I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Sabang merupakan salah satu daerah di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang wilayahnya berbentuk kepulauan dan berada di wilayah paling barat Negara Kesatuan Republik Indonesia. Posisi geografis Kota Sabang berada pada jalur perdagangan dunia dari Samudera Hindia menuju Selat Malaka, sekaligus sebagai pintu gerbang masuk wilayah Indonesia di wilayah barat. Sebagai wilayah kepulauan, Kota Sabang memiliki lima pulau, yaitu Pulau Weh, Seulako, Rondo, Klah, dan Rubiah. Dari kelima pulau tersebut, Pulau Weh merupakan pulau terbesar dengan luasan sekitar 118,72 km 2 dan menjadi pusat pemerintahan dan perdagangan Kota Sabang. Dengan luas wilayah 153 km 2, secara administrasi pemerintahan Kota Sabang terdiri atas dua kecamatan, yaitu Kecamatan Sukakarya dan Sukajaya yang meliputi 18 kelurahan dengan jumlah penduduk sebanyak 29.564 jiwa pada 2003. Dengan wilayah yang berbentuk kepulauan dan topografi wilayah yang berbukit, menjadikan Kota Sabang sebagai daerah yang indah dan menarik. Hal ini ditandai dengan tersebarnya objek wisata alam di hampir seluruh sudut Kota Sabang.
Di samping itu, Kota Sabang juga memiliki banyak objek wisata
sejarah/budaya, karena daerah ini memiliki sejarah yang panjang sebagai pusat perdagangan pada masa kolonial Belanda. Secara rinci, potensi objek wisata alam dan objek wisata sejarah/budaya di Kota Sabang terdiri atas Taman Wisata Alam (TWA) Laut Pulau Weh, Hutan Wisata Iboih, Pantai Pasir Putih, Pantai Gapang, Pantai Sumur Tiga, Pantai Kasih, Pantai Paradiso, Pantai Anoi Itam, Sumber Air Panas Keuneukai, Tugu Kilometer Nol, Bunker Perang Dunia Kedua, Terowongan Bawah Tanah, Benteng, dan Pondasi Karantina Haji di Pulau Rubiah. Keseluruhan objek wisata tersebut selama ini telah menjadi andalan bagi Pemerintah Kota Sabang dalam menggalakkan pembangunan sektor pariwisata Kota Sabang.
Pemerintah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam juga telah
menjadikan sekaligus menetapkan Kota Sabang sebagai kota pariwisata sekaligus icon pariwisata provinsi tersebut. Pada masa kolonial Belanda, Kota Sabang merupakan pusat perdagangan yang ramai dan banyak disinggahi oleh kapal-kapal dagang yang melintas dari
2
kawasan Timur Tengah munuju Selat Malaka. Setelah Indonesia merdeka atau tepatnya pada tahun 1970, status Kota Sabang sebagai Daerah Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas diberlakukan oleh pemerintah. Sektor perdagangan merupakan penggerak utama perekonomian Kota Sabang dan daerah Aceh daratan pada masa itu. Status tersebut kemudian dicabut oleh pemerintah pada tahun 1985 karena alasan ekonomi, politik, pertahanan, dan keamanan berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1985. Pembangunan Kota Sabang mulai menggeliat kembali pada era tahun 1990-an seiring dengan ditetapkannya Sabang sebagai salah satu Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) untuk wilayah barat Indonesia sesuai dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 171 Tahun 1998 tentang KAPET Sabang.
Pada tahun 2001, KAPET Sabang berganti nama
menjadi KAPET Bandar Aceh Darussalam, karena cakupan wilayahnya juga meliputi Kota Banda Aceh, Kabupaten Aceh Besar, dan Kabupaten Pidie. Selanjutnya, pemberlakuan Kota Sabang dan gugusan Pulau Aceh (termasuk wilayah administratif Kabupaten Aceh Besar) sebagai kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas sebagaimana tertuang dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang. Dalam rencana pembangunan Kota Sabang, Pemerintah Kota Sabang bersama-sama dengan KAPET Bandar
Aceh
Darussalam
dan Badan
Pengusahaan Kawasan Sabang (selaku pelaksana pembangunan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang), telah menetapkan empat sektor ekonomi unggulan dalam pembangunan ekonomi Kota Sabang. Sektor pariwisata merupakan salah satu sektor ekonomi unggulan, di samping tiga sektor lainnya, yaitu jasa dan trasportasi, perikanan, dan industri. Langkah tersebut dalam indikator ekonomi sangat jelas terlihat, yaitu dengan maraknya kegiatan pariwisata di Kota Sabang. Kontribusi sektor pariwisata1 dalam perekonomian Kota Sabang selama tahun 1999-2003 sekitar 8,36% per tahun 2. Angka tersebut relatif lebih besar jumlahnya dari kontribusi sektor ekonomi unggulan lainnya seperti perikanan, sekitar 3,84% per tahun. 1
Dalam PDRB Kota Sabang merupakan gabungan dari beberapa sub lapangan usaha yang terdiri atas Hiburan/Rekreasi/Kebudayaan, Restoran/Rumah Makan, Hotel, Pengangkutan Jalan Raya/Darat, Pengangkutan Laut/Sungai/Danau, dan Angkutan Udara 2 Berdasarkan PDRB Kota Sabang Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 1993 Tahun 1999-2003
3
Distribusi persentase Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Sabang Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 1993 Tahun 1999-2003 secara lengkap disajikan dalam Lampiran 1. Indikator lainnya dari kegiatan pariwisata di Kota Sabang dapat dilihat dari jumlah kunjungan wisatawan (domestik dan mancanegara). Selama tahun 20002005 (Juni), jumlah kunjungan wisatawan domestik dan mancanegara ke Kota Sabang disajikan dalam Tabel 1. Tabel 1. Jumlah Kunjungan Wisatawan Domestik dan Mancanegara ke Kota Sabang pada Tahun 2000-2005 Tahun
Jumlah Wisatawan (Orang) Domestik Mancanagera
Total (Orang)
2000
71.736
2.664
74.400
2001
87.217
4.747
91.964
2002
75.400
2.968
78.368
2003
81.532
1.659
83.191
2004
100.004
81
100.085
2005 (Juni)
30.378
754
31.132
Sumber : Dinas Pariwisata Kota Sabang, 2005
Wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Kota Sabang pada umumnya berasal dari negara-negara Uni Eropa, Amerika Serikat, dan Australia. Adapun untuk wisatawan domestik pada umumnya merupakan wisatawan yang berasal dari daerah lain di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, seperti Banda Aceh, Sigli, Lhokseumawe, dan Langsa. Selama kurun waktu tersebut, Kota Sabang merupakan salah satu tujuan wisata favorit untuk dikunjungi di Nanggroe Aceh Darussalam, selain karena daya tarik wisatanya yang tinggi juga karena faktor keamanan yang kondusif. Di daerah lainnya di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, meskipun banyak terdapat daerah yang menjadi tujuan wisata (seperti dataran tinggi Gayo di Aceh Tengah dengan pesona dan panorama Danau Laut Tawar-nya yang menawan), tetapi kondisi keamanannya tidak kondusif akibat terjadinya konflik bersenjata antara Tentara Nasional Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka.
4
Tingginya tingkat kunjungan wisatawan mancanegara ke Kota Sabang dibandingkan dengan daerah lainnya di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dapat dilihat berdasarkan data penyebaran wisatawan mancanegara ke Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam menurut daerah kunjungan sebagaimana disajikan dalam Tabel 2. Tabel 2. Penyebaran Wisatawan Mancanegara di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Berdasarkan Daerah Kunjungan Tahun 1999-2003 Jumlah Kunjungan per Tahun (Orang) Kabupaten/Kota 1999
2000
2001
2002
2003
Banda Aceh
1.425
749
1176
824
380
Sabang
3.698
2.428
9.510
2.457
1.644
Aceh Besar
1.072
602
202
142
45
77
290
160
112
49
Aceh Utara
5.775
2.958
1.808
1.266
570
Aceh Timur
117
131
184
129
62
Aceh Tengah
188
158
116
82
112
Aceh Tenggara
927
1.484
1.374
962
328
Aceh Barat
669
279
266
187
88
Aceh Selatan
821
199
400
280
159
Pidie
Sumber : Dinas Pariwisata Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, 2003
Berdasarkan Tabel 2, menunjukkan bahwa potensi pariwisata di Kota Sabang memiliki prospek yang besar untuk dikembangkan sebagai sektor penggerak utama (prime mover sector) dalam perekonomian Kota Sabang. Hal ini karena berdasarkan data di atas, adanya faktor permintaan terhadap kegiatan pariwisata yang tinggi di Kota Sabang dibandingkan dengan daerah lainnya di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Di samping itu, sektor pariwisata Kota Sabang juga memiliki keunggulan kompetitif sekaligus keunggulan komparatif yang dapat menjadi modal dasar untuk dikembangkan. Beberapa keunggulan kompetitif yang dapat diandalkan antara lain memiliki banyak wisata objek yang menarik (wisata alam dan sejarah/budaya) serta ketersediaan infrastrukstur yang relatif lengkap dibandingkan dengan daerah lain. Adapun keunggulan komparatif yang dimiliki adalah letaknya yang sangat
5
strategis pada jalur perdagangan dunia, sebagai kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas serta kondisi keamanannya yang kondusif. Pembangunan dan pengembangan sektor pariwisata Kota Sabang sebagai salah satu sektor unggulan kiranya perlu mendapat perhatian dan prioritas, karena kontribusinya yang signifikan dalam menggerakkan perekonomian daerah. Dibandingkan dengan ketiga sektor unggulan lainnya, sektor pariwisata dapat dikatakan lebih siap dan prospek untuk dikembangkan. Hal ini terlihat dari beberapa keunggulan yang dimiliki sebagaimana telah diuraikan sebelumnya. Berdasarkan realitas dan proses pembangunan Kota Sabang saat ini, keberadaan sektor pariwisata relatif tidak membutuhkan investasi dalam skala besar untuk mengembangkannya.
Kondisinya sangat berbeda dengan tiga
sektor ekonomi unggulan lainnya (sektor-sektor ekonomi unggulan lainnya seperti jasa dan perdagangan, perikanan, dan industri) yang membutuhkan infrastruktur lengkap, modal yang besar, kesiapan sumberdaya manusia, dan permasalahan tata ruang wilayah. Dengan demikian, pembangunan dan pengembangan sektor pariwisata dirasakan sangat realistis untuk dilakukan pada saat ini di Kota Sabang. Daya tarik wisata alam, situasi keamanan yang kondusif, promosi yang kuat, dan keanekaragaman sumberdaya alam yang dimiliki adalah tolok ukur besarnya prospek sektor pariwisata Kota Sabang. Upaya dalam pembangunan dan pengembangannya bukanlah pekerjaan yang mudah, karena tantangan yang dihadapi pada saat ini dan ke depan tidaklah kecil. Perencanaannya secara menyeluruh dan keterpaduan dengan sektor-sektor ekonomi lainnya merupakan tantangan besar yang terlebih dahulu harus dikerjakan. Dalam pelaksanaannya, hendaknya mengacu kepada prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan, karena yang dijual dalam sektor pariwisata di Kota Sabang adalah sumberdaya alam, yang menjadi objek daya tarik wisata. Untuk itu, diperlukan analisis ilmiah yang meliputi aspek ekonomi, politik, sosial, budaya, dan sistem nilai terhadap keberadaan objek-objek wisata yang mengandalkan sumberdaya alam tersebut. Dalam penelitian ini, akan mengkaji aspek ekonomi dari salah satu objek wisata alam di Kota Sabang yang selama ini telah menjadi tujuan utama kunjungan wisatawan, yaitu Taman Wisata Alam (TWA) Laut Pulau Weh. Keberadaan TWA Laut Pulau Weh dalam peta pariwisata Kota Sabang begitu
6
penting, karena pesona alam dan kekayaan sumberdaya hayatinya yang sangat besar. Bahkan, ada slogan yang menyatakan bahwa wisatawan yang berkunjung ke Kota Sabang belumlah dikatakan sudah pernah berwisata ke Kota Sabang apabila tidak melihat dan menikmati keindahan TWA Laut Pulau Weh. Secara lebih khusus, kajian ekonomi terhadap TWA Laut Pulau Weh dititikberatkan pada analisis nilai ekonomi berdasarkan biaya perjalanan yang dikeluarkan oleh wisatawan untuk berkunjung ke lokasi wisata tersebut. Hal ini dibatasi untuk menghindari kesalahpahaman dalam mempersepsikan arti dari nilai ekonomi total yang ada di TWA Laut Pulau Weh tersebut. Selanjutnya, juga akan dilihat bagaimana rumusan kebijakan yang tepat dalam rangka pengelolaan TWA Laut Pulau Weh agar lebih banyak dikunjungi oleh wisatawan pada masa mendatang dan dapat meningkatkan kontribusi dalam perekonomian daerah serta menjaga kelestarian sumberdaya alam dan lingkungannya. 1.2. Rumusan Masalah Selama ini, aktivitas ekonomi dominan yang berlangsung di sekitar TWA Laut Pulau Weh di Kota Sabang adalah sektor pariwisata dengan mengandalkan daya tarik wisata bahari dan hutan lindung. TWA Laut Pulau Weh memiliki luas perairan 2.600 hektar dan ditambah dengan luas hutan lindung (Hutan Iboih) sekitar 1.200 hektar.
Perairan laut dan kawasan hutan lindung merupakan
kawasan berikat yang tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya dalam rangka pengembangan TWA Laut Pulau Weh. Hal ini karena letak kawasan perairan laut berbatasan langsung dengan hutang lindung. Upaya pemanfaatan TWA Laut Pulau Weh melalui kegiatan pariwisata secara nyata dapat dikatakan belumlah dilakukan secara optimal. Hal ini tidak terlepas dari lemahnya perencanaan dalam pengelolaan yang diakibatkan belum adanya kebijakan pengelolaan yang terpadu. Diantaranya, keragaan aktivitas ekonomi yang berlangsung dalam TWA Laut Pulau Weh belum diidentifikasikan secara jelas, terperinci, dan lengkap, misalnya, berapa nilai ekonomi setiap tahunnya yang dapat diperoleh dari pemanfaatan TWA tersebut sebagai daerah tujuan wisata. upaya
Selanjutnya, tindakan bagaimana yang mesti dilakukan agar
pemanfaatannya
dapat
berjalan
dengan
optimal
tanpa
harus
mengorbankan sumberdaya alam dan lingkungan yang ada, sehingga dapat dimanfaatkan dalam jangka waktu yang panjang.
7
Permasalahan-permasalahan tersebut di atas adalah tanda tanya besar yang harus dijawab, bukan saja oleh pengelola TWA tersebut dan Pemerintah Kota Sabang, tetapi oleh seluruh komponen masyarakat yang berkepentingan terhadap kelestarian dan kesinambungan wilayah perairan laut yang dilindungi tersebut. Manfaat dari jasa-jasa lingkungan yang dihasilkan nyatanya telah dinikmati oleh masyarakat yang berdomisili di sekitarnya dan pemerintah daerah setempat melalui geliat ekonomi kegiatan pariwisata. Selama ini, besarnya manfaat ekonomi yang diperoleh dari TWA Laut Pulau Weh belumlah diketahui.
Dengan demikian, upaya menghitung nilai
ekonomi sumberdaya alam yang ada di TWA Laut Pulau Weh mutlak harus dilakukan. Hal ini sangat relevan dengan kondisi dan keberadaan TWA Laut Pulau Weh di Kota Sabang, karena wilayah laut yang memiliki luasan perairan 2.600 hektar ini sarat dengan kepentingan sosial, ekonomi, dan ekologi. Dari sisi sosial, keberadaaan TWA Laut Pulau Weh ini merupakan salah satu identitas dari masyarakat yang hidup di sekitarnya. Kearifan masyarakat (local wisdom) dalam menjaga dan memelihara TWA Laut Pulau Weh telah menjadikannya sebagai bagian yang tak terpisahkan dari kelangsungan dan eksistensi dari TWA itu sendiri sampai dengan saat ini. Selanjutnya dari sisi ekonomi, terlihat dari banyaknya penduduk yang berdomisili di sekitar TWA Laut Pulau Weh yang menggantungkan hidupnya dari kegiatan pariwisata.
Dalam skala yang lebih luas, kegiatan pariwisata Kota
Sabang yang mengandalkan TWA Laut Pulau Weh sebagai daya tarik wisatanya telah memberikan kontribusi dalam perekonomian Kota Sabang. Adapun dari sisi ekologi, TWA Laut Pulau Weh merupakan wilayah perairan yang kaya dengan keanekaragaman hayati, sehingga menjadi modal utama dalam
mempromosikannya
sebagai
kawasan
pariwisata
bahari.
Keanekaragaman hayati meliputi keragaan fisik dan biota lautnya. Selama ini, pemanfaatan TWA Laut Pulau Weh dirasakan masih belum optimal yang diantaranya disebabkan oleh belum terpenuhinya seluruh aspek yang menjadi prasyarat dalam pengelolaannya. Salah satu aspeknya adalah belum diketahuinya nilai ekonomi secara menyeluruh yang ada di TWA ini. Berdasarkan pertimbangan tersebut, diperlukan suatu studi dan kajian yang mendalam untuk mengetahui nilai ekonomi TWA Laut Pulau Weh. Nantinya, hasil kajian tersebut dapat dijadikan dasar dan pijakan ilmiah untuk menyusun rumusan kebijakan dalam rangka pengelolaan TWA Laut Pulau Weh
8
berdasarkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan khususnya untuk sektor pariwisata. Nilai ekonomi dari TWA Laut Pulau Weh merupakan jumlah keseluruhan dari keragaan ekonomi yang berada dalam wilayah tersebut, baik barang/jasa yang dimanfaatkan secara langsung maupun tidak langsung. Untuk mengetahui jenis-jenis nilai ekonomi yang terdapat di TWA Laut Pulau Weh, dapat mengacu pada pembagian jenis nilai dari sumberdaya alam sebagaimana terlihat dalam Gambar 1.
Sumber
: Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Otonomi Daerah : Perspektif Kebijakan dan Valuasi Ekonomi (Darusman et al. 2003)
Gambar 1. Kategori Nilai Ekonomi Sumberdaya Alam Berdasarkan Gambar 1, dapat terlihat bahwa untuk mendapatkan nilai ekonomi total dari TWA Laut Pulau Weh, meliputi banyak aspek yang harus dihitung, yaitu nilai pemanfaatan atau penggunaannya (baik langsung maupun tidak langsung) dan nilai non-pemanfaatan (seperti nilai pewarisan dan keberadaannya). Dalam penelitian ini, akan dilakukan analisis terhadap nilai ekonomi yang dihasilkan dari pemanfaatan tidak langsung (indirect use value), yaitu kegiatan pariwisata. Nilai ekonomi dari kegiatan pariwisata di TWA Laut Pulau Weh dikategorikan dalam nilai ekonomi yang dimanfaatkan secara tidak langsung karena konsumen atau manusia tidak mengambil manfaat langsung dari TWA tersebut. Oleh karena itu, perhitungan-perhitungan yang dilakukan untuk memperoleh nilai ekonominya juga harus melalui metode tersendiri, karena tidak ada nilai pasarnya (non-market value).
Metode perhitungan yang digunakan
9
dalam pengukurannya berbeda dengan menghitung nilai pemanfaatan langsung yang memiliki nilai pasar (market value), seperti ikan, kayu, burung, dan beragan manfaat sumberdaya alam lainnya. Dengan demikian, untuk menghitung nilai ekonomi dari kegiatan pariwisata di TWA Laut Pulau Weh, didekati dengan mengetahui tingkat keinginan membayar dari konsumen/wisatawan/pengunjung yang berkunjung ke kawasan tersebut.
Dengan kata lain, besaran biaya yang dikeluarkan oleh seorang
pengunjung untuk melakukan kegiatan pariwisata di TWA Laut Pulau Weh dapat dijadikan sebagai proxy untuk mengetahui nilai ekonomi yang dimiliki oleh TWA Laut Pulau Weh tersebut. Berdasarkan gambaran dan uraian di atas, maka dapat dirumuskan pemasalahan-permasalahan sebagai berikut : 1). Berapa nilai ekonomi TWA Laut Pulau Weh berdasarkan analisis biaya perjalanan pengunjung atau wisatawan yang berkunjung ke sana? 2). Selanjutnya, bagaimana rumusan dan prioritas kebijakan pengelolaan dalam rangka pengembangan TWA Laut Pulau Weh ke depan berdasarkan analisis nilai ekonomi yang ada? 1.3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian adalah : 1). Mengetahui nilai ekonomi TWA Laut Pulau Weh berdasarkan analisis biaya perjalanan yang dikeluarkan/dihabiskan pengunjung atau wisatawan selama berkunjung ke lokasi wisata tersebut. 2). Merumuskan sekaligus menentukan prioritas kebijakan pengelolaan dalam rangka pengembangan TWA Laut Pulau Weh agar wisatawan yang berkunjung dapat meningkat, baik dalam jumlah maupun frekuensinya pada masa mendatang. 1.4. Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna dalam : 1). Memberikan informasi mengenai karakteristik pengunjung dan objek daya tarik wisata yang ada di TWA Laut Pulau Weh di Kota Sabang. 2). Mendapatkan gambaran tentang adanya nilai ekonomi dari TWA Laut dari aspek perjalanan yang dilakukan oleh pengunjung atau wisatawan.
10
3). Memperkenalkan teknik valuasi tidak langsung terhadap nilai ekonomi sumberdaya alam. 4). Menghasilkan rumusan dan prioritas kebijakan pengelolaan dalam rangka pengembangan TWA Laut Pulau Weh secara berkelanjutan. 1.5. Kerangka Pemikiran Sektor pariwisata merupakan salah satu sektor ekonomi unggulan di Kota Sabang. Hal ini didasarkan pada potensi sumberdaya alam yang memiliki daya tarik wisata yang sangat tinggi berupa keindahan bawah laut, pantai, dan panorama alam pengunungan yang terdiri atas hutan lindung yang masih terjaga dengan baik.
Kegiatan pariwisata telah memberikan kontribusi yang nyata
terhadap perekonomian Kota Sabang yang dapat dilihat dari persentase kontribusi dalam PDRB Kota Sabang yang mencapai rata-rata 8,36% per tahun selama 1999-2003. Untuk jumlah kunjungan wisatawan, selama enam tahun terakhir (2000-2005), jumlah wisatawan baik domestik maupun mancanegara yang berkunjung ke Kota Sabang rata-rata mencapai 76.523 orang per tahun. Salah satu objek wisata yang paling menarik dan ramai dikunjungi oleh wisatawan adalah TWA Laut Pulau Weh yang memiliki keindahan alam bawah laut dan keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Selama ini, pengelolaan TWA Laut ini masih belum dilakukan secara profesional dan keragaan nilai ekonomi yang terkandung atau yang ada belum diketahui.
Oleh karena itu,
dalam penelitian ini dilakukan penghitungan nilai ekonomi TWA Laut Pulau Weh yang didekati dengan menganalisis biaya perjalanan yang dikeluarkan pengunjung atau wisatawan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Travel Cost Methode sebagai salah satu teknik pengukuran nilai ekonomi dari sumberdaya alam yang tidak memiliki nilai pasar. Dalam analisisnya, nilai ekonomi TWA Laut Pulau Weh diperoleh
melalui
proxy
tingkat
keinginan
membayar
dari
pengunjung
berdasarkan seluruh biaya yang dikeluarkan untuk sampai ke TWA Laut Pulau Weh dan untuk kembali ke tempat tinggal tetap pengunjung serta seluruh biaya yang dihabiskan selama berada di lokasi kunjungan. Setelah diperoleh besaran nilai ekonomi TWA Laut Pulau Weh berdasarkan analisis biaya perjalanan, langkah selanjutnya adalah merumuskan kebijakan pengelolaan TWA Laut Pulau Weh ke depan yang mengacu kepada prinsipprinsip pembangunan berkelanjutan. Analisis kebijakan ini pada prinsipnya untuk
11
menentukan langkah-langkah pengelolaan TWA Laut Pulau Weh yang tepat berdasarkan berbagai kriteria (multikriteria), yang meliputi aspek ekonomi, sosial, ekologi, politik, geografi, dan teknis. Analisis tersebut dilakukan dengan menggunakan metode Multi Criteria Decision Making (MCDM). Dalam analisis MCDM, pendekatan yang digunakan sebagai fungsi agregasi dalam perhitungannya adalah Weighted Sum Methode (WSM) atau Metode Penjumlahan Bobot sebagai alat analisis (tool analyze) yang didasarkan pada keragaan fisik dan non-fisik serta permasalahan lainnya yang ada pada TWA Laut Pulau Weh. Kerangka pemikiran dari keseluruhan tahapan penelitian ini secara skematis digambarkan dalam diagram alir Gambar 2.
Gambar 2. Diagram Alir Kerangka Penelitian