RENSTRA 2011 - 2015
I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Pembangunan Ketahanan Pangan memiliki peran yang strategis dalam perekonomian nasional. Peran strategis ketahanan pangan tersebut digambarkan melalui kontribusi yang nyata dalam penyediaan bahan pangan, bahan baku industri, distribusi dan konsumsi pangan, penyerapan tenaga kerja; sumber pendapatan; serta pelestarian lingkungan melalui praktek usahatani yang ramah lingkungan. Berbagai peran strategis ketahanan pangan dimaksud sejalan dengan tujuan pembangunan perekonomian daerah yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat Sumatera Barat, mempercepat pertumbuhan ekonomi, mengurangi kemiskinan, menyediakan lapangan kerja, serta memelihara keseimbangan sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Dihadapkan pada berbagai perubahan dan perkembangan lingkungan yang sangat dinamis serta persoalan mendasar ketahanan pangan seperti meningkatnya jumlah penduduk; tekanan globalisasi dan liberalisasi pasar; pesatnya kemajuan teknologi dan informasi; makin terbatasnya sumberdaya lahan, air dan energi; perubahan iklim global; perkembangan dinamis sosial budaya masyarakat; kecilnya status dan luas kepemilikan lahan, terbatasnya akses petani terhadap permodalan, masih lemahnya kapasitas kelembagaan petani dan penyuluh, masih rawannya ketahanan pangan dan gizi, masih rendahnya nilai tukar petani dan kurang harmonisnya koordinasi kerja antar sektor terkait terhadap pembangunan ketahanan pangan, diprediksi ke depan menghadapi banyak tantangan. Tantangan pembangunan ketahanan pangan Sumatera Barat antara lain, bagaimana upaya memenuhi kebutuhan pangan serta keseimbangan gizi keluarga; memperbaiki dan membangun infrastruktur kelembagaan ketahanan pangan, akses pangan, mutu dan keamanan pangan serta konsumsi pangan yang aman, beragam, bergizi dan berimbang. Dalam rangka memperkokoh kelembagaan usaha ekonomi produktif di pedesaan antara lain menciptakan sistem penyuluhan pertanian yang efektif, membudayakan pengembangan dan pemanfaatan pangan lokal, arus distribusi pangan yang lancar sampai ke tingkat konsumen melalui penciptaan kebijakan harga (pricing policies) yang proporsional untuk produk-produk pangan strategis, mengupayakan pencapaian Millenium Development Goals (MDG’s) mengurangi angka kemiskinan, pengangguran, dan rawan pangan, memperkuat kemampuan untuk bersaing di pasar global, mengatasi kelemahan pertumbuhan ekonomi akibat krisis global, memperbaiki citra petani dan pertanian agar kembali diminati generasi penerus. Rencana Strategis (Renstra) Badan Ketahanan Pangan ini merupakan dokumen perencanaan yang berisikan arahan visi, misi, tujuan, target, sasaran, kebijakan, strategi, program dan kegiatan pembangunan ketahanan pangan yang akan dilaksanakan oleh Badan Ketahanan Pangan selama lima tahun ke depan (2011-2015). Dokumen ini disusun berdasarkan analisis strategis atas potensi, peluang, permasalahan mendasar dan tantangan yang dihadapi dalam pembangunan Ketahanan Pangan. Dokumen Renstra ini seyogyanya dijadikan acuan dan arahan bagi Jajaran Birokrasi di lingkungan Badan Ketahanan Pangan 1
RENSTRA 2011 - 2015
dalam merencanakan dan melaksanakan pembangunan ketahanan pangan periode 2011-2015 secara menyeluruh, terintegrasi, efisien dan sinergi baik di dalam maupun antar sektor dan sub sektor terkait. Reformasi perencanaan dan penganggaran 2011-2015 mengharuskan Badan Ketahanan Pangan untuk merestrukturisasi program dan kegiatan dalam kerangka performance based budgeting. Untuk itu, dokumen ini dilengkapi dengan indikator kinerja sehingga akuntabilitas pelaksana beserta organisasinya dapat dievaluasi selama periode tahun 2011-2015. 1.2. Maksud dan Tujuan Maksud dan tujuan dalam penyusunan Rencana Strategis (Renstra) Badan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera Barat Tahun 2011 – 2015 ini adalah untuk dijadikan dokumen yang menjadi acuan dan arahan bagi jajaran birokrasi di lingkungan Badan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera Barat dalam merencanakan dan melaksanakan pembangunan Ketahanan Pangan di Sumatera Barat selama 5 (lima) tahun ke depan. 1.3. Landasan Hukum 1.
Undang-undang No. 7 tahun 1996 tentang pangan.
2.
Undang-undang No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
3.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia,Nomor 4287);
4.
Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2002 pasal 13 tentang Ketahanan Pangan menyatakan bahwa Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota dan atau Pemerintah Desa melaksanakan kebijakan dan bertanggung jawab terhadap; a.
Penyelenggaraan ketahanan pangan di wilayahnya masing-masing dengan memperhatikan pedoman, norma, standar dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
b.
Mendorong keikut sertaan masyarakat dalam penyelenggaraan ketahanan pangan dengan cara memberikan informasi dan pendidikan yang berkaitan dengan ketahanan pangan, meningkatkan motivasi dan memfasilitasi masyarakat dalam kelancaran penyelenggaraan Ketahanan Pangan disamping itu meningkatkan kemandirian rumah tangga dalam perwujudan ketahanan pangan.
5.
Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan Mutu Pangan dan Gizi.
6.
Peraturan Presiden RI no 22 tahun 2009, tentang kebijakan percepatan penganekaragaman konsumsi pangan berbasis sumberdaya local.
2
RENSTRA 2011 - 2015
7.
KEPPRES Nomor 132 tahun 2001 tentang ”Dewan Ketahanan Pangan”. Isi dari KEPPRES ini menyatakan bahwa : a. Untuk mewujudkan Ketahanan Pangan Nasional, Provinsi dan Kabupaten/Kota serta menyikapi Undang-Undang No. 7 tahun 1996 tentang ”Pangan” perlu dibentuk Dewan Ketahanan Pangan di semua tingkatan. b. Ketua Dewan Ketahanan Pangan ditingkat pusat adalah Presiden RI, ditingkat Provinsi yaitu Gubernur, dan ditingkat Kabupaten/Kota adalah Bupati/Walikota. c. Sekretariat Dewan Ketahanan Pangan secara Ex-Officio dilaksanakan oleh Badan Bimas Ketahanan Pangan, yang merupakan unit kerja struktural. Tugas Sekretaris Dewan Ketahanan Pangan memberikan pelayanan teknis dan administratif kepada Dewan Ketahanan Pangan.
8.
Inpres No 1 tahun 2010 tentang percepatan prioritas pembangunan nasional 2010.
9.
Permendagri No. 54 Tahun 2010, tengang Pelaksanaan Perturan Pemerintah No. 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian, dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah.
10. Permentan No. 43 tahun 2009 tentang Percepatan Penganekaragaman Berbasis Sumberdaya Lokal. 11. Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2008 tentang ”Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat, Badan Perencanaan Pembangunnan Daerah dan Lembaga Teknis Daerah Provinsi Sumatera Barat. 12. Peraturan Gubernur No 31 Tahun 2010 tentang Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan berbasis sumberdaya lokal. Pada tanggal 21 Juli tahun 2008 Pemerintah Provinsi Sumatera Barat telah membentuk Institusi struktural kelembagaan ketahanan pangan yaitu Badan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera Barat. 13. Istitusi ini bertujuan membantu Gubernur dalam penyelenggaraan Pemerintahan Provinsi di bidang Ketahanan Pangan. Dalam menyelenggarakan tugas tersebut Badan Ketahanan Pangan mempunyai fungsi : 1). Perumusan kebijakan teknis di bidang Ketahanan Pangan 2). Pelayanan penunjang penyelenggaraan Pemerintahan Provinsi di bidang Ketahanan Pangan 3). Pemberian dukungan atas penyelenggaraan pemerintah daerah di bidang Ketahanan Pangan 4). Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh pimpinan. 14. Peraturan Gubernur Nomor 66 tahun 2009 tentang organisasi dan tata kerja UPT Badan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera Barat. 3
RENSTRA 2011 - 2015
15. Peraturan Menteri Pertanian No: 15/Permentan/RC.110/1/2010 tentang Rencana Strategis Kementerian Pertanian 2010 – 2014. 1.4. Sistematika Penulisan Sistematika penyusunan Restra Sumatera Barat ini terdiri dari :
Badan
Ketahanan
apangan
Provinsi
Bab I Pendahuluan
A. Latar Belakang Mengemukakan secara ringkas pengertian Renstra SKPD, fungsi Renstra SKPD dalam penyelenggaraan pembangunan daerah, proses penyusunan Renstra SKPD, keterkaitan SKPD dengan RPJMD, Renstra K/L dan Renstra Provinsi/Kabupaten/Kota dan dengan Renja SKPD.
B. Landasan Hukum Memuat Penjelasan tentang Undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan daerah, dan ketentuan peraturan lainnya yang mengatur tentang struktur organisasi, tugas dan fungsi, kewenangan SKPD, serta pedoman yang dijadikan acuan dalam penyusunan perencanaan dan penganggaran SKPD
C. Maksud dan Tujuan Memuat Penjelasan tentang maksud dan tujuan dari penyusunan Renstra SKPD
D. Sistematika Penulisan Menguraikan pokok bahasan dalam penulisan Renstra SKPD, serta susunan garis besar isi dokumen. Bab II Gambaran Pelayanan SKPD
A. Tugas, Fungsi, Struktur Organisasi SKPD Memuat penjelasan umum tentang dasar hukum pembentukan SKPD, struktur organisasi SKPD, serta uraian tugas dan fungsi sampai dengan satu eselon di bawah kepala SKPD. Uraian tentang struktur organisasi SKPD ditujukan untuk menunjukkan organisasi, jumlah personil, dan tata laksana SKPD (prosedur, proses, mekanisme).
B. Sumber Daya SKPD Memuat penjelasan ringkas tentang macam sumber daya yang dimiliki SKPD dalam menjalankan tugas dan fungsinya, mencakup sumber daya manusia, asset/modal, dan unit usaha yang masih operasional.
C. Kinerja Pelayanan SKPD Bagian ini menunjukkan tingkat capaian kinerja SKPD berdasarkan sasaran/target Renstra SKPD periode sebelumnya, menurut SPM untuk 4
RENSTRA 2011 - 2015
urusan wajib, dan / atau indikator kinerja pelayanan SKPD dan / atau indikator lainnya seperti MDGs atau indikator yang telah diratifikasi oleh pemerintah.
Bab III Isu-isu Strategis Berdasarkan Tugas dan Fungsi
Identifikasi Permasalahan Pelayanan SKPD
Berdasarkan
Tugas
dan
Fungsi
Pada bagian ini dikemukakan permasalahan-permasalahan pelayanan SKPD beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Telaah Visi, Misi, dan Program Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Terpilih Bagian ini mengemukakan apa saja tugas dan fungsi SKPD yang terkait dengan visi, misi serta program kepala daerah dan wakil kepala daerah terpilih. selanjutnya berdasarkan identifikasi permasalahan pelayanan SKPD di paparkan apa saja faktor penghambat dan pendorong pelayanan SKPD yang dapat mempengaruhi pencapaian visi dan misi kepala daerah dan wakil kepala daerah tersebut,
Telaah Renstra K/L dan Renstra Bagian ini mengemukakan apa saja faktor-faktor penghambat ataupun faktor-faktor pendorong dari pelayanan SKPD yang mempengaruhi permasalahan pelayanan SKPD ditinjau dari sasaran jangka menengah Renstra K/L ataupun Renstra SKPD Provinsi / Kabupaten/ Kota.
Penentuan Isu-isu Strategis Pada bagian ini direviem kembali faktor-faktor dari pelayanan SKPD yang mempengaruhi permasalahan pelayanan SKPD ditinjau dari gambaran pelayanan SKPD; sasaran jangka menengah pada Renstra K/L; sasaran jangka menengah dari Renstra SKPD Provinsi/ Kabupaten/ Kota; implikasi RTRW bagi pelayanan SKPD; dan implikasi KLHS bagi pelayanan SKPD.
Bab IV
Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran, Strategi dan Kebijakan
Visi dan Misi SKPD Pada bagian ini dikemukakan rumusan pernyataan visi dan misi SKPD
Tujuan
dan
Sasaran
Jangka
Menengah
SKPD
Pada bagian ini dikemukakan rumusan pernyataan strategi dan kebijakan SKPD dalam lima tahun mendatang
Strategi dan Kebijakan SKPD Pada bagian ini dikemukakan rumusan pernyataan strategi dan kebijakan SKPD dalam lima tahun mendatang
5
RENSTRA 2011 - 2015
Bab V
Rencana Program dan Kegiatan, Indikator Kelompok Sasaran dan Pendanaan Indikatif
Kinerja,
Pada bagian ini dikemukakan rencana program dan kegiatan, indikator kinerja, kelompok sasaran dan pendanaan indikatif
Bab VI Indikator Kinerja SKPD yang mengacu pada Tujuan dan Sasaran RPJMD Pada bagian ini dikemukakan indikator kinerja SKPD yang secara langsung menunjukkan kinerja yang akan dicapai SKPD dalam lima tahun mendatang sebagai komitmen untuk mendukung pencapaian tujuan dan sasaran RPJMD.
6
RENSTRA 2011 - 2015
II.
GAMBARAN PELAYANAN SKPD
2.1. Tugas, Fungsi, Struktur Organisasi Badan Ketahanan Pangan (BKP) sebagai unsur pelaksana pemerintah daerah di bidang ketahanan pangan, berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Gubernur melalui Sekretaris Daerah. Badan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera Barat dibentuk melalui Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2008 tanggal 21 Juli 2008, tentang Pembentukan Organisasi Dan Tata Kerja Inspektorat, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Lembaga Teknis Daerah Provinsi Sumatera Barat, dimana salah satu diantara organisasi tersebut adalah Badan Ketahanan Pangan Propinsi Sumatera Barat. Badan Ketahanan Pangan Propinsi Sumatera Barat mempunyai tugas melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah di bidang ketahanan dan pengendalian Pangan. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud Badan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera Barat mempunyai fungsi : a. Perumusan kebijakan teknis di bidang Ketahanan Pangan ; b. Pelayanan penunjang penyelenggaraan pemerintahan Provinsi di bidang Ketahanan Pangan ; c. Pemberian dukungan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah di bidang Ketahanan Pangan ; d. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh pimpinan. Untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsinya Badan Ketahanan Pangan (BKP) Sumatera Barat sesuai dengan Surat Keputusan Gubernur Propinsi Sumatera Barat Nomor : 62 Tahun 2008 Tanggal 29 Agustus 2008 tentang Tugas Pokok dan Fungsi Eselon III dan Uraian Tugas Eselon IV Pada Badan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera Barat memiliki struktur organisasi sebagai berikut : a. Kepala Badan. b. Sekretariat. c. Bidang Ketersediaan dan Kelembagaan Pangan. d. Bidang Distribusi dan Harga Pangan. e. Bidang Penganekaragaman Konsumsi Pangan f. Bidang Kewaspadan Pangan. g. Unit Pelaksana Teknis Badan Balai Pengawasan Sertifikasi Mutu Pangan h. Kelompok Jabatan fungsional. Adapun tugas masing-masing bagian diatas, seperti yang termuat dalam Surat Keputusan Gubernur Sumatera Barat Nomor : 62 Tahun 2008 adalah : 7
RENSTRA 2011 - 2015
1. Sekretariat, mempunyai tugas melakukan pengelolaan urusan rumah tangga Badan, ketatausahaan, tatalaksana, humas, protokol, laporan, hukum dan organisasi serta hubungan masyarakat. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud sekretariat mempunyai fungsi sebagai berikut : a. Pengkoordinasian kegiatan kesekretariatan untuk kelancaran tugas bidang Urusan Ketahanan Pangan ; b. Pelaksanaan perumusan ketentuan yang berlaku ;
peraturan
memfasilitasi
perundang-undangan
sesuai
c. Pelaksanaan dan perumusan Rencana Stratejik ; d. Pelaksanaan pelayanan administrasi keluar dan didalam organisasi ; e. Pelaksanaan fasilitas kelancaran tugas dan urusan bidang ketahanan pangan berdasarkan azas keseimbangan ; f. Pengkoordinasian penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja SKPD ; Sekretariat terdiri dari : a. Sub Bagian Umum dan Kepegawaian b. Sub Bagian Keuangan c. Sub Bagian Program Sub Bagian Umum dan Kepegawaian mempunyai tugas urusan ketatausahaan, ketatalaksanaan, kepegawaian dan organisasi, humas, protokol serta urusan rumah tangga. Sub Bagian Keuangan mempunyai tugas, menyelenggarakan pelayanan administrasi keuangan, menyelenggarakan pembukuan, laporan keuangan dan memelihara dokumen keuangan serta membuat laporan pertanggungjawaban keuangan sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku. Sub Bagian Program mempunyai tugas menyiapkan bahan penyusunan rencana umum jangka pendek, menengah dan jangka panjang serta proposal pengembangan kegiatan berdasarkan urusan yang menjadi kewenangan Badan Ketahanan Pangan sesuai skala prioritas dan arahan pimpinan.
2. Bidang Ketersediaan dan Kelembagaan Pangan, mempunyai tugas menyiapkan bahan kebijakan dan perumusan pelaksanaan kegiatan berdasarkan urusan dan program sesuai ruang lingkup ketersediaan dan kelembagaan pangan. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud Bidang Ketersediaan dan Kelembagaan Pangan mempunyai fungsi sebagai berikut : a. Pengkoordinasian kegiatan dan tugas penunjang serta tugas yang bersifat rutinitas.
8
RENSTRA 2011 - 2015
b. Penganalisaan program dan urusan yang menjadi kewenangan bidang. c. Perencanaan kegiatan di ruang lingkup bidang Ketersediaan dan Kelembagaan Pangan berdasarkan skala prioritas. d. Pengaturan pelaksanaan kegiatan sesuai sasaran yang ditetapkan. e. Pelaksanaan pengawasan kegiatan sesuai perencanaan. f. Pelaksanaan fasilitas keseimbangan.
kelancaran
tugas
berdasarkan
azas
g. Pelaksanaan pertanggungjawaban kegiatan dan penyusunan laporan. Bidang Ketersediaan dan Kelembagaan Pangan terdiri dari : 1) Sub. Bidang Ketersediaan Pangan 2) Sub. Bidang Kelembagaan Cadangan Pangan 3. Bidang Distribusi dan Harga Pangan, mempunyai tugas menyiapkan bahan kebijaksanaan dan perumusan pelaksanaan kegiatan berdasarkan urusan sesuai ruang lingkup distribusi dan harga pangan. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud Bidang Distribusi dan Harga Pangan mempunyai fungsi sebagai berikut : a. Pengkoordinasian kegiatan dan tugas penunjang serta tugas yang bersifat rutinitas. b. Penganalisaan program dan urusan yang menjadi kewenangan bidang. c. Perencanaan kegiatan diruang lingkup bidang Distribusi dan Harga Pangan berdasarkan skala prioritas. d. Pengaturan pelaksanaan kegiatan sesuai sasaran yang ditetapkan. e. Pelaksanaan pengawasan kegiatan sesuai perencanaan. f. Pelaksanaan fasilitas keseimbangan.
kelancaran
tugas
berdasarkan
azas
g. Pelaksanaan pertanggungjawaban dan laporan. Bidang Distribusi dan Harga Pangan terdiri dari : •
Sub. Bidang Distribusi dan Akses Pangan
•
Sub. Bidang Harga Pangan
4. Bidang Penganekaragaman Konsumsi Pangan, mempunyai tugas menyiapkan bahan kebijaksanaan dan perumusan pelaksanaan kegiatan berdasarkan urusan dan program sesuai ruang lingkup Penganekaragaman Konsumsi Pangan.
9
RENSTRA 2011 - 2015
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud Penganekaragaman Konsumsi Pangan mempunyai fungsi berikut :
Bidang sebagai
a. Pengkoordinasian kegiatan dan tugas penunjang serta tugas yang bersifat rutinitas. b. Penganalisaan program dan urusan yang menjadi kewenangan bidang. c. Perencanaan kegiatan diruang lingkup bidang Penganekaragaman Konsumsi Pangan berdasarkan skala prioritas. d. Pengaturan pelaksanaan kegiatan sesuai sasaran yang ditetapkan. e. Pelaksanaan pengawasan kegiatan sesuai perencanaan. f. Pelaksanaan fasilitas keseimbangan.
kelancaran
tugas
berdasarkan
azas
g. Pelaksanaan pertanggungjawaban dan laporan. Bidang Penganekaragaman Konsumsi Pangan terdiri dari : •
Sub. Bidang Pola Konsumsi Pangan
•
Sub. Bidang Teknologi Pangan
5. Bidang Kewaspadaan Pangan, mempunyai tugas menyiapkan bahan kebijaksanaan dan perumusan kegiatan berdasarkan urusan dan program sesuai ruang lingkup Kewaspadaan Pangan. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud Bidang Kewaspadaan Pangan mempunyai fungsi sebagai berikut : a. Pengkoordinasian kegiatan dan tugas penunjang serta tugas yang bersifat rutinitas. b. Penganalisaan program dan urusan yang menjadi kewenangan bidang. c. Perencanaan kegiatan diruang lingkup bidang Kewaspadaan Pangan berdasarkan skala prioritas. d. Pengaturan pelaksanaan kegiatan sesuai sasaran yang ditetapkan. e. Pelaksanaan pengawasan kegiatan sesuai perencanaan. f. Pelaksanaan fasilitas keseimbangan.
kelancaran
tugas
berdasarkan
azas
g. Pelaksanaan pertanggungjawaban dan laporan. Bidang Kewaspadaan Pangan terdiri dari : •
Sub. Bidang Kerawanan Pangan
•
Sub. Bidang Keamanan Pangan
10
RENSTRA 2011 - 2015
6. Unit Pelaksana Teknis Badan Balai Pengawasan Sertifikasi Mutu
Pangan (UPTB-BPSMP) Berdasarkan Peraturan Gubernur Sumatera Barat Nomor 66 Tahun 2009, tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Badan (UPTB) Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera Barat, dan Keputusan Kepala Badan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera Barat No. 521/1601/BKP/2010, tanggal 29 Juni 2010 tentang Tugas Pokok dan Fungsi serta Uraian Tugas Esselon III dan IV dilingkungan UPTB-BPSMP Provinsi Sumatera Barat memiliki struktur organisasi sebagai berikut : a. Kepala Balai. b. Kepala Sub Bagian Tata Usaha c. Kepala Seksi Pelayanan Teknis d. Kepala Seksi Pengujian dan Sertifikasi. UPTB-BPSMP mempunyai tugas 1). Melaksanakan pengawasan mutu bahan pangan segar baik yang produksi daerah maupun bahan pangan impor, 2). Melaksanakan sertifikasi mutu bahan pangan segar. Sedangkan fungsi UPTB-BPSMP adalah sebagai berikut : a. Penyusunan Rencana Pembangunan Teknis Operasional Pengawasan dan Sertifikasi Mutu Pangan. b. Pengkajian dan Analisa Teknis Operasional Pengawasan dan Sertifikasi Mutu Pangan. c. Pengujian dan persiapan teknologi pengawasan dan sertifikasi mutu pangan dilapangan. d. Pelaksanaan kebijakan teknis pengawasan dan keamanan pangan segar. e. Pelaksanaan operasional pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan bidangan Pengawasan dan sertifikasi mutu pangan f. Pelaksanaan operasional tugas teknis Badan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera Barat yang terkait dengan pengawasan dan sertifikasi mutu pangan. g. Pelaksanaan pelayanan teknis administrasi ketatausahaan UPTB.
2.2. Sumberdaya SKPD Jumlah Pegawai Negeri Sipil Badan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera Barat kondisi pada tahun 2011 ini berjumlah sebanyak 112 orang, yang terdiri dari pegawai struktural sebanyak 93 orang, pegawai fungsional sebanyak 17 orang dan tenaga honorer sebanyak 2 orang. Sedangkan komposisi pegawai berdasarkan tingkat pendidikan adalah sebagai berikut ; S3 = 1 orang S2 = 8 orang S1 = 46 orang
11
RENSTRA 2011 - 2015 D3 = 4 orang SLTA = 50 orang SLTP = 1 orang SD = 2 orang Untuk lebih lengkapnya daftar Pegawai Negeri Sipil Badan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera Barat dapat dilihat pada lampiran.
Selanjutnya aset yang dimiliki Badan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera Barat adalah senilai Rp. 22.108.855.500,- meliputi tanah, bangunan gedung, peralatan dan mesin, konstruksi dan jaringan serta aset tetap lainnya, dengan rincian seperti pada tabel berikut : Tabel 1 : Asset Badan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera Barat NO.
Uraian
Jumlah
1
Tanah
18,800,000,000
2
Bangunan Gedung
1,124,337,000
3
Peralatan dan Mesin
1,061,898,750
a. Alat Angkutan
280,265,000
b. Alat Kantor dan Rumah Tangga
781,633,750
4
Konstruksi dan Jaringan
5
Asset Tetap Lainnya Total Nilai Asset per 31 Desember 2011
57,565,000 3,156,000 22,108,855,500
12
RENSTRA 2011 - 2015
2.3. Kinerja Pelayanan SKPD Melaksanakan pembangunan ketahanan pangan merupakan tanggungjawab pemerintah (pusat dan daerah), bersama-sama dengan masyarakat. Lembaga koordinasi fungsional Dewan Ketahanan Pangan yang telah dibentuk pada 18 kabupaten/kota dari 19 Kab/Kota di Sumatera Barat berfungsi memfasilitasi pemerintah daerah dan masyarakat, agar memiliki kemampuan dalam mewujudkan Ketahanan Pangan ditingkat wilayah. Sesuai dengan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah, Peran Pemerintah, Pemerintah Dearah dan Masyarakat dalam ketahanan pangan dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Pemerintah Peran Pemerintah dalam pengaturan, pengawasan dan pembinaan program ketahanan pangan yang dilaksanakan secara nasional, antara lain : a. Pengaturan, pengawasan dan pembinaan peningkatan ketersediaan dan keragaman pangan. b. Pengaturan dan koordinasi cadangan pangan pemerintah dan pembinaan cadangan pangan masyarakat. c. Pengaturan dan pengawasan peningkatan akses pangan untuk masyakat miskin dan rawan pangan. d. Peningkatan infrastruktur distribusi dan koordinasi pengendalian stabilitas harga pangan strategis. e. Pembinaan dan peningkatan keragaman konsumsi serta mutu, gizi dan keamanan pangan. f. Fasilitasi peran serta masyarakat dan kerjasama dengan lembaga swadaya masyarakat. g. Pengendalian pemantapan ketahanan pangan nasional. h. Penyusunan modul pelatihan inspektur, fasilitator, PPNS keamanan pangan. i. Pembinaan sistem manajemen laboratorium uji mutu dan keamanan pangan. j. Monitoring otoritas kompeten provinsi. 2. Pemerintah Provinsi Peran pemerintah Provinsi dalam pemantapan ketahanan pangan antar lain : a. Identifikasi : Ketersediaan dan keragaman produk pangan. Kebutuhan produksi dan konsumsi masyarakat. Infrastruktur distribusi. 13
RENSTRA 2011 - 2015
Pangan pokok masyarakat. Lembaga Sosial Masyarakat dan tokoh masyarakat provinsi. b. Koordinasi : Pencegahan dan pengendalian masalah pangan sebagai akibat menurunnya ketersediaan pangan karena berbagai sebab. Pengendalian cadangan pangan pemerintah dan masyarakat. Penanganan kerawanan pangan provinsi. Pencegahan dan penanggulangan masalah pangan sebagai akibat menurunnya mutu, gizi, dan keamanan pangan. Pencegahan penurunan akses pangan peningkatan akses pangan masyarakat. c.
masyarakat
dan
Pembinaan Cadangan pangan masyarakat. Peningkatan mutu konsumsi masyarakat menuju gizi seimbang berbasis bahan baku lokal. Mutu dan keamanan produk pangan pabrikan di provinsi. Sistem manajemen laboratorium uji mutu pangan dan keamanan pangan provinsi.
d. Pengembangan Cadangan pangan pokok tertentu di provinsi. Infrastruktur distribusi pangan provinsi pengembangan infrastruktur provinsi.
dan
koordinasi
Jaringan pasar di wilayah provinsi. Kelembagaan sertfikasi produk pangan segar dan pabrik skala kecil/ rumah tangga. Dan fasilitasi forum masyarakat provinsi. e. Pengendalian kerawanan pangan wilayah provinsi. f.
Informasi harga pasar di provinsi.
g. Pengumpulan dan analisis informasi ketahanan pangan provinsi. h. Pelatihan inspektur, fasilitator, PPNS keamanan pangan provinsi. i.
Monitoring otoritas kompetensi Kabupaten/Kota.
j.
Pelaksanaan sertifikasi dan pelabelan prima wilayah provinsi.
14
RENSTRA 2011 - 2015
3. Pemerintah Kabupaten/Kota Sesuai dengan kewenangannya, peran pemerintah kabupaten/kota dalam upaya mewujudkan ketahanan pangan masyarakat antara lain sebagai berikut : a. Identifikasi : Potensi sumberdaya dan produksi pangan serta keragaman konsumsi pangan masyarakat. Cadangan pangan masyarakat. Kelompok rawan pangan. Infrastruktur distribusi kabupaten/kota. Pangan pokok masyarakat. b. Pembinaan Peningkatan produksi dan produk pangan berbahan baku lokal. Pengembangan penganekaragaman produk pangan. Monitoring cadangan pangan masyarakat. Pengawasan mutu dan keamanan produk pangan masyarakat. c.
Pencegahan dan pengendalian masalah pangan sebagai akibat Menurunnya ketersediaan pangan. Penurunan akses pangan.
d. Pengembangan dan pengaturan cadangan pangan pokok tertentu kabupaten/kota. e. Penanganan dan penyaluran pangan untuk kelompok tertentu tingkat kabupaten/kota. f. Pencegahan dan penanggulangan masalah pangan sebagai akibat menurunnya mutu, gizi, dan keamanan pangan. g. Informasi harga di kabupaten/kota. h. Pembangunan pasar untuk produk pangan yang dihasilkan di Kabupaten/Kota. i. Peningkatan mutu konsumsi masyarakat. j. Analisis mutu, gizi dan keamanan produk pangan segar dan pabrik skla kecil/rumah tangga. 4. Masyarakat Sebagai pelaku utama dalam sistem ketahanan pangan, masyarakat (petani-nelayan, pengusaha swasta, LSM, organisasi kemasyarakatan) menyelenggara kan peran sebagai berikut : a. Penyediaan pangan yang mencakup proses produksi, pengolahan, pengelolaan cadangan pangan untuk memenuhi kebutuhan rumah 15
RENSTRA 2011 - 2015
tangga serta masyarakat lingkungannya. Dalam hal ini termasuk aneka ragam, mutu dan keamanan pangan untuk menyediakan kelengkapan zat gizi makro dan mikro yang diperlukan setiap individu untuk hidup sehat dan produktif. Kegiatan tersebut merupakan aktivitas ekonomi yang dilaksanakan secara efisien dan berorientasi ramah lingkungan. b. Penyelenggaran proses distribusi dan pemasaran produk-produk pangan sebagai usaha yang menopang daya jangkau penduduk di seluruh wilayah terhadap pangan, baik dari segi fisik maupun ekonomi. Usaha ini dilaksanakan dengan menganut kaidah kejujuran, keadilan dan tanggungjawab moral kepada masyarakat pengguna produk-produk pangan. c.
Pengelolaan konsumsi di tingkat kelompok masyarakat dan rumah tangga yang mendorong kesadaran, kemampuan dan kemauan setiap individu mengkonsumsi pangan dengan zat gizi seimbang. Pengelolaan konsumsi ini juga menerapkan penyesuaian diri dengan potensi sumberdaya lokal, budaya makan yang memenuhi norma gizi dan kesehatan, hemat dan bertanggungjawab kepada masyarakat maupun lingkungan.
d. Pengembangan jasa pelayanan pangan (jasa boga) sebagai usaha ekonomi yang efisien, menekan pemborosan, menerapkan kaidah mutu gizi dan keamanan pangan, menerapkan kejujuran dan tanggung jawab. e. Sosialisasi dan kampanye untuk membangkitkan kesadaran masyarakat akan pola produksi dan distribusi yang efisien, pola makan yang sehat dan aman serta pengelolaan yang efisien dan bertanggung jawab. f.
Peningkatan solidaritas masyarakat untuk membantu saudaranya yang mengalami kerawanan pangan dan gizi, mulai dari lingkungan rumah tangga yang kecil , tingkat lokal, tingkat daerah hingga tingkat nasional. Masyarakat terlibat secara langsung pada setiap tahap produksi, pengolahan, distribusi hingga pada keputusan untuk mengkonsumsi pangan. Dengan demikian, masyarakat menjadi pemeran utama dalam setaip upaya untuk mewujudkan ketahanan pangan. Sedangkan pemerintah dan masyarakat daerah melaksanakan peran fasilitasi dan pendukung yang bekerja sama dengan masyarakat dalam proses yang partisipatif. Dalam melaksanakan fungsi-fungsi tersebut, Dewan Ketahanan Pangan dibentuk sebagai wadah koordinasi untuk membangun keharmonisan dan mengupayakan sinergis atas upaya kolektif masyarakat dan pemerintah. Dewan Ketahanan Pangan di provinsi dan Kabupaten/kota diharapkan dapat sebagai mitra kerja di daerah. Dewan Ketahanan Pangan telah mengidentifikasi pokok-pokok masalah dan upaya-upaya untuk mengatasinya melalui rumusan 16
RENSTRA 2011 - 2015
kebijakan dan program sebagai acuan bersama baik unsur pemerintah provinsi, pemerintah daerah maupun masyarakat/pengusaha sekaligus sebagai ajakan bagi seluruh pihak yang berperan untuk bekerja sama dalam memantapkan ketahanan pangan masyarakat di wilayah. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 38 tahun 2007, tentang pembagian urusan pemerintahan, terdapat 31 urusan pemerintahan, termasuk didalamnya bidang ketahanan pangan yang telah dan akan dilaksanakan oleh provinsi dan kabupaten/kota yang merupakan urusan wajib. Selanjutnya menurut Peraturan Menteri Pertanian No. 65/Permentan/OT.140/12/2010, tentang SPM bidang ketahanan pangan Provinsi dan Kabupaten/Kota, dimana untuk indikator SPM Bidang Ketahanan Pangan, untuk Provinsi terdapat 4 indikator, sedangkan untuk Kabupaten/Kota terdapat 7 indikator. Indikator Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera Barat dapat dilihat pada tabel berikut . Tabel 2 : Indikator Standar Pelayanan Minimal Ketahanan Pangan
No
A
Jenis Pelayanan Dasar Bid. Ketahanan Pangan Ketersediaan dan cadangan pangan
SPM Indikator
Ket
NILAI (%)
1
Penguatan Cadangan Pangan
60
2015
BKPD
Ketersediaan informasi pasokan, harga dan akses pangan di daerah Pengawasan dan Pembinaan Keamanan Pangan
100
2015
BKPD
80
2015
BKPD
Penanganan Daerah Rawan Pangan
60
2015
BKPD
B
Distribusi dan Akses Pangan
2
C
Penganekaragamman dan Keamanan pangan Penanganan Kerawanan Pangan
3
D
Capaian
4
Berdasarkan hal di atas, maka Badan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera Barat telah melakukan upaya-upaya peningkatan ketahanan pangan melalui beberapa kegiatan strategis baik dalam bentuk pemberdayaan masyarakat dalam rangka pemenuhan kebutuhan pangan dan peningkatan pendapatan masyarakat serta analisis-analisis dalam rangka menghasilkan rumusan-rumusan dan kebijakan peningkatan ketahanan pangan baik dalam bentuk himbauan, edaran, keputusan dan peraturan gubernur terutama dalam hal sinkronisasi dan koordinasi dengan 17
RENSTRA 2011 - 2015
instansi/lembaga/yayasan yang terkait. Kegiatan tersebut adalah sebagai berikut : 3.3.1. Pemberdayaan Masyarakat. a. Pengembangan Desa Mandiri Pangan Kegiatan ini merupakan pengembangan nagari rawan pangan yang mempunyai potensi sumber daya alam berupa penambahan modal untuk pengembangan usaha masyarakat miskin melalui pengembangan Lembaga Keuangan Desa (LKD), sehingga terjadi peningkatan pendapatan yang berdampak positif terhadap pemenuhan kebutuhan pangan. dengan tahapan-tahapan sebagai berikut yaitu : Tahun I, merupakan Tahap Persiapan ( tahun 2006 di 5 Kab. dan 10 Desa ) Tahun II, merupakan Tahap Penumbuhan ( tahun 2007 di 5 Kab. dan 10 Desa ) Tahun III, merupakan Tahap Pengembangan ( tahun 2008 di 5 Kab. dan 10 Desa ) Tahun IV, merupakan tahap kemandirian ( tahun 2009 di 5 Kab. dan 10 Desa ) Tahun V, Gerakan Kemandirian Pangan 6 desa Inti, 18 desa Replikasi Desa tersebut telah mampu membina desa lain di sekitarnya dalam satu Nagari Hasil yang ingin dicapai adalah usaha masyarakat tersebut berkembang sehingga mereka mampu memenuhi kebutuhan pangannya dan pendapatannya juga meningkat. Untuk melihat alokasi dana desa mandiri pangan dan desar reflikasi tahun 2006 s/d 2010 dapat dilihat pada tabel berikut.
18
RENSTRA 2011 - 2015
Tabel 3 :
Jumlah Penumbuhan dan Alokasi Dana Desa Mandiri Pangan dan Desa Replikasi di Sumatera Barat Tahun 2006 s/d 2010 ALOKASI DESA MANDIRI PANGAN DAN JUMLAH DANA ( (Rp)
NO
KAB/KOTA
2006
2007
Klp
Dana
2008
Klp Dana
2009
Klp Dana Klp
2010
DESA
JML
REPLIKASI
DANA
Dana
Klp
Dana
Klp
Dana
jutaan
1
50 Kota
2
200
2
200
1
100
1
100
1
100
6
90
790
2
Agam
2
200
2
200
1
100
1
100
2
200
3
45
845
3
Solok
2
200
2
200
1
100
1
100
1
100
3
45
745
4
Sijunjung
2
200
2
200
1
100
1
100
1
100
3
45
745
5
Pesisir selatan
2
200
2
200
1
100
1
100
1
100
3
45
745
6
Pasaman barat
-
-
2
200
1
100
1
100
-
100
-
-
400
7
Solok selatan
-
-
2
200
1
100
1
100
1
100
-
-
500
8
Pd. Pariaman
-
-
-
-
-
-
2
200
2
200
-
-
400
9
Dharmasraya
-
-
2
160
-
-
-
-
2
200
-
-
360
10
Ko. Payakumbuh
-
-
-
-
-
-
-
-
2
200
-
-
200
11
Ko. Bukittinggi
-
-
-
-
-
-
-
-
2
200
-
-
200
12
Ko. Solok
-
-
-
-
-
-
-
-
2
200
-
-
200
13
Pasaman
-
-
2
160
-
-
-
-
2
200
-
-
360
14
Tanah datar
-
-
-
-
2
160
-
-
2
200
-
-
360
15
Ko. Pd. Panjang
-
-
-
-
-
-
1
80
2
100
-
-
180
16 17.
Ko. Padang Ko. Pariaman
-
-
-
-
-
-
-
-
3 1
300 100
-
-
300 100
10
1000
18
1,720
9
860
10
980
26
2,600
18
270
7,430
TOTAL
Dari tabel 3 diatas dapat dilihat bahwa kegiatan Desa Mandiri Pangan dan Desa Bencana tahun 2010 merupakan tahap persiapan yang ditumbuhkan sebanyak 22 desa baru DMP dan 4 desa bencana dengan dana sebesar 2,6 milyar dan 18 desa replikasi pada 5 kabupaten dengan dana sebesar Rp. 270 juta. Desa Mandiri Pangan tahun 2006 sudah memasuki tahap kemandirian dan harus dapat membina desa disekitarnya (replikasi) minimal 3 desa dalam nagari tersebut dengan dana sebesar Rp. 15 juta/ desa. b. Pengembangan Lumbung Pangan. Kegiatan ini merupakan pengembangan kelembagaan pangan masyarakat menjadi kelembagaan cadangan pangan masyarakat. Kelompok tani diberikan dana penguatan modal sebanyak Rp 25 juta/kelompok tiap tahun selama 3 tahun berturut-turut. Tahun ke empat, kelima dan keenam digulirkan kepada kelompok lain sebanyak Rp. 25 juta/kelompok setiap tahunnya. Dana tersebut digunakan untuk pembelian gabah kelompok yang dimanfaatkan untuk cadangan pangan 19
RENSTRA 2011 - 2015
masyarakat dan sebahagian diolah dan dipasarkan. Kegiatan ini dimulai tahun 2005. Tahun 2009 pengembangan lumbung pangan dikembangkan di daerah Desa Mandiri Pangan berupa bantuan pembangunan gudang sebanyak Rp. 30 juta dan tahun 2010 dilanjutkan dengan penguatan modal untuk pembelian gabah sebanyak Rp. 20 juta. Hasil yang diinginkan adalah kelompok tersebut mampu mengatasi kerawanan pangan pokok di kelompoknya dan wilayahnya serta mampu meningkatkan pendapatan anggotanya/ masyarakat sekitarnya. Tabel 4 : Jumlah Penumbuhan Lumbung Pangan dan Gulirannya di Sumatera Barat Tahun 2005 - 2008 No.
Kabupaten / Kota
Penerima Bantuan ( 2002-2005 )
Penerima Guliran ( 2006-2008 )
Bangunan Lumbung 2009
1
Tanah Datar
7
5
-
2
Agam
5
2
1
3
Lima Puluh Kota
5
2
3
4
Pasaman
-
-
-
5
Pasaman Barat
-
-
1
6
Solok
-
-
-
7
Solok Selatan
-
-
2
8
Pdg. Pariaman
5
-
-
9
Sijunjung
3
3
3
10
Dharmasraya
2
-
-
11
Pesisir Selatan
2
-
2
12
Kota Solok
4
4
-
13
Kota Padang
4
5
-
37
21
12
Jumlah
Selanjutnya untuk tahun 2009 dibangun lumbung pangan sebanyak 12 Unit untuk pembangunan fisik gudang dan pada tahun 2010 diberikan lagi dana bantuan penguatan modal sebanyak Rp.20.000.000/lumbung untuk pembelian gabah. Tabel 5 :
No 1 2 3 4 5 6
Jumlah Kelompok yang menerima Bansos Lumbung Pangan di Sumatera Barat Tahun 2010 Kabupaten
Sijunjung Agam Pasaman Barat Solok Selatan 50 Kota Pesisir Selatan
Jumlah Kelompok
Jumlah Bansos ( Rp )
3 1 1 2 3 2
60.000.000, 20.000.000, 20.000.000, 40.000.000, 60.000.000, 40.000.000,
20
RENSTRA 2011 - 2015
c. Sistem Tunda Jual. Sistem tunda jual merupakan Program Pemerintah dalam rangka penyaluran dana Bansos pada kelompok tani di daerah sentra produksi yang bertujuan untuk melakukan pembelian gabah petani pada saat harga turun dengan harga minimal sesuai HPP dan menunda penjualan sampai pada saat harga membaik. Masing - masing kelompok tunda jual menerima Rp 25.000.000,- . Untuk itu perkembangan Tunda Jual dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 6 : Penumbuhan Kelompok Tunda Jual dan Gulirannya di Sumatera Barat Tahun 2002 – 2009 NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Kab/Kota 50 Kota Tanah Datar Pesisir Selatan Swl/Sijunjung Dharmasraya Pasaman Pasaman Barat Solok Ko. Padang Panjang Ko. Solok
Penumbuhan (2002-2005)
Guliran (2005-2009)
1 2 14 1 1 10 1 15 1 2
2 7 1
Selama Periode waktu 2002 sampai 2009 pelaksanaan Sistim tunda jual didaerah sentra produksi sumatera barat telah terbentuk 47 kelompok tunda jual, dengan 37 kelompok tani tahap penumbuhan dan 10 kelompok dari hasil Guliran. d. Dana Penguatan Modal untuk Lembaga Usaha Ekenomi Pedesaan (DPMLUEP) Pada Tahun 2006 Provinsi Sumatera Barat memperoleh alokasi dana DPM-LUEP dari APBN sebesar Rp. 10.450.000.000 dan terserap (cair) hanya sebesar Rp. 10.412.000.000 yang dialokasikan pada 108 Kelompok (LUEP) di 11 Kabupaten sentra produksi padi yaitu Kabupaten Pasaman, Lima Puluh Kota, Tanah Datar, Padang Pariaman, Dharmasraya, Pesisir Selatan, Agam, Solok, Solok Selatan, Sijunjung dan Pasaman Barat. Tahun 2007 memperoleh alokasi dana sebesar Rp. 11.500.000.000 dari APBN dan 1 milyar dari APBD I dan terserap (cair) sebesar Rp. 12.400.000.000 yang dialokasikan pada 135 LUEP di 12 Kabupaten/Kota dan pada Tahun 2008 memperoleh alokasi dan dari APBN sebesar 7.3 milyar dan terserap (cair) sebesar Rp. 3.750.000.000 yang dialoksikan kepada 38 kelompok (LUEP) di 9 Kabupaten/Kota, lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut :
21
RENSTRA 2011 - 2015
Tabel 7 :
Lokasi dan Jumlah Kelompok Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan di Sumatera Barat Tahun 2006 - 2008 2006
No
Kabupaten / Kota
2007
2008
Jumlah Kelompok
Dana
Jumlah Kelompok
Dana
Jumlah Kelompok
Dana
1
Pasaman
14
1,500,000,000
19
1,650,000,000
8
950,000,000
2
Limapuluh Kota
20
1,250,000,000
17
1,850,000,000
8
675,000,000
3
Tanah Datar
20
2,000,000,000
27
2,850,000,000
2
200,000,000
4
Pdg. Pariaman
3
300,000,000
3
350,000,000
1
90,000,000
5
Dharmasraya
3
225,000,000
1
150,000,000
-
-
6
Pesisir Selatan
8
1,050,000,000
10
800,000,000
3
275,000,000
7
Agam
8
673,000,000
6
400,000,000
-
-
8
Solok
15
1,500,000,000
20
1,600,000,000
5
710,000,000
9
Solok Selatan
3
214,000,000
6
350,000,000
-
-
10
Sijunjung
9
1,200,000,000
11
1,300,000,000
4
450,000,000
11
Pasaman Barat
7
500,000,000
12
850,000,000
4
200,000,000
12
Ko. Padang
-
4
250,000,000
3
200,000,000
12,400,000,000
38
3,750,000,000
Total
110
10,412,000,000
136
e. Penguatan Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat Kegiatan Penguatan Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat adalah bagian kegiatan program peningkatan ketahanan pangan yang bertujuan meningkatkan kemampuan Gapoktan dan unit-unit usaha yang dikelolanya (distribusi/pemasaran dan cadangan pangan) dalam usaha memupuk cadangan pangan dan memupuk modal dari usahanya dan dari anggotanya yang tergabung dalam wadah Gapoktan serta mendukung kapasitas Gapoktan dalam mengelola distribusi hasil produksinya agar anggotanya dapat memperoleh harga yang optimal pada saat musim. yaitu tahap penumbuhan, tahap pengembangan dan tahap mandiri. Pada tahun 2009 Provinsi Sumatera Barat memperoleh dana P-LDPM untuk tahap penumbuhan sebasar Rp. 6.150.000.000 yang dialokasikan pada 41 Gapoktan di 12 Kabupaten/Kota yaitu Kabupaten Pasaman, Lima Puluh Kota, Tanah Datar, Padang Pariaman, Dharmasraya, Pesisir Selatan, Agam, Solok, Solok Selatan, Sijunjung, Pasaman Barat dan Kota Padang. Pada tahun 2010 memperoleh alokasi dana untuk tahap pengembangan sebesar Rp. 3.075.000.000 yang diberikan kepada 41 Gapoktan tahap penumbuhan tahun 2009 masing-masing sebesar Rp. 75.000.000/ Gapoktan, sedangkan untuk tahap penumbuhan diperoleh alokasi dana sebesar Rp.1.200.000.000 yang rencana akan dialokasikan kepada 8 Gapoktan di 8 Kabupaten/Kota. Kegiatan
P-LDPM
dilaksanakan
dalam
3
tahap
22
RENSTRA 2011 - 2015
Tabel 8 :
No
Lokasi dan Jumlah Gapoktan Penerima Dana Penguatan LDPM di Sumatera Barat Tahun 2009
Kabupaten / Kota
Jumlah Gapoktan
Jumlah Dana (Rp,-)
1
Pasaman
5
750,000,000
2
50 Kota
4
600,000,000
3
T. Datar
6
900,000,000
4
Pdg. Pariaman
2
300,000,000
5
Dharmasraya
3
450,000,000
6
Pesisir Selatan
2
300,000,000
7
Agam
3
450,000,000
8
Solok
6
900,000,000
9
Solok Selatan
1
150,000,000
10
Swl/ Sijunjung
3
450,000,000
11
Pasaman Barat
3
450,000,000
12
Kota Padang
3
450,000,000
41
6,150,000,000
Jumlah
f. Pengembangan Pangan Lokal dan Kajian Makanan Tradisional Pengembangan pangan lokal merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan wawasan kelompok beserta anggota dalam usaha pengolahan pangan lokal. Kegiatan ini dilaksanakan dalam bentuk pemberian bantuan alat pengolahan pangan lokal. Untuk melihat lokasi dan kelompok penerima BLM Pangan Lokal yang ditumbuhkan di Sumatera Barat tahun 2005 – 2009 dapat dilihat pada tabel berikut.
23
RENSTRA 2011 - 2015
Tabel 9 :
No
Tahun
Lokasi dan Kelompok Penerima BLM Pangan Lokal yang ditumbuhkan di Sumatera Barat Tahun 2005 - 2009
Kab/kota
Nama Kelompok
Identitas Kelompok dan Produk Pangan Lokal Jumlah Anggota Kecama Jenis Desa Kelompok tan Olahan (org)
Modal Awal BLM (Rp.)
Ket
1
2007
50 Kota
KWT Juaro
22
Situjuh V Nagari
Situjuh Gadang
Kerupuk Ubi
10.000.000 (alat pengolah kerupuk ubi)
Aktif
2
2008
50 Kota
Keltan Mitra Lestari
31
Situjuh V Nagari
Situjuh Banda Dalam
Tepungtepungan
15.000.000 (alat pengolah tepung ubi)
Aktif
3
2009
Pes. Selatan
3 T (Tama, Taufik, Tania)
20
Koto XI Tarusan
Nagari Sungai Talang
Tepungtepungan
15.000.000 (alat pengolah tepung ubi)
Aktif
4
2009
Agam
Anggrek
28
Lubuk Basung
Kubu Anau
Tepungtepungan
15.000.000 (alat pengolah tepung ubi)
Aktif
5
2009
50 Kota
Karya Bersama
17
Lareh Sago Halaban
Parak Lubang
Tepungtepungan
15.000.000 (alat pengolah tepung ubi)
Aktif
6
2009
Solok
One Saiyo
9
Bukit Sundi
Balai Pinang, Ma. Panas
Tepungtepungan
15.000.000 (alat pengolah tepung ubi)
Aktif
7
2009
Sijunjung
Berlian Jaya
24
Sijunjung
Tepungtepungan
15.000.000 (alat pengolah tepung ubi)
Aktif
Tepungtepungan
15.000.000 (alat pengolah tepung ubi)
Aktif
Kpg. Berlian 8
2009
Payakumbuh
Mekar
36
Payakum buh Timur
Balai Jaring
Kajian makanan tradisional merupakan suatu kegiatan yang dilaksanakan bekerjasama dengan Perguruan Tinggi (Universitas Andalas) yang bertujuan untuk mengidentifikasi terhadap beberapa makanan khas Sumatera Barat.
24
RENSTRA 2011 - 2015
Tabel 10 :
No. 1.
Lokasi dan Jenis Makanan Khas Yang Menjadi Objek Kajian di Sumatera Barat Tahun 2006- 2009 Komoditi
Kabupaten/Kota Kota Payakumbuh
2006
2007
2008
2009
Rendang
Paniaram,
Paniaram,
Gulai itik
kering,
bika, wajik
wajik, bika
hijau
Kerupuk
Paniaram,
Bika, paniaram
-
sanjai, pisang
bika
Bika, paniaram
Anak inti
-
-
Arai pinang,
Sagun bakar,
kue kecil
putu
-
-
-
-
-
-
gelamai, beras rendang 2.
Kota Bukittinggi
salai, keripik talas 3.
Kota Pdg. Panjang
4.
Kota Pariaman
Sala lauak
Koci, paniaram
5.
Kota Padang
-
Arai pinang
6.
Kota Solok
7.
Kab. Solok
Dadiah
8.
Kab. Tanah Datar
Dakak-dakak,
Kareh-kareh,
Bika, kareh-
Sagun bakar,
kerupuk kulit,
bika, pangek
kareh, pangek
putu
kue kecil
lapuak
lapuak
9.
Kab. Sijunjung
10.
Kab. Padang
-
Dadiah
-
-
Pariaman
-
-
Lapek koci,
-
paniaram, arai pinang
11.
Kab. Agam
-
-
-
Putu, gulai itiak
g. Pemanfaatan Lahan Pekarangan Kegiatan Pemanfaatan Pekarangan bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan anggota KWT dalam memanfaatkan lahan pekarangan sebagai sumber gizi keluarga dalam rangka menunjang tercapainya konsumsi pangan aman, beragam, bergizi, berimbang sekaligus meningkatkan pendapatan keluarga.
25
RENSTRA 2011 - 2015
Tabel 11 :
Lokasi dan Perkembangan Kegiatan Pembinaan Pemanfaatan Pekarangan Kelompok Wanita Tani di Sumatera Barat Tahun 2005 – 2009
Jlh. No
Kabupaten/Kota
Nama Kelompok
Alamat
Jenis Usaha
Bantuan
Sumber Dana
(Rp.) 1
Kota Sawahlunto
KWT Lili (tidak aktif)
Kolok Mudiak, Kec. Barangin
Tanaman pekarangan : sayuran
5.000.000
APBN 2005
2
Kota Payakumbuh
KWT Belimbing
Kel. Seberang Padang Alai Kec. Payakumbuh Barat
Tanaman jagung dan kacang tanah
12.500.000
APBN 2005
3
Kab. Sijunjung
KWT Lansek Manih
Jorong Ranah Tj. Bungo Nagari Kandang Baru Kec. Sijunjung
Sayur-sayuran dan buah-buahan
7.500.000
Dana Bansos APBD 2008
KWT Sehati
Jl. Batu Balang Nagari V Koto Kec. Koto VII
Sayur-sayuran dan buah-buahan
7.500.000
Dana Bansos APBD 2008
4
50 Kota
KWT Simpati Sejahtera
Jl. Sim. Tigo Kenagarian Sariak laweh Kec. Akanbiluru
Sayur-sayuran dan buah-buahan
7.500.000
Dana Bansos APBD 2008
5
Agam
KWT Kenanga
Jl. Sim. Amepk Kanagarian Sitanang Kec. Ampek Nagari
Beternak itik, ayam dan sayuran
7.500.000
Dana Bansos APBD 2008
KWT Intan
Jl. Bukik Malintang Nagari Tiku Utara Kec. Tanjung Mutiara
Beternak ayam dan sayur-sayuran
7.500.000
Dana Bansos APBD 2008
KWT Usaha Mandiri I
Jl. Taratak Baru Nagari Salimpat Kec. Lembah Gumanti
Budidaya Strawberi, sayur-sayuran dan apotik hidup
7.500.000
Dana Bansos APBD 2008
KWT Usaha Mandiri II
Jl. Taratak Baru Nagari Salimpat Kec. Lembah Gumanti
Budidaya strawbery, sayur-sayuran, rempah-rempah dan apotik hidup
7.500.000
Dana Bansos APBD 2008
6
Solok
Kegiatan pemanfaatan pekarangan juga didukung oleh dana Tugas Perbantuan (TP) dalam rangka percepatan penganekaragaman konsumsi pangan.
26
RENSTRA 2011 - 2015
Tabel 12 :
No 1.
Lokasi dan Kelompok Wanita Penerima Manfaat Kegiatan Program Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan dan Gizi (P2KPG) di Sumatera Barat Tahun 2009
Kabupaten Pesisir Selatan
Nama Kelompok Sari Bulan Indah Bunda Bakung Kasih Bunda Permata Bunda Mutiara Hati
2.
Solok
Anggrek Kemuning Sulita Seroja Bundo Saiyo
3.
Lima Puluh Kota
Mandiri Saiyo Mandiri Gema Simpati Bumi Alit Dahlia
4.
Sijunjung
Harum Manis Sejahtera Harapan Jaya Aroma Nilam Limau Manis
5.
Agam
Kenanga Serumpun Bambu Melati Anggrek Tiara
Lokasi
Jumlah (org)
Kampung Koto Rawang, Nagari Tambang, Kec. IV Jurai. Jorong Taluak Bakung, Nagari Gurun Panjang Kec. Bayang Kampung Pancung Taba, Nagari Pancung Taba Kec. Bayang Utara Kampung Ranah, Nagari Koto Ranah, Kec. Bayang Utara. Kampung Kapujang, Nagari Koto Berapak Kec. Bayang. Jorong Aia Janiah, Nagari Katialo, Kec. X Koto Diatas. Jorong Tanjung Balit, Nagari Salimpat, Kec. Lembah Gumanti. Jorong Kunik Balai, Nagari Sulit Air. Jorong Salimpat, Nagari Salimpat, Kec. Lembah Gumanti. Jorong Taratak Jarang, Nagari Talang Babungo Kec. Hiliran Gumanti. Jrg Kayu Tanam, Nagari Labuh Gunung Kec. Lareh Sago Halaban Jorong Dalam Koto, Nagari Taeh Baruah, Kec. Payakumbuh. Jorong Simpang Tigo, Nagari Sariek Laweh Kec. Akabiluru Jorong Parak Lubang, Nagari Tj. Gadang, Kec. Lareh Sago Halaban Jorong Sungai Cubadak, Nagari Koto Tangah Batu Hampa, Kec. Akabiluru Jorong Sariak, Nagari Kandang Baru. Jorong Sungai Gemuruh, Nagari Padang Laweh. Jorong Batu Balang, Nagari Limo Koto. Jorong Koto Ranah, Nagari Solok Ambah. Jorong Ranah Tanjung Bungo, Nagari Kandang Baru. Jorong Simpang Ampek, Nagari Sitanang Kec. Ampek Nagari Jorong Kampung Melayu, Nagari Sitalang, Kec. Ampek Nagari Jorong Cacang Tinggi, Nagari Tiku Utara Kec.Tanjung Mutiara Jorong Kubu Anau, Nagari Manggopoh, Kec. Lubuk Basung Jorong Banda Gadang, Nagari Tiku Selatan, Kec. Tj. Mutiara
30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 29 30 30 30 30 32 30 30 35 30 30 30 30
27
RENSTRA 2011 - 2015
No 6.
Kabupaten Pasaman Barat
Nama Kelompok Cempaka Melati Elok Basamo
7.
Solok Selatan
Bunga Kecubung Melati Terpadu
Jumlah (org)
Lokasi Jorong Koto Laweh, Nagari Parit, Kec. Koto Balingka Jorong Pinaga, Nagari Aua Kuniang, Kec. Pasaman. Jorong Batang Lingkin, Nagari Aia Gadang Kec. Pasaman Jorong Bulantiak, Nagari Kapau Alam Pauah Duo. Jorong Taratak Nagari, Nagari Lubuk Gadang Jorong Sariak Taba, Nagari Lubuk Gadang.
30 30 29 30 30 30
h. Pengembangan P2KP pada SD / MI Pengembangan P2KP bagi anak SD/MI bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan anak SD/MI tentang sumber bahan pangan lokal yang beragam dan pentingnya penganekaragaman konsumsi pangan dan gizi, serta pemanfaatan kebun sekolah sebagai wahana belajar. Tabel 13 :
No. 1.
Lokasi dan SD/MI Pelaksana Kegiatan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Dan Gizi (P2KPG) di Sumatera Barat Tahun 2009
KABUPATEN Kab. Agam
LOKASI SDN. 60 Kubu Anau,
JLH. SISWA (ORG) 182
Nagari Manggopoh, Kecamatan Lubuk Basung. 2.
Kab. Solok
SDN. 09 Jorong Tabek,
200
Nagari Talang Babungo Kecamatan Hiliran Gumanti 3.
Kab. 50 Kota
SDN.02 Parak Lubang
152
Nagari Tanjung Gadang Kecamatan Lareh Sago Halaban. 4.
Kab. Pes. Selatan
SDN No. 24 Koto Rawang
191
Kanagarian Tambang. Kecamatan IV Jurai. 5.
Kab. Sijunjung
SDN. 20 Jorong Gambok
188
Kanagarian Padang Laweh Kecamatan Koto VII.
28
RENSTRA 2011 - 2015
i. Pengawasan Keamanan Pangan Segar Tahun 2006 Badan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera Barat telah ditetapkan sebagai instansi yang berwenang (otoritas kompentensi) dalam menangani pengawasan keamanan pangan segar dengan SK Gubernur No. 520-329-2006. Selanjutnya sebagai pemegang otoritas pengawasan keamanan pangan segar telah dilakukan kegiatan setiap tahunnya dalam bentuk koordinasi dengan aparat terkait Provinsi , Kabupaten/Kota, peningkatan SDM petugas dan masyarakat tentang keamanan pangan, Identifikasi dan Sosialisasi dalam rangka mempersiapkan bahan pengawasan lebih lanjut oleh Tim Pengawasan Keamanan Pangan Segar Provinsi Sumatera Barat. Tahun 2009 melalui Perda No. 3/2008 yang disempurnakan dengan Perda No. 7/2009 dan ditindaklanjuti dengan Pergub No. 66/2009, dimana menetapkan bahwa pada Badan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera Barat dibentuk Unit Pelaksana Teknis Badan Balai Pengawasan dan Sertifikasi Mutu Pangan dengan tugas pokok dan fungsi pengawasan dan sertifikasi mutu pangan segar di Sumatera Barat. j. Pemberdayaan Daerah Rawan Pangan Tabel 14 :
Lokasi dan Realisasi Kegiatan Pemberdayaan Daerah Rawan Pangan di Sumatera Barat Tahun 2006 - 2010. 2006
ALOKASI DANA PDRP TAHUN 2007 2008 2009
1 2 3
50 KOTA AGAM SOLOK
25,000 25,000
25,000 25,000 8,600
-
20,350 -
25,000 25,000
JML PDRP (Rp. 000) 50,000 70,350 58,600
4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
PASAMAN BARAT SOLOK SELATAN PD. PARIAMAN DHARMASRAYA KO. PAYAKUMBUH KO. BUKITTINGGI KO. SOLOK PASAMAN TANAH DATAR KO. PD. PANJANG KO. PADANG KO. SAWAHLUNTO
25,000 25,000 25,000 25,000 25,000 -
37,179 25,000 16,010 5,746 21,884 25,000 50,000 22,227 -
52,800 27,350 24,900
21,307 20,790 27,500 -
20,000 -
25,000 25,000 83,486 45,790 36,010 5,746 21,884 77,800 129,850 22,227 25,000 24,900
TOTAL
175,000
261,646
105,050
89,947
70,000
701,643
NO.
KAB/KOTA
2010
Dari tabel 13 dapat dilihat bahwa kegiatan Pemberdayaan Daerah Rawan Pangan dalam rangka penanggulangan kemiskinan dan intervensi akibat bencana gempa di Sumatera Barat tahun 2006 – 2010 telah terealisasi pada 15 Kabupaten/Kota. Jumlah dana BLM yang direalisasikan untuk kegiatan PDRP tersebut tahun 2006 sebanyak Rp 175.000.000, tahun 2007 sebanyak 261.646.000,-,Tahun 2008 Rp. 105.050.000,- dan Tahun 2009 Rp.89.947.000,-. Sedangkan tahun 2010 keadaan sampai bulan Mei 2010 yang sudah direalisasi baru 3 kab/kota
29
RENSTRA 2011 - 2015
dengan dana sebanyak Rp. 70.000.000,- dengan Sumber dana berasal dari APBN. Selanjutnya dana intervensi yang diberikan akibat dampak gempa yang terjadi pada tahun 2007 dan 2009 di Sumatera Barat juga telah direalisasikan bantuan berupa sembako yang disalurkan langsung ke Satkorlak kabupaten/kota setempat dengan sumber anggaran dari APBN sebanyak Rp. 241.643.000,-. Bantuan sembako tersebut diberikan pada 10 kabupaten/kota (2007 pada 6 kabupaten/kota Rp 81.696.000,-.dan 2009 pada 4 kabupaten/kota Rp.89.947.000,- serta 2010 pada 3 kab/kota Rp. 70.000.000,-) 3.3.2. Analisis Berdasarkan Subsistem Ketahanan Pangan Kegiatan ini bertujuan untuk mendapatkan bahan rumusan dan kebijakan dalam pengembangan ketahanan pangan Sumatera Barat. Rumusan kebijakan ini akan dijadikan input untuk dibahas ditingkat Dewan Ketahanan Pangan Provinsi, Kabupaten / Kota, sehingga menghasilkan kebijakan dalam pengembangan ketahanan pangan Provinsi Sumatera Barat tahun 2005 - 2009. Analisis yang dilakukan sebagai berikut : a. Analisis Ketersediaan Pangan Kegiatan ini dimaksudkan untuk melihat situasi ketersediaan pangan berikut hal-hal yang mempengaruhi ketersediaan tersebut sehingga dihasilkan bahan-bahan untuk rumusan kebijakan pengembangan ketahanan pangan yang akhirnya akan menjadi kebijakan dalam rangka penyediaan pangan masyarakat. Kondisi Ketersediaan Pangan di Sumatera Barat dapat dilihat pada tabel berikut ini.
30
RENSTRA 2011 - 2015
Tabel 15 :
Ketersediaan Energi Untuk Dikonsumsi Penduduk Sumatera Barat Tahun 2005 – 2009 Ketersediaan Energi (Kkal/kapita/hari)
No.
Kelompok Pangan 2005
2006
2007
2008
2009 *)
4.121
5.403
5.577
4.461
6.280
2.449
2.444
2.356
2.453
2.636
I
PANGAN NABATI
1.
Padi - Padian
2.
Makanan Berpati
123
138
123
117
137
3.
Gula
108
162
76
18
24
4.
Buah Biji Berminyak
92
63
68
62
61
5.
Buah-Buahan
91
106
100
120
123
6.
Sayuran
43
57
60
65
68
7.
Minyak / Lemak
1.215
2.433
2.794
1.629
3.234
II
PANGAN HEWANI
117
162
167
176
216
8.
Daging
36
41
32
40
43
9.
Telur
17
29
13
26
47
10.
Susu
1
20
25
5
7
11.
Ikan
63
72
97
103
119
4.298
5.565
5.744
4.637
5.496
Jumlah
Sumber : NBM Sumbar dan diolah oleh Badan Ketahanan Pangan Sumbar Keterangan : *) angka sementara
Dimana ketersediaan protein pada tahun 2006 hanya 88,63 gram/kapita/hari meningkat menjadi 91,30 gram/kapita/hari dan meningkat lagi menjadi 94,75 gram/kapita/hari tahun 2008 dan 103,32 gram/kapita/hari pada tahun 2009 sebagaimana tertera pada tabel diberikut ini.
31
RENSTRA 2011 - 2015
Tabel 16 :
Ketersediaan Protein Untuk Dikonsumsi Penduduk Sumatera Barat Tahun 2005 - 2009 Ketersediaan Protein (Gram/kapita/hari)
No.
Kelompok Pangan 2005
I.
PANGAN NABATI
1.
Padi-Padian
2.
2006
2007
2008
2009 *)
69,71
67,77
66,20
68,31
72,65
60,77
60,1
58,39
60,71
64,89
Makanan Berpati
0,87
0,98
0,87
0,85
1,00
3.
Gula
0,13
0,16
0,17
0,01
0,07
4.
Buah Biji Berminyak
4,55
2,17
2,32
1,87
1,94
5.
Buah-Buahan
1,49
1,78
1,59
1,59
1,59
6.
Sayuran
1,90
2,58
2,86
2,99
3,16
II
PANGAN HEWANI
17,04
20,86
25,10
26,44
31,39
7.
Daging
2,81
3,27
2,78
3,46
3,20
8.
Telur
1,26
2,17
0,94
1,93
3,65
9.
Susu
0,06
0,78
1,03
0,19
0,28
10.
Minyak/Lemak
0,07
0,07
0,24
0,28
0,01
11.
Ikan
12,84
14,57
20,11
20,85
24,25
86,75
88,63
91,30
94,75
104,04
Jumlah
Sumber : NBM Sumbar dan diolah oleh Badan Ketahanan Pangan Sumbar Keterangan : *) angka sementara
Ketersediaan protein di Sumatera Barat pada tahun 2006 masih didominasi oleh kelompok protein nabati yaitu 67,77 gram/kap/hari (76,46 %) pada tahun 2007 menurun menjadi 66,20 gram/kap/hari (72,51 %) tahun 2008 dan meningkat kembali menjadi 68,31 gram/kap/hari (72,09 %). Sedangkan untuk ketersediaan protein hewani cenderung meningkat setiap tahunnya yaitu secara berturut-turut dari tahun 2006 -2009 yaitu 20,86 gram/kap/hari (23,54 %), 25,10 gram/kap/hari (27,49 %), 26,44 gram/kap/hari (27,90 %) dan 31,94 gram/kap/hari (30,91 %). Selanjutnya untuk ketersediaan lemak untuk dikonsumsi penduduk di Sumatera Barat tahun 2006-2009 menunjukkan hal yang sama dengan ketersediaan protein, dimana setiap tahunnya ketersediaan lemak masih 32
RENSTRA 2011 - 2015
didominasi oleh pangan nabati terutama dari minyak/lemak. Berdasarkan angka tetap tahun 2006 dan 2008 ketersediaan lemak cenderung meningkat yaitu lemak yang tersedia pada tahun 2006 sebanyak 295,86 gram/kapita/hari meningkat menjadi 335,48 gram/kapita/haridi tahun 2007, pada tahun 2008 terjadi penurunan menjadi 206,56 gram/kapita/hari dan berdasarkan angka sementara tahun 2009 ketersediaan lemak meningkat dibandingkan tahun 2008 menjadi 214,29 gram/kapita/hari, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 17 :
Ketersediaan Lemak untuk Dikonsumsi Penduduk Sumatera Barat Tahun 2005 - 2009 Ketersediaan Lemak (Gram/kapita/hari)
No.
Kelompok Pangan 2005
2006
2007
2008
2009 *)
154,09
288,19
329,04
199,60
147,82
I.
PANGAN NABATI
1.
Padi-Padian
9,98
10,11
9,89
10,70
11,49
2.
Makanan Berpati
0,26
0,30
0,26
0,26
0,30
3.
Gula
0,40
0,50
0,56
0,02
0,23
4.
Buah Biji Berminyak
7,30
5,43
6,09
5,59
5,26
5.
Buah-Buahan
0,87
1,27
1,23
1,54
0,96
6.
Sayuran
0,45
0,70
0,80
0,84
0,88
7.
Minyak/Lemak
134,83
269,88
310,21
181,06
128,70
II
PANGAN HEWANI
5,03
7,67
6,44
6,96
8,91
8.
Daging
2,65
3,00
2,22
2,77
3,25
9.
Telur
1,29
2,08
1,00
1,86
3,36
10.
Susu
0,10
1,47
1,86
0,35
0,52
11.
Ikan
0,99
1,12
1,36
1,57
1,78
159,12
295,86
335,48
206,56
156,73
Jumlah
Sumber : NBM Sumbar dan diolah oleh Badan Ketahanan Pangan Sumbar Keterangan : *) angka sementara
Dari tabel 17 terlihat bahwa ketersediaan lemak tertinggi disumbangkan oleh pangan nabati terutama dari bahan pangan yaitu pada tahun 2006 sebanyak 288,19 gram/kapita/hari (97,41 %) meningkat menjadi 329,04 gram/kapita/hari pada tahun 2007 (98,07 %) dan menurun menjadi 199,60 gram/kapita/hari (96,63 %) pada tahun 2008 dan ketersediaan lemak hewani cenderung meningkat sebesar 6,96 33
RENSTRA 2011 - 2015
gram/kapita/hari (3,37 %). Ketersediaan lemak ini masih didominasi oleh kelompok pangan minyak / lemak. Tingkat pencapaian ketersediaan energi dan protein di Sumatera Barat 7 (tujuh) tahun terakhir (2003 - 2009) sudah melebihi angka kecukupan gizi yang dianjurkan menurut PPH, dimana tahun 2003 - 2005 ketersediaan energi yang dianjurkan yaitu 2.500 Kkal/kap/hari dan tahun 2006 - 2007 turun menjadi 2.200 kkal/kap/hari. Sedangkan untuk ketersediaan protein mengalami peningkatan dari 52 gram/kap/hari (tahun 2003 - 2005) menjadi 57 gram/kap/hari tahun 2006 - 2008, sebagaimana tertera pada tabel berikut ini. Tabel 18 :
Komposisi Ketersediaan Energi dan Protein di Sumatera Barat Tahun 2005 - 2009 Ketersediaan Energi (Kkal/kap/hr)
No.
Ketersediaan Protein (Gr/kap/hr)
Tahun Pencapai an
Dianjur kan
(%)
Pencap aian
Dianjur kan
(%)
1
2005
4.238
2.500
169,5
86,13
52,0
165,6
2
2006
5.565
2.200
253,0
88,59
57,0
155,4
3
2007
5.744
2.200
261,1
91,30
57,0
160,2
4
2008
4.637
2.200
210,8
94,75
57,0
166,2
5
2009 *)
4.898
2.200
222,6
103,32
57,0
181,3
Sumber : NBM Sumbar dan diolah oleh Badan Ketahanan Pangan Sumbar Keterangan : *) angka sementara
Dari tabel 18 dapat dilihat bahwa dalam 7 tahun terakhir (2003 2009) ketersediaan energi untuk dikonsumsi cendrung meningkat setiap tahunnya. Hal ini menunjukan bahwa Sumatera Barat surplus dalam penyediaan bahan pangan. b. Analisis Distribusi Pangan Kegiatan ini dimaksudkan untuk melihat sejauh mana ketergantungan Provinsi Sumatera Barat terhadap pasokan pangan dari luar dan sejauh mana kemampuan Sumatera Barat memenuhi kebutuhan pangan wilayah di luar Provinsi Sumatera Barat, masalah-masalah distribusi pangan yang berdampak terhadap kenaikan harga pangan di tingkat konsumen sehingga sulit dijangkau oleh masyarakat. Analisis ini diharapkan mampu memberikan rumusan kebijakan tentang efisiensi distribusi pangan, upaya-upaya terhadap jaminan pasokan pangan sehingga bahan pangan tersebut mudah dijangkau oleh masyarakat. Kondisi distribusi pangan di Provinsi Sumatera Barat dapat dilihat pada tabel berikut ini. 34
RENSTRA 2011 - 2015
Tabel 19 : Situasi Margin Distribusi Komoditi Bahan Pangan di Sumatera Barat Tahun 2005 s/d 2009 No.
Tahun/Daerah/ Komoditi
Harga (Rp/Kg) Produsen
Pedagang
Margin Distribusi (Rp.)
Grosir
Pengecer
Produsen
Pengumpul I
Tahun 2005
1.
Beras
2.
Jagung
3.
Pedagang
Grosir
Share (%) Pengecer
Produsen
Pengumpul
Pedagang
Grosir
Pengecer
Pengumpul
4,200
4,400
4,500
4,800
-
200
100
300
87.50
91.67
93.75
100
900
1,000
1,200
1,350
-
100
200
150
66.67
74.07
88.89
100
Ikan Laut
10,000
12,000
17,000
21,000
-
2,000
5,000
4,000
47.62
57.14
80.95
100
4.
Daging Sapi
38,000
41,000
43,000
47,000
-
3,000
2,000
4,000
80.85
87.23
91.49
100
5.
Telur Ayam Ras
375
425
480
600
-
50
55
120
62.50
70.83
80.00
100
650
1,250
1,500
1,800
-
650
250
300
36.11
69.44
83.33
100
4,200
4,400
4,500
4,800
-
200
100
300
87.50
91.67
93.75
100
10,000
12,000
17,000
21,000
-
2,000
4,000
47.62
57.14
80.95
100
400
450
505
625
-
50
120
64.00
72.00
80.08
100
-
-
-
-
-
-
6.
Kol
II
Tahun 2006
1.
Beras
2.
Ikan Laut
3.
Telur Ayam Ras
III
Tahun 2007 *)
IV
Tahun 2008
5,000 55 -
1.
Beras
6,400
6,550
6,650
6,900
-
150
100
2.
Cabe
6,500
7,250
8,250
9,500
-
750
3.
Ikan Air Tawar
13,500
14,250
15,250
16,000
-
V
-
-
-
-
-
250
92.75
94.93
96.38
100
1,000
1,250
68.42
76.32
86.84
100
750
1,000
750
84.38
89.06
95.31
100
Tahun 2009
1.
Beras
6,000
6,150
6,250
6,500
-
150
100
250
92.31
94.62
96.15
100
2.
Cabe
20,000
20,750
21,250
22,500
-
750
500
1,250
88.89
92.22
94.44
100
3.
Telur Ayam Ras
750
790
840
900
-
40
50
60
83.33
87.78
93.33
100
Catatan : *) Tidak dilaksanakan karena ada pemotongan anggaran
35
RENSTRA 2011 - 2015
Dari tabel 19 dapat dilihat bahwa margin distribusi tertinggi di Sumatera Barat tahun 2005 – 2009 adalah ikan laut .Peningkatan ini terlihat dari margin distribusi pengumpul ke pengecer sebesar Rp. 7.000,-. yakni Rp.5.000,- pada tingkat grosir dan Rp.2.000,- pada tingkat pengumpul pada tahun 2006. Sedangkan untuk komoditi bahan pangan yang terendah dari hasil survei yang dilakukan antara 2005 s/d 2009 komoditi terendah adalah telur ayam ras dari produsen ke pengumpul hanya sebesar Rp. 40,- hal ini memperlihatkan bahwa margin distribusi terbesar disebabkan oleh terbatasnya komoditi, sementara untuk komoditi yang sama terjadi peningkatan permintaan. Sedangkan untuk share komoditi pangan pada margin distribusi terbesar ada pada telur ayam ras sebesar 20%. Hal ini terjadi pada tahun 2005 dari grosir ke pengecer. c. Analisa Harga Pangan Analisa ini dimaksudkan untuk melihat situasi harga pangan baik ditingkat produsen maupun konsumen. Analisa ini menghasilkan prediksi kemungkinan terjadinya gejolak harga pangan dan rumusan kebijakan antisipasi gejolak harga pangan tersebut baik ditingkat produsen maupun konsumen. Kondisi harga pangan di Sumatera Barat setiap tahunnya tidak memperlihatkan kenaikan yang begitu meresahkan masyarakat. Namun demikian terdapat beberapa komoditi yang selalu memperlihatkan gejolak harga yang cukup tajam, hal ini dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 20
No
: Perkembangan fluktuasi harga bahan pangan di Sumatera Barat Tahun 2006 - 2009. Harga (Rp/Kg)
Komoditas Pangan
Produsen 2007 2008
2006 1
Beras
2
Cabe Merah
3
Bawang Merah
4
Kacang Tanah
5
Ikan Laut
6
Ikan Air Tawar
7
Daging Sapi
8 9
Daging Ayam broiler Telur Ayam Ras (Rp/btr)
10
Minyak Goreng
11
Gula pasir
2009
2006
Konsumen 2007 2008
2009
4.492
5.077
5.724
6.279
4.765
5.669
6.349
7.005
13.607
16.353
19.950
19.877
15.822
18.899
23.954
23.421
8.045
7.031
8.994
9.684
9.050
8.649
12.090
11.832
7.816
8.630
11.265
12.031
9.334
11.571
13.292
13.898
14.270
13.512
15.419
18.102
17.810
16.768
20.132
22.318
14.395
11.900
15.338
17.227
15.972
14.759
18.399
20.052
39.517
41.656
52.679
55.669
47.854
44.417
58.550
61.780
12.433
11.405
14.908
15.895
14.875
14.351
20.708
18.766
507
499
732
796
585
574
849
923
-
-
-
-
5.483
7.230
10.353
8.857
-
-
-
-
6.657
6.684
6.999
8.723
36
RENSTRA 2011 - 2015
Secara umum perkembangan harga pangan pokok dan strategis ditingkat konsumen umumnya masih wajar dan masih terjangkau oleh daya beli masyarakat. Kenaikan harga dipicu oleh karena menghadapi Puasa dan Hari Raya Idul Fitri. Terjadinya fluktuasi harga bahan pangan pada beberapa komoditi disebabkan karena pasokan pangan terbatas serta sistim distribusi yang terhambat. Kenaikan harga ditingkat konsumen tidak selalu diiringi oleh kenaikan harga di tingkat produsen, berarti keuntungan yang lebih besar dinikmati oleh pedagang. d. Analisa Akses Pangan Akses pangan bertujuan untuk memperoleh informasi apakah setiap rumah tangga mampu memenuhi kebutuhan pangan secara fisik dan ekonomi sepanjang waktu. Dalam analisis akses pangan diwilayah Provinsi Sumatera Barat, dibagi dalam dua wilayah perkotaan dan pedesaan, hal ini disebabkan karena pada wilayah pesesaaan secara fisik aksesibilitas masih bermasalah, hambatan distribusi karena sarana/prasana infrastruktur jalan maupun pasar yang tidak memadai, meskipun matapencaharian di pedesaan sebagian besar petani, tidak menjamin memiliki cadangan pangan yang memadai, karena hasil produksi pangan habis terjual untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, sedangkan untuk akses pangan perkotaan permasalahan akses pangan justru lebih komplek, hal ini disebabkan daya beli masyarakat yang terbatas, karena tingginya jumlah kemiskinan dan masalah sosial lainnya. Analisa akses pangan merupakan aspek kritis dalam perwujudan ketahanan pangan karena merupakan salah satu pilar ketahanan selain ketersediaan dan pemanfaatan pangan. Dengan kata lain meski secara fisik pangan tersedia namun jika masyarakat tidak mampu mengaksesnya maka ketahanan pangan tidak akan terwujud. Akses pangan dipengaruhi oleh 3 aspek yaitu : (1) aspek fisik, (2) aspek ekonomi, (3) aspek sosial. Aspek fisik akses pangan dipengaruhi oleh kondisi ketersediaan/produksi pangan dan sarana/prasarana infrastruktur dasar seperti akses jalan, akses pasar, transportasi yang mendukung lancarnya distribusi pangan untuk menjamin pasokan pangan tersedia dengan cukup dimana saja dan disetiap waktu. Akses pangan wilayah ditentukan oleh kinerja sistim distribusi pangan yang menghantarkan produk pangan dari sumber produksi/paasokan ke lokasi terdekat dengan konsumen. Aspek ekonomi akses pangan dipengaruhi oleh daya beli masyarakat terhadap pangan. Meski secara fisik pangan tersedia sampai ke pelosok desa namun jika kemampuan daya beli masyarakat rendah maka akan menghambat aksesnya terhadap pangan. Daya beli dipengaruhi oleh sumber mata pencarian
37
RENSTRA 2011 - 2015
dan pendapatan. Mata pencarian merupakan faktor penentu pendapatan rumah tangga, selanjutnya menjadi penentu kemampuan akses pangannya. Sedangkan aspek sosial akses pangan dipengaruhi oleh tingkat pendidikan penduduk, bantuan sosial, budaya/kebiasaan makan, konflik sosial/keamanan. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin besar kesempatan /peluangnya untuk memperoleh pekerjaan yang lebih baik dengan pendapatan yang lebih baik pula. Konflik sosial yang menimbulkan situasi tidak aman di suatu wilayah dapat menghambat pasokan pangan ke wilayah tersebut yang tentunya akan menghambat akses penduduk terhadap pangan. Sehubungan dengan itu, untuk mengetahui secara dini masalah akses pangan yang dihadapi masyarakat di Sumatera Barat, Badan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera Barat telah melaksanakan pemantauan, mengidentifikasi serta mengevaluasi perkembangan akses pangan dan selanjutnya diharapkan dapat menentukan upaya-upaya penanggulangan yang tepat serta mengevaluasi keberhasilan dari uapaya yang telah dilakukan. Beberapa indikator diperlukan sebagai gambaran situasi dan kondisi tahanan pangan di suatu wilayah dan tingkat rumah tangga dan harus terukur secara kuantitatif. Indikator akses pangan terbagi dalam 3 kelompok yaitu: indikator fisik (ketersediaan pangan pokok, infrastruktur), indikator ekonomi ukuran kemampuan masyarakat dalam membeli pangan ( persentase penduduk yang hidup dibawah garis kemiskinan, penduduk bekerja kurang dari 36 jam perminggu, dan nilai PDRB sektor ekonomi kerakyatan per kapita), indikator sosial (persentase penduduk yang tidak tamat sekolah dasar). Dalam pelaksanaan analisa akses pangan wilayah Provinsi Sumatera Barat tahun 2009, Badan Ketahanan Pangan menggambarkan situasi sejauh mana pangan itu dapat di akses pada 12 kabupaten. Kabupaten Kep Mentawai perlu perhatian khusus karena dari 3 indikator akses pangan berada pada posisi terendah dengan nilai indeks komposit ( kombinasi indikator akses pangan pedesaan aspek fisik, ekonomi, sosial) 0,75. Sedangkan nilai indeks komposit terendah untuk akses pangan pedesaan adalah kabupaten Tanah Datar dengan nilai 0,13. Untuk akses pangan perkotaan Provinsi Sumatera Barat tahun 2009, kota Payakumbuh mempunyai nilai indeks komposit tertinggi berdasarkan 2 indikator akses pangan perkotaan dengan nilai 0,87. Sedangkan nilai indeks komposit terendah adalah kota padang dengan nilai 0.07. Berarti akses pangan kota Padang sangat tinggi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini.
38
RENSTRA 2011 - 2015
Tebel 21 : No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19.
Kondisi Akses Pangan Masyarakat di Sumatera Barat Tahun 2009 (Indeks Komposit / gabungan).
Kabupaten/Kota Kabupaten Kep. Mentawai Pesisir Selatan Solok Sijunjung Tanah Datar Padang Pariaman Agam Lima Puluh Kota Pasaman Solok Selatan Dharmasraya Pasaman Barat Kota Padang Solok Sawahlunto Padang Panjang Bukittinggi Payakumbuh Pariaman
Indeks Komposit 0,75 0,38 0,41 0,42 0,13 0,31 0,37 0,33 0,32 0,53 0,39 0,27 0,07 0,47 0,64 0,42 0,30 0,87 0,72
e. Pemantauan Arus Distribusi Pangan Antar Wilayah Melalui JTO, Karantina dan ASDP Salah satu faktor penentu ketahanan pangan suatu wilayah adalah ketersediaan bahan pangan sampai ketingkat konsumen (rumah tangga). Ketersediaan bahan pangan dapat dipengaruhi oleh beberapa hal yang salah satunya adalah proses distribusi bahan pangan itu sendiri. Dalam rangka pengembangan distribusi pangan, maka telah dilaksanakan kegiatan pemantauan arus distribuai (arus keluar masuk) bahan pangan antar wilayah. Tujuan dari pemantauan arus keluar masuk bahan pangan adalah untuk memperoleh Informasi/data tentang arus keluar masuk bahan pangan di Sumatera Barat. Informasi/data ini dapat memberikan gambaran tentang peran Sumatera Barat dalam memproduksi bahan pangan untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakatnya, serta sejauhmana ketergantungan Sumatera Barat dari luar wilayah Sumatera Barat atau import. Hal ini sangat penting untuk mengembangkan program ketahanan pangan Sumatera Barat.
39
RENSTRA 2011 - 2015
Kegiatan pemantauann arus keluar bahan pangan tersebut dilaksanakan melalui kerjasama Badan Ketahanan Pangan dengan Dinas Perhubungan Propinsi sumatera Barat dengan memanfaatkan Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Jembatan Timbangan Oto (JTO), Angkutan Sungai Danau dan Perairan (ASDP), Karantina Ikan, Karantina Hewan dan Karantina Tumbuhan. Pencatatan bahan dapat dilaksanakan kepada mobil angkutan barang seperti truk, pick up, pesawat udara, kapal dan lain-lain. Hasil pemantauan tersebut dibahas dengan instansi terkait seperti, Dinas Peternakan, Dinas Perikanan, Dolog, Karantina Hewan, Karantina Ikan dan Karantina Tumbuhan, Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Biro Perekonomian dan BPS Sumatera Barat sehingga data tersebut dapat diterima oleh semua pihak dan digunakan bersama-sama bagi pihak yang memerlukan. Untuk kegiatan pemantauan arus masuk dan keluar bahan pangan Provinsi Sumatera Barat dilaksanakan melalui JTO pada 4 (empat) kabupaten yang mempunyai Jembatan Timbangan Oto (JTO) diperbatasan Sumatera Barat (Kabupaten Pasaman, Kabupaten Sijunjung, Kabupaten Lima Puluh Kota dan Kabupaten Pesisir Selatan) dan 1 (satu) kota yaitu Kota Padang (ASDP), Karantina Ikan, Karantina Hewan dan Karantina Tumbuhan) Dari hasil laporan dan pemantauan selama tiga tahun ( 2007 – 2009 ) maka dapat diketahui beberapa bahan pangan yang dominan baik keluar maupun masuk Propinsi Sumatera Barat seperti pada data pada tabel berikut ini. Tabel 22 :
No.
Komoditi
Komoditi Bahan Pangan Yang Keluar dan Masuk di Sumatera Barat Tahun 2006 - 2009. Tahun 2007
Tahun 2008
Tahun 2009
J u m l a h (Ton)
J u m l a h (Ton)
J u m l a h (Ton)
Masuk 1
Padi/Gabah
2
Beras
3
Jagung
4
Kcg. Kedele
5
Keluar
Masuk
Keluar
Masuk
Keluar
1,640.90
6,875.50
1,000.10
2,359.20
618.80
1,300
860,060.70
97,260.60
70,098.80
88,205.60
7,091.10
88,504.32
5,477.80
6,605.40
14,637.70
2,840.30
31,807.70
3,317.10
260.80
-
45.00
-
539.70
-
Kacang Tanah
3,771.50
450.50
3,063.30
470.40
2,228.70
184
6
Sapi
3,076.30
743.70
1,900.70
236.90
4,223.20
846.90
7
Kerbau
529.80
495.40
248.80
89.10
1,095.10
288.30
8
Buah-Buahan
4,201.20
15,009.07
4,293.10
15,349.07
8,928.60
16,611.99
9
Sayur-Sayuran
785.90
233,237.50
903.50
202,202.22
800
209,361.72
10
Tomat
11
Cabe
12
Kentang
13
Bawang Merah
14
Bawang Putih
455.00
3,713.50
380.20
1,970.30
2,182.20
6,307.60
8,552.40
1,323.70
5,260.80
1,108.40
7,001.10
1,047.93
347.40
2,540.50
540.40
922.80
685
6,052.10
10,153.20
1,992.80
8,856.60
1,848.40
6,262.90
1,522.70
40.30
-
172.60
8.80
270.20
4,570.56
15
Tepung Terigu
12,542.90
3,802
10,995.70
4,466.10
4,609.50
16
Gula Pasir
8,794.60
951.70
8,327.50
740.90
11,491
2,299.76
17
Minyak goreng
6,485.30
12,505.70
3,707.10
13,055.50
5,179.31
11,898.30
18
Susu
6,675.40
395.70
3,724.70
723.50
4,483.90
252.00
19
Ayam
693.80
12,242.30
732.90
12,464
759.20
16,666.80
20
Telur
496.10
41,579.60
480.30
28,369.80
1,855.30
32,360
40
RENSTRA 2011 - 2015
Kegiatan Pemantauan Distribusi Pangan Antar Wilayah Melalui JTO, Karantina dan ASDP telah memberikan dampak positif karena telah termonitornya bahan pangan baik yang masuk maupun keluar Provinsi Sumatera Barat. Hasil yang telah dicapai dari kegiatan pembinaan tersebut antara lain : Arus distribusi bahan pangan keluar maupun masuk sudah dapat dipantau baik melalui darat, laut maupun udara. Laporan arus distribusi bahan pangan baik masuk maupun keluar sudah tercatat dengan baik. Terpantaunya permasalahan arus keluar masuk bahan pangan. f. Analisis Konsumsi Pangan Analisis ini digunakan untuk melihat situasi pola konsumsi pangan di tingkat masyarakat. Diharapkan dapat menghasilkan rumusan kebijakan tentang upayaupaya pengembangan pola konsumsi masyarakat yang aman, berimbang, bergizi dan beragam. Kondisi konsumsi pangan masyarakat Sumatera Barat secara umum masih didominasi oleh kelompok padi-padian, yaitu sebesar 65,96 % pada tahun 2009. Pola konsumsi pangan masyarakat yang aman, beragam, bergizi, berimbang, ini diharapkan dapat dicapai tahun 2020. Untuk lebih jelasnya situasi pola konsumsi masyarakat dan target pencapaian keberimbangan pola konsumsi tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini.
41
RENSTRA 2011 - 2015
Tabel 23 : Situasi Konsumsi Pangan Masyarakat di Sumatera Barat Tahun 2005-2009 2 Padi-padian
Konsumsi Energi (Kkal/kap/hari) 2006 2007 2008 2009 3 4 1123,70 1324,78 1315,20 1319.27
a
Beras
1034,53
b
Jagung
0,75
1,61
0,93
3.89
1,50
0,44
0,44
0.61
c
Terigu
88,42
163,57
176,78
195.24
14,00
21,94
23,33
26.32
Umbi-umbian
22,70
57,61
61,08
37.13
21,80
54,48
57,66
40.24
No 1 1
2
1159,60
1137,50
% Angka Kecukupan Gizi 2006 2007 2008 2009 6 7 56,18 66,24 65,76 65.96
1120.14
Konsumsi Pangan (gr/kap/hari) 2006 2007 2008 2009 11 15 16 17 295,20 345,09 341,40 340.72 279,70
1,14
2,88
3,05
1.86
322,7
317,36
313.79
a
Singkong
8,65
24,30
17,16
16.69
7,60
20,48
14,22
14.04
b
Ubi jalar
5,20
6,00
7,50
5.04
2,20
4,77
5,99
4.02
c
Kentang
8,85
10,93
10,93
9.28
11,60
20,99
20,98
17.82
d
Sagu
0,00
10,59
10,22
1.77
0,00
3,13
3,02
0.52
e
Umbi lainnya
0,00
5,79
15,28
4.36
0,40
5,10
13,46
3.84
165,80
150,17
165,35
157.23
153,10
92,06
100,06
94.13
3
Pangan Hewani
8,29
7,51
8,27
7.86
a
Daging Ruminansia
14,02
11,08
13,74
14.47
6,80
4,28
5,06
5.32
b
Daging Unggas
35,61
29,91
38,78
37.14
8,90
9,87
12,74
12.25
c
Telur
27,25
29,90
27,34
27.40
19,40
21,36
19,54
19.48
d
Susu
23,22
26,43
25,96
24.40
23,00
5,08
5,11
4.80
e
Ikan
65,70
52,84
59,54
53.81
95,00
51,48
67,60
52.28
403,30
233,27
265,62
238.11
43,60
26,15
29,68
26.58
52,28
66,95
54,26
39.86
4,10
7,70
6,24
4.58
351,02
162,30
210,35
190.26
39,50
17,99
23,32
21.09
0,00
4,02
1,01
7.99
0,00
0,46
0,12
0.90
Buah/Biji Berminyak
61,00
120,90
113,67
101.99
27,70
22,60
21,26
19,08
a
Kelapa
61,00
119,92
113,10
101.52
27,70
22,45
21,17
19,00
b
Kemiri
4
Minyak dan Lemak a
Minyak Kelapa
b
Minyak Sawit
c
Minyak Lainnya
5
6
Kelompok Pangan
Kacang-Kacangan
0,00
0,98
0,57
0.47
40,60
32,91
30,29
32.72
20,17
3,05
2,03
11,66
6,05
1,65
13,28
5,68
1,51
11.91
5.10
1.64
0,00
0,15
0,09
0,07
9,9
12,17
10,88
11.25
42
RENSTRA 2011 - 2015
a
Kedelai
25,55
22,74
19,99
20.55
6,70
9,53
5,12
8.31
b
Kacang Tanah
8,33
4,13
3,82
6.58
1,50
0,70
0,63
1.10
c
Kacang Hijau
6,22
5,42
5,71
4.69
1,50
1,72
1,85
1.50
d
Kacang Lainnya
0,50
0,61
0,78
0.90
0,20
0,23
0,29
0.33
Gula
42,10
85,34
80,23
75.24
10,50
23,42
22,03
20.66
a
Gula Pasir
40,66
82,80
79,25
74.23
9,60
22,75
21,77
20.39
b
Gula Merah
1,44
2,55
0,98
1.00
0,70
0,28
0,26
0.27
Sayur dan Buah
88,70
99,16
102,08
92.50
215,40
227,31
217,90
198.30
a
Sayur
48,65
56,92
53,51
49.79
116,4
146,62
143,54
132.58
b
Buah
99,00
80,69
74,36
65.72
2,5
40,65
40,13
47.84
7
8
2,11
4,44
4,27
4,96
4,01
5,10
3.76
4.63
40,05
42,24
48,57
42.71
Lain-lain
7,60
27,07
26,58
28.49
a
Minuman
6,36
21,06
21,79
23.87
0,00
26,76
28,00
36.53
b
Bumbu-bumbuan
1,24
6,01
4,79
4.62
2,50
13,89
12,13
11.30
1955,50
2131,20
2160,10
2082.69
9
Total
0,33
97,77
1,35
106,56
1,33
108,01
1.42
104.16
Sumber : Survey Konsumsi Pangan BKP Sumbar tahun 2006 Susenas 2007 diolah BKP Pusat Susenas 2008 diolah BKP Pusat Susenas 2009 diolah BKP Pusat
43
RENSTRA 2011 - 2015
Kondisi kualitas konsumsi penduduk di Sumatera Barat masih berada dibawah standart skor PPH optimal sebesar 100. Berdasarkan Skor Pola Pangan Harapan ( PPH ) menunjukkan fluktuasi dimana pada tahun 2006 skor PPH sebesar 75,79. mengalami peningkatan di tahun 2007 dengan skor PPH sebesar 77,87 dan 2008 skor PPH sebesar 79,83, kemudian tahun 2009 mengalami penurunan kembali dengan skor PPH menjadi 76,93. Untuk lebih jelasnya konsumsi pangan ideal menurut kelompok pangan dapat dilihat pada tabel sebagi berikut : Tabel 24 : Konsumsi Pangan Ideal di Sumatera Barat Tahun 2020 No.
Kelompok Pangan
Gram
Energi
Skor PPH
1.
Padi-padian
275
1.000
25,0
2.
Umbi-umbian
100
120
2,5
3.
Pangan hewani
150
240
24,0
4.
Minyak dan lemak
20
200
5,0
5.
Buah/biji berminyak
10
60
1,0
6.
Kacang-kacangan
35
100
10,0
7.
Gula
30
100
2,5
8.
Sayur dan buah
250
120
30,0
9.
Lain-lain
0
60
0,0
2.000
100
Total
g. Peta Kerawanan Pangan (FIA) dan SKPG Berdasarkan Peta Kerawanan Pangan di Sumatera Barat, Kabupaten Kepulauan Mentawai termasuk kategori rawan pangan dengan indikator : Ketersediaan pangan pokok termasuk dalam kategori devisit tinggi (rasio konsumsi normatif terhadap ketersediaan pangan pokok per Kkap/hari 3,43). Persentase penduduk miskin sangat tinggi 80,13 %. Penduduk tanpa akses listrik cukup tinggi 36,14 %. Persentase rumah tangga tanpa akses air bersih cukup tinggi 56,20%.
44
RENSTRA 2011 - 2015
Jika dilihat dari ketersediaan pangan pokok masyarakat di Provinsi Sumatera Barat sudah mencukupi, bahkan surplus kecuali Kabupaten Kepulauan Mentawai, daerah ini belum mampu menyediakan pangan pokok masyarakatnya yang berasal dari beras, jagung dan umbi-umbian, tetapi ini bukan serta merta terjadi kekurangan pangan, karena sebagaian besar penduduk Kepuluan Mentawai mengkonsumsi sagu, talas dan pisang sebagai bahan pokok. Semua rumusan kebijakan dari hasil analisis tersebut diatas akan dibahas dalam rapat Kelompok Kerja/Pokja Dewan Ketahanan Pangan dan ditindak lanjuti oleh rapat Dewan Ketahanan Pangan sehingga menghasilkan beberapa kebijakan pengembangan ketahanan pangan masyarakat yang operasionalnya dapat dilakukan oleh semua instansi/lembaga/yayasan yang terkait. Dewan Ketahanan Pangan beranggotakan semua instansi/lembaga dan yayasan yang terkait dengan ketahanan pangan dan ketuanya Gubernur Sumatera Barat. Dengan demikian diharapkan proses sinkronisasi dan koordinasi antar instansi/lembaga/yayasan antar instansi tersebut dapat terlaksana lebih optimal.
45
RENSTRA 2011 - 2015
III.
ISU-ISU STRTEGIS
3.1. Permasalahan Permasalahan–permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan Ketahanan Pangan di Provinsi Sumatera Barat dan solusinya secara umum meliputi 3 aspek sebagai berikut : 1) Aspek Ketersediaan a. Permasalahan 1. Berkurangnya lahan pertanian produkrif karena alih fungsi lahan untuk perumahan. 2. Penyediaan sarana produksi (pupuk an organik) belum sepenuhnya terjamin sampai ke tingkat petani, sementara pupuk organik belum bisa di andalkan sebagai substitusi pupuk an organik. 3. Masih tingginya tingkat kehilangan hasil selama proses pasca panen. 4. Dibeberapa lokasi terjadi kegagalan panen disebabkan oleh bencana alam, antara lain banjir, longsor dan kekeringan 5. Terbatasnya infrastruktur irigasi (teknis/setengah teknis/ sederhana) yang potensial dan dapat diandalkan b. Solusi 1. Permasalahan berkurangnya lahan pertanian produktif dan alih fungsi lahan harus dilihat secara konfrehensif mulai dari tingkat pusat sampai ke daerah, hal ini disebabkan karena terkait erat dengan kebijakan pemerintah di berbagai sektor ekonomi, terutama yang memerlukan lahan sebagai faktor input. Namun selama ini permasalahan alih fungsi lahan produktif cenderung belum tertangani secara baik sehingga sampai saat ini masih tetap terjadi tanpa terkendali. 2. Pemasyarakatan penggunaan pupuk organik harus diintensifkan, hal ini seyogyanya diperkuat dengan payung hukum agar kebijakan pemerintah ini menjadi gerakan nasional yang akan berkembang dan berfungsi sebagai substitusi pupuk an organik yang notabene sampai sekarang permasalahannya secara nasional belum teratasi. 3. Dalam rangka mengatasi tingkat kehilangan hasil selama proses pasca panen, alternatif solusi yang perlu ditindaklanjuti antara lain diseminasi teknologi pasca panen kepada para petani
46
RENSTRA 2011 - 2015
produsen komoditas pangan oleh instansi terkait serta melalui kegiatan penyuluhan. 4. Kegagalan panen akibat berbagai bencana alam memang bersifat post majeur, namun demikian dampak yang ditimbulkan dapat diminimalkan melalui langkah-langkah antisipatif antara lain membangun cadangan pangan masyarakat dan cadangan pangan pemerintah yang memadai, sehingga kasus kerawanan pangan tidak terjadi. 5. Pembangunan infrastruktur irigasi teknis, setengah teknis dan sederhana memang kewenangan pemerintah, untuk itu diharapkan perhatian departemen/instansi teknis terkait untuk melakukan pembenahan jaringan irigasi yang rusak maupun pembangunan yang baru. Disamping itu tidak kalah pentingnya adalah perhatian dari pihak kabupaten/kota dan masyarakat terkait untuk ikut membangun dan merawat jaringan irigasi itu sendiri. 2) Aspek Distribusi Pangan a. Permasalahan 1. Belum adanya jaminan dan pengaturan harga produk pangan yang wajar dari pemerintah kecuali gabah/ beras. 2. Belum merata dan memadainya infrastruktur pengumpulan, penyimpanan dan distribusi pangan kecuali gabah/ beras 3. Bervariasinya kemampuan distribusi pangan antar wilayah, antar musim yang menuntut kecermatan dalam mengelola sistem distribusi pangan agar tersedia sepanjang waktu di konsumen. 4. Belum berperannya kelembagaan pangan secara baik dalam menyangga kestabilan distribusi dan harga pangan. b. Solusi 1. Mengusulkan kepada pemerintah ( Pusat, Provinsi, Kabupaten dan Kota ) untuk menerbitkan harga referensi untuk komoditi lainya (jagung, kedele dan lain-lain). Selanjutnya mengupayakan penertiban pungutan–pungutan yang tidak resmi terhadap distribusi bahan pangan sehingga dapat menekan biaya distribusi yang dapat mentabilkan harga bahan pangan. 2. Melaksanakan pengembangan model kelembagaan di pedesaan melalui pengembangan lembaga distribusi pangan masyarakat dan sistim tunda jual, sehingga kelembagaan pangan di pedesaan mampu menjadi pelaku distribusi pangan dengan mengoptimalkan potensi yang ada pada mereka melalui pengembangan usaha dari produsen sampai pada pengolahan dan pemasaran.
47
RENSTRA 2011 - 2015
3. Melakukan analisa distribusi pangan untuk mengetahui kondisi pasokan bahan pangan antar pedagang atau pasokan bahan pangan ke pasarpasar dan permasalahan pasokan sehingga dari analisa tersebut akan dihasilkan rumusan–rumusan tentang kebijakan distribusi pangan dalam rangka penyediaan kebutuhan pangan wilayah. 4. Melaksanakan analisa akses pangan untuk mengetahui kondisi pasokan pangan di wilayah dan tingkat rumah tangga. Dari hasil analisa tersebut diharapkan rumusan–rumusan tentang distribusi pangan agar pangan tersebut dapat diakses ditingkat wilayah dan rumah tangga. 5. Melakukan pemantauan dan analisa harga pangan untuk mendapatkan informasi harga pangan tersebut dan memprediksi kemungkinan terjadinya gejolak harga dan langkah – langkah antisipasinya. 6. Mengadakan sinkronisasi dengan instansi terkait baik tingkat provinsi maupun tingkat Kabupaten/ Kota dalam rangka membahas masalah – masalah distribusi pangan terutama hal – hal yang menyebabkan terjadinya kenaikan harga ditngkat konsumen akibat dari proses distribusi pangan. 7. Mengumpulkan data dan informasi tentang infra struktur, sarana dan prasarana distribusi pangan, pasokan bahan pangan ke pasar baik antara pedagang maupun antar wilayah dan lain yang berkaitan dengan distribusi pangan agar diketahui kondisi faktor – faktor yang mendukung pendistribusian pangan. 3) Aspek Konsumsi Pangan a. Permasalahan 1. Pola Konsumsi masyarakat Sumatera Barat belum mengacu pada Beragam, Bergizi dan Berimbang 2. Belum berkembangnya Teknologi Industri pengolahan pangan berbasis pangan lokal. 3. Belum berkembangnya pangan alternatif yang berbasis sumberdaya pangan lokal. 4. Tingginya konsumsi beras per kapita per tahun. 5. Rendahnya kesadaran masyarakat atas perlunya pangan sehat 6. Ketidakmampuan penduduk miskin untuk mencukupi pangan dalam jumlah yang memadai untuk memenuhi gizi sehat. b. Solusi 1. melaksanakan penyuluhan kepada ibu rumah tangga dan remaja, terutama ibu hamil, ibu menyusui dan wanita usia subur tentang
48
RENSTRA 2011 - 2015
mengkonsumsi pangan yang beragam, bergizi berimbang dan aman. 2. Pengembangan dan diseminasi serta aplikasi paket teknologi terapan terhadap pengolahan aneka pangan. 3. Melaksanakan pembinaan kepada industri rumah tangga dan pengusaha kecil dibidang pangan guna meningkatkan kesadaran untuk memproduksi, menyediakan dan memperdagangkan aneka ragam yang aman berbasis pada sumber daya lokal. 4. Pembinaan mutu dan keamanan pangan kepada industri rumah tangga dan UMKM di bidang pangan berbasis pangan lokal. 5. Optimalisasi pemanfaatan pekarangan dan potensi pangan sekitarnya untuk mencukupi pangan dalam jumlah yang memadai dan memenuhi gizi sehat. 3.2. Visi Misi Gubernur Badan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera Barat selama lima tahun kedepan melaksanakan tugas dan fungsi dalam rangka mendukung pencapaian visi dan misi Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Barat, terutama dalam hal visi no. 4 yaitu Mewujudkan ekonomi masyarakat yang
tangguh, produktif, berbasis kerakyatan, berdaya saing regional dan global, dengan sasaran yang akan dicapai adalah sebagai berikut : 1. Meningkatnya kualitas dan produktivitas berbagai komoditi pertanian, perkebunan, peternakan dan perikanan 2. Meningkatnya jumlah dan luas kawasan sentra produksi komoditi unggulan bidang pertanian, perkebunan, peternakan dan perikanan 3. Berkembangnya industri pengolahan hasil pertanian (Agro-industri) dan pengolahan hasil perikanan laut (Fishery Processing) 4. Meningkatnya kesejahteraan petani 5. Meningkatnya jumlah industri pengolahan unggulan daerah 6. Meningkatnya serapan tenaga kerja pada industri olahan 7. Berkembangnnya usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi 8. Meningkatnya jumlah pasar yang layak bagi perdagangan 9. Meningkatnya ekspor daerah 10. Meningkatnya investasi daerah
49
RENSTRA 2011 - 2015
3.3. Renstra Kementerian/Lembaga Faktor penghambat ataupun faktor pendorong ditinjaui dari renstra Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian merupakan potensi dan tantangan dalam mewujudkan ketahanan pangan. Secara umum masih cukup tersedia potensi sumberdaya alam dan belum dimanfaatkan secara optimal untuk peningkatan produksi pangan yang berkelanjutan. Sedangkan dari kapasitas sumberdaya manusia dan sumberdaya teknologi, memiliki potensi untuk ditingkatkan, untuk mendukung pengembangan ketersediaan dan distribusi pangan serta perbaikan konsumsi pangan. Di sisi lain, penguatan kelembagaan ketahanan pangan pemerintah dan masyarakat, berpeluang semakin besar untuk mendorong pencapaian sasaran program ketahanan pangan. 1. Ketersediaan Pangan Dalam upaya peningkatan produksi dan ketersedian pangan, belum seluruh potensi sumberdaya alam yang terdapat di wilayah Sumatera Barat dikelola secara optimal. Terkait dengan penyediaan pangan dan perwujudan ketahanan pangan, maka pengelolaan lahan dan air merupakan sumberdaya alam utama yang perlu dioptimalkan untuk menghasilkan pangan. Sumatera Barat mempunyai potensi lahan sawah dan lahan kering. Luas lahan sawah adalah 243.911 ha, terdiri dari sawah berpengairan teknis 34.236 ha, 1/2 teknis 56.019 ha, pengairan sederhana 47.323 ha, pengairan desa/non PU 41.250 ha, serta sawah tadah hujan, pasang surut dan lainnya seluas 65.083 ha, sedangkan luas lahan kering untuk tanaman pangan adalah 510.945 ha terdiri dari pekarangan 94.845 ha, tegal kebun 279.537 ha, ladang huma 136.563 ha. Potensi lahan tersebut, tersebar di seluruh Kabupaten/Kota di Sumatera Barat dan masih dapat dimanfaatkan sebagai sumber produksi pangan daerah. Dukungan infrastruktur sumberdaya air dalam penguatan strategi ketahanan pangan nasional, dapat ditempuh dengan langkah-langkah: pengembangan jaringan irigasi, pengelolaan jaringan irigasi, optimasi potensi lahan rawa dan air tanah, peningkatan water efficiency, dan pembuatan hujan buatan. Dengan potensi sumberdaya alam yang beragam dan didukung ketersediaan teknologi di bidang hulu sampai hilir, memberikan peluang untuk meningkatkan kapasitas produksi pangan, meningkatkan produktivitas dan efisiensi usaha, serta meningkatkan usaha agribisnis pangan. Perkembangan teknologi industri, pengolahan, penyimpanan dan pasca panen pangan serta transportasi dan komunikasi yang sangat pesat hingga ke pelosok daerah, menjadi penunjang penting
50
RENSTRA 2011 - 2015
untuk pemantapan ketersediaan pangan, cadangan pangan dan penanganan rawan pangan Badan Ketahanan Pangan yang mempunyai tugas melaksanakan pengkajian, pengembangan dan koordinasi di bidang pemantapan ketahanan pangan, memiliki potensi dan peluang untuk mendorong pemantapan ketersediaan pangan, yaitu berperan pada (a) peningkatan koordinasi dalam perumusan kebijakan produksi, ketersediaan dan penanganan kerawanan pangan (b) penyempurnaan sistem pemantauan produksi pangan dan ketersedian pangan untuk mengantisipasi rawan pangan (c) mengembangkan program kemandirian pangan pada desa rawan pangan serta (d) pengembangan cadangan pangan pemerintah dan masyarakat. 2.
Distribusi Pangan
Provinsi Sumatera Barat yang terdiri dari 19 kabupaten/kota, yang mempunyai 1 kabupaten kepulauan Mentawai, menyediakan peluang usaha distribusi pangan yang cukup besar, dengan memanfaatkan moda transportasi darat, laut, dan udara. Kemajuan teknologi informatika, perhubungan, dan transportasi memfasilitasi dinamika frekuensi dan luas jangkauan distribusi dan akses pangan. Semakin berkembangnya volume produk peralatan teknologi, biasanya diikuti dengan semakin menurunnya biaya. Fungsi distribusi pangan dilaksanakan oleh pelaku usaha dalam perdagangan dan jasa pemasaran sedangkan pemerintah berperan memfasilitasi prasarana umum distribusi, serta pengaturan agar proses distribusi pangan terselenggara secara teratur, adil, dan bertanggung jawab. Potensi masyarakat dalam pengembangan usaha distribusi di bidang jasa, pemasaran, pengangkutan, pengolahan, dan penyimpanan cukup besar dan sangat bervariasi dari yang bersifat individu berskala kecil, usaha bersama berbentuk koperasi, hingga perusahaan besar, dan multinasional. Peran pemerintah menyempurnakan sistem standarisasi dan mutu komoditas pangan, serta melaksanakan perangkat kebijakan yang mampu memberikan insentif dan lingkungan yang kondusif bagi pelaku pasar, dapat meningkatkan potensi dan peluang pengembangan usaha distribusi pangan, yang dapat menjamin stabilitas pasokan pangan di seluruh wilayah dari waktu ke waktu. Sehubungan dengan hal tersebut, Badan Ketahanan Pangan memiliki potensi dan peluang memantapkan distribusi pangan yaitu berperan pada (a) peningkatan koordinasi dalam perumusan kebijakan distribusi pangan (b) penyempurnaan program dan kegiatan dalam pengembangan sistem distribusi pangan melalui peningkatan 51
RENSTRA 2011 - 2015
pemantauan dan analisis harga pangan; serta (4) pengembangan kelembagaan distribusi pangan masyarakat serta peningkatan akses pangan.
3.
Konsumsi dan Keamanan Pangan
Potensi sumberdaya alam sebagai sumber bahan pangan yang besar menjamin ketersediaan pangan yang beragam di wilayah dan sepanjang waktu, sehingga terbuka peluang untuk pengembangan diversifikasi konsumsi pangan melalui pemanfaatan pangan lokal dan makanan tradisional untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat. Semakin meningkatnya pengetahuan yang didukung adanya perkembangan teknologi informatika serta strategi komunikasi publik, memberikan peluang bagi percepatan proses peningkatan kesadaran terhadap pangan yang beragam, bergizi seimbang dan aman yang diharapkan dapat mengubah perilaku konsumsi masyarakat, sehingga mencapai status gizi yang baik. Hal ini merupakan peluang yang tinggi untuk mempercepat proses serta memperluas jangkauan upaya pendidikan masyarakat, untuk meningkatkan kesadaran gizi. Meningkatnya pembinaan dan pengawasan pada pelaku usaha di bidang pangan terutama UKM pangan dalam penanganan keamanan pangan, diharapkan dapat meningkatkan penyediaan pangan yang beragam, bergizi seimbang dan aman. Sementara itu, terdapat berbagai kelembagaan di tingkat lokal di kecamatan dan desa, dapat menjadi mitra kerja pemerintah maupun lembaga swadaya masyarakat, dalam rangka gerakan penganekaragaman konsumsi pangan, seperti Posyandu, Balai Penyuluhan Pertanian, para penyuluh dari berbagai instansi terkait, dan kelembagaan masyarakat (Tim Penggerak PKK, majelis taklim, dan sebagainya). Kelembagaan ini dapat berperan aktif dalam mendeteksi masalah serta memfasilitasi upaya-upaya peningkatan kualitas konsumsi pangan dan perbaikan gizi. Badan Ketahanan Pangan memiliki tugas dan fungsi mendorong percepatan penganekaragaman konsumsi dan keamanan pangan yaitu berperan pada (a) peningkatan koordinasi dalam perumusan kebijakan konsumsi dan keamanan pangan (b) penyempurnaan program dan kegiatan dalam rangka pengembangan konsumsi dan keamanan pangan melalui peningkatan pemantauan dan analisis pola konsumsi pangan; serta (c) membina pengembangan kelembagaan pedesaan dalam diversifikasi konsumsi pangan, keamanan pangan dan preferensi pangan masyarakat.
52
RENSTRA 2011 - 2015 4.
Manajemen ketahanan Pangan
Kemampuan manajemen ketahanan pangan nasional dan daerah, merupakan pendorong dan penggerak dalam pelaksanaan pemantapan ketahanan pangan tingkat nasional hingga rumah tangga, yang mencakup antara lain: a. Jaringan kerjasama dengan instansi terkait pusat dan daerah. Beberapa kabupaten/kota, sudah membentuk Dewan Ketahanan Pangan dan Badan Ketahanan Pangan atau Unit kerja yang menangani ketahanan pangan. Seiring adanya kelembagaan tersebut, otonomi daerah memberikan kewenangan penuh kepada daerah untuk secara lebih spesifik serta fleksibel melaksanakan kebijakan ketahanan pangan di daerahnya. Untuk itu, Sekretariat DKP beserta jaringan pendukung ketahanan pangan dan institusi ketahanan pangan di pusat dan daerah, perlu lebih ditingkatkan kemampuannya untuk memantapkan program ketahanan pangan daerah dan nasional. b. Kerjasama dengan swasta dan masyarakat. Paradigma baru manajemen pembangunan dan pemerintahan ke arah desentralisasi dan partisipasi masyarakat, dapat dijadikan momentum bagi pemantapan ketahanan pangan yang dimulai pada tingkat rumah tangga. Di sisi lain, sebagai dampak positif dari proses pendidikan masyarakat, telah mendorong tingkat kesadaran masyarakat terhadap keamanan, mutu, halal, dan gizi pangan, serta tumbuhnya kesadaran masyarakat untuk meningkatkan ketahanan pangan di tingkat rumah tangga. Dukungan informasi yang proaktif, akan mendorong peningkatan kerjasama yang efektif antara pemerintah, swasta, dan masyarakat dalam upaya pemantapan ketahanan pangan c. Tersedianya berbagai metode analisis ketahanan pangan seperti Neraca Bahan Makanan (NBM), Pola Pangan Harapan (PPH), Food Security and Vurnalibility Atlas (FSVA), Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG), dan lainnya, untuk membantu melakukan evaluasi dan melakukan kajian yang komprehensif, menghadapi tantangan pembangunan ketahanan pangan yang beragam. d. Tuntutan masyarakat terhadap kualitas pelayanan. Pelaksanaan pembangunan ketahanan pangan terkait dengan perlindungan bagi pelaku usaha dan konsumen yang sebagian besar tergolong masyarakat kecil. Mereka memerlukan adanya sistem perlindungan yang adil dan bertanggung jawab yang didukung dengan peraturan dan penegakan hukum yang tegas. e. Tuntutan sebagai agen pembangunan dapat melaksanakan pengelolaan manajemen pembangunan ketahanan pangan secara 53
RENSTRA 2011 - 2015
transparan, produktif, efektif, efisien dan akuntabel, pada setiap fungsi manajemen (perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan pelaporan).
3.4. Penentuan Isu-Isu Strategis Dalam pembangunan ketahanan pangan pada umumnya, dan di Sumatera Barat khususnya harus memperhatikan isu-isu strategis yang berkembang saat ini. Isu-isu tersebut dapat digolongkan kedalam 2 kategori, yaitu isu yang bersifat umum dan isu yang bersifat khusus. 1.
2.
Umum a.
Angka kemiskinan di Sumatera Barat mengalami penurunan namun akses pangan masyarakat belum terjamin.
b.
Alih fungsi lahan cenderung meningkat, mengakibatkan berkurangnya lahan produktif sebagai sumber penyediaan pangan.
c.
Terbatasnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang pola konsumsi pangan yang Aman, Beragam, Bergizi dan Berimbang.
d.
Tingginya intensitas bencana alam yang berdampak serius terhadap tingkat kerawanan pangan masyarakat
e.
Daerah kepulauan di Sumatera Barat kerap kali mengalami kerawanan pangan akibat faktor alam serta prasarana dan sarana transportasi laut yang belum memadai.
Khusus a.
Masih rendahnya Nilai Tukar Petani dalam memenuhi kebutuhan hidup berkaitan dengan ketahanan pangan.
b.
Rendahnya jaminan mutu dan keamanan pangan masyarakat.
c.
Lemahnya pengawasan keamanan pangan segar.
d.
Rendahnya tingkat kemampuan masyarakat dalam mengakses pangan yang disebabkan oleh keterbatasan pasokan pangan antar wilayah dan antar waktu dalam Provinsi Sumatera Barat.
e.
Belum optimalnya diversifikasi pangan masyarakat.
f.
Belum berkembangnya industri pangan lokal.
54
RENSTRA 2011 - 2015
IV.
VISI, MISI, TUJUAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN
4.1. Visi Terwujudnya ketahanan pangan masyarakat Sumatera Barat berbasis pangan lokal. 4.2. Misi a. Meningkatkan ketahanan pangan berbasis nagari menuju kemandirian pangan, serta kemampuan masyarakat dalam pemenuhan dan pengelolaan cadangan pangan. b. Memfasilitasi peran serta masyarakat dalam diversifikasi pangan berbasis sumber daya lokal.
upaya
percepatan
c. Mengembangkan kelembagaan pangan masyarakat sebagai pelaku distribusi pangan dalam rangka meningkatkan pendapatan masyarakat. d. Meningkatkan penerapan sistem mutu dan keamanan pangan dalam rangka menghadapi persaingan global. e. Mengoptimalkan fungsi penyuluhan dan Dewan Ketahanan Pangan Provinsi, Kabupaten/Kota dalam mengkoordinasikan dan mensinergikan program ketahanan pangan, serta peningkatan koordinasi dalam perumusan kebijakan, dan pengembangan ketahanan pangan. 4.3. Tujuan Tujuan Pembangunan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera Barat adalah sebagai berikut : a. Meningkatkan ketersediaan mengoptimalkan sumberdaya berkelanjutan.
dan yang
b. Membangun kesiapan kerawanan pangan.
mengantisipasi
dalam
cadangan pangan dengan dimilikinya/dikuasainya secara dan
menanggulangi
c. Mengembangkan sistem distribusi, harga dan akses pangan untuk turut serta memelihara stabilitas pasokan dan harga pangan bagi masyarakat. d. Mempercepat penganekaragaman konsumsi pangan dan gizi guna meningkatkan kualitas SDM dan penurunan konsumsi beras perkapita. e. Mengembangkan sistem penanganan keamanan pangan segar.
55
RENSTRA 2011 - 2015
4.4. Sasaran a. Dipertahankannya ketersediaan energi per kapita minimal 2.200 kilokalori/hari/ dan penyediaan protein per kapita minimal 57 gram/hari. b. Makin berkurangnya jumlah penduduk rawan pangan minimal 1 % setiap tahun. c. Tercapainya peningkatan konsumsi pangan per kapita untuk memenuhi kecukupan energi minimal 2.000 kilokalori/hari dan protein sebesar 52 gram/hari. d. Menurunnya konsumsi beras per kapita per tahun sebesar 1,5 % diimbangi dengan kenaikan konsumsi umbi-umbian dan sumber protein dan nabati, sehingga tercapai peningkatan kualitas konsumsi masyarakat dengan skor pola pangan harapan (PPH) tahun 2015 sebesar 91,5. e. Tercapainya peningkatan distribusi pangan yang mampu menjaga harga pangan yang terjangkau bagi masyarakat. f. Meningkatnya penanganan keamanan pangan segar melalui peningkatan peran produsen dan kepedulian konsumen. g. Meningkatnya efektifitas koordinasi kebijakan ketahanan pangan melalui Dewan Ketahanan Pangan. 4.5. Arah Kebijakan Arah kebijakan membangun ketahanan pangan yang berbasis nagari melalui koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan sinergitas lintas sektor dan lintas daerah sebagai berikut : a. Meningkatkan melalui;
ketersediaan
dan
penanganan
kerawanan
pangan,
Penyediaan pangan diutamakan dari produksi dalam negeri,
Pengelolaan dan pengembangan cadangan pangan pemerintah, pemda dan masyarakat,
Kemandirian pangan berbasis sumberdaya dan budaya pangan lokal,
Pemberdayaan masyarakat menuju kemandirian pangan masyarakat (Program Aksi Desa Mandiri Pangan)
b. Meningkatkan sistem distribusi dan stabilisasi harga pangan, melalui ;
Stabilisasi pasokan/penyediaan dan harga pangan utama (HPP, OP)
Bantuan pangan bagi rakyat miskin (Raskin/Pangkin)
56
RENSTRA 2011 - 2015
Penguatan Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat (P-LDPM))
c. Meningkatkan pemenuhan kebutuhan konsumsi dan keamanan pangan, melalui ;
Peningkatan kualitas konsumsi pangan ke arah 3B (beragam bergizi berimbang)
Diversifikasi pangan berbasis sumberdaya dan budaya lokal Industri olahan pangan berbasis tepung-tepungan: kudapan dan “nasi non beras” Penurunan konsumsi beras/kapita
Peningkatan keamanan pangan
4.6. Strategi Untuk mencapai tujuan dan sasaran pembangunan Ketahanan Pangan, strategi yang akan ditempuh adalah sebagai berikut; a. Melaksanakan koordinasi secara sinergis dalam penyusunan kebijakan ketersediaan, distribusi, konsumsi pangan dan keamanan pangan segar b. Revitalisasi infrastruktur kelembagaan Provinsi sampai dengan tingkat nagari.
ketahanan
pangan
tingkat
c. Optimalisasi upaya percepatan penganekaragaman konsumsi pangan d. Revitalisasi sumberdaya manusia yang terkait dengan ketahanan pangan. e. Revitalisasi teknologi pengembangan bisnis dan industri pangan lokal. f. Revitalisasi sistem jaminan mutu dan keamanan pangan. g. Revitalisasi penyuluhan ketahanan pangan dan fungsi dewan ketahanan pangan tingkat provinsi, kabupaten/kota.
57
RENSTRA 2011 - 2015
V. PROGRAM DAN PROGRAM LINTAS SKPD, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN INDIKATIF Program pembangunan ketahanan pangan Provinsi Sumatera Barat Tahun 2011 - 2015 mengacu pada program nasional dan provinsi (daerah) adalah sebagai berikut : 5.1.
Program Nasional Program Diversifikasi Pangan dan Ketahanan Pangan Masyarakat Sasaran Program ini adalah meningkatkan ketahanan pangan melalui konsumsi dan keamanan pangan segar, distribusi dan pemberdayaan di tingkat masyarakat serta terkoordinasinya kebijakan ketahanan pangan. Indikator program sebagai berikut: a. Peningkatan koordinasi rumusan kebijakan ketahanan pangan. b. Peningkatan gerakan percepatan penganekaragaman konsumsi dan keamanan pangan dalam peningkatan konsumsi pangan Aman, Beragam, Bergizi dan Berimbang. c. Penguatan kelembagaan distribusi pangan masyarakat stabilisasi harga dan cadangan pangan masyarakat.
dalam
d. Pengembangan Desa Mandiri Pangan dalam mengurangi jumlah penduduk rawan pangan. e. Pengambangan lumbung pangan dan cadangan pangan masyarakat. 5.2.
Program Provinsi 5.2.1. Program Peningkatan Ketahanan Pangan Program ini bertujuan untuk memperkuat ketahanan pangan di tingkat rumah tangga sehingga terbebas dari kemungkinan kondisi kekurangan energi dan protein. Indikator program ini sebagai berikut : a.
Revitalisasi penyuluhan ketahanan pangan.
b.
Pengembangan upaya pengentasan kemiskinan petani.
c.
Pengembangan kelembagaan ketahanan pangan tingkat nagari yang mempunyai fungsi penyediaan dan pengelolaan cadangan, penanganan kondisi rawan pangan, dan distribusi pangan.
d.
Peningkatan koordinasi ketersediaan bahan pangan.
58
RENSTRA 2011 - 2015
e.
Pengkajian dan analisa ketersediaan, distribusi, akses dan konsumsi pangan lokal dalam rangka menjadikan kegiatan peningkatan ketahanan pangan sebagai bagian dari peningkatan perekonomian daerah.
f.
Pengawasan dan analisa mutu pangan segar.
g.
Pengembangan sistim kewaspadaan pangan dan gizi dan Peta Kerentanan Pangan.
5.2.2. Program Diversifikasi Pangan Program ini bertujuan untuk meningkatkan ketahanan pangan melalui konsumsi dan keamanan pangan segar, distribusi dan pemberdayaan di tingkat masyarakat serta terkoordinasinya kebijakan ketahanan pangan. Indikator program ini sebagai berikut : a. Peningkatan diversifikasi dan ketahanan pangan masyarakat b. Optimalisasi pemanfaatan pekarangan melalui kelompok wanita tani (KWT) c.
Penganekaragaman konsumsi pangan masyarakat
d. Peningkatan kesadaran masyarakat akan perlunya konsumsi pangan dan protein yang cukup untuk hidup sehat dan aktif. 5.2.3. Program Terpadu Usaha Mikro Kecil
Peningkatan
Kesejahteraan
Pelaku
Program ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan pelaku usaha mikro dan kecil dalam hal manajemen, pengelolaan keuangan dan teknis berusaha sesuai dengan bidangnya. Indikator program ini sebagai berikut : a. Pengembangan teknologi pangan lokal melalui usaha tepungtepungan. b. Promosi pangan lokal pada Daerah Wisata. 5.2.4. Program Terpadu Gerakan Pensejahteraan Petani Gerakan Pensejahteraan Petani (GPP) merupakan kegiatan terpadu yang dilaksanakan oleh pemerintah provinsi secara perioritas dalam rangka mengentaskan kemiskinan dan pengangguran , kegiatan ini dilakukan dalam bentuk Tim yang didukung oleh beberapa SKPD provinsi yakni ; Badan Ketahanan Pangan, Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Perkebunan,
59
RENSTRA 2011 - 2015
Peternakan, Kelautan dan Perikanan, Kehutanan dan Sekretariat Bakorluh di Provinsi Sumatera Barat. Wujud yang diinginkan adalah terlaksananya pemberdayaan rumah tangga petani melalui peningkatan jenis pekerjaan menimal 3 usaha dan peningkatan jam kerja efektif petani dari 3,5 jam - 8 jam/ hari dengan berbagai upaya yakni ; melakukan sosialisasi, pendampingan, pelatihan, penyediaan bantuan dan fasilitasi/koordinasi dengan pemerintah kabupaten/kota. Kegiatan GPP tahun 2011 telah dilaksanakan dengan dukungan pembiayaan dari APBD Probvinsi Sumatera Barat dan APBN tahun 2011 dimana kemajuan kegiatan telah terlaksana dengan lancar dan direspon oleh masyarakat disamping adanya beberapa kendala – kendala yang dihadapi. Indikator program ini sebagai berikut : a. Terintegrasinya program pemberdayaan masyarakat dalam rangka meningkatkan ketahanan pangan di wilayah GPP. b. Pengembangan kelembagaan ketahanan pangan tingkat nagari yang mempunyai fungsi penyediaan dan pengelolaan cadangan, penanganan kondisi rawan pangan, dan distribusi pangan. 5.2.5. Program Reformasi Birokrasi Tujuan program ini adalah membangun / membentuk sosok aparatur daerah yang berintegritas dan bekinerja tinggi sehingga mampu memberikan pelayanan prima kepada masyarakat guna mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat Sumatera Barat. Indikator program ini sebagai berikut : a. Penyusunan SOP Penyelenggaraan Tugas dan fungsi Badan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera Barat. b. Pembangunan atau pengembangan e-goverment. Matrik Program Lima Tahunan dan Matrik Program Tahunan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Badan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera Barat 2011 - 2015 secara terperinci dapat dilihat pada lampiran.
60
RENSTRA 2011 - 2015
VI.
INDIKATOR KINERJA SKPD
Untuk melihat tingkat pencapaian kinerja SKPD tahun 2011 – 2015 secara terukur diperlukan penetapan indikator kinerja SKPD yang mengacu pada RPJMD Provinsi Sumatera Barat tahun 2010 -2015. Penetapan indikator kinerja ini bertujuan untuk memberi gambaran tentang ukuran keberhasilan pencapaian visi dan misi Badan Ketahanan Pangan sampai dengan tahun 2015. Berdasarkan yang tertuang didalam RPJMD Provinsi Sumatera Barat tahun 2010 – 2015, indikator kinerja Badan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera Barat terdiri dari : 1. Meningkatnya ketahanan pangan dan keamanan pangan : b. Kebijakan pembangunan kebijakan/tahun)
ketahanan
pangan
yang
terintegrasi
(2
c. Tercapainya ketahanan pangan daerah dan rumah tangga (%) d. Tercapainya pola pangan harapan (PPH) e. Terjaminnya pangan pada daerah yang beresiko rawan (%) f. Berkembangnya usaha kelembagaan pangan masyarakat (LDPM, Tunjda Jual, PDRP, KWT, DMP) (Kelompok) g. Terdistribusinya pangan sampai pada tingkat konsumen/rumah tangga (%) h. Tercapainya penguatan cadangan pangan (%) i. Tercapainya ketersediaan informasi pasokan, harga dan akses pangan di Sumbar (%) j. Terlaksananya pengawasan dan pembinaan keamanan pangan (%) k. Terlaksananya penanganan daerah rawan pangan (%) 2. Termanfaatkannya lahan pekarangan dalam pemenuhan pangan masyarakat (Klp) 3. Berkembangnya kelompok pengolah tepung-tepungan non beras dan non terigu (%) 4. Konsumsi pangan yang aman, beragam, bergizi dan berimbang (%) Indikator selengkapnya dapat dilihat pada lampiran.
61
RENSTRA 2011 - 2015
VII.
PENUTUP
Sebagai bagian dari perencanaan pembangunan nasional, tujuan dan sasaran pembangunan ketahanan pangan 2011 – 2015 akan diwujudkan melalui pencapaian 4 (empat) target utama yaitu: (1) pencapaian swasembada dan swasembada berkelanjutan; (2) peningkatan diversifikasi pangan; (3) peningkatan nilai tambah, daya saing dan ekspor; serta (4) peningkatan kesejahteraan petani. Selanjutnya target tersebut akan menjadi pedoman bagi Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam menetapkan sasaran pembangunan ketahanan pangan di tingkat nasional dan regional yang disesuaikan dengan potensi sumber daya serta karakteristik permasalahan yang dihadapi di lapangan. Disadari bahwa untuk mencapai target tersebut di atas tidaklah mudah, namun berdasarkan keragaan dan kinerja pembangunan ketahanan pangan selama 5 (lima) tahun terakhir dan dengan tekad kerja keras, kita optimis bahwa target tersebut dapat dicapai apabila para pemangku kepentingan dapat bekerja sama untuk mengatasi berbagai masalah dan kendala yang menjadi faktor penghambat utama serta memberikan dorongan yang diyakini akan menjadi faktor kunci pengungkit keberhasilan. Kerja sama antar pelaku pembangunan ketahanan pangan sangat dibutuhkan, karena pembangunan ketahanan pangan merupakan masalah kompleks, hingga membutuhkan penanganan yang melibatkan berbagai fungsi dan kebijakan. Hanya saja berbagai fungsi dan kebijakan tersebut tidak sepenuhnya berada di bawah wewenang Badan Ketahanan Pangan, bahkan lebih banyak berada di bawah kewenangan Instansi/Lembaga atau SKPD lain. Oleh karena itu penanganan pembangunan ketahanan pangan mau tidak mau membutuhkan kerja sama dari sektor lain, mulai dari perencanaan hingga monitoring dan evaluasinya di lapangan.
62