20 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 1) Kulit Pisang Nangka Kulit pisang nangka berfungsi sebagai bahan pakan tambahan dalam ransum domba. Kulit pisang yang digunakan berasal dari pisang nangka matang. Kulit pisang nangka diperoleh dari Pasar Induk Caringin, Pasar Induk Gedebage, dan Pasar Tanjungsari. 2) Rumput Lapang Rumput berfungsi sebagai bahan pakan utama bagi domba. Rumput lapang diperoleh dari sekitar kandang domba Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. 3) Konsentrat Konsentrat berfungsi sebagai bahan pakan tambahan bagi domba selain rumput lapang. Konsentrat yang digunakan berasal dari KPBS Pangalengan. 4) Cairan Rumen Cairan rumen berfungsi sebagai sumber mikroba rumen yang akan berperan dalam proses fermentasi secara in vitro. Cairan rumen diperoleh dari tempat pemotongan hewan di daerah Cidurian, Bandung. Cairan rumen berasal dari 2 ekor domba betina dengan bobot kisaran 15-20 kg. 5) Saliva Buatan Fungsi
utama saliva buatan adalah sebagai larutan buffer, yaitu untuk
menjaga pH cairan rumen tetap dalam keadaan netral (6,8-7,0). Fungsi lain dari saliva buatan adalah sebagai media pertumbuhan mikroba rumen secara in vitro. Saliva buatan dibuat dengan metode McDougall (1948).
21
6) Gas CO2 Gas CO2 berfungsi untuk membuat suasana tetap anaerob pada saat proses fermentasi secara in vitro. 7) Kertas saring bebas abu merk Whatman No. 41 Digunakan untuk menyaring sampel pada saat pengkuran kecernaan bahan kering, bahan organik dan mineral terlarut. 8) Zat Kimia a.
HgCl2 berfungsi untuk mematikan mikroba rumen pada saat akan dilakukan penyaringan.
b.
Pepsin-HCl berfungsi untuk pencernaan pasca rumen.
c.
Aquadest berfungsi untuk pelarut bahan kimia dalam pembuatan saliva buatan dan untuk pembilasan peralatan dari sisa bahan.
3.2 Peralatan Penelitian 1) Timbangan digunakan untuk menimbang bahan penyusun ransum. 2) Wadah digunakan untuk menyimpan bahan penyusun ransum. 3) Terpal digunakan untuk menjemur kulit pisang nangka. 4) Golok digunakan untuk mencacah rumput. 5) Hammer mill digunakan untuk memperkecil ukuran bahan pakan. 6) Termos air digunakan untuk menampung sementara cairan rumen dari tempat pemotongan hewan sampai ke laboratorium. 7) Kain saring digunakan untuk menyaring cairan rumen. 8) Corong digunakan untuk memasukan cairan rumen dan pada saat menyaring residu hasil fermentasi.
22
9) Tabung fermentor yang dilengkapi dengan tutup karet digunakan sebagai tempat sampel yang dikondisikan seperti di dalam rumen. 10) Waterbath digunakan sebagai inkubator selama proses inkubasi. 11) Rak fermentor digunakan untuk menyimpan tabung fermentor selama proses inkubasi. 12) Centrifuge digunakan untuk memisahkan supernatant dan residu dari campura saliva buatan dan cairan rumen dengan sampel. 13) Tabung gas CO2 yang dilengkapi selang dan regulator sebagai sumber CO2 yang digunakan untuk membuat suasana anaerob. 14) Botol penampung digunakan untuk menampung cairan rumen yang sudah terpisah dengan residu dan aquadest sisa pembilasan tabung fermentor. 15) Timbangan analitik digunakan untuk menimbang sampel penelitian. 16) Cawan porselen digunakan sebagai wadah sampel yang akan akan dilakukan proses pengabuan di dalam tanur. 17) Oven digunakan untuk mengeringkan peralatan dan mempercepat proses pengeringan bahan. 18) Hot plate digunakan untuk pembakaran sampel hingga seluruh unsur penyusun senyawa organik menguap. 19) Tanur listrik digunakan untuk proses pengabuan sampel. 20) Tang penjepit digunakan sebagai alat untuk mengambil sampel yang telah dipanaskan. 21) Eksikator digunakan untuk menyerap uap air sisa pemanasan.
23
3.3 Metode Penelitian 3.3.1
Prosedur Pembuatan Tepung Kulit Pisang Nangka
1) Pisang nangka dikumpulkan dari Pasar Induk Caringin, Pasar Induk Gedebage dan Pasar Tanjungsari. 2) Pisang nangka dikupas dan dipisahkan bagian kulitnya kemudian ditampung di dalam wadah atau baki. 3) Kulit pisang nangka dijemur dibawah sinar matahari sampai dengan kering kemudian digiling menggunakan hammer mill. 4) Tepung kulit pisang nangka dari berbagai pasar tradisional dicampurkan dengan perbandingan yang sama kemudian disimpan di dalam toples. 5) Dilakukan analisis proksimat terhadap kulit pisang nangka di laboratorium. 3.3.2 Prosedur Pembuatan Ransum 1) Bahan-bahan penyusun ransum yang terdiri atas rumput lapang, konsentrat dan tepung kulit pisang nangka disiapkan. 2) Masing-masing bahan penyusun ransum yang telah digiling ditimbang sesuai dengan presentase masing-masing perlakuan (Tabel 2). 3) Bahan-bahan penyusun ransum dimasukan dan dicampur ke dalam tabung fermentor sampai homogen. Tabel 1. Kandungan Zat Makanan Bahan Penyusun Ransum Penelitian Berdasarkan Bahan Kering Perlakuan Bahan Pakan Protein Lemak Serat BETN Abu TDN Kasar Kasar Kasar ---------------------------------%-----------------------------Rumput Lapang 9,10 4,72 28,76 48,09 9,33 60.63 Konsentrat 13,76 9,37 18,76 43,90 14,21 63,00 Kulit Pisang Nangka 8,98 1,62 13,70 62,80 12,90 65,22
24 Tabel 2. Susunan dan Kandungan Zat Makanan Ransum Penelitian Berdasarkan Bahan Kering Perlakuan Bahan Pakan R1 R2 R3 R4 ------------------------%-----------------------Rumput Lapang 50 40 30 20 Konsentrat 40 40 40 40 Kulit Pisang Nangka 10 20 30 40 Kandungan Zat Makanan Bahan Pakan Protein Kasar 10,95 Serat Kasar 23,25 Lemak Kasar 6,27 BETN 47,88 Abu 11,64 TDN 62,70
10,94 21,75 5,96 49,36 12,00 62,94
10,93 20,24 5,65 50,83 12,35 63,17
10,92 18,74 5,34 52,30 12,71 63,41
3.3.3 Prosedur Pelaksanaan In vitro 1) Pengambilan Cairan Rumen Cairan rumen yang digunakan berasal dari tempat pemotongan hewan di daerah Cidurian, Bandung. Cairan rumen berasal dari domba betina. Cairan rumen disaring dengan kain saringan dan ditampung di dalam termos kemudian dibawa ke Laboratorium Nutrisi Ternak Ruminansia dan Kimia Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. 2) Pembuatan Campuran Saliva Buatan dan Cairan Rumen Saliva buatan dicampurkan dengan cairan rumen sebagai media untuk meniru keadaan rumen domba yang sesunggunya. Perbandingan cairan rumen dan saliva buatan yang digunakan untuk membuat campuran yaitu 1:4. Pencampuran dilakukan dengan menggunakan magnetic stirrer dengan menambahkan gas CO2 terus menerus. 3) Pelaksanakan In vitro a.
Proses in vitro dilakukan sesuai dengan metode Tilley dan Terry (1963).
25
b.
Tabung fermentor disiapkan sebanyak 23 buah, 20 buah fermentor digunakan untuk ransum perlakuan dan 3 buah untuk blanko.
c.
Ransum ditimbang sebanyak 1 gram kemudian dimasukannya ke dalam tabung fermentor.
d.
Campuran saliva buatan dengan cairan rumen dimasukan ke dalam tabung fermentor berisi sampel sebanyak 50 mL.
e.
Gas CO2 dihembuskan ke dalam tabung fermentor kemudian ditutup dengan tutup karet berpentil sampai rapat agar tetap tercipta kondisi anaerob.
f.
Tabung fermentor ditata pada rak yang sudah disimpan dalam waterbath.
g.
Proses inkubasi dilakukan dalam waterbath yang suhunya sudah di set 3940oC.
h.
Pengocokan sampel dan campuran cairan rumen dengan saliva buatan dalam tabung fermentor dilakukan setiap tiga jam sekali (in vitro tahap I) sampai dengan 48 jam.
i.
Setelah inkubasi selama 48 jam, tabung dibuka kemudian ditambahkan larutan HgCl2 sebanyak 0,5 mL.
j.
Cairan dalam tabung fermentor dipindahkan ke dalam tabung sentrifugasi, kemudian dilakukan sentrifugasi selama 10 menit dengan kecepatan 4000 rpm untuk memisahkan supernatant dan residu.
k.
Supernatant yang sudah terpisah dengan residu dibuang dan residu dipindahkan kembali ke dalam tabung fermentor.
l.
Ditambahkan larutan pepsin-HCl 10 % sebanyak 5 mL pada residu hasil sentrifugasi.
26
m. Proses inkubasi dilakukan di dalam waterbath selama 48 jam (in vitro tahap II). n.
Dilakukan pengocokan setiap enam jam sekali.
o.
Larutan hasil inkubasi disaring dengan kertas saring bebas abu merk Whatman No.41.
p.
Tabung fermentor dibilas dengan aquadest sampai semua residu tidak ada yang tersisa.
q.
Residu dikeringkan dengan oven suhu 105oC selama 24 jam.
r.
Residu yang sudah kering dimasukan ke dalam eksikator selama 15 menit.
s.
Berat akhir sampel bahan kering ditimbang menggunakan timbangan analitik. Residu didalam tanur listrik dibakar dengan suhu 600-700oC selama 6-8
t.
jam. u.
Abu sisa pembakaran dimasukan ke dalam eksikator selama 30 menit.
v.
Abu ditimbang menggunakan timbangan analitik untuk menghitung kandungan bahan organik dan mineral terlarut.
3.3.4 Peubah yang Diamati Peubah yang akan diamati adalah kecernaan bahan kering dan bahan organik ransum.
Pengukuran nilai kecernaan ransum dihitung dengan menggunakan
metode Tilley dan Terry (1963). Rumus menghitung kecernaan bahan kering dan bahan organik (Sudirman, 2013), yaitu : 1.
Kecernaan Bahan Kering (KCBK)
KCBK (%) =
[𝑨−(𝑩−𝑪)] × 100 𝑨
27 Keterangan : A = Berat BK sampel awal (g) B = Berat BK residu sampel (g) C = Berat BK residu blanko (g) 2. Kecernaan Bahan Organik (KcBO)
KCBO (%) =
[𝑫−(𝑬−𝑭)] × 100 𝑫
Keterangan : D = Berat BO sampel awal (g) E = Berat BO residu sampel (g) F = Berat BO residu blanko (g) 3. Mineral Terlarut (MT)
MT (%) =
[𝑮−(𝑯−𝑰)] × 100 𝑮
Keterangan : G = Berat abu sampel awal (g) H = Berat abu residu sampel (g) I = Berat abu residu blanko (g) 3.4 Rancangan Percobaan dan Analisis Statistika Penelitian dilakukan secara eksperimental menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan empat perlakuan dan setiap perlakuan dilakukan pengulangan sebanyak lima kali. Ransum yang digunakan terdiri atas rumput lapang (RL), kulit pisang nangka (KPN) dan konsentrat (K) dengan susunan sebagai berikut : R1 = 10 % KPN + 50 % RL + 40% K R2 = 20 % KPN + 40 % RL + 40% K R3 = 30 % KPN + 30 % RL + 40% K R4 = 40 % KPN + 20 % RL + 40% K
28
Data kemudian diuji dengan analisis sidik ragam dan uji jarak berganda Duncan. Adapun model matematika dan rancangan yang digunakan, yaitu model matematik menurut Gaspersz (1991) adalah sebagai berikut: Yij = μ+ σi + εij Keterangan: Yij : Respon hasil pengamatan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j μ : Nilai rata-rata umum σi : Pengaruh imbangan tepung kulit pisang nangka dengan rumput ke-i εij : Galat percobaan pada perlakuan ke-i ulangan ke-j i : Imbangan tepung kulit pisang nangka dengan rumput ke-i (1, 2, 3, 4) j : Ulangan ke-j (1, 2, 3, 4, 5,) Hipotesis yang akan diuji adalah : H0: R1= R2 = R3 = R4 atau imbangan tepung kulit pisang nangka dengan rumput lapang tidak berpengaruh terhadap kecernaan bahan kering, bahan organik dan mineral terlarut ransum. H1: Pengaruh perlakuan R1 ≠ R2 ≠ R3 ≠ R4 atau paling sedikit ada satu pasang perlakuan yang berpengaruh terhadap kecernaan bahan kering, bahan organik dan mineral terlarut ransum. Tabel 3. Daftar Sidik Ragam Sumber Keragaman
Db
JK
KT
Fhit
F tabel
Perlakuan
3
JKP
JKP/db
3,24
Galat
16
JKG
JKG/db
KTP KTG
Total
19
JKT
Keterangan: db = Derajat bebas; JK = Jumlah kuadrat; KT = Kuadrat tengah
29
Kaidah keputusan: 1. Bila F hitung ≤ F tabel maka tidak berbeda nyata (non significant) atau terima H0. 2. Bila F hitung ˃ F tabel maka berbeda nyata (significant) atau tolak H0 dan diterima H1. Jika H0 diterima, berarti tidak ada pengaruh perlakuan yang berbeda, oleh karena itu pengujian lanjutan tidak perlu dilakukan, tetapi apabila H0 ditolak, berarti ada perlakuan yang berbeda, maka perlu dilakukan pengujian lanjut untuk mengetahui perbedaan diantara nilai tengah tersebut. Selanjutnya untuk menguji antar rata-rata perlakuan digunakan uji Jarak Berganda Duncan: Sx = √𝐊𝐓𝐆/𝐫 LSR α = SSRα.Sx Keterangan : Sx : Standard error KTG : Kuadrat Tengah Galat SSR : Studentized Significant Range LSR : Least Significant Range R : Ulangan Selisih antar perlakuan (d) kemudian dibandingkan dengan LSR, dengan kaidah keputusan : (1) Apabila d ≤ LSR, tidak berbeda nyata. (2) Apabila d ˃ LSR, berbeda nyata atau sangat nyata.