II.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Jamur Tiram (Pleurotus ostreatus) Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu golongan jamur yang dapat dimakan, yang dikenal dengan nama white log mushroom. Beberapa nama lain jamur tiram adalah jamur mutiara, jamur kayu atau jamur shimeji (Suriawiria, 1999). Klasifikasi jamur tiram adalah sebagai berikut (Dwidjoseputro, 1978). Kerajaan
: Tumbuhan (Regnum plantae)
Sub kerajaan
: Thallophyta
Divisi
: Mycota
Sub divisi
: Eumycotina
Kelas
: Basidiomycetes
Sub kelas
: Homobasidiomycetes
Ordo
: Agaricales
Famili
: Agaricaceae
Genus
: Pleurotus
Spesies
: Pleurotus ostreatus
Jamur tiram bersifat saprofit dan tumbuh menyebar sesuai iklim pertumbuhannya. Kecepatan tumbuh miselium dipengaruhi oleh suhu. Suhu pertumbuhan jamur tiram pada saat inkubasi lebih tinggi jika dibandingkan suhu pada saat pertumbuhan (pertumbuhan tubuh buah jamur). Jamur memiliki suhu inkubasi antara 25ºC-28ºC dengan kelembaban 80%-90%. Suhu pada pembentukan tubuh buah (fruiting body) 16ºC-22ºC dengan kelembaban 80%-90%. Apabila suhu terlalu tinggi dan kelembaban terlalu rendah maka bakal jamur akan kering dan mati. ( Cahyana et al.,1997). Jamur tiram putih tumbuh membentuk rumpun dalam media. Setiap rumpun mempunyai percabangan yang cukup banyak. Daya simpannya lebih lama dibandingkan dengan jamur tiram abu-abu, walaupun jamur tiram putih mempunyai tudung yang lebih tipis dibandingkan jamur tiram abu-abu. Tubuh jamur tiram relatif lebih besar dan daging buahnya lebih tebal bila dibandingkan dengan jamur merang serta media produksinya tidak perlu dikomposkan seperti media produksi jamur champignon. Pertumbuhan jamur 4
tiram putih lebih cepat dan mudah beradaptasi dengan kondisi lingkungan (Cahyana et al,. 1997). Pada proses budidaya jamur tiram, nutrisi bahan baku atau bahan yang ditambahkan harus sesuai dengan kebutuhan hidup jamur tiram. Bahan baku yang digunakan dapat berupa batang kayu yang sudah kering, jerami, serbuk kayu, atau campuran antara serbuk kayu dan jerami. Jamur termasuk ke dalam organisme heterotrofik, yaitu tidak dapat memenuhi sendiri kebutuhannya. Oleh karena itu pada bahan baku perlu ditambahkan bahan makanan berupa bekatul sebagai sumber karbohidrat, lemak, dan protein; kapur sebagai sumber mineral dan pengatur pH; serta gips sebagai penambah mineral dan bahan yang mengokohkan media. Kadar air media dijaga hingga 50% - 65% dengan pH media diatur antara pH 6 – 7 (Cahyana et al., 1993). Jamur tiram tumbuh sepanjang tahun di berbagai iklim, dan merupakan tumbuhan hasil pertanian organik yang tidak mengandung kolesterol. Budidaya jamur tiram bisa dilakukan di dalam rumah jamur atau kumbung. Syarat rumah jamur suhu ruangan tidak lebih dari 28oC kelembaban ruangan 80%-90%. Jamur tiram yang tumbuh mula-mula kecil-kecil putih pipih. Pada saat jamur masih muda ujungnya melengkung ke bawah membentuk lengkungan. Jika sudah tua dan siap panen yaitu sekitar umur 10-20 hari, jamur bagian tengan dan ujung tangkai berada di bawah dan ujungnya naik. Panen kedua dilakukan setelah umur jamur antara 15-20 hari setelah panen pertama. Usia produktif dari jamur tiram ini adala 4-6 bulan dengan produksi tiap log media antara 0.8 - 1 kg. Jamur melebar hingga diameter 20 cm dan tubuhnya tebal. Konsumsi jamur tiram selama tiga minggu dapat menurunkan kadar kolesterol hingga 40 %. Jamur tiram putih dapat diolah menjadi berbagai masakan untuk sayur, lauk, dan makanan ringan. Jamur tiram mempunyai bagian-bagian tubuh buah seperti tangkai (stipa), lamella (gill), tudung (pileus), dan margin (Zadrazil dan Kurtzman, 1978 ). Bagian-bagian jamur tiram ditunjukkan dalam Gambar 1 di bawah. Pertumbuhan tubuh buah jamur tiram pada substrat ditandai dengan adanya bentuk seperti kancing yang sangat kecil, kemudian berkembang menjadi pipih. Tubuh buah jamur ini menyerupai cangkang kerang, diameter tudung
5
3cm-15cm, mula-mula berwarna kebiru-biruan/kecoklatan, bagian pinggir tudung tidak berlekuk, lamella mempunyai warna keputihan (Dicknison dan Lucas, 1983). Pada akhirnya jamur tiram akan berwarna putih setelah dewasa. lamella (gill) tangkai (stipa) tudung (pileus)
Gambar 1. Jamur tiram dan bagian-bagiannya
B. Nilai Gizi Jamur Tiram Jamur tiram memiliki kandungan gizi yang cukup baik, terutama kandungan proteinnya yang cukup tinggi. Komposisi zat gizi pada jamur tiram segar dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Komposisi zat gizi jamur tiram segar * KOMPOSISI Kadar air Protein kasar (NX4.38) Lemak
BOBOT KERING (%) 73.7 – 90. ** 10.5 – 30.4 1.6 – 2.2
Karbohidrat
57.6 – 81.8
Serat kasar
7.5 – 8.7 6.1 – 9.8 345– 365
Abu Energi (kalor)
*
Chang et al. (1993)
**
Bobot basah
Hampir semua jenis jamur segar memiliki kandungan air sebanyak 85% -95% sedangkan pada jamur yang sudah dikeringkan hanya mengandung 5%-20%. Kandungan air pada jamur yang bervariasi dipengaruhi oleh jenis jamur, suhu, dan kelembaban selama pertumbuhan (Crisan dan Sands, 1978). Kandungan lemak jamur tiram antara 1.08%-9.4% bobot kering, terdiri dari asam lemak bebas, monogliserida, digliserida, sterol, sterol ester, dan
6
fosfolipid. Asam lemak utama adalah asam oleat (79.4%), asam palmitat (14.3%), asam linoleat (6.3%). Lemak netral utama pada jamur tiram adalah trigliserida, yaitu sekitar 29% (Bano dan Rajaratnam, 1989). Karbohidrat merupakan unsur
utama pada jamur, yaitu berkisar
57.6%-81.8% dan mengandung serat kasar 7.5% - 8.7% (Chang et al., 1993). Komposisi karbohidrat adalah 4.22% karbohidrat terlarut, 1.66% pentosan, dan 32.6% heksosan. Jamur tiram tidak memiliki pati. Karbohidrat disimpan dalam glikogen dan kitin yang merupakan unsur utama serat jamur (Crisan dan Sand, 1978). Jamur tiram memiliki kadar protein antara 10.5% - 30.4% bobot kering dengan daya cerna protein sekitar 60%-70%. Kandungan asam amino esensial jamur tiram cukup lengkap yang baik bagi pertumbuhan dan kesehatan manusia. Kandungan asam amino esensial jamur tiram dapat dilihat dalam Tabel 2 (Chang et al., 1993). Tabel 2. Kandungan asam amino esensial jamur tiram KOMPOSISI Isoleusin Leusin Lisin Metionin Fenilalanin Treonin Triptofan Valin Arginin Total asam amino esensial Total asam amino
KANDUNGAN (mg/g) 266 – 267 90 – 610 250 – 287 90 – 97 216 – 233 264 – 290 61 – 87 309 – 326 87 – 107 1933 – 2304 5169 – 5747
* Chang et al., (1993) * Dinyatakan dalam mg asam amino per gram nitrogen protein kasar C. Pengeringan Pengeringan merupakan proses penurunan kadar air bahan sampai mencapai kadar air tertentu sehingga dapat memperlambat laju kerusakan
7
produk akibat aktivitas biologi dan kimia (Brooker et al., 1974). Pengeringan pada dasarnya merupakan proses pemindahan energi yang digunakan untuk menguapkan air yang ada dalam bahan, sehingga mencapai kadar air tertentu agar kerusakan bahan pangan dapat diperlambat. Ada 3 hal yang mempengaruhi proses pengeringan yaitu (1) kecepatan udara, (2) suhu udara, dan (3) kelembaban udara ( Brooker et al., 1992 ). Dasar proses pengeringan adalah terjadinya proses penguapan air bahan ke udara karena perbedaan kandungan uap air antara udara dengan bahan yang dikeringkan. Selama proses pengeringan terjadi dua proses yaitu proses pindah panas dan pindah massa air yang terjadi secara simultan. Panas dibutuhkan untuk menguapkan air bahan yang akan dikeringkan. Penguapan terjadi karena suhu bahan lebih rendah dari pada suhu udara di sekelilingnya. Proses pindah panas diperlukan untuk memindahkan massa uap air dari permukaan ke udara. Pindah panas terjadi karena tekanan uap air di dalam bahan lebih tinggi dari pada di udara. Mekanisme pengeringan diterangkan melalui teori tekanan uap, air yang diuapkan terdiri dari air bebas dan air terikat. Air bebas berada di permukaan bahan dan pertama kali mengalami penguapan. Bila air permukaan telah habis, maka terjadi migrasi air karena perbedaan tekanan pada bagian dalam dan bagian luar (Henderson dan Perry, 1976). Kadar air suatu bahan menunjukkan jumlah air yang dikandung dalam bahan tersebut, baik berupa air bebas maupun air terikat (Henderson dan Perry, 1981). Pada proses pengeringan yang pertama kali mengalami penguapan adalah air bebas dan setelah air bebas maka penguapan air selanjutnya terjadi pada air terikat. Pada proses pengeringan terdapat dua laju pengeringan, yaitu laju pengeringan konstan dan laju pengeringan menurun. Laju pengeringan konstan dan laju pengeringan menurun. Laju pengeringan konstan terjadi karena gaya perpindahan air internal lebih kecil dari perpindahan air pada permukaan bahan (Brooker et al., 1974). Laju pengeringan konstan terjadi pada awal proses pengeringan yang kemudian diikuti oleh laju pengeringan
8
menurun. Periode ini dibatasi oleh kadar air kritis (critical moisture content) (Henderson dan Perry, 1981). Laju pengeringan semakin lama akan semakin menurun (Gambar 2). Buckle, et al., 1987 dalam Suherman, 2005 menyatakan bahwa laju pengeringan suatu bahan pangan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : 1. Sifat fisik dan kimia bahan (bentuk, ukuran, komposisi, dan kadar air). 2. Pengaturan geometris produk sehubungan dengan permukaan alat atau media perantara pindah panas. 3. Sifat-sifat lingkungan dari alat pengering (suhu, kelembaban, dan laju udara). 4. Karakteristik alat pengering (efisiensi perpindahan panas).
Gambar 2. Kurva penurunan laju pengeringan terhadap waktu Kadar air kritis adalah kadar air terendah dimana laju air bebas dari dalam bahan ke permukaan tidak terjadi lagi. Pada biji-bijian umumnya kadar air ketika pengeringan dimulai lebih kecil dari kadar air kritis, sehingga pengeringan yang terjadi adalah proses pengeringan menurun. Pemanfaatan radiasi surya untuk pengeringan bahan pangan atau hasil pertanian dilakuakn dengan tiga cara, yaitu secara langsung, tidak langsung, dan kombinasi keduanya. Pada cara langsung, di mana bahan pertanian
9
langsung menerima radiasi matahari, contoh pengeringan ini adalah penjemuran dengan lamporan. Pada cara tidak langsung, panas dari radiasi matahari tidak langsung memanaskan bahan, tetapi melalui perantara fluida (udara atau air) sehingga ruang pengering dan kolektor tidak pada satu sistem yang sama, contohnya pada pengeringan sistem kolektor datar. Bangunan
tembus
cahaya
yang
dilengkapi
dengan
absorber
merupakan kombinasi keduanya. Salah satu cara meningkatkan panas dalam ruang pengering adalah dengan dilengkapi dengan plat hitam (absorber) yang berfungsi untuk meningkatkan penyerapan radiasi surya yang jatuh ke permukaan bangunan tembus cahaya.
D. Pengeringan Jamur Pengeringan jamur tiram dapat dilakukan dengan beberapa cara diantaranya dioven, pengeringan beku, dan dengan iradiasi gamma dari Co-60. Proses termal yang diterapkan dalam pengolahan pangan dan pengawetan dimaksudkan untuk menghilangkan atau mengurangi aktivitas biologis seperti aktivitas mikroba untuk tumbuh dan berkembang biak dan menguraikan komponen-komponen nutrisi produk pangan. Fatimah (2006),
mengeringkan jamur tiram dengan menggunakan
oven gelombang mikro, di mana dihasilkan rendemen tertinggi pada penggunaan daya sebesar 80 Watt dengan suhu rata-rata 61.08 oC. Total waktu pengeringan yang dibutuhkan untuk mengeringkan jamur tiram dari kadar air 90% bb menjadi di bawah 12% bb adalah 200 menit hingga 240 menit.
E. Energi Surya Energi surya merupakan radiasi elektromagnetik yang memancar dari permukaan matahari secara terus menerus. Bumi dengan jarak rata-rata dari matahari sebesar 1.5 x 1011 meter hanya menerima sebagian kecil dari radiasi tersebut. Dari proses fusi yang mengubah 4 ton hidrogen menjadi helium tiap detiknya dan mengeluarkan panas dengan laju 1024 kWh/dt, radiasi yang jatuh di wilayah Indonesia mencapai 9x1017 kJ/thn atau setara dengan 28.35x1018 MW energi listrik (Abdullah et. al., 1990).
10
Energi panas matahari dialirkan ke bumi dalam bentuk energi radiasi gelombang pendek. Ciri khas radiasi surya adalah sifat keberadaannya yang selalu berubah-ubah, sehingga meskipun hari cerah dan sinar surya tersedia banyak, nilainya sepanjang hari berubah-ubah dengan titik maksimum pada tengah hari karena bertepatan dengan jarak lintasan terpendek sinar surya menembus atmosfer (Abdullah et. al., 1990). Menurut Kadir (1989) efektifitas pemanfaatan energi surya dapat ditingkatkan
dengan
menggunakan
kolektor
panas.
Sinar
matahari
dikonsentrasikan pada suatu tempat sehingga diperoleh suhu yang tinggi. Kolektor digunakan untuk mengumpulkan radiasi surya dan mengubahnya menjadi panas. Pada umumnya bahan yang digunakan sebagai penyerap adalah pelat logam yang dicat hitam. Jumlah iradiasi surya yang jatuh pada permukaan bumi dipengaruhi oleh deklinasi surya, yang merupakan perubahan posisi planet bumi dengan sudut kemiringan 23.45O terhadap orbitnya atau sudut antara garis matahari dengan bumi dengan bidang ekuator.
F. Bangunan Tembus Cahaya Bangunan tembus cahaya sering dikenal dengan nama green house. Panas yang terjadi di dalam green house sebagai akibat dari energi gelombang pendek yang dipancarkan oleh matahari, diserap benda yang ada di dalamnya dan diubah menjadi gelombang panjang yang tak tembus penutup transparan. Lapisan penutup transparan memungkinkan radiasi gelombang pendek dari matahari masuk dan menyekat radiasi gelombang panjang (Abdullah et. al., 1990). Suhu pada ruang pengering dipengaruhi oleh besarnya iradiasi matahari yang diterima alat, penyerapan iradiasi matahari serta transmisivitas lapisan penutup yang digunakan. Oleh karena itu lapisan penutup transparan memerlukan bahan yang memiliki nilai transmisivitas yang tinggi dengan absorbsivitas dan refleksivitas yang rendah (Abdullah. et al., 1990). Tabel 3 berikut menyajikan beberapa bahan tembus cahaya.
11
Tabel 3. Transmisi cahaya dan panas beberapa transparan (Nelson, 1978) Jenis Bahan Udara Kaca (double strength)
Transmisi Cahaya (%) 100 90
Transmisi Panas (%) 100 88
85 – 95
-
88 81 85
-
92 – 95 81 64 63 62 61 25
63 – 68 61 – 68 37 – 43 30 – 34 60 – 68 57 – 66 20 -23
FRP (fiberglass reinforced plastic) Polyetylene : a. 1 lapisan b. 2 lapisan c. Dengan (3/16)” ruang udara Fiberglass : a. Bening (clear) b. Warna jade c. Kuning d. Putih salju e. Hijau f. Merah kekuningan g. Jernih (canary)
G.
Pengering Tipe Rak Mesin pengering tipe rak dapat digunakan untuk mengeringkan bahan atau produk yang berbentuk granula, biji atau powder. Pengering tipe rak memiliki kapasitas yang besar dan mudah dalam pengoperasiannya. Secara umum, pengering tipe rak terdiri dari sebuah ruangan yang di dalamnya terdapat rak-rak tempat meletakkan bahan yang akan dikeringkan, sedangkan udara panas dialirkan melalui rak-rak tersebut.
H. Pemanas Menurut Kamaruddin et al. (1994), umumnya kawat-kawat dengan penampang (strip) atau berbentuk pita (ribbon) banyak dipakai sebagai elemen pemanas. Pemanas listrik digunakan secara luas dan ekstensif untuk aplikasi domestik dan industri. Dalam bidang agroindustri, pemanas listrik digunakan untuk proses pengeringan dan pemanasan. Sesuai dengan penggunaan mesin maka transfer energi panas dapat dilakukan secara radiasi, konveksi atau konduksi. Dalam mesin tertentu
12
kadang-kadang diperlukan sirkulasi udara untuk memperoleh pemanasan yang merata karena itu dalam mesin diperlukan kipas atau blower. Untuk mengatur suhu dapat dilakukan dengan menggunakan thermostat. Thermostat adalah suatu alat yang bisa mengatur sendiri untuk membuka dan menutup hantaran dan aliran listrik berdasarkan perubahan suhu. Thermostat yang dipakai untuk mengatur suhu ada yang memakai komponen bimetal, thermokopel atau bellow unit sensing bulb. Selain itu, pengaturan suhu dapat juga menggunakan rangkaian elektronik dengan menggunakan sensor suhu (Kamaruddin et al., 1994).
I. Hasil – Hasil Penelitian Tentang Pengeringan Tipe Efek Rumah Kaca Perkembangan penelitian mengenai pengering berenergi surya di Indonesia telah dilakukan dengan berbagai bentuk desain untuk komoditas yang bermacam-macam. Abdullah et al., (1994) mengenalkan pengering berenergi surya dengan nama pengering Efek Rumah Kaca atau dikenal dengan nama pengering ERK. Pengering bangunan segi empat berdinding transparan, dilengkapi dengan plat absorber dan rak atau bak sebagai wadah produk yang dikeringkan. Wulandani (1997), pada percobaan pengering kopi berkapasitas 1.1 ton, dalam bangunan berdinding transparan UV stabilized plastic tipe bak, menghasilkan efisiensi pengeringan 57.7% dan efisiensi energi sebesar 6 MJ/kg uap air. Kopi dapat dikeringkan selama 72 jam (efektif pada siang hari) pada suhu 37ºC, dari kadar air kopi dari 68 %bb hingga kadar air akhir 13 %bb. Nelwan (1997) menggunakan pengering ERK tipe rak untuk pengeringan kakao. Plat hitam sebagai absorber diletakkan di atas rak pengering, dilengkapi dengan kisi-kisi pengatur aliran udara pada setiap rak. Efisiensi pengeringan yang dihasilkan adalah 18.4% dan efisiensi energi sebesar 12.9 MJ/kg air yang diuapkan. Dengan beban 228 kg kakao yang telah difermentasi, lama pengeringan untuk menurunkan kadar air dari 60% bb hingga 7% bb adalah 40 jam. Energi tambahan yang digunakan selain energi surya adalah kerosene.
13
Madani (2002) melakukan uji kinerja alat pengering efek rumah kaca tipe rak dengan energi surya untuk pengering kerupuk udang. Berdasarkan hasil pengujiannya, alat ini mampu menghasilkan suhu pengeringan berkisar 35ºC - 45 ºC dengan RH optimum berkisar 50%-60%. Pengaturan exhaust fan dapat meningkatkan suhu dalam ruang pengering baik siang hari maupun pada malam hari dengan peningkatan suhu sebesar 3ºC-5ºC. Efisiensi sistem pengeringan terbaik pada siang hari tanpa pemanas tambahan sebesar 38.64% pada kondisi waktu pengering pukul 07:00 WIB sampai 16:40 WIB, dan beban optimum 152.98 kg, serta pada kondisi 4 jendela untuk udara masuk dibuka, dan exhaust fan hidup selama 9.66 jam. Efisiensi terbaik dengan pemanas tambahan atau pada malam hari sebesar 9.23% dengan beban optimum 157.34 kg, waktu pengeringan 19:00 WIB sampai 12:00 WIB, serta jendela untuk udara masuk dibuka, dan exhaust fan hidup selama 9.66 jam. Sedangkan efisiensi terbaik dengan pemanas tambahan atau pada malam hari sebesar 9.23% dengan kondisi beban optimum 157.34 kg, waktu pengeringan 19:00 WIB sampai 12:40 WIB, serta jendela ditutup sampai pukul 06:00 WIB, dan exhaust fan hidup. Agriana (2006) melakukan uji kinerja alat pengering surya hybrid tipe efek rumah kaca unuk pengeringan dendeng jantung pisang dan mendapatkan suhu rata-rata ruang pengering mencapai 41.6ºC dengan RH mencapai 54.85% dan radiasi surya sebesar 539.69 sampai 653.8 W/m2 dapat menurunkan kadar air dari sekitar 78%-81% menjadi 22%-28% serta efisiensi sistem sebesar 19.31%.
J. Pengering Efek Rumah Kaca (ERK) Hybrid Tipe Rak Berputar Pengering efek rumah kaca (ERK) hybrid tipe rak berputar adalah pengering berenergi surya dan biomassa dengan dinding transparan untuk pemerangkapan panas dari surya.
Wadah produk berupa rak yang dapat
diputar secara horizontal, sehingga setiap rak dapat menerima panas secara merata. Performansi alat pengering tipe ini telah dilakukan untuk pengujian berbagai produk pertanian. Triwahyudi (2009) menggunakan alat ini untuk
14
mengeringkan kapulaga lokal (Amomum cardamomum Wild). Pada suhu ruang pengering rata-rata 41.3OC-48.1 OC kapulaga dapat dikeringkan dari kadar air awal 80.3%bb-82.7%bb menjadi 9.9%bb-10.6%bb dalam waktu 30-47 jam, laju penurunan kadar air 1.5%bb/jam-2.4%bb/jam. Kebutuhan energi untuk menguapkan air dari produk adalah 21.1MJ/kg-29.6MJ/kg dan efisiensi total sistem berkisar antara 11.4%-16.1%. Pergeseran rak 45O memberikan hasil terbaik dengan nilai ragam suhu sebesar 1.2% dan nilai ragam kadar air sebesar 1.1%. Konsumsi energi untuk pemutaran rak relative kecil yaitu sebesar 0.0002 kWh-0.0027 kWh. Widodo (2009), melakukan kajian pola sebaran aliran udara panas pada model pengering efek rumah kaca hybrid tipe rak berputar menggunakan Computational Fluid Dynamics (CFD) dan dihasilkan disain pengering dengan aliran udara optimal. Simulasi suhu dan kecepatan aliran udara menunjukkan bahwa suhu rata-rata ruang pengering 53.6 OC dengan deviasi standar 1.3 OC, dan kecepatan aliran udara rata-rata 0.29 m/dt dengan deviasi standar 0.19m/dt. Larasati (2010) melakukan uji performansi pengering tipe ini untuk pengeringan rosella (Hibiscus sabdariffa L) dan dihasilkan percobaan terbaik pada perlakuan pemutaran rak selama 5 menit setiap setengah jam dan pergeseran posisi rak 45 O setiap 60 menit. Suhu yang dihasilkan pengeringan berkisar antara 26.7OC-46.4OC. Laju pengeringan sebesar 46.09%bk/jam dan lama pengeringan yang dibutuhkan untuk mengeringkan rosella dari kadar air 90% bb menjadi 10% bb berkisar antara 24-29 jam, efisiensi pengeringan tertinggi adalah 9.39%, serta kebutuhan energi untuk menguapkan air rata-rata sebesar 27.76 MJ/kg produk. Mutu rosella yang dikeringkan dengan mesin pengering ERK lebih baik jika dibandingkan dengan dijemur. Putri
(2010), menguji performansi pengering ini untuk cengkeh.
Dengan suhu pengeringan sebesar 39.23OC, cengkeh dapat dikeringkan dari kadar air awal 69.58% bb - 72.67% bb hingga kadar air akhir 1.13% bb15.38% bb selama 26.20 jam - 33.02 jam. Laju pengeringan rata-rata berkisar antara 5.89 % bk/jam - 8.65% dan
konsumsi energi untuk menguapkan
produk berkisar antara 12 828.35 kJ/kg - 25 787.18 kJ/kg, serta efisiensi total
15
sistem pengeringan berkisar antara 8.95% - 19.35%. Perlakuan yang memiliki tingkat kematangan cengkeh berwarna kuning kemerahan tertinggi memiliki nilai rendemen cengkeh tertinggi sedangkan yang memiliki tingkat kematangan cengkeh yang berwarna hijau tertinggi memiliki nilai rendemen cengkeh terendah.
16