3
II.
TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Padi
Padi merupakan kebutuhan vital bagi masyarakat Indonesia sehari-hari, karena setiap hari orang mengkonsumsi nasi sebagai makanan pokok. Untuk menjaga ketersediaan pangan, maka harus digiatkan penanaman padi varietas unggul. Salah satu padi varietas unggul yakni padi ciherang. Dalam rangka meningkatkan produksi dan produktivitas padi unggul varietas ciherang, penerapan teknologi pemeliharaan harus dilaksanakan, terutama pemupukan yang tepat, karena tanaman padi khususnya varietas unggul ciherang yang produktivitasnya tinggi banyak menyerap unsur hara (Jaelani et al. 2014). Pertumbuhan tanaman padi di bagi kedalam tiga fase pertama, fase vegetatif (awal pertumbuhan sampai bakal malai atau primodia); kedua, fase reproduktif
(primodia
sampai
pembungaan);
ketiga,
fase
pematangan
(pembungaan sampai gabah matang). Fase vegetatif merupakan fase pertumbuhan organ-organ vegetatif seperti pertumbuhan jumlah anakan, tinggi tanaman, jumlah, bobot dan luas daun. Fase reproduktif ditandai dengan memanjangnya beberapa ruas teratas batang tanaman, berkurangnya jumlah anakan (matinya anakan tidak produktif), munculnya daun bendera, bunting, dan pembungaan. Inisiasi primodia malai biasanya dimulai 30 hari sebelum heading dan waktunya hampir bersamaan dengan pemanjangan ruas-ruas batang yang terus berlanjut sampai berbunga. Produktivitas padi adalah hasil akhir dari pengaruh interaksi antara luas lahan dan hasil panen yang dipengaruhi oleh varietas, cara pemupukan tanaman, dan lain-lain.(International Rice Research Institute 2007). Padi juga memiliki karakteristik bentuk dan warna yang beragam, baik tanaman maupun berasnya, tergantung dari varietasnya. Padi Ciherang memiliki karakteristik umur tanamannya cukup singkat yaitu 116 hingga 125 hari, bentuk tanaman tegak, tingginya mencapai 107 hingga 115 cm, menghasilkan anakan produktif 14 hingga 17 batang, warna kaki, batang, dan daun hijau, posisi daun tegak, bentuk gabah panjang ramping, warna gabah kuning bersih, kerontokan
3
4
sedang, kerebahan sedang, bobot 1000 butir 27 hingga 28 gram, rata-rata produksi 5 hingga 8.5 ton/ha (Suprihatno et al. 2010). Padi varietas Ciherang memiliki keistimewaan antara lain kandungan glikemik rendah yaitu 54. Beras dengan indeks glikemik rendah umumnya beramilosa tinggi, tetapi untuk varietas Ciherang beramilosa sedang yaitu 23% sehingga nasinya pulen dan cocok dikonsumsi oleh penderita diabetes dan banyak diminati oleh konsumen, selain itu padi Ciherang ini tahan terhadap bakteri hawar daun (HDB) strain III dan IV, tahan terhadap wereng coklat biotipe 2 dan 3 (Suprihatno et al. 2010). Beberapa langkah yang sangat penting pada fase sebelum tanam adalah pemilihan dan penyiapan lahan serta pembibitan. Menurut Purwono dan Purnamawati (2007), pengolahan tanah bertujuan untuk memberikan media pertumbuhan padi yang optimal dan gulma dapat dibenamkan secara sempurna. Umur pindah bibit tanaman padi harus tepat untuk mengantisipasi perkembangan akar yang secara umum berhenti pada umur 42 hari sesudah semai, sementara jumlah anakan produktif akan mencapai maksimal pada umur 49-50 hari sesudah semai (Badan Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi 2009). Jarak tanam yang dianjurkan adalah 25 cm x 25 cm atau 30 cm x 15 cm atau jarak tanam jejer legowo 40 cm x 20 cm x 20 cm (Purwono dan Purnamawati 2007). Takaran rekomendasi pupuk N, P, dan K secara umum berturut-turut sebesar 200 kg urea / ha, 100 kg SP-36 / ha, dan 100 kg KCl / ha (Setyorini et al. 2004). Peranan irigasi dalam meningkatkan dan menstabilkan produksi pertanian tidak hanya bersandar pada produktivitas saja tetapi juga pada kemampuannya untuk meningkatkan faktor-faktor pertumbuhan lainnya yang berhubungan dengan input produksi (Achmadi dan Las 2006). Gulma
berinteraksi dengan
tanaman
melalui
persaingan untuk
mendapatkan satu atau lebih faktor tumbuh yang terbatas, seperti cahaya, hara, dan air. Tingkat persaingan bergantung pada curah hujan, varietas, kondisi tanah, kerapatan gulma, lamanya tanaman, pertumbuhan gulma, serta umur tanaman saat gulma mulai bersaing (Jatmiko et al. 2002). Pengendalian gulma dimaksudkan
5
untuk menekan atau mengurangi populasi gulma sehingga penurunan hasil secara ekonomis menjadi tidak berarti (Mulyono et al. 2003). Padi umumnya merupakan tanaman yang sensitif terhadap hama dan penyakit. pestisida digunakan untuk menurunkan populasi hama akibat organisme pengganggu tanaman (OPT). OPT dibedakan menjadi tiga kelompok yaitu hama (serangga, tungau, hewan menyusui, burung, moluska), penyakit (jamur, bakteri, virus, nematoda) serta gulma atau tumbuhan pengganggu (Djojosumarto 2008). Golongan pestisida yang paling banyak digunakan dalam jumlah cukup besar untuk meningkatkan hasil produksi pertanian adalah herbisida, insektisida dan fungisida (Sastroutomo 1992). Pestisida masih banyak digunakan di negara maju bahkan pengunaannya semakin meningkat. Awalnya pestisida digunakan sebagai senyawa anorganik seperti arsen trioksida, natrium arsenat, belerang dioksida, natrium fluorosilikat, zink fosfida dan lain sebagainya (Sumardjo 2009). Pestisida digunakan untuk menurunkan populasi hama akibat organisme pengganggu tanaman (OPT). OPT dibedakan menjadi tiga kelompok yaitu hama (serangga, tungau, hewan menyusui, burung, moluska), penyakit (jamur, bakteri, virus, nematoda) serta gulma atau tumbuhan pengganggu. Dalam menentukan pestisida yang tepat, perlu diketahui karakterisitk pestisida yang meliputi efektivitas, selektivitas, fitotoksitas, residu, resistensi, LD 50, dan kompabilitas (Djojosumarto 2008) Pemanenan padi dilakukan pada umur 17 minggu setelah tanam dengan menggunakan sabit. Setelah dipotong dengan sabit, padi dikumpulkan di suatu tempat yang kering (Purwono dan Heni 2010). Kegiatan pengeringan merupakan salah satu kegiatan yang penting dalam usaha mempertahankan mutu gabah. Kadar air gabah yang baru dipanen berkisar antara 20 – 25 %, sehingga perlu diturunkan kadar airnya dengan cara pengeringan sampai gabah mencapai kadar air maksimum 14 % yang mana disebut sebagai gabah kering giling (Andoko 2002). Penanganan pada saat panen dengan tujuan untuk menekan kehilangan hasil dan meningkatkan kualitas hasil, dilakukan melalui pemanenan pada waktu, cara serta penggunaan alat yang tepat. Kehilangan pasca panen padi dapat
6
digolongkan ke dalam kehilangan kuantitatif dan kehilangan kualitatif. Kehilangan kuantitatif berupa susut padi (beras) selama proses pasca panen karena rontok, tercecer, serangan hama dan rusak akibat penanganan yang kurang tepat, terjadi pada setiap tahap. Dalam proses penggilingan, kehilangan ini tercermin dari penurunan rendemen beras (Wijaya 2005). B. Kesuburan Tanah Tanah yang subur adalah tanah yang mempunyai profil yang dalam (kedalaman yang sangat dalam melebihi 150 cm) ; strukturnya gembur ; pH 6,0 6,5; kandungan unsur haranya yang tersedia bagi tanaman adalah cukup ; dan tidak terdapat faktor pembatas
dalam tanah untuk
pertumbuhan tanaman
(Sutedjo 2002). Kesuburan tanah adalah kemampuan suatu tanah untuk menyediakan unsur hara, pada takaran dan kesetimbangan tertentu secara berkesinambung, untuk menunjang pertumbuhan suatu jenis tanaman pada lingkungan dengan faktor pertumbuhan lainnya dalam keadaan menguntungkan (Poerwowidodo 1992). Makin tinggi ketersediaan hara, maka tanah tersebut makin subur dan sebaliknya. Kandungan unsur hara dalam tanah selalu berubah ubah, tergantung pada musim, pengolahan tanah dan jenis tanaman (Rosmarkam dan Yuwono 2002). Bidang pertanian khususnya dalam budidaya tanaman, keadaan tanah dan pengelolaan merupakan faktor penting yang akan menentukan pertumbuhan dan hasil tanaman yang diusahakan. Hal ini disebabkan karena tanah merupakan media tumbuh bagi tanaman, sebagai gudang dan pensuplai unsur hara. (Hanafiah 2005). Menurut Supriyadi et al. (2014). dekomposisi bahan organik juga menyebabkan mineralisasi dan imobilisasi unsur esensial seperti N, P dan Belerang (S). Dekomposisi bahan organik mempengaruhi dinamika berbagai unsur hara seperti Nitrogen (N) dan Fosfor (Rochette et al. 2000). Bahan organik tanah dan N-total tanah berperan penting dalam proses pembentukan tanah (pedogenesis) dan berkontribusi terhadap kesuburan tanah (Saint-Laurent et al. 2014). Menurut Hadisudarmo dan Supriyadi (2014), kandungan N tanah umumnya terbatas dan mengalami alih rupa dan alih tempat melalui pencucian
7
dan aliran permukaan. Nitrogen merupakan senyawa utama penyusun asam nukleat dan protein, organisme pada masa pertumbuhan memerlukan nitrogen dalam jumlah tinggi (Kast et al. 2015). Nitrogen merupakan unsur penting bagi pertumbuhan tanaman dan ditambahkan dalam pemupukan untuk merangsang produktivitas tananam (Doole 2015). Peran unsur nitrogen sebagai unsur utama adalah (a) meningkatkan produksi dan kualitasnya, (b) untuk pertumbuhan vegetatif (pertumbuhan tunas, daun, batang), (c) pertumbuhan vegetatif berarti mempengaruhi produktivitas. Tanah yang gembur memungkinkan udara masuk ke dalam ruangan- ruangan yang terbentuk, demikian juga air akan tertahan dalam ruangan tersebut (Hakim dan Djakasutami 2009). Efisiensi pemakaian pupuk N di lahan padi sawah dapat dimaksimalkan dengan jalan pemupukan disesuaikan
tepat-waktu
yaitu
dengan tahapan perkembangan tanaman padi dimana puncak
kebutuhan nutrisi N terjadi, dan dengan cara penempatan pupuk dalam tanah (Mutert dan Fairhurst 2002). Pemberian pupuk fosfat secara terus menerus menyebabkan penimbunan P, sehingga menurunkan respons tanaman terhadap pemupukan fosfat. Penimbunan P selain mengurangi efisiensi P juga dapat mempengaruhi ketersediaan hara lain bagi tanaman, diantaranya adalah Fe dan Mn. Oleh karena itu, pola pemberian P hendaknya didasarkan pada status P untuk tanah yang bersangkutan (Makarim 1993). Cara penyerapan P oleh tanaman melalui difusi, kemudian dapat pula melalui intersepsi akar. Dalam tanaman, P merupakan unsur penting penyusun adenosin triphosphate (ATP) yang secara langsung berperan dalam proses penyimpanan dan transfer
energi
yang
terkait
dalam proses metabolisme
tanaman (Dobermann dan Fairhurst 2000). Pada fase pertumbuhan tanaman tersebut, P berfungsi memacu pembentukan akar dan penambahan
jumlah
anakan. Di samping itu, P juga berfungsi
mempercepat pembungaan dan pemasakan
gabah. Kekurangan hara P juga
menurunkan respons tanaman terhadap pemupukan N. Defisiensi P seringkali berasosiasi dengan kadar Fe yang meracun dan kekurangan Zn, terutama pada tanah ber pH rendah (Adiningsih 2004).
8
Kalium tergolong unsur yang mobil dalam tanaman baik dalam sel, jaringan tanaman, maupun xilem dan floem. Kalium dalam sitoplasma dan khloroplas diperlukan untuk
menetralkan larutan sehingga mempunyai pH 7-8. Pada
lingkungan pH tersebut terjadi proses reaksi yang optimum untuk hampir semua enzim yang ada
dalam tanaman. Bila tanaman kekurangan K, maka banyak
proses yang tidak berjalan dengan baik misalnya terjadi akumulasi karbohidrat, menurunnya kadar pati, dan akumulasi senyawa nitrogen dalam tanaman (Rosmarkam dan Yuwono 2002). Pemberian bahan organik di Subak Jagarasa, desa Penyaringan, Jembrana, Bali dapat meningkatkan berat gabah kering panen (Kariada et al. 2008). Penambahan sekam dan pupuk kandang sapi nyata meningkatkan porositas tanah dan water holding capacity (WHC), C-organik, kadar N, P, K, Ca, Mg, dan KTK tanah Litosol, di Mubi, Nigeria (Tekwa et al. 2010). Pemberian kompos jerami dan pupuk NPK secara mandiri dapat meningkatkan nitrogen tersedia, pertumbuhan generatif (tinggi tanaman
dan
jumlah anakan per rumpun) serta hasil tanaman padi (jumlah gabah per malai dan jumlah gabah isi per malai) (Kaya E 2013). Pupuk NPK mengandung tiga senyawa penting antara lain ammonium nitrat (NH4NO3), amonium dihidrogen fosfat (NH4H2PO4), dan kalium klorida (KCl) (Imran 2005). Penurunan kestabilan agregat tanah berkaitan dengan penurunan kandungan bahan organik tanah, aktivitas perakaran tanaman dan mikroorganisme tanah. Penurunan ketiga agen pengikat agregat tanah tersebut selain menyebabkan agregat tanah relatif mudah pecah sehingga menjadi agregat atau partikel yang lebih kecil (Suprayoga et al. 2002). Agregat tanah dapat menjadi lebih buruk yang disebabkan oleh beberapa faktor yaitu adanya pemadatan dan pengemburan tanah, pengeringan tanah setelah panen, aerasi yang berlebih ketika pengolahan tanah primer dan pengeringan tanah ketika dilakukan pengolahan tanah primer. Beberapa faktor tersebut dinilai dapat menyebabkan kerusakan tanah dan menyebabkan suatu kerugian (Birkas et al. 2007). Agregat tanah dapat tetap terjaga pada lahan tanpa olah tanah dibandingkan suatu lahan yang digunakan untuk budidaya tanaman. Proses dekomposisi
9
tergantung jumlah bahan organik dalam tanah, sehingga bahan organik mempengaruhi kemantapan agregat tanah tersebut. Kemantapan agregat tanah sangat berhubungan dengan stabilitas agregat di air dan ketahanan terhadap suatu tekanan mekanis (Quintero dan Comerford 2013). Kapasitas Tukar Kaitan (KTK) berhubungan dengan pH tanah pada tanahtanah yang memiliki mineral lempung bermuatan terubahkan atau lempung yang muatannya tergantung pH (soils with variable charge) (Purba 2014). Tanah dengan KTK tinggi mampu menjerap dan menyediakan unsur hara dalam kompleks jerapan koloid sehingga tidak mudah hilang tercuci oleh air. Kemasaman tanah dikendalikan oleh jumlah hidrogen (H+) dan aluminium (Al3+) yang terkandung dalam tanah atau yang dihasilkan oleh komponen tanah (Soewandita 2008). Tanah dengan KTK tinggi memiliki kapasitas yang lebih besar untuk mengandung atau menghasilkan sumber-sumber keasaman (Johnson 2011). Rendahnya bahan organik di lokasi penelitian diduga karena belum terdekomposisi dengan sempurna (seresah utuh). Dekomposisi seresah yang diubah bentuknya dari potongan segar atau potongan kering menjadi serbuk mempercepat laju dekomposisi (Pardono 2011). Bahan organik tanah memberikan sumber energi untuk aktivitas biologi dalam tanah, berkontribusi terhadap struktur tanah, stabilitas agregat, porositas tanah, kapasitas memegang air, kapasitas tukar kation dan penyangga pH tanah (Edwards et al. 2013). Aplikasi P dalam jumlah besar pada tanah masam akan terikat, diperlukan P dengan dosis tinggi untuk memenuhi situs pertukaran dan menjadikan P lebih tersedia bagi tanaman (Sharma 2011). Bahan organik diketahui dapat mengurangi jerapan P oleh oksida besi dan alumunium serta koloid lempung yang terdapat dalam tanah. Keberadaan Kalium (K) sangat penting untuk mencegah tanaman dari serangan hama dan penyakit serta kekeringan (Utami dan Handayani 2003). Kekurangan N pada tanaman ditandai dengan daun yang menguning pada daun tua (daun pada bagian bawah) sedangkan bagian lain berwarna hijau terang (Rondon et al. 2007; Hosier dan Bradley 1999).
10
K tanah berasal dari mineral-mineral primer tanah (Feldspar, mika dan sebagainya) dan pupuk buatan. K ditemukan dalam jumlah banyak di dalam tanah, tetapi hanya sebagaian kecil yang digunakan oleh tanaman yaitu yang larut dalam air atau yang dapat dipertukarkan (dalam bentuk koloid tanah). K dalam tanah dibedakan menjadi tidak tersedia bagi tanaman, tersedia dan tersedia tapi lambat. K yang tersedia hanya 1-2% dari total K dalam tanah. Kadar K dalam bentuk K 2O (Kalium Oksida) merupakan K yang dapat dipertukarkan untuk dapat diserap tanaman (Soewandita 2008). Nilai BV bergantung pada beberapa faktor seperti distribusi ukuran agregat, kandungan bahan organik dan bahan kasar (Amacher et al. 2007). Nilai BV yang tinggi maupun rendah dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Peningkatan BV berpengaruh negatif terhadap sistem perakaran, sirkulasi air dan udara, serta unsur hara tanaman. Semakin tinggi nilai BV maka tanah akan semakin padat dan mengganggu penetrasi akar (Liu et al. 2014). Penurunan BV berpengaruh terhadap pertumbuhan akar tanaman (Macci et al. 2012). Jika BV rendah maka tanah akan semakin gembur sehingga memudahkan penetrasi akar, sirkulasi udara dan air dalam tanah menjadi lebih baik karena jumlah pori yang tersedia lebih memadai. Penurunan BV menyebabkan agregat tanah menjadi lebih baik (Mondal et. al 2015). pH tanah berkaitan dengan ketersediaan unsur hara, jika pH tanah rendah maka unsur hara dalam tanah juga rendah (Amacher et al. 2007). Penambahan asam-asam organik sintetis (asam oksalat, sitrat, asetat dan EDTA) pada senyawa humik menyebabkan penurunan pH (Winarso 2010). C. Produktivitas Padi Menurut Sinungan (2003), produktivitas adalah hasil per satuan dari suatu input (masukan). Selain itu produktivitas juga dapat dapat diartikan sebagai tingkatan efisiensi dalam memproduksi barang-barang atau jasa. Produktivitas mengikutsertakan pendayagunaan secara terpadu sumberdaya manusia dan ketrampilan, barang modal teknologi, manajemen, informasi, energi, dan sumbersumber lain.
11
Produktivitas adalah kemampuan tanah untuk menghasilkan produksi tanaman tertentu dalam keadaan pengelohan tanah tertentu. Produktivitas merupakan perwujudan dari seluruh faktor – faktor (tanah dan non tanah) yang berpengaruh terhadap hasil tanaman yang lebih berdasarkan pada pertimbangan ekonomi. Karena itu, faktor –faktor yang mempengaruhi produktivitas tanah ialah masukan
(sistem
pengelolaan),
keluaran
(hasil
tanaman),
dan
tanah
(Nurmala dan Tati 2012). Peningkatan produktivitas dipengaruhi oleh input produksi, teknik budidaya, kondisi lahan, dan iklim. Kondisi lahan dan iklim Indoonesia sangat mendukung untuk budidaya, hanya saja faktor input produksi dan teknik budidaya masih perlu terus diperbaiki, mengingat sebagian besar petani Indonesia adalah petani kecil dan miskin dengan kemampuan permodalan dan pendidikan yang rendah. Input yang sangat mempengaruhi produksi terutama adalah bibit unggul dan pemupukan (Firdaus et al 2008) Produksi padi sawah dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain, luas lahan garapan, jumlah tenaga kerja efektif, jumlah pupuk, jumlah pestisida, jarak lahan garapan dengan rumah petani, dan sistem irigasi (Mahananto 2009). Damayanti (2013) dalam penelitiannya juga menyatakan ada beberapa faktor yang mempengaruhi produksi padi sawah, yaitu luas lahan, penggunaan benih, penggunaan pupuk urea, pupuk phonska, pestisida, total tenaga kerja, usia petani, frekuensi bimbingan petani dan irigasi. Pemupukan dimaksudkan untuk menjaga kualitas lahan dan mempengaruhi ketahanan terhadap suatu penyakit. Penyebab pelandaian produksi padi sawah antara lain: ketidakterpaduan pengelolaan lahan dan kurangnya kesadaran terhadap upaya pelestarian lahan dan lingkungan, dan eksploitasi lahan sawah secara intensif dan terus menerus telah berlangsung selama bertahun-tahun sehingga berdampak terhadap penurunan tingkat kesuburan dan sifat fisik tanah. Pelandaian produksi padi terjadi karena kurangnya ketersediaan teknologi spesifik lokasi dan tingkat adopsi teknologi anjuran yang masih relatif rendah. Penerapan teknologi di tingkat petani umumnya dari tahun ke tahun tidak berbeda, sehingga banyak komponen teknologi budidaya padi sawah perlu diperbaiki (Suyamto et al. 2007).
12
Respon tanaman terhadap pemberian pupuk akan meningkat apabila pupuk yang digunakan tepat jenis, dosis, waktu dan cara pemberian. Setiap tanaman perlu mendapatkan pemupukan dengan dosis yang sesuai agar terjadi keseimbangan unsur hara di dalam tanah yang dapat menyebabkan tanaman dapat tumbuh dan berkembang dengan baik serta menghasilkan produksi yang optimal (Suwalan et al. 2004). Lahan pertanian merupakan penentu dari pengaruh komoditas pertanian. Secara umum dikatakan, semakin luas lahan (yang digarap/ditanami), semakin besar jumlah produksi yang dihasilkan oleh lahan tersebut. Ukuran lahan pertanian dapat dinyatakan dengan hektare (ha) atau are. Di pedesaan, petani masih menggunakan ukuran tradisional, misalnya patok dan jengkal (Rahim 2007). Peningkatan produktivitas tanaman yang tidak signifikan dapat disebabkan karena kualitas benih yang digunakan kurang bagus atau kurang sesuai pada lokasi penanaman (Dyah 2015). Unsur-unsur hara N (nitrogen), P (fosfor) dan K (kalium) yang diserap tanaman pada mulanya digunakan untuk mendukung pertumbuhan vegetatif seperti tinggi tanaman dan penambahan anakan, kemudian pada vase pertumbuhan generatif unsur-unsur tersebut digunakan untuk pembentukan bunga dan biji gabah tanaman padi. Sehingga semakin banyak unsur yang diserap maka akan meningkatkan pembentukan gabah padi (Haries K et al. 2008) D. Karakteristik Petani Padi Sawah Petani sawah memiliki karakteristik yang sangat beragam, karakteristik tersebut dapat berupa karakteristik ekonomi, karakteristik sosial serta karakteristik demografi. Karakteristik tersebut membedakan petani dilihat dari tipe perilaku terhadap situasi tertentu. Karakteristik petani menurut Nurmanaf (2003) yaitu meliputi : jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan formal, jumlah tanggungan keluarga, pengalaman, sumber informasi, dan pendapatan usaha tani. Faktor pendidikan petani berkorelasi dengan kontrol terhadap penggunaan sumber daya, seperti input produksi (Mugniesyah dan Mizuno 2001). Pendidikan merupakan sarana belajar, dimana selanjutnya akan menanamkan
pengertian
sikap yang menguntungkan menuju pembangunan praktek pertanian yang lebih
13
modern. Mereka yang berpendidikan tinggi adalah yang relatif lebih cepat dalam melaksanakan adopsi, Begitu pula sebaliknya mereka yang berpendidikan rendah, agak sulit melaksanakan adopsi inovasi dengan cepat (Lubis 2000). Umur petani adalah salah satu faktor yang berkaitan erat dengan kemampuan kerja dalam
melaksanakan kegiatan budidaya tanaman (Hasyim
2006). Petani umumnya telah mendapatkan sosialisasi tentang budidaya sejak dini, oleh karena itu umur petani mencerminkan pengalaman berbudidaya tanaman (Suwarto 2011). Menurut Suratiyah (2006), pengalaman berbudidaya akan memudahkan petani dalam memahami kebutuhan input produksi yang diperlukan untuk meningkatkan produktivitas tanaman yang diusahakan. Namun tidak sedikit juga petani yang memiliki pengalaman berbudidaya lama mau menerapkan inovasi.