3
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Pertanian Cermat Konsep baru pertanian cermat yang berbasis masyarakat merupakan pertanian yang mempertimbangkan kearifan petani yang terorganisir dengan baik disertai platform teknologi. Kearifan dari suatu kelompok petani dapat memperbaiki sistem pertanian konvensional melalui pengelolaan keragaman secara hirarkis: keragaman antara petani dalam hal motivasi dan jenis tanaman sebagaimana dengan keragaman di dalam lahan (within-field) dan antar lahan (between-field). Keragaman ini harus dikelola dengan baik agar dapat meningkatkan ekonomi secara
menyeluruh disertai pertimbangan untuk
mengurangi dampak terhadap lingkungan. Platform teknologi yang terorganisasi melalui inovasi dari pengembangan perusahaan dengan tiga kunci teknologi yaitu: teknik pemetaan, teknik variable–rate dan sistem pendukung keputusan yang mempertimbangkan kondisi pedesaan. Pertanian cermat di dalam usaha tani skala kecil dapat dipahami sebagai suatu strategi dalam pengelolaan variabilitas antar lahan. Keterkaitan yang baik antara kearifan petani dan platform teknologi akan menghasilkan informasi yang berorientasi pada bidang informasi dan produk tambah yang mendorong multifungsi pertanian untuk menciptakan suatu rantai bernilai yang baru dalam sistem agro-produksi-konsumsi (Shibusawa, 2003). Rains dan Thomas (2009) menyatakanbahwa pertanian cermat muncul sebagai suatu praktek pengelolaan dengan potensi untuk meningkatkan keuntungan dengan memanfaatkan informasi yang lebih akurat tentang sumber daya pertanian. Sementara itu Sutono (2009) menyatakan bahwa tujuan dari pertanian cermat adalah memperoleh keuntungan yang optimal. Keuntungan tersebut dapat dicapai dari pertanian cermat yang menggunakan peralatan serba otomatis dan dapat juga dicapai oleh pertanian cermat yang belum memasang peralatan serba otomatis. 2.2 Pengelolaan Tanaman Terpadu Di Indonesia salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk dapat meningkatkan produktivitas padi sawah yaitu dengan pendekatan Pengelolaan
4
Tanaman Terpadu (PTT). Menurut tim penyusun Petunjuk Teknis Lapang PTT Padi Sawah Irigasi (Abdulrachmanet al., 2007), PTT pada dasarnya merupakan pengelolaan tanaman dan sumberdaya terpadu dan bukan merupakan suatu paket teknologi, akan tetapi lebih merupakan metodologi atau strategi, bahkan filosofi bagi peningkatan produksi melalui cara mengelola tanaman, tanah, air dan unsur hara serta organisme pengganggu tanaman secara holistik dan berkelanjutan. Pengelolaan Tanaman Terpadu menurut Zaini et al. (2010) adalah suatu pendekatan inovatif dan dinamis dalam upaya meningkatkan produksi dan pendapatan petani melalui perakitan komponen teknologi secara partisipatif bersama petani. Pendekatan yang ditempuh dalam penerapan komponen PTT bersifat: (1) partisipatif, (2) dinamis, (3) spesifik lokasi, (4) keterpaduan, dan (5) sinergis antar komponen. Ishaq (2011), menyatakan pemerintah dalam rangka untuk meningkatkan produktivitas padi telah menggulirkan progam P2BN (Peningkatan Produksi Beras Nasional) yang salah satunya melalui SLPTT. Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu dilakukan dengan cara membagi setiap satuan unit SLPTT seluas 25 ha ke dalam Laboratorium Lapangan (LL) seluas ± 1 ha dan wilayah hamparan SLPTT seluas ± 24 ha. Menurut Pramono et al. (2005), pendekatan PTT pada padi sawah dengan menerapkan
komponen-komponen
teknologi
budidaya
sinergis
mampu
meningkatkan produktivitas usahatani berupa peningkatan hasil panen GKG (Gabah Kering Giling) yang rata-rata lebih tinggi dibandingkan pola petani. Selain itu juga mampu meningkatkan keuntungan usaha tani berkisar antara 25 – 58%.Begitu pula menurut Haryani (2009), sebagian besar petani progam PTT telah mencapai efisiensi teknis dan lebih tinggi dibandingkan dengan petani bukan progam PTT. 2.3 Karakteristik Padi Varietas Ciherang Menurut Ismunadji dan Roechan (1988) padi adalah tanaman unik karena dapat tumbuh dalam keadaan tergenang maupun pada tanah kering. Dinamika hara pada kedua ekosistem tersebut berbeda. Ketersediaan air yang cukup merupakan keuntungan padi sawah. Produksi yang tidak stabil pada padi sawah tadah hujan dan gogo seringkali disebabkan oleh masalah kekurangan air.
5
Padi varietas Ciherang adalah hasil persilangan antara varietas IR64 dengan varietas/galur lain. Sebagian sifat IR64 juga dimiliki oleh Ciherang, termasuk hasil dan mutu berasnya yang tinggi, sehingga varietas Ciherang lebih disukai oleh banyak orang (Hermanto, 2006).Menurut Ruskandar et al. (2008) pada preferensi uji varietas ditunjukkan bahwa selain varietas Ciherang lebih dikenal oleh petani dibandingkan varietas lainnya juga disukai mulai dari tampilan tanaman saat vegetatif, jumlah anakan dan panjang malai, bentuk dan warna gabah serta beras, dan penerimaan umum terhadap organoleptik nasi. Berdasarkan uji organoleptik yang telah dilakukan untuk mengevaluasi mutu rasa nasi Ciherang menurut Dewi (2011) dengan melibatkan 30 panelis, maka berdasarkan uji hedonik, jumlah panelis yang menyatakan suka dan sangat suka pada beras varietas Ciherang berdasarkan atributwarna, kilap, aroma, kepulenan, dan rasa nasinya masing-masing 90%, 70,5%, 40,5%, 65%, dan 64%. Berdasarkan uji peringkat,yang menempatkannasi Ciherang pada urutan pertama dari empat macam nasi dari beras yang banyak beredar di Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Banten, Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Selatan berdasarkan atribut warna, kilap, aroma, kepulenan, dan rasa masing-masing adalah 74,3%, 53%, 46,2%, 53,8%, dan 57,6%.Oleh karena itu mutu beras varietas Ciherang tidak diragukan dan kebanyakan konsumen menyukai rasanya. Deskripsi Varietas Ciherang (Padi Modern) menurut Suprihatno et al.(2010) adalah sebagai berikut : Nomor seleksi
: S3383-1D-PN-41-3-1
Asal persilangan
: IR18349-53-1-3-1-3/2*IR19661-131-3-1-3//4*IR64 Cere
Umur tanaman
: 116-125 hari
Bentuk tanaman
: Tegak
Tinggi tanaman
: 107-115 cm
Anakan produktif
: 14-17 batang
Warna kaki
: Hijau
Warna batang
: Hijau
Warna telinga daun
: Tidak berwarna
Warna lidah daun
: Tidak berwarna
6
Warna daun
: Hijau
Muka daun
: Kasar pada sebelah bawah
Posisi daun
: Tegak
Daun bendera
: Tegak
Bentuk gabah
: Panjang ramping
Warna gabah
: Kuning bersih
Kerontokan
: Sedang
Kerebahan
: Sedang
Tekstur nasi
: Pulen
Kadar amilosa
: 23%
Bobot 1.000 butir
: 28 g
Rata-rata hasil
: 6.0 ton/ha GKG
Potensi hasil
: 8.5 ton/ha GKG
Ketahanan terhadap Hama
: Tahan terhadap wereng cokelat biotipe 2 dan agak tahan biotipe 3
Penyakit
: Tahan terhadap hawar daun bakteri strain III dan IV
2.4 Pengelolaan Hara Pengelolaan hara pada sistem sawah yang baik terjadi jika antara masukan dan keluaran seimbang. Keseimbangan hara dapat terganggu dengan adanya faktor-faktor seperti pencucian, penguapan, denitrifikasi, dan fiksasi. Pada budidaya sawah pengelolaan hara yang baik dapat dilakukan dengan pemupukan yang tepat cara, tepat dosis, tepat waktu, tepat posisi, dan tepat mutu. Pemupukan pada padi sawah dapat dilakukan dengan menggunakan pupuk NPK (pupuk majemuk) ataupun pupuk tunggal. Serapan hara oleh tanaman padi dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain varietas, keadaan fisik tanah, iklim, status air tanah, ketersediaan unsur hara, pH, suhu, adanya ion kompetitif dan sifat fiksasi tanah (Ismunadji dan Roechan, 1988). Menurut Dobermann dan Fairhurst (2000), untuk setiap ton padi yang dihasilkan dibutuhkan sekitar 14,7 kg N/ha; 2,6 kg P/ha; dan 14,5 kg K/ha yang dapat diperoleh tanaman dari tanah, air irigasi, sisa tanaman atau dari pupuk
7
(organik dan/atau anorganik) yang ditambahkan. Makin tinggi hasil yang diperoleh makin besar hara yang dibutuhkan, dan sebaliknya. Abdulrachman et al. (2009) menyatakan bahwa penggunaan pupuk pada padi sawah seyogyanya memenuhi persyaratan antara lain: 1) memenuhi keperluan hara tanaman dengan mempertimbangkan ketersediaan dalam tanah dan suplai dari luar untuk menjamin perolehan hasil gabah yang tinggi, baik kuantitas maupun kualitas, 2) menekan kehilangan hara dari tanah, tanaman dan air untuk pelestarian lingkungan, 3) mudah digunakan, baik oleh petani kecil maupun petani berskala besar, dan 4) teknologi baru pengelolaan pupuk yang dianjurkan lebih mudah diterapkan dibandingkan dengan teknologi yang sudah ada. Menurut Dobermanndan Fairhust (2000), dengan pengelolaan hara yang tidak berimbang akan menyebabkan kehilangan hasil padi hingga 40%, dan apabila ditambah dengan pengelolaan tanaman yang tidak baik maka kehilangan hasil dapat mencapai 60% dari potensi hasil. De Datta (1981) menyatakan bahwa terdapat dua kemungkinan hasil produksi yang diperoleh tidak seperti yang diharapkan, yaitu: 1) hara yang berasal dari pupuk tidak dapat diambil oleh tanaman karena waktu pemupukan dan atau penempatan pupuk yang salah, atau karena adanya perubahan bentuk hara, sehingga pupuk yang diberikan tidak tersedia bagi tanaman; 2) meskipun hara dapat diambil tanaman, tetapi hara tidak digunakan untuk memproduksi bulir padi akibat adanya faktor pembatas seperti kekurangan air atau cahaya, atau karena kekurangan salah satu unsur hara tertentu. Abdulrachman et al. (2009) menyatakan beberapa faktor yang akan menentukan efisiensi penggunaan pupuk antara lain: a) macam tanah, b) pengelolaan hama dan penyakit, c) varietas padi, d) waktu pemberian pupuk, e) musim dan waktu tanam, f) sumber/macam pupuk, g) tataguna air, h) rotasi tanaman, dan i) pengendalian gulma. Menurut Witt et al. (2007), potensi terbesar perbaikan pengelolaan hara hanya dapat dicapai melalui pengelolaan tanaman yang baik, yang manacara pengelolaan tanaman mempengaruhi besarnya respon tanaman terhadap perbaikan pengelolaan hara dengan mempertimbangkan hal-hal berikut ini: I.
Menggunakan benih bermutu serta varietas unggul yang sesuai
8
II. III.
Menanam bibit muda (misal : 10 – 20 hari setelah semai) Meratakan permukaan tanah dan menjaga kedalaman air pada seluruh bidang lahan untuk mendapat pertanaman yang seragam. Cara ini mengurangi kebutuhan air secara keseluruhan.
IV.
Memilih jarak tanam yang cocok untuk efisiensi tajuk daun (misal: 2040 rumpun/m2, dengan 1-3 tanaman/rumpun bagi padi yang ditanam pindah atau 80-120 kg benih per hektar bila benih disebar langsung).
V.
Tidak membiarkan gulma bersaing dengan tanaman padi dalam hal ruang, air, cahaya, dan hara.
2.4.1 Nitrogen Menurut Fairhurstet al. (2007), Nitrogen mempercepat pertumbuhan tanaman, memperbesar ukuran daun, dan meningkatkan jumlah bulir per malai. N mempengaruhi semua parameter yang mendukung hasil. Ketika N dalam jumlah cukup diberikan kepada tanaman, kebutuhan akan hara-hara lain seperti P dan K meningkat. Kirk (1996) dalam Abdulrachman et al. (2009) menyatakan bahwa di daerah-daerah yang menanam padi secara intensif, masukan nitrogen semakin banyak diperlukan, karena laju kehilangan N pada tanah yang sering ditanami padi sangat tinggi. 2.4.2 Fosfor Fairhurstet al. (2007), menyatakan bahwa unsurFosfordiperlukan pada awal tahap pertumbuhan, penyimpanan cadangan makanan dan pengangkutan energi dalam tanaman. Fosfor bersifat mobil (mudah berpindah) dalam tanaman dan mendorong pembentukan anakan, pertumbuhan akar, pembungaan awal, dan pemasakan. Menurut Abdulrachman et al. (2009), hara P sangat diperlukan tanaman padi terutama pada saat awal pertumbuhan. Pada fase pertumbuhan tanaman tersebut, P berfungsi memacu pembentukan akar dan penambahan jumlah anakan. Selain itu, P juga berfungsi mempercepat pembungaan dan pemasakan gabah. Tanaman dengan kahat P menyebabkan jumlah anakan berkurang dan pertumbuhan tanaman terhambat.Jumlah daun, malai, dan bulir/malai juga
9
berkurang. Daun muda tampak sehat, tetapi daun tua menjadi coklat lalu mati. Pemasakan buah tertunda (sering hingga 1 minggu atau lebih). Kahat P tingkat sedang sulit dikenali di lapang. Kahat P sering berhubungan dengan masalah hara-hara lain seperti keracunan Fe pada pH rendah, kahat Zn, kahat Fe, dan salinitas di tanah alkalin (Fairhurstet al., 2007) 2.4.3 Kalium MenurutFairhurstet al. (2007) K mempunyai fungsi sangat penting dalam sel tanaman dan diperlukan untuk memindahkan produk fotosintesis dalam tanaman. Selain memperkuat dinding sel, K juga mendukung fotosintesis dan pertumbuhan tanaman. Kalium juga dapat meningkatkan jumlah bulir per malai, persentase gabah isi, dan bobot 1.000 butir gabah. Abdulrachman
et
al.(2009),
menyatakan
bahwa
meskipun
pada
kenyataannya total K yang diserap oleh tanaman lebih besar daripada N maupun P, namun demikian perhatian mengenai kalium sampai saat ini masih kurang dibandingkan dengan kedua unsur tersebut. 2.4.4 Magnesium Fairhurst et al. (2007), menyatakan bahwa Mg merupakan salah satu elemen klorofil (hijau daun) dan terlibat dalam fotosintesis. Magnesium sangat mobil dan selalu siap pindah dari daun tua ke daun muda,sehingga gejala kahat Mg terlihat pertama kali pada daun tua. Gejala-gejala dan pengaruh lain kahat Mg adalah: 1) jumlah bulir dan bobot 1.000 butir gabah berkurang, 2) mutu gabah (% beras giling, protein, dan kandungan pati) menurun, 3) keracunan Fe bisa lebih nyata bila Mg merupakan bagian dari stress kahat sejumlah hara (K, P, Ca, dan Mg). Tanaman yang kahat Mg harus diperlakukan dengan: 1) pemberian pupuk yang mengandung Mg, 2) penyemprotan daun dengan pupuk cair yang mengandung Mg, 3) pemberian dolomit pada lahan kering masam. 2.4.5
Kalsium Kalsium menurut Fairhurst et al. (2007) berperan dalam memperkuat
fungsi akar dan membuat tanaman tidak mudah keracunan Fe. Kalsium juga meningkatkan ketahanan tanaman terhadap penyakit, seperti hawar daun bakteri.
10
Pada tanaman padi Ca lebih immobil dibandingkan dengan K dan Mg, karena Ca tidak dapat ditranslokasikan kembali ke bagian tanaman yang baru tumbuh, maka gejala kahat umumnya muncul pada daun muda pertama. Kahat Ca bisa menyerupai kahat B, hanya sedikit perubahan dalam penampilan umum tanaman kecuali bila kahat Ca parah, yaitu tanaman tumbuh kerdil dan akhirnya mati. Kahat Ca pada tanaman dapat diperbaiki dengan: pemberian pupuk daun yang mengandung Ca, CaCl2 (padat atau larutan), pemberian gypsum, kapur pada tanah masam, pemberian Mg atau K bersama Ca, dan pemberian pirit untuk mengatasi pengaruh pada air yang kaya NaHCO3 yang dapat menghambat penyerapan Ca. 2.4.6 Unsur Mikro Tanggapan tanaman padi terhadap pemberian Zn berkaitan erat dengan nisbah kadar unsur (N + P + K)/Zn dan (Cu + Fe + Mn)/Zn tanah, yang mana semakin besar nisbah kadar unsur-unsur tersebut maka tanaman semakin tanggap terhadap pemberian Zn (Subadiyasa, 1988). Menurut Fairhurst et al. (2007) secara umum unsur mikro segera tersedia setelah penggenangan. Mangan dan Fe diperlukan untuk fotosintesis dan kekurangan Fe dapat menghambat absorpsi K oleh tanaman. Peran Cu dalam mengatur proses: N, protein, dan metabolisme hormon; serta fotosintesis dan respirasi. Boron sangat penting pada dinding sel. Pengelolaan unsur hara mikro yaitu dengan mengelola air, menambah bahan organik, serta dengan pemupukan hara mikro. 2.4.7 Bahan Organik Peranan bahan organikterhadap sifat fisik tanahyaitu meningkatkan dayamenahan
air
(water
holding
capacity),memperbaiki
struktur
tanah
menjadiremah, mencegah pengerasan tanah,serta menyangga reaksi tanahdari kemasaman,kebasaan, dan salinitas. Peranan bahan organik terhadap sifat kimia tanah yaitu meningkatkan kapasitas tukarkation tanah, berfungsi sebagai cadangansekaligus sumber hara makro dan mikro,mengikat kation yang mudah tersedia bagitanaman tetapi menahan kehilangan haraakibat pencucian (leaching), dan berfungsidalam
11
pembentukan chelate(ikatan organik)terhadap unsur mikro Fe, Zn, Mn sehingga tetap tersedia bagi tanaman. Peranan bahanorganik terhadap terhadap sifat biologi tanah yaitu mendorong pertumbuhan mikrobasecara cepat sehingga dapat memperbaikiaerasi tanah, menyediakan energi bagikehidupan mikroba tanah, meningkatkanaktivitas jasad
renik
(mikroba
tanah),
danmeningkatkan
kesehatan
biologis
tanah(Dobermann dan Fairhurstet al., 2000). 2.5 Efisiensi Pupuk Abdulrachman et al. (2009), menyatakan bahwa efisiensi penggunaan pupuk adalah tambahan hasil yang diperoleh dari suatu pertanaman untuk tiap unit hara yang berasal dari pupuk yang digunakan dalam suatu kondisi tanah dan iklim tertentu. Pemupukan yang efisien akanmenghemat penggunaan pupuk, karena dengan jumlah pupuk yang lebih sedikit akan diperoleh hasil yang sama atau lebih tinggi. Witt et al. (2007), menyatakan bahwa penggunaan pupuk menjadi efisien apabila sebagian besar pupuk yang diberikan diserap oleh tanaman. Efisiensi pupuk pada tanaman dapat ditingkatkan bila: ·
Jumlah pupuk yang diberikan memperhitungkan jumlah hara yang telah tersedia dalam tanah,
·
Pertanaman diberi pasokan hara yang dibutuhkan secara seimbang,
·
Pupuk ditempatkan sedemikian sehingga dapat diserap sebanyak mungkin (misal: urea tablet dibenamkan),
·
Pupuk N diberikan sesuai perubahan status N tanaman sepanjang pertumbuhan daun dengan Bagan Warna daun,
·
Menggunakan benih bermutu tinggi dari varietas yang sesuai,
·
Pemeliharaan tanaman (misal: pengendalian gulma, jarak tanam, pengelolaan persemaian, dan pengelolaan air) dilaksanakan pada standar tinggi, dan
·
Hama dan penyakit dikendalikan secara terpadu.