1 I. I.1.
PENDAHULUAN
Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan, memiliki 18 306 pulau dengan garis
pantai sepanjang 106 000 km (Sulistiyo 2002). Ini merupakan kawasan pesisir terpanjang kedua di dunia setelah Kanada. Hampir semua propinsi di Indonesia memiliki kawasaan pesisir yang berfungsi sebagai penghubung antar pulau dan antar wilayah. Pada wilayah pesisir, banyak tersedia sumberdaya alam dengan nilai ekonomi yang tinggi. Ini disebabkan karena daerah pesisir memiliki interaksi antara kehidupan di wilayah darat dan laut, sehingga tercipta suatu sistem ekologis yang unik. Pada dasarnya, wilayah pesisir memiliki beberapa sistem lingkungan (ekosistem) dan sumberdaya alam. Ekosistem wilayah pesisir dapat bersifat alami maupun buatan. Ekosistem alami yang terdapat di wilayah pesisir antara lain terumbu karang, hutan mangrove, padang lamun, dan estuaria, sedangkan ekosistem buatan antara lain berupa tambak, sawah pasang surut, kawasan pariwisata, kawasan industri, agroindustri dan kawasan pemukiman. Adapun sumberdaya alam yang terdapat di wilayah pesisir antara lain terdiri dari sumberdaya alam yang dapat pulih dan tidak dapat pulih. Keterkaitan antara ekosistem dan ketersediaan sumberdaya sangat dipengaruhi oleh aktifitas dari pemanfaatan sumberdaya tersebut. Contoh kegiatan di wilayah pesisir yang memanfaatkan pengaruh kelautan sebagai dasar kegiatan adalah hutan mangrove, kawasan pariwisata, kawasan pemukiman, tambak, sawah pasang surut, dan industri. Berdasarkan dimensi ekologis, wilayah pesisir memiliki empat fungsi pokok bagi kehidupan manusia, yaitu sebagai jasa pendukung kehidupan, jasa kenyamanan, penyedia sumberdaya alam dan penerima limbah (Ortolano 1984). Apabila salah satu ekosistem terganggu oleh aktivitas yang ada diatasnya maka dapat mempengaruhi ketersediaan sumberdaya. Oleh karena itu, diperlukan penanganan khusus agar tidak terjadi kerusakan akibat ekploitasi berlebihan pada sumberdaya alam di wilayah pesisir. Penggunaan lahan di wilayah pesisir merupakan gambaran aktifitas yang terdapat di wilayah pesisir. Sifat ekosistem wilayah pesisir yang sangat rentan
2 terhadap perubahan, sementara penggunaan lahan wilayah pesisir yang bersifat dinamis dan cenderung untuk berubah-ubah, menyebabkan proses perubahan bentuk penggunaan lahan di wilayah pesisir berjalan terus seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan perkembangan penduduknya.
Namun dalam
pemanfaatannya, apabila terjadi gangguan dan kerusakan di wilayah pesisir, maka dapat mengganggu aktivitas pembangunan dan lingkungan sekitarnya (Dahuri et al 1996). Sebagai contoh, apabila penanganan limbah kawasan industri tidak dikendalikan, maka dapat mengakibatkan terjadinya pencemaran yang berdampak kepada berkurangnya ketersediaan sumberdaya ikan di laut. Hampir setiap sektor pembangunan menaruh kepentingan yang kuat terhadap wilayah pesisir beserta sumberdaya alam yang terkandung di dalamnya. Hal ini dikarenakan lahan-lahan di wilayah pesisir beserta sumber daya yang dimilikinya memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Akan tetapi, sampai saat ini manfaat ekonomi dari lahan tersebut biasanya hanya dihitung berdasarkan nilai ekonomi dari produk yang dihasilkan oleh lahan tersebut (disebut juga dengan penilaian ekonomi secara langsung), tanpa memperhitungkan dengan hasil lahan yang tidak digunakan (non use benefit). Padahal dalam ekonomi sumberdaya dan lingkungan, semua pemanfaatan sumberdaya baik aktual dan potensial, harus diperhitungkan termasuk biaya untuk mengekstraksinya. Pengeluaran biaya mewakili berbagai nilai yaitu nilai langsung maupun nilai tidak langsung, nilai manfaat dan non manfaat, serta nilai pilihan yang hilang. Semua nilai tersebut dapat dihitung menggunakan pendekatan Total Economic Valuation (TEV). I.2.
Perumusan Masalah Ekosistem wilayah pesisir merupakan daerah yang sensitif terhadap
perubahan penggunaan lahan. Perubahan penggunaan lahan akan memberikan tekanan pada lahan dan menimbulkan dampak sosial, ekonomi dan lingkungan. Oleh sebab itu, maka penanganannya perlu dilakukan secara komprehensif. Permasalahan yang sering muncul di wilayah pesisir adalah masalah ekploitasi sumberdaya pesisir yang berlebihan, padahal dampak yang ditimbulkan akan berakibat panjang terhadap lingkungan. Kebanyakan investor mengekploitasi sumberdaya pesisir hanya melihat profit semata. Selain itu, perubahan penggunaan lahan dapat pula menyebabkan adanya eksploitasi yang berlebihan
3 ini. Perubahan ini banyak dipengaruhi oleh kebutuhan akan lahan produktif oleh penduduk yang semakin meningkat. Tabel 1 berikut ini memberikan gambaran pola penggunaan lahan pesisir di wilayah Muara Gembong dari tahun 1943, 1990 dan tahun 2000. Tabel 1 Penggunaan Lahan di Kecamatan Muara Gembong (ha) Penggunaan Lahan 1943 1990 Hutan Mangrove 10082 2411 Permukiman 91 262 Sawah Irigasi 0 0 Tambak/empang 1051 5631 Tegalan 0 529 Lain-lain 2898 4423 Total 14122 13257 Sumber : Evaluasi Tata Ruang Kabupaten Bekasi (2000)
2000 398 399 2090 8914 405 1103 13311
Banyak kasus yang dapat dilihat pada beberapa wilayah sepanjang pesisir pantai utara pulau Jawa khususnya di wilayah pantai Utara Bekasi , dimana ekploitasi sumberdaya yang berlebihan menurunkan
kualitas lingkungan dan
bahkan menurunnya hasil produksi lahan yang mereka manfaatkan sebagai komoditas budidaya. Dengan terjadinya degradasi lingkungan, akan berdampak terhadap segala aspek kehidupan. Salah satu faktor yang menyebabkan degradasi ini adalah pengelolaan yang tidak sesuai dengan daya dukung lingkungan. Untuk
mengantisipasi
dampak
negatif
degradasi
lahan
tersebut,
pemerintah daerah kabupaten Bekasi pada tahun 1992 telah mengeluarkan kebijakan RT/RW. Tetapi perencanaan tata ruang yang ditetapkan dalam RT/RW tersebut lebih banyak didasarkan atas penggunaan lahan dalam bentuk fisik. Sementara evaluasi penilaian ekonomi yang diakibatkan oleh perubahan penggunaan lahan belum pernah dilakukan menyebabkan banyak penggunaan lahan yang terjadi tidak memperhatikan pengaruh faktor ekologis disamping faktor ekonomi. Padahal pengaruh aspek ekonomi dan ekologis sangat mempengaruhi dalam peningkatan potensi ekonomi lahan di kecamatan Muara Gembong. Perencanaan dalam skala kecil seperti tingkat desa juga kurang mendapat perhatian dari pemerintah. Akibatnya timbul peruntukan lahan yang tidak
4 mengacu terhadap kesesuaian lahan dan melampaui daya dukung lahan tersebut. Dalam prinsip pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu sesuai dengan pembangunan wilayah yang berkelanjutan, maka perubahan penggunaan lahan harus didasarkan daya dukung lingkungan. Permasalahan mendasar dalam pembangunan
wilayah
pesisir
yang
berkelanjutan
adalah
bagaimana
mengalokasikan berbagai macam kegiatan pembangunan yang terdapat di wilayah pesisir secara optimal berdasarkan perhitungan-perhitungan efisiensi dan optimalisasi. Penelitian menyangkut analisis ekonomi lahan wilayah pesisir pernah dilakukan di Filipina oleh Trinidad et al (1996). Namun dalam kajiannya, mereka tidak melihat keterkaitan lingkungan dalam penggunaan lahan (sistem ekologis) dan daya dukung lahan (carrying capacity) untuk kasus Indonesia khususnya wilayah pantura penelitian serupa belum banyak di lakukan. Melihat beberapa pemikiran diatas, maka perlu kiranya dilakukan kajian penggunaan lahan pesisir yang tidak saja melihat nilai ekonomi dari lahan berdasarkan opsi penggunaan, tetapi juga menilai keterkaitan dari fungsi ekologi dan daya dukung lahan di wilayah pesisir. Dengan demikian, permasalahan pokok yang perlu menjadi perhatian dan penanganan adalah : 1. Adanya perubahan penggunaan lahan (dalam kasus ini adalah lahan tambak dan lahan sawah) yang besar, sehingga kelestarian lingkungan menjadi tidak terjaga. 2. Tidak adanya penilaian terhadap kesesuaian dan daya dukung dari perubahan
penggunaan
lahan
tersebut
yang
dapat
mendukung
keberlanjutan aktivitas perekonomian masyarakat. 3. Tidak adanya penilaian perubahan penggunaan lahan tersebut yang melihat manfaat ekonomi lahan secara menyeluruh (total). 4. Tidak adanya perkiraan perubahan penggunaan akibat adanya degradasi lahan, yang dapat menjadi masukan bagi kebijakan pengelolaan pembangunan dan wilayah. I.3.
Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang ada, maka penelitian ini memiliki tujuan
sebagai berikut:
5 1. Mengidentifikasi perubahan pola penggunaan lahan yang ada di Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi. 2. Menentukan
kesesuaian lahan untuk penggunaan lahan di Kecamatan
Muara Gembong sehingga dapat diperhitungkan dalam penilaian manfaat ekonomi secara lebih komprehensif. 3. Menilai manfaat ekonomi dari opsi perubahan penggunaan lahan di Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi. 4. Menganalisis optimisasi konversi penggunaan lahan wilayah pesisir di Kecamatan Muara Gembong. I.4.
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi pihak-pihak terkait,
antara lain: 1. Sebagai bahan masukan bagi pihak yang berwenang dan berkepentingan dalam penentuan kebijakan penggunaan lahan wilayah pesisir di Kabupaten Bekasi, Propinsi Jawa Barat dengan mempertimbangkan pembangunan yang berkelanjutan dan optimal. 2. Sebagai bahan informasi (studi pustaka atau literatur) bagi pihak yang berkepentingan. I.5.
Hipotesis Penelitian Terdapat beberapa hipotesis yang disusun untuk mendukung penelitian ini,
yaitu: 1. Pola perubahan penggunaan lahan yang berlangsung di Kecamatan Muara Gembong, tidak sesuai dengan kesesuaian dan daya dukung lahan. 2. Nilai ekonomi lahan dipengaruhi oleh produktivitas lahan terhadap opsi (alternatif) penggunaannya. 3. Efisiensi dan efektivitas konversi lahan di wilayah pesisir dipengaruhi oleh nilai ekonomi lahannya.