BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN
3.1
Tempat dan Waktu Penelitian Pembuatan tepung tulang Jangilus, biskuit dan pengujian organoleptik
dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Industri Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Padjadjaran. Pengujian kadar kalsium, kadar air biskuit dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran. Penelitian dilaksanakan pada Bulan September sampai dengan Oktober 2013. 3.2
Alat Penelitian Alat- alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : - Timbangan digital dengan ketelitian 0,1 g untuk menimbang bahan. - Panci sebagai wadah perebusan tulang ikan. - Talenan sebagai alas untuk membersihkan dan memotong tulang ikan. - Wadah untuk tempat tulang ikan dan tepung tulang - Pisau untuk memperkecil ukuran tulang ikan. - Panci Presto untuk melunakkan tulang ikan dengan kapasitas 7 liter - Blender bumbu kering untuk menghaluskan tulang ikan. - Ayakan Tyler dengan ukuran 80 mesh. - Stopwatch untuk menghitung waktu perebusan - Thermometer, untuk mengukur suhu dengan ketelitian 0,1oC - Oven listrik untuk mengeringkan tulang ikan dan memanggang biskuit. - Mixer untuk mengaduk bahan-bahan dalam adonan biskuit. - Loyang untuk tempat memanggang dan mencetak biskuit. - Rolling pin, digunakan untuk memipihkan adonan. - Plastik wrap, untuk menutup adonan agar permukaannya tidak kering. - Lembar pengujian uji hedonik dan uji Bayes. - Piring sterofoam untuk penyajian.
17
18
3.3
Bahan Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : - Tulang Jangilus yang diperoleh dari limbah pasar ikan Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi. - Tepung terigu, air, gula, telur, mentega, susu bubuk, baking powder, dan vanili
3.4
Metode Penelitian Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode deskriptif dan
eksperimental. Metode deskriptif dilakukan untuk uji kimia, yaitu kadar kalsium dan kadar air, kemudian nilai yang didapat dibandingkan dengan Standar Nasional Indonesia (SNI). Metode eksperimental dengan lima perlakuan dan tiga kali ulangan untuk uji fisik (kekerasan). Lima perlakuan penambahan tepung tulang Jangilus berdasarkan jumlah tepung terigu, yaitu: A. Tanpa penambahan tepung tulang Jangilus B. Penambahan tepung tulang Jangilus 5% dari tepung terigu C. Penambahan tepung tulang Jangilus 10% dari tepung terigu D. Penambahan tepung tulang Jangilus 15% dari tepung terigu E. Penambahan tepung tulang Jangilus 20% dari tepung terigu Pada uji organoleptik (hedonik) menggunakan 20 orang panelis semi terlatih sebagai ulangan (Soekarto 1985), untuk mengetahui tingkat penerimaan panelis terhadap biskuit. Panelis pada penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan UNPAD yang memiliki pengalaman dalam penilaian organoleptik dan sudah mengenal produk yang diujikan. 3.5
Prosedur Penelitian Prosedur yang dilakukan dalam penelitian ini terdiri dari beberapa tahap,
yaitu meliputi pembuatan tepung tulang Jangilus, pembuatan biskuit dengan penambahan tepung tulang Jangilus dalam konsentrasi yang berbeda-beda, dan tahap pengujian.
19
3.5.1 Pembuatan Tepung Tulang Jangilus Menurut Asni (2004), tahapan pembuatan tepung tulang adalah sebagai berikut :
Tulang ikan segar yang terdiri dari bagian tulang punggung sampai tulang ekor yang sudah dipotong-potong seberat 1 kg, kemudian tulang dicuci dengan air mengalir.
Tulang ikan dikukus selama 10 menit
Tulang dibersihkan dari sisa daging yang menempel dan bagian lainnya yang tidak dibutuhkan, kemudian dicuci dengan air mengalir. Berat tulang menjadi sebesar 750 g.
Tulang ikan yang telah dibersihkan, kemudian dimasukkan ke dalam air mendidih dan direbus selama 120 menit pada suhu 1000C
Pemotongan tulang dengan ukuran 5 cm.
Potongan tulang dimasukan ke dalam panci presto dengan api besar setelah berbunyi, kemudian menggunakan api kecil selama 180 menit agar tulang ikan menjadi lunak.
Potongan tulang dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 1200C selama 35 menit.
Tulang yang sudah kering digiling menggunakan blender untuk dihaluskan menjadi tepung tulang. Berat tulang ikan menjadi sebesar 550 g
Tepung yang dihasilkan diayak dengan menggunakan ayakan Tyler dengan ukuran 80 mesh sehingga didapatkan tepung tulang ikan yang homogen sebesar 330 g. Operational Procedure (OP) Pembuatan tepung tulang ikan disajikan pada
lampiran 4 dan alur proses pembuatan tepung tulang disajikan pada lampiran 5. 3.5.2 Pembuatan Biskuit dengan Penambahan Tepung Tulang Jangilus Komposisi bahan-bahan pembuatan biskuit setiap perlakuan dapat dilihat pada tabel 4, sebagai berikut :
20
Tabel 4. Komposisi Bahan Baku Biskuit dengan Penambahan Tepung Tulang Jangilus Perlakuan Penambahan Tepung Tulang Bahan Jangilus (%) Tepung terigu (g) Tepung tulang Jangilus (g)
0 400 0
5 400 20
10 400 40
15 400 60
20 400 80
Tepung gula (g) Mentega (g) Kuning telur Susu full cream (g) Baking powder (g) Vanili (g)
120 200 4 16 1 2
120 200 4 16 1 2
120 200 4 16 1 2
120 200 4 16 1 2
120 200 4 16 1 2
Sumber : Soedarno (1998) dalam Asni (2004) yang dimodifikasi
Menurut Hiswaty (2002) prosedur pembuatan biskuit adalah sebagai berikut :
Bahan-bahan disiapkan sesuai dengan formulasi telah ditentukan,
Tepung gula dan mentega dikocok dengan mixer kecepatan rendah hingga tercampur selama ± 2 menit, kemudian kuning telur yang telah dikocok dimasukkan ke dalam adonan secara perlahan sambil tetap diaduk hingga campuran merata,
Susu bubuk, baking powder dan vanili dimasukkan ke dalam adonan, dikocok dengan mixer kecepatan rendah hingga sedang secara perlahan sampai tercampur selama ± 2 menit, kemudian ditambahkan tepung tulang Jangilus dan diikuti tepung terigu secara perlahan hingga terbentuk adonan biskuit,
Setelah adonan biskuit terbentuk, kemudian dicetak menggunakan cetakan biskuit sehingga menghasilkan cetakan berbentuk bulat dengan ketebalan 3 mm,
Adonan biskuit yang telah terbentuk kemudian dicetak dan diletakkan pada loyang yang telah diolesi mentega dan diberi lubang pada bagian atas adonan biskuit agar penyebaran panas merata,
21
Adonan biskuit dipanggang dalam oven pada suhu 120°C selama ± 15 menit hingga berwarna kuning kecoklatan, kemudian diangkat dan dikeluarkan dari oven,
Didinginkan terlebih dahulu untuk menghilangkan uap panasnya, kemudian biskuit siap disajikan. Biskuit dibuat dengan bobot 2-3 g/buah.
3.6
Parameter yang Diamati Parameter yang diamati adalah kimia, fisik, dan organoleptik. Parameter
fisik yang diuji adalah rendemen tepung tulang Jangilus dan kemekaran biskuit. Parameter kimia yang diuji adalah kadar air dan kadar kimia. Parameter organoleptik yang diuji adalah kesukaan (hedonik) dengan 20 orang panelis semi terlatih diikuti dengan uji bayes. Uji kesukaan (hedonik) menilai beberapa karakteristik seperti kenampakan, aroma, rasa, dan tekstur, sedangkan uji bayes membandingkan berbagai kriteria produk dan memilih salah satu kriteria yang lebih diprioritaskan atau disukai. 3.6.1 Pengujian Fisik 1. Rendemen Tepung Tulang Jangilus Rendemen merupakan presentase perbandingan antara berat bagian bahan yang dimanfaatkan dengan berat total bahan. Nilai rendemen ini berguna untuk mengetahui berapa banyak bahan yang bisa digunakan. Apabila nilai rendemen suatu produk atau bahan semakin tinggi, maka akan lebih banyak yang bisa digunakan (Hiswaty 2002). Rumus yang digunakan untuk menghitung rendemen tepung tulang ikan menurut AOAC (2000) dalam Maulida (2005) yaitu : Rendemen tepung tulang =
Bobot tepung tulang ikan Bobot tulang ikan
x 100%
2. Uji Kemekaran Biskuit Pengujian fisik dengan maksud untuk melihat secara objektif kemekaran produk biskuit. Masing-masing perlakuan diambil empat contoh untuk dihitung kemekarannya.
22
Pengujian
kemekaran
biskuit
tepung
tulang
Jangilus
ditentukan
berdasarkan perbedaan keliling serta ketebalan biskuit sebelum dan sesudah dioven. Masing-masing perlakuan diambil empat contoh untuk dihitung kemekaran objektifnya. Kemekaran biskuit tersebut dapat dihitung berdasarkan rumus (Lestari 2001) : 0=
lxt
V1= l x t
Pengembangan (%) =
Keterangan :
V0 V1 t l
V1-Vo Vo
x 100%
= Volume biskuit sebelum dioven = Volume biskuit setelah dioven = Tinggi/tebal cookies = Luas alas cookies
3.6.2 Pengujian Kimiawi Pengujian secara kimia dimaksudkan untuk mengetahui kadar kalsium dan kadar air yang terkandung didalam biskuit. Masing-masing perlakuan diambil tiga sample (triplo) kemudian diambil rata-rata kadar kalsium dan kadar airnya. 1. Pengujian Kadar Air Kadar air adalah banyaknya air dalam suatu bahan yang ditentukan dari pengurangan berat suatu bahan yang dipanaskan pada suhu pengujian (AOAC 1995 dalam Maulida 2005). Perhitungan : %
ℎ =
( 1 − 2)
100%
Keterangan : B B1 B2
= Berat sampel (gram) = Berat (sampel+cawan) sebelum dikeringkan = Berat (sampel+cawan) setelah dikeringkan
23
2. Pengujian Kadar Kalsium Perhitungan kadar kalsium dilakukan untuk mengetahui persentase kadar kalsium yang terkandung dalam sampel, berapa besar penambahan kadar kalsium biskuit setelah fortifikasi tepung tulang ikan. Prinsip pengujian kadar kalsium dengan menggunakan metode Atonomic Absorption Spectrophotometer (AAS) adalah abu sampel yang dilarutkan dalam asam ditambahkan dengan Lanthanum Oksida untuk mencegah terbentuknya ion selain Ca pada saat penetapan dengan menggunakan alat AAS. Prosedur pengujian kadar kalsium (AOAC 2000 dalam Ngudiharjo 2011 ) :
Pembuatan reagen : -
HCl 3N 258 ml HCl + aquades hingga batas 1 liter
La2O3 + 250 ml HCl + aquades hingga batas 1 liter
Determinasi : -
Sampel biskuit ditimbang seberat 2 gram, dibakar di dalam tanur 5500C hingga menjadi abu selama 4 jam.
-
Pembuatan indukan (hasil pengenceran) dengan penambahan HCl 3N 10 ml, kemudian dididihkan selama 10 menit, disaring dengan kertas whattman 41 di dalam labu ukur 250 ml, lalu ditambahkan dengan aquades sampai batas, kemudian 1 ml indukan diambil dan dimasukan ke dalam labu 50 ml. Ditambahkan 10 ml La2O3 5% dan ditambahkan aquades hingga batas 50 ml. pembacaan sampel dengan alat AAS dengan panjang gelombang 422,7 nm. Rumus yang digunakan untuk menghitung kadar kalsium pada biskuit : %
=
10000
Keterangan : C = Konsentrasi hasil pembacaan titrasi O = Pengenceran Indukan(1 ml) F = Pengenceran final untuk pembacaan (250 ml) W = Bobot Sampel A = Larutan yang diambil untuk diencerkan (25 ml)
24
3.6.3 Pengujian Organoleptik Pengujian organoleptik adalah suatu cara penilaian terhadap suatu produk menggunakan indera dengan kemampuan sensorik. Pengujian organoleptik memiliki berbagai macam cara salah satunya uji kesukaan (uji Hedonik) dan bayes. Uji hedonik biasanya digunakan untuk menilai hasil akhir produk (Soekarto 1985). Pengujian organoleptik ini meliputi karakteristik warna, aroma, rasa, dan tekstur, bertujuan untuk mengetahui tingkat kesukaan berdasarkan uji hedonik dengan 5 skala nilai 1, 3, 5, 7, 9, yaitu sangat tidak suka (1), tidak suka (3), biasa/netral (5), suka (7), sangat suka (9). Batas penerimaan untuk produk ini adalah > 5 artinya bila produk yang di uji mempunyai nilai sama atau lebih besar dari 5 maka produk tersebut dinyatakan masih diterima atau disukai oleh panelis. Hasil penelitian uji hedonik biasanya akan menghasilkan banyak angka yang sama sehingga dibutuhkan suatu analisis yang dapat memberikan perbedaan pada tiap perlakuan. Analisis yang dimaksud yaitu bayes adalah suatu pengujian organoleptik yang bertujuan untuk mengetahui perbandingan penentuan kriteria dalam suatu produk. Proses-proses yang dihasilkan bayes merupakan suatu dasar yang digunakan dalam penentuan produk yang paling disukai. Hasil perhitungan Bayes akan menunjukkan bahwa elemen yang mempunyai nilai prioritas tertinggi adalah yang paling disukai oleh para panelis (Marimin 2004). Panelis yang digunakan pada pengujian organoleptik dalam penelitian ini adalah panelis semi terlatih dengan jumlah 15-20 orang. Panelis adalah mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Padjadjaran yang dipilih secara acak, dimana mereka sudah mengetahui dan mengenal produk yang diuji, serta memiliki pengalaman dalam pengujian organoleptik, selain itu panelis juga diberi pengarahan atau penjelasan sebelum pengujian oleh peneliti untuk mengetahui sifat-sifat sensorik dari contoh yang dinilai. 3.7
Analisis Data Data hasil pengukuran pengujian kimiawi dan pengujian fisik dianalisis
secara deskriptif komparatif. Metode deskriptif komparatif, yaitu hasil penelitian beserta analisisnya diuraikan dalam suatu tulisan ilmiah yang berbentuk naraasi,
25
kemudian dari analisis yang telah dilakukan diambil suatu kesimpulan (abidax 2009).
Penelitian
deskriptif
pada
umumnya
dilakukan
dengan
tujuan
menggambarkan secara sistematis fakta dan karakteristik objek atau subjek yang diteliti secara tepat. Analisis non parametrik yang dilakukan untuk pengujian organoleptik menggunakan analisis varian dua arah uji Friedman dengan uji Chi-kuadrat menurut Sudradjat (1999). Statistik yang digunakan dalam uji Friedman di definisikan dengan rumus sebagai berikut :
Dimana : X² = b = K = Rj² =
Statistika Uji Friedman Ulangan Perlakuan Total rangking setiap perlakuan
Jika ada angka yang sama dilakukan perhitungan faktor koreksi (FK) dengan rumus sebagai berikut :
Nilai signifikasi harga observasi X²c dapat diketahui dengan menggunakan tabel harga-harga kritis Chi-kuadrat dengan db = k–1; λ = 0,05. Kaidah keputusan untuk menguji hipotesis yaitu : H0 = Pemberian tepung tulang Jangilus pada biskuit tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap tingkat kesukaan H1 = Pemberian tepung tulang Jangilus pada biskuit memberikan pengaruh yang nyata terhadap tingkat kesukaan Jika harga X²c hitung < X²c tabel, maka terima H0 dan tolak H1. Sedangkan jika harga X²c hitung > X²c tabel, maka terima H1 dan tolak H0. Apabila H1 diterima, maka perlakuan memberikan perbedaan yang nyata dan dilanjutkan
26
dengan uji perbandingan berganda (multiple comparison). Untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan. Rumus untuk uji berganda sebagai berikut :
≥ Z [a/k(k-1)] Keterangan : Ri Rj a b k z
= Selisih rata-rata rangking = Rata-rata peringkat dari sampel ke – i = Rata-rat peringkat dari sampel ke – j = Eksperimen wise error = banyaknya data/ulangan = banyaknya perlakuan = nilai pada tabel Z untuk multiple comparasion
Pengambilan keputusan terhadap nilai bobot relatif dari kriteria warna, aroma, rasa, dan tekstur biskuit dilakukan dengan perbandingan berpasangan (pairwise comparison) dengan cara mengubah perbandingan berpasangan dengan suatu himpunan bilangan yang mempersentasikan prioritas relatif dari kriteria dan alternative/perlakuan. Penyelesaian hasil perbandingan berpasangan tersebut dilakukan dengan manipulasi matriks untuk menentukan bobot kriteria. Untuk menentukan perlakuan terbaik menggunakan metode bayes. Metode bayes merupakan salah satu teknik yang digunakan untuk melakukan analisis dalam pengambilan keputusan terbaik dari sejumlah alternatif atau perlakuan dengan mempertimbangkan kriteria (Marimin 2004).