1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Pertumbuhan bisnis ritel, terutama bisnis ritel modern, saat ini semakin berkembang dengan pesat di Indonesia. Bisnis ritel memainkan peranan penting dalam perekonomian sebuah negara. Perekonomian negara tertolong dengan adanya bisnis ritel ketika terjadi krisis moneter pada akhir tahun 1997 di Indonesia. Bisnis ritel merupakan salah satu sektor utama perekonomian negara yang menghasilkan keuntungan besar di berbagai negara, termasuk negara-negara industri maju seperti Prancis, Inggris, Jepang dan Amerika Serikat, (Ma’ruf, 2006). Bisnis ritel di Indonesia telah berkembang menjadi industri tersendiri, di mana dalam perkembangannya industri ritel dipengaruhi oleh perubahan yang terjadi di dalam masyarakat. Peningkatan pendapatan masyarakat saat ini merupakan faktor yang paling berpengaruh di dalam perkembangan industri ritel, di mana peningkatan pendapatan masyarakat menyebabkan perubahan daya beli dan gaya hidup masyarakat. Konsumen yang pada awalnya hanya mementingkan barang kebutuhan sehari-hari yang tersedia dalam bisnis ritel, telah berubah dengan bertambahnya kebutuhan yang mementingkan kenyamanan, kebersihan, keamanan dalam berbelanja, serta kelengkapan barang yang disediakan.
Hal tersebut pada selanjutnya
memicu perubahan bisnis ritel tradisional menjadi bisnis ritel modern. Pertambahan
penduduk
juga
merupakan
salah
satu
penyebab
berkembangnya industri ritel di Indonesia. Menurut survei yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2010 sebesar 237.641.000 jiwa. Seiring dengan pertambahan penduduk tersebut, maka kebutuhan akan barang dan jasa pun meningkat. Akibatnya, banyak pelaku usaha yang kemudian bermunculan di dalam industri ritel yang kemudian saling bersaing dalam memenuhi kebutuhan konsumen yang semakin bertambah. Menurut Aprindo dalam Mandiri (2011), omzet ritel modern Indonesia diperkirakan tumbuh sebesar 15% - 20% di tahun 2011, yaitu sekitar Rp 115 - 120 trilliun.
2
Ritel
modern
mengutamakan
konsep
kenyamanan,
kemanan,
kebersihan lokasi, kualitas produk yang baik, serta kelengkapan dan variasi produk untuk bersaing dalam industri ritel di Indonesia. Konsep tersebut memberikan pengaruh besar dalam pertumbuhan dan perkembangan industri ritel Indonesia. Industri ritel modern mengalami pertumbuhan yang sangat pesat, sedangkan industri ritel tradisional cenderung tetap bahkan mengalami penurunan.
Salah satu penyebab pertumbuhan ritel modern
yang sangat pesat di Indonesia adalah munculnya kebijakan yang pro terhadap liberalisasi ritel, di mana bisnis ritel dikeluarkan dari negative list bagi Penanaman Modal Asing (PMA).
Hal ini antara lain diwujudkan
dalam bentuk Keputusan Presiden No. 96/2000 tentang Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan Tertentu Bagi Penanaman Modal serta Keputusan Presiden No. 118/2000 tentang Perubahan atas Keputusan Presiden No. 96 Tahun 2000 tentang Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan Tertentu Bagi Penanaman Modal (KPPU, 2011).
Kebijakan tersebut
menyebabkan tidak ada lagi pembatasan kepemilikan dalam industri ritel. Akibatnya, pelaku usaha dalam industri ritel modern di Indonesia terus bermunculan.
Tidak hanya pemain lokal, karena menyadari besarnya
potensi pengembangan pasar ritel yang cukup besar di Indonesia, pemain asing pun mulai tertarik dan memasuki industri ritel modern Indonesia dengan melakukan kerjasama dengan perusahaan lokal. Para pemain asing tersebut bermain di berbagai format ritel modern yang ada di Indonesia. Fast Moving Consumer Goods (FMCG) merupakan barang-barang ritel yang pada umumnya diganti atau sebagian digunakan pada periode terbatas, baik dalam hitungan hari, minggu, bulan, ataupun dalam satu tahun. Produk FMCG memiliki umur simpan yang pendek, baik karena permintaan konsumen yang tinggi ataupun karena produk yang cepat buruk kualitasnya. Kebutuhan tersebut terdiri dari produk makanan dan minuman siap saji, kosmetik, perlengkapan mandi, obat-obatan, serta produk rumah tangga lainnya yang cepat terjual. Kebutuhan akan produk FMCG semakin bertambah seiring dengan peningkatan daya beli masyarakat, terutama
3
kebutuhan akan produk-produk makanan dan minuman.
Survei yang
dilakukan oleh AC Nielsen dalam Mandiri (2011) seperti yang terlihata pada Gambar 1, komposisi penjualan FMCG yang paling tinggi di Indonesia adalah makanan dan minuman sebesar 74%, kemudian diikuti oleh produk perawatan pribadi sebesar 16%, serta obat-obatan dan produk rumah tangga lainnya yang masing-masing sebesar 5%.
Produk Perawatan Pribadi (16%)
Obatobatan (5%)
Produk Rumah Tangga (5%)
Makanan & minuman (74%)
Gambar 1. Komposisi penjualan FMCG di Indonesia tahun 2010. AC Nielsen dalam Mandiri (2011) Retail consumer goods merupakan jenis usaha ritel yang menjual produk FMCG. Jenis usaha ritel ini di Indonesia terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu hypermarket, supermarket, minimarket dan convenience store. Retail consumer goods merupakan jenis ritel yang sedang berkembang pesat saat ini di Indonesia. Hal ini ditunjukkan pada hasil survei yang dilakukan oleh AC Nielsen dalam Mandiri (2011) seperti yang terlihat pada Gambar 2, dimana rata-rata jumlah toko retail consumer goods mengalami kenaikan. Kenaikan jumlah toko yang paling terlihat dan paling besar adalah minimarket. Pernyataan tersebut dapat terlihat dari jumlah toko minimarket dengan berbagai merek yang berbeda tersebar di berbagai daerah di seluruh wilayah Indonesia. Salah satu penyebab minimarket dapat berkembang dengan sangat pesat adalah lokasi toko yang dapat menjangkau wilayah
4
perumahan masyarakat.
Selain itu, masyarakat semakin mudah untuk
membeli kebutuhan pokok sehari-hari (FMCG) karena lokasi toko yang sangat mudah dijangkau.
11.569 10.607
2004
2008
2009
5.604
1.571 956
1.146 154
Minimarket
Supermarket
267
358
Convenience store
141 68 127 Hypermarket
Gambar 2. Jumlah toko retail consumer goods di Indonesia (unit) Tahun 2004, 2008 dan 2009. AC Nielsen dalam Mandiri (2011) Convenience store merupakan jenis ritel modern yang baru memasuki industri ritel modern Indonesia sekitar tahun 1980-an. Pelaku usaha yang bermain dalam industri retail consumer goods dengan konsep convenience store di Indonesia pertama kali merupakan brand internasional yang berasal dari Amerika Serikat, yaitu Circle K. Perkembangan industri ritel dengan konsep convenience store di Indonesia kemudian hadir di lokasi pom bensin, seperti Petrol CVS, Bright, Select, dan Petronas. Pemain lokal yang sudah memiliki banyak gerai minimarket pun kini mulai berkecimpung di bisnis ritel dengan konsep convenience store, diantaranya adalah Indomaret dengan membuka Point Indomaret, Alfamart dengan C-Store, dan Alfamidi dengan Alfa Express. Seperti yang terlihat pada Gambar 2, industri ritel dengan
konsep
convenience store di
Indonesia telah
mengalami
pertumbuhan pada jumlah gerainya dimulai dari tahun 2004 hingga tahun
5
2009. Meskipun jumlah dan pertumbuhan convenience store masih jauh tertinggal
dibandingkan
dengan
minimarket,
akan
tetapi
potensi
convenience store untuk terus tumbuh dan berkembang masih sangat besar. Industri retail consumer goods dengan konsep convenience store di Indonesia dimulai di kota Jakarta. Pelaku bisnis ritel kemudian melakukan ekspansi gerai ke luar kota Jakarta, yaitu daerah Bali.
Hal tersebut
dikarenakan daerah Bali merupakan daerah wisata Indonesia bagi wisatawan asing, yang sebelumnya telah mengenal merek convenience store tersebut di negara asalnya.
Ekspansi gerai ritel convenience store
merambah ke kota-kota besar lain di Indonesia, seperti Bandung, Yogyakarta dan sebagainya.
Para pelaku memilih kota Jakarta sebagai
lokasi pertama pendirian gerai convenience store karena jumlah gerai convenience store di sana masih sangat terbatas.
Faktor lain yang
menyebabkan para pelaku usaha convenience store memilih kota Jakarta adalah aktivitas kehidupan di kota Jakarta yang sangat sibuk, peningkatan pendapatan, dan perubahan gaya hidup masyarakat. Selain itu, pemilihan lokasi dipengaruhi oleh peningkatan pengeluaran rumah tangga untuk keperluan konsumsi dibandingkan untuk keperluan non konsumsi. Menurut survei yang dilakukan Badan Pusat Statistik (2011) dari tahun 2008-2010 seperti yang terlihat pada Tabel 1, persentase pengeluaran rumah tangga untuk konsumsi makanan rata-rata masih mendominasi dibandingkan dengan produk bukan makanan.
Konsumsi makanan disini merupakan
konsumsi makanan baik di dalam rumah, seperti bahan-bahan pokok, maupun di luar rumah, seperti konsumsi makanan di restoran ataupun tempat-tempat lain. Tabel 1. Pengeluaran rata-rata per kapita sebulan menurut kelompok barang (rupiah), tahun 2008-2010 Kelompok Barang
2008
2009
2010
Makanan
193.828
217.720
254.520
Bukan makanan
192.542
212.345
240.325
Total
386.370
430.065
494.845
Sumber : Badan Pusat Statistik (2011)
6
Convenience store hadir di kota Jakarta dengan konsep unik dibandingkan jenis ritel lainnya, di mana hal tersebut yang menjadi suatu keunggulan dan menarik perhatian konsumen kota Jakarta. Masyarakat kota Jakarta saat ini, terutama para pelajar, mahasiswa, dan pegawai kantoran telah menjadikan convenience store, sebagai tempat yang nyaman untuk menyantap makanan dan minuman siap saji sambil bersantai dan mengobrol dengan rekan-rekannya. Perubahan gaya hidup masyarakat kota Jakarta saat ini dikarenakan tempat berkumpul dan bersantai sebelumnya, seperti cafe dan restoran fast food, dirasakan kurang memenuhi keinginan konsumen untuk bersantai yang terbatas pada jam operasional. Convenience store kemudian hadir dan mendukung aktivitas masyarakat kota Jakarta dengan menyediakan produk-produk FMCG dengan lokasi yang nyaman, bersih dan aman selama 24 jam selama satu minggu. Pelaku usaha industri retail consumer goods dengan konsep convenience store yang sedang unggul di kota Jakarta akhir-akhir ini adalah 7-Eleven dibawah PT. Modern PutraIndonesia yang merupakan anak perusahaan dari PT. Modern Internasional, Tbk.
Konsep yang digunakan 7-Eleven sedikit berbeda
dengan konsep yang digunakan Circle K sebagai pioner convenience store di Indonesia. Perbedaan konsep diantara kedua pemain bisnis ritel tersebut yaitu 7-Eleven menyediakan produk makanan dan minuman siap saji dengan merek sendiri. Masyarakat Indonesia, terutama kota Jakarta, masih tidak mengetahui perbedaan antara convenience store dengan minimarket. Sebagian besar masyarakat menganggap bahwa 7-Eleven merupakan jenis ritel minimarket, sehingga minimarket secara langsung menjadi pesaing bagi 7-Eleven. Berdasarkan hal tersebut, penting bagi perusahaan untuk memposisikan mereknya di benak konsumen agar dapat bersaing dengan para pesaing. 1.2. Perumusan Masalah Convenience store merupakan jenis retail consumer goods yang baru ada di Indonesia.
Persamaan ciri antara convenience store dengan
minimarket menyebabkan konsumen memiliki persepsi bahwa kedua jenis tersebut berada pada kategori ritel yang sama. Akibatnya, kedua jenis ritel
7
tersebut berada pada kategori persaingan yang sama. Agar dapat bertahan dalam persaingan tersebut, para pelaku usaha ritel berusaha menempatkan merek usahanya ke dalam benak para konsumen. Melihat hal tersebut, maka permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana karakteristik konsumen 7-Eleven ? 2. Siapakah pesaing terdekat 7-Eleven dalam retail consumer goods di kota Jakarta Timur ? 3. Apa saja atribut 7-Eleven yang
paling mempengaruhi
kepuasan
konsumen ? 4. Bagaimana positioning 7-Eleven dalam industri retail consumer goods berdasarkan persepsi konsumen di kota Jakarta Timur ? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Mengidentifikasi karakteristik konsumen 7-Eleven. 2. Menganalisis pesaing terdekat 7-Eleven dalam industri retail consumer goods di kota Jakarta Timur. 3. Menganalisis atribut 7-Eleven yang paling mempengaruhi kepuasan konsumen. 4. Menganalisis positioning 7-Eleven dalam industri retail consumer goods berdasarkan persepsi konsumen di kota Jakarta Timur. 1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak, diantaranya: 1. Pihak perusahaan 7-Eleven Peneliti berharap bahwa hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan informasi dan pertimbangan bagi perusahaan dalam merancang strategi pemasaraan selanjutnya.
8
2. Pihak peneliti Penelitian ini merupakan sarana bagi peneliti untuk mengaplikasikan teori-teori pemasaran terutama mengenai positioning yang didapat selama kuliah. 3. Pihak akademik Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dan masukan bagi penelitian selanjutnya. 1.5. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini difokuskan terhadap pemetaan persepsi konsumen 7-Eleven yang menghasilkan suatu kesimpulan mengenai positioning 7-Eleven dalam industri retail consumer goods di kota Jakarta Timur. Sebelum menghasilkan kesimpulan tersebut, penelitian ini sebelumnya mengidentifikasi para pesaing 7-Eleven yang juga merupakan pemain industri retail consumer goods untuk mengetahui posisi masingmasing pesaing yang kemudian dibandingkan dengan posisi 7-Eleven. Penelitian ini menggunakan dua jenis kelompok retail consumer goods, yaitu convenience store dan minimarket. Berdasarkan hal tersebut, pesaing yang dijadikan pembanding dalam penelitian ini didasarkan kepada kedua kelompok tersebut. Penelitian ini dibatasi pada daerah Jakarta Timur saja, sehingga para pesaing 7-Eleven yang dijadikan pembanding adalah retail consumer goods yang mempunyai gerai di daerah Jakarta Timur. Penelitian ini dilakukan pada salah satu gerai 7-Eleven yang berada di daerah Jakarta Timur. Pengamatan dilakukan kepada para konsumen yang sedang berada di 7-Eleven. Responden dalam penelitian ini dibatasi kepada konsumen yang telah mengunjungi 7-Eleven lebih dari satu kali dan pernah mengunjungi serta melakukan pembelian di retail consumer goods yang menjadi pembanding.