I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Pertanian di Indonesia merupakan kegiatan yang masih banyak dilakukan oleh penduduk dalam memperoleh penghasilan. Menurut hasil Sensus Pertanian tahun 2003, jumlah rumah tangga pertanian adalah sebanyak 24,4 juta. Petani merupakan komponen penting yang memberikan kontribusi cukup besar dalam kegiatan ketahanan pangan di Indonesia. Dari jumlah itu 10,492 juta (43%) adalah buruh tani. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya mereka melakukan berbagai pekerjaan serabutan seperti industri kecil, buruh serta dagang (BPS, 2003). Masyarakat menggantungkan
Desa
Tangsi
Mekar
merupakan
masyarakat
yang
usaha ekonominya pada sektor pertanian. Hal ini ditandai
dengan banyaknya penduduk
yang bekerja sebagai petani yaitu sebesar 45,3
persen. Mereka terdiri dari 1282 jiwa petani penggarap dan pemilik lahan dan 1300 jiwa buruh tani. 1) Besarnya buruh tani menunjukkan peluang kerja di sektor pertanian terbatas. Seperti halnya di desa lain yang ada di Indonesia masalah yang muncul dari kehidupan buruh tani yang hanya bekerja dengan menjual jasa pengolahan lahan pertanian mengalami kondisi yang makin terjepit. Para petani yang mengerjakan lahan sendiri atau sewaan dihadapkan pada harga pupuk dan obat-obatan pertanian yang semakin mahal. Tin gginya biaya bila dibandingkan dengan hasil produksi yang diperoleh, membuat petani masih berada pada kondisi miskin. Kondisi ini menyebabkan akumulasi permasalahan sosial dasar seperti rendahnya kondisi kesehatan, sulitnya mencari kerja baru di pedesaan dan lain sebagainya. Masalah
semakin menyempitnya lahan pertanian akibat sistem
pewarisan dan jual beli tanah, juga membatasi kesempatan buruh tani bekerja di lahan pertanian (Landong, 2002). 1) Dalam hal luas lahan kategori yang digunakan di Desa Tangsi Mekar adalah seperti yang dikemukakan oleh Triono dan Nasikun (1992) sebagai berikut: Petani besar dengan kepemilikan sawah lebih dari 1,00 hektar; petani menengah pemilikan tanah/sawah antara 0,21-0,50 hektar; petani gurem antara 0,01-0,02 hektar; dan tuna kisma buruh tani yaitu petani yang tidak memiliki sawah dan bekerja sebagai buruh tani.
1
Berbagai program pengentasan kemiskinan yang dilakukan ole h pemerintah seperti IDT (Inpres Desa Tertinggal), jaring pengaman sosial dan Raskin (beras untuk orang miskin), ditujukan untuk membantu masyarakat dalam meningkatkan kondisi kesejahteraannya. Meskipun telah dilaksanakan secara terpadu, program tersebut belum sepenuhnya dapat menyelesaikan masalah kemiskinan (Hikmat, 2001). Dalam upaya meningkatkan kesejahteraannya, buruh tani melakukan berbagai kegiatan untuk mendapatkan tambahan penghasilan. Usaha kerajinan benang seperti di Desa Tangsi Mekar merupakan salah satu usaha yang dilakukan oleh buruh tani. Usaha kerajinan benang, yaitu membuat benang bangunan, benang jahit dan sumbu kompor (kepang/gulung), yang pada awalnya untuk meningkatkan penghasilan, kemudian menjadi pekerjaan tetap. Kegiatan ini menggunakan bahan baku benang gagal (majun) yang merupakan limbah industri tekstil. Menurut keterangan mantan kepala desa Tangsi Mekar, pada awal kegiatan tahun 1980an bahan baku tersebut diperoleh dari pabrik tekstil secara cuma-cuma. Pabrik menganggapnya sebagai limbah yang tidak bernilai ekonomis dan karenanya dibuang. Sedangkan tahun 1990an, setelah pabrik tekstil mengetahui nilai ekonomis dari limbah tersebut, masyarakat harus membeli untuk memperoleh bahan baku kerajinan benang. Pada tahun 1995an Kesulitan kemudian bertambah saat pabrik menetapkan syarat harga maupun kuantitas minimum barang yang harus dibeli dan sebagian lagi mensyaratkan adanya uang agunan yang dikukuhkan dengan dokumentasi dengan pihak pabrik. Akibat syarat tersebut dan harga benang yang mahal pada saat ini pembelian hanya bisa dilakukan oleh orang yang memiliki modal cukup besar. Buruh tani kemudian menjadi buruh pengrajin benang pada pemilik modal tersebut. Melihat potensi usaha kerajinan benang untuk menjadi alternatif pemecahan masalah kemiskinan buruh tani maka usaha ini perlu diberdayakan agar potensi ini berkembang. Diharapkan
juga
sebagai alternatif yang
menjembatani ketimpangan antara sulitnya lapangan kerja di desa dengan pertumbuhan angkatan kerja yang ada. Potensi yang d imiliki saat ini yaitu permintaan pasar terhadap hasil produksi kegiatan ini cukup besar, hal ini
2
ditunjukkan dengan banyaknya kendaraan yang datang ke Tangsi Mekar untuk mengangkut hasil produksi. Melalui pemberdayaan, upaya untuk membangun daya dengan mendorong, memotivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkannya“ (Kartasasmita, 1996). Pernyataan ini menunjukan bahwa setiap individu pada esensinya sudah memiliki daya/power, yang dibutuhkan adalah membantu agar individu tersebut mampu mengolah dan mengembangkan daya yang dimiliki sehingga mencapai kemajuan. Dalam konteks pekerjaan sosial, pemberdayaan masyarakat bertujuan untuk memperbaiki, meningkatkan atau mempertahankan keberfungsian sosial atau pelaksanaan peranan-peranan sosial orang. Siporin dalam Suharto, dkk. (2003) mengemukakan bahwa keberfungsian sosial berhubungan dengan cara-cara berperilaku individu-individu atau kolektif-kolektif
(keluarga, kelompok,
perkumpulan, masyarakat dan sebagainya) dalam rangka melaksanakan tugas tugas kehidupannya dan memenuhi kebutuhannya. Oleh karena itu, orang-orang berfungsi dalam kaitannya dengan peranan-peranan sosial mereka, maka keberfungsian sosial merupakan kegiatan yang dianggap penting untuk menampilkan peranan-peranan yang harus dilaksanakan karena keanggotaan dalam kelompok-kelompok sosial. Pengamatan penulis terhadap kegiatan usaha pengrajin benang dimulai dengan praktek lapangan I (13 November - 20 Desember 2003) yang kemudian dilanjutkan dengan praktek lapangan II (1 - 13 Maret 2004). Hasil pengamatan tersebut menunjukkan kelompok usaha pengrajin benang yang dilakukan oleh buruh tani perlu diberdayakan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam pengembangan masyarakat karena mereka memiliki banyak keterbatasan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya secara maksimal dan menjalankan fungsi sosialnya secara optimal.
3
1.2. Masalah Kajian Usaha kerajinan benang sangat tergantung pada limbah industri tekstil sebagai bahan baku produksinya. Bahan baku disuplai oleh pemborong yang membeli langsung dari pabrik, kemudian diberikan pada buruh tani untuk diolah menjadi
benang bangunan, benang jahit dan sumbu kompor (kepang/gulung).
Hasil olahan benang dari pengrajin/buruh tani dijual pada pemborong sebagai upah kerja. Ketergantungan bahan baku dan keterbatasan modal menyebabkan pengrajin tidak dapat mengembangkan usahanya secara mandiri. Hal ini makin bermasalah saat pasokan bahan baku dari pemborong berkurang karena pemborong menjual sebagian bahan bakunya langsung ke pabrik lain yang membutuhkan.
Berkurangnya bahan baku dari pemborong saat ini berakibat
rendahnya produksi sehingga berpengaruh juga terhadap pendapatan yang mereka peroleh. Usaha kerajinan benang merupakan usaha sektor informal yang ditekuni oleh warga desa Tangsi Mekar dan banyak menyerap tenaga kerja, sebagian besar adalah buruh tani. Kegiatan tersebut berlangsung secara berkelanjutan sehingga dapat dijadikan alternatif pekerjaan di luar pertanian. Usaha kerajinan benang ini dilakukan dalam bentuk industri rumah tangga. Pemasaran hasil produksi tidak hanya terbatas pada wilayah Bandung dan sekitarnya, melainkan juga ke luar wilayah Bandung seperti Bogor, Jakarta, Bekasi dan luar Jawa seperti Palembang dan Medan. Namun
demikian
ketergantungan
modal
kepada
pemborong
menyebabkan pengrajin tidak leluasa memasarkan hasil produksinya sehingga berpengaruh
terhadap
rendahnya
pendapatan
mereka.
Hal
inilah
yang
mengakibatkan kelompok pengrajin benang tetap dalam kondisi miskin. Sebagaimana dikemukakan Mulyoutomi dan Susilowati (2003), pada kasus industri mikro pedesaan persoalan struktural yang paling berat adalah adanya pemusatan pasar produk jadi dan bahan baku pada sekelompok pelaku usaha. Kondisi ini semakin menguatkan posisi tawar pengusaha, bukan pelaku industri mikro pedesaan. Akibat dari fenomena tersebut usaha kecil skala rumah tangga tidak memiliki alternatif lain untuk dapat meningkatkan produktivitas,
4
memasarkan produksi dan posisi tawar yang menguntungkan.
Pada akhirnya
berimplikasi terhadap tingkat pendapatan. Berdasarkan latar belakang di atas pertanyaan yang diajukan sebagai masalah kajian adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana kondisi sosial ekonomi Desa Tangsi Mekar? 2. Program – program pengembangan masyarakat apa saja yang telah diperoleh oleh masyarakat secara umum dan secara khusus kelompok usaha benang dalam rangka meningkatkan kesejahteraan? 3. Bagaimana situasi ketidakberdayaan yang dialami pengrajin benang sehubungan dengan akses
terhadap budaya dan politik, akses manfaat
terhadap kesejahteraan dan meningkatkan kemampuan ekonomi? 4. Bagaimana rancangan penyusunan program yang sesuai dalam upaya pemberdayaan kelompok pengrajin benang? 1.3. Tujuan dan Kegunaan Kajian Tujuan umum yang ingin dicapai dalam kajian pengembangan masyarakat ini adalah menyusun kegiatan pemberdayaan yang dilakukan terhadap masyarakat miskin di Desa Tangsi Mekar Kecamatan Paseh Kabupaten Bandung. Tujuan khusus adalah : 1. Menganalisis kondisi sosial ekonomi Desa Tangsi Mekar. 2. Menganalisis program pembangunan Raksa Desa dan PKK
yang telah
dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa secara umum dan secara khusus kelompok usaha pengrajin benang. 3. Menganalisis situasi
ketidakberdayaan yang dialami pengrajin benang
sehubungan dengan akses terhadap budaya dan politik, dan akses manfaat terhadap kesejahteraan dan meningkatkan kemampuan ekonomi. 4. Menyusun strategi dan program pemberdayaan pengrajin benang di Desa Tangsi Mekar.
5
Adapun kegunaan kajian ini diharapkan dapat memberikan gambaran komprehensif mengenai pemberdayaan keluarga petani khususnya buruh tani dan dapat dijadikan pemecahan alternatif dalam meningkatkan kesejahteraan keluarga buruh tani. Kajian ini dapat menjadi masukan bagi penentu kebijakan pembangunan lokal agar lebih memperhatikan peran dan potensi masyarakat dan buruh tani melalui usaha kerajinan benang. Kajian ini diharapkan juga dapat memberikan pemikiran bagi terwujudnya pengembangan masyarakat lokal yang berkelanjutan.
6