VI. PERKEMBANGAN TANAH DARI BAHAN INDUK ZEOLIT
Proses pembentukan tanah pada garis besarnya dibedakan atas proses pelapukan dan proses perkembangan tanah.
.
Proses pelapukan merupakan proses yang merubah batuan induk menjadi bahan induk tanah, sedangkan proses perkembangan tanah merubah bahan induk menjadi suatu tubuh tanah. Pada tahapan selanjutnya proses perkembangan tanah akan menghasilkan horison-horison genetik pada tubuh tanah.
Pada
tanah-tanah yang telah berkembang akan dijumpai horison A, B dan C, sedangkan pada tanah yang belum berkembang akan ditemukan horison A dan C. Untuk mengetahui ciri-ciri atau sifat perkembangan suatu tanah yang berasal dari batuan zeolitik perlu diteliti dari horison-horisonnya, kenampakan morfologi yang didukung dengan hasil-hasil analisis sifat fisik, kimia, mineralogi dan mikromorfologi. 6.1. Bahan Induk dan Susunan Mineral %nab
Penelaahan mineral primer dan bahan induk tanah ditelusuri dari hasil analisis mineral fraksi pasir total fraksi berat.
dan
Hasil analisis mineral fraksi pasir total dan
fraksi berat dari pedon peneiitian disajikan pada Tabel 36 dan 37. Hasil analisa mineral fraksi pasir menunjukkan, bahwa susunan mineral primer utama dari fraksi pasir yang mendominasi pada semua profil adalah fragmen batuan yang mengandung tufa zeolit.
Bila kita
bandingkan
distribusi fragmen
.
z. =. a. q r s q g M
Q
m
O
-
-
O
w
l
w
I
- - w
Y
n
O
O
Y -
Y 1
l
l
n
O
h
-
- -
r T y M
N N v m M Q I
.....
Z G Z Z S
~ c q ?
Q O O O O
9 0 - N
4
n
I
~
I
o
a
I
I
I
Gn I
-
I
I
I
#
I
I
I
I
4
Y
~3
e n v m
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
l
l
1
I
& m
Y v
Y w
n 1 1
( C L L
I
U
M
I
M
I
I
C L
I l
m
III U
l
n
0.-
4r.d
C
N
I
I I I
I .m
l
C n Y Q C
1
n
: z-z r I I I l
I
.* . -
I
L O
O L
Y
a
* O
m
I I
L
*
I
I
n
L
I I
I 8 I I
2
P
m a w . -
*'-=
L
,, I
1
P
e
L
1 I I
0
I I I
Y
L
M
-
L) 0
0
1
* a
Y
I
Y
Y
& W
Y
I
I
I
I
I
I
I
1
1
1
1
1
l
1
I
I
I
I
1 2 ~ z I
Y
Y
P
I I
Y w
1
n n n
Y
Y
Y
Y
C
4
-
N
I
N
Z
M
1
Y
Y
l l w g w g v . 1 n n n n rn n
1
Y w
1
Y
I I . 1
Y w
1
N
1
n
n
n Wm
w n m
~
Y
l l ' 5 : I l I
~
-
-
M
I
I
I
N
I
I
1
1 ' 3Y' 5 :
Y
XY W n -
I
W
N
I
I
I
-n 8
1
1
Y W m
I
I
I
I
I
I
I
,
I 0 -
-
0
0
1
Y I I O m -
0
.
e
yl
-
m
~
P.-. .I-. .-. P
l
, 0
E
Q
Y
rLY
-
I
m
I
C
-
M
I
L - 0
0 . -
I I I 1 I
I
w
n
n
C I I d
.
-
m .
I I
C
L
. Y . M Q y l
L
O...L.-.
I I
C I L C a .
a
I I I
L I
I
I I
l
I
.-.-n e 0,
l
I
I
I
an e
I I 1
9
I I I
."
L
-
e
.. -
P
I 4
I 1
Y
.v--.rr : sziz I
I
I
I I
I
I I I
I I I
I
I
L
l
la 0^ m
I I I I
. . II
Y M L
IL
.
01
.
I 1
1
-
1
1
1
1
1
1
1
M
I
I
N
*
N
I
I
I
N
N
I
l
Z
..
1
m -
*
1
Y Y 1
.n
la
1
1
1
l
l
1
l
1
,
l
1
0
1
1
1
1
L . I "l la L LI
1
L C
C I M h
I
0
I
Y Y Y W W W
O
I
-. L
la.-
la
M -
I n
l
1
1
1
l
,
1
1
1
1
1
1
1
1
I
I
I
I
" . l a m
L
Y
L
.
n
..
L
-
vrw
0
I
N
M
- M N - I
Y Y - - - - I la "l
Y 1 "l
1
1
Y 1
" ,
.
1
1
.-e .. Y
1
M
e
-
" l u L M
-.rY
I
a
. * l a m M
e
e
-
-
X
.L
.-.
L - . -Z h * W Z m
-0MIuz.P -M'..-,NN
..
.....Co-.C IN....
--.C
-NN
- * o m M
-
).-a
U I L a m .n n
I
P
Y
n n
- .-
. . I (
.-. ! a & I
m
1
-
Y
!
I
M
M
I I 1
.
- -r
C
I
N
z .-;.-. ..
l a w
I
m ..
0
U
m
n
'..
- . I -
L
a
rrrvrr
fi 1 I L I lL 1 1
I
vr
I I
I
I I I I
yl
la
..I.." a w
E
n -
n
C C I S C Y I
I
Q.
I
..fie
L
U-
a
m
1-
-
.-.
W a
I
I
I
I
111
Y Y Y 1
1 1 - 3 0
I
1 m w w
111111111
Y Y Y
manam
rn.CPYII NNYIHh
--
N H I N
- 1 m n
-
C N C
a m m o
batuan dari ketiga daerah penelitian, maka di daerah Cikalong pada pedon P-7, P-8 dan P-9 jumlahnya cenderung menurun lebih besar dari horison bawah ke horison permukaan.
Hal
ini menunjukkan kecepatan melapuk yang berbeda dari bahan tersebut, dimana batuan zeolit Cikalong lebih lunak dibandingkan Bayah dan Cikembar.
Jumlah fragmen batuan pada
semua pedon cenderung berkurang pada horison atas. Mineral-mineral lain yang terdapat pada fraksi pasir total, pada ketiga pedon P-1, P-2 dan P-3 dari daerah Cikembar adalah plagioklas intermedier, kuarsa, oligoklas, sanidin serta sedikit hiperstein, khlorit, biotit dan amfibol hijau.
Jumlah kuarsa yang tinggi pada horison permukaan
P-1 dan P-3 menunjukkan terjadinya pelapukan yang intensif, sedangkan jumlah plagioklas pada P-2 relatif lebih tinggi dari P-1 dan P-3 dapat memberikan indikasi tingkat pelapukan yang belum lanjut. Dari fraksi beratnya diketahui bahwa jumlah hiperstein lebih banyak dari pada augit yang berarti bahan induk tersebut berasosiasi hiperstein-augit.
Selain augit dan hiper-
stein terdapat pula mineral zirkon dan amfibol hijau pada ketiga pedon tersebut. Menurut Evans dan Adams (1975), untuk melihat keragaman bahan induk adalah dengan cara mengamati serta membandingkan mineral resisten yang terdapat.
Mineral yang umum digunakan
adalah zirkon, rutil, turmalin dan kuarsa. Dilihat dari susunan mineralnya, pada ketiga pedon tidak
menunjukkan perbedaan yang menyolok, berarti
ketiga
.
pedon tersebut berkembang dari bahan induk yang sama.
Ber-
dasarkan ikhtisar penentuan jenis batuan beku dan asosiasinya maka komposisi mineral di daerah Cikembar mencirikan bahan induk tufa vulkan andesitik. Peta Geologi Lembar Bogor
Hal ini sesuai dengan
yang menyatakan daerah tersebut
terletak pada formasi geologi yang sama yaitu Tmjt (Tersier Miosen Vulkanik Tuff).
Dari susunan mineral tiap lapisan
pada pedon P-2 dan P-3 tidak terdapat perbedaan jenis mineral, yang berarti bahan induk tanah ter-sebut homogen susunannya, dan tanah yang terbentuk pada horison atas adalah berasal dari bahan induk dibawahnya.
Pada pedon P-1,
berdasarkan distribusi mineral fraksi berat-nya menunjukkan bahwa horison Bt3 pada kedalaman 71 cm mempunyai susunan mineral yang berbeda dengan horison diatasnya.
Tanah pada
horison atas berasal dari bahan induk yang berbeda dengan lapisan dibawahnya.
Hal ini dimungkinkan karena terjadinya
endapan tufa yang mempunyai komposisi yang berbeda, pada saat sebelum pembentukan batuan zeolitik terjadi. Di daerah penelitian Bayah ketiga pedon P-4, P-5 dan P6 mempunyai komposisi mineral dari fraksi pasir total yang hampir sama, dimana kuarsa dan plagioklas intermedier sebagai mineral yang dominan.
Mineral lain yang dijumpai
adalah mineral hasil pelapukan, yaitu konkresi besi, silikat organik dan benda hancuran.
Pada ketiga pedon dijumpai
gelas vulkanik yang merupakan bahan asal pembentuk zeolit yang tidak bereaksi.
Jumlah plagioklas yang relatif tinggi
pada pedon P-6 dibandingkan kedua pedon yang lain menunjukkan tingkat pelapukan yang belum lanjut.
Komposisi dan distribusi mineral fraksi berat pada ketiga pedon memiliki pola yang sama, jumlah hiperstein yang lebih tinggi dari augit menunjukkan bahan induk dengan asosiasi hiperstein-augit. Jumlah mineral zirkon pada pedon di Bayah jauh lebih tinggi dibandingkan daerah ~ikembarataupun Cikalong.
Kon-
sentrasi zirkon yang tinggi tersebut merupakan petunjuk adanya bahan induk tufa yang mengandung bahan sedimen. Ketiga pedon dapat dikatakan berkembang dari bahan induk yang sama, yaitu bahan tufa andesitik yang mengandung breksi andesit dengan fenokris piroksen, dan lava basalt. Dalam ha1 ini piroksen diwakili oleh hiperstein dan augit, sedangkan sifat basalt ditunjukkan adanya mineral amfibol hijau. Komposisi mineral fraksi pasir total dan fraksi berat pedon penelitian di daerah Cikalong yaitu P-7, P-8 dan P-9 agak berbeda dibandingkan kedua daerah lainnya.
Jumlah
mineral kuarsa pada ketiga pedon relatif jauh lebih tinggi dari kedua daerah yang lain terutama pada
horison permu-
kaan. Selain kuarsa terdapat mineral plagioklas intermedier yang jumlahnya hampir sama.
Mineral fraksi berat terdiri
dari augit, amfibol hijau dan orthit.
Adanya mineral orthit
menunjukkan sifat bahan induk yang lebih masam.
Ketiga
profil tanah berdasarkan geologinya berkembang dari bahan induk vulkanik yang bersifat dasitik. Hasil yang didapatkan dari analisis diffraksi sinar-X terhadap batuan induk ketiga daerah penelitian yang telah dilakukan menunjukkan, bahwa komposisi mineral pada batuan
induk zeolitik adalah mineral zeolit jenis klinoptilolit dan mordenit, serta mineral lain yaitu kuarsa, plagioklas dan mika.
Kuarsa teridentifikasi pada ketiga daerah penelitian,
sedangkan plagioklas paling sedikit didapat pada batuan induk dari daerah Cikalong.
Mika paling banyak terdapat pada
pedon dari daerah Cikembar. Menurut Nemecz, Janossy dan Olaszi (1988), pembentukan zeolit mordenit dan klinoptilolit yang berasal dari tufa vulkanik akan dicirikan pada komposisi batuan zeolitiknya, walaupun pada komposisi kimia tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Batuan zeolit mordenitik disamping mineral mordenit, umumnya mengandung mineral kuarsa, plagioklas feldspar dan montmorilonit, sedangkan klinoptilolitik mengandung klinoptilolit, kuarsa, plagioklas, feldspar, mika, illit dan montmorilonit. Menurut Mizota dan Takahashi (1982), konsentrasi kuarsa yang tinggi dapat diwariskan dari bahan induk volkaniknya yang berasosiasi dengan aliran lava yang mengandung silika tinggi sebelum peristiwa effusif.
Ini merupakan
pernyataan yang mendukung mengapa pedon dari daerah Cikalong mengandung konsentrasi kuarsa yang tinggi.
Batuan zeolitik
daerah Cikalong mengandung mineral mordenit 63.1 persen. Dari segi mineralogi, tingkat pelapukan dapat dinilai dari beberapa macam cara yaitu, jumlah mineral mudah lapuk, rasio kuarsa terhadap
plagioklas atau jumlah mineral
mudah lapuk dari fraksi beratnya.
Semakin lanjut tingkat
pelapukan maka jumlah mineral mudah lapuk akan semakin sedikit.
Berdasarkan penilaian jumlah mineral mudah lapuk maka pedon dari Cikalong memiliki jumlah mineral mudah lapuk paling sedikit, sedangkan Bayah dan Cikembar hampir sama keadaannya
. 6.2. Komposisi Mineral Fraksi Liat 'Ignah
Penetapan susunan mineral fraksi liat tanah dilakukan dengan alat diffraktometer sinar-X.
Perlakuan penjenuhan
liat adalah dengan ion M ~ + + ,M ~ + +ditambah gliserol, ion K, K+ ditambah dengan pemanasan sampai suhu 5 5 0 ~ selama ~ satu
jam. Hasil diffraksi sinar-X pada fraksi liat pedon P-1, P-2 dan P-3 daerah Cikembar disajikan pada Gambar 25 sampai 30. Berdasarkan hasil diffraktogram dapat diketahui, bahwa baik pada pedon P-1, P-2 dan P-3, fraksi liat tanah didominasi oleh mineral kaolinit. Mineral kaolinit dicirikan oleh puncak diffraksi 7.25
-
7.47A0 dan 3.56
-
3.59A0.
Pada
perlakuan penjenuhan K dengan pemanasan 550°c, puncak 7.2A0 dan 3.59A0 tidak muncul, yang disebabkan terjadinya kerusakan pada struktur mineral tersebut akibat pemanasan. Selain kaolinit, puncak diffraksi mineral lain yang ditemukan adalah mika yang ditunjukkan oleh puncak 10.05, 5.05, 3.34 dan 2.56A0 yang relatif stabil dengan semua perlakuan penjenuhan. Pada pemanasan 5 5 0 ~ puncak ~ diffraksi ~ O A Omenjadi
lebih tinggi karena adanya tambahan intensitas
refleksi mineral liat montmorilonit.
Puncak 12.27A0 yang
Pedon P-1 Cikembar
Gambar 25.
Diffraktogram Komposisi Mineral Liat Horison Btl (33-53 cm) pada Pedon P-1 dari Daerah Cikembar
Pedon P-1 Cikembar
Gambar 26.
Diffraktogram Komposisi Mineral Liat Horison BC (92-120 cm) pada Pedon P-1 dari Daerah Cikembar
Pedon P-2 Cikembar
Gambar 27. Diffraktogram Komposisi Mineral Liat Horison Bt21 (30-58 cm) pada Pedon P-2 dari Daerah Cikembar
Pedon P-2 Cikembar
Gambar 28.
Diffraktogram Komposisi Mineral Liat Horison BC (124-166 cm) pada Pedon P-2 dari Daerah Cikembar
Pedon P-3 Cikembar
Gambar 29.
Diffraktogram Komposisi Mineral Liat Horison Btl (47-69 cm) pada Pedon P-3 dari Daerah Cikembar
Pedon P-3 Cikembar
Gambar
30.
Diffraktogram Komposisi Mineral Liat Horison C (91-122 cm) pada Pedon P-3 dari Daerah Cikembar
diikuti dengan
deret intensitas 4.48, 3.34, 2.56 dan 2.38A0
serta mengembang menjadi 16.99A0 pada perlakuan Mg glycol berasal dari
interstratifikasi ill it dan montm~rilonit~~.
In
Adanya mineral golongan smektit ini dapat dicirikan oleh adanya puncak 15.24A0 yang mengembang menjadi 19.64A0 dengan Mg glycol. Mineral zeolit ditunjukkan oleh puncak diffraksi mordenit 3.48, 3.22 dan 2.89~', 3.97 dan 2.89A0.
sedangkan klinoptilolit pada
Pada perlakuan pemanasan hanya puncak mor-
denit 3.48A0 saja yang masih tampak, sedangkan puncak yang lain hilang intensitasnya.
Mordenit lebih tahan terhadap
pemanasan dibandingkan klinoptilolit. Disamping golongan mineral liat filo silikat terdapat pula mineral kuarsa dengan puncak diffraksi 4.27 dan 3.34A0, plagioklas 4.48 dan 3.83A0. Apabila kita bandingkan intensitas diffraksi dari ketiga pedon di Cikembar, maka tampak jumlah mineral kaolinit yang terbentuk pada pedon P-1 dan P-3 jumlahnya hampir sama, sedangkan pada P-2 relatif lebih sedikit dengan derajat kristalinitasnya kurang baik.
Jumlah mineral liat 2:l mont-
morilonit berkurang dari horison bawah ke horison atas, demikian pula halnya dengan mineral zeolit.
Keadaan mineral
zeolit pada horison atas pada ketiga pedon sangat berkurang apabila dibandingkan pada horison bawah ataupun bahan induknya. Hanya intensitas
puncak diffraksi mordenit 3.48Aof
yang menunjukkan adanya mineral zeolit pada lapisan tersebut.
Ini
merupakan
indikasi
terjadinya
pelapukan
yang
sangat intensif pada mineral zeolit.
Menurut beberapa pene-
liti Nemecz, Janossy dan Olaszi (1988), (1986),
Ming dan Dixon
Jacob dan Allen (1990), zeolit tidak stabil pada
horison permukaan dan lingkungan tanah yang bereaksi masam. Hasil SEM mineral liat pada pedon P-1, dengan kedalaman 3353 cm dari permukaan menunjukkan adanya kaolinit, serta campuran mineral smektit-illit akan tetapi tidak menunjukkan adanya mineral zeolit (Gambar 31).
Meningkatnya kandungan
kaolinit, dimungkinkan sebagai hasil pelapukan mineral zeolit dan mineral liat 2:l montmorilonit atau plagioklas.
Gambar 31.
Hasil SEM Fraksi Liat pada Horison Bt (3353 cm) dari Pedon P-1. Kaolinit bertekstur "Free-slakingu (A-J, 1-12) dan Mineral Smektit-Illit (A-J, 10-16). Pemb. 1930 X (K = kaolinit, S = campuran smektit dan illit)
Hasil diffraktogram sinar-X dari fraksi liat pedon P-4, P-5 dan P-6 dari daerah Bayah disajikan pada Gambar 32 Sam-
pai 37. Diffraktogram fraksi liat dari pedon penelitian di daerah Bayah menunjukkan komposisi susunan mineral liat yang tidak jauh berbeda dengan pedon penelitian di daerah Cikembar.
Komposisi fraksi liat terdiri dari mineral kaolinit,
mika, interstratifikasi illit-smektit, kuarsa dan plagioklas feldspar
.
Berdasarkan intensitas puncak diffraksi yang tampak, pelapukan di daerah Bayah lebih intensif dibandingkan di Cikembar.
Ini ditunjukkan
oleh penampakan pola diffraktogram
yang diperoleh, bahwa jumlah mineral liat 2:l montmorilonit di Bayah sangat sedikit.
Fraksi liat mengandung mineral
kaolinit yang jumlahnya meningkat dari horison bawah ke horison atas.
Pelapukan yang intensif tampak pula dari pun-
cak diffraksi mineral zeolit yang dicirikan oleh mordenit dan klinoptilolit
pada
9.12, 4.04, 3.96, 3.48, 3.22, 2.98
dan 2 . 8 9 ~ O ,dimana pada horison atas jumlahnya sangat berkurang.
Pada pedon P-4 puncak 9 . 1 2 ~yang ~ sangat dominan
di horison bawah pada kedalaman 60 cm, hilang dan tinggal sedikit sekali intensitasnya pada kedalaman solum 30 cm dari permukaan.
Ini menunjukkan terjadinya transformasi mineral
zeolit menjadi mineral lain selama proses pedogenesis berlangsung.
Menurut de Kimpe dan Fripiat (1968), zeolit
dalam lingkungan tanah masam akan mengalami transformasi menjadi kaolinit.
Hasil diffraktogram dalam penelitian ini
Pedon P-4 Bayah
Gambar 32.
Diffraktogram Komposisi Mineral Liat Horison Bw (30-60 cm) pada Pedon P-4 dari Daerah Bayah
Pedon P-4 Bayah
Gambar 33.
Diffraktogram Komposisi Mineral Liat Horison C ( > 60 cm) pada Pedon P-4 dari Daerah Bayah
Pedon P-4 Bayah
Gambar 34.
Diffraktogram Komposisi Mineral Liat Horison Bt2 (27-52 cm) pada Pedon P-5 dari Daerah Bayah
Pedon P-5 Bayah
Gambar 35.
Diffraktogram Komposisi Mineral Liat Horison C ( > 76 cm) pada Pedon P-5 dari Daerah Bayah
Pedon P-6 Bayah
Gambar 36.
Diffraktogram Komposisi Mineral Liat Horison Bt (46-82 pada cm) Pedon P-6 dari Daerah Bayah
Pedon P-6 Bayah
Gambar 37.
Diffraktogram Komposisi Mineral Liat Horison BC (82-125 cm) pada Pedon P-6 dari Daerah Bayah
menunjukkan hasil yang sama. Konsentrasi mineral plagioklas dan kuarsa tampak meningkat pada horison permukaan. Hasil diffraksi sinar-X dari fraksi liat pedon P-7, 8 dan 9 dari daerah penelitian Cikalong disajikan pada Gambar 38 sampai 43. Diffraktogram menunjukkan bahwa komposisi fraksi liat pada ketiga pedon didominasi oleh mineral kaolinit.
Mineral
kaolinit pada pedon P-7 dan 8 jumlahnya sangat banyak, yang dicirikan oleh luas dan tinggi puncak diffraksi 7.25 dan 3.56A0 yang hilang pa.da pemanasan 5 5 0 ~ ~ .Pada pedon P-9 jumlah kaolinit relatif sedikit dengan derajat kristalinitas yang kurang baik.
Hal ini ditunjukkan dari puncak diffrak-
sinya yang melebar. Mineral liat tipe 2:l yang dijumpai adalah montmorilonit yang memiliki puncak diffraksi 15.78
-
1 6 . 3 6 ~yang ~
mengembang dengan penjenuhan glyocol menjadi 20.08-21.03A0. Interstratifikasi antara illit dan montmorilonit dan khlorit tampaknya ada pada puncak diffraksi 23.25A0. Jumlah mineral liat 2:l dan kaolinit yang dijumpai pada pedon P-7 dan 8 di Cikalong paling banyak dibandingkan pada semua pedon yang diteliti.
Mineral liat 2:l montmorilonit
adalah berasal dari batuan induk zeolitik, sedangkan kaolinit merupakan hasil mineral zeolit selama proses perkembangan tanah. Selain mineral liat filosilikat, mineral lain yang terdapat adalah plagioklas pada puncak 4.04A0 dengan jumlah yang sangat sedikit.
Puncak diffraksi kuarsa hanya didapat-
kan pada pedon P-9, tampaknya kuarsa pada fraksi liat lebih
Pedon P-7 Cikalong
Gambar 38.
Diffraktogram Komposisi Mineral Liat Horison Bt (25-45 cm) pada Pedon P-7 dari Daerah Cikalong
Pedon P-7 Cikalong
1
238
K t 550°C
4
Gambar 39.
Diffraktogram Komposisi Mineral Liat Horison C ( > 67 cm) pada Pedon P-7 dari Daerah Cikalong
Gambar 40.
Diffraktogram Komposisi Mineral Liat Horison Btl (15-32 cm) pada Pedon P-8 dari Daerah Cikalong
Pedon P-8 Cikalong
Gambar 41.
Diffraktogram Komposisi Mineral Liat Horison C ( > 55 cm) pada Pedon P-8 dari Daerah Cikalong
Pedon P-8 Cikalong
Gambar 41.
Diffraktogram Komposisi Mineral Liat Horison C ( > 55 cm) pada Pedon P-8 dari Daerah Cikalong
Pedon P-9 Cikalong
Gambar 42.
Diffraktogram Komposisi Mineral Liat Horison Btl (13-36 cm) pada Pedon P-9 dari Daerah Cikalong
Pedon P-9 Cikalong
M9 2.30
Mqtqlycol
K+550°C
Gambar 43.
Diffraktogram Komposisi Mineral Liat Horison Bt2 (36-62 cm) pada Pedon P-9 dari Daerah Cikalong
cepat melapuk, karena pada fraksi pasir dijumpai jumlah kuarsa yang cukup tinggi pada ketiga pedon. Bila kita bandingkan dari horison bawah ke horison diatasnya maka dapat ditunjukkan mineral kaolinit jumlahnya meningkat dan mineral 2:l agak menurun.
Distribusi mineral
zeolit relatif sangat berkurang pada horison atas, boleh dikatakan hampir tidak ada.
Pada horison permukaan hanya
satu puncak diffraksi mordenit 3.48
-
3 . 4 9 ~saja ~ yang masih
tampak jelas, sedangkan intensitas puncak diffraksi yang lain tidak dijumpai lagi.
Zeolit nampaknya mengalami trans-
formasi menjadi mineral liat kaolinit. Hasil SEM dari mineral liat pedon P-8 disajikan pada Gambar
44.
Gambar 44. Hasil SEM Fraksi Liat dari Horison Bt (1532 cm), pada Pedon P-8 yang Mengandung Mineral Liat Smektit-Illit (D-HI 4-8). yang Bercampur dengan Kaolinit (B-GI 11-16) Pemb. 2 500 (S = smektit-illit, K = kaolinit).
Gambar mikrograf menunjukkan adanya mineral liat smektit-khlorit dan kaolinit. Apabila kita mencoba mengkaji proses pelapukan yang terjadi pada ketiga daerah penelitian, maka tampaknya proses pelapukan di daerah Cikalong lebih cepat dibandingkan Bayah dan Cikembar.
Hal ini dicerminkan terbentuknya mineral liat
1:l kaolinit yang relatif paling banyak dibandingkan daerah
yang lain, sedangkan bahan induk tanah ketiga daerah penelitian mempunyai umur yang hampir sama dengan keadaan iklim yang hampir sama pula.
Topografi di daerah Cikalong
yang relatif datar menyebabkan mineral tersebut tidak hilang bersama erosi butiran tanah, sedangkan di daerah Cikembar clan Bayah kemungkinan tersebut besar terjadi.
Faktor-faktor
lain yang menentukan kemungkinannya adalah persentase jumlah mineral zeolit yang dikandung bahan induk, iklim mikro dan aktifitas mikroorganisme yang menunjang terjadinya proses pembentukan tersebut.
6.3.1. Sifat Morfologi lslnah
Hasil deskripsi sifat morfologi tanah di lapang (Tabel 38) menunjukkan bahwa warna tanah dari pedon yang diteliti
pada tiga daerah penelitian Cikembar, Bayah dan Cikalong mempunyai warna yang spesifik dibandingkan tanah-tanah mineral lainnya terutarna
pada horison BC dan C. Penampakan
morfologi pedon di daerah Cikembar dan Bayah hampir sama, warna
tanah pada
horison
A
dan B adalah
coklat kekuningan
Tabel 38 (tanjutan)
Struktur
Uarna
si*l Pedon
P-7 (Cikaoog)
P-8 (Cikalong)
~
Horison (an)
AB Bt BC
A Btl Bt2
1 2 3 F
lbtriks
0-15 10 15-31 10 32-55 10 ~ 5 5 10
A Btl St2
C
Struktur:
....................... d ~
0-13 13-36 36-62 >62
YR 5/8 IR 6/4-5/8
= = vf = vt = eh = t
germbur teguh sangat genkrr sangat te@ ekstrim kerns
Konsis-
PerUku- Ben- tenkenran tuk s i bangan
lempungliatberdebu
5 YR 4/6 5 YR 5/8 5 YR 5/8
tingkat p e r k m a n lemah t ingkat perkenbangan sedang t ingkat perkenbangan kuat halus H sedang C kasar sb gunpal rnerkrlat ab gunpal berswdut C r = remah g = berbutir
Konsistensi: f
----------------
Liat berdebu pasir berlempung
10 YR 4/3 10 YR 4/4 10 YR 414 5 V 7/2
= = = = = = = =
~Tekstur ~
tiat
1 ' 11 5/4
YR 4/6
l
Karatan
0-10 10 YR 3/4 10-25 10 YR 4/6 25-45 10 VR 5/6 45-67 5 Y7/4-7/3
A
C
P-9 (Cikalong)
~
l i a t berdebu 1-9 berpasi r lempungliatberpasir
Lempung berpasi r
2 1 1
n sb n sb n sb-A
- - -
2 2 2
f-t f-t f-t
-
F sb f F s b f n s b f f-t
- - -
1-2F sb f 1 F s b f 1 F s b f
- - -
-
.
sampai coklat gelap (10 YR 614-3/4), sedangkan pada horison BC dan C abu-abu kehijauan (5 Y 412-5/2).
Pedon penelitian
d i Cikalong memiliki warna yang lebih gelap yaitu coklat
sampai coklat gelap, 10 YR 414-314 pada horison A, dan 10 YR 416 pada horison B.
Pada horison C warna tanah bercampur
antara coklat dengan matriks abu-abu kehijauan
(5
Y 716)
dari bahan induk zeolitik. Warna tanah yang demikian tidak dijumpai pada tanahtanah mineral lain yang berbahan induk tufa atau bahan induk batuan lainnya.
Pengaruh warna dari bahan induk zeolitik
masih tampak pada horison BC yang kuning kehijauan. Pada semua pedon yang diteliti masing-masing telah memiliki horison A, B dan C yang menunjukkan tanah yang telah berkembang.
Perbedaan tekstur antara horison
A
dan B dise-
babkan adanya translokasi liat, yang ditunjukkan oleh tekstur yang lebih halus.
Horison B mempunyai struktur gumpal
membulat atau bersudut, dengan tingkat perkembangan sedang sampai kuat.
Sifat yang dimiliki 01eh.horison B, berhubung-
an erat dengan kadar liatnya. Struktur pada horison
A
lebih
gembur karena kandungan bahan organik yang relatif lebih tinggi, dan terkonsentrasi-nya perakaran tanaman di lapisan atas.
Horison C merupakan horison bahan induk tanah yang
masih didominasi oleh sifat batuan induk dibawahnya. tur tanahnya
Struk-
umumnya masif dengan konsistensi yang teguh,
dan kandungan fraksi pasir yang lebih tinggi dari pada horison
A
dan B.
Dari ketiga daerah yang diteliti, tekstur tanah di lapangan telah menunjukkan perbedaan. rah Cikembar lebih kasar dibandingkan dimana fraksi pasir lebih dominan.
Tekstur tanah di daeBayah dan Cikalong,
Bayah mempunyai tekstur
yang lebih halus dibandingkan Cikalong, dan kandungan liatnya tinggi. Pengaruh bahan induk zeolitik yang lain yang dapat diamati di lapangan, adanya "rasa licingt(smeary) pada tanah bila dipirit diantara jari-jari pada horison di atas bahan induk.
Gejala ini sama dengan yang dijumpai pada tanah-
tanah Andisol yang juga berkembang dari bahan tufa vulkanik. Pada horison BC dan C bila contoh tanah ditekan dengan tangan terasa basah, ini menunjukkan adanya daya memegang air yang tinggi.
Sifat tersebut dimiliki oleh mineral
zeolit yang mempunyai kemampuan mengikat air yang tinggi. Batas horison antara A dan B umumnya tampak jelas, sedangkan antara B dan C berangsur atau berombak. Perakaran tanaman pada pedon di daerah Cikembar masih dapat dijumpai sampai kedalaman 60 cm, sedangkan pada daerah Bayah dan Cikalong antara kedalaman 3 0 sampai 50 cm. Perakaran tanaman yang lebih dalam pada pedon di Cikembar disebabkan karena tekstur tanah yang lebih berpasir. Penampakan profil tanah yang berkembang dari bahan induk zeolitik dari daerah Cikembar , Bayah dan Cikalong disajikan pada Gambar 45.
Pedon P-3 ( C i k-ar)
6.3.2. Sifat F i i k 'Ignah
6.3.2.1. Tekstur
Hasil analisis tekstur tanah disajikan pada Tabel Lampiran 19 dan 20.
Pola distribusi fraksi pasir, debu, liat,
debu halus dan liat halus pada masing-masing pedon yang diteliti dapat dilihat pada Gambar 46, 47 dan 48. Dari tabel tersebut dapat diketahui, bahwa pada pedon P-1 dan P-3. di daerah Cikembar mengandung liat yang lebih
tinggi pada horison B dibandingkan horison di atas dan dibawahnya.
Horison A pada P-1 bertekstur
lempung, dan pada
horison B lempung berliat, sedangkan pada P-3 memiliki tekstur lempung berliat. lempung.
Horison C pada kedua pedon bertekstur
Hasil analisa juga menunjukkan adanya perubahan
proporsi liat halus dan liat kasar di dalam kedua pedon tersebut.
Persentase liat halus meningkat dari horison
A
ke
horison B, pada P-1: 14.36 sampai 39.55 persen dan P-2: 20.54 sampai 33.04 persen kemudian menurun pada horison C. Ini menunjukkan terjadinya pemindahan liat halus ke horison B.
Berdasarkan persentase kenaikan kadar liatnya serta
nisbah liat halus/liat total, maka horison B dapat dicirikan sebagai horison argilik. Pada pedon P-2, fraksi debu meningkat pada horison B, sedangkan kadar liat tertinggi dijumpai pada horison A. Pelapukan yang intensif terjadi pada horison A, akan tetapi
0
10 -+ haif
20
40
30
+Dabu
*LIat
60
60
70
80
+Llat Halur
-0- Dbbu Halur
P1
20
10
0
Park
40
30
+Dbbu
*LIat
60
-9- Dobu Halua
60
70
80
* LIat Halur
P 2
0
6
16
10
Paok
Dabu
20 -#-
Llat
26 -0- Dbbu
30 Halur
36
40
46
-*LIat Halur
P 3
Gambar 4 6 .
Pola D i s t r i b u s i Fraksi P a s i r , Debu, L i a t , Debu Halus dan L i a t Halus pada P r o f i l Tanah Daerah Cikembar
-0-
rW
4Dobu
40.w
+-U a t
Halur
*Lht
Haluo
P 4
*Poatr
-& Oabu
+-LIat
+Oabu
Halua
-*- LIat
Halua
P 6
-0- Paak
Gambar 47.
-'-Debu
+LIat
+ Debu Halul
-"-
LIat Halua
Pola Distribusi Fraksi Pasir, Debu, Liat, Debu Halus dan Liat Halus pada Profil Tanah Daerah Bayah
*Pam*
+Dobu
*LIat
Dobu Halua
Llat Haluo
P7
0
10 Pootr
20
-+Debu
-
30
40
LIat
60
60
70
* Dobu Halur -*LIat Halur P8
-"?.nIf
-4-
Oobu
-*-
LIat
-O'
Debu Haluo
-*LIat
Hal110
P9
Gambar 48.
Pola Distribusi Fraksi Pasir, Debu, Liat, Debu Halus dan Liat Halus pada Profil Tanah Daerah Cikalong
pencucian belum menunjukkan terjadinya akumulasi liat yang tinggi. B *(0.32
Nisbah debu haluslliat total meningkat pada horison
-
0.78 % ) , yang menunjukkan meningkatnya kadar debu
dibandingkan liat.
Horison
A
bertekstur lempung berliat,
sedangkan horison B21 lempung berliat dan B22 lempung berpasir. kambik.
Horison B22 dapat dicirikan sebagai horison
Horison C memiliki tekstur pasir berlempung.
Hasil analisis tekstur tanah dari pedon P-4, P-5 dan P6 di daerah Bayah menunjukkan, bahwa pada pedon P-5 dan P-6 terdapat peningkatan kadar liat pada horison B. liat dari horison
A
ke B
Peningkatan
pada P-5: 48.92 sampai 56.87
persen dan P-6: 32.58 sampai 42.15 persen.
Perbandingan
Jiat halus dan liat kasar di dalam kedua pedon juga menunjukkan peningkatan pada horison B dibandingkan horison diatasnya, yang diikuti oleh nisbah liat halus dan liat totalnya (P-5: 0.77 A
-
0.82 %,
P-6: 0.66
-
0.70 % ) .
Horison
pada P-5 betekstur liat berdebu, sedangkan horison B ber-
tekstur liat dan C lempung berpasir.
Pada P-6, bertekstur
liat berdebu di Horison A dan liat berdebu dan lempung liat berpasir di horison B, dan C.
Horison B dapat memenuhi sya-
rat untuk suatu horison argilik. Pada pedon P-4,, kadar liat tertinggi dijumpai pada horison A, sedangkan persentase kandungan debu meningkat dengan kedalaman solum tanah sampai pada horison C. A
Horison
bertekstur lempung liat berdebu, B liat berdebu dan C
lempung berpasir. Nisbah debu/ liat total (0.78
-
1.40
%)
dan debu haluslliat total (0.22 horison A ke horison B.
-
0.43 % ) meningkat dari
Horison B mencerminkan horison
kambik. Analisis tekstur tanah pada pedon P-7, P-8 dan P-9 di daerah penelitian Cikalong menunjukkan bahwa pada ketiga pedon tersebut pada horison B mengandung liat yang lebih tinggi dibandingkan horison di atas dan dibawahnya. A
Horison
pada P-7 bertekstur liat, B liat berdebu dan C pasir ber-
lempung.
Pada P-8, horison
A
bertekstur lempung berliat, Bt
liat dan C lempung berdebu, sedangkan pada P-9 pada horison A
bertekstur lempung berpasir, Bt lempung, dan C lempung
berpasir.
Pada P-7 kandungan liat: 36.01 sampai 44.72
persen, P-8: 35.34 sampai 54.50 persen, dan P-9: 13-14 sampai 21.60 persen dari horison A ke horison B.
Pening-
katan kandungan liat ini dapat dilihat pula dari kenaikan persentase fraksi liat halus pada horison B. sama tampak pada fraksi debu halus.
Gejala yang
Nisbah liat haluslliat
total pada P-7 dan P-8 menunjukkan peningkatan, akan tetapi pada P-9 nilainya tetap.
Hal ini disebabkan kandungan liat
pada pedon P-9 relatif lebih rendah dari pada fraksi debu, walaupun pemindahan liat telah terjadi dari horison A ke B. Horison B pada ketiga pedon penelitian di Cikalong telah mencirikan adanya translokasi liat yang memenuhi syarat sebagai horison argilik. Bila kita bandingkan hasil analisis tekstur tanah pada ketiga daerah penelitian yang berbahan induk zeolitik maka
dapat dikemukakan beberapa hal.
Pada semua pedon penelitian
dari daerah Cikembar, Bayah dan Cikalong terdapat pola kdcenderungan yang sama yaitu meningkatnya fraksi pasir pada horison bawah BC, dan atau C.
Distribusi jumlah fraksi
pasir tertinggi dijumpai di daerah Cikembar, sedangkan di daerah Cikalong hanya terdapat pada P-9, terendah dijumpai di daerah Bayah.
Kandungan fraksi pasir yang tinggi berasal
dari batuan induk zeolitik di daerah Cikembar yang memang lebih kasar dibandingkan Bayah dan Cikalong. Berdasarkan distribusi fraksi pasir, debu dan liat pada semua pedon penelitian, diketahui persentase debu pada semua pedon penelitian jumlahnya hampir sama baik variasi perbedaan dengan kedalaman solum ataupun antar pedon pada masingmasing daerah.
Fraksi debu pada daerah ~ a ~ a dan h Cikalong
meningkat dengan kedalaman solum tanah. Hasil penelitian Nemecs, Janossy dan Olaszi (1988) pada tanah berbahan induk klinoptilolit dan mordenit dengan kedalaman solum 80 cm dari Tokaj Hill (Hongaria), menunjukkan distribusi ukuran partikel tanah
56 sampai 20 ,um (debu
sedang sampai kasar) yang lebih dominan. Penelitian Ming dan Dixon (1986) pada tanah berbahan induk klinoptilolit di selatan Texas, kemudian Zwart, Cin dan Schuylenborgh (1975) pada tanah Tipik Haploxeralf di Italia yang mengandung zeolit campuran dari analsim, khabasit dan gismondin juga menunjukkan hasil yang sama.
Keadaan ini kemungkinan berkaitan dengan tekstur dari bahan vulkanik tuff-nya sebagai pembentuk zeolit. Hasil yang diperoleh di dalam penelitian ini mempunyai tendensi yang sama dengan hasil yang diperoleh dari tempat lain yang berbahan induk zeolitik, dimana fraksi 10
-
50 ,u
lebih kelihatan dominan. 6.3.2.2. Bobot Isi, Porositas, Permeabilitas dan Retensi Air Sifat-sifat fisik tanah yang diteliti dapat dilihat pada Tabel 39.
Uraian masing-masing daerah penelitian seba-
gai berikut: Bobot isi tanah pada pedon P-1, P-2 dan P-3 di daerah penelitian Cikembar menunjukkan peningkatan pada horison B. Bobot isi pada pedon P-1 dan P-3 lebih tinggi dibandingkan pada pedon P-2. ke B (P-1: 0.95
Peningkatan bobot isi tanah dari horison
-
1.20;
P-3: 1.17
-
1.30 dan P-2: 0.92
A
-
0.95 g/cm3) disebabkan adanya kenaikan kandungan liat pada horison B.
Kandungan liat yang tinggi menyebabkan bahan
tanah menjadi lebih padat dan porositasnya menurun terutama pada horison argilik.
Kandungan liat akan rnempengaruhi
kecepatan air melalui matriks tanah, ha1 ini disebabkan bahan tanah yang lebih padat akan membentuk ruang pori yang didominasi oleh ruang pori mikro, sehingga permeabilitas tanah relatif lambat.
Permeabilitas pada horison B pada
ketiga profil lebih lambat dibandingkan di horison
A
mempunyai kelas permeabilitas agak cepat sampai cepat. gerakan
air pada ketiga pedon di Cikembar
tampaknya
yang Perdapat
Tabel 39.
Pedon
Hasil Analisis Sifat Fisik Tanah d a r i Pedon yang D i t e l i t i Retensi A i r
Sim-
bol Horison
Kedalanr an (cm)
P-1 A (Cikedar) A21 A22 Btl Bt2 11 Bt3
pF 2.0
Cepat
pF 2.54
(0)
(0
33.73 33.64 36.65
(A-0)
Laar bat (0-C)
A i r ter-
sedia (C-0)
Bobot isi (9/d'
Porositas Total (X)
Perreabi litas d j m
0-14 14-30 30-58 58-124 124-166
45.70 42.93 47.37 36.19 45.02
35.15 35.38 37.47 35.02 39.97
P-3 Ap (Cik&r)AB Btl Bt2 BC
0-24 24-47 47-69 69-91 91-122
43.13 42.20 44.98 49.01 50.38
Kelas
10.55 1-42 7.55 1.74 9.90 0.82 1171.16 5.05 0.97
10.69 10.08 14.10 9.88 18.54
0.92 1.02 0.45 1.00 1-09
65.28 61.51 64.15 62.26 58.87
19.24
cepet
3.70
sedang
37.00
23.04 22.68 22.55 23.98 18.46
1.36
sedans
38.71 35.48 39.92 46.08 45.31
33.93 33.88 35-09 42.27 42.68
22.88 20.54 25.19 28.77 27.23
17.06 20.29 9.66 5.46 5.35
4.78 2.34 4.06 3.18 2.75
11.05 13.34 14.15 14.70 15.15
1.17 1.26 1.30 1.29 1.29
55.85 56.23 50.94 50.57 51.32
16.05 9.62 8.19 1.67 1.20
40.73 43.04 46.47
6.21 3.02 2.09
2.81 4.84 3.62
18.42 18.91 18.50
0.81 0.79 0.84
69.43 70.19 66.05
2.47 0.W 0.51
agak L&t agak L h
0.59 0.37 0.44 0.99
agak l h t L h t 1-t agak l d t
33.85
P-4 (Bayah)
Ap AB BW
0-16 16-30 30-60
68.17 70.41 69.68
61-56 66.79 67.59
59.15 61.95 64.97
P-5 (Bayah)
Ap
0-14 14-27 27-52 52-76
69.93 66.71 66.69
59.83 56.47 60.36 63.58
54.90 54.44 56.64 59.94
64.77
0.02 1.93 0.02 0.20 101 P-7 Ap (Cika1ong)AB Bt
0-10 10-25 25-45
61.06 64.51 65.15
56.94 49.52 58.41
47.78 45.65 53.71
15.68 12.40 14.99
6.08 10.48 13.10
9,16 3.87 4.70
P-1 A (Cikalong) B t l Bt2
0-15 15-32 32-55
55.26 56.08 63.05
48.73 53.57 60.20
41.89 49-83 56.94
11.87 15.98 12.60
11.27 4.54 4.33
6.88 3.74 3.26
33.85
48.37 47.21 45.26
37.45 46.04 38.13
34.73 41.05 33.44
19.97 17.56 11.25
11.48 7.92 14.70
2.72 4.99 4.58
P-9 A (Cikalong) B t l Bt2
-
0-11 11-20 20-33 33-53 53-71 71-95
P-2 Ap (Cikedar)Al 821 022 BC
Btl Bt2 BC
Pori Drainase ......................
0-13. 13-36 36-62
32.10
cepet agak cepet agak cepet agak L d m t agak l d t
l h t
agak 1-t l h t
1-t agak l h t
1.01 1.06 1.08
62.07 59.44 58.36
2.81 2.35 1.06
%?dmg
60.00 58.11 64.53
3.30
44.34
1.06 1.15 1.10
sedmg sedang agak 1-t
14.76 23.48 22.29
1.20 1.22 1-25
W.72
4-04 1.60 8.27
33.25 38.72 29.93
53.W 52.83
r .n 1.02
t
sedans
agak 1-t
sahg w k 1-t agakccpet
berlangsung agak cepat karena kandungan fraksi pasir yang relatif tinggi.
Meningkatnya kandungan liat, menyebabkan
daya memegang air yang semakin besar.
Hal ini dapat dilihat
pada kandungan air tersedia yang lebih tinggi pada horison
B.
Adanya kandungan zeolit pada horison bawah kelihatannya
mempengaruhi kemampuan tanah memegang air, walaupun pada horison tersebut persentase fraksi pasir relatif tinggi. Air tersedia pada pedon P-1: 17.31 persen (Bt3), pedon P-2: 18.54 persen (BC) dan pedon P-3: 15.45 persen (BC)
.
Bobot isi tanah pada pedon P-4, P-5 dan P-6 di daerah penelitian Bayah mempunyai nilai yang hampir sama.
Nilai
bobot isi ketiga pedon menunjukkan peningkatan dari horison A
ke horison Bw pada (P-4: 0.81
P-5: 0.85
-
-
0.84, ke horison Bt pada
0.91, dan kehorison Bt pada P-6: 0.92
-
0.99 g/
cm3 ) . Penambahan kandungan liat pada horison B akan menyebabkan porositasnya menurun dan permeabilitas tanah relatif lebih lambat.
Total kandungan fraksi debu dan liat pada
semua horison di ketiga pedon Bayah sangat tinggi ( > 80 persen).
Keadaan ini menyebabkan pergerakan air pada ketiga
pedon lambat, yang dicerminkan oleh nilai permeabilitas tanah yang rendah. Kandungan liat yang tinggi ternyata tidak selalu diikuti peningkatan jumlah air tersedia yang lebih tinggi. Kandungan air tersedia pada pedon P-4 dan P-5 jumlahnya tidak jauh berbeda dengan air tersedia di daerah Cikembar
(15
-
18
%),
hanya pada pedon P-6 kandungan air tersedia re-
latif tinggi.
Hal ini kemungkinan dipengaruhi oleh beberapa
faktor yaitu:
tipe liat, kandungan zeolit serta waktu
pengambilan contoh dilapang.
Liat 1:l mempunyai kemampuan
lebih rendah didalam memegang air dibandingkan tipe 2:l. Pada ketiga pedon terdapat kecenderungan peningkatan kandungan air tersedia pada pada pedon P-4: 18.42 persen dan P-6: 30.00
-
horison B atau C.
19.50 persen, P-5:
Air tersedia 5.86
-
18.57
35.43 persen dari horison A ke
lapisan bawah yaitu horison C. Pada pedon P-7, P-8 dan P-9 di daerah Cikalong terlihat bahwa bobot isi dari ketiga pedon nilainya tidak jauh berbeTerjadi peningkatan bobot isi pada horison B ketiga.
da.
pedon tersebut.
Peningkatan ini disebabkan terjadinya pe-
mindahan liat dari horison A.
Keadaan ini menyebabkan po-
rositas pada horison penimbunan liat menurun dan permeabilitas lebih lambat.
Kelas drainase pada pedon yang diteliti
di Cikalong tergolong sedang sampai agak cepat. Kandungan fraksi halus yang meningkat menyebabkan permukaan padatan semakin luas sehingga kemampuan menyerap air juga meningkat. 32.10
-
Kandungan air tersedia pada pedon P-7:
38.72 persen, P-8: 29
-
sampai 22.29 persen dari horison
44.34 persen dan P-9: 14.76 A
ke horison Bt.
Kandungan
air tersedia pada pedon P-9 yang rendah, disebabkan oleh kandungan liat yang lebih rendah dibandingkan P-7 dan P-8.
Apabila kita telaah sifat fisik dari ketiga daerah penelitian, maka dapat ditunjukkan, nilai bobot isi terendah di5umpai di daerah Bayah 0.74
-
0.99,
sedangkan di daerah
Cikembar dan Cikalong nilai bobot isi hampir sama 0.95-1.30. Kandungan air tersedia meningkat pada horison bawah yang menunjukkan adanya pengaruh bahan induk zeolit yang mempunyai kemampuan mengikat air cukup tinggi.
Air tersedia
di daerah Cikembar terendah, dan tertinggi dijumpai di daerah Cikalong.
Hal ini kelihatannya sejalan dengan
banyaknya kandungan zeolit pada bahan induk tanah dari masing-masing daerah tersebut.
Batuan induk zeolitik Cikem-
bar hanya mengandung zeolit 36.55 persen, Bayah 57.7 persen dan Cikalong 73.1 persen. Permeabilitas tanah yang paling cepat dijumpai di daerah penelitian Cikembar, sedangkan di Cikalong tergolong agak cepat, dan di Bayah agak lambat sampai lambat.
Sifat
pergerakan air dipengaruhi oleh kandungan fraksi halus di dalam tanah, jumlah fraksi debu dan liat pada pedon di Bayah sangat tinggi ( > 80 % ) , sehingga menyebabkan permeabilitas yang lambat. Pengaruh bahan induk zeolitik paling tampak pada pedon di daerah Cikalong, dimana rata-rata air tersedia sangat tinggi ( > 30 % ) .
6.3.3. Sifat Kimia n n a h Dari hasil analisis sifat kimia tanah (Tabel 40) di daerah penelitian
Cikembar, terlihat bahwa kandungan A1
dapat dipertukarkan dan kejenuhan A1 pada pedon P-1 dan P-3 dipengaruhi oleh
nilai pH tanah. Nilai pH tanah dipengaruhi
oleh beberapa faktor antara lain kandungan bahan organik, dan Al-dapat dipertukarkan yang tersedia didalam tanah. Kandungan Al-dd dan kejenuhan A1 meningkat pada pedon P - 1 dan P-3 dengan kedalaman solum tanah yaitu pada horison B dan C ( P - 1 :
24.14
-
58.90
persen, P - 3 :
25.25
-
32.14
%),sedangkan nilai pH tanah pada horison tersebut cenderung menurun.
Kernasaman yang ditimbulkan oleh ion A1 terjadi
melalui proses hidrolisis, yang menghasilkan ion H+ yang dapat menurunkan pH tanah. Pada pedon P - 2 , konsentrasi Al-dd dan kejenuhan A1 tertinggi dijumpai pada horison A, dimana pH tanah pada horison permukaan tersebut lebih rendah dibandingkan horison di bawahnya
.
Meningkatnya konsentrasi A1 pada horison B, tampaknya sejalan dengan peningkatan kandungan liat.
Konsentrasi A1
yang meningkat disebabkan meningkatnya kompleks pertukaran pada horison B yang bertekstur lebih halus di bandingkan horison A.
Sumber A1 pada kompleks pertukaran adalah
berasal dari pelapukan mineral yang ada selama proses pembentukan tanah.
Pada horison permukaan A1 yang terlepas
selama proses pelapukan akan dapat membentuk senyawa kompleks dengan bahan organik, sehingga sulit dapat dipertukarkan. Tipe mineral liat tanah juga mempengaruhi ketersediaan A1
didalam tanah.
Mineral liat 2:1, terutama
yang
185 Ttbtl 40. H a i l Analisis S i f a t I(imia Tanah Pedw p n g O i t e l i t i
Retksi T u r h
Mol
&I Hori-
Lsn-bra brprt Oitrkrr
--------------------
-----------------------
SinKadaluan(n)
son
pH
pH H O KC1 {1:2.5)
)H
-------------------
pW Irf
C-organik
IIRasio Total Clll
.....(X). ....
-------
~
-------
~
-
Hdd
Aldd
.
(
g
.
EA
Kej. Al (I)
Ir
Ca
I
(12)
(13) ( i r ) . ( 1 5 )
...... ( r 1 1 W g ) .....
---
(I)
(2)
(3)
(4)
(5)
($1
(I)
(I)
(I)
(to)
(11)
0-11 11-20 20-23 33-53 53-11 11-95 95-122 ,122
5.80 5.35 5.31 5.50 5.45 5.51 5.30 5.65
4.95 1.50 4.55 1.35 4.29 4.25 4.22 4.25
8.85 0.85 0.83 1.15 1.16 1.32 1.81 1.40
8.39 1.58 1.72 8.81 1.94 9.05 9.21 9.19
2.35 1.31 0.71 0.54 0.51 0.40 0.97 0.16
0.13 0.09 0.05 0.05 0.04 0.04 0.03 0.02
18.07 15.22 14.20 10.80 12.75 10.00 12.33 8.00
0.08 0.¶6 1.20 1.61 3.36 3.84 5.46 6.25
0.30 0.32 8.34 0.31 0.38 0.42 0.26 0.22
11.71 19.32 10.45 11.03 15.47 15.20 16.19 16.85
1.02 12.37 18.75 24.14 38.66 41.02 54.21 58.90
A! 1-14 P-2 (Ciku- Ap 14-30 brr) A1 30-58 121 58-124 BC 121-166 C ,166
5,46 5.65 5.65 5.90 5.49 5.56
4.25 4.15 4.25 4.25 4.39 4.61
1.21 1.50 1.40 1.65 1.10 0.87
9.25 8.95 8.74 9.10 8.78 8.45
1,Q 0.82 0.67 0.59 0.38 0.12
0.05 0.03 0.03 0.02 0.02 0.01
28.60 27.33 22.33 29.50 19.00 12.00
5.72 3.28 2.80 1.52 1.36 0.12
8.60 0.36 0.40 0.30 0.18 0.22
21.62 27.63 8.86 4.57 0.73 0.22 1.68 19.60 6.58 2.87 2.50 1.14 16.40 7.15 26.34 4.85 2.55 2.23 14.11 6.23 16.73 3.13 0.98 1.04 15.80 3.35 21.75 1.42 2.10 2.75 16.18 0.31 30.91 4.12 0.M 3.05
P-3 Ap (Ciku- A0 bar) B t l It2 BC
5.60 5.90 5.15 5.25 5.47
4.55 4.80 4.85 4 4.35
1.05 1.00 0.90 9 5 1.12
8.50 8.55 8.55 8.19 8.90
0.99 1.05 0.81 0.63 0.41
0.09 0.09 0.07 0.05 0.04
11.00 11.66 12.00 12.60 10.25
0.22 0.54 2.11 4.23 3.04
0.18 0.26 0.43 4.38 8.72
11.44 2.52 12.56 5.44 10.45 25.25 14.91 32.14 14.2023.84
1-1 (Cikmbar)
A A21 A22 Btl It2 II8t3 IIIC IIC
0-24 24-41 47-69 69-91' )11
3.11 2.18 1.71 1.55 1.13 1.12 0.11 0.76
2.46 2.08 1.10 2.24 2.31 2.42 2.06 1.18
1.20 1.1 0.68 0.72 0.¶8 9.06 0.95 0.98
0.68 0.56 0.48 0.54 0.54 0.60 0.56 0.52
3.31 3.50 1.14 0.39 4.66 2.11 1.07 0.48 3.31 3.21 0.11 0.39 3.11 3.69 0.65 1.40 1.063.800.580.52
t a u - b u r Wit B i t r k i r
Reiksi Iaaah
Sip Pedon bol Ilori-
-----------------------
........................ Kedilr i n (a)
son
pH pli H 0 KC1 f1:2.5)
pl
pH IIiF
C-or- IIRasio ganik l o t a l C/W .(I)..
....
...
Aldd
Hdd
EA
.... ( ~ / i o o g ) .....
Kej. Al (I)
Ca
Rg
K
11(
....... ( ~ t o o g ) . . .....
----------------------------------------~__~---_--~~---~_ 11)
(2)
(3)
(4)
(5)
($1
11)
(a)
19)
(10)
(11)
23.61 6.23 3.51 11.12 6.03 3.35 28.11 8.05 3.86 1 l . M 15.80 5.44 1.26 16.21 6.51
(12)
I-6 A (Biyih) A1 8t lC C
0-13 13-46 46-82 112-125 ,125
5.35 5.24 5.11 5.15 5.35
4.22 4.10 4.05 4.02 4.10
1.13 1.14 1.M 1.13 1.25
8.85 4.80 8.92 8.90 1.82
1.48 0.74 0.38 0.40 0.21
0.15 0.11 0.09 0.09 0.08
9.87 6.13 4.22 4.44 2.62
3.60 6.17 5.56 3.13 2.21
0.51 0.56 0.68 0.62 0.34
19.21 24.52 19.76 11.17 11.16
P-7 (Cikalong)
A Al Bt2 8C C
0-10 10-25 25-45 45-67 )61
5.50 5.59 5.60 5.45 5.25
4.38 4-40 4.24 4.10 1.21
1.20 1.19 1.36 1.35 1.32
8.80 889 9.15 8.90 8.35
2.10 1.15 1.45 0.62 0.21
0.17 0.12 0.11 0.09 0.01
12.35 9.58 13.18 6.89 3.86
0.96 1.18 0.89 0.21 0.71
0.24 0.30 0.41 0.51 0.56
23.52 23.13 21.20 30.10 14.19
5.18 9.81 3.88 0.71 0.82
13.30 14.28 18.H 32.62 78.11
P-8 C i a lofig)
A Btl lt2 C
0-15 15-32 32-55 )55
5.40 5.39 5.32 5.59
4.10 4.25 4.20 4.45
1.39 1.14 1.12 1.14
8.70 9.20 9.12 8.56
1.97 0.89 0.54 0.39
0.13 0.09 0.09 0.08
15.15 9.89 6.00 4.81
0.46 1.92 2.11 1.86
0.28 0.69 0.77 0.84
19.34 36.lt 26.95 13.73
2.23 1.51 1.28 2.50
P-9 (Cikilong)
A Btl It2 C
0-13 15-36 36-62 )62
5.45 5.59 5.62 5.85
4.55 4.35 4.45 4.55
0.90 1.24 1.11 1.30
8.65 9.10 8.90 8.75
1.39 2.01 0.12 0.27
0.15 0.11 0.10 0.01
9.21 18.21 1.20 3.86
0.51 1.20 0.51 0.46
0.26 0.89 0.52 0.28
14.27 19.11 11.06 12.58
(13) (14) (1s)
0.96 1.80 0.91 R.95 0.94
0.40 0.39 0.37 0.40 0.48
3.42 2.81 2.41 3.70 4.39
0.11 0.10 0.15 0.38 3.34
0.42 0.34 1.34 0.46 5-49
13.45 5.26 1 5 . ~ 1.02 22.5410.53 60.05 3.117
0.72 0.18 1.17 2.20
0.42 0.48 0.50 5.60
5.31 6.80 2.11 1.19 8.41 2.21 3.92 10.49 2.32 0.11 42.15 3.01
0.51 0.26 0.25 2.82
0.54 0.39 0.39 3.77
187
label 40 (Lmjutan) Kapasit t s Tukrr K r t i r
l k j t t a b m Basr
Siabol KedaPedm Ikri- lwn son (cn)
Jualah Basabasr
(@/loo!)
-----------Kej. luatan l u a t u UlNl A S ~lray Hurt- KTK Cr t Kej. I 4 Jw KTK IH4 J a r L i a t IerPeru- 1 I Sit- t llg KtHa OAc Irk Efek- (Mc lih u MlOAcl varir- L i r t grntong ~ c n rat ...( X) p H 1 kati- tif p H 1 kati011 on PI 1x be1 (8) , , (le/lOOg) (ppl) (8) ----------------- -------------------------------------------------
...
....... ..... . ...... ............
............................................................................................................. (is) P-1 A (Ciker- A21 bar) A22 Btl Bt2 I1 I t 3 11 66 IIC
0-11 11-20 20-23 33-53 53-11 11-95 95-122 ,122
1.45 6.48 4.86 4.91 4.15 5.10 4.34 4.14
0-14 11-30 30-58 51-124 124-166 ,166
14.38 13.09 35.97 22.51 59.02 39.12
P-3 Ap 0-24 (Cikel- A1 24-41 bar) B t l 41-69 Bt2 69-91 0C )91
8.34 9.19 1.80 8.55 1.96
P-2 Ap (Ciker- A1 bar) 121 822 8C C
(11) (la) 11.14 62.63 51.81 53.84 40.39 31.82 28.13 24.88 64.81 56.49 19.63 14.26 14.24 88.91
14.01 20.81 18.12 11.53 16.51 16.66 15.09 14.13
(19)
(20)
(21)
(22)
(23)
(24)
45.90 42.08 31.16 32.59 21.36 11.99 14.20 12.69
34.14 25.12 31.14 31.06 24.24 25.12 20.54 19.12
95.15 83.51 15.94 11.41 56.96 54.48 43.14 39.02
16.23 15.40 12.11 15.25 11.09 21.34 30.56 32.61
19.23 25.80 15.31 19.00 20.42 20.30 21.13 20.99
41.65 62.22 51.00 59.16 50.18 60.29 101.45
-
4.59 21.16 12.20 8.28 11.96 10.16
11.91 11.50 51.96 42.16 95.42 16.94 15.61 49.25 42.25 92.55 60.13 10.11 39.49 42.14 10.84 56.99 1.89 41.15 36.44 64.96 61.65 8.63 25.13 18.69 10.21
16.05 11.66 19.15 20.18 34.82
19.18 21.15 11.25 23.16 23.16
15.03 50.66 15.19 48.31 99.11
(25)
............... (26)
(21)
----------------------
(28)
(29)
(30)
(31)
. .
I f -
I
I
I
i
I
-
C
N
-
- - e t . O a y e - - -
N - C N
T.D-o!-.
*=egg
...... ----Y
o
m
o
o
- C C
-...--*
- O w
--t-t...Y=C
o
~
e..eC1-t
II
-mu) . 'r w c r
C
: :
~
a
C
-
0
ha.%---
. . . . .
N N . . . . W t
Y - Q Q e Y O O U U eC1-"-,-
. . . . .
- - a - -
=---O-U-."
N-.0
- 6 0 -
G o d s N e e -
- 0
- N a -
t--!.--*
--.... =-e - u r n
-c-C1
F Q - O
C m m . O C
--'.
= - o m Q C 1
"+--
.....
k.un
- 0 - -
--to
- N Q - . O N - N O N
=z=z
f-*-.?
--ID
-!u,c,'?
YmOOLC.
o m - a
t Y . 0
~ O O N N Y
N
o.--N
=.zfi=
-n.c.!t.
N W W m T 1 . m " me...-
. . . . -
N
W
v - t ...-a-
t t - -
. . . .
. . . .
e - . 0 m
-"-,me
- O N o y r y Y C - I D ---*
. P I I D 7 1 0
-
N
0
-
C
yy.0.y - - o w - - a m
. . .
W O N - - N 1 -
0
0
9
- A " ? "
A d - G m - a -
- t o e
-'o.Oq
- a m * - N o -
O w - " n - w
-.-.-a
. . . -.
-at"-, - 0 - 8 0 " w w N N - w - N N m " N - 0
. .
- - t o
-
. . . -.
- N o -
C
w
t
-
a - t N
mempunyai interstratifikasi A1 akan memberikan A1 tersedia lebih tinggi dibandingkan mineral liat 1:l. '
Pada pedon P-2 dimana konsentrasi liat tertinggi pada
horison permukaan, maka ketersediaan A1 tertinggi dijumpai pula pada horison tersebut.
Hal ini menunjukkan terdapatnya
sumber-sumber A1 yang dapat dibebaskan ke dalam larutan yang berasal dari mineral liat.
Ketersediaan A1 juga sangat
dipengaruhi oleh pH, pH lapisan permukaan yang relatif lebih masam, akan meningkatkan jumlah A1 dapat ditukar. Nilai kemasaman terekstrak (EA) pada ketiga pedon memiliki pola yang sejalan dengan kandungan A1 yang dapat dipertukarkan. pH NaF dari ketiga pedon tidak menunjukkan adanya akumulasi bahan amorf, walaupun pada horison C pedon P-1 nilainya 9.79, akan tetapi tidak memenuhi persyaratan adanya alofan. Jumlah basa-basa yang dapat dipertukarkan pada pedon di Cikembar tertinggi dijumpai pada pedon P-2, yang nilainya meningkat dari horison atas ke bawah (Gambar 49, 50 dan 51). Kandungan Cat Mg dan Na meningkat dengan kedalaman, sedangkan K terkonsentrasi pada horison atas.
Kandungan basa-basa
yang relatif tinggi menunjukkan bahwa, proses pencucian yang terjadi belum lanjut dibandingkan pada pedon P-1 dan P-3. Pencucian yang intensif pada pedon di daerah Cikembar kemungkinan disebabkan kandungan fraksi pasir
yang
cukup
Gambar 4 9 .
Pola D i s t r i b u s i Basa-basa Dapat D i t u k a r denqan Kedalaman Solum Tanah pada P r o f i l d a r i Daerah Cikembar
tinggi, sehingga kemampuan memegang
hara rendah.
Hal ini
dicerminkan dengan menurunnya kandungan basa-basa dari horisan atas
ke bawah.
Meningkatnya
basa-basa pada horison
atas kemungkinan disebabkan terjadinya penambahan yang berasal dari tanaman yang tumbuh diatasnya. KTK tanah (NH40Ac, pH 7) cenderung meningkat dengan kedalaman pada pedon P-1 dan P-3, tampaknya kandungan fraksi halus terutama liat berpengaruh terhadap nilai KTK tanah. Pada pedon P-2, KTK tertinggi dijumpai pada horison 8. Pengaruh bahan induk zeolit tidak jelas terlihat pada nilai KTK tanah (NH40Ac, pH 7) pada horison atas, akan tetapi nilai yang relatif lebih tinggi pada horison bahan induk masih mencerminkan adanya mineral zeolit pada horison tersebut.
Pada lapisan atas, dimqna zeolit telah.melapuk
KTK tanah (NH40Ac, pH 7) berkisar antara 12.87 me/100 g pada pedon P-1, dan 16.05
-
-
16.23
18.66 me/100 g pada
pedon P-3. Muatan permanen pada ketiga pedon di daerah Cikembar menunjukkan kecenderungan yang sama, jumlah muatan tersebut meningkat pada horison bawah.
Besarnya nilai muatan perma-
nen pada horison bawah memberikan gambaran jenis mineral liat yang memiliki muatan negatif karena substitusi isomorfik.
Zeolit juga memiliki muatan yang berasal dari substi-
tusi isomorfik.
Nilai muatan permanen pada pedon yang di-
teliti dapat berasal dari mineral liat 1:l dan 2:l
pada
horison atas, zeolit dan mineral liat 1:l dan 2:l pada horison bawah.
Muatan tergantung pH akan meningkat dengan kenaikan pH larutan.
Muatan ini berasal dari ikatan kelompok O H
sgnyawa-senyawa organik, Si-OH dan A1-OH yang terputus pada ujung-ujung lempeng Si-tetrahedra dan Al-tetrahedra, serta kelompok OH dari hidroksida aluminium dan besi.
Semakin
l a n j u t t i n g k a t pelapukan yang t e r j a d i , n i l a i muatan tergantung pH akan semakin meningkat, sedangkan jumlah muatan pernanen berkurang. Kandungan P205 pada ketiga pedon penelitian, relatif tinggi pada horison permukaan, ini menunjukkan bahwa ketersediaan P hanya dipengaruhi oleh adanya sumber P organik pada tanah yaitu kandungan bahan organik.
Pelapukan bahan
organik akan menyumbangkan unsur N dan P ke dalam tanah. Sifat-sifat kimia pacia pedon P-4, P-5 dan P-6 di daerah penelitian Bayah dapat diuraikan sebagai berikut: Kandungan Al-dd, kejenuhan Al, dan kernasaman terekstrak (EA) memiliki pola kecenderungan yang sama, nilai tertinggi dijumpai pada horison B.
Kandungan A1 yang tinggi menye-
babkan nilai pH tanah yang rendah. Pola ketersediaan basa-basa yang dapat dipertukarkan pada ketiga pedon menunjukkan kesamaan (Gambar 50).
Kan-
dungan basa-basa meningkat drastis pada horison bawah (BC) atau pada horison bahan induk (C). Kandungan basa-basa yang tinggi pada lapisan bawah, mungkin sekali berkaitan dengan bahan induk zeolit yang dalam pelapukannya akan dapat melepaskan kation-kation Ca, Mg, K dan Na.
Selain itu kemung-
kinan dapat berasal dari pencucian basa-basa yang berasal dari horison diatasnya.
Gambar 5 0 .
Pola D i s t r i b u s i Basa-basa Dapat Ditukar denqan Kedalaman Solum Tanah pada Profil d a r l Daerah Bayah
Sifat-sifat tanah yang meliputi kejenuhan basa, KTK tanah dan KTK liat pada ketiga pedon kelihatan mempunyai kecenderungan yang sama, dimana nilainya berangsur meningkat dari horison atas ke horison bawah, dan nilai tertinggi dijumpai pada horison bawah. Muatan permanen tanah meningkat dengan kedalaman tanah, sedangkan muatan tergantung pH nilainya relatif tinggi pada horison permukaan. Tingginya muatan tergantung pH tersebut berkaitan dengan kandungan C-organik yang relatif tinggi pada horison permukaan. Kandungan P205 pada ketiga pedon di Bayah tertinggi dijumpai pada horison A. Hasil analisis sifat-sifat kimia pada pedon P-7, P-8 dan P-9 di daerah Cikalong menunjukkan bahwa distribusi kandungan Al-dd, kejenuhan A1 dan kemasaman pertukaran memiliki pola kesamaan di dalam horison. meningkat dengan meningkatnya
Nilai parameter tersebut
kandungan Al.
Apabila data
tersebut dikaitkan dengan distribusi kandungan liatnya di dalam masing-masing pedon, maka akan terlihat bahwa peningkatan kandungan liat diikuti dengan peningkatan ketersediaan aluminium di dalam tanah.
Tipe liat akan mempengaruhi
jumlah A1 yang dapat ditukar didalam tanah,
Liat 1:l akan
membebaskan A1 yang lebih rendah dibandingkan mineral liat 2:l.
Ketersediaan basa-basa dapat ditukar meningkat sangat tinggi dari horison permukaan ke horison bawah, demikian pu-
la halnya jumlah basa-basa dan nilai kejenuhan basanya (Gambar 51)
.
' K a p a s i t a s tukar kation tanah pada horison C ketiga pedon di Cikalong nilainya meningkat cukup tinggi dibandingkan horison diatasnya. Kemampuan pertukaran yang tinggi tersebut disebabkan oleh kandungan mineral zeolit pada bahan induk tanah yang cukup tinggi.
Muatan permanen yang tinggi
dijumpai pada horison bawah, sedangkan muatan tergantung pH lebih dominan pada horison atas. Kandungan P205 hanya terkonsentrasi pada horison A, yang jumlahnya menurun kelapisan bawah. Apabila kita telaah lebih jauh dari hasil analisis sifat-sifat kimia dari ketiga daerah penelitian, maka dapat ditunjukkan, pH tanah di daerah Bayah lebih rendah dibandingkan di daerah Cikalong dan Cikembar (Tabel Lampiran 21). Keadaan reaksi tanah ini sejalan dengan hasil yang diperoleh terhadap nilai sifat kandungan aluminium dapat dipertukarkan, kejenuhan aluminium dan kemasaman terekstrak (EA). Ketiga sifat kimia tersebut memiliki kesamaan pola distribusi di dalam masing-masing profil, dimana nilai kandungan Al-dd yang tinggi, akan diikuti oleh kejenuhan A1 dan kemasaman terekstrak yang tinggi pula.
Aluminium yang tinggi
dapat berasal dari pelapukan mineral liat 2:1, mineral zeolit ataupun plagioklas feldspar yang merupakan anggota komposisi dari bahan induk tanah.
Gambar 51.
Pola Distribusi Basa-basa Dapat Ditukar dengan Kedalaman Solum Tanah pada Prpfil darl Daerah Cikalong
Dari ketiga daerah penelitian, kandungan Al-dd dan kejenuhan A1 ya'ng rendah pada daerah Cikalong kemungkinan disebabkan oleh pH tanah yang relatif agak tinggi, sehingga I
menyebabkan A1 tidak tersedia. Persentase kandungan C-organik pada seluruh pedon yang diteliti, mempunyai nilai yang hampir sama berkisar antara 0.74
-
2.80 persen, yang terkonsentrasi pada horison A.
Kandungan C-organik yang berangsur menurun dengan kedalaman menunjukkan, bahwa semua prof il homogen dan sejalan dangan proses pembentukan tanah. Jumlah basa-basa yang dapaf dipertukarkan, kejenuhan basa (NH40Ac 1 N), kejenuhan basa (KTK effektif) tertinggi dijumpai pada daerah Cikalong, kemudian Cikembar dan.Bayah. Perbedaan jumlah basa-basa yang tinggi tersebut dapat diterangkan bahwa di daerah Cikalong batuan induk zeolitik sebagai bahan induk tanahnya mengandung kadar zeolit yang paling tinggi (73.1
%)
diantara ketiga daerah penelitian,
sehingga walaupun tipe iklim atau kondisi lingkungan yang mempengaruhi ketiga daerah tersebut hampir sama, tetapi konsentrasi basa-basa yang dapat disumbangkan dari mineral zeolit lebih tinggi.
Letak lokasi pedon penelitian yang
relatif datar (pada kemiringan 5
-
7 % ) , menyebabkan pen-
cucian secara horisontal relatif lebih kecil. Daerah Cikembar memiliki bahan induk yang mengandung zeolit paling rendah, akan tetapi kandungan basa-basa relatif lebih tinggi dari pada di Bayah.
Alasan yang dapat
dikemukakan adalah pedon di daerah Cikembar mengandung fraksi pasir yang tinggi yang menyebabkan proses pelapukan mineral berjalan lebih lambat, walaupun pencucian relatif berjalan lebih intensif.
Mineral zeolit yang lebih lunak
akan mudah melapuk, akan tetapi kandungan mineral-mineral yang lain yang cukup tinggi (63.45 % ) , terutama adanya mineral-mineral kelam hiperstein, augit, amfibol dan lainlain akan dapat melepaskan kation-kation basa ke dalam larutan tanah. Pencucian yang intensif tampak dari pola distribusi kandungan basa-basa pada masing-masing horison dari pedon P1 dan P-3.
Kandungan basa pada daerah Cikembar tampaknya
dapat dikaitkan dengan mineralnya.
banyaknya plagioklas pada fraksi
Pada pedon P-1 dan P-3 yang mengandung mineral
plagioklas rendah, mempunyai kandungan basa-basa yang rendah walaupun jumlah tufa zeolitnya masih tinggi. sebaliknya dijumpai pada pedon P-2.
Keadaan yang
Letak lokasi pedon P-1
dan 3 yang pada puncak dengan kemiringan lereng 40
-
47
per-
sen, sangat mempengaruhi terjadinya pencucian basa-basa tersebut. Di daerah Bayah walaupun mempunyai kandungan zeolit yang lebih tinggi dibandingkan Cikembar, ternyata memiliki kandungan basa-basa yang dapat dipertukarkan relatif paling rendah.
Beberapa ha1 yang dapat dikemukakan antara lain,
adalah tingkat pelapukan yang terjadi pada daerah Bayah lebih lanjut dibandingkan dua daerah lainnya.
Dari formasi
geologi diketahui bahwa proses terbentuknya formasi vulkanik Bayah adalah yang tertua di Jawa, sehingga dapat diasumsikan bahwa umur zeolit atau proses pembentukan tanah di daerah Bayah relatif jauh lebih lama dibandingkan dua daerah yang lainnya.
Lokasi pedon penelitian di Bayah pada daerah
-
39 % akan dapat
mempengaruhi jumlah pencucian yang terjadi.
Pada pedon P-6
puncak dengan kemiringan lereng makro 19
kandungan basa-basa relatif masih tinggi. Pola distribusi basa-basa Ca, Mg, K dan Na yang dapat ditukar di dalam profil pada seluruh pedon penelitian mempunyai kesamaan, yaitu konsentrasinya meningkat dengan kedalaman, tertinggi dijumpai pada horison BC atau C.
Pola ini
tidak. begitu tampak jelas hanya pada pedon di daerah Cikembar, walaupun pola kecenderungan tersebut ada.
Ini disebab-
kan pedon di daerah Cikembar mengandung fraksi pasir yang meningkat pada horison bawah, sehingga pencucian basa-basa yang tinggi dapat pula terjadi di lapisan bawah, Kation-kation yang berperanan di dalam proses pembentukan zeolit selain A1 dan Si adalah kation-kation basa alkali dan alkali tanah, Cat Mg, K, Na ataupun tersedianya
Fe, Ba, Cr dan kation-kation lain.
Terbentuknya zeolit
dengan jenis tertentu tergantung dari keberadaan bahan-bahan prekursor tersebut pada lingkungan pembentukannya. Selain mineral zeolit pada proses tersebut dihasilkan pula
mineral-mineral
silikat lain
yang
mempunyai
syarat
lingkungan pembentukan yang sama.
Mineral yang umum dijum-
pai adalah montmorilonit, illit, mika, kuarsa dan plagiokPas.
Pelapukan dari masing-masing mineral tersebut bersa-
ma-sama dengan zeolit di dalam tanah akan memberikan tipe kation yang berbeda pada masing-masing daerah penelitian. Kompleks pertukaran tanah di daerah Cikembar mempunyai tipe kation Ca, Mg, K dan Na, di daerah Bayah adalah Cat K t Mg dan Na, sedangkan di daerah Cikalong Ca, Na, Mg dan K. Mg selain berasal dari pelapukan zeolit dapat juga dibebaskan dari pelapukan mineral liat montmorilonit.
Zeolit,
illit dan plagioklas juga akan membebaskan K dan Na ke dalam tanah, konsentrasi Na kelihatannya dipengaruhi oleh tipe serta kandungan zeolit pada bahan induk tanahnya. Sifat kompleks pertukaran tanah yang berasal dari bahan induk zeolitik, telah pula dikemukakan oleh beberapa peneliti. Baldar dan Whittig (1968), pada tanah yang mengandung zeolit analsim di Sun Joaquin Valley, California mendapatkan konsentrasi Na 55 me/100g (NH40Ac 1 N). Talibudeen dan Weir (1972), pada tanah seri Harwell di Berkshire yang mengandung zeolit klinoptilolit-heulandit, mendapatkan distribusi yang abnormal dari perbandingan kation K terhadap Ca. dan Ca 30.5 tara 20
-
-
Kandungan K tersedia 29.4
-
65.8 me/100g
42.5 me/100g pada fraksi tanah berukuran
50 /u.
an-
Southard dan Kolesar (1978), pada tanah Blackrock di Utah yang berasal dari bahan tufa yang mengandung klinoptilolit, mendapatkan dominasi kation K pada tanah dengan konsentrasi yang meningkat dari horison atas ke bawah (0- 40 cm) 8
-
42 me/100g.
Graham dan Southard (1983), pada tanah Mollisol Wasatch Mountain, di Utara Utah yang mengandung klinoptilolit dan heulandit, dijumpai kation-kation basa dalam tanah Ca: 1.8 33 me/100g, Mg: 2.7
-
dan Na: 0.28
KTK tanah: 27
-
4.7 me/100g, K: 0.38
-
-
2.10 me/100,
1.10 me/100g dengan pengekstrak NH40Ac pH 7.
- 44 me/100g,
pH: 5.0
-
6.7.
Pola distribusi
kation-kation tersebut memiliki kesamaan yaitu konsentrasinya meningkat dengan kedalaman tanah.
Ming dan Dixon
(1986), pada tanah Houla Soils di Selatan Texas yang mengandung bahan induk klinoptilolit berkapur mendapatkan distribusi kation Ca: 121 K: 2
-
-
7 me/100g dan Na: 2
0.5 M CsC1.
KTK tanah: 23
127 me/100g, Mg: 5
-
-
40 me/100g, dengan
7 me/100g, pengekstrak
51 me/100g, dan pH: 7.8
-
8.0.
Berdasarkan berbagai hasil penelitian di atas, bila dibandingkan dengan hasil penelitian di Cikembar, Bayah dan Cikalong, maka pada horison atas distribusi kandungan kation relatif tidak jauh berbeda dengan tanah mineral yang lain. Rendahnya basa-basa pada lapisan atas disebabkan terjadinya pencucian yang intensif di daerah tropika, yang bercurah hujan tinggi.
Pengaruh bahan induk zeolitik pada tanah
masih dapat dilacak pada horison BC dan C, yang mengandung
konsentrasi basa-basa yang lebih tinggi dibandingkan tanahtanah mineral biasa dengan tipe kation yang tertentu.
Hal
ini terutama terhadap sifat-sifat kandungan K dan Na tanah yang > 1 me/100g, termasuk sangat tinggi. Zeolit tidak stabil pada lingkungan
pedogenetik, dima-
na hasil penelitian Jacob dan Allen (1990) pada tanah Texas Trans-Pecos yang mengandung klinoptilolit, tidak didapatkan lagi mineral tersebut pada fraksi liat halus pada horison permukaan.
Hasil penelitian yang diperoleh dari analisis
komposisi fraksi liat tanah dengan diffraksi sinar-X di daerah Cikembar, Bayah dan Cikalong menunjukkan keadaan yang sama
. KTK tanah (NH40Ac, pH 7), serta jumlah muatan permanen
juga menunjukkan pola kecenderungan yang sama.
Muatan per-
manen dan KTK tanah yang nilainya meningkat dengan kedalaman pada semua pedon, jelas menunjukkan pengaruh dari bahan induk zeolitik yang terkonsentrasi pada horison bawah. Parameter indikasi lain yang penting menurut Jacob dan Allen (1990),
adalah KTK liat, adanya ketidak selarasan antara
kandungan liat dan nilai KTK yang sangat tinggi merupakan indikasi adanya mineral zeolit.
Bandingan rasio KTK NH40Ac
dibagi liat total yang lebih besar dari > 0.7 pada horison bawah menunjukkan aktifitas liat dengan kemampuan pertukaran yang tinggi.
6.3.4. Aktifitas Oksida-oksida 'IBnah Dalam proses pembentukan tanah, pelapukan akan menyebabkan hilangnya komponen tanah yang bersifat mobil dan yang tinggal merupakan komponen yang 1973).
tidak mobil (Chesworth,
Dengan meningkatnya perkembangan tanah, maka jumlah
senyawa oksida Si02, Fe203 dan A1203 akan meningkat.
Ben-
tuk-bentuk Fe dan A1 oksida bebas dalam tanah dapat dipergunakan untuk membantu interpertasi proses pedogenesis yang terjadi (McKeague dan Day,
1966).
Hasil analisis aktifitas
oksida-oksida bebas yang ada di dalam tanah disajikan pada Tabel 41. Nilai Alo, Feo dan Sio yang ditetapkan dengan menggunakan metoda amonium-oksalat pH 3.00
(McKeague dan Day,
1966) menunjukkan oksida bebas yang amorf, Ald, Fed dan Sid yang diekstrak dengan metoda DCB (Mehra dan Jackson, 1960) merupakan seskuioksida bebas dari bentuk-bentuk amorf dan kristalin. Rasio dari masing-masing bentuk oksida Feo/Fed, Alo/ Ald, Sio/Sid merupakan indeks aktifitas oksida-oksida dalam tanah.
Nilai tersebut menunjukkan pergerakan relatif atau
aktifitas unsur Al, Fe dan Si sebagai hasil proses pembentukan tanah.
Nilai perbandingan yang makin kecil menun-
jukkan bahwa kristalinitas oksida-oksida tersebut meningkat, sedangkan sebaliknya bila nilai tersebut tinggi maka banyak bahan-bahan amorf didalam tanah.
i i i
:
B S ~ K I Q ~ -Sq q?q q l q d d d d d o d o
b o o o o o
9q'e;-
o o o o d
q g q q t q ~ n -b 7mymy -q *
b b
o o o o o o o o
0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0
q q ? q q
~e;qq 0 0 0 0
d o 0 0
I ! :
*
:
q y* ya! 3 q
S S R Z d d d d
:
r ! Q ~ ~ K l D~ L ~S i* A f d o o o o o o o d d d d d d
: :
y*qqqgqq
q K l q q 4 q 1 9 P y 1 5 ". 1 5 .
0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0
i
z
:
y
b
W
0 0 0 0 0
I
o o o d d
0 0 0 0
y eqqfyqy ? q F q f
(tKl4b
0
d o o o o o o o
e r P l
0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0
0 0 0 0
: :
FqqqG gss== ;qqe
j
d o 0 0
gebqe q q q ~ e
r O l O 0
tqqq
I-
0 0 0 0 0
0 0 0 0 0
N M M O
N M M O
- 0 - 0
r
qyqlzi?
flo .-t?'? mmo doooo
Il -ol pdz zd
CqFg
'N?0?I Y- "m?
: :
3PPgz ddddd
% S f l s y
qq??
gtqq
N N N O
r
: :
q
W
S r r - r ddddd
.
*
N
r
0 0 0 0 0
O
o o 0 , o
F
ddddd
sgs%l d d d d
0 0 0 0
0 0 0 0 0
dddoo
m e m m
Good r
r
El??? t q b q 0 0 0 0
0 0 0 0
? a ? g
0 0 0 0
q8Rs
r d d d
~
S rS m ? 'N ? d.000
Dari hasil analisis oksida-oksida bebas yang diperoleh dari daerah penelitian di Cikembar pada pedon P-1, P-2 dan P-3, menunjukkan adanya peningkatan jumlah kandungan Feo, Fed dan Ald pada horison B.
Rasio
Sid --------, serta kandungan Sid menurun dengan kedalamAld
+
an tanah.
Fed Ini menunjukkan terjadinya pemindahan atau perge-
rakan Fe dan A1 dari horison diatasnya.
Pergerakan kedua
unsur-unsur tersebut terjadi bersamaan dengan proses pencucian liat (lessivage) secara mekanik, dimana air perkolasi akan membawa fraksi-fraksi halus tanah dari horison atas kehorison dibawahnya.
Hal ini dapat dilihat dengan
terjadinya peningkatan kadar liat halus pada horison B di pedon P-1 dan P-3, dan kadar liat kasar pada pedon P-2. Fe dapat dipindahkan secara kimia dalam bentuk khelat atau kompleks dengan senyawa organik atau liat.
Pengendapan
Fe dan A1 pada horison B dapat terjadi melalui proses mekanik, kimia ataupun biologis.
Dekomposisi bahan organik
pada horison atas akan menghasilkan senyawa-senyawa organik yang juga dapat mengkhelat A1 dan Fe.
Sumber-sumber Fe dan
A1 didalam tanah adalah berasal dari hasil pelapukan mineral-mineral Ferromagnesian, plagioklas, mineral liat 2:1,
serta mineral zeolit. Rasio
Sid
------Ald+Fed
serta
konsentrasi Sid
yang
nilainya
menurun dengan kedalaman, disebabkan terjadinya pemindahan A1 dan Fe kelapisan bawah sehingga Si yang tertinggal menkngkat konsentrasinya (silikasi). Translokasi liat halus yang diikuti pemindahan besi pada pedon P-1 dan P-3 maksimum dijumpai pada horison Bt3 pada P-1, dan Btz pada P-3.
Kandungan fraksi pasir yang
tinggi menyebabkan translokasi dapat berjalan dengan lebih cepat dan liat halus dapat bergerak kelapisan yang lebih dalam.
Hal ini tercermin dari rasio Fed/Ald yang nilainya
maksimum pada horison tersebut.
Pada pedon P-2 gejala
pemindahan A1 dan Fe sudah ada, akan tetapi tidak seintensif pada pedon P-1 dan P-3.
Keadaan ini disebabkan karena pro-
ses pencucian liat belum cukup banyak. Hasil analisis oksida-oksida bebas Al, Fe dan Si pada pedon P-5 dan P-6 di daerah Bayah, memperlihatkan Sid peningkatan konsentrasi Feo, Ald, dan penurunan ------- pada Ald+Fed horison B.Kandungan fraksi liat yang rata-rata tinggi pada setiap horison menyebabkan pemindahan liat berjalan sangat lambat.
Tipe translokasi yang terjadi agak berbeda dengan
didaerah Cikembar.
Konsentrasi Feo, dan Ald meningkat
dengan kedalaman, ini menunjukkan bentuk Fe amorf yang lebih banyak berperanan didalam pemindahan. Pada pedon P-4, konsentrasi fraksi amorf A1 dan Si meningkat pada horison B.
Adanya pergerakan Fe dan A1
diindikasikan oleh rasio Fed/Ald yang nilainya meningkat pada horison B. a
Pedon ini merupakan tanah yang mempunyai
tingkat pelapukan yang belum lanjut, akan tetapi sejalan dengan bertambahnya
waktu maka bahan-bahan amorf akan ber-
ubhh menjadi lebih kristalin. Pada Pedon P-7,
P-8 dan P-9 di daerah Cikalong terlihat
bahwa kandungan Fed, Alo meningkat dari horison A kehorison
B.
Rasio
Sid -------pada
ketiga pedon nilainya
menurun
pada
Ald+Fed horison B yang memberikan petunjuk adanya migrasi liat yang diikuti dengan terjadinya pemindahan A1 dan Fe. Dari ketiga daerah penelitian diketahui, bahwa konsentrasi Fe dan Si bebas terekstrak dengan dithionat serta A1 terekstrak dengan oksalat paling tinggi dijumpai pada pedon di Cikalong baik
pada P-7, P-8 dan P-9, sedangkan di daerah
Cikembar dan Bayah nilainya hampir sama.
Rasio Feo/Fed yang
nilainya kecil pada pedon P-7 dan P-8 menunjukkan derajat kristalinitas yang baik dari Fe.
Fe dan Si terdapat dalam
senyawa kristalin yang kurang mobil sedangkan A1 merupakan senyawa amorf yang aktif.
Konsentrasi Fe meningkat dengan
meningkatnya pelapukan, karena semakin banyak Fe dibebaskan kedalam tanah.
Xandungan Fe yang tinggi mempengaruhi warna
tanah yang terbentuk, ha1 ini terlihat dari warna tanah pada horison B di daerah Cikalong yang coklat gelap (10 YR 4 1 6 ) sedangkan di daerah Cikembar dan Bayah lebih pucat yaitu coklat kekuningan (10 YR
514).
Keadaan ini berkaitan dengan
aktifitas senyawa amorf Feo, Alo, Sio yang tinggi dibandingkan yang terdapat dalam bentuk kristalin.
6.4. Analisis Mikromorfologi %nab Analisis mikromorfologi tanah dimaksudkan untuk menentukan hubungan ruang antara komponen tanah yang berbeda, dalam usaha mempelajari adanya hubungan secara genetik dan fungsional diantara masing-masing komponen penyusun tanah tersebut. Contoh yang dipergunakan merupakan contoh yang tidak terganggu, yaitu contoh tanah utuh dengan orientasi yang bersangkutan secara alami di lapangan.
Proses pembentukan
tanah dapat dicirikan oleh satu atau lebih kenampakan pedologi yang spesifik, yang hanya akan dapat diidentifikasi jika diamati dengan contoh irisan tipis.
Distribusi fabrik
dtau komponen partikel-partikel penyusun tanah pada horison permukaan, akan berbeda dengan horison-horison dibawahnya. Kenampakan yang spesifik tersebut dapat dipergunakan sebagai penciri dari horison yang bersangkutan. Dari hasil analisis mikromorfologi pada pedon P-1, P-2 dan P-3 di daerah Cikembar menunjukkan bahwa pedon P-1 dan P-3 mempunyai bentuk fabrik porfirik jara-k tunggal atau jarak ganda, sedangkan pada horison Bt memiliki bentuk fabrik porfiroskelik ataupun porfiropektik, dimana butiran bahan kasar melekat pada matriks yang padat. Penampakan spesifik yang bersifat genetik yang berkaitan dengan proses pembentukan tanah pada pedon P-1 dan P3 yaitu terlihat adanya liat illuviasi pada horison Bt. Jumlah liat illuviasi dan rasio antara fraksi kasar dan
_.
-,-,?.'
. ,.
:
-
.
,
. . .,
.
-.* 3': . . .. . .i
.
, .
J,
;
-9.
.
.
. .
-_i
.
-.,
',
,
-
,
. .' ,
.~
*,.~x:s*>c~
-;g:;;$.$i
--
.. .----a .m ... . . .
1-----,
-,.. .'.
,
-.
+" -=. .
>::!.&=3p?im .,.--< . ,.k..-
.-,
,,,
y
-
:.<;'
A
.
.t.-
(
-
.-terlihat dari penampakan butiran yang lebih kasar. . r; .=p
, c%3-. $ ; I-,,i~,,aag~+~",,:~@halus merupakan plasma dengan masa dasar yang padat dan .
,
:. ,,. .:,! "t ,, <., . ...
,.$&
-
"
"
>
>,,
~ e r s iat f anisotropik dibawah mikroskop.
peteranuan:
Pada Gambar A terlihat adanya 1 (L) serta mikronodul (N), sedangke B tampak terbentuk liat insitu ( mikronodul. Kenampakan pada sin,, bersilang.
azsamp~nc
polarisas. 4
Garabar 52. .
.
.
Horison Bt-2 pada Pedon P-1 Cikembar, yang Msnunjukkan Liat Illuviasi dan Penabentukm Liat Insitu dari Pelapukan Bahan Induk. '
-
2ekstwlc ypmg katsap menyebabkan pergerar&an liat dapat . .-.
pai lapisan yang lebih dalam.
Pananpakan konssntrasf
list illuviasi yang jumlahnya banyak tenlapat di horison Bt-2 dan Bt-3 pada P-1 dan Bt-2 pada P-3. Pada horison Bt, fabrik menunjukkan adanya orientasi yang kuat dari liat illuviagi pada permukaan pori, saluran
-~ .
,
,
*
ataupun konsentrasi liat yang tercampur pada matriks sebagai pengisi diantara butiran partikel fraksi kasar.
Pada
horison Bt-2 pada pedon P-3, terlihat adanya liat illuviasf
.
yang berlapis mengisi sebagian besav dari pori . s e r t a --.-:
diandapkan pada matriks disekeliling pori.
peteransan:
Pada gambar A tantpak adanya liat illuviasi ,(L) galas vulkanik yang sebagian telah malapuk (V), serta pori (PI. Pada gambar B, liat illuviatsf (L) terdapat pada matriks disekeIil%ng p r i . PA : Xenampakan deng9.n sinar polarisasi biasa B : Kenampakan dengan sinar polarisasi
bersilang Gambar 53.
Liat Illuviasi Pada Horison Bt-2, Pedon P-3 di Daerah Ciksmbar.
Ini menunjukkan bahwa terjadinya proses pengendapan dan orientasi liat terjadi secara bertahap, dan juga adanya penghisapan liat dari bagian matriks tanah yang relatif
.t;A .-,X%>
,
.
. . . .
,
... .~.+ - ..:3
. . .......
.
Horison A rn&d.liAr
!&..y . ' Y..
.;
n A, sedangkan pada mpak melapuk menja . . . . .
Pedon P-2 masih kaya akan mineral mudah lapuk yang tampak dari penyebaran mineral dari horison A ke B.
Pada
horison A dan B banyak dijumpai pelapukan plagioklas serta
,
.
. . . .
,
... .~.+ - ..:3
. . .......
.
Horison A rn&d.liAr
!&..y . ' Y..
.;
n A, sedangkan pada mpak melapuk menja . . . . .
Pedon P-2 masih kaya akan mineral mudah lapuk yang tampak dari penyebaran mineral dari horison A ke B.
Pada
horison A dan B banyak dijumpai pelapukan plagioklas serta
---
--
\A.L
..>(L ,,
c
, > ::, ..L e.v., :,
..
~. . p.
,.
-
.
'
, ,
. .
.
, . J ~ - ... , - , . : .
- .L: 7+ . - ->+:,,.;
.
5.
...
.
,
-. . . .:
- .'$, ., ' , L
,
.
-.
).
:
..
.
.
.
... . . . , .
.,
__.>
.. -
\
, ,. . - . . :'
,\:;:.";..;'<., .
,:
.,
-
. 5
? ":',-?;. .
- .:. .;,-..... - ; .;-,..5.
.
_
.-.
A .+&*,-i:.&-.> ., . .
5 ?;,;;$$p-+&yi: * : <% <.,$, . 2: :-"; -- . ,. ' - :
-
. ." . 5.
.:.*
:i
'
.. ..x :!
:;,
-
8
.:*,Q.
'
, . '>.,>.' ,.c. . r L
.
.
'.'.
'
.
:..I.
.
- 1 .
m i k ~ d e n g k ntipe a-lterasi linier diatas permukaan mineral,
.
.
Konsentrasi plasma tampak
alterasi mineral menjadi mineral
.-
c
i.li-t disebut sebagai pedoplasma~i. Dari hasil difraksi sinar
.
k p?ga fraksi liat, mineral liat yang dominan adalah
-
.
,,2.
kaolcnit
-mengalami , .
Zeolit menurut de Kimpe dan Fripiat (1968) akan transfo m w = i menj*
-%-
g
&plinit -‘ pada lingkungan J-angs: 9q-- '"-..%.-+ i , .st. ,
3:
,
)"-,.
asam. -
-
I
-27
.
.' ;+ :. '+
*''Bayah & -+3.<
:4?n:
<
&..
Analisis mikromorfol-"a
menunjukkan kenampakan yang agak berbeda dibandingkan* *' . di cf%embat terutama pada p e ~ u nP-5 dan P-6. Pada Gambar 59 '< .:
Q
-
>
.. y:P-,.-:*:-IZ-~J 3-3$&T,I Pgtn ,
,
*Ti'--
-
-.
'8
adanya liat illuviasi . sepanjang dinding 56, terlihat , . c
pori '$ang :;yang
- ' .-
pedon P-4, P-5 Ban Is-6 daerah
terdAirntasi dengan baik dan napunyai b i a s ganda
kuat.
Pada horison B, b~rtambahnya kandungan liat
-7 F
sejalan dengan penampakan plasma yang semakin padat. Sebagian besar liat juga mengisi diantara butiran matriks . .':,.,=&yang
-E";c@, s<:d-9-
menampakan masa yang padat berwarna coklat kekuningan
r
,, ,??
r
atau kuning kemerahan.
-
Warna plasma coklat kemerahan
hematit yang terdispersi dan koloida Fe yanc
.--
-T+
-%;
, , -*.
-
/
liat atau aenyawa organik. terakumulad pada permukaan butiran tanah tersebut .+.
bg. penampakan gang %&6tropikm .
C
.-,
Plasma yang labih
padat dibandingkan haison diatasnya pada pedon P-5 dan P-6 T;&-. . telah membentuk horison argilik. Horison argilik tampak membentuk mikrostruktur subangular sampai angular blocky. channel serta beberapa chamber.
Banyak terdapat vughs dan
5
plagioklas (Pl) dan mineral opak ( 0 ) terse1 .; pada matriks tanah Liat Illuviasi Pada Horison B t - 2 , Daerah Bay?&.;: ,"
.-!f?v&p" 5-". ,.
.
_
I
-
,-
Gambar 56.
Liat Yah
Illuviasi pada Horison Bt, Pedon P-6
Ba-.
Bahan kasar terdiri dari mineral plagioklas dan kuarsa, sebagian dari plagioklas mengalaai pelapukan, yang tanpak dengan terjadinya disintegrasi mineral tersebut rnenjadi bagian-bagian yang lebih kecil. :':
Beberapa butiran kuarsa,
.
terutama yang telah retak terisi oleh bahan plasaa yang berwarna kuning kecoklatan (runiquartz) dari hidroksida Fe, Tqrdapat skeleton mineral opak yang berukuran debu &zmgaf pasir halus, distribusi mineral zirkon banyak dijuatpai path Pola distribusi bahan kasar dan halus
horison B dan C.
adalah porf irik terbuka pada horison atas, dan parphyropek-
%, .
tik terutama pada horison Bt. Bahan tuPa merupakan matriks yang dominan pads norison BC dan C.
Tufa vulkanik sebagian lagmperlihatkan terjadinya
pelapukan yang menghasilkan konsentrasi matriks berwarna cuoklat kekuningan dengan fabrik masepik plasmik. Pada horison permukaan (A) pedon P-4 terlibat adanya sentrasi plasma yang lebih padat, yang menunjuWEan adanya
--
akumaulasi bahan halus atau liat yang lebih banyak,
-
Ini
atfmunjukkan terjadinya pelapukan yang intensif pada horison tersebut. Translokasi liat pada horison B belum menceraninkan tsrbentuknya horison argilik.
Penarepakan spesifik yang _lain.
adalah plasma segregasi Bari oksida Fe yang Bmrwatna laera%,. yang selanjutnya pada pro es pc 'crmborngan t membentuk nodul.
I
Keteranaan:
Plasma segregasi dari Fe (S) yang tersebar pada matriks. P = pori. Kenampakan dengan sinar polarisasi bersilang
Gambar 57.
Horison Ap pada Pedon P-4, di Daerah Bayah
'-,
geteranuan:
Pada gambar A tampak adanya akumulasi liat (L) dalam bentuk embedded grain kutan disekeliling butiran dari nodul (N). Mikronodul tersebar pada natriks (gambar B) Terdapat mineral kuarsa (K) dan plagioklas (Pi) Kenampakan pada sinar polarisasi bersilang
.
Gambar 58.
Liat llluviasi pada Daerah Cikalong.
horison Bt, Pedon P-7, di
1 -
Li) mengisi pori (P) an laatriks (gambar B). Terdapat mineral opak, kuarsa (K) dan plagioklas (Pi) pada matriks serta mikronodul (M) A = Kenampakan pada sinar polarisasi biasa B = Kenampakan pada sinar polarisasi bersilang Gambar 59.
Liat Illuviasi
pada
Horison Bt, Pedon P-8, di
Liat illuviasi (Li) yang mengisi sepanjang dinding s a l u r a n ( g a m b a r A) s e r t a m a t r i k s disekeliling saluran (gambar B). Pada gambar B menunjukan terjadi pengendapan Fe disepanjang pori sncara .Ls-- hypocoating diatas plasma liat halus .' -'
Liat Illuviasi Daerah Cikalong
pada
horison Bt Pedon P-9, di
Bahan kasar terdiri dari debu sampai pasir halus pada b.;
"
horison bawah.
Terdapat distribusi mineral plagioklas,
kuarsa serta mineral opak dalam jumlah relatif masih.banyak
dari horison
sampai C.
Keadaan butiran mineral tampaknya
banyak yang masih segar.
Sebagian plagioklas pada horison A
A
dan B, mengala&
alterasi menjadi bahan matriks yang halus
yang terorientasi disekeliling zona pelapukan.
Kuarsa dan
plagioklas sebagian mengisi rongga-rongga bekas akar tanaman. Penampakan spesifik yang lain adalah mikronodul ataupun nodul yang terdiri dari Fe oksida yang tersebar pada seluruh horison. Dari hasil pengamatan mikromorfologi tanah, pada irisan tipis terlihat adanya hubungan yang erat antara penampakan morfologi tanah -dengan sifat fisik, kimia dan komposisi mineral tanah, terutama mineral liat.
Perbedaan morfologi
pada setiap horison dari lapisan atas kelapisan bawah, dapat menunjukkan proses pembentukan tanah yang sedang berlangsung.
Penampakan pedologi yang merupakan hasil bentukan
spesifik selama proses pembentukan tanah terjadi karena adanya pelapukan kimia pada masa lalu, atau masih berlangsung pada saat sekarang.
Perubahan warna matriks tanah pada
setiap horison merupakan penciri dari komposisi senyawa penyusunnya, sedangkan perubahan tekstur menunjukkan adanya
.
pemindahan bahan secara vertikal. Terdapatnya horison argilik segera dapat dibedakan dari kenampakan matriks yang lebih padat dari horison diatas atau dibawahnya, karena adanya akumulasi plasma liat yang halus, serta asimilasi'liat illuviasi pada matriks.
Secara umum terdapat perbedaan kenampakaan mikromorfologi pada pedon penelitian di Cikembar, Bayah dan Cikalo'ng. Perbedaan kenampakan tersebut disebabkan adanya perbedaan konsentrasi plasma yang berkaitan erat dengan teksturnya, yaitu kandungan liat yang berbeda pada horison ataupun B.
A
Terbentuknya liat insitu yang berasal dari
pelapukan mineral, ataupun pelapukan dari tufa zeolit yang mempunyai kenampakan yang spesifik. Walaupun pedon di daerah Bayah mengandung liat yang lebih
tinggi, akan tetapi liat
illuviasi pada pedon di daerah Cikalong tampak lebih banyak jumlahnya.
Permasalahan ini sering timbul didalam
identifikasi liat illuviasi pada tanah-tanah yang bertekstur liat. Perbedaan warna plasma pada pedon penelitian di Cikalong, jelas terlihat pada kenampakan irisan mikromorfologinya yang menunjukkan terjadinya proses pelapukan yang intensif di daerah tersebut. Dari pengamatan mikromorfologi pedon di Cikembar, Bayah dan Cikalong, hanya pada pedon P-2 (Cikembar) dan P-4 (Bayah) yang tidak menunjukkan terbentuknya horison argilik walaupun penampakan adanya liat illuviasi dapat teramati. Jumlah peningkatan liat halus pada horison Bt pada kedua pedon tersebut belum dapat disebutkan sebagai horison argilik. Meningkatnya kandungan mineral liat kaolinit yang tampak
pada
hasil diffraksi sinar-X, berkaitan erat dengan
terjadinya pelapukan mineral zeolit yang mengalami transformasi menjadi mineral liat kaolinit. Demikian pula halnya mika dan plagioklas.
Penampakan spesifik yang tidak dapat
diperoleh dari penggunaan tehnik yang lain, dapat diamati dengan jelas pada identifikasi mikromorfologi.
Penampakan
tersebut dapat menerangkan proses genesis terbentuknya mineral liat pada pedon penelitian, disamping dari data-data yang diperoleh dari sifat kimia, fisik dan mineralogi. Dari uraian diatas, terlihat adanya keterkaitan antara kenampakan mikromorfoloi dengan sifat fisik dan komposisi mineral tanah.
Sifat kimia sulit diidentifikasi
akan tetapi proses-proses kimia yang telah terjadi dapat diidentifikasi dari senyawa-senyawa yang terbentuk, atau bentukan spesifik selama proses pembentukan tanah seperti warna matriks, nodul atau akumulasi senyawa-senyawa lainnya. 6.5. Genesis Mineral Liat Proses pembentukan mineral liat di dalam tanah merupakan salah satu faktor penting dalam mengevaluasi tingkat perkembangan tanah.
Yang termasuk dalam proses pedogenesis
adalah yang mencakup perubahan mineral-mineral primer menjadi mineral sekunder (liat), serta perubahan mineral liat yang satu ke jenis mineral liat lainnya. Genesis Mineral Liat Pedon Penelitian di Cikembar
Dari hasil analisis diffraktogram sinar X terhadap bahan induk zeolit di daerah Cikembar, menunjukkan bahwa komposisi mineral liat batuan tersebut mengandung mineral
zeolit tipe mordenit, klinoptilolit, mineral liat montmorilonit, mika serta mineral silika yang lain yaitu kuarsa dan plagioklas. Hasil analisis diffraktogram terhadap fraksi liat tanah pada horison BC pada pedon P-1, P-2 dan P-3 memperlihatkan komposisi mineral yang hampir sama dengan bahan induknya. Pada horison tersebut telah dapat diidentifikasi terbentuknya mineral liat kaolinit yang tidak dijumpai pada bahan induknya, dan berkurangnya jumlah mineral zeolit yang dicirikan oleh intensitas puncak diffraksi yang lebih pendek dari puncak diffraksi pada bahan induknya.
Terdapatnya
mineral liat montmorilonit dan illit merupakan mineral yang diwariskan dari bahan induk zeolitik.
Mineral tersebut
terdapat di dalam sedimen yang terbentuk bersama-sama dengan pembentukan zeolit melalui proses diagenesis. Pada horison Btl profil P-1, dan Btl profil P-3, hasil diffraktogram menunjukkan berkurangnya jumlah mineral liat 2:1, zeolit ataupun plagioklas dari pada horison di bawahnya
.
~ a n d u n ~ amineral n plagioklas yang tinggi pada fraksi pasir, ternyata pada fraksi liat tanah jumlahnya relatif sedikit.
Ini menunjukkan terjadinya pelapukan yang intensif
terhadap mineral tersebut. Hasil diffraktogram
memperlihatkan bahwa mineral liat
kaolinit yang dominan, ini membuktikan bahwa hasil pelapukan mineral-mineral tersebut di dalam proses pembentukan tanah
adalah kaolinit. Montmorilonit dalam lingkungan masam akan dapat segera mengalami transformasi menjadi kaolinit.
Transformasi
dimulai dengan terjadinya pencucian kation-kation basa dan sebagian Si dan A1 dengan mempertahankan strukturnya yang berlapis.
Mula-mula A1 yang dilepaskan akan membentuk poli-
mer Al-hidroksida, dan masuk ke dalam ruang antar lapisan montmorilonit.
Al(OH)3 yang terbentuk kemudian dapat mena-
rik lembar Si tetrahedra dari montmorilonit dan bergabung menjadi struktur kaolinit yang terdiri dari satu lembar (Al(OH)3 dan satu lembar Si04.
Dalam transformasi smektit
ke kaolinit melalui proses pedogenetik ini, diikuti pula oleh proses ferralisasi serta dilepaskannya kation-kation Mg dan Ca ke dalam larutan tanah (Grim, 1968)
.
Transformasi zeolit menjadi mineral sekunder kaolinit menurut de Kimpe dan Fripiat (1968), Fripiat dan Herbillon (1971), dimulai dengan pembentukan hidrogen zeolit (Hzeolit) melalui proses dekationisasi.
Proses ini merupakan
penghilangan kation-kation basa yang diakibatkan oleh pencucian yang terjadi atau reaksi pertukaran basa-basa di dalam tanah.
Sifat asam dari molekul air yang teradsorpsi
terutama pada lingkungan pH < 5 pada permukaan, akan mempercepat pemutusan rangkaian Si-0-A1 menjadi gugus Si-OH (silanol) dan terjadinya pelarutan dari Al.
Tetrahedral
aluminium pada zeolit tidak stabil pada kondisi tersebut sehingga lambat laun pelepasan A1 akan makin banyak terjadi
(dealuminasi)
.
Terjadinya hidrolisis, menyebabkan berubahnya angka koordinasi A1 dari 4 menjadi berkoordinasi 6.
Proses ini
selanjutnya menyebabkan dislokasi dari A1 dan fragmentasi ikatan A1-0-Si.
Polimerisasi masing-masing dari ikatan
tersebut menjadi struktur yang lebih terkoordinasi dengan gugus silanol, akan menghasilkan mineral kaolinit. Ini dibuktikan oleh Olaszi, Cisikos dan Janossy (1982), pada kedalaman tanah 40 cm dari permukaan, dari daerah Tokaj Hill (Hongaria) dijumpai sebagian besar kristal zeolit telah mengalami kerusakan dengan bentuk yang hampir sama dengan bentuk kristal zeolit hasil pengasaman. Menurut Sherman (1984), zeolit stabil pada lingkungan alam yang mempunyai pH 6-10, sedangkan pada pH tanah < 5 zeolit akan lebih cepat melapuk karena terjadinya hidrolisis.
Penelitian Carland dan Aplan (1988) menunjukkan pada
air yang bersifat masam (pH 4) sebagian besar kation Na dan Si zeolit akan larut, sedangkan K dan Fe larut dalam jumlah sedang, Ca dan A 1 dalam jumlah yang sedikit pada zeolit erionit.
Stabilitas zeolit pada larutan asam (pH 0.75
-
5)
diketahui mordenit > klinoptilolit > erionit > khabasit. Struktur kristal zeolit akan mengalami dekomposisi pada lingkungan masam. Pada analisis mikromorfologi terutama pada horison BC terlihat adanya transformasi zeolit menjadi mineral liat yang dicirikan dengan terbentuknya plasma pada permukaan
tufa zeolit dengan orientasi yang berbeda dengan matriks di
.
bawahnya (pedoplasmasi)
Sifat-sifat lain ter.utamasifat fisik dan kimia tanah yang mendukung terbentuknya mineral kaolinit, adalah lingkungan tanah pada pedon di Cikembar memiliki pH tanah yang agak masam yang tidak memungkinkan terbentuknya mineral liat 2:l.
Jumlah basa-basa Ca, Mg, K dan Na yang relatif rendah,
nilai KTK tanah yang menurun pada horison permukaan demikian juga halnya dengan muatan permanen tanah, dan meningkatnya muatan tergantung pH.
Daya memegang air yang rendah semua-
nya merupakan indikasi terbentuknya kaolinit.
Zeolit dan
mineral liat 2:l mempunyai kemampuan memegang air yang cukup tinggi. Kaolinit pada pedon penelitian dapat juga terbentuk dari mineral golongan mika.
Pembentukan kaolinit dari mika
cepat terjadi pada daerah dengan pH agak masam (4.9-5.2) dan pencucian yang intensif.
Grant (1964) dan Mitzuda (1960)
mengemukakan bahwa alterasi biotit menjadi kaolinit dipengaruhi oleh kemasaman tanah.
Alterasi tersebut tampak pada
contoh irisan tipis dari Pedon P-2. Transformasi biotit dimulai dengan larutnya Fe dan Mg pada lembar oktahedra, yang diikuti oleh hilangnya K pada antar lapisan.
Tahapan ini di dalam tanah dapat dicirikan
dari lembar biotit yang menjadi tidak berwarna.
Tahap se-
lanjutnya terjadi fregmentasi dari struktur biotit, karena ikatan strukturalnya melemah dengan terjadinya pelarutan
kation dari oktahedranya.
Disintegrasi ini akan meng-
hasilkan A1 dan Si yang dapat mengalami rekristalisasi menjadi kaolinit (Ojanuga, 1973). Pembentukan kaolinit dari mineral non layer silikat terutama berasal dari mineral golongan feldspar.
Hilangnya
kation-kation basa dan sebagian Si serta A1 karena pencucian yang kemudian bersenyawa dengan OH ataupun HZO, akan menghasilkan haloisit melalui fase koloid yang amorf. Haloisit merupakan mineral yang metastabil, dimana mineral tersebut selalu mempunyai kecenderungan mengalami transformasi menjadi kaolinit.
Transformasi haloisit menjadi
kaolinit merupakan proses yang spontan, akan tetapi berapa lama ha1 tersebut terjadi belum ada data yang jelas.
Bila
terjadi pencucian lebih lanjut dan semua silika hilang, maka akan terbentuk mineral gibsit yang berasal dari polimer A1 (OH)3 .
Gibsit tidak teridentifikasi pada semua pedon
penelitian di Cikembar. Genesis Mineral Liat Pedon Penelitian di Daerah Bavah
Komposisi mineral dari batuan induk zeolitik di daerah Bayah, terdiri dari zeolit tipe mordenit, klinoptilolit, mineral liat montmorilonit, sedikit mika serta kuarsa dan plagioklas. Secara umum komposisi mineral liat dari pedon P-4, P-5 dan P-6 dari Bayah hampir sama dengan pedon dari daerah Sukabumi.
Pada pedon P-4 yang tampak menyolok adalah jumlah
mineral zeolit yang dijumpai masih cukup banyak di horison
bawah (horison C), menjadi sangat berkurang jumlahnya pada horison B.
Hal ini ditunjukkan oleh hilangnya puncak 9 . 1 2 ~ ~
dari mordenit pada horison C yang diikuti meningkatnya intensitas puncak diffraksi dari mineral liat kaolinit pada horison di atasnya. Terbentuknya kaolinit pada horison atas yang jumlahnya lebih banyak dibandingkan horison di bawahnya, merupakan indikasi dari pembentukan mineral tersebut selama proses pembentukan tanah.
Berdasarkan data sifat kimianya, KTK
tanah dan KTK liat pada horison permukaan jauh lebih rendah dibandingkan horison bawahnya. Tekstur tanah di daerah Bayah yang lebih berliat, tampaknya menyebabkan permeabilitas tanah lambat.
Pergerakan .
air di dalam pedon akan mempengaruhi tingkat pelapukan yang terjadi.
Pencucian kurang intensif dan pembentukan mineral
liat relatif terhambat.
Keadaan mineral lainnya sama dengan
pedon di Cikembar. Genesis Mineral Liat Pedon Penelitian di Daerah Cikalong Komposisi mineral dari batuan induk zeolitik di daerah Cikalong terdiri dari mineral zeolit tipe mordenit yang dominan, klinoptilolit, montmorilonit
sedikit mika, mineral
kuarsa dan plagioklas. Komposisi mineral liat tanah dari pedon P-7, P-8 dan P9 dari daerah Cikalong tidak berbeda dari dua daerah
penelitian yang lain.
Selain interstratifikasi mineral liat
illit dan smektit, dijumpai adanya mineral liat kaolinit
dalam jumlah yang cukup banyak dan zeolit yang sangat sedikit. daerah
Mineral liat montmorilonit seperti halnya di
penelitian yang lain adalah berasal dari bahan induk
zeolitik. Tidak dijumpainya lagi kuarsa pada komposisi mineral liat tanah menunjukkan proses pelapukan yang sangat intensif.
Kuarsa dalam fraksi liat kurang tahan terhadap
pelapukan.
Hal lain yang menunjukkan terjadinya pelapukan
yang intensif terutama pada pedon P-7, dan P-8 di Cikalong, adalah jumlah kaolinit yang terbentuk paling banyak dibandingkan kedua daerah yang lain.
Tidak dijumpainya lagi
puncak-puncak diffraksi mineral zeolit pada horison Bt pada P-7, P-8 dan P-9, merupakan petunjuk terjadinya . pelapukan yang berjalan relatif cepat.
Hal ini dimungkinkan, karena
permeabilitas tanah yang dapat menunjang pencucian yang intensif; letak topografi yang relatif datar; dan tekstur yang berlempung menyebabkan pergerakan air tidak terlalu terhambat dibandingkan di daerah Bayah. Dari uraian di atas, beberapa ha1 yang dapat diketahui adalah bahwa pada ketiga daerah penelitian mempunyai komposisi mineral liat yang tidak begitu berbeda dengan komposisi masing-masing batuan induknya.
Pelapukan yang terjadi
menyebabkan jumlah mineral zeolit sangat berkurang terutama pada horison B.
Pelapukan mineral liat montmorilonit,
zeolit dan plagioklas akan dapat menghasilkan mineral liat kaolinit.
6.6. Penilaian Tingkat Perkembangan 'I)anah Tingkat perkembangan tanah ditentukan berdasarkan sifat morfologi dan genesis tanah.
Secara morfologi ditetapkan
berdasarkan kelengkapan horison-horison genetik serta kedalaman solum, sedangkan secara genesis ditetapkan berdasarkan tingkat pelapukan baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Pada tanah yang telah lanjut tingkat perkembangannya, akan memiliki solum yang lebih dalam dan differensiasi horison B yang lebih komplek.
Horison B merupakan horison akumulasi
dari bahan-bahan yang berasal dari atasnya. Diantara pedon penelitian di daerah Cikembar, pedon P-2 memiliki solum paling dalam, sedangkan P-1 dan P-3 memiliki kedalaman solum yang hampir sama.
Faktor lain yang juga
menentukan tingkat perkembangan tanah adalah differensiasi horison B, dan ketebalan horison illuviasi. Pada pedon P-1 dan P-3, akumulasi liat pada horison B telah memenuhi syarat sebagai horison argilik, sedangkan pada P-2 adalah horison kambik.
Berdasarkan ketebalan hori-
son illuviasi, maka horison illuviasi pada pedon P - 1
(62
cm)
lebih tebal dibandingkan P-3 (44 cm). Kemiringan lereng yang besar, akan mempengaruhi aktifitas air pada permukaan tanah. Air yang meresap kedalam tanah akan menyebabkan pembentukan horison-horison tanah. Air yang jatuh diatas permukaan tanah pada lereng yang curam akan menjadi aliran permukaan dan sedikit yang meresap kedalam profil, sehingga perkembangan tanah terhambat.
Keadaan ini tampak pada pedon P-2 yang
terlihat pada puncak lereng dengan kemiringan 62 persen. Di daerah penelitian Bayah, berdasarkan kriteria yang te'lah dikemukakan, pada pedon P-5 dan P-6 telah terbentuk horison akumulasi liat, dan dapat digolongkan sebagai horison argilik, sedangkan pada P-4 horison kambik.
Ketebalan
horison illuviasi pada P-5 (38 cm) lebih tebal dibandingkan P-6 (36 cm).
Letak pedon P-4 pada topografi puncak bukit
yang mempunyai lereng makro dengan kemiringan 34 persen menyebabkan perkembangannya terhambat. Dari hasil deskripsi di atas maka pedon P-5 lebih berkembang dari pada P-6, sedangkan pedon P-4 merupakan tanah yang baru berkembang. Pedon P-7, P-8 dan P-9 di daerah Cikalong memiliki kedalam- an solum yang hampir sama, demikian pula differensiasi horison B.
Ketiga pedon telah menunjukkan
terbentuknya horison argilik.
Berdasarkan ketebalan horison
illuviasi maka P-9 (49 cm) lebih berkembang dibandingkan P-8 (40 cm) dan P-7 (35 cm), akan tetapi berdasarkan jumlah akumulasi liat
maka dapat dikatakan pedon P-8 lebih
berkembang, kemu- dian P-7 dan P-9. Letak pedon pada lokasi yang relatif datar 5 sampai 7 persen menyebabkan jumlah air yang meresap kedalam profil akan jauh lebih banyak. Penyebab terjadinya proses translokasi adalah karena adanya pergerakan air ke bawah yang mengangkut partikel-partikel yang halus.
Pencucian pada pedon-pedon tersebut berjalan
lebih intensif dibandingkan di daerah~Bayahdan Cikembar. Letak
P-9
pada
puncak
lereng,
sehingga
walaupun
kemiringannya hampir sama, perkembangan tanahnya lebih lambat dibandingkan P-7 dan P-8. Berdasarkan penampakan morfologi, pedon penelitian di Cikalong memiliki kedalaman solum paling dangkal. Proses perkembangan tanah pada dasarnya merupakan stadium akhir dalam proses pelapukan.
Oleh karenanya nilai
indeks pelapukan dapat digunakan sebagai kriteria penilaian tingkat perkembangan tanah. Secara kuantitatif, pelapukan dapat ditunjukkan oleh beberapa parameter baik komposisi mineral fraksi pasir , sifat fisik, kimia maupun komposisi mineral liat tanah.
Secara Mineralogi Dari segi mineralogi, tingkat pelapukan dapat dinilai dari jumlah mineral yang mudah lapuk, nisbah kuarsa terhadap feldspar dari fraksi pasir, jumlah mineral opak dan mineral paling mudah lapuk dari fraksi berat.
Semakin lanjut
tingkat pelapukan, maka jumlah mineral mudah lapuk semakin sedikit dan mineral hasil pelapukan meningkat. Hasil perhitungan total mineral mudah lapuk pada pedon penelitian di Cikembar, menunjukkan jumlah mineral mudah lapuk pada pedon P-2 relatif paling banyak (89.1), sedangkan pada pedon P-1 (73.1) dan P-3 (71.4) hampir sama. Letak pedon P-1 dan P-3 pada topografi landai dan memiliki tekstur yang agak kasar, sehingga mempercepat pergerakan air di dalam profil tanah dibandingkan pada pedon P-2, akan mempercepat pelapukannya.
Komposisi mineral pada
ketiga pedon
relatif tidak berbeda, jumlah mineral kuarsa
pada pedon P-1 dan P-3 yang lebih tinggi dari P-2, menunjukkan bahwa pedon tersebut mempunyai tingkat pelapukan yang lebih lanjut. Komposisi mineral liat di daerah Cikembar didominasi oleh mineral kaolinit.
Dari hasil diffraktogram diketahui
bahwa jumlah kaolinit yang terbentuk serta derajat kristalinitasnya pada pedon P-1 dan P-3 menunjukkan jumlah yang lebih banyak dengan kristalinitas yang baik, dibandingkan pedon P-2. Di daerah penelitian Bayah, jumlah mineral mudah lapuk pada pedon P-6 lebih tinggi dibandingkan P-5 dan P-4. Letak pedon P-4 memungkinkan terjadinya pencucian yang lebih intensif.
Tingkat pelapukan masing-masing pedon bila dili-
hat dari komposisi mineral liatnya, maka pelapukan pada pedon P-5 lebih intensif dibandingkan P-4 dan P-6.
Tekstur
tanah yang lebih berliat di daerah Bayah menyebabkan permeabilitas tanah lambat.
Pergerakan air menjadi sangat lambat
sehingga drainase tanah kurang baik.
Tingkat pelapukan di
Bayah bila dilihat dari jumlah liatnya tergolong sudah lanjut, akan tetapi proses perkembangan tanahnya terhambat. Mineral liat kaolinit yang terbentuk mempunyai derajat kristalinitas yang kurang baik. Ketiga pedon yang diteliti di Cikalong P-7, P-8 dan P-9 menunjukkan jumlah mineral mudah lapuk yang hampir sama, akan tetapi dari jumlah mineral kuarsa yang dibebaskan dari
bahan induk ke dalam tanah dapat diketahui bahwa P-8 lebih terlapuk dari pada P-7 dan P-9.
Pedon P-9 relatif lebih
muda diantara ketiga pedon tersebut. Hasil diffraktogram sinar X memperlihatkan jumlah mineral kaolinit yang terbentuk pada pedon P-7 dan P-8 lebih banyak dibandingkan pada P-9.
Berdasarkan intensitas puncak
diffraksinya P-8 menunjukkan derajat kristalinitas yang paling baik, sehingga dapat disimpulkan P-8 lebih terlapuk diantara ketiga pedon di Cikalong, kemudian P-7 dan P-9. Perkembangan tanah pada P-8 lebih lanjut dibandingkan P-7 dan P-9.
Secara Fisik Perbedaan tingkat pelapukan dapat ditunjukkan pula oleh perubahan fisik dari fraksi-fraksi tanah, yaitu kadar debu halus, debu total, liat haluslliat total.
Indeks pelapukan
tersebut disusun atas dasar asumsi bahwa pada proses pelapukan, fraksi debu semakin berkurang, sedangkan fraksi liat akan semakin bertambah banyak. Van Wambeke (1962) menggunakan parameter sifat fisik, rasio debu haluslliat total sebagai indeks pelapukan. Indeks pelapukan berdasarkan sifat fisik pada pedon penelitian di Cikembar menunjukkan, pedon P-3 lebih terlapuk, kemudian P-1, dan yang kurang terlapuk adalah P-2 (Tabel 42). Jumlah akumulasi liat halus pada horison B paling tinggi, serta rasio debu haluslliat total paling rendah. Ini memberikan petunjuk bahwa pedon P-3 mempunyai tingkat
pelapukan yang lebih lanjut. Tabel 42.
Pedon
Indek Pelapukan Tanah Berdasarkan Sifat Fisik pada Pedon Yang Diteliti (rata-rata pada horison B)
Debu -------------
Liat -------------
Halus
Halus
Total
..........
(%)
Total
...........
DHI Liat
Dl Liat
.....
(rasio)
Cikembar P-1 9.39 12.87 P-2 P-3 5.30
37.10 37.44 28.34
25.97 9.65 30.06
33.48 21.74 37.63
0.31 0.64 0.14
1.23 2.08 0.75
Bavah P-4 P-5 P-6
17.34 13.65 14.06
56.08 42.53 57.40
21.45 44.59 24.53
40.07 53.97 38.29
0.43 0.25 0.40
1.40 0.78 1.36
Cikalonq P-7 14.72 15.92 P-8 P-9 9.85
37.85 36.93 29.66
30.65 43.43 12.12
40.36 54.32 19.48
0.37 0.29 0.50
0.95 0.68 1.52
LHI Liat
Diantara ketiga pedon penelitian di Bayah, berdasarkan nilai indeks pelapukan pada Tabel 42, pedon P-5 menunjukkan jumlah liat halus, serta rasio liat haluslliat total paling tinggi kemudian pedon P-6 dan P-4. Peningkatan kadar liat halus pada horison B mencerminkan tingkat pelapukan yang lebih lanjut yang sejalan dengan proses perkembangan tanah. Di daerah penelitian di Cikalong, ketiga pedon P-7, P-8 dan P-9 telah menunjukkan peningkatan kandungan liat pada horison B.
Berdasarkan angka indeks pelapukan, diketahui
bahwa pedon P-8 lebih terlapuk lanjut, kemudian P-7 dan P-9. Jumlah kandungan liat horison B pada pedon P-9 relatif paling rendah diantara semua pedon yang diteliti.
Secara Kiia Sifat kimia yang erat hubungannya dengan tingkat pelapukan adalah sifat muatan permukaan, yang ditunjukkan oleh kapasitas tukar kation, muatan permanen dan muatan tergantung pH.
Pelapukan cenderung akan mengakibatkan hilang-
nya kation-kation yang terjerap dan digantikan oleh ion hidrogen.
Makin lanjut tingkat pelapukan tanah maka
kompleks jerapan akan makin banyak ditempati oleh ion,'H
pH
tanah cenderung semakin rendah serta diikuti oleh makin tingginya aluminium yang dapat dipertukarkan.
Muatan ter-
gantung pH akan cenderung meningkat, sedangkan jumlah muatan permanen akan menurun. Dalam proses pembentukan tanah, pelapukan menyebabkan hilangnya komponen tanah yang bersifat mobil dan yang tinggal merupakan residu yang terbentuk selama pelapukan. Pembentukan fraksi liat akan membebaskan sejumlah Fe kedalam tanah, pergerakan besi yang tercuci dari horison atas ke lapisan di bawahnya akan menghasilkan horison akumulasi Fe. Jumlah oksida bebas di dalam tanah dapat membantu identifikasi proses genesis yang terjadi.
Tabel 43 menunjukkan
bahwa pedon P-1, diantara ketiga pedon penelitian di Cikembar mempunyai tingkat pelapukan lebih lanjut, kemudian P-3 dan P-2.
Di daerah Bayah pedon P-5 mempunyai tingkat
pelapukan yang lebih lanjut kemudian pedon P-4 dan P-6. Sedangkan di daerah Cikalong pedon P-7 yang mempunyai tingkat pelapukan lebih lanjut kemudian P-8 dan P-9. Tabel 43.
Pedon
Indeks Pelapukan Tanah Berdasarkan Sifat Kimia dari Pedon Yang Diteliti (rata-rata horison B)
Muatan Permanen
---------------
Muatan Tgt pH
~ a s a ~ Al-dd PH
...(me/lOOg). ..
Fe203 ---------Debu Halus
Cikembar P-1 P-2 P-3 Bavah P-4 P-5 P-6 Cikalonq P-7 P-8 P-9
Berdasarkan data-data yang dikemukakan, untuk daerah penelitian di Cikembar, pedon P-1 mempunyai tingkat perkembangan lebih lanjut.
Walaupun tampaknya P-1 dan P-3
mempunyai tingkat perkembangan yang hampir sama, akan tetapi kalau ditinjau dari keadaan sifat kimianya maka P-1 lebih berkembang dibandingkan P-3.
Perkembangan tanah pada pedon
P-2 lebih terhambat.
Pada daerah penelitian Bayah, dapat dikatakan bahwa pedon P-5 berkembang lebih baik dibandingkan pedon P-6, dan pedon P-4 mempunyai tingkat perkembangan yang belum lanjut.
Di daerah penelitian Cikalong, pedon P-8 mempunyai tingkat perkembangan yang lebih lanjut, yang kemudian di- ikuti pedon P-7 dan P-9. Bila kita tinjau secara umum dari ketiga daerah penelitian maka dapat diketahui bahwa bahan induk tanah yang berasal dari batuan zeolitik pada ketiga daerah tersebut mempunyai jumlah dan komposisi mineral yang berbeda.
Lokasi
batuan zeolitik yang terletak pada keadaan topografi yang bergunung menyebabkan pemilihan lokasi pengambilan contoh profil terletak pada posisi yang berbeda-beda pada setiap daerah penelitian.
Faktor-faktor diatas menyebabkan kesu-
litan untuk dapat membandingkan tingkat perkembangan dari ketiga daerah penelitian, sehingga pembandingan hanya dilakukan untuk setiap daerah penelitian.
Perkembangan
tanah di daerah Cikalong tampaknya terhambat, yang dicerminkan oleh kedalaman solum yang relatif dangkal maupun ketebalan horison illuviasi yang tipis walaupun berdasarkan tingkat pelapukannya tergolong lanjut. Solum yang dangkal ini mungkin disebabkan bahan induk zeolitik di daerah Cikalong yang mengandung kation Na yang cukup tinggi, dapat menyebabkan kehilangan tanah melalui terjadinya peptisasi pada waktu musim hujan.
Solum yang dalam pada pedon-pedon
penelitian di Cikembar, dapat diterangkan karena bahan induk zeolitik di daerah tersebut memiliki tekstur yang lebih kasar.
Tekstur batuan yang kasar akan lebih mudah terlapuk,
karena porositasnya yang lebih tinggi akan lebih mudah
ditembus oleh air, sehingga proses pelapukan kimia berjalan lebih cepat.
Proses perkembangan tanah yang relatif lambat
tampak di daerah penelitian Bayah.
Teksturnya yang halus
menyebabkan proses pencucian berjalan sangat lambat, dan proses perkembangan tanah relatif lebih terhambat. 6.7. K l a s i f i i i %nah
Hasil pengamatan dari lapangan serta analisis sifatsifat fisik dan kimia di laboratorium menunjukkan, bahwa pedon P - 1
(Cikembar) termasuk ke dalam Order Ultisol.
Mempunyai horison argilik mulai kedalaman 33 cm dan kejenuhan basa jumlah kation < 35 %, pada titik di atas kontak paralitik.
Tidak mempunyai sifat aquik, kandungan C-organik
pada 15 cm teratas dari horison argilik 0.54 %, pedon tidak dimasukkan sub order Humult.
menyebabkan
Pedon P-1 masuk ke
alam sub order Udult, karena mempunyai regim kelembaban udik.
Pedon ini termasuk ke dalam great-group Hapludult. Kemudian pedon tidak termasuk sub-group Ruptik-Lithik-
Entik Hapludult, karena tidak adanya kontak litik pada kedalaman 50 cm di bawah permukaan tanah, dan horison argilik tidak terputus lapisan batuan.
Tidak mempunyai kontak litik
pada kedalaman 50 cm, sehingga tidak termasuk sub group Lithik Hapludult.
Tidak dijumpai rekahan tanah lebar 1 cm
atau lebih dan panjang paling tidak 30 cm di beberapa bagian pada kedalaman 50 cm, sehingga tidak tergolong sub group Vertik Hapludult.
Tidak termasuk Psammentik Hapludult
karena mempunyai horison argilik dengan tekstur lebih halus
-.
dari pasir halus berlempung.
Tidak mempunyai kelas ukuran
butir berpasir, tidak mempunyai karatan yang mempunyai value 4 atau lebih dan khroma < 2 pada keadaan basah.
Tidak mem-
punyai horison Ap yang mempunyai warna value < 3 (lembab) dan value < 5 (kering), tidak mempunyai horison argilik dengan ketebalan 2 5 cm atau kurang.
Pedon P-1 termasuk sub
Hawludult. Pedon P-2 memiliki epipedon ochrik, sedangkan horison pencirinya adalah kambik yang dicirikan oleh tekstur tanah berpasir halus, pasir sangat halus berlempung atau lebih halus; telah terbentuk struktur; cukup banyak mineral amorf atau mineral liat 2:1 sehingga KTK (NH40Ac pH 7) > 16 me/ 100 g liat, atau jumlah mineral mudah lapuknya > 10 %;
terdapat proses alterasi; tidak memiliki regim kelembaban akuik; memiliki sifat-sifat yang mirip tetapi belum dapat dimasukkan ke dalam horison argilik atau spodik; tidak ada pemadasan dan cukup tebal (batas bawah horison terletak paling sedikit 25 cm dari permukaan). maka pedon P-2 dirasukkan kedalam
Dari uraian di atas
order Inceptisol.
Selanjutnya pedon P-2 dimasukkan kedalam sub order T r o D e ~ tkarena tidak memiliki regim kelembaban akuik dan epipedon plaggen. perthermik.
Memiliki regim temperatur tanah isohi-
Dalam kategori great group tergolong kedalam
D Y S ~ ~ O D ~karena D ~ , memiliki kejenuhan basa (NH40Ac) < dari 50 % pada kedalaman diantara 25 sampai 100 cm.
Pedon tidak
memiliki kontak litik pada kedalaman 50 cm; tidak mempunyai
rekahan pada kedalaman 50 cm dengan lebar 1 cm atau lebih dan panjang paling tidak 30 cm; tidak memiliki sifat andik atau vitrandik, tidak memiliki kandungan C-organik dengan penurunan yang tidak beraturan; tidak memiliki karatan yang mempunyai chroma < 2 pada kedalaman 100 cm dari permukaan. Pedon P-2 dimasukkan kedalam sub group
aDvs~~oD~D~.
Pedon P-3 (Cikembar) memiliki epipedon penciri okrik dan horison argilik sehingga dikategorikan ke dalam ordo Alfisol.
Horison argilik dijumpai mulai pada kedalaman 47
cm, dan nilai KB jumlah kation > 35 % pada kedalaman 180 cm dari permukaan tanah atau langsung diatas kontak litik/ paralitik.
Pedon tersebut tidak mempunyai sifat akuik; ti-
dak mempunyai regim temperatur frigid, tidak mempunyai regim kelembaban ustik, tidak mempunyai regim kelembaban xerik. Pedon memiliki regim kelembaban udik, sehingga termasuk ke dalam order Udalf. Selanjutnya pedon tidak memiliki horison agrik, atau natrik; tidak memiliki batas atas horison argilik yang terputus dan tidak dijumpai nodul dengan diameter 2.5 sampai 30 cm; tidak dijumpai adanya lidah bahan albik, tidak memiliki fragipan.
Nilai KTK liat (NH40Ac pH 7) lebih besar dari 16
me/100 g liat pada sebagian besar horison argilik; kadar liat tidak menurun sebesar 20
%
dari maksimumnya pada
kedalaman 15 cm. Nilai KTK liat (NH40Ac pH 7) > 16 me/100 g liat pada sebagian horison argilik, tidak mempunyai kontak litik atau
paralitik pada kedalaman'l50 cm; tidak terjadi penurunan kadar liat sebesar 20 3 dari nilai maksimum dan horison argilik tidak mempunyai warna dengan hue 2.5 YR atau lebih merah dan value dalam keadaan lembab < 4.
Tidak mempunyai
horison argilik yang'mempunyai warna hue lebih dari
5
YR dan
warna value < 3.5 (lembab) dan value tidak lebih tinggi dari warna value dalam keadaan lembab.
Pedon P-3 dikategorikan
ke dalam Tvwic Ha~ludalf. Pedon P-4 (Bayah) memiliki epipedon okrik dan horison penciri kambik.
Dimasukkan ke dalam epipedon okrik karena
memiliki sifat-sifat seperti epipedon umbrik namun warnanya tidak memenuhi kriteria persyaratan.
Pedon ini dikategori-
kan ke dalam order Inceptisol, dan sub order T r o ~ e ~karena t tidak memiliki regim kelembaban akuik, epipedon plaggen, tetapi memiliki regim temperatur isohipertermik.
Kemudian
pengklasifikasian di dalam great group dimasukkan ke dalam D v s t r o ~ e ~ tkarena , memiliki kejenuhan basa (NH40Ac pH 7) < 50 % . Sedangkan pada sub group pedon P-4 tergolong ke dalam
T Y D ~ CDvstro~ewt,karena tidak memiliki kontak litik; paralitik atau petroferik pada kedalaman 50 cm; tidak memiliki sifat vertik dan andik; tidak memiliki regim kelembaban akuik dan ustik; tidak memiliki kandungan C-organik dengan penurunan yang tidak beraturan; dan memiliki KTK (NH40Ac pH 7) lebih dari 24 me/100 g liat diantara kedalaman 25 dan 100
cm .
Pedon P-5 (Bayah), dimasukkan ke dalam ordo Ulfisol karena mempunyai epipedon okrik dan horison penciri argilik. Horison argilik dijumpai mulai pada kedalaman 1 4 cm dan nilai KB (jumlah kation) < 35 % pada titik langsung diatas kontak litik atau paralitik.
~elanjutnyapedon ini dalam
tingkat sub order termasuk ke dalam Udult, karena memiliki regim kelembaban udik.
Pedon P-5 dalam great groupnya dapat
dimasukkan ke dalam Ha~ludult, karena memenuhi kriteria persyaratan seperti yang telah diuraikan pada pedon P-3, dan dalam tingkat sub-group dikategorikan sebagai T v ~ i c Ha~ludult. Pedon P-6 (Bayah), mempunyai epipedon penciri okrik dan horison bawah penciri argilik. Horison argilik dijumpai pada kedalaman 4 6 cm dan kejenuhan basa jumlah kation > 35 % pada titik/horison langsung diatas kontak litik/paralitik.
Ber-
dasarkan kriteria-kriteria persyaratan yang telah diuraikan pedon P - 6 Udalf.
termasuk ke dalam ordo Alfisol, dan sub order
Selanjutnya pada tingkat great group dapat dikate-
gor ikan ke dalam Hapludalf dan Typic Hapludalf pada tingkat sub groupnya. Di daerah penelitian Cikalong pedon P-7, mempunyai epipedon okrik dan horison penciri argilik yang dijumpai pada kedalaman 25 cm.
Kejenuhan basa jumlah kation > 35 %
pada kedalaman 180 cm dari permukaan tanah. ordo pedon P-7 termasuk ke dalam Alfisol.
Pada tingkat
Pada tingkat
sub
order dikategorikan ke dalam Udalf, karena mempunyai regim kelembaban udik. Selanjutnya berdasarkan kriteria yang telah diuraikan sebelumnya pedon P-7 pada great groupnya dapat dimasukkan ke dalam Ha~ludalf. Pedon ini tidak termasuk ke dalam sub group Aquik Lithik Hapludalf, karena tidak memiliki karatan dengan khroma 2.5 atau kurang pada 25 cm di atas horison argilik, atau pada seluruh horison argilik bila ketebalannya lebih tipis dari 25 cm.
Tidak mempunyai litik kontak pada
kedalaman 50 cm, tiadak mempunyai sifat vertik dan andik. Pedon P-7 dapat dikategorikan ke dalam T V D ~ CHa~ludalf. Pedon P-8 (Cikalong), mempunyai epipedon okrik dan horison argilik pada kedalaman 15 cm dari permukaan.
KB
(jumlah kation) > 35 % pada lapisan/horison langsung diatas kontak litik/paralitik. Alfisol.
Pedon P-8 termasuk kedalam ordo
Dalam tingkat sub order termasuk ke dalam Udalf,
karena memiliki regim kelembaban udik, dan great group Hapludalf.
Pada tingkat sub group pedon ini dikategorikan
sebagai T v ~ i cHa~ludalf,karena tidak mempunyai kontak litik antara kedalaman 50 cm dari permukaan. Pedon P-9 (Cikalong) mempunyai epipedon okrik dan horison penciri argilik.
Horison argilik dijumpai pada
kedalaman 13 cm dari permukaan, kejenuhan basa jumlah kation > 35 % pada lapisan/horison langsung diatas kontak litik/
paralitik.
Pedon ini dapat dimsukkan kedalam ordo Alfisol
dan sub order Udalf.
Selanjutnya berdasarkan kriteria yang
telah diuraikan di atas maka pedon P-9 pada tingkat great group dimasukkan kedalam Hapludalf dan pada tingkat sub group adalah T v ~ i cHa~ludalf.
6.8. Prospek Penggunaan Lahan Pengamatan di lapangan baik di Cikembar, Bayah dan Cikalong, menunjukkan bahwa deposit endapan batuan zeolitik seringkali dijumpai pada daerah-daerah yang mempunyai topografi berbukit.
Penggunaan lahan pada tanah-tanah yang
berbahan induk zeolitik di daerah Cikembar adalah kebun campuran dan semak belukar yang tidak terpelihara.
Sedangkan
di daerah Bayah dipergunakan untuk ladang, semak belukar serta kebun cengkih.
Secara visual tampaknya tanaman pada
kedua daerah tersebut tidak menunjukkan pertumbuhan yang baik.
Hal tersebut kemungkinan karena tidak pernah diberi-
kan pemupukan dan dipelihara dengan baik. Di daerah Cikalong karena terdapatnya deposit zeolit pada daerah yang relatif datar, penggunaan tanah jauh lebih intensif.
Penggunaan lahan adalah sebagai kebun campuran,
buah-buahan, sawah dan kebun kelapa dengan kondisi pertanaman yang jauh lebih baik. Apabila kita kaji dari hasil penelitian terhadap sifatsifat tanah yang diperoleh pada ketiga daerah tersebut menunjukkan, bahwa bahan induk zeolitik tidak stabil pada lingkungan pedogenik.
Menurut Baldar dan Whittig (1968)
tidak dikenal nama "tanah zeolit" di dunia ini, ha1 ini mengisyaratkan bahwa mineral tersebut cepat melapuk dan
tidak terdapat lagi zeolit dalam jumlah yang cukup tinggi di dalam tanah yang dapat mempengaruhi penamaan tanahnya. Wilding, Smeck dan Hall (1983) tidak memasukkan zeolit sebagai mineral sekunder, karena zeolit tidak stabil terhadap proses pelapukan yang terjadi di dalam tanah, terutama tanah-tanah yang bereaksi masam. Menurut Sherman (1984), zeolit stabil pada lingkungan yang bersifat netral sampai alkalin (pH 6
-
lo), Ming dan
Dixon (1986) zeolit hanya stabil pada daerah yang mempunyai intensitas pelapukan yang rendah. Hasil identifikasi mineral liat tanah menunjukkan bahwa dalam proses pelapukannya zeolit mengalami transformasi menjadi mineral liat 1:l kaolinit. . Terbentuknya mineral ini mempengaruhi terhadap sifat-sifat fisik dan kimia tanahnya. Tanah di daerah Cikembar dan Bayah pada horison atasnya tidak mencerminkan lagi adanya sifat-sifat batuan induk zeolitiknya.
Sifat-sifat spesifik dari bahan induk hanya
dapat diidentifikasi pada horison yang terletak dekat atau langsung di atas bahan induk tanah.
Jumlah kaolinit yang
meningkat menyebabkan KTK tanah yang menurun dari horison bawah ke atas, demikian pula kemampuan memegang air dan unsur-unsur hara.
Hal ini dapat ditunjukkan dari jumlah
kandungan air tersedia dan jumlah basa-basa yang dapat dipertukarkan pada daerah Bayah dan Cikembar yang cenderung meningkat pada horison bawah.
Proses pemiskinan ini diper-
cepat lagi karena letak profil pada kemiringan lereng yang
besar (Bayah f 3 0 % dan Cikembar
_+
> 40 % ) menyebabkan
pencucian lateral yang intensif. Di daerah Cikalong yang relatif datar proses pencucian lateral relatif lebih rendah, kandungan basa-basa tanah masih cukup tinggi, terutama pada horison bawah masih dijumpai kandungan basa-basa yang tinggi.
KTK tanahnya juga
tinggi > 30 me/100 g, dan jumlah air tersedia rata-rata antara 25
-
40 %.
Sifat-sifat tanah di daerah Cikalong
terutama pada horison B dan C masih menunjukkan adanya sifat bahan induk zeolitik.
Kemungkinan lain yang juga mendukung
adalah, jumlah kandungan mineral zeolit di daerah Cikalong lebih tinggi (73 % ) dibandingkan kedua daerah lainnya. Menurut Erickson dan Mortensen (1974) tanah yang berbahan induk zeolit klinoptilolit di di Utara Utah dipergunakan untuk penanaman tanaman biji-bijian. Talibudeen dan Weir (1972), mendapatkan tanah Harwell mempunyai potensi ketersediaan Ca dan K yang tinggi dari bahan induk klinoptilolitheulandit, demikian pula halnya yang didapat oleh Southard dan Kolesar (1978).
Suatu ciri yang spesifik pada tanah-
tanah berbahan induk zeolitik adalah ketidak normalan perbandingan basa-basa tanah terutama Ca dan K. Pada tanah-tanah yang diteliti pada ketiga lokasi tersebut ha1 yang sedemikian tidak tampak lagi, walaupun ge jala tersebut masih dapat dilacak pada lapisan bawah. Berdasarkan
klasifikasi tanah, tanah
di
Cikembar
dan
Bayah
tergolong kedalaman Inceptisol, Alfisol dan Ultisol, sedangkan di Cikalong adalah Alfisol.
Penggolongan ke dalam Al-
fisol apabila kita melihat sifat-sifat tanah pada horison atasnya ternyata tidak dapat mencerminkan tanah yang mempunyai potensi kesuburan yang relatif baik.
Hal ini di-
sebabkan kriteria KB jumlah kation > 35 % pada kedalaman sampai 180 c m sebenarnya terlalu dalam untuk d a p a t menggambarkan sifat tanah di atasnya.
Tanah-tanah di daerah
penelitian meskipun termasuk di dalam ordo Alfisol, akan tetapi sifat-sifat tanah yang menunjang pertumbuhan tanaman sudah kurang baik. Penggunaan lahan dari tanah-tanah yang berbahan induk zeolitik tampaknya potensial untuk pertanian bila tanahtanah tersebut terletak pada daerah yang relatif datar, sedangkan pada tanah-tanah yang letaknya pada topografi yang bergunung lebih baik dipergunakan untuk hutan lindung, atau tanaman perkebunan dengan menambahkan input yang cukup untuk pertumbuhan tanaman yang baik.
Penambahan bahan organik
dapat disarankan untuk dapat mencegah hilangnya basa-basa dari kompleks pertukaran tanah, sehingga proses pemiskinan basa-basa dapat dihambat.
Ketidak stabilan zeolit di dalam
lingkungan tanah terutama yang bereaksi masam, tentunya akan menjadi permasalahan mengenai potensi pemanfaatan batuan zeolitik sebagai bahan
pupuk penyedia lambat.
Penelitian
Anwar (1992) dengan merendam zeolit pada larutan 0.001M Kasam phthalat yang mempunyai pH 3.0, 4.0, 5.0 dan 6.0 selama
100 hari menunjukkan bahwa mineral zeolit masih tetap stabil
sampai pada pH 4.0 yang dapat dicirikan dari nilai KTK nya. Hal ini merupakan indikasi bahwa proses dealuminasi atau pelarutan A1 dari struktur zeolit tidak terjadi pada pH > 3. Kesimpulan yang sama didapatkan oleh Graham dan Southard (1983) bahwa klinoptilolit masih dapat dijumpai pada tanah
Mollisol yang mempunyai pH 5.
Zeolit relatif masih stabil
pada tanah-tanah yang agak masam, sehingga dapat disarankan aplikasinya sebagai bahan ameliorasi di dalam proses produksi pertanian ataupun sebagai bahan pemantap tanah.