I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Indonesia adalah negara yang memiliki keanekaragaman makhluk hidup yang tinggi. Keanekaragaman makhluk hidup yang menjadi kekayaan alam Indonesia ini dimungkinkan karena letak kepulauan Indonesia yang berada diantara dua wilayah biogeografis utama dunia yaitu Benua Asia dan Benua Australia. Berdasarkan penelitian dunia, 10 persen tumbuhan dan 17 persen satwa di dunia ada di Indonesia, padahal luas Indonesia hanya 1,3 persen dari luas bumi. Karena kekayaan satwa dan tumbuhannya itu maka dunia menyebut Indonesia sebagai negara mega biodiversity, yaitu negara yang memiliki keanekaragaman yang sangat tinggi. Kekayaan makhluk hidup Indonesia menduduki peringkat ketiga di dunia setelah Brasil dan Republik Demokratik Kongo1. Kekayaan jenis satwa Indonesia merupakan peringkat pertama dunia untuk jenis mamalia (binatang menyusui) yang berjumlah sekitar 515 jenis, dengan 36 persennya adalah satwa yang hanya dapat ditemukan di Indonesia atau lebih dikenal dengan istilah endemik. Dari golongan primata terdapat 36 jenis, dan 18 persen diantaranya adalah endemik Indonesia. Untuk burung yang terdiri dari 1.539 jenis, dari keluarga burung nuri dan kakatua yang berjumlah 78 jenis, 44 persen diantaranya adalah endemik Indonesia. Selain itu di Indonesia juga terdapat 16 persen reptil, 45 persen ikan, dan 15 persen serangga yang ada di dunia2. Namun walaupun Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya akan satwa langka, di sisi lain juga dikenal sebagai negara yang memiliki daftar panjang tentang satwa yang terancam punah. Suatu jenis satwa dikatakan terancam punah jika dalam waktu yang tidak lama lagi jenis satwa tersebut akan segera punah jika tidak ada tindakan untuk menyelamatkannya, padahal kehidupan satwa-satwa ini menyeimbangkan bumi dengan fungsi ekologis serta interaksi biologis yang terjaga. Kehidupan manusia sangat bergantung padanya. Oleh karena itu, upaya pelestarian satwa langka ini penting dilakukan untuk menyelamatkannya dari kepunahan. Saat ini pelestarian satwa langka menjadi salah satu bidang yang menjadi perhatian besar bagi pemerintah. 1
Indonesia. Januari 2010. www.wikipedia.com. (Diakses Tanggal 20 Februari 2010) Mega Biodiversity yang Terancam. 2 Mei 2008. www.balivetman.wordpress.com. (Diakses Tanggal 25 Februari 2010) 2
Berbagai upaya pelestarian satwa langka ini dilakukan oleh pemerintah untuk menjaga dan memelihara kekayaan alam Indonesia. Hal ini didukung dengan adanya bagian Konservasi dan Keanekaragaman Hayati di Kementerian Kehutanan Republik Indonesia yang fokus dalam mempertahankan kekayaan Indonesia khususnya flora dan fauna langka. Untuk kegiatan konservasi ini pemerintah membuat kawasan pelestarian alam ataupun kawasan dilindungi yang ditetapkan oleh pemerintah berdasarkan berbagai macam kriteria sesuai dengan kepentingannya. Upaya ini tidak hanya dilakukan oleh pemerintah saja, namun naluri manusia untuk mempertahankan hidup dan berinteraksi dengan alam juga mendorong organisasi-organisasi non pemerintah, kelompok atau perorangan terlibat dalam upaya pelestarian alam ini. Salah satu kriteria bagi kawasan yang dilindungi adalah Taman Wisata, yaitu kawasan alam atau lanskap yang kecil atau tempat yang menarik dan mudah dicapai pengunjung, dimana nilai pelestarian rendah dan pengelolaan yang berorientasi rekreasi atau wisata. Adapun tujuan dari pengusahaan taman wisata adalah untuk pelestarian keanekaragaman spesies dan genetik, pendidikan (lingkungan), serta rekreasi dan wisata alam3. Dengan demikian tidak dapat dipungkiri bahwa upaya pelestarian ini juga terkait dengan minat masyarakat terhadap sektor pariwisata yang dapat mendorong pengusahaan taman wisata tersebut. Secara umum, minat masyarakat Indonesia terhadap sektor pariwisata dapat dilihat dari adanya perkembangan sektor pariwisata yang didukung oleh pendapatan masyarakat yang meningkat, semakin tingginya aktivitas kerja masyarakat perkotaan, dan meningkatnya subsektor jasa swasta yang meliputi kegiatan jasa sosial dan kemasyarakatan, jasa hiburan dan rekreasi, dan jasa perorangan dan rumah tangga. Menurut data BPS, pertumbuhan subsektor jasa swasta sekitar 7,6 persen pada tahun 2007 yang kemudian meningkat di tahun 2008 menjadi 8,0 persen. Kenaikan tertinggi dialami oleh jasa hiburan dan rekreasi yaitu sekitar 8,7 persen pada tahun 2008, dibandingkan jasa sosial kemasyarakatan serta jasa perorangan dan rumah tangga masing-masing tumbuh sekitar 8,4 persen dan 7,8 persen di tahun 2008. Data tersebut menunjukkan 3
Widada. 2001. Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Upaya Pengelolaan Taman Nasional Gunung Halimun. www.rudyct.com. (Diakses Tanggal 1 Maret 2010)
2
bahwa terjadi peningkatan minat atau kebutuhan masyarakat terhadap jasa hiburan dan rekreasi. Menurut Gaol (2008) pertumbuhan pariwisata sebagai fenomena sosial dan ekonomi telah berkembang cukup signifikan khususnya beberapa tahun terakhir ini yang ditandai dengan berkembangnya aspek 4T (Transportation, Telecommunication, Tourism, and Technology). Kecenderungan kunjungan wisatawan yang selalu meningkat dari waktu ke waktu, juga disebabkan oleh hari libur yang semakin panjang, tabungan masyarakat yang semakin besar, ukuran keluarga yang semakin kecil, tingkat kesehatan yang semakin baik, dan tingkat pendidikan masyarakat yang semakin tinggi (Yoeti, 2006). Semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap sektor jasa rekreasi dan wisata mendorong berbagai pihak untuk lebih menggali potensi alam Indonesia guna dijadikan obyek wisata yang memiliki keunikan dan ciri khas tersendiri. Salah satunya adalah Kabupaten Bekasi yang memiliki moto ”SWATANTRA WIBAWA MUKTI” (Swatantra artinya Daerah yang mengurus rumah tangga sendiri, Wibawa artinya Pengaruh, Mukti artinya Jaya, Makmur), berupaya untuk menuju pembentukan daerah otonom yang seluasluasnya dan mengatur rumah tangganya sendiri. Untuk mewujudkan tujuan daerah tersebut, maka Pemerintah Kabupaten Bekasi berusaha untuk selalu meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan salah satu caranya mengembangkan potensi pariwisata yang ada di Kabupaten Bekasi. Berkembangnya sektor pariwisata akan meningkatkan pendapatan daerah, karena berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Bekasi No. 7 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan, setiap jenis pengusahaan tempat rekreasi dan tempat sarana olahraga memiliki kewajiban untuk membayar retribusi. Subyek retribusi izin usaha kepariwisataan adalah setiap orang atau badan yang memperoleh dan menikmati pelayanan ijin usaha kepariwisataan yang dibayarkan setiap tahun berjalan sesuai dengan klasifikasi atau golongan, profesi dan kelas perusahaan. Adapun obyek wisata yang dikembangkan Pemerintah Kabupaten Bekasi sampai saat ini adalah wisata situ (situ cibeureum, situ burangkeng, situ tegal abidin), wisata pantai (pantai muara bendera dan pantai muara benting), wisata cagar budaya (batujaya, gedung tinggi tambun, gedung tuan tanah gabus), wisata
3
kuliner (kampoeng djamoe organik dan rumah makan saung juragan), dan wisata taman (Taman Buaya Indonesia Jaya). Rencana pembangunan jangka menengah daerah 2007-2012 Kabupaten Bekasi, bertujuan menurunkan angka kemiskinan, menciptakan peluang pasar UKM dan lapangan pekerjaan, meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Obyek Daerah Tarik Wisata (ODTW). Rencana pembangunan ini juga sekaligus untuk mendukung visi Kabupaten Bekasi, berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Bekasi Nomor 33 Tahun 2001, yaitu “Manusia Unggul yang Agamis berbasis Agribisnis dan Industri berkelanjutan”. Taman Buaya Indonesia Jaya (TBIJ), Kecamatan Serang Baru, Kabupaten Bekasi merupakan taman wisata milik swasta yang menjadikan buaya sebagai obyek utama untuk menarik pengunjung sekaligus sebagai upaya pelestarian binatang langka yang dilindungi undang-undang. Buaya merupakan salah satu jenis satwa dilindungi dan dimonitor perkembangannya oleh Kementerian Kehutanan RI, khususnya Bagian Konservasi dan Keanekaragaman Hayati. Adapun jenis koleksi buaya TBIJ adalah Buaya Muara, Buaya Air Tawar, dan Buaya Senyulong. Selain itu ada juga buaya albino dan jenis buaya buntung yang oleh sebagian masyarakat dipercaya memiliki kekuatan magis. Selain kolam yang berisi buaya, TBIJ juga menyediakan berbagai wahana mainan bagi anak-anak (seperti ayunan, jungkat-jungkit, perosotan, mandi bola, dan komedi putar). Pada hari Minggu atau hari libur, pengelola menyajikan atraksi “Joko Tingkir”, yaitu atraksi buaya dengan manusia yang dikombinasikan dengan atraksi debus dan edukasi tentang pengenalan serta cara menghadapi binatang buas (ular). Upaya ini dilakukan pengelola untuk lebih menarik minat pengunjung dari wilayah Kabupaten Bekasi dan untuk lebih luasnya daerah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek). Di Jabodetabek sendiri ada beberapa obyek wisata yang memanfaatkan buaya untuk obyek wisata, diantaranya adalah Taman Safari Bogor dan Kebun Binatang Ragunan Jakarta. Namun obyek wisata yang melakukan penangkaran buaya secara khusus, ada dua yaitu Taman Buaya Teluk Naga di Tangerang dan Taman Buaya Indonesia Jaya yang berlokasi di Kabupaten Bekasi dan keduanya merupakan milik Lukman Arifin dan berada di bawah nama CV TBIJ.
4
Taman Buaya Indonesia Jaya (TBIJ) merupakan salah satu obyek wisata Kabupaten Bekasi yang perlu dipertahankan dan dikembangkan. Hal ini berkaitan dengan kelestarian buaya dan perolehan keuntungan secara maksimal guna membantu pemerintah daerah dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), baik secara langsung melalui pembayaran retribusi TBIJ kepada pemerintah daerah ataupun tidak langsung yaitu dengan berkembangnya TBIJ akan menciptakan peluang bisnis dan lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar sehingga dapat membantu meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar TBIJ. Selain itu, bersaing dengan berbagai alternatif obyek wisata yang ada di Jabodetabek, merupakan tantangan yang harus dihadapi oleh perusahaan. Banyaknya alternatif obyek wisata di Jabodetabek membuat TBIJ harus mampu bersaing dengan wisata lain untuk menarik minat pengunjung yang merupakan faktor penting dalam usaha wisata. Melalui tarif tiket masuk wisata yang ditentukan, perusahaan dapat memenuhi biaya operasional untuk menjaga kekontinuitasan usahanya. Berdasarkan
uraian
di
atas,
TBIJ
membutuhkan
suatu
strategi
pengembangan usaha yang tepat agar dapat memanfaatkan peluang secara maksimal dan mencegah berbagai ancaman yang datang dengan menggunakan kekuatan yang dimiliki perusahaan dengan sebaik-baiknya. Dengan demikian strategi pengembangan usaha menjadi suatu hal yang sangat penting dan dibutuhkan perusahaan untuk tetap menjalankan usahanya terkait dengan menjaga kelestarian buaya dan memperoleh keuntungan yang maksimal guna membantu perekonomian daerah serta dapat bertahan dari persaingan. 1.2. Perumusan Masalah Sebagai salah satu perusahaan yang bergerak di bidang jasa, kepuasan pengunjung sebagai konsumen jasa wisata yang ditawarkan patut menjadi perhatian. Hal ini dikarenakan keberlangsungan usaha wisata sangat tergantung pada jumlah pengunjung yang datang. Taman Buaya Indonesia Jaya merupakan obyek wisata yang peduli terhadap pelestarian keanekaragaman hayati dan dengan potensi yang dimilikinya TBIJ memiliki peluang untuk dikembangkan sebagai wisata andalan yang dapat membantu perekonomian masyarakat sekitar.
5
Taman Buaya Indonesia Jaya (TBIJ) adalah badan usaha perseorangan milik Lukman Arifin yang bertujuan untuk melestarikan buaya dan mulai beroperasi sebagai obyek wisata pada tahun 1991. Sebagai suatu unit bisnis yang sudah cukup lama bersaing di industri pariwisata, TBIJ juga menghadapi persoalan baik dari aspek operasional maupun manajemen perusahaan. Jumlah pengunjung yang sepi dan masih jauh dari yang diharapkan membuat pengelola merasa prihatin, jumlah pengunjung pada hari Minggu atau hari libur nasional hanya mencapai 150 sampai 200 orang, pada hari kerja pengunjung hanya 5 sampai 8 orang, bahkan tidak jarang dalam satu hari tidak ada satupun pengunjung yang datang ke TBIJ. Berikut data pengunjung TBIJ dari tahun 2005-2009 ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1. Data Jumlah Pengunjung TBIJ Tahun 2005-2009 Tahun
Jumlah Pengunjung (orang)
Persentase Perubahan (%)*
2005
28.304
-
2006
29.483
4,60
2007
30.711
4,12
2008
31.991
3,62
2009
33.324
4,00
Sumber : Data Jumlah Pengunjung TBIJ Tahun 2005-2009 diolah
Data di atas menunjukkan bahwa persentase perubahan jumlah pengunjung selalu bernilai positif sepanjang periode tahun 2005-2009, artinya bahwa pengunjung TBIJ selalu meningkat setiap tahunnya. Namun, peningkatan jumlah pengunjung ini, masih dirasakan kurang berhasil karena belum mampu menutupi biaya operasional perusahaan setiap bulannya. Persentase peningkatan jumlah pengunjung pun tidak signifikan atau masih relatif kecil, yaitu dengan rata-rata persentase perubahan sebesar 4,09 persen per tahun. Rendahnya jumlah pengunjung juga menjadi masalah yang sangat penting ketika hasil dari penjualan tiket pengunjung tersebut tidak mampu menutupi biaya operasional yang harus dikeluarkan oleh perusahaan. Biaya operasional yang harus dikeluarkan terdiri dari gaji karyawan, pakan buaya, perawatan dan perbaikan fasilitas, biaya listrik dan air, serta biaya lain-lain dengan total biaya
6
operasional perusahaan per bulan adalah sebesar Rp 20.000.000,00 – Rp 30.000.000,00. Rincian biaya operasional TBIJ tahun 2009 dijelaskan pada Gambar 1. Gaji Karyawan 9%
Pakan Buaya
9% 37%
Perawatan dan perbaikan fasilitas 29%
Listrik dan Air 16%
Lain-lain
Gambar 1. Biaya Operasional TBIJ tahun 2009, diolah Biaya operasional tersebut dipenuhi dari sumber utama pendapatan perusahaan, yaitu dari biaya tiket masuk pengunjung. Data pengunjung dan pendapatan perusahaan dari tiket masuk per bulan pada Tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan data pendapatan dari tiket masuk pengunjung tahun 2009, dengan harga tiket untuk dewasa Rp 12.000,00 dan anak-anak Rp 6.000,00, pendapatan perusahaan per bulan masih belum mampu memenuhi biaya operasional. Namun demikian, perusahaan mengaku dalam satu tahun siklus keuangan, perusahaan tetap memperoleh keuntungan, yaitu dengan mengandalkan bulan-bulan tertentu yang ramai pengunjung seperti libur hari raya dan libur panjang nasional lainnya serta penjualan dari produk buaya (kulit, tangkur, dan replika buaya) yang dilakukan tidak tentu atau hanya jika ada permintaan. Dengan kondisi keuangan perusahaan seperti itu, maka hal ini akan menjadi kendala bagi pemilik jika harus mengeluarkan dana talangan per bulan untuk perbaikan fasilitas ataupun biaya operasional lainnya sehingga perusahaan tidak mandiri. Permasalahan lain yang dihadapi oleh TBIJ adalah sistem manajemen yang kurang efektif. Permasalahan ini disebabkan oleh tidak adanya struktur organisasi perusahaan dan pembagian kerja yang kurang jelas untuk masingmasing karyawan khususnya dalam fungsi manajemen sehingga satu pegawai dapat memiliki wewenang dan tanggung jawab ganda, kondisi ini menyebabkan pegawai tidak fokus dan akhirnya tidak dapat menjalankan tugasnya secara 7
maksimal. Permasalahan ini juga menyebabkan peran pemilik sangat dominan, sehingga perusahaan memiliki ketergantungan yang sangat besar terhadap satu orang pemilik. Selain itu TBIJ juga belum menjalankan perencanaan, hal ini didukung oleh tidak adanya visi, misi, dan tujuan perusahaan yang menjadi arahan bagi seluruh pegawai perusahaan. Pengawasan yang dilakukan TBIJ juga belum maksimal, kurang maksimalnya pengawasan ini dikarenakan tidak adanya standar baku prestasi yang bertujuan untuk mengevaluasi kinerja pegawai. Tabel 2. Jumlah Pengunjung dan Pemasukan dari Tiket Pengunjung TBIJ Tahun 2009 Bulan Kunjungan
Jumlah Pengunjung (orang)
Jumlah Pemasukan (Rp)
Total Pemasukan (Rp)
Dewasa
Anak-anak
Dewasa
Anak-anak
Januari
600
400
7.200.000
2.400.000
9.600.000
Februari
552
430
6.624.000
2.580.000
9.204.000
Maret
514
315
6.168.000
1.890.000
8.058.000
April
673
441
8.076.000
2.646.000
10.722.000
Mei
663
347
7.956.000
2.082.000
10.038.000
Juni
715
510
8.580.000
3.060.000
11.640.000
Juli
756
600
9.072.000
3.600.000
12.672.000
Agustus
773
465
9.276.000
2.790.000
12.066.000
September
621
314
7.452.000
1.884.000
9.336.000
Oktober
238
140
2.856.000
840.000
3.696.000
November
15.000
7.000
180.000.000
42.000.000
222.000.000
Desember
745
512
8.940.000
3072.000
12.012.000
21.850
11.474
262.200.000
68.844.000
331.044.000
Jumlah
Sumber: Dokumen CV TBIJ, 2010
Berdasarkan berbagai permasalahan di atas, perusahaan perlu memiliki strategi pengembangan usaha yang dapat digunakan untuk mempertahankan dan mengembangkan perusahaan. Dalam menentukan dan menerapkan suatu strategi,
8
TBIJ perlu mengidentifikasi faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap pengembangan usaha, baik faktor eksternal maupun faktor internal. Oleh karena itu proses perumusan strategi sangat penting untuk mencapai tujuan perusahaan. Strategi yang paling tepat bagi suatu perusahaan adalah strategi yang disusun dengan mempertimbangkan kondisi internal dan eksternal. Maka beberapa hal yang perlu diteliti dalam merumuskan rancangan strategi pengembangan usaha adalah : 1)
Bagaimana kondisi lingkungan eksternal (peluang dan ancaman) serta kondisi lingkungan internal (kekuatan dan kelemahan) dari TBIJ?
2)
Bagaimana strategi pengembangan yang sebaiknya dilakukan TBIJ dalam menjalankan usahanya?
1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini adalah : 1)
Mengidentifikasi kondisi lingkungan eksternal (peluang dan ancaman) serta kondisi lingkungan internal (kekuatan dan kelemahan) dari TBIJ.
2)
Merancang strategi pengembangan yang sebaiknya dilakukan TBIJ dalam menjalankan usahanya.
1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan bagi berbagai pihak yang berkepentingan, yaitu : 1)
Bagi pemilik dan pengelola TBIJ, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan
dalam
mengambil
keputusan
dan
menetapkan
strategi
pengembangan usahanya. 2)
Bagi pemerintah sebagai bahan pertimbangan kebijakan, terutama dalam program pengembangan wisata andalan daerah.
3)
Bagi penulis, penelitian ini berguna untuk melatih kemampuan dalam menganalisis suatu permasalahan secara ilmiah.
4)
Bagi masyarakat secara umum, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan informasi baru bagi pembaca yang ingin mengetahui strategi pengembangan TBIJ.
9