II. TINJAUAN PUSTAKA A. Susu Segar Susu adalah susu hewan mamalia yang tidak ditambahkan sesuatu apapun dan diperoleh dengan pemerahan hewan sehat secara kontinyu dan sekaligus. Sapi perah merupakan ternak penghasil susu yang sangat dominan dibandingkan ternak perah lainnya (Sarwani et al., 1987). Susu segar adalah cairan yang berasal dari ambing sapi sehat dan bersih, yang diperoleh dengan cara pemerahan yang benar, yang kandungan alaminya tidak dikurangi atau ditambah sesuatu apapun dan belum
mendapat
perlakuan
apapun
kecuali
proses
pendinginan
tanpa
mempengaruhi kemurniannya (BSN, 1998). Susu merupakan sumber pangan protein hewani yang memiliki peranan strategis dalam kehidupan manusia karena mengandung berbagai komponen gizi yang lengkap serta kompleks dan sangat penting untuk diketahui bukan hanya produk susunya saja tetapi juga mulai dari proses, distribusi, dan produk olahannya (Mugen, 1987). Suhu sangat berpengaruh terhadap kecepatan kerusakan susu segar. Suhu susu segar harus disimpan pada suhu kurang dari 7o C agar tidak cepat rusak selama pengiriman (Husnawati, 2002). Susu segar umumnya mempunyai pH antara 6,5 - 6,7. Nilai pH yang lebih besar dari 6,7 biasanya menunjukkan adanya gangguan pada kelenjar ambing sapi (mastitis), sebaliknya pH di bawah 6,5 menunjukkan kerusakan karena bakteri. Hadiwiyoto (1994) menambahkan bahwa rata-rata keasaman susu hanya 0,17%. Persentase keasaman yang kecil tersebut disebabkan karena sifat susu yang mempunyai pH sekitar 6,5 – 6,7. Adanya asam dalam susu terutama disebabkan oleh aktivitas bakteri-bakteri pembentuk asam. Bakteri-bakteri tersebut dapat mengubah gula susu (laktosa) menjadi asam laktat. Cairan susu yang masih dalam ambing umumnya steril. Setelah keluar dari ambing dapat terjadi kontaminasi. Sumber kontaminasi dapat berasal dari manamana, antara lain lingkungan, udara, peralatan, dan pemerahnya sendiri. Tipe mikroba yang dapat mengkontaminasi susu dapat dibagi menjadi beberapa tipe berdasarkan aktivitas biokimianya, yaitu yang memproduksi asam, memproduksi gas, fermentasi ”ropi” atau ”stringy”, proteolitik, dan lipolitik (Pelczar, 1982).
3
Dari beberapa hasil kerja mikroorganisme tersebut, salah satunya dapat bermanfaat dalam proses pengolahan susu, seperti pada pembuatan dadih.
B. Fermentasi Susu Fermentasi adalah proses perubahan biokimia substrat organik dengan bantuan enzim yang dikeluarkan oleh mikroorganisme tertentu. Selain itu menurut Webb et al. (1983), fermentasi merupakan proses biologi untuk mendapatkan energi kimia bagi pertumbuhan melalui reaksi oksidatif dengan komponen organik sebagai penerima hidrogen. Fermentasi susu dapat terjadi karena aktivitas bakteri atau mikroorganisme lainnya. Proses di atas dikehendaki seperti pada pembuatan yogurt, dadih, dan keju (Ray, 1996). Makanan yang mengalami fermentasi biasanya memiliki nilai gizi yang lebih tinggi daripada aslinya (Khasrad, 2002). Hal ini disebabkan oleh mikroorganisme bersifat katabolik atau memecah komponen-komponen komplek menjadi zat-zat sederhana sehingga mudah dicerna (Winarno et al., 1980 dalam Khasrad, 2002). Rahman (1992) mengemukakan bahwa mikroorganisme yang memegang peranan penting dalam proses fermentasi susu adalah kelompok bakteri asam laktat, yaitu beberapa spesies dari Streptococcus dan Lactobacillus. Peranan bakteri di atas terutama adalah memproduksi asam laktat, menghasilkan metabolit yang erat hubungannya dengan flavour khas untuk produk tertentu. Ada dua macam bakteri asam laktat yang dapat digunakan dalam proses fermentasi, yaitu bakteri asam laktat homofermentatif dan bakteri asam laktat heterofermentatif. Streptococcus dan beberapa Lactobacillus tergolong bakteri asam laktat homofermentatif yang menghasilkan produk akhir berupa asam laktat, sedangkan Leuconostoc dan beberapa Lactobacillus merupakan bakteri heterofermentatif yang selain menghasilkan asam laktat juga menghasilkan etanol, asetat, dan karbondioksida (Fardiaz, 1992). Produk fermentasi tradisional merupakan hasil aktivitas satu atau lebih mikroorganisme. Kondisi sanitasi, suhu dan faktor-faktor lingkungan menentukan jenis mikroorganisme yang berkembang dan berperan. Perubahan biokimia susu
4
akibat aktivitas mikroorganisme dapat dipilih berdasarkan komponen utama susu, yaitu perubahan laktosa, protein, dan lemak. Fermentasi alami melibatkan berbagai mikroorganisme. Pada susu, mikroorganisme yang dominan adalah bakteri asam laktat (Streptococcus, Lactobacillus, dan Leuconostoc) yang membentuk asam dan citarasa tertentu (Robinson dan Tamine, 1981). Jika keasaman meningkat, protein susu akan menggumpal, sedangkan perubahan lain adalah pembentukan lendir dan gas penyebab aroma tidak sedap. Keasaman susu dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu adanya asam laktat, asam fosfat, asam sitrat, adanya kasein, albumin susu (laktalbumin) dan terlarutnya karbondioksida dalam susu. Hadiwiyoto (1994) menyebutkan timbulnya asam laktat dapat menyebabkan turunnya pH susu. Jika pH susu mencapai titik isoelektris protein susu, maka protein akan menggumpal sehingga terbentuk dadih. Hal ini terjadi misalnya pada pembuatan yogurt, dadih, dan keju.
C. Dadih Produk-produk olahan susu tradisional yang ada di Indonesia antara lain ”dali” dari Sumatera Barat, ”dangke” dari Sulawesi Selatan, dan ”dadih” dari Sumatera Barat dan Aceh. Di lain pihak menurut Sirait (1993), dali dan dangke adalah produk yang tergolong keju lunak, sedangkan dadih merupakan produk susu fermentasi seperti yogurt dan kefir. Menurut Naiola (1995) dadih yang diproduksi di Sumatera Barat dibuat dengan bahan dasar susu kerbau dengan mengandalkan mikroorganisme yang ada di alam sebagai inokulan atau tanpa menggunakan starter tambahan. Mikroorganisme dari dadih diperkirakan dari daun pisang sebagai penutup tabung bambu dan dari susu. Pada dasarnya dadih mempunyai prinsip fermentasi yang sama dengan yogurt, tetapi pembuatan dadih terjadi secara alamiah atau tanpa penambahan starter, sedangkan pada pembuatan yogurt, kefir, dan produk susu fermentasi lainnya seperti susu acidophilus dan koumiss harus ditambahkan starter (Rahman et al., 1992). Sugitha (1995) menyatakan bahwa, dadih adalah produk susu kerbau yang difermentasikan secara alami, pada suhu kamar selama dua malam (48 jam).
5
Dadih belum begitu dikenal secara meluas sebagaimana produk hasil fermentasi susu lainnya seperti keju, yogurt, maupun kefir. Pada prinsipnya, proses terjadinya dadih adalah penggumpalan susu kerbau yang disebabkan oleh adanya asam – asam yang dihasilkan dari perubahan karbohidrat dalam susu kerbau oleh mikroorganisme tertentu (Sayuti, 1992). Dadih yang baik adalah yang berwarna putih dengan konsistensi menyerupai susu asam (yogurt) dan mempunyai aroma khas susu asam (Sirait, 1993). Menurut Yudoamijoyo (1983) dalam Rusfidra (2006), dadih mengandung zat gizi antara lain kadar air (84,35%), protein (5,93%), lemak (5,42%), karbohidrat (3,34%), dengan tingkat keasaman (pH) dadih adalah 3,4. Di dalam dadih sudah berhasil diisolasi dan didentifikasi 36 strain bakteri pembentuk asam laktat. Dari beberapa penelitian diketahui bahwa dadih mengandung bakteri asam laktat (BAL) yang potensial sebagai probiotik. Di dalam dadih terdapat bakteri asam laktat (salah satu jenis bakteri probiotik) yang berperan dalam pembentukan tekstur dan cita rasa. Bakteri asam laktat dan produk turunannya mampu mencegah timbulnya berbagai penyakit seperti mencegah enterik bakteri patogen, menurunkan kadar kolesterol di dalam darah, mencegah kanker usus, anti mutagen, anti karsinogenik dan meningkatkan daya tahan tubuh. Selain itu, dadih diduga efektif sebagai antivaginitis (Rusfidra, 2006). Bakteri asam laktat yang membantu proses fermentasi dadih diperkirakan adalah dari jenis Lactobacillus. Menurut Hosono et al. (1992), bakteri yang berperan dalam fermentasi dadih berasal dari tabung bambu, permukaan daun penutup dan susu kerbau yang digunakan. Menurut Alase (1994), ruas – ruas bambu mengandung sejumlah mikroorganisme yang terdiri dari kapang, khamir, mikroorganisme pembentuk asam laktat, pemecah protein dan pembentuk spora. Pembuatan dadih sampai saat ini masih dilakukan secara tradisional sehingga mutu yang diperoleh berbeda-beda. Proses pembuatan dadih tradisional dapat dilihat pada Gambar 1 berikut.
6
Susu kerbau Penuangan ke dalam bambu (Ditutup dengan daun pisang yang sudah dilayukan di atas api dan diikat) Fermentasi (Pada suhu ruang 48 jam) Dadih Gambar 1. Diagram Alir Pembuatan Dadih Tradisional (Sirait, 1993) D. Lactobacillus casei Lactobacillus casei tergolong dalam famili Lactobacillaceae. Bakteri ini bersifat homofermentatif, berbentuk batang panjang, anaerobik fakultatif dan katalase negatif (Jay, 2000). Perbandingan jumlah asetaldehida dan asetoin akan menentukan mutu susu fermentasi (Gilliland, 1986). Menurut Fardiaz (1989), bakteri ini tergolong streptokoki dalam kebutuhan nutriennya. Robinson dan Tamine (1981) menyatakan bahwa Lactobacillus casei dapat diisolasi dari susu dan produk-produk susu. Lactobacillus casei ditemukan 10 tahun setelah penemuan bifidobacteria. Lactobacillus casei diisolasi dari keju dan bakteri ini merupakan penghasil flavor utama keju. Nama yang pertama diberikan adalah Bacillus casei , "casei" adalah nama latin untuk keju. Saat ini bakteri tersebut digolongkan dalam genus Lactobacillus (Mitsuoka, 1990). Menurut Robinson dan Tamine (1981), Lactobacillus casei tidak memproduksi amonia dari arginin, dapat memfermentasi amigdalin, manitol, solobiosa, dan salisin. Lactobacillus casei tidak dapat memfermentasi substrat melobiosa, rafinosa, rhamnosa, gliserol dan jarang memfermentasi inositol atau sorbosa. Lactobacillus casei galur shirota yang terdapat pada minuman merk Yakult menurut Robinson dan Tamine (1981), berbentuk batang, terdapat dalam koloni tunggal maupun berantai, dengan ukuran 1.5-5.0 μm dan lebar 0.6-0.7μm, bersifat gram positif, katalase negatif, tidak berbentuk spora maupun kapsul dan tidak
7
mempunyai flagella. Menurut Robinson dan Tamine (1981), Lactobacillus casei tidak dapat tumbuh pada suhu 45oC (kecuali spesies rhamnosus dan casei).
E. Bahan Pengental Pengental atau disebut juga Pengemulsi atau Pemantap adalah suatu bahan tambahan makanan yang berfungsi sebagai perekat antara dua zat berfase cair yang berbeda (seperti minyak dan air atau cuka dengan bumbu salada). Daya kerjanya dipengaruhi oleh bentuk molekulnya yang mampu terikat oleh dua jenis cairan serta dapat membantu terbentuknya atau memantapkan sistem dispensi yang homogen pada makanan. Bahan yang berfungsi sebagai pengemulsi antara lain kuning telur, putih telur (albumin), pektin, lesitin, kasein, tepung paprika (mustard) dan pasta kanji. Diantara produk olahan pangan yang memanfaatkan pengemulsian adalah mayonnaise, french dressing (salah satu salad dressing), krim
keju,
susu,
mentega,
margarin,
dan
shortening.
Beberapa
penyetabil/pemantap ada pula yang berfungsi emulsifer diantaranya Gum Arab bisanya dimanfaatkan sebagai emulsi cita rasa minuman ringan dan Gum tragakan sangat cocok digunakan untuk menghasilkan emulsi cita rasa roti (bakery). Untuk proses pengentalan bahan pangan cair dapat digunakan hidrokoloid, Gum dan bahan polimer sintetis. Bahan Pengental tersebut misalnya pektin, agar-agar, gum arab dan CMC (Prasasto, 2008). Bahan Pengental yang tergolong hidrokoloid dapat berfungsi sebagai pengental, gelling agent, pengontrol sineresis produk, penstabil emulsi, penstabil pH, penstabil panas, pembentuk suspensi,
penstabil busa, penghambat
pembentukan es, pembentukan cristal dan memberikan rasa dan aroma pada produk (Philip dan William, 2000). Padaga dan Sawitri (2005) menambahkan bahwa bahan pengental berperan untuk memperbaiki struktur lemak dan distribusi udara dalam produk, meningkatkan kekompakan bahan-bahan dalam produk sehingga diperoleh produk yang lembut, dan meningkatkan ketahanan produk terhadap pelelehan bahan. Bahan pengental dapat diperoleh dari berbagai sumber, diantaranya hewan, tumbuhan, alga dan dan mikroorganisme. Jenis pengental yang berasal dari tumbuhan diantaranya gum arab, gum tragakan, guar gum, pektin dan CMC.
8
Pengental yang berasal dari hewan diantaranya gelatin, kasein, whey protein, dan citosan. Pengental yang beraal dari jenis alga antara lain agar, karagenan, dan alginat, sedangkan pengental dari jenis mikroorganisme diantaranya gum xanthan, dekstrin,
dan
selulosa
(Philip
dan
William,
2000).
Koswara
(2006),
mengklasifikasikan jenis pengental jenis hidrokoloid dengan hidrokoloid alami, hidrokoloid alami termodifikasi dan hidrokoloi sintetik. Hidrokoloid alami terdiri dari hidrokoloid eksudat, hidrokoloid biji, hidrokoloid ekstraksi, dan hidrokoloid fermentasi. Menurut Koswara (2006), hidrokoloid yang merupakan suatu polimer larut air yang mampu membentuk koloid dan mampu membentuk gel (gelling agent) atau mampu mengentalkan larutan tersebut (non gelling agent). Gelling agent adalah bahan yang digunakan untuk mengentalkan dan menstabilkan larutan cair, emulsi dan suspensi, sebagai campuran koloid yang membentuk sebuah struktur internal yang menghasilkan gel (Wikipedia, 2008). Menurut McHugh (2003), agar-agar dan karagenan merupakan hidrokoloid yang digunakan untuk mengentalkan (meningkatkan viskositas) larutan dalam bentuk gel dan menstabilkan produk tersebut. Suatu hidrokoloid dapat membentuk gel apabila mampu membentuk jala atau jaringan tiga dimensi pada molekul primernya yang terentang pada seluruh volume gel yang terbentuk dengan memerangkap sejumlah air di dalamnya (Koswara, 2006) Agar-agar merupakan hidrokoloid yang berasal dari alga atau rumput laut yang struktur terdiri dari D-Galaktosa, dan 3-6, anhidro-L-galaktosa, dengan beberapa variasi sedikit senyawa ester sulfat. Jenis rumput laut yang dapat memproduksi agar berasal dari filum Rodophyta (alga merah). Agar-agar adalah polisakarida yang terbentuk oleh struktur semiester sulfat yang berikatan dengan beberapa galaktosa. Agar-agar digunakan untuk pembentuk ikatan gel yang baik dan dalam industri makanan telah banyak digunakan sebagai bahan tambahan makanan yang aman (Armissen dan Galatas, 2000). Pektin merupakan hidrokoloid pembentuk gel yang berasal dari kulit buah seperti jeruk, lemon, apel dan lain sebagainya. Pektin terdiri dari heteropolimer yang mayoritas merupakan golongan asam galakturonat, ester dan amida. Pektin tidak mengandung gula, termasuk rhamnosa, galaktosa, arabinosa, dan beberapa
9
gula lainnya, dan garam, termasuk didalamnya sodium, potasium, kalsium atau amonium (May, 2000). Gum Arab merupakan jenis gum yang berasal dari pohon akasia. Gum Arab memiliki tingkat kelarutan tinggi di dalam air, stabilisasi yang baik dan pengemulsi cita rasa yang baik pada minuman ringan dengan viskositas yang relatif rendah (Fardiaz, 1987). Gum arab yang berasal dari pohon akasia (Leguminosae) memiliki ikatan polisakarida yang komplek dan mengandung beberapa komponen nitrogen yang tidak dapat dihilangkan dengan proses purifikasi. Gum arab memberikan efek warna terhadap produk, yaitu warna oranye hingga coklat. Selain itu bersifat emulsifier terhadap essensial oil dan mempengaruhi aroma produk (Wiliam dan Philips, 2000) CMC merupakan golongan hidrokoloid yang berasal dari pulp selulosa yang diambil dari ekstrak kayu atau kapas. CMC dapat larut dalam air tanpa mempengaruhi warna dan aroma produk. CMC merupakan bahan tambahan makanan yang aman untuk dikonsumsi dengan batas maksimum konsentrasi yang digunakan sebesar 1,5%. Penambahan CMC pada produk dapat mengurangi tingkat viskositas produk tetapi tidak dapat memberikan tekstur gel kecuali dengan penambahan hidrokoloid lainnya (Muray, 2000). Muray (2000) menyatakan bahwa CMC memberikan produk akhir seperti pulp (bubur), sedangkan Setyawan (2007) memaparkan bahwa Gum Arab akan membentuk larutan yang tidak begitu kental dan tidak membentuk gel pada kepekatan yang biasa digunakan (paling tinggi 50%).
10