I. PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Santan kelapa merupakan cairan putih kental hasil ekstraksi dari kelapa
yang dihasilkan dari kelapa yang diparut dan kemudian diperas bersama air. Santan mempunyai rasa lemak dan digunakan sebagai perasa yang menyedapkan masakan menjadi gurih. Dahulu, untuk memperoleh santan dilakukan dengan cara diperas dengan tangan dari kelapa yang diparut dan menambahkan air panas sehingga santan yang dihasilkan lebih baik. Akan tetapi, saat ini sudah terdapat mesin pemeras santan yang dalam penggunaannya kelapa yang diparut tidak perlu dicampurkan dengan air dan pati santan yang dihasilkan murni 100%. Saat ini juga banyak dijual santan instan atau siap saji dengan cara pemakaiannya hanya menambahkan air lalu dimasak. Penggunaan santan di Indonesia sangat luas, diantaranya digunakan dalam pembuatan makanan seperti rendang, opor, dodol, agar-agar, dan lain sebagainya. Santan merupakan bentuk emulsi minyak dalam air dengan protein sebagai stabilisator emulsi. Air sebagai pendispersi dan minyak sebagai fase terdispersi. Di dalam sistem emulsi minyak air, protein membungkus butir-butir minyak dengan suatu lapisan tipis sehingga butir-butir tersebut tidak dapat bergabung menjadi satu fase kontinyu. Butir-butir minyak dapat bergabung menjadi satu fase kontinyu jika sistem emulsi di pecah dengan jalan merusak protein sebagai pembungkus butir-butir minyak. Dalam industri makanan, peran santan sangat penting baik sebagai sumber gizi, penambahan aroma, cita rasa , flavour dan perbaikan tekstur bahan pangan hasil olahan. Hal ini disebabkan karena santan mengandung senyawa nonylmethylketon, dengan suhu yang tinggi akan menyebabkan bersifat volatil dan menimbulkan bau yang enak. Pemanfaatan santan dalam produksi makanan olahan sering menghadapi permasalahan yaitu terjadi pemecahan santan ketika dipanaskan. Pecahnya santan dapat dilihat dari terbentuknya gumpalan-gumpalan putih di permukaan, rasa gurih dari santan berkurang menyebabkan cita rasa produk olahan berubah dan penampilannya menjadi kurang menarik. Hal ini bisa dicegah dengan melakukan pengadukan selama santan tersebut dipanaskan dan penggunaan api kecil selama
1
pemasakan santan. Namun, warga Sumatera Barat memiliki keunikan yaitu memasukkan piring porselen ke dalam wajan atau panci untuk menghindari santan pecah meskipun tanpa pengadukan. Oleh karena itu, kelompok kami tertarik untuk membuktikan kebenaran dari kearifan lokal tersebut.
B. Tujuan Makalah ini berisi tentang rancangan percobaan yang bertujuan untuk membuktikan kebenaran kearifan lokal yang menjadi kebiasaan dari masyarakat Sumatera Barat yang dikaji secara ilmiah.
C. Hipotesis Hipotesis yang digunakan untuk membuktikan kearifan lokal pada makalah ini adalah penambahan porselen mencegah pemecahan santan saat pemasakan.
2
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Santan Kelapa
(Cocos
nucifera)
merupakan
komoditas
yang
banyak
dibudidayakan di Indonesia. Buah kelapa dapat dibuat menjadi berbagai macam olahan pangan, salah satunya adalah santan kelapa.
Gambar 1. Komposisi Buah Kelapa Kingdom: Plantae Klas: Dicotyledonae Ordo: Arecales Famili: Araceae Genus: Cocos Spesies: Cocos nucifera L Santan adalah emulsi minyak dalam air yang berwarna putih susu yang diperoleh dengan cara pemerasan parutan daging kelapa dengan atau tanpa penambahan air. Santan kental merupakan hasil olahan santan kelapa yang telah diberi emulsifier, sehingga emulsinya lebih stabil. Namun, santan kental mudah rusak dan berbau tengik, karena itu perlu diupayakan produk santan kental siap pakai yang mempunyai daya simpan cukup. Untuk memperpanjang masa simpan santan kental diperlukan perlakuan pemanasan (Ramdhoni et all., 2009).
3
Santan merupakan bentuk emulsi minyak dalam air dengan protein sebagai stabilisator emulsi. Air sebagai pendispersi dan minyak sebagai fase terdispersi. Di dalam sistem emulsi minyak air, protein membungkus butir-butir minyak dengan suatu lapisan tipis sehingga butir-butir tersebut tidak dapat bergabung menjadi satu fase kontinyu. Butir-butir minyak dapat bergabung menjadi satu fase kontinyu jika sistem emulsi di pecah dengan jalan merusak protein sebagai pembungkus butir-butir minyak. Pemarutan merupakan tahap pendahuluan dalam memperoleh santan. Pemarutan bertujuan untuk menghancurkan daging buah dan merusak jaringan yang mengandung santan sehingga santan mudah keluar dari jaringan tersebut. Pemerasan dengan menggunakan tangan untuk memberikan tekanan pada hasil parutan dan memaksa santan keluar dari jaringan. Mengekstraksi santan dapat dilakukan pemerasan dengan tangan dan selanjutnya dilakukan penyaringan. Dalam industri makanan, peran santan sangat penting baik sebagai sumber gizi, penambahan aroma, cita rasa , flavour dan perbaikan tekstur bahan pangan hasil olahan.
B. Porselen Porselen adalah bahan keramik polikristal dengan struktur gelas lebih dari 10%, berwarna putih, porositasnya rendah, dan memiliki sifat mekanik yang kuat. Umumnya porselen terbuat dari bahan tanah liat yang sudah diubah bentuk menjadi kaolin yang dipanaskan pada tempat khusus dengan temperatur 1.200 1.400oC. Bahan porselen dapat dibuat melalui proses dapat dibuat melalui proses padatan menggunakan campuran bahan liat (Al2O3.SiO2.xH2O), feldspar (K/NA/Ca/BaAlSi3O8) dan quartz (SiO2). Porselen dapat diaplikasikan sebagai bahan piring, gigi palsu tergantung dari komposisi atau sifat-sifat yang dimilikinya (Indayaningsih, 2000). Porselen pada umumnya membutuhkan temperatur pembakaran yang tinggi, pori relative kecil dan tidak menyerap air, kekuatan mekanik dan kekerasannya tinggi serta tahan terhadap kejutan suhu, abrasi dan korosi (Mulyadi, 1994). Penggunaan keramik porselin cukup luas meliputi keramik untuk rumah tangga, ubin, keramik hias, dan sebagai bahan isolator listrik baik
4
dari tegangan rendah samapi tegangan tinggi. Berdasarkan fungsinya porselein dapat diklasifikasikan menjadi tiga bagian, yaitu: porselen lunak, keras, dan khusus tergantung pada bahan baku pembentukkannya. Bahan baku porselen sebagian besar terdiri dari alam (bahan-bahan mineral), seperti feldspar.
C. Emulsi Emulsi dapat didefinisikan sebagai suatu sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan obat, terdispersi dalam cairan pembawa, distabilkan dengan emulgator atau surfaktan yang cocok. (Depkes RI, 1979). Emulsi juga merupakan suatu dispersi dimana fase terdispersi terdiri dari bulatan-bulatan kecil zat cair yang terdistribusi keseluruh pembawa yang tidak bercampur. (Ansel, 1989) Dari kedua sumber diatas maka emulsi dapat pula diartikan sebagai sistem dua fase dalam (terdispersi) yang berupa batas-batas kecil terdistribusi keseluruh fase luar (pembawa) dengan bantuan emulgator yang cocok sebagai komponen penunjang emulsi. 1. Teori Pembentukan Emulsi Pembuatan
suatu
emulsi
terdapat teori yang menyangkut proses
terbentuknya emulsi yang stabil. Adapun tiga teori pembentukan emulsi yaitu : a) Teori tegangan permukaan atau Surface Tension Theory Dalam teori ini dijelaskan bahwa untuk menurunkan tegangan permukaan antar dua cairan yang tidak tercampur diperlukan suatu zat aktif. Permukaan (surfaktan) atau zat pembasah (emulgator) yang mampu menahan bersatunya tetesan kecil menjadi tetesan besar dengan jalan mengurangi daya tolak menolak cairan-cairan tersebut dan mengurangi gaya tarik menarik antar molekul masing-masing cairan, sehingga stabilitas emulsi tetap baik secara fisik maupun kimia. b) Oriented Wedge Theory Menurut teori ini emulsi dapat terbentuk akibat adanya emulgator yang melarut dalam suatu fase dan terikat dalam fase tersebut. Untuk zat pengemulsi yang memiliki karakteristik hidrofilik yang besar daripada sifat hidrofobiknya akan membentuk suatu emulsi minyak dalam air (M/A)
5
dan suatu emulsi air dalam minyak sebagai hasil penggunaan zat pengemulsi yang lebih hidrofobik daripada hidrofilik. c) Teori lapisan antarmuka atau Plastic Film Theory Teori ini menjelaskan proses pembentukan emulsi dengan memaparkan zat pengemulsi pada antarmuka masing-masing tetesan dari fase internal, lapisan film plastik tipis yang mengelilingi lapisan tersebut akan mencegah terjadinya kontak atau berkumpulnya kembali tetesan kecil itu menjadi tetesan yang lebih besar, sehingga dengan stabilnya kondisi ini akan mampu mempertahankan stabilitas emulsi. 2. Klasifikasi Tipe Emulsi Suatu emulsi terdiri dari dua fase yang bersifat kontradiktif, tetapi dengan adanya zat pengemulsi maka salah satu fase tersebut terdispersi dalam fase lainnya. Pada umumnya dikenal dua tipe emulsi yaitu : a) Tipe A/M (Air/Minyak) atau W/O (Water/Oil) Emulsi ini mengandung air yang merupakan fase internalnya dan minyak merupakan fase luarnya. Emulsi tipe A/M umumnya mengandung kadar air yang kurang dari 25% dan mengandung sebagian besar fase minyak. Emulsi jenis ini dapat diencerkan atau bercampur dengan minyak, akan tetapi sangat sulit bercampur/dicuci dengan air. b) Tipe M/A (Minyak/Air) atau O/W (Oil/Water) Merupakan suatu jenis emulsi yang fase terdispersinya berupa minyak yang terdistribusi dalam bentuk butiran-butiran kecil didalam fase kontinu yang berupa air. Emulsi tipe ini umumnya mengandung kadar air yang lebih dari 31% sehingga emulsi M/A dapat diencerkan atau bercampur dengan air dan sangat mudah dicuci. Dari kedua emulsi diatas, emulsi tipe M/A yang paling banyak digunakan dalam formulasi sediaan oral. Hal ini terjadi karena umumnya fase minyak memilik bau dan rasa yang tidak enak, sehingga minyak cenderung digunakan sebagai fase internal. Emulsi tipe A/M umumnya digunakan dalam formulasi untuk pemakaian luar, dimana minyak dapat menjaga kelembutan dan kelembapan kulit.
6
3. Pengujian Tipe emulsi a) Cara Pengenceran Emulsi dapat diencerkan hanya dengan fase luarnya, cara pengenceran ini hanya dapat digunakan untuk sediaan emulsi cair. Jika ditambahkan air emulsi tidak pecah maka tipe emulsi minyak dalam air. Jika pecah maka tipe emulsi air dalam minyak. b) Cara Pewarnaan Pewarna padat yang larut dalam air dapat mewarnai emulsi minyak dalam air (M/A). contoh: metilen-blue. c) Cara Flouresensi Minyak dapat berflouresensi dibawah cahaya lampu UV, emulsi minyak dalam air flouresensinya berupa bintik-bintik, sedang emulsi air dalam minyak flouresensinya sempurna. d) Hantaran Listrik Emulsi minyak dalam air dapat menghantarkan arus listrik karena adanya ion-ion dalam air, sedangkan emulsi air dalam minyak tidak dapat menghantarkan listrik. 4. Teknik Pembuatan Emulsi Dalam proses pembuatan emulsi diperlukan suatu tenaga atau energi yang dapat mereduksi fase intern menjadi butir-butir kecil, energi tersebut merupakan tenaga luar yang diperoleh dari kerja tangan ataupun mesin. Disamping energi juga diperlukan teknik pembuatan emulsi untuk memperoleh emulsi yang stabil yaitu dengan metode pembuatan emulsi: a) Metode gom basah (Anief, 2000) Cara ini dilakukan bila zat pengemulsi yang akan dipakai berupa cairan atau harus dilarutkan terlebih dahulu dalam air seperti kuning telur dan metilselulosa.Metode ini dibuat dengan terlebih dahulu dibuat mucilago yang kental dengan sedikit air lalu ditambah minyak sedikit demi sedikit dengan pengadukan yang kuat, kemudian ditambahkan sisa air dan minyak secara bergantian sambil diaduk sampai volume yang diinginkan.
7
b) Metode gom kering Teknik ini merupakan suatu metode kontinental pada pemakaian zat pengemulsi berupa gom kering. Cara ini diawali dengan membuat korpus emulsi dengan mencampur 4 bagian minyak, 2 bagian air dan 1 bagian gom, lalu digerus sampai terbentuk suatu korpus emulsi, kemudian ditambahkan sisa bahan yang lain sedikit demi sedikit sambil diaduk sampai terbentuknya suatu emulsi yang baik. c) Metode HLB (Hidrofilik Lipofilik Balance) Cara ini dilakukan apabila emulsi yang dibuat menggunakan suatu surfaktan yang memiliki nilai HLB. Sebelum dilakukan pencampuran terlebih dahulu dilakukan perhitungan harga HLB dari fase internal kemudian dilakukan pemilihan emulgator yang memiliki nilai HLB yang sesuai dengan HLB fase internal. Setelah diperoleh suatu emulgator yang cocok, maka selanjutnya dilakukan pencampuran untuk memperoleh suatu emulsi yang diharapkan. Umumnya emulsi akan berbantuk tipe M/A bila nilai HLB emulgator diantara 9 – 12 dan emulsi tipe A/M bila nilai HLB emulgator diantara 3 – 6. 5. Emulgator Zat pengemulsi (emulgator) adalah komponen yang ditambahkan untuk mereduksi bergabungnya tetesan dispersi dalam fase kontinu sampai batas yang tidak nyata. Bahan pengemulsi (surfaktan) menstabilkan dengan cara menempati antar permukaan antar tetesan dalam fase eksternal, dan dengan membuat batas fisik disekeliling partikel yang akan berkoalesensi, juga mengurangi tegangan antarmuka antar fase, sehingga meningkatkan proses emulsifikasi selama pencampuran. Penggunaan emulgator biasanya diperlukan 5% – 20% dari berat fase minyak. (Anief, 2004). Dalam pemilihan emulgator harus memenuhi beberapa syarat yaitu : a) Emulgator harus dapat campur dengan komponen-komponen lain dalan sediaan. b) Emulgator tidak boleh mempengaruhi stabilitas dan efek terapeutik dari obat. c) Emulgator harus stabil, tidak boleh terurai dan tidak toksik.
8
6. Stabilitas emulsi Stabilitas suatu emulsi adalah suatu sifat emulsi untuk mempertahankan distribusi halus dan teratur dari fase terdispersi yang terjadi dalam jangka waktu yang panjang. (Voigt. R, 1995) a) Faktor yang dapat mempengaruhi stabilitas emulsi yaitu : 1. Pengaruh viskositas Ukuran partikel yang didistribusi partikel menunjukkan peranannya dalam menentukan viskositas emulsi. Umumnya emulsi dengan partikel yang makin halus menunjukkan viskositas yang makin besar dibandingkan dengan emulsi dengan partikel yang lebih kasar. Jadi, emulsi dengan distribusi partikel yang besar memperlihatkan viskositas yang kurang. Untuk mendapatkan suatu emulsi yang stabil atau untuk menaikkan stabilitas suatu emulsi dapat dengan cara menambahkan zat-zat yang dapat menaikkan viskositasnya dari fase luar. Bila viskositas fase luar dipertinggi maka akan menghalangi pemisahan emulsi. 2. Pemakaian alat khusus dalam mencampur emulsi Dalam pencampuran emulsi dapat dilakukan dengan mortir secara manual dan dengan menggunakan alat pengaduk yang menggunakan tenaga listrik seperti mixer. Untuk membuat emulsi yang lebih stabil, umumnya proses pengadukannya dilakukan dengan menggunakan alat listrik. Disamping itu penggunaan alat dapat mempercepat distribusi fase internal kedalam fase kontinu dan peluang terbentuknya emulsi yang stabil lebih besar. 3. Perbandingan optimum fase internal dengan fase kontinu Suatu produk emulsi mempunyai nilai perbandingan fase dalam dan fase luar yang berbeda-beda. Hal tersebut terjadi karena adanya perbedaan jenis bahan yang digunakan ataupun karena adanya perbedaan perlakuan yang diberikan pada setiap bahan emulsi yang digunakan. Umumnya emulsi yang stabil memiliki nilai range fase dalam antara 40% sampai 60% dari jumlah seluruh bahan emulsi yang digunakan. a) Terdapat beberapa teori tentang tidak stabilnya emulsi yaitu : 1.
Creaming atau Flokulasi
9
Adalah peristiwa terbentuknya dua lapisan emulsi yang memiliki viskositas yang berbeda, dimana agregat dari bulatannya fase dalam mempunyai kecenderungan yang lebih besar untuk naik ke permukaan emulsi atau jatuh ke dasar emulsi tersebut dengan keadaan yang bersifat reversibel atau dapat didistribusikan kembali melalui pengocokan. (Ansel, 1989) 2.
Inversi Ialah suatu peristiwa pecahnya emulsi dengan tiba-tiba dari satu tipe ke tipe yang lain.
3.
Cracking atau Koalesensi Adalah peristiwa pecahnya emulsi karena adanya penggabungan partikel-partikel kecil fase terdispersi membentuk lapisan atau endapan yang bersifat irreversibel dimana emulsi tidak dapat terbentuk kembali seperti semula melalui pengocokan. (Anief, 2000)
b) Pecahnya emulsi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: 1. Jika emulsi yang terjadi belum sempurna lalu diencerkan maka emulsi akan pecah kembali. 2. Pengocokan yang keras dapat menggabungkan partikel terdispersi sehingga emulsi menjadi pecah. 3. Teknik pembuatan, misalnya terlalu lama merendam gom dalam minyak. 4. Senyawa organik yang larut dalam air misalnya eter, ethanol, etil asetat, akan memberikan pengaruh yang tidak baik terhadap emulsi. Oleh karena itu harus ditambahkan sedikit demi sedikit diikuti dengan pengadukan. 5. Perubahan pH yang besar. 6. Perubahan temperatur. 7. Emulgator yang berlawanan misalnya gelatin dan gom. 8. Penambahan garam atau elektrolit dalam kondisi yang besar.
10
III. METODOLOGI
A. Alat dan Bahan Bahan yang digunakan adalah kelapa parut dan air, sedangkan alat yang digunakan antara lain adalah sebagai berikut: gelas, kompor/ hot plate, wajan/ gelas beker, saringan, piring porselen.
B. Cara Kerja Kelapa parut diperas santannya kemudian ampas hasil perasan awal ditambahkan air hangat sebanyak 1 bagian kelapa parut : 1 bagian air. Apabila berat kelapa parut adalah 1 kg maka air yang ditambahkan adalah 1 liter air. Kemudian santan dibagi menjadi 3 cara pemasakan, yaitu pemasakan santan tanpa pengadukan dan tanpa penambahan piring porselen sebagai kontrol negatif. Pemasakan santan dengan dengan pengadukan
sebagai
kontrol
positif.
Pemasakan
santan
dengan
memasukkan piring porselen ke dalam wadah masak sebagai perlakuan. Perlu diperhatikan di dalam proses pembuktian ini adalah volume santan, volume penambahan air, suhu dan waktu untuk setiap pemasakan diharapkan sama.
C. Uji Emulsi 1. Uji Stabilitas Emulsi Santan yang telah dimasak dimasukkan ke dalam gelas dan ditutup lalu didiamkan selama 1 minggu. Perubahan pada santan berupa cracking, creaming atau pemisahan antara fase minyak dan fase air diamati dan diukur tiap jam ke-0, jam ke-1, jam ke-2, jam ke-4, jam ke-8, hari ke-1, hari ke-2 hingga hari ke-7. 2. Uji Sentrifugasi Santan yang telah dimasak dimasukkan ke dalam tabung sentrifugasi kemudian dilakukan sentrifugasi pada kecepatan 3000 rpm selama 30 menit. Pengamatan hasil sentrifugasi dilakukan terhadap fase minyak dan fase air pada sediaan santan apakah terpisah atau tidak. 11
3. Uji Viskositas Pengukuran dilakukan dengan viskometer Cup and Bob dengan penambahan berat 20, 40, 60, 80, 100, 80, 60, 40, 20 gram. Data yang diperoleh diplotkan terhadap waktu dan penambahan berat, sehingga akan diperoleh reogram yang akan menjelaskan sifat aliran (rheology). 4. Uji Mikroskopi Pengukuran partikel zat terdispersi yaitu minyak pada sediaan santan yang telah dimasak dengan
menggunakan mikroskop cahaya. Sebagai
perbandingan digunakan santan mentah sebagai standar.
12
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Selama proses pemasakan, diamati fenomena yang terjadi. Diharapkan dari pemasakan yang dilakukan terhadap kontrol negatif, kontrol positif dan perlakuan ditemukan fenomena yang berbeda. Hasil yang diharapkan dari uji stabilitas emulsi, adalah berupa ukuran dan lama perubahan santan cracking, creaming atau pemisahan antara fase minyak dan fase air. Semakin kecil atau semakin lama perubahan santan yang terbentuk, emulsi santan yang diperoleh dari pemasakan tertentu semakin baik. Melalui uji sentrifugasi, diharapkan hasil yang diperoleh adalah terpisah atau tidaknya emulsi santan. Apabila emulsi santan tidak terpisah, maka hasil santan yang diperoleh masih dalam keadaan sediaan emulsi yang baik. Hasil yang diharapkan dari uji viskositas, adalah reogram yang dapat menggambarkan sistem non newton atau newton. Apabila dari reogram diperoleh data berupa sifat alir dari sediaan santan adalah non newton, maka emulsi santan yang diperoleh masih baik. Uji mikroskopi marupakan pengukuran partikel zat terdispersi, hasil yang diharapkan adalah ukuran partikel dari zat yang terdispersi. Semakin kecil partikel zat terdispersi dapat diasumsikan tidak terjadi flokulasi sehingga minyak dalam santan masih terdispersi dengan baik. Dari hasil uji yang dilakukan, emulsi yang baik adalah bentuk emulsinya bertahan lama, tidak mengalami cracking atau creaming, tidak memisah setelah uji sentrifugasi, ukuran partikel fase terdispersi kecil dan memiliki sifat alir non newton. Pecahnya emulsi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu (Nawir. M, 1987): a. Pengocokan yang keras dapat menggabungkan partikel terdispersi sehingga emulsi menjadi pecah. b. Senyawa organik yang larut dalam air misalnya ester, ethanol, etil asetat, akan memberikan pengaruh yang tidak baik terhadap emulsi. Oleh karena itu harus ditambahkan sedikit demi sedikit diikuti dengan pengadukan. c. Perubahan pH yang besar.
13
d. Perubahan temperatur. e. Emulgator yang berlawanan misalnya gelatin dan gom. f. Penambahan garam atau elektrolit dalam kondisi yang besar. Hasil dari percobaan yang telah kami lakukan dapat dilihat dari beberapa foto berikut ini:
Gambar 2. Kontrol Negatif
Gambar 3. Kontrol Positif (pengadukan)
Gambar 4. Perlakuan Hasil percobaan yang telah dilakukan menunjukkan bahwa penambahan keramik memberi pengaruh terhadap pemasakan santan yang tidak pecah dapat dilihat dari gambar 3 yang hampir sama hasilnya dengan kontrol positif gambar 2 terlihat bahwa saat pemasakan tidak terjadi pemisahan santan dengan pelarutnya
14
yaitu air pada yang artinya santan tidak pecah berbeda dengan gambar 1 yang menunjukan pecahnya santan.
Gambar 5. Hasil Pemasakan Kontrol Negatif (didiamkan)
Gambar 6. Hasil Pemasakan Kontrol Positif
15
Gambar 7. Hasil Pemasakan Perlakuan Hasil pemasakan santan perlakuan dengan santan kontrol positif terlihat pada gambar 6 dan gambar 5 pada gelas tidak terjadi pemisahan antara santan dan pelarutnya berbeda dengan gambar 4 yaitu kontrol negatif yang pada saat pemasakannya hanya didiamkan saja pada gelas tampak adanya pemisahan santan dengan pelarutnya, hal ini menunjukan bahwa penambahan keramik pada saat memasak santan member pengaruh yaitu menyebabkan santan tidak pecah karena hasil yang diperoleh hampir sama dengan control positif, jadi untuk mengatasi pecah santan pada saat memasak cukup menambahkan piring kermik porselen saat memasak sehingga dapat mengurangi pengadukan. Santan dapat mengalami destabilisasi oleh beberapa mekanisme destabilisasi yaitu : 1. Pembentukan krim dan sedimentasi yang disebabkan oleh gaya grafitasi pada fase-fase yang densitasnya berbeda. 2. Flokulasi atau pengelompokan (clutering), setelah flokulasi, globula lemak bergerak sebagai kelompok bukannya individu. Flokulasi tidak melibatkan kerusakan lapisan tipis antar permukaan, yang dalam keadan normal mengelilingi masing-masing globula, dan demikian tidak melibatkan perubahan ukuran globula asli. Muatan elektrostatik yang kurang cukup pada permukaan merupakan penyebab utama flokulasi.
16
3. Koalesensi (coalescence) yang melibatkan pecahnya lapisan tipis antar permukaan, penggabungan globula-globula, dan penurunan areal antar permukaan Santan dapat mengalami destabilisasi oleh beberapa mekanisme destabilisasi yaitu : 1. Pembentukan krim dan sedimentasi yang disebabkan oleh gaya grafitasi pada fase-fase yang densitasnya berbeda. 2. Flokulasi atau pengelompokan (clutering), setelah flokulasi, globula lemak bergerak sebagai kelompok bukannya individu. Flokulasi tidak melibatkan kerusakan lapisan tipis antar permukaan, yang dalam keadan normal mengelilingi masing-masing globula, dan demikian tidak melibatkan perubahan ukuran globula asli. Muatan elektrostatik yang kurang cukup pada permukaan merupakan penyebab utama flokulasi. 3. Koalesensi (coalescence) yang melibatkan pecahnya lapisan tipis antar permukaan , penggabungan globula-globula, dan penurunan areal antar permukaan
17
V. SIMPULAN
Simpulan yang diperoleh dari pembuktian kebenaran kearifan lokal yang dikaji pada makalah ini adalah bahwa piring porselen yang dimasukkan ke wajan yang berisi santan pada saat pemasakan santan akan menghindari pecahnya santan yang telah dimasak, dengan begitu hipotesis yang digunakan diterima. Hal ini telah dibuktikan dari percobaan secara langsung terhadap pengaruh porselen pada saat pemasakan santan. Selain membuat santan tidak pecah, penambahan porselen ternyata memberikan efek santan yang dimasak cepat matang, ini diduga karena piring porselen dapat mengantarkan panas secara konduksi yang menyebabkan santan menjadi matang secara merata. Terdapat dua hal yang bermanfaat dari pembuktian ini yaitu orang yang memasak santan tidak perlu terlalu sering untuk mengaduk santan yang sedang dimasak sehingga orang tersebut dapat mengerjakan hal lain, selanjutnya dengan penambahan porselen ke dalam santan dapat mempersingkat waktu pemanasan sehingga hanya diperlukan waktu yang lebih singkat dari waktu biasanya.
18
DAFTAR PUSTAKA
Ansel. H.C 1989, Pengantar Bentuk Universitas Indonesia, Jakarta. Anief, M,
Anief, M,
Sediaan
Farmasi
Edisi
Keempat,
2000, Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktek, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. 2000, Farmasetika, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Departemen Kesehatan RI. 1979. Farmakope Indonesia edisi III. Departemen Kesehatan RI. Jakarta. Indayaningsih, N., Perdamean Sebayang, Hans K. Sudjono, Udin Khaerudin. 2000. Seminar Bidang Energi, Elektronika, Kendali. Telekomunikasi, dan Sistem Informasi: Pengaruh suhu dan waktu sinter terhadap sifat bahan porselen untuk komponen elekttronik. Puslitbang Fisika Terapan. LIPI, Serpong. Ramdhoni, A. Nawansih, O. Nuraini, F., 2009. Pengaruh Pasteurisasi Dan Lama Simpan Terhadap Sifat Fisik, Kimia, Mikrobiologis Dan Organoleptik Santan Kental. Sumber : http://pustakailmiah.unila.ac.id/2009/07/04/pengaruh-pasteurisasi-danlama-simpan-terhadap-sifat-fisik-kimia-mikrobiologis-danorganoleptik-santan-kental/
Voigt. R, 1995, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
.
19
20
Diskusi 1 Tempat
: Ruang kuliah PAU lantai 4
Hari, tanggal
: Selasa, 6 April 2010
Waktu
: 11.00 – 13.00 WIB
Moderator
: Khairul Anam
Notulen
: Ruth Maduma D. Sianturi
Anggota yang hadir
: Dini Damayanti Isna Rahmadini Lilis Supratman
Hasil diskusi 1: Mengemukakan informasi-informasi satu sama lain o
Kahirul Anam mengemukakan:
Setelah makan timun, tidak boleh minum es katanya bisa menyebabkan kematian.
Penyakit Diabetes mellitus dapat disembuhkan dengan mengkonsumsi makanan yang memiliki rasa pahit.
Setelah makan Semangka tidak boleh mengkonsumsi makanan yang berasa manis lagi.
o
Dini Damayanti mengemukakan:
Ibu yang sedang menyusui sebaiknya makan sayur daun katuk yang banyak karena dapat menyebabkan air susu jadi banyak.
Anak
perempuan
jangan
mengkonsumsi
timun
berlebihan
nanti
bisa
menyebabkan tubuh lemas. o
Ruth Maduma mengemukakan:
Untuk membuat sate jadi empuk, daging sate yang sudah diremas dan di tusuk dibungkus menggunakan daun pepaya.
Buah yang belum matang (setengah matang) diperam dalam beras beberapa hari, menyebabkan buah jadi matang.
Setelah makan durian untuk menghilangkan bau durian yang menyengat minum air dari tempurungnya.
o
Isna Rahmadini mengemukakan:
Anak perempuan jangan makan pisang dempet nanti punya anak kembar siam.
Kalau menggiling cabe menggunakan blender
jangan gunakan air sebagai
pelarutnya tapi gunakan minyak.
Saat menumis kangkung, jangan diaduk menyebabkan sayur jadi hitam.
21
Kalau membuat mpek-mpek jangan diberi air (nanti keras) lebih baik ikannya yang diberi air.
o
Lilis Supratman mengemukakan:
Jangan terbiasa makan asinan di malam hari, karena akan selalu tertimpa keresahan hati, jika ia seorang yang belum menikah akan sulit jodoh, dan jika sudah menikah ia akan sering bertengkar.
Kesimpulan (putusan akhir): a. Masih harus mencari lagi informasi tentang mitos-mitos yang berlaku di masayarakat mengenai pangan. b. Pertemuan berikutnya disesuaikan Senin, 12 April 2010 pukul 08.00
22
Diskusi II Tempat
: Kantin Sapta (Fateta)
Hari, tanggal
: Senin, 12 April 2010
Waktu
: 09.48 – 12.00 WIB
Moderator
: Khairul Anam
Notulen
: Ruth Maduma D. Sianturi
Anggota yang hadir
: Dini Damayanti Isna Rahmadini Lilis Supratman
Agenda: 1. Menambah informasi kearifan lokal. 2. Menseleksi beberapa informasi tambahan dengan informasi hasil diskusi pertemuan sebelumnya (Selasa 6 April 2010) untuk dijadikan bahasan utama.
Hasil diskusi: 1. Tambahan informasi kearifan lokal: a. Isna mengemukakan: • Penderita diabetes tidak boleh makan nasi panas karena akan menyebabkan kadar gula darah meningkat. • Pada saat memanaskan santan, supaya santan tidak ‘pecah’ maka tambahlan keramik dalam panic. • Pembuatan tempoya agar tidak masam, tempoya ditusuk dengan cabe dan diberi garam. • Saat pembuatan toge (kecambah kacang hijau) tidak boleh dalam keadaan ribut, menyebabkan toge tidak tumbuh. b.
Lilis mengemukakan: • Anak
perempuan
bila
sedang
menstruasi
jangan
makan
kacang
menyebabkan menstruasi makin deras dan jerawatan. • Jika membuat bolu kukus tidak boleh cemberut menyebabkan bolu bantat (tidak mengembang) c. Anam mengemukakan: • Mengkonsumsi toge meningkatkan hormon vitalitas bagi pria, menyuburkan bagi wanita.
23
d. Ruth mengemukakan: • Anak perempuan pada saat menstruasi minum
soda makan akan
mempercepat masa menstruasi.
2. Seleksi kearifan lokal: • Setelah makan timun, tidak boleh minum es katanya bisa menyebabkan kematian (tidak relevan dengan teknik pangan, cenderung ke farmasi, bidang kesehatan). • Penyakit Diabetes melitus dapat disembuhkan dengan mengkonsumsi makanan yang memiliki rasa pahit (tidak relevan dengan teknik pangan, cenderung ke farmasi, bidang kesehatan). • Setelah makan Semangka tidak boleh mengkonsumsi makanan yang berasa manis lagi (tidak relevan dengan teknik pangan, cenderung ke farmasi, bidang kesehatan). • Ibu yang sedang menyusui sebaiknya makan sayur daun katuk yang banyak karena dapat menyebabkan air susu jadi banyak (sudah bukan mitos lagi). • Anak perempuan jangan mengkonsumsi timun berlebihan nanti bisa menyebabkan tubuh lemas (tidak relevan dengan teknologi pangan, cenderung ke farmasi, bidang kesehatan).. • Untuk membuat sate jadi empuk, daging sate yang sudah diremas dan di tusuk dibungkus menggunakan daun pepaya (masuk dalam seleksi, berhubungan dengan aktivitas enzim papain). • Buah yang belum matang (setengah matang) diperam dalam beras beberapa hari, menyebabkan buah jadi matang (masuk dalam seleksi, berhubungan dengan gas etilen yang mempengaruhi pemasakan buah). • Setelah makan durian untuk menghilangkan bau durian yang menyengat minum air dari tempurungnya (masuk dalan seleksi, berhubungan dengan degradasi zat pembau dari senyawa yang terkandung dalam tempurung durian). • Anak perempuan jangan makan pisang dempet nanti punya anak kembar siam (tidak relevan dengan teknik pangan, karena belum terbukti ada kasus yang membenarkan kalimat tersebut). • Kalau menggiling cabe menggunakan blender
jangan gunakan air sebagai
pelarutnya tapi gunakan minyak (masuk dalam seleksi berhubungan dengan kapsikain yang terkandung dalam cabe yang mudah larut dalam minyak atau lemak daripada dalam air).
24
• Saat menumis kangkung, jangan diaduk menyebabkan sayur jadi hitam (masuk dalam seleksi berhubungan dengan pemanasan klorofil pada daun yang menyebabkan daun berwarna hitam). • Kalau membuat mpek-mpek tepung kanjinya jangan diberi air (nanti keras) lebih baik ikannya yang diberi air (tidak relevan dengan teknik pangan, cenderung ke tata boga). • Jangan terbiasa makan asinan di malam hari, karena akan selalu tertimpa keresahan hati, jika ia seorang yang belum menikah akan sulit jodoh, dan jika sudah menikah ia akan sering bertengkar (tidak relevan dengan teknik pangan). • Penderita diabetes tidak boleh makan nasi panas karena akan menyebabkan kadar gula darah meningkat (masuk dalam seleksi, dilihat dari segi kadar glukosa lebih tinggi pada nasi panas) • Pada saat memanaskan santan, supaya santan tidak ‘pecah’ maka tambahlan keramik dalam panci (masuk seleksi dilihat dari segi absorbansi air oleh keramik) • Pembuatan tempoya agar tidak masam, tempoya ditusuk dengan cabe dan diberi garam (masuk seleksi dilihat dari segi teknologi pangan untuk mencegah fermentasi). • Saat pembuatan toge (kecambah kacang hijau) tidak boleh dalam keadaan ribut, menyebabkan toge tidak tumbuh (masuk seleksi dilihat dari segi teknologi pangan sama dengan contoh saat kuliah). • Anak perempuan bila sedang menstruasi jangan makan kacang menyebabkan menstruasi makin deras dan jerawatan (masuk seleksi dilihat dari segi kacang mengandung lemak). • Jika membuat bolu kukus tidak boleh cemberut menyebabkan bolu bantat (tidak mengembang) (masuk seleksi dilihat dari segi teknologi pangan sama dengan contoh saat kuliah). • Mengkonsumsi toge meningkatkan hormon vitalitas bagi pria ,menyuburkan bagi wanita (masuk seleksi dilihat dari segi toge mengandung senyawa tertentu yang dapat meningkatkan hormon). • Anak perempuan pada saat menstruasi minum soda makan akan mempercepat masa menstruasi (tidak relevan dengan teknik pangan, cenderung ke farmasi, bidang kesehatan).
25
Berikut adalah hasil kearifan lokal yang dipilih untuk seleksi berikutnya: • Untuk membuat sate jadi empuk, daging sate yang sudah diremas dan di tusuk dibungkus menggunakan daun pepaya (masuk dalam seleksi, berhubungan dengan aktivitas enzim papain). • Buah yang belum matang (setengah matang) diperam dalam beras beberapa hari, menyebabkan buah jadi matang (masuk dalam seleksi, berhubungan dengan gas etilen yang mempengaruhi pemasakan buah). • Setelah makan durian untuk menghilangkan bau durian yang menyengat minum air dari tempurungnya (masuk dalan seleksi, berhubungan dengan degradasi zat pembau dari senyawa yang terkandung dalam tempurung durian). • Kalau menggiling cabe menggunakan blender
jangan gunakan air sebagai
pelarutnya tapi gunakan minyak (masuk dalam seleksi berhubungan dengan kapsikain yang terkandung dalam cabe yang mudah larut dalam minyak atau lemak daripada dalam air). • Saat menumis kangkung, jangan diaduk menyebabkan sayur jadi hitam (masuk dalam seleksi berhubungan dengan pemanasan klorofil pada daun yang menyebabkan daun berwarna hitam). • Penderita diabetes tidak boleh makan nasi panas karena akan menyebabkan kadar gula darah meningkat (masuk dalam seleksi, dilihat dari segi kadar glukosa lebih tinggi pada nasi panas) • Pada saat memanaskan santan, supaya santan tidak ‘pecah’ maka tambahlan keramik dalam panci (masuk seleksi dilihat dari segi absorbansi air oleh keramik) • Pembuatan tempoya agar tidak masam, tempoya ditusuk dengan cabe dan diberi garam (masuk seleksi dilihat dari segi teknologi pangan untuk mencegah fermentasi). • Saat pembuatan toge (kecambah kacang hijau) tidak boleh dalam keadaan ribut, menyebabkan toge tidak tumbuh (masuk seleksi dilihat dari segi teknologi pangan sama dengan contoh saat kuliah). • Anak perempuan bila sedang menstruasi jangan makan kacang menyebabkan menstruasi makin deras dan jerawatan (masuk seleksi dilihat dari segi kacang mengandung lemak). • Jika membuat bolu kukus tidak boleh cemberut menyebabkan bolu bantat (tidak mengembang) (masuk seleksi dilihat dari segi teknologi pangan sama dengan contoh saat kuliah).
26
• Mengkonsumsi toge meningkatkan hormon vitalitas bagi pria ,menyuburkan bagi wanita (masuk seleksi dilihat dari segi toge mengandung senyawa tertentu yang dapat meningkatkan hormon).
SIMPULAN: 1. Dari 21 informasi yang ada dipilih 12 kearifan lokal untuk seleksi berikutnya di pertemuan diskusi ke tiga hari Senin 19 April 2010 jam 12.00 WIB lokasi kondisional. 2. Agenda pertemuan ke tiga memilih satu topik kearifan lokal untuk dibahas dan dibuktikan keabsahannya secara ilmiah.
27
Diskusi III Tempat
: Kantin Sapta (Fateta)
Hari, tanggal
: Selasa, 20 April 2010
Waktu
: 12.00 – 13.00 WIB
Moderator
: Khairul Anam
Notulen
: Lilis Supratman, Ruth Maduma D. Sianturi
Anggota yang hadir
: Dini Damayanti Isna Rahmadini
Agenda: 1. Menentukan satu topik kearifan lokal untuk dibahas, dibuktikan keabsahannya secara ilmiah. 2. Membuat hipotesis ‘nakal’ Hasil Diskusi: 1. Pemilihan topik kearifan lokal dari 12 topik yang telah terseleksi pada pertemuan diskusi sebelumnya. a. Anam memilih kearifan lokal : • Untuk membuat sate jadi empuk, daging sate yang sudah diremas dan di tusuk dibungkus menggunakan daun pepaya • Mengkonsumsi toge meningkatkan hormon vitalitas bagi pria ,menyuburkan bagi wanita b. Dini memilih kearifan lokal: • Untuk membuat sate jadi empuk, daging sate yang sudah diremas dan di tusuk dibungkus menggunakan daun pepaya • Pada saat memasak santan, supaya santan tidak ‘pecah’ maka dimasukkan pecahan piring keramik (porselin) dalam panci c. Lilis memilih kearifan lokal: • Untuk membuat sate jadi empuk, daging sate yang sudah diremas dan di tusuk dibungkus menggunakan daun pepaya • Penderita diabetes tidak boleh makan nasi panas karena akan menyebabkan kadar gula darah meningkat d. Isna memilih kearifan lokal: • Penderita diabetes tidak boleh makan nasi panas karena akan menyebabkan kadar gula darah meningkat • Pada saat memasak santan, supaya santan tidak ‘pecah’ maka dimasukkan pecahan piring keramik (porselin) dalam panci
28
e. Ruth memilih kearifan lokal: • Untuk membuat sate jadi empuk, daging sate yang sudah diremas dan di tusuk dibungkus menggunakan daun pepaya • Pada saat memasak santan, supaya santan tidak ‘pecah’ maka dimasukkan pecahan piring keramik (porselin) dalam panci Ternyata ada dua kearifan lokal yang menarik perhatian kelompok kami (agak menyimpang) yaitu: • Untuk membuat sate jadi empuk, daging sate yang sudah diremas dan di tusuk dibungkus menggunakan daun pepaya berasal dari kebiasaan Banyumas, Jawa Tengah. • Pada saat memasak santan, supaya santan tidak ‘pecah’ maka dimasukkan pecahan piring keramik (porselin) dalam panci berasal dari kebiasaan Palembang, Sumatera Selatan. 2.
Hipotesis ‘nakal’ a. Untuk mitos Pada saat memasak santan, supaya santan tidak ‘pecah’ maka dimasukkan pecahan piring keramik (porselin) dalam panci berasal dari kebiasaan Palembang, Sumatera Selatan. •
Isna menyatakan: supaya tidak cape mengaduk.
•
Anam berpendapat: penambahan pecahan tersebut berhubungan dengan emulsi, fungsi keramik untuk memecah partikel dalam santan.
•
Dini berpendapat: pecahan piring keramik tersbut berperan sebagai pengaduk alami.
•
Ruth berpendapat: pecahan tersebut berfungsi dalam penyerapan air (absorbi) sehingga santan menjadi kental.
b. Belum ada hipotesis ‘nakal’ untuk mitos: Untuk membuat sate jadi empuk, daging sate yang sudah diremas dan di tusuk dibungkus menggunakan daun pepaya berasal dari kebiasaan Banyumas, Jawa Tengah. SImpulan: 1. Dari 12 keraifan lokal sebelumnya dipilih dua topik yang menarik untuk dibahas (agak menyimpang dari agenda sebelumnya). 2. Agenda pertemuan berikutnya: a. memperbanyak hipotesis ‘nakal’ dari topik yang dipilih.
29
b. mencari literatur ilmiah atau bahasan ilmiah mengenai dua topik kearifan lokal yang terpilih dan dibahas pada pertemuan berikutnya Rabu, 21 April 210 waktu dan tempat ‘kondisional’
30
DISKUSI IV Tempat
: Kantin Sapta Fateta
Hari, tanggal
: Rabu, 21 April 2010
Waktu
: 12.00-13.00 WIB
Moderator
: Khairul Anam
Notulen
: Ruth Maduma D. Sianturi
Anggota yang hadir
: Dini Damayanti Isna Rahmadini Lilis Supratman
Acara: 1. Menentukan hipotesis ‘nakal’ 2. Mencari dan membahas literature ilmiah yang berkaitan dengan mitos
Hasil diskusi: 1. Topik mitos yang dipilih untuk dibahas adalah mitos asal Sumatera Barat yaitu penambahan piring porselen saat memasak santan menjadikan santan tidak pecah. 2. Hipotesis-hipotesis ‘nakal’ (asumsi masing-masing) a. Anam berpendapat: Penambahan porselen / fenomena tersebut berhubungan dengan sifat porselen dan santannya. b. Isna, Dini, dan Lilis berpendapat: Porselen berfungsi sebagai pengaduk alami jadi tidak perlu diaduk secara manual. c. Ruth berpendapat: Porselen berfungsi sebagai penghantar panas sehingga pemanasan merata yang menyebabkan santan tidak pecah. 3. Belum menemukan literatur yang kami anggap tepat dengan topic, karena kami cari menggunakan internet dengan kata kunci santan hasilnya tentang masakan yang mengandung santan.
Simpulan: 1. Mitos yang terpilih adalah penambahan piring porselen saat memasak santan akan menjadikan santan tidak pecah. 2. Perlu mencari literature ilmiah lagi yang sesuai dengan topik.
31
DISKUSI V Tempat
: Kantin Sapta Fateta
Hari, tanggal
: Senin, 31 Mei 2010
Waktu
: 12.00-13.00 WIB
Moderator
: Khairul Anam
Notulen
: Ruth Maduma
Anggota
: Dini Damayanti Isna Rahmadini
Acara: Membahas laporan Hasil: 1. Diskusi untuk rencana memasak santan untuk membuktikan kebenaran kearifan lokal tersebut. Acara masak dilakukan pada hari Selasa tanggal 1 Juni 2010 bertempat di kos Ruth, pukul 08.00 WIB a. Isna membawa kelapa parut, saringan, piring porselen b. Dini membawa gelas belimbing
32
DISKUSI VI Tempat
: LSI
Hari, tanggal
: Jumat, 4 Juni 2010
Waktu
: 10.00-12.30 WIB
Notulen
: Ruth Maduma
Anggota yang hadir
: Isna Rahmadini Khairul Anam Lilis Supratman
ACARA: 1. Membahas hasil memasak tanggal 1 Juni 2010 2. Membahas pembuatan laporan
HASIL DISKUSI 1. Memilih beberapa foto yang akan dimasukkan dalam laporan/makalah 2. Pembagian tugas pembuatan laporan/makalah a. Isna: pendahuluan b. Anam: pembahasan, simpulan, slide presentasi c. Lilis: metode kerja d. Ruth: menggabungkan semua hasil pekerjaan
33
DISKUSI VII Tempat
: Kos Ruth
Hari, tanggal
: Senin, 7 Juni 2010
Waktu
: 15.00-17.00 WIB\
Moderator
: Khairul Anam
Notulen
: Ruth Maduma
Anggota yang hadi r
: Dini Damayanti Isna Rahmadini
ACARA: 1. membahas kembali laporan (penyempurnaan)
HASIL DISKUSI: 1. Laporan siap dikumpulkan besok pagi a. Isna: fotokopi laporan 5 kali dan dijilid
34