III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN
1.
BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan cookies ubi jalar pada penelitian ini antara lain ubi jalar, margarin, gula halus, room butter, susu skim, garam, soda kue, serbuk kacang, vanili, air, telur, dan flavor coklat. Bahan-bahan kimia digunakan untuk analisis antara lain n-heksana, K2SO4, HgO, NaOH, CuSO4 H2SO4 pekat, Na2S2O3, H3BO3, HCl, alkohol 95%, indikator metylen blue, indikator metylen red ,dan air destilata. Alat yang digunakan untuk membuat tepung ubi jalar dan cookies ubi jalar antara lain disc mill, ayakan (80 mesh), baskom, mixer, alat cetak, loyang alumunium, timbangan, kuas kue, dan oven pemanggang. Sedangkan alat-alat yang digunakan untuk analisis antara lain texture analyzer, jangka sorong, whiteness meter, kromameter minolta, cawan alumunium, cawan porselen, gelas piala, labu erlenmeyer, sudip, gelas pengaduk, labu kjeldahl, labu soxhlet, pipet mohr, pipet tetes, bulb, neraca analitik, dan alat-alat untuk uji organoleptik.
2.
TAHAPAN PENELITIAN Dari penelitian terkait yang telah dilakukan oleh Rianti (2008), ditemukan permasalahan pada citarasa produk yaitu adanya aftertaste pahit pada cookies ubi jalar. Aftertaste pahit pada produk akhir kemungkinan berasal dari tepung ubi jalar yang digunakan. Tepung ubi jalar yang digunakan pada penelitian Rianti (2008) diperoleh dari hasil penepungan sawut ubi jalar yang dihasilkan oleh Koperasi Unit Desa (KUD) Sugimukti, Cibungbulang. Ubi jalar yang digunakan dalam penelitian merupakan ubi jalar putih varietas Emen. Ubi jalar varietas Emen merupakan ubi jalar paling baik setelah ubi jalar varietas Sukuh untuk diolah menjadi tepung ubi jalar.
Sebelum dijadikan sawut, ubi jalar mengalami penyortiran secara manual. Sawut ubi jalar Cibungbulang dibuat dengan tidak membuang bagian ubi yang rusak dan terserang penyakit jika bagian ubi yang rusak dan berpenyakit dirasa masih sedikit. Jika mayoritas bagian ubi jalar telah rusak dan berpenyakit, ubi tersebut dibuang dan tidak dijadikan bahan baku sawut. Selain itu, sawut ubi jalar Cibungbulang juga diolah tanpa melakukan pengupasan kulit. Berawal dari hal tersebut, dibuat beberapa hipotesis yang kemudian ingin dibuktikan pada penelitian pendahuluan dan penelitian lanjutan. Hipotesis tersebut yaitu : Hipotesis 1 : aftertaste pahit pada cookies disebabkan karena tepung ubi jalar dibuat dari ubi jalar yang terserang hama lanas Hipotesis 2 : aftertaste pahit pada cookies disebabkan karena tepung ubi jalar dibuat dari ubi jalar yang tidak mengalami pengupasan kulit umbi Hipotesis 3 : semakin tinggi tingkat serangan lanas, maka aftertaste pahit pada cookies ubi jalar juga semakin kuat
1. PENELITIAN PENDAHULUAN a. Analisis Fisikokimia Tepung Ubi Jalar Pada tahap pendahuluan dilakukan 4 macam perlakuan terhadap ubi jalar yang akan dibuat sawut ubi jalar. Keempat jenis perlakukan tersebut dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Jenis perlakuan pada pembuatan sawut ubi jalar Jenis perlakuan 1 2 3 4
Pembuangan bagian ubi yang boleng X √ √ X
Pengupasan kulit umbi X X √ √
Dari 4 macam perlakuan tersebut, akan dibuat tepung ubi jalar sehingga dihasilkan 4 jenis tepung ubi jalar. Diagram alir pembuatan tepung ubi jalar dapat dilihat pada Gambar 5.
ubi jalar dicuci
dilakukan perlakuan terhadap bagian ubi yang boleng dan kulit disawut
direndam dalam Na-metabisulfit 3 %, 15 menit ditiriskan dijemur dalam rumah kaca, 2 jam
dikeringkan dalam oven, 170oC, 3 jam Sawut kering
digiling dengan disc mill
diayak 80 mesh tepung ubi jalar
Gambar 5. Diagram alir pembuatan tepung ubi jalar b. Pembuatan Cookies Ubi Jalar Formulasi cookies ubi jalar yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh
dari hasil formulasi cookies ubi jalar
Rianti (2008). Rianti (2008) jalar tepilih berdasarkan mempertimbangkan
mendapatkan tahapan
faktor-faktor
trial
pada penelitian
formulasi
cookies
and error
pembentukan
tekstur
ubi
dengan sehingga
dihasilkan cookies ubi jalar dengan tekstur yang sesuai dengan standar tekstur cookies keladi. Diagram alir pembuatan cookies ubi jalar dapat dilihat pada Gambar 6.
Margarin (80 g) gula halus (45 g)
dicampur dengan mixer kecepatan tinggi, 10 menit Room butter (0,5 g)
Susu skim (10 g) dicampur dengan mixer kecepatan tinggi, 5 menit
Kacang (30 g) dicampur dengan mixer kecepatan tinggi, 2 menit
Air (30 g) vanili (0,7 g) garam (0,2 g) NaHCO3 (0,5 g)
Tepung ubi jalar (100 g) dicampur dengan mixer kecepatan rendah, 8 menit
dicetak
dioles dengan putih telur dipanggang pada 120oC, 1 jam didinginkan
Cookies ubi
Gambar 6. Diagram alir pembuatan cookies ubi jalar (Rianti, 2008)
c. Pemisahan Ubi Jalar Kedalam Kelas Mutu Tertentu Pemisahan ubi jalar kedalam kelas tertentu berdasarkan tingkat serangan hama lanas didasarkan pada banyaknya (%) bagian ubi jalar yang rusak karena hama lanas. Sebelum ubi jalar dapat dipisahkan kedalam kelas-kelas mutu tertentu, dilakukan survei lapang ke areal pertanaman ubi
jalar Cibungbulang. Penetapan kelas mutu ubi jalar berdasarkan pada hasil survei lapang yang dibuhungkan dengan literature yang mendukung. 2. PENELITIAN UTAMA Penelitian utama dilakukan dengan tujuan untuk membuktikan hipotesis 1, hipotesis 2, dan hipotesis 3. Pada tahap ini juga dilakukan pengukuran tekstur secara objektif terhadap cookies ubi jalar yang diharapkan tetap memiliki tekstur menyerupai standar, yaitu cookies keladi. Tahapantahapan pada penelitian utama yaitu : A. Identifikasi Penyebab Aftertaste Pahit Cookies Ubi Jalar Empat macam tepung ubi jalar yang dihasilkan pada tahap pendahuluan digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan cookies, sehingga akan dihasilkan 4 macam cookies ubi jalar yang selanjutnya disebut cookies 1, cookies 2, cookies 3, dan cookies 4. Cookies ini kemudian dijadikan sampel pada beberapa uji organoleptik untuk mengetahui penyebab aftertaste pahit yang ada pada cookies ubi jalar dan melihat pengaruh aftertaste pahit cookies ubi jalar terhadap tingkat kesukaan, beberapa uji organoleptik yang dilakukan yaitu : 1. Uji Pembedaan Sederhana (Simple Different Test) Cookies 1, 2, 3, dan 4 akan dijadikan sampel untuk diuji aftertaste pahitnya dengan menggunakan uji pembedaan sederhana. Uji ini dilakukan sebanyak tiga kali, yaitu antara cookies 1 dan cookies 2, antara cookies 2 dan cookies 3, dan antara cookies 3 dan cookies 4. Dengan menyamakan semua faktor mempengaruhi citarasa produk, dalam hal ini cookies ubi jalar, dari uji pembedaan sederhana ini akan diperoleh hasil mengenai pengaruh tepung ubi jalar sebagai penyebab munculnya aftertaste pahit pada cookies ubi jalar. Melalui uji ini, dapat diketahui hipotesis 1 dan hipotesis 2 dapat diterima atau ditolak.
2. Uji Ranking Sederhana dan Rating Hedonik Uji ranking sederhana merupakan metode uji organoleptik yang digunakan untuk membandingkan atribut sensori tertentu dari beberapa sampel, misalnya aftertaste pahit. Cookies 1, 2, 3, dan 4 juga akan dijadikan sampel untuk diuji tingkat aftertaste pahitnya menggunakan uji ranking sederhana. Dari uji ini dapat diperoleh data mengenai ranking masing-masing cookies ubi jalar berdasarkan tingkat aftertaste pahitnya, dari yang paling tinggi hingga paling rendah. Setelah diuji ranking sederhana, cookies 1, 2, 3, dan 4 juga diuji rating hedonik untuk mengetahui tingkat kesukaan terhadap tersebut. Dari uji ini akan diperoleh informasi mengenai skor kesukaan keempat cookies tersebut dan menetahui apakah adanya aftertaste pahit pada cookies ubi jalar mempengaruhi tingkat kesukaan terhadap cookies ubi jalar. B. Penentuan Kelas Mutu Ubi Jalar Optimum dengan Aftertaste Pahit Minimum Penentuan kelas mutu ubi jalar optimum dengan aftertaste pahit minimum diawali dengan pembuatan tepung ubi jalar dari masing-masing kelas mutu ubi jalar berdasarkan tingkat serangan hama boleng (Tabel 9). Ada 3 kemungkinan perlakuan yang akan dilakukan pada penelitian utama seperti terlihat pada Tabel 10. Tabel 10. Kemungkinan jenis perlakuan dalam pembuatan tepung ubi jalar pada panelitian lanjutan Hipotesis yang diterima 1 2 1 dan 2
Perlakuan dalam pembuatan tepung ubi jalar pembuangan bagian ubi Pengupasan kulit yang boleng √ X X √ √ √
Dari proses pembuatan tepung ubi jalar, maka dihasilkan empat jenis tepung dari masing-masing kelas mutu ubi jalar yang selanjutkan disebut tepung ubi jalar A, B, C, dan D (sesuai kelas mutunya). Keempat tepung ubi jalar ini kemudian akan dijadikan sebagai bahan baku dalam
pembuatan cookies ubi jalar. Terhadap cookies yang dihasilkan kemudian dilakukan uji rating intensitas untuk dapat menentukan kelas mutu ubi jalar optimum yang dapat digunakan sebagai bahan baku cookies tetapi dengan aftertaste pahit minimum. Uji rating intensitas dilakukan terhadap cookies dari masing-masing kelas ubi jalar, yang selanjutnya disebut cookies A, cookies B, cookies C, dan cookies D. Hipotesis 3 diterima jika terdapat perbedaan nyata terhadap aftertaste pahit antara cookies A dengan cookies B, C, dan D. Jika hipotesis 3 diterima, dari hasil uji rating intensitas akan diperoleh standar kelas maksimal yang menghasilkan cookies ubi jalar dengan tingkat aftertaste pahit yang rendah dan dapat diterima. Panelis yang digunakan dalam uji rating intensitas adalah panelis terlatih sebanyak 8 orang. C. Pengaruh Flavor Coklat untuk Mengurangi Aftertaste Pahit Cookies Ubi Jalar Uji
ranking
sederhana
dilakukan
untuk
melihat
pengaruh
penambahan flavor coklat untuk menyamarkan dan atau mengurangi aftertaste pahit pada cookies ubi jalar. Penambahan flavor coklat pada cookies dilakukan dalam beberapa konsentrasi, yaitu konsentrasi 1%, 2%, 3%, dan 4% (Pratiwi, 2008). Uji rating hedonik dilakukan terhadap cookies ubi jalar setelah dilakukan uji ranking sederhana. Panelis yang digunakan dalam uji ranking sederhana dan uji rating hedonik kali ini adalah panelis terlatih sebanyak 8 orang. D. Penentuan Tingkat Kesukaan Cookies Ubi Jalar Uji rating hedonik dilakukan terhadap cookies ubi jalar dari tepung ubi jalar yang telah mengalami penghilangan terhadap penyebab-penyebab aftertaste pahit pada cookies, dan dilakukan penambahan flavor coklat dengan konsentrasi 1%, 2%, 3%, dan 4% (Pratiwi, 2008). Panelis yang digunakan dalam uji ranking sederhana ini adalah panelis semi terlatih sebanyak 30 orang. Data hasil uji rating atribut dianalisa dengan ANOVA menggunakan uji lanjut Duncan.
E. Penetapan Standar Tekstur Cookies Ubi Jalar Setelah diperoleh cookies dengan aftertaste pahit yang rendah dan memiliki skor kesukaan yang baik, dilakukan pengukuran tekstur cookies secara objektif dengan alat Texture Analyzer TA.XT2i. Pada pengukuran digunakan jenis probe silinder. Sebelum pengukuran, dilakukan kalibrasi ketinggian probe dan setting kondisi pengukuran. Kurva hasil pengukuran tekstur cookies kemudian dibandingkan dengan kurva standar tekstur cookies keladi. Kurva standar tekstur cookies ubi jalar dibuat melalui langkahlangkah sebagai berikut : 1. Perata-rataan lima grafik hasil pengukuran masing-masing sampel 2. Membuat kombinasi gaya antara Grafik i dan Grafik j pada setiap sampel, dengan i≠j 3. Analisis regresi linier dari kombinasi gaya 4. Perhitungan koefisien korelasi dari kombinasi gaya 5. Perhitungan point matched within +/6. Perata-rataan grafik hasil pengolahan pada langkah 3, 4, dan 5.
3.
ANALISA DAN PENGUKURAN 1. Analisis Kimia a. Analisis Kadar Air Metode Oven (AOAC, 1995) Cawan aluminium dikeringkan dalam oven, didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang. Sejumlah sampel (kurang dari 5 gram) dimasukkan ke dalam cawan yang telah diketahui beratnya. Cawan beserta isinya dimasukkan ke dalam oven bersuhu 100oC selama kurang lebih 6 jam atau sampai beratnya konstan. Selanjutnya cawan beserta isi didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Perhitungan kadar air ditentukan dengan rumus : Kadar air (% b.b) =
c – (a - b) c
x 100 %
Keterangan : a = berat cawan dan sampel akhir(g) b = berat cawan (g) c = berat sampel awal (g) b. Kadar Abu (AOAC, 1995) Cawan porselen dikeringkan dalam tanur bersuhu 400-600oC, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 3-5 g sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam cawan porselen. Selanjutnya sampel dipijarkan di atas nyala pembakar bunsen sampai tidak berasap lagi, kemudian dilakukan pengabuan di dalam tanur listrik pada suhu 400-600oC selama 4-6 jam atau sampai terbentuk abu berwarna putih. Sampel kemudian didinginkan dalam desikator, dan ditimbang. (a - b)
Kadar abu (% b.b) =
c
x 100 %
Keterangan : a = berat cawan dan sampel akhir(g) b = berat cawan (g) c = berat sampel awal (g) c. Kadar Lemak Metode Soxhlet (AOAC, 1995) Labu lemak yang digunakan dikeringkan dalam oven bersuhu 100110oC, didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sampel dalam bentuk tepung ditimbang sebanyak 5 g, dibungkus dengan kertas saring dan dimasukkan ke dalam alat ekstraksi (soxhlet) yang telah berisi pelarut heksana. Refluks dilakukan 5 jam (minimum) dan pelarut yang ada dalam labu lemak didestilasi. Selanjutnya labu lemak yang berisi lemak hasil ekstrusi dipanaskan dalam suhu 100oC hingga beratnya konstan, didinginkan dalam desikator, dan ditimbang. (a - b) Kadar lemak (% b.b) =
c
Keterangan : a = berat labu dan sampel akhir (g) b = berat labu kosong (g) c = berat sampel awal (g)
x 100 %
d. Kadar Protein Metode Mikro Kjeldahl (AOAC, 1995) Sejumlah kecil sampel 1-2 gram ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu kjeldahl. Kemudian ditambahkan 1,9 gram K2SO4, 40 mg HgO, dan 2,0 ± 0,1 ml H2SO4. Sampel dididihkan selama 1-1.5 jam sampai cairan menjadi jernih. Sampel didinginkan dan ditambah sejumlah kecil air secara perlahan-lahan. Isi tabung dipindahkan ke alat destilasi dan labu dibilas 5-6 kali dengan 1-2 ml air. Air cucian dipindahkan ke labu destilasi dan ditambahkan 8-10 ml larutan NaOH-Na2S2O3. Di bawah kondensor diletakkan erlenmeyer yang berisi 5 ml larutan H3BO3 dan dua tetes indikator (campuran 2 bagian merah metil 0,2% dalam alkohol dan 1 bagian biru metil 0,2% dalam alkohol). Ujung tabung kondensor harus terendam dalam larutan H3BO3. Isi erlenmeyer diencerkan sampai kira-kira 50 ml, kemudian dititrasi dengan HCl 0,02 N sampai terjadi perubahan warna menjadi abu-abu. Penetapan blanko dilakukan dengan menggunakan metode yang sama seperti pada penetapan sampel. Kadar protein dihitung dengan menggunakan rumus : (ml HCL sampel- ml HCL blanko) x N HCL x 14.007 x 100
Kadar N (%) = mg sampel Kadar protein (% b.b) = % N x faktor konversi (6.25) e. Kadar Karbohidrat (by difference), Apriyantono et. al., 1989 Kadar Karbohidrat (% b.b) = 100% - (P + KA + A + L) Keterangan : P = kadar protein (%) KA = kadar air (%) A = abu (%) L = kadar lemak (%) 2. Analisis Fisik a. Derajat Putih Tepung, Whitenessmeter Pengukuran derajat putih tepung dilakukan dengan menggunakan alat whitenessmeter. Sampel dimasukkan ke dalam alat pada tempat yang disediakan. Nilai derajat putih dapat dilihat pada monitor dan derajat putih
sampel akan semakin tinggi dengan semakin besarnya nilai yang tercantum pada monitor. Derajat putih (%) =
derajat putih sampel x 100% 110
b. Warna (Metode Hunter) Pengukuran warna tepung dilakukan dengan menggunakan alat kromameter. Warna tepung dibaca dengan detektor digital, kemudian angka hasil pengukuran akan terbaca pada layar. Pada alat ini yang terukur adalah nilai L, a, b L = nilai yang menunjukkan kecerahan (berkisar antara 0 - 100) a = merupakan warna campuran merah-hijau a positif (+) antara 0 - 100 untuk merah a negatif (-) antara 0 - (-80) untuk hijau b = merupakan warna campuran biru-kuning b positif (+) antara 0 - 70 untuk biru b negatif (-) antara 0 - (-80) untuk kuning Pada pengukuran warna dengan kromameter diperoleh nilai Y, x, dan y, sehingga diperlukan konversi menjadi nilai L, a, dan b. Rumus konversi yang digunakan adalah sebagai berikut : Z = Y(1-(x+y))/y L = 10Y0.5 a =
b =
17.5 (1.02x-y) Y0.5 7 (Y-0.847x) Y
c. Analisis Aw Cookies Pengukuran Aw cookies dilakukan dengan menggunakan alat Aw meter. Sampel dimasukkan ke dalam alat pada tempat yang disediakan. Nilai Aw dapat dilihat langsung pada monitor setelah pengukuran selesai yang ditandai dengan munculnya tulisan “complete” pada monitor.
d. Rendemen Cookies Perhitungan rendemen tepung dilakukan dengan membandingkan bobot akhir sampel setelah diproses dengan bobot awal sampel sebelum diproses. Rendemen produk =
Berat cookies Berat adonan
x 100%
e. Analisis Profil Tekstur Cookies Menggunakan Texture Analyzer TA.XT2i Dipilih jenis probe silinder untuk mengukur tekstur sampel, kemudian probe dipasang pada alat Texture Analyzer TA.XT2i. lakukan kalibrasi ketinggian probe dan setting kondisi pengukuran. Setting texture analyzer pada pengukuran cookies dapat dilihat pada Tabel 11. Setelah dilakukan setting, sampel cookies ditempatkan pada texture analyzer, kemudian lakukan pengukuran tekstur cookies tersebut. Tabel 11. Setting texture analyzer pada pengukuran cookies Test mode Option Parameters
Triger
Unit
Measure force in compression Return to start Pre-test speed 2.0 mm/s Test speed 0,5 mm/s Post-test speed 10,0 mm/s Distance 10 mm Type Auto Force 5g Force Grams Distance Millimeters
3. Analisis Sensori (Aftertaste Pahit) a. Uji Pembedaan Sederhana Metode ini terutama digunakan ketika pengujian tidak bisa dilakukan dengan penyajian 3 sampel atau lebih. Pada uji ini, digunakan 8 orang panelis terlatih. Panelis menerima dua sampel berkode yang berasal dari sampel yang sama atau dua sampel berbeda. Panelis diminta untuk membandingkan kedua sampel yang disajikan kemudian menilai apakah kedua sampel sama atau berbeda. Pengolahan data dilakukan
menggunakan software SPSS dengan program ANOVA (Analysis of Variance) dengan metode perhitungan “chi-square”. Uji pembedaan sederhana efektif digunakan untuk membedakan karakteristik sensori antar sampel karena adanya perubahan ingredien atau proses. b. Uji Ranking Sederhana Pada uji ranking sederhana, sampel diberi kode berupa tiga digit angka acak dimana setiap panelis menerima empat sampel cookies berkode. Setiap panelis akan menerima empat sampel dengan kode, urutan penyajian, serta kombinasi penyajian yang berbeda satu dengan yang lain. Pada uji ranking intensitas ini, digunakan sebanyak 8 orang panelis terlatih. Panelis diminta untuk melakukan pengujian terhadap tingkat aftertaste pahit sampel cookies satu per satu, kemudian mengurutkan intensitas aftertaste pahit cookies ubi jalar dari yang paling tinggi hingga yang terendah (meranking). Hasil uji organoleptik dengan uji ranking sederhana juga diolah dengan program SPSS dengan uji Friedman’s. c. Uji Rating Atribut Pada uji rating intensitas panelis terlatih akan menerima empat buah sampel berkode yang merupakan cookies A, B, C, dan D. Sampel diberi kode berupa tiga digit angka acak dimana setiap panelis menerima empat sampel berkode. Digunakan sebanyak 8 orang panelis terlatih. Setiap panelis akan menerima empat sampel dengan kode, urutan penyajian, serta kombinasi penyajian yang berbeda satu dengan yang lain. Panelis diminta untuk melakukan pengujian terhadap intensitas aftertaste pahit dari keempat sampel cookies kemudian memberikan penilaiannya pada skala garis yang ada. Hasil uji organoleptik dengan uji rating intensitas diolah dengan SPPS melalui program statistik ANOVA dan apabila terdapat perbedaan intensitas aftertaste pahit terhadap sampel dilakukan uji lanjut Duncan.
d. Uji Rating Hedonik Pada uji hedonik, semua sampel disajikan secara bersama-sama dalam 1 kali penyajian. Sampel diberi kode berupa tiga digit angka acak. Setiap panelis akan menerima empat sampel dengan kode, urutan penyajian, serta kombinasi penyajian yang berbeda satu dengan yang lain. Panelis yang digunakan dalam uji rating hedonik adalah panelis tidak terlatih sebanyak 30 panelis. Penelis diminta untuk menilai dan memberi skor kesukaan pada masing-masing sampel yang diinterpretasikan melalui skala garis, dari sangat tidak suka sampai sangat suka. Pengolahan data hasil uji rating hedonik dilakukan dengan SPPS melalui program statistik ANOVA apabila terdapat perbedaan tingkat kesukaan terhadap sampel dilakukan uji Duncan sebagai uji lanjut.