II.
TINJAUAN PUSTAKA
A. United States Golf Association (USGA) Sejarah United States Golf Association (USGA) dimulai sebelum perang dunia II, dimana pembuatan lapangan golf dibangun langsung dilokasi yang memiliki tanah hijau diatasnya, artinya lokasi yang memang tanahnya telah tertutupi hijaun rumput itulah yang dijadikan lapangan golf. Namun pada 1916, terjadi perubahan amandemen dalam penggunaan tanah. Perubahan itu meliputi pengharusan penggunaan pasir, tanah dan gambut didalamnya, yang merupakan campuran dasar dalam pengolahan tanah pada daerah perakaran tanaman (umumnya rumput) dan sebagai sumber organik untuk menggantikan kekurangan pasokan nutrisi yang biasa diperoleh dari kotoran ternak (Allison 1962). Namun penggunaan tanah gambut yang dicampur dengan tanah dan pasir tidak memberikan hasil yang memuaskan untuk campuran terbaik bagi zona perakaran tanaman, dikarenakan campuran tersebut tidak memberikan permeabilitas yang cukup bila tanah dipadatkan. Selain itu, hal ini senada dengan pernyataan yang mengemukakan bahwa kondisi tanah dengan hijauan diatasnya dalam porsi banyak jauh lebih baik dari tanah dengan hijauan sebagai penutupnya dalam jumlah yang sedikit, terkait pada penyebaran porositas tanah yang dihasilkan (Davis 1952). Campuran yang tidak efektif tersebut lalu di ubah dengan menggunakan pasir kasar dengan penggunaan campuran tanah dan gambut. Perbedaannya ialah, gambut yang digunakan setidaknya harus mengandung 8.2% dari tanah liat. Pada 1956, Lunt mengkriteriakan pasir kasar yang memberikan hasil memuaskan pada zona perakaran pada campuran yang digunakan, yakni pasir kasar berukuran 0.2-0.4 mm. Idealnya campuran tanah-pasir-gambut ini harus terdiri dari 75% pasir berukuran tersebut, namun jauh lebih baik lagi bila pada campuran yang digunakan, pasir mendominasi sampai dengan 90% dari total campuran pasir-tanah-gambut. Campuran partikel pasir pada sifat fisik tanah dan pertumbuhan tanaman memberikan hasil terbaik pada rasio campuran yang memiliki partikel pasir 0,5-1
3
4
mm dan 2 sampai 4% tanah liat, walaupun mereka menggunakan tanah liat hitam sebagai tanahnya dan alang gambut sebagai sumber organiknya. Pertumbuhan akar tanaman juga dipengaruhi dari sifat fisik tanahnya dan menggunakan pasir berukuran 0.25-0.5 mm akan memberikan produksi massa akar yang paling besar. Sebagian besar bidang olahraga yang ada memiliki bentuk serangkaian terasiring atau parit. Parit digali minimal 14 inci, lalu setelahnya pipa diletakkan dalam parit pasir dan ditimbun sepanjang alur dan membuat bentuk kolom pasir. Kolom pasir ini adalah elemen penting dari sistem drainase bawah tanah yang memungkinkan air bersifat perkolasi, sehingga air mengalir ke bawah dan jauh dari permukaan bermain. Setelah sistem selesai, rumput baru diletakkan di atas pasir / media tanamnya. Pipa-pipa yang dipasang ini memiliki sebaran lubang-lubang kecil (small perforations) didalamnya. Sehingga, ketika air turun melalui kolom pasir, air tersebut tidak akan pergi kemana-mana, namun langsung masuk ke pipa melalui lubang tadi (Lyndsey 1995). Ia juga memaparkan, pipa tadi memiliki lubang-lubang kecil yang digunakan untuk jalan masuknya air kedalam pipa. Caranya adalah air yang mengalir masuk kedalam tanah, akan berkumpul pada kolam pasir dibawah lapangan, namun air tersebut akan berkumpul dalam 1 ruang, sehingga ketika hujan deras dan air jatuh dalam volume yang tinggi, genangan akan terbentuk diatas permukaan tanah karena air didalam tanah sudah jenuh dan tidak dialirkan keluar lapangan. Kolam pasir yang dibentuk tadi dikelilingi oleh pipa yang berlubang, sehingga saat air berkumpul dan meninggi (jenuh) pada kolam pasir, air tersebut tidak akan kembali ke permukaan tanah, namun mereka akan masuk kedalam pipa dari bawah pipa. B. Rumput Zoysia (Zoysia japonica) Rumput Zoysia adalah asli daerah beriklim Asia Timur dan Pasifik Selatan. Kultivar yang telah menyebar ke daerah subtropis dan biasanya digunakan di halaman rumah, lapangan golf, jalur perairan dan daerah lainnya di sepanjang taman di Hawai'i. Semua rumput Zoysia tumbuh dengan cepat dan mentolerir stres dari
5
panas, kekeringan, dan bayangan. Tunas rumput Zoysia (memperpanjang batang dan daun yang muncul) sangat kaku dan meruncing tajam. Tekstur daun bervariasi dengan spesies: Zoysia japonica memiliki tekstur daun kasar, Zoysia tenuifolia halus dan Zoysia matrella adalah menengah. Dalam hal tingkat pertumbuhan, Zoysia japonica adalah yang tercepat, tingkat pertmbuhan Zoysia tenuifolia yang paling lambat dan tingkat pertumbuhan Zoysia matrella berada diantara kedua varietas tersebut (Samples 2007). Varietas Emerald yang merupakan hasil perkawinan antara Z. japonica dengan Z.Tenuifolia sangat rapat, berwarna hijau tua dan membentuk hamparan yang indah. Semua jenis rumput termasuk dalam famili tumbuhan yang disebut graminae. Rumput daerah panas tumbuh paling baik di daerah yang suhunya antara 27°C sampai 35°C, sedangkan Rumput daerah dingin lebih baik pertumbuhannya pada suhu antara 15°C sampai 24°C. Rumput daerah panas yang popular antara lain bermuda grass (Cynodon L.C. Rich), Zoysiagrass (Zoysia Willd) dan carpetgrass (Axonopus Beauv). Zoysia grass memiliki lima spesies, tiga diantaranya banyak digunakan untuk lansekap, termasuk lapangan golf. Yang terkenal adalah Rumpu jepang (Zoysia japonica) dan rumput manila (Zoysia matrella) (Li 2013). Secara sistematika (taksonomi) rumput Zoysia japonica dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom
: Plantae
Subkingdom : Tracheobionta Super Divisi : Spermatophyta Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Liliopsida
Sub Kelas
: Commelinidae
Ordo
: Poales
Famili
: Poaceae
Genus
: Zoysia
Species
: Zoysia japonica (Beard 1973).
6
Persyaratan tanah dan lingkungan untuk rumput Zoysia agar dapat tumbuh maksimal terutama di tanah berdrainase baik dengan pH antara 5,8 dan 7,5, walaupun dapat mentolerir dengan ditanam di berbagai jenis tanah. Mereka tumbuh dengan baik di sinar matahari penuh tetapi juga mampu ternaungi lebih baik ketimbang rumput musim hangat lainnya (Patton and Riecher 2007). Rumput Zoysia termasuk subfamili chlorisoideae, yang mempunyai pertumbuhan optimum pada suhu 25 – 35ºC. Lebar 2-4 mm dan panjangnya 3-11 mm, tebal rambut-rambut halusnya 0,02 cm yang terdapat pada ligula. Perbungaan pendek, diujung (terminal) dan berbentuk paku. Batang berbentuk bulat, banyak menghasilkan stolong dan rhizome untuk berkembang biak secara vegetatif. Perkembangbiakan secara generatif dengan biji. Untuk pembentukan rumput Jepang sendiri, terdapat 3 macam bentuk pembentukannya, diantaranya adalah dengan cara menyumpal / mencolokkan (plugging). Plugging
adalah
cara
yang
paling
umum
digunakan
untuk
menumbuhkan Zoysia. Saat melakukan plugging, lempeng rumput dipotong menjadi potongan kecil dengan diameter 2-4 inci, ditanam pada kedalaman 6-14 inci. Plugs harus sedikit di bawah lapisan tanah untuk menghindari gundukan. Bila diameter plug ditingkatkan dan luasan area gundukan yang timbul dapat dikurangi, maka akan menaikkan tingkat pertumbuhan rumput. Setelah ditanam, gulung sedikit plug tadi untuk mengurangi gundukan dan dapat dilakukan penyiraman sepenuhnya (Patton and Riecher 2007). Plugs memerlukan waktu 6-8 minggu untuk kembali berdiri setelah ditanam. Irigasi ringan dengan frekuensi yang cukup (sering) (4-6 kali sehari) dianjurkan sampai akar menjadi stabil. Stolon baru ("runner") biasanya akan berkembang pada saat ini dengan baik dan sekitar 12-18 bulan yang diperlukan untuk benar-benar memenuhi permukaan media tanam antara plugs, tergantung pada budidaya, ukuran plugs, jarak plugs dan kondisi lingkungan (Patton and Volenec 2007). Penampilan umum dari rumput Zoysia mungkin lebih dipengaruhi oleh pemotongan dari pada faktor-faktor lainnya. Jika mempertahankan ketinggian
7
rumput lebih dari 2 inci, yang paling sering terjadi rumput Zoysia akan membe bengkak, rumput akan berkumpul padat seperti lapisan jerami yang tebal. Jenis rumput seperti ini sangat sulit untuk dipotong. Sangat disarankan bahwa rumput Zoysia dipangkas setiap 7-10 hari pada ketinggian dari ½- 1½ inci. Ketinggian optimum untuk kebanyakan rumput Zoysia adalah 3/4 inci (Richardson 2006). Setelah ditumbuhkan, rumput Zoysia membutuhkan sangat sedikit penyiraman, ini karena rumput Zoysia adalah salah satu rumput yang paling tahan panas dan kekeringan dari rumput musim hangat lainnya. Sistem perakaran yang mendalam termasuk salah satu alasan rumput Zoysia tumbuh dengan baik yang memungkinkan untuk penyiraman dilakukan hanya bila dibutuhkan. Ketika pisau daun sudah menunjukkan tanda-tanda rumput sedikit layu, berikan pengairan yang cukup banyak, berikan 3/4 inci air dari permukaan tanah. Jangan disiram air lagi sampai tanda-tanda waktu berikutnya mulai layu lagi dengan jelas dan jangan variasikan jumlah air yang diterapkan setiap kali penyiraman. Waktu terbaik untuk pengairan di pagi hari, sebelum atau segera setelah matahari terbit (Sorochan 2007). C. Lapangan Sepak Bola United States Golf Association (USGA) adalah sebuah organisasi pertama yang menjadi tumpuan dalam sejarah pembangunan lapangan olahraga. Mereka menjadi dasar dalam pembuatan lapangan olahraga yang mengharuskan penanaman rumput diatasnya (covercrop), hal ini dikarenakan komposisi media yang digunakan adalah komposisi terbaik yang memperhatikan banyak aspek. Aspek yang diperhatikan adalah konsistensi tanah, kemampuan drainase dan kemampuan tanah dalam menyediakan dan menahan air agar bersifat air kapiler. Selain itu, sistem USGA dalam penerapannya cendrung memperhatikan campuran material pada zona perakaran tutupan diatasnya, hal inilah yang menjadi alasan banyaknya lapangan olaharaga dengan rumput sebagai penutup diatasnya menggunakan USGA sebagai acuan dalam pembangunannya (Gibeault 1989).
8
Berdasarkan banyaknya aspek yang dilihat, konsistensi sangat diperhatikan karena kepadatan dan kekompakkan tanah berpengaruh pada aktivitas yang terjadi diatasnya, namun hal lain yang banyak dipelajari dari sistem USGA ini adalah sistem drainasenya. Pada sistem USGA, untuk dapat membuang kelebihan air dipermukaan tanahnya ialah dengan membuat limpasan permukaan. Limpasan permukaan adalah drainase permukaan yang biasanya dibuat sejajar dengan bibir lapangan pada bahu lapangan dan air dapat masuk bebas kedalamnya. Namun perlu kemiringan tertentu agar terbentuk aliran run off kedalamnya. Pembuatan drainase permukaan berupa lubang yang ditutupi tutupan berlubang sehingga permukaan tersebut dapat dipijak (Madison 1974). Konstruksi sistem drainase bawah permukaan diusahakan agar dapat mengeringkan air dengan cepat, tetapi tidak mengganggu pertumbuhan rumput. Daerah yang akan ditangani cukup luas dan tidak memungkinkan untuk dibuat suatu lubang pemasukan (inlet) (Engel 1959). Jika hal ini terjadi, maka lereng untuk bidang perlu diperluas melewati daerah sampingan normal dari lapangan sepak bola. Jika hal ini tidak dilakukan, maka daerah sela-sela lapangan sepak bola menjadi rusak dan akan membuat permukaan menjadi terkikis. Untuk lapangan sepak bola dibangun dari tanah asli, rekomendasinya adalah untuk memberikan 1,0 sampai 2,5% kemiringan ke tajuk. Sementara 1,0% kemiringan ke tajuk lebih disukai oleh sebagian besar pemain sepak bola. Jika sistem drainase bawah tanah tidak dapat dimasukkan dalam desain lapangan sepak bola maka akan lebih baik untuk menggunakan 2% tajuk untuk lapangan sepak bola untuk memastikan drainase permukaan yang baik, namun sistem pembuangan perimeter diperlukan sepanjang tepi lapangan (Hummel 1993). D. Kompos Kompos adalah hasil akhir suatu proses dekomposisi tumpukan sampah/serasah tanaman dan bahan organik lainnya. Keberlangsungan proses dekomposisi ditandai dengan nisbah C/N bahan yang menurun sejalan dengan waktu. Bahan mentah yang biasa digunakan seperti : daun, sampah dapur, sampah kota dan lain-lain dan pada
9
umumnya mempunyai
nisbah C/N yang melebihi 30 (Sutedjo 2002).Kualitas
kompos biasanya dilihat dari kandungan unsur hara yang ada di dalamnya, dimana kadarnya sangat bergantung dari bahan baku atau proses pengomposan. Menurut standar kualitas kompos SNI : 19-7030-2004, kompos yang baik memiliki kandungan minimum 0,40% untuk unsur nitrogen, nilai rasio C:N 10-20 dan Karbon antara 9,80-32% (Ida 2011). Rasio C/N merupakan faktor paling penting dalam proses pengomposan. Hal ini disebabkan proses pengomposan terantung dari kegiatan mikroorganisme yang membutuhkan karbon sebagai sumber energi dan pembentuk sel, dan nitrogen untuk membentuk sel. Jika c/n tinggi, aktivitas mikroorganisme akan berkurang. Selain itu diperlukan beberapa siklus mikroorganisme untuk menyelesaikan degradasi bahan kompos sehingga waktu pengomposan akan lebih lama dan kompos yang dihasilkan akan bermutu rendah. Jika rasio C/N terlalu rendah, kelebihan nitrogen (N) yang tidak dipakai oleh mikroorganisme tidak dapat diasimilasi dan akan hilang melalui volatisasi sebagai ammonia atau terdenitrifikasi (Agromedia 2007). Beberapa manfaat pupuk organik adalah dapat menyediakan unsur hara makro dan mikro, mengandung asam humat (humus) yang mampu meningkatkan kapasitas tukar kation tanah, meningkatkan aktivitas bahan mikroorganisme tanah, pada tanah masam penambahan bahan organik dapat membantu meningkatkan pH tanah dan penggunaan pupuk organik tidak menyebabkan polusi tanah dan polusi air Selain itu, Isroi (2009) menyatakan humus dapat pula meningkatkan seskuioksida, yaitu oksida-oksida Al dan Fe membentuk koloid protektif yang dapat mengurangi fiksasi P, sehingga P lebih tersedia bagi tanaman. Aktivitas mikroba tanah yang bermanfaat bagi tanaman akan meningkat dengan penambahan kompos. Aktivitas mikroba ini membantu tanaman untuk menyerap unsur hara dari tanah dan menghasilkan senyawa yang dapat merangsang pertumbuhan tanaman. Aktivitas mikroba tanah juga diketahui dapat membantu tanaman menghadapi serangan penyakit. lewat proses alamiah.
10
Namun proses tersebut berlangsung lama sekali padahal kebutuhan akan tanah yang subur sudah mendesak. Oleh karenanya proses tersebut perlu dipercepat dengan bantuan manusia. Proses pengomposan melalui 3 tahapan dan proses perombakan bahan organik secara alami membutuhkan waktu yang relatif (3-4 bulan), mikroorganisme umumnya berumur pendek. Sel yang mati akan didekomposisi oleh populasi organisme lainnya untuk dijadikan substrat yang lebih cocok dari pada residu tanaman itu sendiri. Secara keseluruhan proses dekomposisi umumnya meliputi spektrum yang luas dari mikroorganisme yang memanfaatkan substrat tersebut,
yang dibedakan atas jenis enzim
yang dihasilkannya
(Simamora 2006). E. Entisol Entisol adalah tanah-tanah dengan regolit dalam atau bumi tidak dengan horison, kecuali mungkin lapis bajak. Beberapa Entisol, mempunyai horison plaggen, agrik atau horizon E (albik); beberapa mempunyai batuan beku yang keras dekat permukaan. Entisol dicirikan oleh bahan mineral tanah yang belum membentuk horison pedogenik yang nyata. Tanah-tanah ini dicirikan oleh kenampakan yang kurang muda dan tanpa horison genetik alamiah, atau juga mereka hanya mempunyai horison-horison permulaan. Kondisi lingkungan berdasarkan iklim yaitu entisols dapat ditemukan pada berbagai kondisi iklim. Misalnya, iklim arid atau pergelik dapat membatasi intensitas perkembangan tanah untuk membentuk ordo tanah lainnya. Kejenuhan profil tanah atau bahkan penggenangan dalam waktu lama menghambat perkembangan tanah dan tanah-tanah termasuk ke dalam Ordo Entisol. Kondisi lingkungan berdasarkan vegetasi yaitu bila dilakukan pemupukan dnegan baik dan suplai air dikendalikan, beberapa Entisols dapat dipakai untuk pertanian (lahan gembalaan, kandang ternak). Akan tetapi faktor pembatasnya adalah solum yang tipis, tekstur liat, atau neraca lengas-tanah yang defisit air. Beberapa Entisols dikelola secara intensif, misalnya, Entisols pada aluvium sungai.
11
Kondisi lingkungan berdasarkan relief yaitu ditemukan pada relief datar hingga agak miring dengan bahan induk material deposit seperti alluvium atau colluvium. Kondisi lingkungan berdasarkan waktu yaitu berdasarkan aktivitas manusia dpat mendorong pembentukan Entisols. Kondisi lingkungan berdasarkan bahan induk tanah yaitu berkembang dari bahan induk berpasir, banyak ditemukan di Alabama and Georgia USA dan digunakan untuk lahan gembalaan ternak. Kondisi lingkungan berdasarkan proses genesis yaitu terbentuk oleh gaya-gaya degradasi tanah (mis. Erosi tanah) dari ordo tanah lainnya, atau tanah-tanah ini berkembang dari 'non-soil areas'. Ciri-ciri entisols adalah tanah-tanah yang tidak mempunyai sifat-sifat yang menjadi penciri ordo-ordo lainnya. Tanah-tanah ini mungkin mempunyai epipedon okhrik dan horison penciri albik; mungkin juga mempunyai beberapa fragmen horison penciri yang tidak tersusun dalam suatu pola yang “baku”. Klasifikasi Tanah Entisol Ada tiga subordo dalam ordo Entisols: 1.
Aquents: Entisols yang basah (jenuh air) secara permanen atau musiman dipetakan sebagai Aquents. Tanah-tanah ini menunjukkan sifat redoximorfik yang sangat nyata..
2.
Psamments: Tekstur tanah Psamments biasanya pasir-halus-berlempung atau lebih kasar. Tanah-tanah ini mudah tererosi oleh angin kalau kering.
3.
Fluvents: Tekstur tanah Fluvents biasanya berlempung dan berliat (lebih halus daripada pasir-halus-berlempung). Tanah-tanah ini ditemukan pada material alluvial yang ber-strata. F. Sedimen Erosi adalah proses hilangnya atau terkikisnya tanah atau bagian-bagian tanah
dari suatu tempat yang terangkut oleh air atau angin ke tempat lain. Tanah yang tererosi diangkut oleh aliran permukaan akan diendapkan di tempat-tempat aliran air melambat seperti sungai, saluran-saluran irigasi, waduk, danau atau muara sungai.
12
Hal ini berdampak pada pendangkalan sungai sehingga mengakibatkan semakin seringnya terjadi banjir pada musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau. Menurut Wijayanti (2011) pada umumnya faktor yang sangat mempengaruhi erosi tanah di lahan oleh air adalah iklim, tanah, tanaman dan topografi. Berdasarkan peta kemiringan lahan, data hujan, pola pemanfaatan lahan serta jenis tanah dapat diperkirakan laju erosi. Proses erosi bermula dengan terjadinya penghancuran agregat tanah sebagai akibat pukulan air hujan yang mempunyai energi lebih besar dari pada daya tahan tanah. Pada saat hujan mengenai kulit bumi, maka secara langsung akan menyebabkan hancurnya agregat tanah. Penghancuran dari agregat tanah dipercepat dengan adanya daya penghancur dan daya urai dari tanah itu sendiri. Hancurnya agregat tanah akan menyumbat pori-pori tanah, kemudian kapasitas infiltrasi tanah akan menurun dan mengakibatkan air akan mengalir dipermukaan dan disebut sebagai aliran run off. Limpasan permukaan mempunyai energi untuk mengikis dan mengangkut partikel tanah yang telah hancur. Menurut Rahman M, Donny H dan Dian S (2012) menjelaskan bahwa ada tiga proses kejadian yang berurutan yaitu proses pengelupasan tanah (detachment), pengangkutan tanah (transportation) dan pengendapan tanah (sedimentation). Selain menyebabkan sedimentasi, erosi juga akan menyebabkan berkurangnya ketebalan tanah (solum) dan berkurangnya tingkat kesuburan tanah di wilayah hulu (on site). Erosi menyebabkan unsur hara dalam tanah ikut terbawa, sehingga produktivitas tanah berkurang (Sutrisno et al 2012). Faktor yang mempengaruhi sedimentasi, diantaranya adalah tataguna lahan. Adanya penggunaan lahan, seperti penanaman tanaman di sekitar daerah aliran sungai (DAS) maka akan meningkatkan cadangan air tanah dan mengurangi aliran permukaan. Sebaliknya, apabila pada DAS dengan tataguna lahannya terganggu atau rusak, maka akan mengurangi kapasitas infiltrasi, sehingga dengan demikian volume aliran permukaan akan meningkat dan dapat menimbulkan erosi yang menyebabkan adanya sedimentasi (Bunganaen 2011).