
3
2
3
2
3
7
2
3
2
3
2
3
2
3
2
3
8
2
4
2
4
2
4
3
4
2
4
9
3
4
2
4
3
4
3
4
2
4
10
1
3
1
2
2
3
1
3
2
4
11
2
3
3
3
2
1
2
3
2
3
12
2
4
2
4
2
4
2
4
2
4
13
1
4
1
3
1
3
1
3
1
3
14
1
4
1
4
1
4
1
4
1
4
15
2
4
2
5
2
5
2
4
2
4
16
1
3
2
3
2
3
2
3
3
3
17
2
4
2
4
2
3
2
4
2
3
18
1
4
1
4
1
4
1
4
1
3
19
2
3
2
4
2
4
2
4
2
2
20
2
4
2
4
2
4
2
4
2
3
21
1
3
1
3
1
3
1
3
1
2
22
2
5
2
5
2
4
2
5
2
4
23
2
2
1
3
2
2
1
2
2
3
24
2
5
2
4
2
4
2
4
2
3
25
2
2
4
4
2
2
4
4
4
4
26
2
5
2
4
1
4
2
5
2
3
27
2
4
2
4
2
3
2
4
2
3
28
3
4
2
4
2
3
2
4
3
3
29
2
4
2
4
1
3
2
4
2
4
30
2
5
3
2
4
2
4
2
3
4
Rata-rata
1,87
3,60
1,97
3,67
1,97
3,37
2,00
3,67
2,03
3,33
18.b. Persentase Respon Panelis terhadap Warna Minuman Herbal Instan
Skala 1 2 3 4 5 Total
A1B1 Frekuensi (%) Respon 7 23,33 20 66,67 3 10 0 0 0 0 30 100
Skala 1 2 3 4 5 Total
A2B1 Frekuensi (%) Respon 6 20 20 66,67 3 10 1 3,33 0 0 30 100
Skala 1 2 3 4 5 Total
A3B1 Frekuensi (%) Respon 7 23,33 18 60 4 13,33 1 3,33 0 0 30 100
Skala 1 2 3 4 5 Total
A4B1 Frekuensi (%) Respon 7 23,33 18 60 3 10 2 6,67 0 0 30 100
Skala 1 2 3 4 5 Total
A5B1 Frekuensi (%) Respon 5 16,67 20 66,67 4 13,33 1 3,33 0 0 30 100
Keterangan : A1 = Teh hijau:Pegagan:Daun jeruk purut = 6:1:1 A2 = Teh hijau:Pegagan:Daun jeruk purut = 4:1:1 A3 = Teh hijau:Pegagan:Daun jeruk purut = 2:1:1 A4 = Teh hijau:Pegagan:Daun jeruk purut = 3:2:1
A5 = Teh hijau:Pegagan:Daun jeruk purut = 5:2:1
Skala 1 2 3 4 5 Total
A1B2 Frekuensi (%) Respon 0 0 3 10 10 33,33 13 43,33 4 13,33 30 100
Skala 1 2 3 4 5 Total
A2B2 Frekuensi (%) Respon 0 0 2 6,67 8 26,67 18 60 2 6,67 30 100
Skala 1 2 3 4 5 Total
A3B2 Frekuensi (%) Respon 1 3,33 3 10 11 36,67 14 46,67 1 3,33 30 100
Skala 1 2 3 4 5 Total
A4B2 Frekuensi (%) Respon 0 0 2 6,67 8 26,67 18 60 2 6,67 30 100
Skala 1 2 3 4 5 Total
A5B2 Frekuensi (%) Respon 0 0 3 10 14 46,67 13 43,33 0 0 30 100
B1 = Ekstrak stevia B2 = Sirup glukosa
Lampiran 19. Hasil Uji Organoleptik terhadap Aroma Minuman Herbal Instan 19.a. Rekapitulasi Data Organoleptik terhadap Aroma Minuman Herbal Instan Sampel Panelis
214
670
857
030
358
941
522
103
792
486
A1B1
A1B2
A2B1
A2B2
A3B1
A3B2
A4B1
A4B2
A5B1
A5B2
1
2
3
2
2
3
2
1
3
1
3
2
1
4
2
5
2
5
1
5
1
4
3
2
3
2
4
2
3
1
4
1
2
4
2
2
2
2
2
2
2
3
2
2
5
1
4
3
2
1
4
1
3
2
3
6
4
4
2
3
4
3
3
3
1
4
7
2
3
1
3
1
2
3
3
3
2
8
1
2
2
4
2
3
1
3
3
2
9
2
3
2
4
2
3
2
4
2
3
10
2
2
2
3
2
2
2
2
1
1
11
3
4
2
3
3
3
3
3
3
3
12
3
3
4
4
4
3
3
3
4
3
13
2
3
2
2
2
2
2
2
2
2
14
3
3
3
2
3
3
4
2
3
3
15
3
4
2
4
2
3
2
4
2
3
16
4
2
4
1
4
2
1
2
1
1
17
2
3
2
2
2
3
3
3
1
2
18
3
3
3
2
1
3
2
2
3
1
19
3
3
3
2
3
3
3
3
3
4
20
3
4
2
2
2
2
2
2
3
3
21
4
3
3
3
2
2
3
3
3
2
22
3
3
2
2
3
3
2
4
4
3
23
2
2
1
2
2
2
2
2
2
2
24
2
5
3
5
3
4
4
3
4
4
25
2
2
1
2
2
1
2
2
1
2
26
4
4
3
4
4
4
2
4
4
2
27
3
3
3
3
3
2
3
3
3
2
28
4
4
3
4
3
3
3
3
3
3
29
2
3
2
4
2
3
3
4
3
4
30
2
4
3
4
2
2
4
3
5
3
Rata-rata
2,53
3,17
2,37
2,97
2,43
2,73
2,33
3,00
2,47
2,60
19.b. Persentase Respon Panelis terhadap Aroma Minuman Herbal Instan
Skala 1 2 3 4 5 Total
A1B1 Frekuensi (%) Respon 3 10 13 43,33 9 30 5 16,67 0 0 30 100
Skala 1 2 3 4 5 Total
A1B2 Frekuensi (%) Respon 0 0 6 20 14 46,67 9 30 1 3,33 30 100
Skala 1 2 3 4 5 Total
A2B1 Frekuensi (%) Respon 3 10 15 50 10 33,33 2 6,67 0 0 30 100
Skala 1 2 3 4 5 Total
A2B2 Frekuensi (%) Respon 1 3,33 12 40 6 20 9 30 2 6,67 30 100
Skala 1 2 3 4 5 Total
A3B1 Frekuensi (%) Respon 3 10 15 50 8 26,67 4 13,33 0 0 30 100
Skala 1 2 3 4 5 Total
A3B2 Frekuensi (%) Respon 1 3,33 11 36,67 14 46,67 3 10 1 3,33 30 100
Skala 1 2 3 4 5 Total
A4B1 Frekuensi (%) Respon 6 20 11 36,67 10 33,33 3 10 0 0 30 100
Skala 1 2 3 4 5 Total
A4B2 Frekuensi (%) Respon 0 0 8 26,67 15 50 6 20 1 3,33 30 100
Skala 1 2 3 4 5 Total
A5B1 Frekuensi (%) Respon 8 26,67 6 20 11 36,67 4 13,33 1 3,33 30 100
Skala 1 2 3 4 5 Total
A5B2 Frekuensi (%) Respon 3 10 11 36,67 11 36,67 5 16,67 0 0 30 100
Keterangan : A1 = Teh hijau:Pegagan:Daun jeruk purut = 6:1:1 A2 = Teh hijau:Pegagan:Daun jeruk purut = 4:1:1 A3 = Teh hijau:Pegagan:Daun jeruk purut = 2:1:1 A4 = Teh hijau:Pegagan:Daun jeruk purut = 3:2:1 A5 = Teh hijau:Pegagan:Daun jeruk purut = 5:2:1
B1 = Ekstrak stevia B2 = Sirup glukosa
JURNAL
FORMULASI MINUMAN HERBAL INSTAN ANTIOKSIDAN DARI CAMPURAN TEH HIJAU, PEGAGAN, DAN DAUN JERUK PURUT
Oleh MUHAMMAD ADIL RONI F03400120
2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
FORMULASI MINUMAN HERBAL INSTAN ANTIOKSIDAN DARI CAMPURAN TEH HIJAU, PEGAGAN, DAN DAUN JERUK PURUT
Oleh MUHAMMAD ADIL RONI F03400120
Disetujui, Bogor, Februari 2008
Drs. Chilwan Pandji, Apt. MSc. Pembimbing I
Dr. Ir. Erliza Hambali, Msi Pembimbing II
Formulasi Minuman Herbal Instan Antioksidan dari Campuran Teh Hijau, Pegagan, dan Daun Jeruk Purut Chilwan Pandji1, Erliza Hambali2 & Muhammad Adil Roni3 Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor ABSTRACT
This research purposes are to know the influence of sweeteners addition from stevia extract and glucose syrup to characteristic of instant beverage powders from combination of green tea, Centella asiatica, and Citrus hystrix leaves which according to a number of researches have able to inhibit the oxidation process that caused by free radical activity. Powder of instant Beverage was made with extracting to all three of the substances with leaching extraction method and then was dried with spray dryer. Result of analyses indicated that sweeteners addition did not give significantly influence to value of bulk density product, while analyses such as yield, water content, ash content, solubility, vitamin C, and total of phenol gave significantly influence. Test of antioxidant activity with diene conjugated method indicate that ten samples of product that are mixed into soybean oil which contain linoleic acid and then are incubated at temperature 37oC have able to inhibit the oxidation process compared to control that is soybean oil without addition of product samples Key Word : instant beverage, antioxidant, green tea, centella, citrus katekin yang tinggi selain sebagai minuman yang menyegarkan juga telah lama diyakini memiliki khasiat bagi kesehatan tubuh. Pegagan (Centella asiatica) menurut Winarto dan Surbakti (2003), memiliki kandungan kimia yang disebut asiatikosida yang melalui uji klinis mampu merevitalisasi tubuh dan pembuluh darah serta mampu memperkuat struktur jaringan tubuh. Sedangkan jeruk purut (Citrus hystrix) Menurut Sarwono (1986), daunnya mempunyai khasiat sebagai stimulan dan penyegar. Selain itu daun jeruk purut mempunyai kandungan minyak atsiri yang cukup tinggi yang dapat dimanfaatkan sebagai aroma terapi. Kandungan katekin pada teh hijau dan kandungan asiatikosida pada pegagan menurut sejumlah penelitian mampu menghambat kerja radikal bebas dalam tubuh yang dapat menimbulkan berbagai penyakit. Kemampuan untuk menghambat dan melawan kerja radikal bebas ini disebut antioksidan. Berdasarkan pada manfaat teh hijau dan pegagan sebagai antioksidan serta manfaat daun jeruk purut sebagai aromaterapi. Ketiga bahan tersebut berpotensi untuk dikombinasikan sebagai
I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Tanaman obat merupakan tanaman yang dapat memberikan khasiat kesehatan bagi tubuh jika diolah dengan komposisi yang baik dan benar. Pemanfaatan tanaman obat dengan ramuan tradisional oleh masyarakat dianggap sebagai media pengobatan alternatif yang lebih mudah dan murah untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Perkembangan tanaman obat pun semakin meningkat seiring dengan perkembangan teknologi dan makin meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya hidup sehat. Sejumlah penelitian menyebutkan bahwa tanaman obat dapat menyembuhkan beberapa penyakit kronis dengan nilai manfaat yang lebih tinggi dan efek samping yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan penggunaan obat-obatan sintetik. Menurut Heyne (1987), tiga diantara tanaman yang dapat digunakan masyarakat untuk mencegah dan mengatasi gangguan kesehatan, yaitu teh, pegagan, dan jeruk purut. Menurut Hartoyo (2003), teh terutama teh hijau dengan kandungan
2
pengolahannya, langsung atau tidak langsung berpengaruh terhadap sifat teh jadi, yaitu rasa, warna, dan aroma. Kandungan katekin berkisar antara 20-30 persen dari seluruh berat kering daun. Hartoyo (2003), menambahkan juga bahwa katekin teh mengandung sifat antioksidatif yang berperan dalam melawan radikal bebas yang sangat berbahaya bagi tubuh. Katekin juga mempunyai sifat potensial fisiologis yang dapat menurunkan resiko penyakit jantung koroner dan kanker. Menurut Ghani (2002), teh mengandung bahan-bahan alami yang dapat menstimulasi kesehatan, yaitu kafein untuk merangsang kerja sistem saraf; polifenol yang dapat meningkatkan daya tahan terhadap virus dan bakteri; vitamin Bkompleks untuk kesehatan mulut, lidah dan bibir; serta flouride yang baik untuk gigi. Teh juga berguna untuk mengobati sakit perut akibat kelainan usus.
sebuah produk minuman kesehatan instan atau minuman herbal instan yang mempunyai khasiat yang tinggi dengan rasa dan aroma yang menyegarkan serta mudah dan praktis dalam penyajiannya. B. TUJUAN Tujuan dari pengkajian masalah khusus ini adalah : 1. Mengetahui pengaruh perbandingan formulasi bahan dan penambahan bahan pemanis terhadap karakteristik produk yang dihasilkan. 2. Menguji kemampuan aktivitas antioksidan produk. II. TINJAUAN PUSTAKA A. TANAMAN OBAT Menurut Zuhud et al. dalam Zuhud dan Haryanto (1994), tanaman obat ialah spesies tanaman yang dipercaya dan diketahui mempunyai khasiat obat. Menurut Depkes RI (1983), pada umumnya pemanfaatan tumbuhan obat oleh masyarakat adalah untuk keperluan pengobatan tradisional. Pengobatan ini lebih merupakan upaya-upaya preventif (pencegahan), promotif (peningkatan), kuratif (pengobatan), dan rehabilitatif (pemulihan). Menurut Heyne (1987), Indonesia memiliki 30 ribu sampai 40 ribu jenis flora dan tidak kurang dari 1100 spesies tumbuhan yang dapat digunakan sebagai bahan baku obat. Tiga diantara tanaman tersebut yang dapat digunakan masyarakat untuk mencegah dan mengatasi gangguan kesehatan, yaitu teh, pegagan, dan jeruk purut.
2. Pegagan (Centella asiatica L. Urban) Pegagan merupakan tumbuhan kosmopolit atau memiliki daerah penyebaran luas, terutama di daerah tropis dan subtropis. Pegagan menyebar liar dan dapat tumbuh subur di atas tanah dengan ketinggian 1-2500 meter dari permukaan laut (Winarto dan Surbakti, 2003). Pegagan banyak tumbuh di perkebunan, ladang, tepi jalan, pematang sawah ataupun di ladang yang agak basah. Tanaman ini berasal dari daerah Asia tropik, tersebar di Asia tenggara, termasuk Indonesia, India, Tiongkok, Jepang, dan Australia kemudian menyebar ke berbagai negara-negara lain (http://id.wikipedia.org/ , 2007). Menurut Winarto dan Surbakti (2003), sifat dan manfaat pegagan diantaranya pegagan bersifat menyejukkan atau mendinginkan, rasanya tajam, pahit dan sedikit manis. Sedangkan manfaatnya antara lain merevitalisasi tubuh dan pembuluh darah serta mampu memperkuat struktur jaringan tubuh; sebagai tonik otak, yaitu memperlancar darah ke otak, meningkatkan kerja otak, dan mempertajam ingatan; berkhasiat untuk memudahkan proses pencernaan dan sebagai pencahar; menenangkan saraf, mempermudah timbulnya rasa kantuk bagi penderita sulit tidur; memperbanyak sel-sel darah merah, serta menyembuhkan gangguan ringan di hati dan limpa yang membengkak. Selain efek farmakologis di atas, Winarto dan Surbakti (2003), juga
1. Teh (Camellia sinensis L. Kuntze) Menurut Hartoyo (2003), berdasarkan proses pengolahannya, produk teh dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu teh hijau, teh oolong, dan teh hitam. Menurut Afandi dan Sudarno (1996), pengolahan teh hijau adalah serangkaian proses fisik dan mekanis tanpa atau sedikit proses oksidasi enzimatis (fermentasi) terhadap pucuk teh dengan menggunkan sistem pengeringan uap. Tahapan pengolahannya terdiri dari pelayuan, penggulungan, pengeringan, dan sortasi kering. Menurut Bambang (1996), katekin merupakan senyawa yang paling penting pada daun teh. Senyawa ini dalam
3
bertujuan untuk menghilangkan kadar air dalam bahan. Ekstraksi adalah metode pemisahan dimana komponen-komponen terlarut dari suatu campuran dipisahkan dari komponen yang tidak larut dengan pelarut yang sesuai. Metode paling sederhana untuk mengekstraksi padatan adalah mencampurkan seluruh bahan dengan pelarut lalu memisahkan larutan dengan padatan tidak terlarut (Harborne, 1987). Pengeringan adalah suatu metode untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan cara menguapkan air tersebut dengan bantuan energi panas. Biasanya kandungan air tersebut dikurangi sampai suatu batas tertentu agar mikroorganisme tidak dapat tumbuh lagi di dalamnya (Winarno, 1982).
menambahkan manfaat lain pegagan antara lain sebagai antiinfeksi, antiracun, penurun panas, peluruh air seni (diuretikum), antilepra, dan antisifilis yang berasal dari kandungan triterpenoid, yaitu asiaticoside dan vellarine. Sementara itu, daun pegagan dapat digunakan sebagai tonikum untuk menambah energi dan meningkatkan stamina. 3. Jeruk Purut (Citrus hystrix) Jeruk purut merupakan tanaman yang termasuk dalam salah satu anggota suku jeruk-jerukan sub genus Papeda, dan spesies Citrus hystrix. Jenis tanaman jeruk anggota papeda, buahnya tak enak dimakan langsung karena daging buahnya terlalu banyak mengandung asam dan berbau wangi agak keras (Sarwono, 1986). Selain dimanfaatkan buahnya, jeruk purut bisa dimanfaatkan daunnya. Daun jeruk purut berkhasiat sebagai stimulan dan penyegar, sehingga dapat digunakan untuk menyegarkan badan yang letih dan lemah sehabis sakit berat (http://www.iptek.net.id/ , 2005).
C. BAHAN TAMBAHAN PANGAN Menurut Syah et al. (2005), Bahan tambahan pangan (BTP) adalah bahan atau campuran bahan yang secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan. Jadi bahan tambahan pangan ditambahakn untuk memperbaiki karakter pangan agar kualitasnya meningkat. Diantara bahan tambahan pangan yang biasa ditambahkan ke dalam minuman instan, yaitu bahan pemanis dan bahan pengisi. Pemanis adalah salah satu bahan tambahan pangan yang sering ditambahkan ke dalam produk pangan untuk meningkatkan citarasa atau menghilangkan rasa pahit (Syah et al, 2005). Pemanis berdasarkan asalnya dapat dibagi menjadi dua, yaitu pemanis alami dan pemanis buatan. Pemanis alami adalah pemanis yang diambil atau diekstrak dari bahan-bahan alam baik berasal dari tumbuhan maupun hewan seperti gula tebu, gula bit, gula mapel, gula stevia, madu, dan lain-lain. Sedangkan pemanis buatan adalah pemanis yang dibuat dari campuran bahan-bahan kimia seperti sakarin, siklamat, aspartam, neotam, dan lain-lain. Diantara pemanis yang biasa digunakan pada pembuatan minuman instan, yaitu sirup glukosa. Sedangkan yang baru-baru ini banyak dimanfaatkan sebagai pemanis di Jepang dan sejumlah negara Eropa yaitu stevia. Menurut Muhammad (1983), rasa manis ekstrak stevia mencapai 300 kali kemanisan sukrosa dan menurut beberapa hasil
B. MINUMAN HERBAL INSTAN Minuman kesehatan adalah minuman yang dapat meningkatkan fungsi fisiologis tubuh seperti menghilangkan stres, menurunkan kandungan kolesterol, dan meningkatkan sistem pertahanan tubuh (Sampoerno dan Fardiaz, 2001). Produk instan diartikan sebagai produk yang praktis dalam penggunannya dan tidak meninggalkan buangan sisa dalam rumah tangga ketika disajikan (Susanto, 2002). Sehingga produk minuman kesehatan instan dapat diartikan sebagai minuman yang dapat meningkatkan fungsi fisiologis tubuh dengan cara penyajian yang praktis dan tidak meninggalkan buangan sisa. Oktaviany (2002) juga menambahkan minuman instan merupakan produk jenis minuman yang berdaya tahan lama, cepat saji, praktis, dan mudah dalam pembuatannya. Menurut Oktaviany (2002), proses pembuatan minuman instan secara umum terdiri dari dua tahapan, yaitu proses ekstraksi dan proses pengeringan. Ekstraksi dilakukan sebagai tahap awal dalam pembuatan minuman instan untuk mendapatkan sari atau bahan aktif yang diinginkan sedangkan pengeringan merupakan proses selanjutnya yang
4
dinding pembuluh darah. Akibatnya timbullah atherosklerosis atau lebih dikenal dengan penyakit jantung koroner. Supaya radikal bebas tersebut tidak merajalela, tubuh dengan sendirinya spontan memproduksi zat antioksidannya. Antioksidan yang diproduksi dari dalam tubuh (endogen) berupa tiga enzim yaitu, superoksida dismutase (SOD), glutation peroksidase (GSH Px), dan katalase, serta non enzim, yaitu senyawa protein kecil glutation. Ketiga enzim dan senyawa glutation ini bekerja menetralkan radikal bebas. Pekerjaannya itu dibantu oleh asupan antioksidan dari luar (eksogen) yang berasal dari bahan makanan. Misalnya, vitamin E, vitamin C, betakaroten dan senyawa flavonoid yang diperoleh dari tumbuhan (http://www.kompas.com/, 2003). Menurut Sofia (2007), sumber antioksidan dari luar, yaitu vitamin E dan vitamin C dapat diperoleh dari kacangkacangan, biji-bijian, buah-buahan dan sayuran hijau, betakaroten dapat diperoleh dari wortel, brokoli, kentang, dan tomat. Sedangkan senyawa flavonoid menurut Schuler (1990), dapat diperoleh dari rempah-rempah dan tanaman obat
penelitian stevia dianggap aman bagi kesehatan. Bahan pengisi adalah bahan tambahan yang berfungsi untuk melapisi komponen flavor, meningkatkan jumlah padatan total, memperbesar volume, mempercepat proses pengeringan, dan mencegah kerusakan akibat panas (Masters, 1979). Bahan pengisi yang sering digunakan dalam industri pangan, yaitu dekstrin, maltodekstrin, dan gum arab. D. ANTIOKSIDAN Antioksidan merupakan zat yang anti terhadap zat lain yang bekerja sebagai oksidan. Zat lain itu populer disebut radikal bebas atau reactive oxygen species (ROS), yaitu suatu molekul oksigen dengan atom yang pada orbit terluarnya memiliki elektron yang tidak berpasangan. Karena kehilangan pasangannya itu, molekul lalu menjadi tidak stabil, liar, dan radikal (http://www.kompas.com/, 2003). Radikal bebas tersebut menurut Karyadi (1997), muncul disebabkan berbagai proses kimia kompleks dalam tubuh, berupa hasil sampingan dari proses oksidasi (pembakaran) sel yang berlangsung pada waktu bernafas, metabolisme sel, olahraga yang berlebihan, peradangan atau ketika tubuh terpapar polusi lingkungan seperti asap kendaraan bermotor, asap rokok, bahan pencemar, dan radiasi matahari. Menurut Karyadi (1997), Reaksi pembentukan radikal bebas sebenarnya merupakan mekanisme biokimia tubuh normal. Radikal bebas umumnya hanya bersifat perantara yang dapat dengan cepat diubah menjadi substansi yang tidak lagi membahayakan tubuh. Tetapi jika radikal bebas berada dalam jumlah berlebihan sementara jumlah antioksidan seluler tetap atau lebih sedikit, maka kelebihannya tidak bisa dinetralkan dan berakibat pada kerusakan sel. Kerusakan sel tersebut meliputi kerusakan DNA pada inti sel, kerusakan membran sel, kerusakan protein, kerusakan lipid, dan dapat menimbulkan autoimun Menurut Sofia (2007), Kerusakan tersebut tentu saja berujung pada timbulnya berbagai macam penyakit dalam tubuh seperti peradangan, penuaan dini, pemacuan zat karsinogenik yang menyebabkan kanker, peningkatkan kadar LDL (low density lipoprotein) yang kemudian menjadi penyebab penimbunan kolesterol pada
III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari teh hijau, pegagan, daun jeruk purut, daun stevia, gum arab, maltodekstrin, sirup glukosa dan bahanbahan kimia untuk anlisis. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari pengering semprot, spektrometer, alat perkolasi, dan lain-lain. B. METODE PENELITIAN 1. Analisis Proksimat Bahan Baku Analisis yang dilakukan meliputi pengukuran kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar serat kasar berdasarkan AOAC (1999), dan kadar vitamin C (Apriyantono et al., 1989). 2. Pembuatan Minuman Instan Pembuatan minuman instan dimulai dengan melakukan sortasi kering. Bahanbahan herbal yang berfungsi sebagai komponen penyusun minuman instan disortasi dengan menghilangkan kotoran, bahan yang rusak dan bagian-bagian lain yang tidak diinginkan. Bahan kemudian
5
dirajang dengan menggunakan blender hingga berukuran 3-5 mm. Setelah itu bahan kemudian diekstraksi dengan menggunakan pelarut air dengan perbandingan jumlah pelarut dan bahan yang digunakan adalah 5% (b/v), yaitu 5 gram bahan diekstraksi dalam 100 ml air. Pada penelitian ini penentuan kondisi ekstraksi pada masingmasing bahan dilakukan dengan memodifikasi kondisi optimal ekstraksi berdasarkan pada literatur yang telah ada sebelumnya. Sehingga metode ekstraksi yang diterapkan pada masing-masing bahan berbeda-beda mengingat sifat dan karakteristik bahan yang juga berbeda. Ekstraksi teh hijau dilakukan dengan metode penyeduhan, yaitu dengan memasukkan 5 gram teh hijau ke dalam 100 ml air mendidih dan didiamkan selama 20 menit (modifikasi santoso et al, 2005). Ekstraksi pegagan dilakukan dengan metode kombinasi antara maserasi dan pemanasan, yaitu dengan memasukkan 5 gram pegagan ke dalam 100 ml akuades dan diaduk dengan shaker selama 3 jam. Setelah itu campuran dipanaskan dalam water batch suhu 70oC selama 1 jam (modifikasi Cahyono, 1995). Daun jeruk purut diekstraksi dengan cara perebusan, yaitu dengan mendidihkan 100 ml air di atas kompor penangas. Setelah air mendidih kemudian dimasukkan 5 gram daun jeruk purut. Waktu perebusan ditentukan dengan menetapkan waktu terbaik dari empat variabel waktu yang diujikan yaitu, 15 menit, 30 menit, 45 menit, dan 60 menit. Pemilihan waktu ekstraksi terbaik didasarkan pada analisis total padatan
terlarut dan bobot oleoresin (modifikasi Oktaviany, 2002). Daun stevia diekstraksi dengan teknik perkolasi (Muhammad, 1983). Daun stevia yang dibungkus kertas saring dimasukkan kedalam tabung perkolator, kemudian ditambahkan air sampai daun stevia terendam seluruhnya, perendaman dilakukan selama ± 20 jam. Setelah perendaman, air yang ditampung dalam labu kocok dialirkan sedikit demi sedikit melalui bagian atas tabung perkolator. Bersamaan dengan itu aliran air yang berada di bawah tabung perkolator dibuka dan dialirkan melalui corong yang telah diberi kertas saring dan kapas. Kemudian filtrat yang telah tersaring melalui corong tersebut ditampung dalam gelas piala atau labu erlenmeyer. Selanjutnya untuk mendapatkan konsentrasi yang sama dilakukan pemekatan dengan pemanasan hingga konsentrasi 5% (b/v). Setelah diekstraksi kemudian campuran disaring dengan menggunakan penyaring vakum hingga didapat filtrat hasil ekstraksi. Filtrat hasil ekstraksi dari masing-masing bahan utama, yaitu teh hijau, pegagan, dan daun jeruk purut selanjutnya dicampurkan sesuai dengan formula yang didapat dari Asian Pacific Journal of Clinical Nutrition (2004), yaitu dengan perbandingan (teh hijau : pegagan : daun jeruk purut = 6 : 1 : 1). Sebagai pembanding dibuat formulasi lain dengan cara trial dan error sehingga didapat empat formulasi lainnya. Formulasi dan jumlah bahan yang digunakan (gram) serta penambahan air dari masing-masing bahan tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Perbandingan formulasi bahan dalam 70 gram No
komposisi
Jumlah ekstrak bahan yang digunakan (g)
Teh hijau : Pegagan : Daun jeruk
1 2 3 4 5
6 4 2 5 3
: : : : :
1 1 1 2 2
: : : : :
Penambahan air (g)
Teh hijau : Pegagan : Daun jeruk
1 1 1 1 1
51 46 35 42,5 34,5
: : : : :
8,5 11,5 17,5 17 23
: : : : :
8,5 11,5 17,5 8,5 11,5
2 1 2 1
sebanyak 70%. Untuk mendapatkan jumlah campuran sari bahan sebanyak 70% tersebut maka pada formula yang
Jumlah campuran sari teh hijau, pegagan dan daun jeruk purut yang digunakan dalam penelitian adalah
6
kurang dilakukan penambahan air hingga didapat campuran sari bahan sebanyak 70%. Bahan pengisi yang akan digunakan adalah campuran antara maltodekstrin (9,95%) dan gum arab (0,05%) sebanyak 10%. Bahan pemanis yang digunakan adalah ekstrak daun stevia dan sirup glukosa sebanyak 20%. Campuran sari bahan 70%, bahan pengisi 10%, dan pemanis 20% kemudian dikeringkan dengan pengering semprot pada suhu 170oC hingga didapat serbuk sari minuman herbal instan. Diagram alir proses pembuatan minuman herbal instan disajikan pada Gambar 1.
Bahan herbal
Sortasi
Pengecilan ukuran 3-5 mm air
ampas
Ekstraksi
Penyaringan
3. Analisis Produk Akhir Analisis produk akhir yang dilakukan pada penelitian ini meliputi rendemen (Oktaviany, 2002), kadar air, kadar abu (AOAC, 1999), densitas kamba (Heldman dan Singh dalam Hatasura, 2004), kelarutan (SNI 01-2891-1992), kadar vitamin C (Apriyantono et al., 1989), uji total fenol (Metode Chandler dan Dodds yang dimodifikasi dalam shetty et al., 1995), uji aktivitas antioksidan (Modifikasi Chan dan Levett, 1977), dan uji organoleptik.
Ekstrak bahan
Ekstrak campuran bahan (70%)
Bahan pengisi (10%)
C. RANCANGAN PERCOBAAN Rancangan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial dengan dua kali ulangan. Faktor perlakuan yang digunakan, yaitu faktor perbandingan formulasi bahan (5 taraf perlakuan), dan faktor jenis bahan pemanis (2 taraf perlakuan). Faktor-faktor identifikasi tersebut adalah sebagai berikut. A. Perbandingan Formulasi bahan A1 = teh hijau : pegagan : daun purut = 6 : 1 : 1 A2 = teh hijau : pegagan : daun purut = 4 : 1 : 1 A3 = teh hijau : pegagan : daun purut = 2 : 1 : 1 A4 = teh hijau : pegagan : daun purut = 3 : 2 : 1 A5 = teh hijau : pegagan : daun purut = 5 : 2 : 1
Pencampuran
Bahan pemanis (20%)
Pengeringan di spray dryer suhu 170oC
Serbuk minuman instan
jeruk jeruk
Gambar 1. Diagram alir proses pembuatan minuman herbal instan
jeruk jeruk
Model rancangan digunakan adalah :
percobaan
jeruk
Y(ijk) = µ + Ai + Bj + (AB)ij + εijk
yang
Keterangan : Y(ijk) = respon yang ditimbulkan pengaruh bersama oleh taraf ke-i (i=1,2,3,4,5) faktor perbandingan formulasi bahan dan taraf ke-j (j=1,2)
B. Jenis bahan pemanis B1 = sari daun stevia B2 = sirup glukosa
7
µ
=
Ai
=
Bj
=
(AB)ij
=
εijk
=
dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain atau tambahan makanan yang diizinkan. Pembuatan minuman instan dilakukan melalui dua tahapan utama yaitu, ekstraksi dan pengeringan. Penentuan metode ekstraksi dilakukan untuk mendapatkan hasil ekstraksi optimal dengan cara mengkondisikan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil ekstraksi. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil ekstraksi meliputi jenis pelarut, perbandingan jumlah bahan dan pelarut, serta metode ekstraksi yang digunakan. Ekstraksi dilakukan berdasarkan pada metode ekstraksi masing-masing bahan yang telah ditetapkan sebelumnya. Teh hijau diekstrak dengan metode penyeduhan, pegagan diekstrak dengan metode kombinasi antara maserasi dan pemanasan, daun jeruk purut diekstrak dengan cara perebusan dengan waktu optimal ekstraksi selama 10 menit berdasarkan penelitian pendahuluan, dan daun stevia diekstrak dengan teknik perkolasi. Setelah diektraksi masingmasing ekstrak bahan dicampurkan sesuai dengan formula yang telah ditetapkan. Kemudian bahan pengisi (10%) dan bahan pemanis (20%) dimasukkan dalam campuran ekstrak bahan (70%) untuk kemudian dikeringkan dengan alat pengering semprot (spray dryer) pada suhu 170 oC sehingga didapat produk minuman instan yang diinginkan.
faktor jenis bahan pemanis pada ulangan ke-l (l=1,2) nilai tengah (rata-rata) dari seluruh nilai pengamatan pengaruh yang ditimbulkan oleh faktor perbandingan formulasi bahan pengaruh yang ditimbulkan oleh faktor jenis bahan pemanis pengaruh yang ditimbulkan oleh interaksi antara faktor A dan B pengaruh kesalahan percobaan
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Analisis Proksimat Bahan Baku Analisis proksimat bahan baku dilakukan untuk mengetahui kualitas bahan baku yang digunakan. Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan baku yang telah dikeringkan sehingga kemungkinan terdapat perbedaan dengan penggunaan bahan segar. Sebagai pembanding disajikan data dari berbagai literatur acuan yang disajikan dalam Tabel 2. 2. Pembutan Minuman Instan Berdasarkan SNI 01-4320-1996, serbuk minuman tradisional adalah produk bahan minuman berbentuk serbuk atau granula yang dibuat dari campuran rempah-rempah dan gula
Tabel 2. Hasil analisis proksimat bahan baku Analisis bahan (setelah dikeringkan) Kadar air (%) Kadar abu (%) Kadar protein (%) Kadar serat kasar (%) Kadar vitamin C (mg)
Teh hijau Hasil Literatur analisis acuana 7,53 3,1 6,63 5,5 18,45 17 13,03 34 11,25 -
Pegagan Hasil Literatur analisis acuanb 3,60 89,3 2,13 1,6 2,09 1,6 19,16 2,0 0,28 4
Daun jeruk purut Hasil Literatur analisis acuanc 4,94 57,1 9,37 4,0 11,55 6,8 28,86 8,2 0,92 20
Hasil analisis ANOVA menunjukkan bahwa nilai rendemen produk yang dihasilkan dipengaruhi secara nyata oleh perbandingan formulasi bahan dan penambahan bahan pemanis, tetapi tidak dipengaruhi oleh interaksi keduanya. Histogram menunjukkan bahwa produk dengan penambahan
3. Analisis Produk Akhir a. Rendemen Nilai rendemen yang didapat berkisar antara 18,57-26,77 persen dengan rata-rata 22,65%. Histogram pengaruh faktor perlakuan terhadap rendemen produk disajikan pada Gambar 2.
8
perbandingan formulasi bahan dan penambahan bahan pemanis, tetapi tidak dipengaruhi oleh interaksi keduanya. Hasil uji lanjut Duncan terhadap faktor perbandingan formulasi bahan menunjukkan bahwa terdapat dua kelompok keragaman, yaitu kelompok pertama formulasi A1, A3, dan A5 yang memberikan pengaruh berbeda nyata dengan kelompok kedua, yaitu formulasi A2 dan A4.
ekstrak daun stevia menghasilkan rendemen yang lebih besar dibandingkan penggunaan sirup glukosa. Uji lanjut Duncan terhadap faktor perbandingan formulasi bahan menunjukkan bahwa rendemen yang dihasilkan oleh formulasi A1 tidak berbeda nyata dengan formulasi A4, begitu juga dengan rendemen yang dihasilkan oleh formulasi A3 tidak berbeda nyata dengan formulasi A5. sedangkan rendemen yang dihasilkan oleh formulasi A2 berbeda nyata terhadap rendemen yang dihasilkan oleh formulasi A1, A4 dan formulasi A3, A5. 30
c. Kadar Abu Nilai kadar abu yang didapat berkisar antara 0,68-0,87 persen dengan rata-rata 0,77%. Histogram pengaruh faktor perlakuan terhadap kadar abu produk disajikan pada Gambar 4.
26.77
25.64
24.46
25
24.05
22.49
21.40
19.96
21.03
22.16 18.57
Rendemen (%)
20 15
1.0 10
0.9
0.87 0.83
Kadar Abu (%)
5 0 ekstrak stevia
sirup glukosa
Bahan Pemanis (%) A1
A2
A3
A4
A5
0.84
0.78 0.77
0.81 0.73 0.74
0.70
0.8
0.68
0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1
Gambar 2. Histogram rendemen
0.0 ekstrak ste via
sirup glukosa
Bahan Pemanis (%) A1
b. Kadar air Nilai kadar air yang didapat berkisar antara 1,22-2,96 persen dengan rata-rata 2,14 %. Histogram pengaruh faktor perlakuan terhadap kadar air produk disajikan pada Gambar 3. 3
Kadar Air (%)
2.5
2.96
2.86
2.55
1.81 1.58
1.58 1.22
1.5 1 0.5 0 e kstrak ste via
sirup glukosa
Bahan Pemanis (%) A1
A2
A3
A4
A4
A5
Hasil analisis ANOVA menunjukkan bahwa nilai kadar abu produk yang dihasilkan dipengaruhi secara nyata oleh perbandingan formulasi bahan dan penambahan bahan pemanis, tetapi tidak dipengaruhi oleh interaksi keduanya. Uji lanjut Duncan terhadap faktor perbandingan formulasi bahan menunjukkan bahwa formulasi A3 tidak berbeda nyata dengan formulasi A4, tetapi kedua formulasi ini berbeda nyata dengan formulasi yang lain. Begitu juga dengan antar masing-masing formulasi saling berbeda nyata dengan formulasi yang lainnya.
2.79
1.78
A3
Gambar 4. Histogram Kadar Abu
2.29
2
A2
A5
Gambar 3. Histogram kadar air
d. Densitas Kamba
Berdasarkan histogram pada Gambar 3, diketahui bahwa penambahan ekstrak stevia memberikan nilai kadar air yang lebih tinggi dibandingkan penambahan sirup glukosa. Hasil analisis ANOVA juga menunjukkan bahwa nilai kadar air produk yang dihasilkan dipengaruhi secara nyata oleh
Nilai Densitas kamba yang didapat berkisar antara 0,58-0,61 g/ml dengan rata-rata 0,59 g/ml. Histogram pengaruh faktor perlakuan terhadap densitas kamba produk disajikan pada Gambar 5.
9
penambahan ekstrak stevia. Hasil analisis ANOVA juga menunjukkan bahwa faktor penambahan bahan pemanis berpengaruh nyata terhadap kelarutan produk. Sedangkan hasil analisis ANOVA terhadap faktor perbandingan formulasi bahan dan interaksi antara keduanya tidak memberikan beda nyata terhadap nilai kelarutan produk.
0.65
Densitas Kamba (g/ml)
0.64 0.63 0.62
0.61 0.60 0.60
0.60
0.61
0.59 0.59
0.60
0.59
0.59 0.58
0.58
0.59 0.58 0.57 0.56 0.55 e kstrak stevia
sirup glukosa
Bahan Pemanis (%) A1
A2
A3
A4
f. Kadar Vitamin C Nilai kadar vitamin C yang didapat berkisar antara 7,72-14,54 mg dengan rata-rata 10,27 mg. Histogram pengaruh faktor perlakuan terhadap kadar vitamin C produk disajikan pada Gambar 7.
A5
Gambar 5. Histogram densitas kamba Histogram menunjukkan bahwa nilai densitas kamba hasil penambahan ekstrak stevia tidak jauh berbeda dengan penambahan sirup glukosa. Hal ini juga dibuktikan pada analisis ANOVA bahwa perlakuan penambahan bahan pemanis tidak memberikan beda nyata terhadap densitas kamba produk. Hasil analisis ANOVA terhadap perbandingan formulasi bahan memberikan beda nyata hanya pada tingkat kepercayaan 95%. Uji lanjut Duncan terhadap faktor perbandingan formulasi bahan menunjukkan bahwa terdapat tiga kelompok keragaman, yaitu kelompok pertama formulasi A1 dan A2, kelompok kedua formulasi A2, A3, dan A5, serta kelompok ketiga formulasi A3, A4, dan A5.
16
94.35
94.50
94.63 94.66
Kelarutan (%)
Vitamin C (mg)
9.46
8.46 8.84
7.72 8.11
8 6 4
sirup glukosa
Bahan Pemanis (%) A1
A2
A3
A4
A5
Gambar 7. Histogram vitamin C Hasil analisis ANOVA menunjukkan bahwa faktor perbandingan formulasi bahan, faktor penambahan bahan pemanis dan interaksi antar kedua faktor perlakuan memberikan beda nyata terhadap kadar vitamin C produk. Hasil uji lanjut Duncan terhadap faktor perbandingan formulasi bahan menunjukkan nilai yang berbeda nyata pada masing-masing perlakuan. Hasil uji lanjut Duncan juga menunjukkan bahwa penambahan ekstrak stevia berbeda nyata dengan penambahan sirup glukosa terhadap kadar vitamin C. Hasil yang sama juga ditunjukkan pada interaksi antar kedua faktor perlakuan, yaitu masing-masing sampel memberikan pengaruh yang berbeda nyata satu sama lainnya.
94.43
93.35 93.37 93.48 93.26
93.0 92.5 92.0 e kstrak stevia
10.44
9.96
10
ekstrak ste via
94.0 93.49
12
0
94.5
93.5
13.52 11.72
2
e. Kelarutan Nilai kelarutan yang didapat berkisar antara 93,26-94,66 % dengan rata-rata 93,05%. Histogram pengaruh faktor perlakuan terhadap kelarutan produk disajikan pada Gambar 6. 95.0
14.54
14
sirup glukosa
Bahan Pemanis (%) A1
A2
A3
A4
g. Nilai Total Fenol Uji total fenol penting untuk dilakukan karena beberapa senyawa turunan fenol, yaitu vitamin E dan flavonoid diketahui mempunyai kemampuan antioksidan yang dapat menghambat kerja radikal bebas.
A5
Gambar 6. Histogram kelarutan Berdasarkan histogram pada Gambar 6, diketahui bahwa penambahan sirup glukosa memberikan nilai kelarutan yang lebih tinggi dibandingkan
10
kedelai mengandung 15-64 % asam linoleat. Asam linoleat pada suhu 37oC selama penyimpanan akan teroksidasi dengan memperlihatkan pergeseran posisi ikatan rangkap karena terjadinya isomerisasi dan pembentukan konjugatnya (Fatimah, 2005). Diena terkonjugasi yang dihasilkan dapat diukur dengan spektrometer UV pada panjang gelombang 234 nm. Semakin banyak diena terkonjugasi yang dihasilkan maka semakin tinggi nilai absorbansi yang terukur. Adanya penambahan antioksidan akan menghambat terbentuknya diena terkonjugasi sehingga nilai absorbansi yang terukur akan semakin kecil. Pada pengujian ini, sampel sebanyak 0,1 ml ditambahkan ke dalam emulsi asam linoleat. Pembanding yang digunakan adalah kontrol tanpa penambahan sampel dan suplemen vitamin C dosis tinggi (You C-1000). Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sampai pada penyimpanan hari ke-7 semua sampel produk memiliki nilai konsentrasi diena terkonjugasi yang lebih rendah dibandingkan kontrol. Artinya semua sampel produk mampu menghambat terjadinya proses oksidasi. Kandungan diena terkonjugasi terendah terdapat pada sampel produk A1B1, sedangkan yang tertinggi terdapat pada sampel produk A5B2.
Menurut silalahi (2006), vitamin E merupakan antioksidan yang larut dalam lemak yang dapat menangkap radikal bebas dan menghalangi reaksi berantai peroksidasi lipid. Sedangkan flavonoid menurut Silalahi (2006) merupakan senyawa yang dapat berperan sebagai penangkap radikal bebas karena mengandung gugus hidroksil. Flavonoid juga bersifat sebagai reduktor yang dapat bertindak sebagai donor hidrogen terhadap radikal bebas. Nilai total fenol yang didapat berkisar antara 42,06-49,35 ppm dengan rata-rata 45,08 ppm. Histogram pengaruh faktor perlakuan terhadap nilai total fenol produk disajikan pada Gambar 8. Hasil analisis ANOVA menunjukkan bahwa faktor perbandingan formulasi bahan, faktor penambahan bahan pemanis dan interaksi antar kedua faktor perlakuan memberikan beda nyata terhadap kadar nilai total fenol produk yang dihasilkan. 50 49
Total Fenol (ppm)
48
49.35 47.17 46.75 46.02
47
46.13 45.50
46 45 44
42.69
43
42.38
42.79 42.06
42 41 40 ekstrak stevia
sirup glukosa
Bahan Pemanis (%) A1
A2
A3
A4
A5
Gambar 8. Histogram total fenol h. Uji Aktivitas Antioksidan Uji aktivitas antioksidan dilakukan dengan menggunakan metode diena terkonjugasi. Uji aktivitas antioksidan dilakukan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan sampel produk untuk menghambat terjadinya proses oksidasi pada asam linoleat. Proses oksidasi tersebut dapat diketahui karena adanya struktur diena terkonjugasi. Menurut White (1995), asam yang mengandung dua ikatan rangkap terkonjugasi menunjukkan penyerapan pada panjang gelombang 230-234 nm. Oleh karena itu pengukuran diena terkonjugasi dilakukan dengan spektrofotometer UV pada panjang gelombang 234 nm. Pada penelitian ini digunakan minyak kedelai murni, karena menurut Bailey dalam Ketaren (1996) minyak
8.0
7.0
K ont r ol A 1B 1
6.0
A2B1 A3B1
5.0
A4B1 A5B1
4.0
C - 10 0 0 A 1B 2
3.0
A2B2 A3B2
2.0
A4B2 A5B2
1.0
0.0 1
2
3
4
5
6
7
Hari ke-
Gambar 9. Kurva Diena Terkonjugsi Berdasarkan kurva pada Gambar 21, dapat dilihat bahwa semua sampel
11
abu, kelarutan, vitamin C dan nilai total fenol. Sedangkan faktor interaksi antar kedua perlakuan berpengaruh nyata terhadap kadar vitamin C dan nilai total fenol. Hasil analisis antioksidan menunjukkan bahwa sampai dengan penyimpanan hari ke-7 semua sampel produk memiliki nilai konsentrasi diena terkonjugasi yang lebih rendah dibandingkan kontrol. Artinya semua sampel produk mampu menghambat terjadinya proses oksidasi. Kandungan diena terkonjugasi terendah terdapat pada sampel produk A1B1, sedangkan yang tertinggi terdapat pada sampel produk A5B2. Uji sidik ragam dari pengukuran aktivitas antioksidan menunjukkan bahwa penambahan bahan pemanis dan lama waktu oksidasi berpengaruh nyata terhadap konsentrasi diena terkonjugasi. Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa daun jeruk purut tidak mempunyai kolerasi terhadap konsentrasi diena terkonjugasi, sedangkan teh hijau berkorelasi negatif dan pegagan berkolerasi positif terhadap konsentrasi diena terkonjugasi yang terbentuk.
yang diujikan mengalami kenaikan jumlah diena terkonjugasi secara linier setiap harinya hingga hari ke-7 yang memiliki kandungan diena terkonjugasi tertinggi, walaupun pada beberapa sampel nilai yang terukur mengalami penurunan pada hari tertentu. Fatimah (2005) menerangkan bahwa efektivitas antioksidan dalam sistem minyak utuh dan sistem emulsi dipengaruhi oleh polaritas larutan, substrat lipid, pH, sistem emulsi (O/W atau W/O), konsentrasi, waktu oksidasi, metode yang digunakan dalam menentukan oksidasi lipid, pengemulsi, adanya ingredien lain, stabilitas relatif antioksidan, serta kemampuan mendonasi atom hidrogen. Hasil analisis sidik ragam dengan pengamatan berulang menunjukkan bahwa penambahan bahan pemanis berpengaruh nyata terhadap kandungan diena terkonjugasi. penambahan bahan pemanis ekstrak stevia menunjukkan nilai kandungan diena terkonjugasi yang lebih rendah dibandingkan penambahan sirup glukosa. Hasil analisis sidik ragam juga menunjukkan bahwa lama oksidasi berpengaruh nyata terhadap konsentrasi diena terkonjugasi yang terbentuk. Semakin lama waktu oksidasi maka semakin banyak diena terkonjugasi yang terbentuk. Uji lanjut Duncan terhadap sampel menunjukkan bahwa masingmasing sampel memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kandungan diena terkonjugasi.
B. SARAN Penggunaan ekstrak kasar daun stevia sebagai pemanis memberikan sifat produk yang kurang baik, untuk itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pemurnian stevia dengan pelarut air agar didapat mutu produk yang lebih baik. DAFTAR PUSTAKA
V. KESIMPULAN DAN SARAN
Afandi, A.D. dan Sudarno. 1996. Pengolahan Teh Hijau. Di dalam Anonim (ed). Petunjuk Teknis Pengolahan Teh (87108). Pusat Penelitian Teh dan Kina Gambung, Bandung.
A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis karakteristik produk yang dihasilkan, yaitu : rendemen berkisar antara 18,57-26,77 %, kadar air antara 1,22-2,96 %, kadar abu antara 0,68-0,87 %, densitas kamba antara 0,58-0,61 g/ml, kelarutan antara 93,26-94,66 %, kadar vitamin C antara 7,72-14,54 mg, dan nilai total fenol antara 42,06-49,35 ppm. Hasil ANOVA menunjukkan bahwa perlakuan perbandingan formulasi bahan berpengaruh nyata terhadap rendemen, kadar air, kadar abu, densitas kamba, kadar vitamin C, dan nilai total fenol. Faktor penambahan bahan pemanis berpengaruh nyata terhadap rendemen, kadar air, kadar
Anonim. 2005. Jeruk Purut [online] URL : http://www.iptek.net.id/. Anonim. 2007. Pegagan [online] URL : http://id.wikipedia.org/. Apriyantono, A., D. Fardiaz, N.L. Puspitasari, Sedarnawati, dan S. Budiyanto. 1989. Analisis Pangan. IPB Press, Bogor. Bambang, K. 1996. Kimia Teh. Di dalam Anonim (ed). Petunjuk Teknis
12
Pengolahan Teh (5-17). Pusat Penelitian Teh dan Kina Gambung, Bandung.
Berkatekin Tinggi. Makalah pada Pertemuan Ilmiah Festival Teh, 2 Desember 2005, Bandung.
Cahyono, D.T. 1995. Aktivitas Antioksidan dari Daun Sirih (Piper betle L.). [skripsi]. FATETA. IPB, Bogor.
Sarwono, B. 1986. Jeruk dan Kerabatnya. Penebar Swadaya, Jakarta. Silalahi, J. 2006. Makanan Kanisius, Yogyakarta.
Fatimah, F. 2005. Efektivitas Antioksidan dalam Sistem Emulsi Oil-in-Water (O/W). [disertasi]. Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor.
Fungsional.
Sofia, D. 2007. Antioksidan dan Radikal Bebas [online] URL : http://www.chem-istry.org/
Ghani, M.A. 2002. Dasar-dasar Budidaya Teh. Penebar Swadaya, Depok.
Susanto, A.R. 2002. Pembuatan Teh Instan dengan Flavor dari Ekstrak Daging Buah Pala. [skripsi]. FATETA. IPB, Bogor.
Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia. Penuntun Cara Modern Menganalisa Tumbuhan. Penerbit ITB, Bandung.
Syah, D., S. Utama, Z. Mahrus, F. Fauzan, R. Siahaan, O. Oktavia, S. Supriyadi, dan W. Kartawijaya. 2005. Manfaat dan Bahaya Bahan Tambahan Pangan. Himpunan Alumni FATETA. IPB, Bogor.
Hartoyo, A. 2003. Teh dan Khasiatnya bagi Kesehatan. Kanisius, Yogyakarta. Heyne, 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Departemen Kehutanan. Yayasan Sarana Wana Jaya, Jakarta.
White, P.J. 1995. Conjugated Diene, Anisidine Value and Carbonyl Value Analysis. Di dalam: K. Warnen dan N.A.M. Eskin (eds). Methods to Access Quality and Stability of Oil and Fat Containing. AOCS Press, Champaign.
Karyadi, E. 1997. Antioksidan. Resep Sehat dan Umur Panjang [online] URL : http://www.indomedia.com/intisari. Masters, K. 1979. Spray Drying Handbook. John Wiley and Sons, New York.
Winarto, W.P. dan M. Surbakti. 2003. Khasiat dan Manfaat Pegagan. Agromedia Pustaka, Jakarta.
Muhammad, T. 1983. Pengukuran Derajat Kemanisan Gula Stevia, dari Ekstraksi Daun Stevia rebaudiana dengan Metanol. [skripsi]. FATETA. IPB, Bogor
Zuhud, E.A.M., Ekarelawan dan S. Riswan. 1994. Hutan Tropika Indonesia Sebagai Sumber Keanekaragamn Plasma Nutfah Tumbuhan Obat. Di dalam Zuhud E.A.M. dan Haryanto (eds). 1994. Pelestarian Pemanfaatan Keanekaragaman Tumbuhan Obat Hutan Tropika Indonesia. Kerjasama antara Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan (KSH) Fakultas Kehutanan IPB dan Lembaga Alam Tropika Indonesia (LATIN), Bogor.
Oktaviany, Y. 2002. Pembuatan Minuman Cinna-Ale dari Rempah Asli Indonesia. [skripsi]. FATETA. IPB, Bogor. Sampoerno dan D. Fardiaz. 2001. Kebijakan Pengembanagn Pangan Fungsional dan Suplemen Indonesia. Prosiding Seminar Nasional. Pusat Kajian Makanan Tradisional 2001 : 6-13, Bogor. Santoso, J., R. Suprihatini, .D. Rohdiana. 2005. Teknologi Pengolahan Produk Teh
13