21
III MATERI DAN METODE PENELITIAN
3.1
Bahan dan Peralatan Penelitian
3.1.1 Bahan Penelitian untuk Ensilase a. Jerami jagung Jerami Jagung yang dipergunakan, sebanyak 80 kg yang berasal dari limbah pemanenan jagung (Zea mays L.) Pioneer 12 yang dipanen berumur kurang lebih 100 HST, diperoleh dari Jatinangor, Kabupaten Sumedang. b. Sumber nitrogen Bahan yang dipergunakan sebagai sumber nitrogen adalah urea dengan kandungan nitrogen sebesar 46,67% sebanyak 674,94 g. Urea diperoleh dari penyalur pupuk KSU Tandangsari. Urea ini merupakan produk dari PT. Pupuk Kujang, Cikampek. c. Sumber sulfur Bahan yang dipergunakan sebagai sumber sulfur, yaitu Natrium Sulfat (Na2SO4) sebanyak 105 g untuk keperluan penelitian yang diperoleh dari PT. Brata Chem, Bandung. d. Molases Molases digunakan untuk sumber energi bagi pertumbuhan mikroba pada proses fermentasi anaerob. Ditambahkan sebanyak 5% dari keadaan segar jerami jagung pada setiap satuan percobaan yang dibuat. Molases yang diperlukan sebanyak 4 kg diperoleh dari KSU Tandangsari, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Sumedang.
22
3.1.2 Bahan Penelitian untuk in Vitro a. Cairan rumen Cairan rumen yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 200 cc, yang diambil dari RPH Ciroyom, Bandung. Cairan rumen ini diambil dari rumen sapi potong lokal (sapi jawa) umur ± 2 tahun. b. Larutan saliva buatan Larutan saliva buatan yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan formula McDougall (1948). Larutan ini digunakan sebagai media untuk proses pertumbuhan dan perkembangan mikroba rumen secara in vitro. Penggunaan saliva buatan berfungsi sebagai larutan buffer, yaitu untuk menjaga agar pH cairan rumen berada dalam kisaran 6,8 – 7,0. c. Gas karbondioksida Gas karbondioksida digunakan untuk mengeluarkan oksigen yang terdapat dalam tabung fermentor pada waktu memasukkan bahan atau ketika mengambil sampel cairan in vitro dan menjaga serta mempertahankan kondisi anaerob pada tabung fermentor pada saat fermentasi berlangsung. d. HgCl2 HgCl2 digunakan untuk membunuh bakteri pada proses akhir in vitro. 3.1.3 Peralatan Penelitian untuk Ensilase a. Silo Silo yang digunakan dalam penelitian ini berupa plastik polyethilen dan ember sebagai pelindung. b. Chopper Chopper digunakan untuk merajang jerami jagung menjadi potongan dengan ukuran ± 4 cm.
23
c. Timbangan Timbangan yang digunakan adalah timbangan dengan kapasitas 50 kg dengan ketelitian 1 kg untuk menimbang jerami jagung, kapasitas 10 kg dengan ketelitian 0,5 kg untuk menimbang molases, dan kapastias 200 g dengan ketelitian 0,001 g untuk menimbang nitrogen dan sulfur. d. Kantong plastik ukuran 12 x 25 cm Kantong plastik digunakan untuk mencampurkan molases, urea dan natrium sulfat sesuai dengan perlakuan. e. Terpal Terpal digunakan sebagai alas yang digunakan untuk pencampuran jerami jagung dengan zat aditif. g. Pompa vacum Pompa vacum digunakan untuk menyedot udara yang terdapat dalam silo plastik saat pembuatan silase jerami jagung. 3.1.4 Peralatan Penelitian untuk in Vitro a. Seperangkat Peralatan Pengambilan Cairan Rumen Peralatan yang digunakan dalam pengambilan cairan rumen adalah sebagai berikut : 1. Thermos Thermos berisi air hangat dengan kisaran suhu 39-40ºC, untuk membawa cairan rumen dari tempat pemotongan hewan ke laboratorium agar suhu tetap konstan sesuai tubuh ternak dengan kapasitas 500 ml. Menggunakan 2 buah thermos. 2. Termometer Termometer digunakan untuk mengukur suhu air yang ada di dalam thermos.
24
3. Corong dan kain muslin Corong dan kain muslin digunakan untuk menyaring cairan rumen. b. Seperangkat Peralatan Analisis in Vitro Peralatan yang akan digunakan dalam analisis ini adalah sebagai berikut : 1. Timbangan Timbangan kapasitas 2 kg yang digunakan untuk menimbang sampel silase jerami jagung dan timbangan digital dengan merk santorius, kapasitas 200 g, ketelitian 0,001 g untuk menimbang sampel. 2. Beaker glass Beaker glass dengan kapasitas 2.000 ml digunakan untuk menampung larutan saliva buatan. 3. Tabung fermentor Tabung fermentor dengan tutup karet berpentil kapasitas 150 ml digunakan sebagai rumen buatan. 4. Waterbath dengan pengaturan temperatur Waterbath yang digunakan untuk dengan pengaturan suhu 39-40oC untuk menginduksikan suhu pada fermentor sesuai dengan suhu tersebut, waterbath berfungsi sebagai wadah fermentor selama inkubasi berlangsung. 5. Rak fermentor Rak Fermentor digunakan untuk penahan tabung fermentor dalam waterbath selama inkubasi berlangsung. 6. pH meter digital pH meter digital untuk mengukur pH larutan saliva buatan. 7. Thermometer Thermometer digunakan untuk mengukur suhu.
25
8. Tabung gas CO2 Tabung gas CO2 digunakan untuk membuat kondisi anaerob dalam tabung. 9. Centrifuge Centrifuge digunakan untuk nemisahkan supernatan dengan residu dari cairan fermentor. 10. Stirrer Stirrer digunakan sebagai alat bantu pengaduk dalam pembuatan larutan saliva. 3.2
Metode Penelitian
3.2.1 Prosedur Pembuatan Silase a.
Mencacah Jerami jagung dengan ukuran ± 4 cm menggunakan mesin chopper.
b.
Mengambil sampel untuk keperluan analisis bahan kering jerami jagung.
c.
Menimbang cacahan jerami jagung sebanyak 4 kg untuk masing-masing silo, kemudian menebarkannya di atas terpal secara merata untuk dilakukuan pelayuan.
d.
Menimbang molases sebanyak 23,8% dari bahan kering jerami jagung (atau 5% dari segar).
e.
Menimbang urea sesuai perlakuan yang diberikan, yaitu 2%, 2,5%, dan 3% nitrogen dari bobot kering jerami jagung.
f.
Menimbang Natrium Sulfat sesuai perlakuan yang diberikan, yaitu 0,150%, 0,186% dan 0,225% sulfur dari bobot kering jerami jagung.
g.
Menyiramkan campuran molases dengan urea dan natrium sulfat pada cacahan jerami jagung secara merata.
h.
Menghamparkan terpal plastik sebagai alas untuk mencampurkan bahan fermetasi anaerob
26
i.
Menebarkan cacahan jerami jagung di atas terpal plastik secara merata, kemudian menyiramkan campuran bahan aditif yang telah homogen pada permukaan tebaran jerami jagung secara merata.
j.
Mengaduk campuran bahan di atas terpal plastik sampai homogen.
k.
Memasukkan campuran bahan tersebut secara bertahap ke dalam silo kapasitas 5 kg.
l.
Setelah memasukkan semua campuran ke dalam silo plastik dan memadatkannya, kemudian memvacum silo untuk mendapatkan kondisi anaerob.
m. Memasukkan silo plastik yang sudah diisi campuran ke dalam ember dan menutupnya dengan rapat. n.
Menginkubasi (ensilase) selama 21 hari.
o.
Membuka silo setelah 21 hari kemudian melakukan pengambilan sampel untuk keperluan analisis selanjutnya.
3.2.2 Prosedur Pengambilan Sampel a. Menghamparkan silase yang telah difermentasi selama 21 hari di atas terpal. b. Mengaduk silase secara merata antara bagian atas dengan bagian bawahnya. Karena bagian atas cenderung lebih kering dibandingkan dengan bagian bawah. c. Menghamparkan silase yang telah diaduk, kemudian membagi menjadi 4 bagian dan mengambil setiap bagian secara proporsional untuk memperoleh total sampel sebanyak 1 kg. d. Mengeringkan silase tersebut dengan menggunakan oven bersuhu 60 o C, agar didapatkan kadar air di bawah 15%. Sampel tersebut siap digunakan untuk uji in vitro.
27
3.2.3 Tahapan Penelitian in Vitro a. Penyediaan Cairan Rumen 1. Menyiapkan thermos yang telah diisi air bersih dengan suhu 38-400C. Pengambilan cairan rumen harus sesegera mungkin setelah ternak dipotong dan bagian rumen dikeluarkan dari tubuh ternak. 2. Membuang air dalam thermos 3. Menyaring cairan rumen dengan menggunakan kain muslin dan dibantu dengan corong. 4. Memasukkan cairan rumen ke dalam thermos air dan segera ditutup rapat. Thermos harus terisi penuh dengan cairan rumen. Hal ini dimaksudkan agar tetap menjaga cairan rumen dalam keadaan anaerob. 5. Membawa cairan rumen ke laboratorium untuk dijadikan bahan penelitian sebagai media in-vitro. b. Penyediaan Larutan Saliva Prosedur pembuatan saliva buatan mengacu pada petunjuk McDougall (1948). Proses pembuatannya adalah sebagai berikut : 1. Menimbang bahan kimia yang digunakan untuk pembuatan saliva buatan sesuai dengan takaran yang telah ditetapkan. Tabel 1. Komposisi Bahan Pembuatan Saliva Buatan untuk 1 Liter Bahan Komposisi (g) NaHCO3 9,80 Na2HPO4.12H2O 9,30 NaCl 0,47 KCl 0,57 CaCl2.2H2O 0,04 MgSO4.7H2O 0,06 2. Memasukkan bahan-bahan di atas ke dalam beaker glass kapasitas 2.000 ml.
28
3. Menambahkan aquadest ke dalam beaker glass sampai volume larutan mencapai 1.000 ml. 4. Mengaduk campuran bahan-bahan tersebut sampai homogen dengan menggunakan alat bantu berupa stirrer sambil menginjeksikan gas CO2 sampai pH larutan saliva buatan netral (6,8-7,0). 5. Menaikkan suhu cairan saliva buatan sebelum digunakan penelitian menjadi 39-40ºC menggunakan waterbath. c. Proses in Vitro 1. Menyediakan tabung in vitro kapasitas 150 ml (20 buah), kemudian memberi label sesuai perlakuan. 2. Membersihkan tabung yang akan digunakan untuk in vitro. 3. Menimbang sampel sebanyak ± 1 g dengan menggunakan timbangan digital untuk masing – masing perlakuan. 4. Memasukkan sampel ke dalam tabung in vitro sesuai dengan label yang ditentukan. 5. Memasukkan larutan Mc. Dougall sebanyak 40 ml dan cairan rumen sebanyak 10 ml ke dalam tabung yang berisi sampel. 6. Mengaliri tabung fermentor dengan gas CO2 ± 5 menit, kemudian ditutup dengan tutup berpentil. 7. Memasukkan tabung fermentor ke dalam rak yang telah tersedia di dalam waterbath yang telah berisi air dengan suhu 39-40o C. 8. Menginkubasi tabung fermentor selama 3 jam dan melakukan pengocokan secara kontinyu setiap 30 menit sekali. 9. Membuka tabung fermentor setelah 3 jam dan menetesi HgCl2 jenuh guna membunuh mikroba. Kemudian mensentrifuge tabung dengan kecepatan
29
3.000 rpm selama 20 menit. Mengambil bagian yang cair (supernatan) untuk dianalisis konsentrasi VFA dan NH3. 3.2.4 Peubah yang Diamati a. Konsentrasi NH3 Konsentrasi amonia diukur dengan menggunakan teknik Mikrodifusi Conway. Cawan conway terdiri dari tiga ruangan bersekat. Pada bagian tengahnya terdapat sebuah cawan kecil dan dua ruang lain terletak di luar lingkaran. Tahapan pengukurannya yaitu dengan menempatkan supernatan sebanyak 1 ml pada salah satu sisi sekat. Sebelumnya memberi vaselin pada permukaan bibir cawan Conway. Kemudian menempatkan 1 ml NaOH jenuh pada sisi yang lain, menempatkan 1 ml asam borax berindikator pada bagian tengah cawan, kemudian menutup rapat cawan sehingga kedap udara. Menggoyanggoyangkan cawan agar supernatan dan NaOH jenuh tercampur. Kemudian membiarkan cawan selama 24 jam pada suhu kamar. Setelah itu, membuka tutup cawan, asam mentitrasi borax indikator dengan H2SO4 0,005 N sampai warnanya kembali merah muda. Konsentrasi NH3 dalam rumen dapat dihitung dengan rumus, sebagai berikut: NH3 (mM) = Volume H2SO4 x Normalitas H2SO4 x 1000
b. Konsentrasi VFA Total Pengukuran konsentrasi asam lemak terbang dengan metode penyulingan uap. Prinsipnya adalah uap air panas akan membawa asam lemak terbang yang dicampur dengan H2SO4 15% melalui tabung pendingin, terkondensasi dan ditampung dengan Erlenmeyer berisi 5 ml NaOH 0,5 N terlebih dahulu larutan sampel ditambahkan phenopthalein sebanyak 2 tetes dan dititrasi dengan HCl
30
0,5 N sehingga pada proses titrasi terjadi perubahan warna dari merah muda menjadi bening. Pengukuran kadar VFA total ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut: VFA total (mM) = (b-a) x N HCl x 1000/5 Keterangan: a = Volume titran blanko b = Volume titran sampel 3.2.5 Rancangan Percobaan dan Analisis Statistik Metode yang digunakan adalah RAL (Rancangan Acak Lengkap) dengan dosis Nitrogen (2%, 2,5%, 3% dari bahan kering jerami jagung) dan dosis Sulfur (0,150%, 0,186%, 0,225% dari bahan kering jerami jagung), sehingga seluruhnya terdiri atas empat perlakuan. Setiap perlakuan diulang lima kali. Perlakuan yang dilakukan meliputi: P0 = Ensilase jerami jagung dengan aditif 0% nitrogen dan 0% sulfur P1 = Ensilase jerami jagung dengan aditif 2% nitrogen dan 0,150% sulfur P2 = Ensilase jerami jagung dengan aditif 2,5% nitrogen dan 0,186% sulfur P3 = Ensilase jerami jagung dengan aditif 3% nitrogen dan 0,225% sulfur Data kemudian dianalisis statistik dengan analisis ragam dan dilanjutkan dengan analisis jarak berganda Duncan. Adapun model matematika dan rancangan yang digunakan, yaitu : Yij = µ + αi + εij Keterangan : Yij : Respon yang memperoleh perlakuan ke-i, ulangan ke-j. µ : Nilai tengah populasi αi : Pengaruh perlakuan ke-i εij : Pengaruh komponen galat i : Pengaruh ke-I (1,2,3,4) j : Ulangan ke-j (1,2,3,4,5)
31
asumsi yang digunakan pada analisis ini adalah : Nilai εij menyebar normal dan bebas satu sama lain. Nilai harapan E (εij) sama dengan nol. E (ε2ij) = σ2 merupakan ragam dari pengaruh pengacakan adalah σ2, jadi εij = NID (0, σ2) adalah nilai tengah sama dengan nol dan ragam harapan σ2. Pengaruh perlakuan bersifat tetap.
Tabel 2. Daftar Analisis Ragam Sumber keragaman DB Perlakuan (P) (t-1) Galat t(r-1) Total (tr-1)
Hipotesis :
H0
JK JKP JKG JKT
KT KTP KTG
Fhit F tabel 0,05 KTP/KTG
: Pengaruh perlakuan P0 = P1 = P2 = P3 berarti tidak ada
pengaruh perlakuan terhadap konsentrasi NH3 dan VFA. H1
: Pengaruh perlakuan P0 ≠ P1 ≠ P2 ≠ P3 atau paling sedikit
ada satu perlakuan yang tidak sama.
Kaidah keputusan : 1. Jika Fhitung ≤ F tabel 0,05 artinya tidak berbeda nyata (non significant), terima H0 dan tolak H1. 2. Jika Fhitung > F tabel 0,05 artinya berbeda nyata (significant). Tolak H0 dan terima H1. Apabila hasil yang diperoleh berbeda, maka dilakukan analisis lanjut dengan menggunakan analisis jarak berganda Duncan dengan rumus :
LSR SSR S X
Sy
KT galat S2 r r
32
Keterangan : Sx = Standard error r = Ulangan KTG = Kuadrat Tengah Galat LSR = Least significant range test SSR = Studentized significant range Selisih antar perlakuan (d) dibandingkan dengan LSR d ≤ LSR, maka tidak berbeda nyata d > LSR, maka berbeda nyata.
3.2.6 Tataletak Percobaan
P0 U1
P3 U5
P3 U2
P0 U2
P3 U4
P5 U3
P1 U1
P2 U1
P0 U3
P1 U5
P2 U2
P2 U3
P0 U5
P1 U4
P2 U5
P1 U3
P3 U1
P1 U2
P0 U4
P2 U4
Keterangan: P = Perlakuan U = Ulangan