I. PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang Saat ini perekonomian domestik tidak bisa berdiri sendiri melainkan dipengaruhi
juga oleh kondisi ekonomi global. Pengalaman telah menunjukkan bahwa pada triwulan III tahun 2013, kondisi pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perlambatan sebagai imbas dari kondisi ekonomi global. Hal tersebut ditandai dengan menurunnya harga komoditas, yang selanjutnya mampu menekan ekonomi Indonesia dan mengakibatkan struktur ekonomi menjadi tidak stabil. Kondisi tidak stabil terjadi akibat impor yang meningkat untuk memenuhi kapasitas industri domestik yang belum memadai terhadap permintaan domestik. Kondisi tersebut semakin berat karena investasi dan ekspor juga menurun. Sehingga perlu adanya usaha pengembangan kesejahteraan agar kondisi ekonomi dapat diperbaiki. Penentuan komoditas unggulan daerah merupakan salah satu faktor dari pengembangan ekonomi atau kesejahteraan. Pada kenyataannya hampir disemua daerah mempunyai komoditas unggulan. Menurut Badan Litbang Pertanian (2003) komoditas unggulan adalah komoditas yang memiliki potensi strategis untuk dikembangkan disuatu wilayah yang penetapannya didasarkan pada berbagai pertimbangan, baik secara teknis (kondisi tanah dan iklim) maupun sosial ekonomi dan kelembagaan (penguasaan teknologi, kemampuan sumber daya manusia, infrastruktur dan kondisi sosial budaya setempat). Maka dengan kata lain komoditas unggulan merupakan komoditas yang memiliki daya saing, baik daya saing kompetitif maupun daya saing komparatif. Menurut Taringan (2005) komoditas dikatakan memiliki keunggulan komparatif apabila komoditas tersebut lebih unggul secara relatif dengan komoditas lain di daerahnya. Dengan kata lain, keunggulan komparatif adalah suatu kegiatan ekonomi yang menurut perbandingan lebih menguntungkan bagi pengembangan daerah. Menurut Kurniawan (2014), keunggulan kompetitif adalah suatu keunggulan yang dapat dikembangkan, keunggulan ini harus diciptakan untuk dapat memilikinya. Keunggulan kompetitif merupakan alat untuk mengukur daya saing suatu aktivitas berdasarkan pada kondisi perekonomian aktual. Inti dari kinerja perekonomian adalah upaya meningkatkan daya saing dari suatu perekonomian yaitu meningkatkan kesejahteraan dari masyarakat yang berada didalam
1
perekonomian tersebut. Berdasarkan hal tersebut, maka dibutuhkan daya saing komoditas yang dapat memberikan kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Diperlukannya pengembangan sektor unggulan daerah yang dapat mengembangkan daya saing, sehingga mampu untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Tebu merupakan salah satu komoditas perkebunan yang memiliki peranan penting bagi Indonesia yaitu menghasilkan gula. Komoditas gula kini dapat disejajarkan dengan tanaman pangan lain terkait dengan urgensi penyediaannya (Sigh., et al 2011). Gula (gula pasir) merupakan kebutuhan pokok rakyat yang cukup strategis, yaitu sebagai bahan pangan sumber kalori yang menempati urutan pertama industri pengolahan makanan dan minuman. Sebagai salah satu sumber bahan pemanis utama, gula telah digunakan secara luas dan dominan untuk keperluan konsumsi rumah tangga maupun bahan baku industri pangan. Realita ini terjadi karena disatu sisi gula mengandung kalori, sehingga dapat menjadi alternatif sumber energi dan disisi lain gula digunakan sebagai bahan pengawet dan tidak membahayakan kesehatan pemakainya (Dravari, 2012). Provinsi Jawa Timur merupakan daerah yang memiliki keunggulan dalam hal sumber daya alam, khususnya adalah jumlah produksi tebu yang melimpah serta ketersediaan lahan perkebunan yang tinggi. Rata-rata luas panen tebu di Provinsi Jawa Timur adalah sebesar 173.360 ha dengan rata-rata total produksi sebesar 1.007.521 ton gula per tahun. Lebih terperinci lagi berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia tahun 2015 bahwa luas areal perkebunan tebu di Jawa Timur terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2005, total luas perkebunan tebu di Jawa Timur mencapai 169.448 ha. Sampai data terakhir yang dikeluarkan oleh BPS pada tahun 2015, total luas perkebunan tebu di Jawa Timur mencapai 211.938 ha dengan nilai produksi mencapai 1.262.473 ton. Nilai tersebut diperoleh dari produksi perkebunan rakyat sebesar 1.165.419 ton dan perkebunan negara sebesar 97.053 ton. Lima kabupaten teratas yang memiliki luas produksi tebu berdasakan Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Indonesia (PUSDATIN) yaitu Kabupaten Malang pada tahun 2014 tercatat memproduksi 301.281 ton gula atau 26,48 persen produksi tebu Provinsi Jawa Timur, Kabupaten Kediri dengan produksi 148.561 ton (13,05 persen dari produksi tebu Provinsi Jawa Timur), Kabupaten Jombang dengan produksi 77.929 ton (6,85 persen),
2
Kabupaten Mojokerto sebesar 77.620 ton (6,82 persen), dan Kabupaten Lumajang dengan produksi mencapai 67.119 ton (5,90 persen). Kondisi positif tersebut juga diiringi oleh berbagai permasalahan yang muncul pada saat tebu sudah menjadi gula. Menurut Dinas Perkebunan Jawa Timur harga gula tebu sesuai Harga Pokok Produksi (HPP) 2014 dipatok pada Rp 8.500,00/kg. Namun yang terjadi di lapangan harga lelang tebu berada dibawah HPP yaitu dikisaran Rp 7.500,00 – Rp 8.000,00. Rendahnya harga lelang gula ini karena tidak lakunya gula di pasaran, diduga akibat rembesan gula rafinasi yang masuk di pasar konsumsi. Hal ini mengakibatkan banyak petani tebu rakyat yang mengeluh dengan harga tersebut. Kondisi lain banyak ditemukan petani tebu dalam usahataninya yang belum menggunakan dengan efisien sumberdaya yang mereka miliki. Hal ini berdampak pada jumlah produksi tebu yang mereka hasilkan. Efisiensi sangat diperlukan dalam penggunaan input yang digunakan pada usahatani tebu. Hal ini masih belum menjadi perhatian khusus bagi petani-petani tebu di Jawa Timur. Usahatani tebu yang tidak efisien dalam penggunaan input-input yang digunakan akan memperbesar total biaya input yang mereka gunakan, tanpa meningkatkan produksi. Kebijakan pemerintah dalam rangka penguatan ekonomi domestik yang pada Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2013 difokuskan pada empat aspek, yang merupakan komponen penting untuk mendukung penguatan ekonomi domestik. Salah satu aspek yang dimaksud adalah peningkatan daya saing. Dalam upaya peningkatan daya saing usahtani tebu, pemerintah pusat, provinsi, maupun daerah bisa mengitervensi sektor pertanian dengan menggunakan tiga bentuk kebijakan, yaitu kebijakan harga, kebijakan infestasi publik, dan kebijakan makroekonomi. Kebijakan makroekonomi hanya bisa diterapkan pada tingkat pusat dan memerlukan analisis tersendiri, kemudian untuk kebijakan infestasi publik memerlukan data yang harus lengkap. Kebijakan harga dapat dikaji melalui satu pendekatan yaitu dengan Policy Analysis Matrix (PAM). Hasil analisis PAM dapat menunjukan penggaruh individual maupun kolektif dari kebijakan harga dan kebijakan faktor domestik. Dimana hasil tersebut akan membantu penggambil kebijakan baik di pusat maupun di daerah untuk mengkaji isu sentral analisis kebijakan terkait usahatani tebu. Isu tersebut yaitu apakah sebuah sistem usahatani tebu memiliki daya saing pada tingkat harga dan teknologi yang ada, yakni apakah petani tebu mendapatkan keuntungan pada tingkat harga yang aktual.
3
Sebuah kebijakan harga akan mengubah nilai output atau biaya input dan dengan sendirinya akan merubah keuntungan privat. Perbedaan keuntungan sebelum dan sesudah kebijakan menunjukkan penggaruh kebijakan atas daya saing pada tingkat harga aktual.
2.
Rumusan Masalah Tebu merupakan salah satu komoditas perkebunan yang peranannya cukup
penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia lapangan kerja dan sumber
pendapatan.
Disamping
itu
tebu
juga
berperan
dalam
mendorong
pengembangan wilayah dan pengembangan agroindustri. Pabrik pengolahan tebu di Indonesia terus berkembang. Saat ini pabrik penggilingan tebu di Indonesia sebanyak 58 buah yang masih aktif sampai sekarang. Harga gula impor yang lebih rendah dari harga domestik juga mendorong importir untuk meninggkatkan pembeliannya. Akibatnya industri atau pabrik-pabrik penggilingan gula serta produsen, dalam hal ini adalah petani tebu akan sangat dirugikan. Di Provinsi Jawa Timur, tebu merupakan salah satu komoditas perkebunan unggulan daerah. Disisi lain intervensi pemerintah dalam bentuk kebijakan akan turut mempengaruhi keunggulan komparatif dan kompetitif suatu sisitem komoditas. Maka dari itu perlu dilakukan penelitian mengenai hal berikut: 1. Bagaimana daya saing usahatani tebu dilihat dari keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif ? 2. Bagaimana dampak kebijakan pemerintah terhadap daya saing usahatani tebu ?
3.
Tujuan Penelitian
1.
Menganalisis keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif usahatani tebu di Provinsi Jawa Timur.
2.
Menganalisis dampak kebijakan pemerintah terhadap daya saing usahatani tebu di Provinsi Jawa Timur.
4
4.
Manfaat Penelitian
1.
Bagi kalangan mahasiswa dan perguruan tinggi, penelitian ini dapat bermanfaaat dalam memberikan informasi dan pengetahuan yang berguna sehingga dapat dijadikan bahan masukan dan pertimbangan dalam penelitian selanjutnya.
2.
Bagi pemerintah, dapat dipakai sebagai salah satu masukan untuk mengambil kabijakan dalam peningkatan daya saing usahatani tebu di Provinsi Jawa timur.
3.
Bagi penulis, sebagai pemenuhan syarat dalam mencapai Sarjana Pertanian Strata 1 di Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada serta dapat melatih dan mengembangkan kemampuan dalam berpikir dan menganalisis permasalahan yang ada di lapangan.
5