BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan sampel ascidian telah dilakukan di Perairan Kepulauan Seribu. Setelah itu proses isolasi dan pengujian sampel telah dilakukan di laboratorium bioteknologi FPIK Universitas Padjadjaran. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Maret hingga Juni 2013. 3.2 Alat dan Bahan Penelitian 3.2.1 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Pisau atau gunting yang tajam untuk mencacah sampel 2. Erlenmeyer untuk proses ekstraksi 3. Gelas ukur untuk mengukur volume pelarut 4. Orbital shaker untuk mengaduk sampel saat ekstraksi 5. Corong kaca untuk membantu dalam penuangan pelarut 6. Rotary vacuum evaporator untuk proses penguapan filtrate/pelarut 7. Blender untuk menghaluskan sampel 8. Kompor listrik untuk salah satu uji fitokimia 9. Tabung reaksi untuk uji fitokimia 10. Pipet tetes untuk mengambil pelarut 11. Vortek untuk menghomogenkan larutan 12. Corong pisah untuk proses fraksinasi 13. Timbangan analitik untuk menimbang sampel dan bahan 14. Kertas tisu untuk membersihkan alat 15. Kertas saring untuk proses penyaringan
17
18
3.2.2 Bahan Bahan yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Sampel Ascidian 2. n-heksan 3. Etil asetat 4. Metanol 5.
Kertas saring Whatman
6. Artemia salina leach 7. Kloroform 8. H2SO4 2M 9. Pereaksi Dragendroff 10. Pereaksi Meyer 11. Pereaksi Wagner 12. H2SO4 pekat 13. CH3COOH anhidrat 14. Akuades 15. Ammonia 16. FeCl3 1% 17. NaCl
3.3
Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan merupakan metode observasi di laboratorium.
Metode ini merupakan metode pengujian beberapa variabel untuk melihat keterkaitan antara variabel yang satu dengan yang lainnya. Hasilnya dibandingkan dengan satu atau lebih kelompok control yang tidak dikenai perlakuan. Adapun tahapan dan alur dari penelitian ini yaitu : penyiapan alat dan bahan, ekstraksi, analisis fitokimia, fraksinasi bertingkat, dan uji LC50 screening awal potensi antikanker (Lampiran 1).
19
3.4 Persiapan Penelitian 3.4.1 Sterilisasi alat dan bahan Sterilisasi bertujuan untuk menghilangkan atau meminimalkan keberadaan mikroorganisme atau zat pengganggu pada alat dan media yang akan digunakan selama penelitian.
3.4.2 Penyimpanan biota Penyimpanan biota ascidian pada substratnya perlu dilakukan secara hati hati. Hal ini disebabkan oleh struktur tubuhnya yang lunak dan mudah hancur. Disamping itu ascidian memiliki kemampuan berkontraksi, sehingga ketika disentuh akan mengkerut dan berubah bentuk dari ukurannya semula. Oleh karena itu, perlu dicatat ukuran, warna, substrat dan kedalamannya. Dalam penyimpanannya, ascidian langsung ditempatkan dalam wadah yang berisi air laut segar dan terhindar dari cahaya matahari langsung. Selain itu ascidian dapat juga disimpan di dalam freezer untuk menjaga kondisinya agar tetap segar.
3.5 Prosedur Penelitian 3.5.1 Ekstraksi Senyawa bioaktif dapat diperoleh dengan beberapa cara, salah satunya adalah dengan metode ekstraksi. Ekstraksi merupakan salah satu cara pemisahan satu atau lebih komponen dari bahan alam yang merupakan sumber komponen tersebut. Ada beberapa metode umum ekstraksi yang dapat dilakukan, namun metode yang banyak digunakan adalah distilasi dan ekstraksi dengan menggunakan pelarut. Dimana dalam memperoleh komponen antikanker ini akan dilakukan dengan menggunakan pelarut semi polar yaitu etil asetat. Dimana pelarut ini digunakan agar mendapatkan hasil ekstrak yang lebih baik dibandingkan dengan pelarut polar yang akan menarik seluruh senyawa polar pada sampel. Sampel ascidian Didemnum sp. dikeluarkan dari penyimpanan dan kemudian ditiriskan, selanjutnya sampel dihaluskan dengan cara dicacah atau diblender. Sampel ditimbang massa basahnya sebanyak ±200 gram, kemudian dimasukkan ke dalam
20
erlenmeyer ukuran 2 L, selanjutnya dicampur dengan etil asetat hingga terendam sempurna yaitu dengan volume 1000 mL dimana perbandingan sampel : pelarut adalah 1 : 5. Sampel yang telah tercampur etil asetat diaduk hingga homogen selama satu hingga dua jam dan dimaserasi selama 2 x 24 jam dan kemudian disaring. Maserasi dan penyaringan dilakukan hingga filtrat dari berwarna menjadi tidak berwarna. Kemudian filtrat dievaporasi untuk menguapkan etil asetat dengan menggunakan rotary evaporator sehingga didapat ekstraknya.
Ekstrak yang
diperoleh kemudian ditimbang untuk mendapatkan rendemen yang dihasilkan. 3.5.2 Analisis Fitokimia Uji fitokimia merupakan analisis kualitatif yang mencakup pada aneka ragam senyawa organik yang dibentuk dan ditimbun oleh makhluk hidup (Harborne, 1987). Pada penelitian ini dilakukan uji fitokimia untuk menentukan komponen bioaktif yang terdapat pada ekstrak kasar Didemnum sp.
Identifikasi kandungan kimia
tersebut terdiri dari uji alkaloid, steroid/triterpenoid, flavonoid, saponin dan uji tanin. 1. Uji alkaloid Pengujian keberadaan alkaloid dilakukan dengan cara mengambil sampel sebanyak 1 ml, kemudian diberi larutan NH 3 satu sampai tiga tetes, dan dipanaskan beberapa saat. Setelah itu, ditambahkan larutan kloroform 5 ml, kemudian ditambahkan asam sulfat
2M.
Sampel dengan penambahan berbagai
larutan kemudian
dihomogenisasi. Lapisan asam yang terbentuk kemudian diambil dan dibagi menjadi tiga ke dalam spot test untuk diuji dengan tiga pereaksi alkaloid, yaitu pereaksi dragendroff, meyer, dan wagner. Hasil uji dinyatakan positif bila dengan pereaksi dragendroff terbentuk endapan merah hingga jingga, endapan putih dengan pereaksi meyer, dan endapan coklat dengan pereaksi wagner.
2. Uji flavonoid Pengujian senyawa flavonoid dilakukan dengan cara menambahkan sebuk Mg sebanyak 0,1 mg kemudian ditambahkan 2 mL HCl 2N pada 2 mL ekstrak. Adanya kandungan flavonoid pada ekstrak sampel akan ditunjukkan dengan adanya warna jingga hingga merah.
21
3. Uji steroid dan triterpenoid Pengujian keberadaan triterpenoid/steroid dilakukan dengan cara mengambil sampel sebanyak 1 ml, kemudian diberi larutan dietil eter 1 ml, lalu dituangkan ke dalam cawan dan ditambahkan larutan asam sulfat pekat dan larutan asam asetat anhidrat satu tetes. Hasil uji dinyatakan positif dengan ditemukan kerak berwarna merah untuk triterpenoid dan kerak warna hijau atau ungu untuk steroid.
4. Uji saponin Sampel yang telah halus dimasukkan kedalam beaker glass lalu ditambahkan dengan aquades sebanyak 20 ml. Setelah itu dipanaskan selama 5 menit lalu disaring. Ambil 10 ml filtrat lalu dikocok. Teteskan 1 tetes HCl 2N pada busa yang terbentuk. Apabila busa tetap stabil maka sampel mengandung saponin. 5. Uji tanin Beberapa mililiter ekstrak ditambahkan dengan air. Kemudian dididihkan selama beberapa menit dan disaring dalam keadaan panas. Hasil penyaringan diambil 2 mL dan ditambahkan dengan 1-2 tetes pereaksi FeCl3 1%. Apabila terjadi warna biru tua atau hijau kehitaman menunjukkan adanya kandungan tannin. 3.5.3 Fraksinasi 3.5.3.1 Fraksinasi dengan n-Heksan Ekstrak etil asetat ditambahkan dengan 50 mL air dan dihomogenkan pada corong pisah. Kemudian ke dalam corong pisah tersebut ditambahkan n- heksan dengan
volume yang sama dengan jumlah air yaitu 50 mL sehingga terbentuk dua
lapisan. Cairan dikocok perlahan, kemudian lapisan n-heksan dikumpulkan. Masing masing lapisan digabungkan dan diperoleh dua gabungan lapisan, yaitu lapisan air dan lapisan n-heksan. Kemudian lapisan n-heksan diambil dan diuapkan dengan menggunakan rotary evaporator sehingga didapatkan ekstrak dari fraksi n-heksan dan selanjutnya disebut fraksi n-heksan.
22
3.5.3.2 Fraksinasi dengan etil asetat Terhadap lapisan air yang diperoleh pada fraksinasi dengan n-heksan ditambahkan etil asetat yang sama jumlahnya dengan lapisan air sehingga terbentuk dua lapisan. Cairan dikocok perlahan, kemudian lapisan etil asetat dikumpulkan. Masing masing lapisan digabungkan dan diperoleh dua gabungan lapisan, yaitu lapisan air dan lapisan etil asetat. Kemudian lapisan etil asetat diuapkan menggunakan rotary evaporator sehingga diperoleh ekstrak dari fraksi etil asetat yang selanjutnya disebut sebagai fraksi etil asetat. 3.5.3.3 Memperoleh fraksi air Lapisan air yang diperoleh pada fraksinasi dengan etil asetat dikentalkan dengan menggunakan rotary evaporator sehingga diperoleh ekstrak dari faksi air, dan selanjutnya disebut sebagai fraksi air. 3.5.4 Uji LC50 Screening Awal Potensi Antikanker Sebanyak 1 gram telur Artemia salina ditetaskan dalam 3000 mL air laut buatan selama 24 hingga 48 jam. Kemudian diberi pakan berupa ragi sebanyak satu tetes dengan konsentrasi 3 mg dalam 5 mL air laut. Setelah dua hari, telur Artemia salina akan menetas menjadi naupili atau larva Artemia salina dan digunakan untuk uji toksisitas LC50. Suhu untuk artemia ini adalah antara 25 hingga 280C, sedangkan untuk salinitasnya berkisar antara 10 hingga 15 ppm, sedangkan untuk pH adalah basa yaitu 8 hingga 9 (Goretti 1984). Masing – masing fraksi kemudian ditimbang dan dilarutkan dalam air laut sehingga didapatkan konsentrasi 10, 100, 250, 500, dan 1000 ppm dan untuk kontrol dilakukan tanpa penambahan fraksi Didemnum sp. (Meyer et al 1982 dalam Hanif 2012). Sebanyak 1 mL dari setiap konsentrasi
yang sudah dibuat dimasukkan
kedalam botol vial yang telah diberi tanda dan kemudian ditambahkan dengan air laut hingga volume 5 mL. Selanjutnya ke dalam setiap vial diisi dengan 20 ekor larva yang diambil dengan menggunakan pipet tetes (Lampiran 6). Larva artemia yang
23
digunakan yaitu larva yang berumur 48 jam setelah menetas. Larva yang berumur 48 jam adalah dalam keadaan paling peka karena dinding selnya masih lunak sehingga hanya diperlukan konsentrasi sampel yang kecil untuk menimbulkan efek yang diamati (Solis et al 1993). Jumlah larva Artemia salina yang mati dihitung setelah 24 jam dan dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan (Meyer et al 1982 dalam Hanif 2012). Untuk persentase kematian larva, dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : x 100% Bila terdapat larva Artemia yang mati pada kontrol, maka digunakan rumus sebagai berikut :
Ma = mortalitas uji Mk = mortalitas kontrol
3.6
Analisis Data Data hasil penelitian adalah data primer yang didapatkan dari jumlah larva
Artemia salina yang mati 24 jam setelah perlakuan pada tiap-tiap konsentrasi ekstrak ascidian. Setelah melewati proses editing, coding, entry, dan cleaning, data dianalisis dengan analisis probit menggunakan spss 1.5 for windows untuk mengetahui harga LC50 dengan selang kepercayaan 95%. Nilai LC50 adalah konsentrasi yang diperlukan untuk membunuh 50% larva udang Artemia salina Leach. Nilai LC50 ditentukan dengan analisis probit. Apabila LC50 < 30 ppm maka ekstrak sangat toksik dan berpotensi mengandung senyawa bioaktif antikanker. Meyer (1982) dalam Hanif (2012) menyebutkan tingkat toksisitas suatu ekstrak :
24
LC50 ≤ 30 ppm
= Sangat toksik
31 ppm ≤ LC50 ≤ 1000 ppm
= Toksik
LC50 > 1000 ppm
= Tidak toksik