I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan. Secara geografis, wilayah Indonesia memiliki luas wilayah seluruhnya mencapai 5.193.252 km2 terdiri atas luas daratan sekitar 1.910.931,32 km2 dan luas lautan sebesar 3.544.743,9 km2 (BPS 2011). Indonesia menduduki peringkat ke-15 daratan terluas sedunia. Terlihat bahwa Indonesia mempunyai potensi daratan atau lahan yang sebaiknya dikembangkan secara optimal. Menurut CIA (2005), pemanfaatan lahan di Indonesia terdiri dari 11,03 persen arable land, permanent crops 7,04 persen, dan lainnya sebesar 81,93 persen. Arable land merupakan lahan yang digunakan untuk budidaya komoditas pertanian yang setelah panen dapat ditanam kembali jika ingin membudidayakannya kembali, sedangkan permanent crops merupakan lahan yang digunakan untuk budidaya komoditas pertanian yang dapat selalu dipanen. Jadi, sekitar 18,07 persen daratan di Indonesia digunakan sebagai la han pertanian. Lahan pertanian (agricultural land) merupakan lingkungan alami dan buatan manusia sebagai tempat berlangsungnya produksi, pascapanen, dan pengolahan hasil serta pemasaran komoditas pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan. Lahan pertanian dibagi menjadi lahan basah dan lahan kering. Luas lahan basah di Indonesia seluas 8.400.030 hektar yang terdiri dari lahan beririgasi teknis, semi teknis, irigasi desa, tadah hujan, pasang surut dan lainnya (Ditjen PLA 2007). Menurut A.T. Mosher (1966), pertanian adalah suatu bentuk proses produksi yang sudah khas yang didasarkan pada proses pertumbuhan daripada hewan dan tumbuhan. Pertanian menjadi sektor penting dalam pembangunan Negara Indonesia dengan memberikan kontribusi yang luar biasa. Kontrib usi dari sektor pertanian dapat dilihat dari empat kontribusi, antara lain : (a) kontribusi produk karena sektor pertanian menghasilkan pangan dan bahan baku produksi sektor industri dan jasa, (b) kontribusi faktor produksi karena sektor pertanian dapat mentransfer surplus tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor industri yang merupakan salah satu sumber pertumbuhan ekonomi serta mampu menyediakan modal bagi pengembangan sektor lain, (c) kontribusi pasar karena
sektor pertanian merupakan pasar yang potensial bagi produk-produk sektor industri, (d) kontribusi devisa karena sektor pertanian dapat menghasilkan atau menghemat devisa yang berasal dari ekspor atau produk subtitusi impor. Tercatat dalam data BPS (2011) bahwa sektor pertanian mampu menyerap tenaga kerja paling banyak dengan umur 15 tahun ke atas yaitu sebanyak 39,33 juta penduduk dan menyumbang Produk Domestik Bruto (PDB) dengan angka sangat sementara sebesar 14,7 persen dari total PDB Indonesia sehingga dapat dikatakan bahwa pertanian berkontribusi bagi pembangunan ekonomi dalam peningkatan kesejahteraan Masyarakat Indonesia. Pertanian mencakup tanaman pangan, tanaman perkebunan, tanaman hortikultura, peternakan, kehutanan, dan perikanan. Walaupun demikian, semakin lama kondisi pertanian di Indo nesia semakin memprihatinkan. Kondisi pertanian di Indonesia diperburuk dengan : 1.
Adanya konversi lahan pertanian untuk kepentingan non pertanian.
2.
Berkurangnya minat masyarakat menjadi petani karena kurangnya insentif yang diterima petani.
3.
Kesuburan
tanah
menurun
akibat
sistem budidaya
yang
tidak
memperhatikan aspek lingkungan. 4.
Adanya fenomena cuaca ekstrim. Pada saat ini, efek cuaca ekstrim sudah dirasakan para pembudidaya
komoditas pertanian. Cuaca ekstrim terjadi karena adanya efek rumah kaca yang merupakan fenomena menghangatnya bumi karena radiasi matahari dari permukaan bumi, lalu dipantulkan kembali ke angkasa dan terperangkap oleh selimut gas rumah kaca (WWF 2012). Gas yang dapat disebut gas rumah kaca, yaitu CO 2 , CH4 (metana), dan N 2 O (Nitrogen Dioksida). Emisi gas rumah kaca dihasilkan dari berbagai aktivitas manusia seperti penggunaan bahan bakar fosil, perubahan tata guna lahan dan hutan, kegiatan industri, peternakan, dan pertanian. Penggunaan pupuk kimia (anorganik), khususnya pada tanaman padi sangat berpotensi sebagai salah satu penyebab fenomena efek rumah kaca. Pupuk urea adalah pupuk kimia yang lebih dominan diberikan pada tanaman padi. Menurut Poniman (2002), penggunaan pupuk urea pada tanaman padi sebagian besar daerah sudah berlebihan hingga mencapai 2-3 kali lipat. Pemberian pupuk
urea pada tanaman padi hanya sekitar 40-50 persen yang dimanfaatkan oleh tanaman, sedangkan nitrogen yang tidak termanfaatkan akan terlepas ke atmosfer dalam bentuk gas rumah kaca (CH4 dan N 2 O). Dengan demikian, semakin besar penggunaan pupuk urea atau pupuk kimia lainnya, akan memperbesar kemungkinan terjadinya efek rumah kaca. Pergerakan perkiraan emisi gas CH 4 (ton) dari lahan sawah di Indonesia dapat dilihat pada Gambar 1. ton 2500000 1912242
1829399
2000000 1532332
1885490
1500000
1425785 1386288
1000000 500000
0
tahun 2003
2004
2005
2006
2007
2008
Gambar 1. Perkiraan Emisi Gas CH4 (ton) dari Lahan Sawah Indonesia pada Tahun 2003-2008 Sumber : Kementerian Lingkungan Hidup RI 2009
Dapat dilihat pada gambar di atas bahwa emisi gas CH4 yang disebabkan oleh budidaya padi dengan input kimia di Indonesia meningkat dimulai dari tahun 2006. Hal tersebut dapat membahayakan kelangsungan tanaman padi di Indonesia karena cuaca ditakutkan akan semakin tidak dapat diprediksi sehingga perubahan musim tanam atau kekeringan terjadi sehingga produktivitas padi semakin menurun. Selain itu, lingkungan menjadi tidak sehat karena penggunaan input kimia juga dapat menyebabkan kerusakan struktur tanah dan ketidakseimbangan ekologis sehingga persediaan beras tidak selalu dapat mengimbangi kebutuhan pangan di setiap bulan karena hasil panen berbeda-beda antar musim. Hal tersebut dapat dilihat pada Lampiran 1. Isu lingkungan menjadi hangat diperbincangkan masyarakat. Masyarakat internasional sudah mulai menyadari bahwa keseimbangan lingkungan harus
dijaga agar keberlangsungan hidup di bumi ini tidak terancam sampai jangka sangat panjang. Oleh karena itu, berkembanglah konsep pertanian ramah lingkungan. Sistem ini memperhatikan aspek kesehatan lingkungan dan kesehatan individu konsumen. Terdapat dua sistem dalam pertanian ramah lingkungan, yaitu sistem yang sama sekali tidak memperbolehkan menggunakan bahan kimia sintetis, disebut sistem LEIA (Low external Input Agriculture) atau pertanian organik dan sistem yang masih memperbolehkan menggunakan bahan kimia sintetis selain bahan organik, tetapi berada dalam batas wajar dan sesuai yang diatur dalam peraturan pemerintah disebut sistem LEISA (Low External Input Sustainable Agriculture). Semua negara di dunia bersama-sama menggalakkan sistem pertanian organik dalam kegiatan pertanian yang diusahakan termasuk Negara Indonesia. Perkembangan luas pertanian organik di Indonesia dari tahun 2005 hingga tahun 2010 dapat dilihat pada Gambar 2.
ha 80000
71208
70000 60000
57184
50000 42087
40419
40000
46719
30000 20000 10000
0
17783 3233.52
6290.24
711.32 2005
2006
2007
Luas Lahan Pertanian
3366.96 2008
4204.71 2009
9257.04 tahun 2010
Luas Lahan Pertanian Organik
Gambar 2. Perkembangan Luas Lahan Pertanian dan Pertanian Organik di Indonesia dari Tahun 2005- 2010 Sumber : Research Institute of Organic Agricu lture FiBL 2011
Luas lahan pertanian keseluruhan baik pertanian konvensional maupun organik di Indonesia meningkat sejak tahun 2008, diikuti juga dengan peningkatan luas lahan pertanian organik sejak tahun 2008. Persentase luas lahan pertanian organik pada tahun 2010 sebesar 13 persen dari luas lahan pertanian,
yaitu seluas 9.257,04 hektar. Perkembangan luas lahan pertanian searah dengan perkembangan luas lahan pertanian organik di Indonesia. Pada tahun 2010, perkembangan luas lahan pertanian organik sangat pesat hingga dua kali lipat lebih dari luas lahan pertanian organik pada tahun 2009. Hal tersebut mendeskripsikan bahwa pertanian organik di Indonesia, termasuk padi organik semakin
berkembang
dan
diminati oleh
banyak
pelaku
usaha
yang
mengusahakannya dan konsumen akhir atas produk organik. Padi merupakan tanaman pangan paling utama dan salah satu komoditas strategis baik secara ekonomi, sosial, maupun politik. Budidaya padi dengan sistem organik akan digiling dan menghasilkan beras organik. Usaha beras organik memiliki prospek yang menjanjikan ke depannya karena perubahan tren Masyarakat Indonesia yang kembali ke alam (back to nature) serta semakin peduli lingkungan dan kesehatan individu. Minat masyarakat untuk terlibat dalam usaha beras organik secara bertahap meningkat walaupun produksi belum seproduktif sistem konvensional. Harga jual beras organik lebih tinggi karena image “sehat” tertanam dalam produk ini sehingga pendapatan yang diperoleh pelaku usaha lebih besar dibandingkan beras dengan sistem konvensional. Harga mahal produk ini juga tercipta karena besarnya usaha yang harus dilakukan petani dalam membudidayakan padi organik. Produk beras organik sangat eksklusif karena pengawasan produk selalu dilakukan agar tidak menyalahi prinsip organik sehingga produk tetap dapat dikatakan sebagai produk beras organik. Keeksklusifan produk ini membuat rantai pasok yang mengalirkan produk ini haruslah eksklusif untuk membedakan antara rantai pasok beras organik dan rantai pasok beras konvensional. Rantai pasok beras organik yang eksklusif dapat dilihat dari struktur rantai pasok yang sederhana, sedangkan rantai pasok beras konvensional lebih panjang dan rumit dibandingkan beras organik. Namun, walaupun rantai pasok eksklusif dan berbentuk sederhana, belum tentu proses aliran di dalamnya berjalan lancar. Konsumen saat ini menjadi sangat kritis karena ilmu pengetahuan dan teknologi semakin canggih. Konsumen menginginkan beras organik yang lebih berkualitas, murah, dan cepat (better, cheaper, faster). Keinginan tersebut dapat diatasi dengan diterapkannya manajemen yang baik di dalam rantai pasok beras
organik. Konsep ini menuntut seluruh anggota yang berada di sepanjang rantai pasok beras organik saling terintegrasi karena persaingan tidak lagi terjadi antara pelaku usaha secara individu, tetapi antar rantai pasok. Rantai pasok yang dapat bersaing adalah rantai pasok yang dapat memenuhi permintaan konsumen serta nilai yang diperoleh rantai pasok keseluruhan tinggi. Sementara struktur usaha pertanian di Indonesia masih terfragmentasi dan tidak terkoordinasi baik secara vertikal maupun secara horizontal. Hal penting dalam rantai pasok adalah kelancaran aliran produk, finansial, dan informasi agar dapat memenuhi keinginan konsumen akhir. Ketersediaan beras organik harus terjaga di dalam rantai pasok agar aliran produk selalu lancar sehingga kedua aliran lainnya pun lancar. Oleh karena itu, upaya peningkatan efisiensi dan efektivitas pada rantai pasok beras organik diperlukan melalui manajemen rantai pasok dan usaha pengendalian persediaan beras organik di dalam rantai pasok sehingga tujuan akhir rantai pasok tercapai, yaitu memenuhi permintaan dan kepuasan konsumen akhir serta memaksimalkan nilai yang diperoleh rantai pasok.
1.2. Perumusan Masalah Beras organik merupakan beras yang dihasilkan dari budidaya padi dengan sistem organik. Beras organik memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan beras biasa (konvensional), yaitu lebih menyehatkan pribadi dan lingkungan. Usaha yang dibutuhkan dalam memproduksi beras organik lebih sulit dan intensif. Dalam proses budidaya padi organik, jumlah input yang digunakan sangat banyak dan perawatannya pun intensif karena tidak menggunakan pestisida kimia yang lebih cepat mengendalikan hama dan penyakit dibandingkan pestisida organik. Produktvitas padi organik cukup rendah dan menurut BPS (2011), rendemen giling gabah pun rendah sekitar 20,51 persen sehingga jumlah output yang dihasilkan tidak banyak. Beras organik harus terjaga dari kontaminasi produk kimia agar tetap dapat disebut produk organik. Oleh karena produk ini memiliki nilai yang lebih tinggi, maka harganya pun lebih mahal dibandingkan beras biasa. Beras organik yang dikonsumsi oleh konsumen akhir berasal dari petani, distributor, pedagang, ritel, dan pihak-pihak lainnya yang bergabung menjadi sebuah rantai pasok beras organik. Beras organik merupakan produk yang
eksklusif sehingga rantai pasok yang mengalirkan produk ini haruslah eksklusif. Keekslusifan beras organik harus dijaga dalam rantai pasok karena identitas organik produk ini harus terjaga agar tidak merugikan konsumen akhir dan produk tiba di konsumen akhir tepat waktu dan tempat. Rantai pasok beras organik lebih sederhana dibandingkan rantai pasok beras biasa. Jika produk beras organik mengalir dalam rantai pasok yang sama dengan beras biasa, maka lebih banyak pelaku usaha yang akan terlibat dalam rantai pasok. Banyaknya pelaku usaha yang terlibat dikhawatirkan membuat produk beras organik semakin mahal dan kualitas tidak terjamin. Selain itu, mahalnya beras organik belum tentu membuat pelaku usaha yang terlibat termasuk petani memperoleh pembagian share yang sesuai dan merata dari harga produk akhir. Hal tersebut dapat merugikan petani dan pelaku usaha yang terlibat serta konsumen akhir yang membeli produk dengan harga yang lebih mahal dibandingkan harga produk akhir oleh rantai pasok beras organik yang eksklusif. Rantai pasok beras organik pada Tani Sejahtera Farm merupakan jaringan yang terdiri dari beberapa pelaku usaha dan terdapat aliran produk, finansial serta informasi di sepanjang rantai. Rantai pasok ini sangat eksklusif dan sederhana walaupun berbentuk jaringan karena hanya terdiri dari petani mitra, Tani Sejahtera Farm, ritel produk organik, dan konsumen akhir. Sebuah rantai pasok merupakan sebuah kesatuan yang memiliki tujuan sangat penting bagi seluruh anggota rantai pasok, yaitu memenuhi permintaan dan kepuasan konsumen akhir. Sebagai sebuah kesatuan, seharusnya antar anggota rantai pasok saling berkoordinasi dan terintegrasi. Rantai pasok beras organik Tani Sejahtera Farm dirasakan belum terkoordinasi dengan baik dan juga belum terintegrasi. Kesulitan berkoordinasi dan mengintegrasikan seluruh anggota rantai pasok dikarenakan bentuk rantai pasok berjaring sehingga lebih sulit melakukannya dibandingkan rantai pasok yang berbentuk linier. Koordinasi yang belum baik dan belum terintegrasi dapat terlihat dalam pelaksanaan usaha beras organik, rantai pasok ini belum dapat memenuhi permintaan konsumen setiap bulan khususnya pada tingkat ritel. Permintaan dari konsumen akhir selain dihadapi oleh ritel, juga dihadapi oleh Tani Sejahtera Farm. Permintaan dari konsumen akhir yang dihadapi Tani Sejahtera Farm sudah
terpenuhi pada tahun 2011, tetapi pada tahun-tahun sebelumnya permintaan lebih besar dari penawaran. Hal tersebut sangat disayangkan karena tujuan akhir rantai pasok belum tercapai sehingga mengurangi keuntungan yang diperoleh rantai pasok dan loyalitas konsumen akhir dapat menurun. Anggota rantai pasok beras organik belum memperhatikan tujuan akhir penyediaan beras organik melalui rantai pasok. Untuk membuat rantai pasok beras organik Tani Sejahtera Farm dapat memenuhi tujuan akhirnya, diperlukan penelitian lebih dalam mengenai rantai pasok ini secara keseluruhan. Awalnya, perlu diketahui terlebih dahulu bagaimana kondisi rantai pasok beras organik yang berjaring, bagian mana yang belum berjalan baik dan seharusnya diperbaiki. Selain memenuhi permintaan dan kepuasan konsumen, rantai pasok juga bertujuan memaksimalkan nilai tambah perolehan rantai pasok. Untuk mengetahui apakah rantai pasok beras organik Tani Sejahtera Farm dapat mencapai tujuan tersebut, dilakukanlah pengukuran dan analisis nilai tambah perolehan rantai pasok beras organik keseluruhan. Kemudian, oleh karena rantai pasok ini bermasalah pada aliran produk yang belum dapat memenuhi permintaan konsumen akhir, dianalisis pula model pengendalian persediaan beras organik yang efektif dan efisien sehingga tujuan pemenuhan permintaan dan kepuasan konsumen akhir terpenuhi. Hasil penelitian rantai pasok berjaring (network supply chain) dan pengendalian persediaan beras organik ini diharapkan dapat dijadikan masukan bagi rantai pasok beras organik Tani Sejahtera Farm untuk dapat mengatasi permasalahan sehingga dapat bersaing dengan ranta i pasok beras organik lainnya. Pengelolaan rantai pasok yang benar dan menguntungkan bagi seluruh anggota perlu dilakukan agar dapat meningkatkan nilai tambah perolehan rantai pasok beras organik. Perumusan masalah dalam penelitian ini secara ringkas adala h : 1)
Bagaimana kondisi dan kinerja rantai pasok beras organik Tani Sejahtera Farm?
2)
Bagaimana nilai tambah yang dihasilkan oleh setiap anggota dan rantai pasok beras organik Tani Sejahtera Farm?
3)
Bagaimana pengendalian persediaan beras organik yang efisien dan efektif di Tani Sejahtera Farm?
1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, penelitian ini dilakukan memiliki beberapa tujuan, diantaranya yaitu : 1)
Menganalisis kondisi dan kinerja rantai pasok beras organik Tani Sejahtera Farm.
2)
Menganalisis nilai tambah yang dihasilkan setiap anggota dan rantai pasok beras organik Tani Sejahtera Farm.
3)
Menganalisis dan menghasilkan ukuran pengendalian persediaan beras organik yang efektif dan efisien di Tani Sejahtera Farm.
1.4. Manfaat Penelitian 1)
Bagi seluruh anggota rantai pasok beras organik Tani Sejahtera Farm, dapat dijadikan sebagai masukan untuk evaluasi dan menentukan langkah bersama selanjutnya dalam meningkatkan daya saing rantai pasoknya.
2)
Bagi Tani Sejahtera Farm, dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam pengendalian persediaan rantai pasok untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas.
3)
Bagi akademisi, sebagai tambahan ilmu pengetahuan untuk memperluas wawasan dan dapat digunakan sebagai referensi penelitian.