1
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Kabupaten Sintang merupakan salah satu kabupaten di Indonesia yang berbatasan langsung dengan negara lain, yaitu Malaysia khususnya Negara Bagian Sarawak. Kondisi ini membawa konsekwensi, baik dari segi ekonomi, sosial dan politik terhadap Kabupaten Sintang pada khususnya dan kehidupan nasional pada umumnya. Dari segi ekonomi, kawasan perbatasan akan memicu pola hubungan yang diwarnai persaingan atau perbedaan ekonomi yang cukup tajam. Dari segi sosial, kawasan perbatasan berpotensi melahirkan pola interaksi berbagai dampak baik positif maupun negatif. Sedangkan dari segi politik, kawasan perbatasan akan berimplikasi pada kadaulatan negara serta harga diri bangsa di mata negara lain. Keberadaan dan peranan pemerintahan desa sangat diperlukan untuk memberikan kontribusi dalam pembangunan dan pengembangan kawasan perbatasan tersebut sebagai kawasan prioritas, wilayah maju dan berkembang sehingga menjadi “halaman depan” yang menentukan citra dan kedaulatan negara dengan melaksanakan fungsi pemerintahan seperti yang termuat dalam UU No. 32/2004 bahwa penyelenggaraan pemerintahan desa merupakan subsistem dari sistem penyelenggaraan pemerintahan Nasional sehingga desa memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya. Secara teoritis, menurut Davey (1988). ada tiga fungsi utama yang harus dilaksanakan oleh pemerintah tanpa memandang tingkatannya, yaitu public service funtion (fungsi pelayanan masyarakat), development function (fungsi pembangunan) dan protection function (fungsi perlindungan). Fungsi pelayanan masyarakat lebih berkaitan dengan pelaksanaan tugas-tugas umum pemerintah, kegiatan pemberian berbagai pelayanan umum maupun fasilitas – fasilitas sosial kepada masyarakat seperti penyediaan pendidikan, kesehatan, pengurusan sampah, air minum, dan sebagainya. Fungsi pembangunan mendudukkan pemerintah sebagai agen pembangunan, terutama dalam merangsang dan mendorong pembangunan untuk meningkatkan taraf hidup warganya. Pemerintah
2
mengeluarkan
berbagai
kebijakan
ekonomi,
mendirikan
pasar-pasar,
mengeluarkan surat ijin berusaha, menyiapkan jaringan jalan dan jembatan serta fasilitas-fasilitas lainnya yang menunjang pembangunan. Fungsi perlindungan memberikan peran kepada pemerintah untuk melindungi warganya baik dari gangguan alam maupun gangguan yang disebabkan oleh manusia. Reformasi dan otonomi desa telah menjadi harapan baru bagi pemerintah dan masyarakat di desa untuk membangun desanya sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Bagi sebagian besar aparat pemerintahan desa, otonomi adalah satu peluang baru yang dapat membuka ruang kreativitas bagi aparatur desa dalam mengelola desa (Setiawan, 2008). Hal itu jelas membuat pemerintah desa menjadi semakin leluasa dalam menentukan program pembangunan yang akan dilaksanakan, dan dapat disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat desa tanpa harus didikte oleh kepentingan pemerintah daerah dan pusat. Sayangnya kondisi ini ternyata belum berjalan cukup mulus. Sebagai contoh, aspirasi desa yang disampaikan dalam proses musrenbang senantiasa kalah dengan kepentingan pemerintah daerah (eksekutif dan legislatif) dengan alasan bukan prioritas, pemerataan dan keterbatasan anggaran. Dalam pembangunan desa, hal yang perlu diketahui, dipahami dan diperhatikan adalah berbagai kekhususan yang ada dalam masyarakat pedesaan. Tanpa
memperhatikan
adanya
kekhususan
tersebut
mungkin
program
pembangunan yang dilaksanakan tidak akan berjalan seperti yang diharapkan. Kekhususan pedesaan yang dimaksud antara lain adalah bahwa masyarakat desa relatif sangat kuat keterikatannya pada nilai-nilai lama seperti adat istiadat maupun agama. Dalam pelaksanaan program pembangunan pedesaan, keberadaan pemimpin informal bagi masyarakat desa di daerah perbatasan ini memiliki posisi strategis, karena melalui mereka-lah berbagai informasi dan komunikasi dapat dialirkan bagi kepentingan masyarakat. Segala bentuk perilaku dan sikap seringkali bersumber dari seseorang yang dianggap sebagai panutan dan sumber pengetahuan. Sosok sebagai figur panutan biasanya diperoleh seseorang melalui berbagai cara yang secara otomatis dilekatkan oleh masyarakat setempat, seperti karena pengaruh kewibawaannya, kepandaiannya, kekayaannya, keberaniannya
3
atau karena kekuasaannya. Jika seseorang telah mendapatkan predikat sebagai panutan maka biasanya menjadi sumber segala perhatian masyarakat, yang secara emosional menjadi acuan sikap dan perilakunya. Melalui
figur
kepemimpinan
informal
tersebut,
berbagai
program
pemerintah dan missi pembangunan dapat diselenggarakan secara efektif dan efisien. Oleh karena itu dalam berbagai kegiatan pembangunan masyarakat tradisional, sosok pemimpin informal tidak bisa diabaikan peranannya. Meskipun demikian, penggunaan saluran formal tetap berdaya guna, karena dengan cara formal biasanya disertakan pula alat pemaksa berupa sanksi hukum formal. Dengan demikian akan menjadi lebih baik jika digunakan kedua-duanya sekaligus, sebab di satu sisi pemberdayaan masyarakat harus tetap berjalan, di sisi yang lain penegakan hukum formal juga perlu terus ditegakkan. Pembahasan mengenai pembangunan dalam kaitannya dengan aspek kepemimpinan dan partisipasi menjadi sangat penting ketika dikaitkan dengan kasus desa di daerah perbatasan. Hal ini mengingat desa-desa di perbatasan sangat rentan dipengaruhi oleh negara lain melalui sentuhan pembangunan dan ketika nilai manfaat pembangunan tersebut dirasakan oleh masyarakat bisa saja mendorong mereka untuk cenderung menerima pengaruh yang lebih besar lagi. Isu strategis konsultasi publik nasional di Jakarta, pada tanggal 18 Nopember 2007 (sumber Bappeda Kab. Sintang, 2007), mengemukakan bahwa kondisi ketidakberdayaan masyarakat desa di kawasan perbatasan tersebut dapat dilihat dari hal-hal sebagai berikut; pertama, aspek ekonomi ditandai dengan suasana kehidupan masyarakat yang diliputi rendahnya taraf kesejahteraan masyarakat terutama jika dibandingkan dengan kesejahteraan masyarakat negara tetangga. Ada beberapa alasan mengapa penduduk pedesaan atau dari daerah perbatasan Indonesia dan Malaysia lainnya seperti di kabupaten Sintang lebih memilih berinteraksi ke seberang (baca Malaysia). Alasannya antara lain adalah, mendapatkan pekerjaan yang lebih baik, mendapatkan penghasilan yang lebih tinggi, dan sebagainya. Orientasi ekonomi masyarakat pada kawasan tapal batas cenderung dominan pada negara tetangga Malaysia, hal ini disebabkan wilayah negara tetangga tersebut lebih mampu memberikan kontribusi perkembangan sektor perekonomian karena kelancaran proses perdagangan dan fasilitas lainnya
4
yang dapat mengakomodasikan masyarakat perbatasan. Berkaitan dengan bidang ekonomi, kegiatan masyarakat di bidang koperasi, usaha kecil dan menengah serta perdagangan belum berkembang sebagaimana yang diharapkan. Dalam hal ini masih terdapat Koperasi yang sudah dibentuk, akan tetapi tidak aktif, dan belum semua jenis usaha termasuk perdagangan memiliki perizinan. Kedua, aspek sosial yang disebabkan masih sangat minimnya sarana dan prasarana transportasi seperti angkutan umum baik melalui jalan darat maupun maupun melalui sungai. Selain itu minimnya sarana dan prasarana pendidikan di daerah tersebut yang menyebabkan banyak anak-anak hanya lulusan sekolah dasar serta relatif mahalnya biaya untuk memperoleh pendidikan dikarenakan jarak antara sekolah dengan rumah penduduk sangat jauh. Disisi lain juga, untuk melanjutkan ke tingkat lebih tinggi mereka harus ke ibukota kecamatan yang merupakan satu-satunya SMP yang ada di kecamatan tersebut. Masyarakat di Kawasan Perbatasan masih mengalami tingkat/derajat kesehatan yang rendah. Kondisi kehidupan masyarakat khususnya anak-anak yang mengalami kekurangan gizi dan lingkungan pemukiman yang kurang sehat. Selain itu sarana dan prasarana atau fasilitas penunjang kesehatan masyarakat kurang memadai dan terbatasnya tenaga kesehatan baik kualitas maupun kuantitasnya. Sampai akhir tahun 2007 tercatat satu buah pondok kesehatan desa dengan satu orang tenaga perawat/bidan. Sedangkan untuk sarana dan prasarana lainnya seperti pusling air dan kendaraan operasional lainnya belum tersedia. (Bappeda Kabupaten Sintang, 2007). Ketiga, aspek politik, akibat dari adanya permasalahan di bidang ekonomi seperti tersebut di atas, secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh pada kehidupan di bidang politik. Misalnya masyarakat di Kawasan Perbatasan lebih mengetahui dan mengenal pemimpin atau pejabat di negara tetangga Malaysia dibandingkan dengan di negara sendiri, ataupun cenderung lebih sering menggunakan mata uang negara tetangga dari pada mata uang sendiri. Selain itu stabilitas dan keamanan di Kawasan Perbatasan sangat rawan. Hal ini mengingat belum jelasnya batas negara, sehingga rawan pencurian sumber daya alam, penyelundupan barang-barang maupun keluar masuknya tenaga kerja ilegal, masuknya budaya asing yang kurang sesuai dengan nilai dan adat istiadat maupun
5
agama, sehingga berpengaruh dan mengganggu ketertiban dan keamanan masyarakat baik lahir maupun bathin. Semua program pembangunan yang dilaksanakan pemerintahan desa di kawasan perbatasan seakan tidak pernah ada hasilnya dalam mengatasi masalah sosial, ekonomi dan politik. Hal ini tercermin dalam aktivitas perekonomian lebih berorientasi bahkan terserap ke pusat-pusat perekonomian/perdagangan di negara tetangga. Kurangnya nilai manfaat dari pembangunan yang bisa dirasakan oleh masyarakat mengindikasikan adanya kesenjangan antara kebutuhan masyarakat dan program-program pembangunan yang mereka terima. Salah satu sarana penghubung kedua elemen tersebut adalah partsipasi masyarakat yang tidak lepas dari peran-peran pemimpin lokal, baik pemimpin formal maupun informal dalam menggerakkan partisipasi dimaksud. Berdasarkan uraian di atas, peneliti memandang penting dilakukan penelitian yang fokus mengkaji keterkaitan antara kepemimpinan, partisipasi, dan pembangunan sehingga fenomena kecenderungan masyarakat di desa perbatasan menerima pengaruh dari negara lain bisa dijelaskan.
1.2. Rumusan Masalah Pelaksanaan Undang-Undang No. 32 tahun 2004 di seluruh wilayah Republik Indonesia dimaksudkan untuk mewujudkan perangkat pemerintahan desa yang mampu melayani dan mengayomi masyarakat, menggerakkan partisipasi aktif masyarakat serta mampu melaksanakan fungsi pemerintahan secara lebih efektif dan efisien. Dalam konteks desa di perbatasan, keberadaan pembangunan yang manfaatnya bisa dirasakan oleh masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung sangat penting karena hal ini ada kaitannya dengan aspek pengintegrasian, apakah masyarakat tersebut cenderung menerima pengaruh dari Malaysia atau Indonesia. Dengan demikian konsep pembangunan yang diperlukan adalah pembangunan yang berorientasi kebutuhan. Konsep semacam ini diyakini bisa diwujudkan jika dalam proses pembangunan tersebut terdapat unsur partisipasi masyarakat teruma dalam perencanaan, dengan tidak mengabaikan partisipasi dalam pelaksanaan, monitoring, dan evalusasi. Jika pemimpin
6
didefinisikan sebagai kemampuan seseorang mempengaruhi orang lain, maka untuk mengggerakkan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan sangat diperlukan peran-peran pemimpin lokal. Oleh karenanya penting untuk dilihat lebih dalam
mengenai peran-peran kepemimpinan lokal dalam
menggerakkan partisipasi masyarakat terhadap pembangunan sehingga masalah kurangnya nilai manfaat pembangunan yang dirasakan oleh masyarakat di daerah perbatasan dapat dijelaskan. Atas dasar uraian di atas, beberapa pertanyaan sebagai masalah penelitian yang akan dijawab dirumuskan sebagai berikut : 1. Bagaimana peran kepemimpinan pemerintah desa dalam merumuskan kebijakan dan mengimplementasikan pembangunan? 2. Bagaimana partisipasi masyarakat terhadap pembangunan di Desa Nanga Bayan? 3. Bagaimana interaksi antara kepemimpinan pemerintahan desa dengan partisipasi masyarakat dalam program pembangunan Desa Nanga Bayan? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah penelitian di atas, penelitian ini bertujuan : 1. Mendiskripsikan peran kepemimpinan pemerintah desa dalam merumuskan kebijakan dan mengimplementasikan pembangunan. 2. Mendiskripsikan partisipasi masyarakat dalam pembangunan di Desa Nanga Bayan. 3. Menganalisis interaksi antara kepemimpinan pemerintahan desa dengan partisipasi masyarakat dalam program pembangunan di Desa Nanga Bayan. 1.4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik secara teoritis maupun secara praktis yaitu sebagai berikut: 1. Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan konstribusi secara ilmiah serta dapat memperkuat teori mengenai sosiologi pedesaan khususnya dalam
hal
kepemimpinan
pemerintahan
desa
dalam
melaksanakan
pembangunan di kawasan perbatasan Indonesia dengan Malaysia.
7
2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran mengenai penyelenggaraan pemerintahan desa dalam pelaksanaan pembangunan desa di kawasan perbatasan baik kepada Pemerintah Pusat, Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten, maupun Pemerintah Kecamatan.