I. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Pembangunan sebagai upaya sadar dan terencana dalam mengolah dan
memanfaatkan sumber daya alam untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, idealnya memadukan perimbangan sosial, ekonomi, dan lingkungan dalam pengambilan
keputusan.
Dalam
konteks
pembangunan
berkelanjutan
(sustainable development) yaitu pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri (WCED 1987), keseimbangan antara dimensi sosial, ekonomi dan lingkungan menjadi kunci yang harus diperhatikan dalam merumuskan kebijakan pembangunan. Bencana banjir dan kekeringan merupakan salah satu akibat negatif dari tidak adanya keseimbangan antara pembangunan sosial, ekonomi dan lingkungan. Banjir dan kekeringan cenderung meningkat dari tahun ke tahun baik secara kuantitas dan waktu kejadian maupun secara kualitas. Banjir tidak hanya berupa air saja tetapi juga membawa lumpur, sedimen, limbah, dan lain lain. Banjir tidak hanya disebabkan oleh faktor alam saja (curah hujan yang tinggi, kondisi topografi, penutup lahan) namun juga sebagai akibat ulah dan aktivitas manusia dalam mengelola, mengolah dan memanfaatkan alam. Intervensi manusia dalam memanfaatkan sumber daya alam semakin lama semakin meningkat sehingga menimbulkan masalah yang sebelumnya jarang terjadi. Maraknya kejadian bencana akhir-akhir ini seperti tanah longsor, banjir, kekeringan dan sebagainya merupakan indikator tidak optimalnya pengelolaan sumber daya dalam Daerah Aliran Sungai (Kodoatie R dan Rustam S, 2008) Fenomena banjir musim hujan dan kekeringan musim kemarau yang sering terjadi akhir-akhir ini merupakan indikator hidrologis buruknya kondisi suatu Daerah Alira Sungai (DAS). Fenomena ini terjadi akibat terganggunya keseimbangan daur hidrologi yang ditandai dengan ekstrimnya salah satu komponen daur hidrologi yakni aliran permukaan (run-off) akibat menurunnya kapasitas infiltrasi tanah. Air hujan yang jatuh di permukaan tanah lebih banyak
2
yang menajdi aliran permukaan dibandingkan dengan air yang masuk dan tersimpan di dalam tanah (Maryono A, 2003). Beberapa kejadian banjir di tahun 2006 antara lain: banjir bandang disertai tanah longsor yang menewaskan lebih dari 250 orang pada tanggal 20 Juni 2006 di Sinjai Sulawesi Selatan; di Trenggalek yang menewaskan lebih dari 30 orang pada bulan April 2006; di Jember yang menewaskan 62 orang dan ratusan rumah rusak; serta banjir di pantura (Demak, Semarang, Kendal, dan Indramayu) yang mengakibatkan kerugian milyaran rupiah akibat ribuan rumah dan ribuah hektar sawah
terendam serta 4 orang meninggal dunia.
Banjir
pantura tanggal 28 Januari 2006 ini juga mengakibatkan transportasi darat lewat pantura (dari arah Kendal ke Semarang serta dari Semarang ke Jawa Timur) lumpuh total selama 2 hari seperti terlihat pada Tabel 1. Tabel 1 Lokasi dan kerugian bencana banjir selama 5 tahun terakhir di Indonesia NO
LOKASI DAN TAHUN KEJADIAN BANJIR
BESAR KERUGIAN
1
Banjir Bandang di Kec Panti, Jember , 2 Januari 2006
60 orang tewas, ratussan rumah rusak.
2
Banjir di Pantura (Pati, Kudus, Demak, Semarang, Kendal, Cirebon, Indramayu), 28 Januari 2006 Banjir Bandang di Malang dan Jombang, Feb 2006
Ribuan hektar sawah terendam dan ribuan rumah terendam Ratusan rumah rusak
4
Banjir Bandang di Pati, Maret 2006
Ratusan rumah rusak
5
Banjir Bandang di Sumber Manjing, Malang, 2004
3 orang tewas, rumah rusak
6
Banjir di Blitar Selatan, 2004.
16 Orang tewas dan puluhan rumah rusak
7
Bajir Bandang di Bukit Lawang, Bohorok, 3 November 2003
92 orang tewas, 154 orang hilang
8
Banjir bandang di Langkat, Sumatra utara, 7 Oktober 2003
9
Banjir Bandang di Malang, 22 – 23 November 2003
600 rumah terendam, puluhan rumah rusak dan ratusan hektar sawah rusak 3 orang tewas dan 400 rumah tergenang (150 rusak)
10
Banjir dan tanah longsor di Ende, NTT, 29 Maret 2003
42 orang tewas dan ratusan rumah hancur
11
Banjir di Pacet, Mojokerto, 2002
24 orang tewas
12
Banjir di Jakarta, Feb 2002
Kerugian ditaksir mencapai Rp 10 trilyun
3
Sumber : disarikan dari berbagai sumber
ratusan
3
Seperti halnya kota-kota pantai lainnya di Indonesia, Semarang menghadapi permasalahan laten berupa banjir, baik banjir musiman yang datang setiap musim hujan, maupun banjir harian akibat rob. Banjir seakan sudah menyatu dengan kota Semarang, sehingga mendapat julukan “Kota Banjir“ bahkan telah diabadikan dalam sebuah lagu yang cukup terkenal yaitu “Semarang Kaline Banjir“. Berbagai usaha dan kegiatan yang berkaitan dengan penanggulangan banjir, baik yang berupa studi, seminar, diskusi, di samping kegiatan fisik sarana penanggulangan banjir, sudah tak terhitung jumlahnya. Usaha tersebut sudah dimulai sejak jaman Belanda, yaitu dibangunnya Banjir Kanal Timur dan Banjir Kanal Barat sekitar awal abad 19. Namun keadaan tak teratasi, banjir masih saja terus terjadi, khususnya pada musim hujan. Bahkan dikatakan makin meningkat, baik luasan maupun sebarannya (BAPPEDA Kota Semarang, 2008). Kota Semarang merupakan ibukota Propinsi Jawa Tengah, secara geografis terletak pada 110o50‘ Bujur Timur dan 6o50’ – 7o10’ Lintang Selatan. Kota Semarang memiliki luas wilayah 373,70 km2. Secara administratif, kota Semarang terbagi atas 16 wilayah kecamatan dan 177 kelurahan. Kecamatan yang paling luas wilayahnya adalah kecamatan Mijen seluas 57,55 km2, kecamatan Gunungpati seluas 52,63 km2. Sedangkan kecamatan yang terkecil wilayahnya adalah kecamatan Semarang Tengah seluas 5,14 km2. Secara topografi kota Semarang terdiri atas daerah pantai, dataran rendah dan perbukitan, sehingga memiliki wilayah yang disebut sebagai kota bawah dan kota atas. Kota bawah merupakan pantai dan dataran rendah yang memiliki kemiringan antara 0 - 5%, sedangkan di bagian selatan merupakan daerah dataran tinggi dan perbukitan dengan kemiringan bervariasi antara 5 40%. Wilayah kota Semarang berada pada ketinggian antara 0 - 348 m dpl (di atas permukaan laut). Tantangan yang dihadapi adalah menjaga keseimbangan kota atas dan kota bawah dalam satu kesatuan ekologis. Salah satu sungai besar yang mengalir di tengah kota Semarang adalah Kali Garang. Kali Garang dengan luas DAS 203 km
2
dicirikan oleh debit aliran
banjir yang besar dan datangnya cepat (flash flood). Kali Garang mempunyai pola meranting, dengan demikian banyak anak-anak sungainya. Anak sungai yang utama yaitu Sungai Kreo dan Sungai Kripik, dengan panjang aliran Kali Garang dari hulu sampai ke hilir kurang lebih 35 km (Gambar 1).
4
Kali Kripik Kali Kreo
Kali Garang
Gambar 1 Peta Kota Semarang. Kali Garang yang terletak di bagian barat kota Semarang, semula mempunyai muara yang disebut Kali Semarang. Dengan adanya perkembangan kota, beban Kali Semarang menjadi berat, sementara upaya normalisasi sudah tidak memungkinkan. Maka pada abad ke 19, dibangunlah Banjir Kanal Barat mulai dari Simongan lurus ke utara langsung menuju laut. Banjir Kanal Barat merupakan terusan dari Kali Garang yang bersumber di Gunung Ungaran. Adanya pemukiman penduduk yang padat di sekitar Kali Garang sehingga banjir yang terjadi mengakibatkan kerugian yang sangat besar baik harta maupun nyawa. Pada tanggal 25 Januari 1990 terjadi banjir bandang yang mengakibatkan lebih dari 45 orang meninggal dan kerugian harta benda yang begitu besar. Kerugian total ditaksir mencapai 8,5 milyar rupiah. Daerah yang mengalami kerugian terbesar meliputi Kecamatan Semarang Barat dan Semarang Selatan. Ketinggian genangan/banjir di dua kecamatan tersebut mencapai 3 meter selama 3 sampai 5 jam (JICA, 2000)
5
Dalam upaya mengurangi bencana banjir, aspek pengendalian banjir adalah sangat penting. Secara umum, pengendalian banjir dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu upaya struktur dan non struktur.
Upaya struktur antara lain
pembangunan waduk, floodway, perbaikan alur sungai, retardasi (waduk alam). Dalam upaya pengendalian banjir, selain melalui upaya struktur dengan membangun bangunan prasarana pengairan pengendali banjir, perlu juga dikembangkan upaya non struktur antara lain Flood Planning Zooning dan Flood Forecasting and Warning System (FFWS) atau Sistem Prediksi dan Peringatan Dini Banjir yang meliputi kegiatan prediksi (memperkirakan) besaran dan kapan akan terjadi banjir sekaligus pemberitahuan kepada masyarakat kemungkinan akan terjadinya. Kejadian banjir dapat diantisipasi dengan menggunakan sistem peringatan dini banjir . Sistem peringatan dini datangnya banjir kepada masyarakat dapat dilakukan melalui berbagai peralatan komunikasi seperti radio, telepon, televisi, dll. Dalam Undang Undang No 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air disebutkan bahwa pengendalian banjir/daya rusak air menjadi tanggung jawab pemerintah, pemerintah daerah, pengelola SDA dan masyarakat (Kodatie dan Rustam S, 2008). Sehingga di dalam pelaksanaan tersebut di atas seluruh komponen ikut berpartisipasi baik dalam koordinasi maupun penyampaian informasi. Dengan adanya perkembangan teknologi informasi yang sangat pesat seperti SMS (Short Message Services) dan Web, maka informasi tentang peringatan dini banjir dapat disampaikan dan diterima dengan cepat. Metode
yang
digunakan
dalam
prakiraan
debit
banjir
dapat
dikelompokkan menjadi dua yaitu model matematis/konseptual dan model blackbox (Anwar, 2006). Prakiraan debit banjir secara konseptual adalah dengan memperhitungkan semua aspek daur hidrologi yang ada dalam suatu DAS. Metode ini mempunyai banyak kendala di antaranya sulitnya mendapatkan data di lapangan, seperti tata guna lahan, evapotranspirasi, infiltrasi, perkolasi, interflow, dan lain lain. Sedangkan sistem prediksi banjir dalam peringatan dini banjir dengan menggunakan data curah hujan dan debit
antara lain
menggunakan metode ARIMA (Auto Regresive Integrated Moving Average) dan ANN (Artifical Neural Network) atau lebih dikenal Jaringan Syaraf Tiruan (JST). Dengan adanya perkembangan teknologi informasi seperti SMS dan Web, memungkinkan integrasi antara model sistem prediksi banjir dan teknologi informasi. Dengan adanya integrasi tersebut, diharapkan infomasi tentang peringatan dini banjir dapat diterima masyarakat secara cepat dan akurat.
6
Dalam penanganan bencana, paradigma yang sedang dikembangkan adalah paradigma pengurangan resiko. Pendekatan ini merupakan perpaduan dari sudut pandang teknis dan ilmiah dengan perhatian kepada faktor faktor sosial, ekonomi, dan politik dalam perencanaan pengurangan bencana. Dalam hal ini penanganan bencana bertujuan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengelola dan menekankan resiko terjadinya bencana. Hal penting dalam pendekatan ini adalah memandang masyarakat sebagai subyek dan bukan sebagai obyek penanganan bencana dalam proses pembangunan. Untuk itu sangat diperlukan peran masyarakat dalam penanggulangan bencana termasuk penanggulangan bencana banjir.
Sehingga dalam penanggulangan
bencana banjir Kali Garang, maka konsep Penanggulangan Bencana Berbasis Masyarakat (PBBM) perlu dikembangkan (Yayasan IDEP, 2005) Dalam penelitian ini dikembangkan suatu sistem peringatan dini banjir, yaitu prediksi banjir dengan menggunakan metode Jaringan Syaraf Tiruan yang diintegrasikan dengan peralatan teknologi informasi seperti SMS dan Web sehingga peringatan dini tersebut dapat diakses di manapun selama ada jaringan komunikasi. Selain itu dilakukan analisa tentang persepsi petugas banjir dan wakil masyarakat sekitar Kali Garang terhadap efektifitas serta manfaat peralatan sistem peringatan dini banjir dengan melakukan survey langsung ke petugas banjir dan wakil masyarakat .
1.2
Perumusan Masalah Pemantauan aliran sungai umumnya dilakukan dengan pemantauan
elevasi muka air sungai
secara manual (dengan papan duga) atau secara
otomatis dengan AWLR (Automatic Water Level Recorder).
Saat ini, elevasi
permukaan air di sepanjang Kali Garang diukur secara mekanik dengan AWLR dan manual di lokasi Bendung Simongan. Nilai elevasi permukaan air diketahui dari hasil penggambaran grafik berdasarkan perubahan permukaan air atau dengan operator melihat langsung level di lokasi pengukuran dengan membaca papan duga. Setelah itu operator akan mencatat dan menentukan apakah level tersebut telah berada pada batas aman, batas pengawasan atau batas bahaya. Jika pada batas tidak aman maka operator akan menghubungi instansi terkait melalui media komunikasi seperti kentongan, telepon, atau radio HT secara manual.
7
Kondisi diatas adalah kondisi umum yang terjadi saat ini. Dari kondisi tersebut maka kecepatan, ketepatan dan sistem penyampaian pesan terutama pada saat elevasi permukaan air diatas ketinggian normal menjadi memiliki keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki secara umum adalah : •
Belum ada pencatatan secara real time
•
Pengukuran ketinggian permukaan air sungai dilakukan secara manual atau mekanik
•
Operator harus ke lapangan untuk pencatatan dan pengawasan
•
Ketinggian air diatas normal hanya dapat diketahui saat operator berada ditempat pengukuran
•
Ketergantungan tinggi pada kedisiplinan operator atau petugas banjir
•
Sistem penyampaian dan penyimpanan data manual Saat ini sistem pengukuran tinggi muka air secara otomatis dengan
sistem telemetri belum diterapkan di Kali Garang. Sehingga sistem peringatan dini banjir secara otomatis belum dapat diterapkan. Dengan adanya kelemahan kelemahan sistem peringatan dini banjir secara manual maka diperlukan sistem peringatan dini banjir secara otomatis yang dapat memberikan informasi banjir ke petugas banjir atau masyarakat sekitar Kali Garang. Kali Garang yang mempunyai karakteristik debit banjir yang cepat memerlukan sistem peringatan dini banjir yang cepat. Sistem peringatan dini banjir ini akan sangat membantu mengurangi besarnya kerugian akibat banjir. Permasalahan adalah sejauh mana sistem peringatan dini banjir yang paling tepat dalam mengantisipasi akan adanya banjir.
Selain itu, metode prediksi
banjir yang bagaimanakah dan peralatan yang bagaimanakah yang dapat mendukung sistem peringatan dini banjir yang akurat. 1.3
Tujuan Penelitian Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan
model
prediksi banjir dan peringatan dini banjir berbasis SMS dan Web dan diharapkan dapat memberi nilai tambah (added value) yang dapat dirasakan langsung oleh masyarakat dan pemerintah dalam penanganan bencana banjir. Secara rinci tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Mengembangkan sistem perangkat keras dan lunak telemetri hidrologi Kali Garang berbasis SMS.
8
2) Mengembangkan sistem perangkat lunak prediksi banjir Kali Garang dengan model Jaringan Syaraf Tiruan. 3) Membangun sistem informasi peringatan dini banjir Kali Garang berbasis SMS dan Web. 4) Mengintegrasikan telemetri hidrologi, prediksi tinggi muka air sungai dan sistem informasi peringatan dini banjir ke dalam
suatu sistem Flood
Forecasting and Warning System (FFWS) atau sistem prediksi dan peringatan dini banjir. 5) Melakukan analisis tentang persepsi petugas banjir dan tentang
masyarakat
fungsi dan efektifitas peralatan peringatan dini banjir yang
dikembangkan. 1.4
Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah: 1) Untuk memberikan informasi secara dini prakiraan akan terjadinya banjir pada penduduk disekitar Kali Garang sehingga masyarakat dapat melakukan upaya penyelamatan sebelum kejadian banjir . 2) Untuk memberikan informasi secara dini prakiraan akan terjadinya banjir kepada instansi pemerintah sehingga dapat melakukan tindakan pencegahan dan penyelamatan banjir. 3) Sistem peringatan dini yang secara otomatis ini diharapkan
dapat
dijadikan model peringatan dini banjir untuk daerah perkotaan lain yang padat penduduk. 1.5
Kerangka Pemikiran Perkotaan yang merupakan pusat segala kegiatan manusia, pusat
produsen, pusat perdagangan, sekaligus pusat konsumen. Urbanisasi yang terjadi di hampir seluruh kota besar di Indonesia akhir-akhir ini menambah beban daerah perkotaan menjadi lebih berat. Kebutuhan akan lahan, baik untuk permukiman maupun kegiatan perekonomian meningkat sehingga lahan yang berfungsi sebagai retensi dan resapan menurun, akibatnya aliran permukaan bertambah besar. Perubahan lahan dari hutan menjadi daerah terbangun juga meningkatkan erosi. Material yang tererosi terbawa serta ke sungai dan menyebabkan pendangkalan dan penyempitan sungai.
Perubahan tata guna
9
lahan yang selalu terjadi akibat perkembangan kota dapat mengakibatkan peningkatan aliran dan menyebabkan banjir. Penanggulangan banjir secara struktur (normalisasi sungai, pembuatan polder, waduk, dll) sebenarnya tidaklah cukup. Pendekatan non struktur dengan melakukan prediksi dan peringatan dini menjadi sangat penting untuk mengurangi dampak kerugian banjir, apalagi untuk menghadapi banjir bandang yang datangnya secara tiba tiba. Melalui sistem prediksi dan peringatan dini banjir ini, banjir dapat diketahui beberapa jam sebelum menggenangi suatu wilayah. Dengan demikian para petugas pintu/pompa dapat bersiap siap untuk mengoperasikan infrastruktur yang telah ada untuk mengurangi besarnya genangan dan dampak akibat adanya banjir yang akan datang serta memberikan waktu kepada penduduk untuk menyelamatkan diri dan mengamankan harta benda. Metode yang sering dipergunakan dalam pengembangan sistem peringatan dini banjir suatu DAS yang mempunyai data curah hujan dan debit sungai adalah model kotak hitam (black-box). Model kotak hitam dipergunakan untuk mengubah data curah hujan menjadi debit sungai tanpa memperhitungkan sifat bio fisik DAS dan tanpa memperhitungkan proses yang terjadi dalam perubahan tersebut. Salah satu contoh model kotak hitam adalah Jaringan Syaraf Tiruan. Model inilah yang akan dipakai dalam pemilihan prediksi debit banjir/tinggi muka air. Model JST memerlukan data curah hujan dan tinggi muka air untuk beberapa periode sebelumnya sebagai pembelajaran dan membangun JST. Peringatan dini yang merupakan pemberitaan hasil pemantauan dan akuisisi data curah hujan dan aliran sungai (tinggi muka air/debit), perlu disampaikan dengan baik kepada masyarakat luas, utamanya di daerah rawan banjir. Pemberitahuan kepada organisasi penanggulangan bencana alam tidak boleh terlupakan. Pada saat ini khususnya di luar negeri telah ada peralatan hidrometri berbasis komputer. Sistem prediksi banjir dan peringatan dini perlu ditunjang oleh suatu perangkat lunak (software) untuk memprediksi besar dan waktu terjadinya banjir serta perangkat keras (hardware) untuk dapat memantau dan mengirimkan data di lapangan secara tepat. Pembentukan sistem prediksi ini selanjutnya mengarah pada sistem peringatan dini yang akan memberikan peringatan akan datangnya banjir dalam periode waktu tertentu sebelum banjir datang. Dengan
adanya
membantu dalam hal
perkembangan
teknologi
informasi
akan
sangat
penyampaian informasi sistem peringatan dini
banjir.
10
Selain itu dengan adanya perangkat teknologi informasi yang berbasis Web dan SMS, informasi peringatan dini banjir tersebut dapat diakses di manapun selama jaringan telekomunikasi tersebut ada. Gambar 2 menunjukkan kerangka pemikiran sistem peringatan dini banjir secara lengkap. Hujan di DAS Garang
Telemetri Curah Hujan Data curah hujan Data TMA DAS Garang
Aliran Permukaan
Studi korelasi curah hujan dan TMA dengan Jaringan Syaraf Tiruan Tiruan
Telemetri TMA
Tingkat kesalahan memenuhi syarat
(TMA)
Waspada SIaga Awas
Kalibrasi dan Verifikasi Model
Tidak
Kondisi Tinggi Muka Air Sungai
Time Response Banjir
Aman
Banjir
Ya Model Prediksi Banjir dengan JST
Aman
Waspada Siaga Awas
Time Response Informasi Banjir
Informasi Peringatan Dini Banjir dengan SMS dan Web
Time response informasi banjir < Time response banjir, peringatan dini banjir berhasil Time response informasi banjir > Time response banjir, peringatan dini banjir gagal
Gambar 2 Kerangka pemikiran sistem peringatan dini banjir
11
Mengingat pentingnya informasi bahaya banjir terutama informasi ketinggian permukaan air sungai dan menjawab tuntutan masyarakat akan penyediaan informasi yang tepat, real time dan akurat, maka upaya pematauan yang dilakukan secara manual saat ini belum dapat secara optimal menjawab tuntutan di atas. Oleh sebab itu monitoring yang dilakukan saat ini perlu ditingkatkan kinerjanya dengan tujuan menyediakan dan memberitahukan informasi penting mengenai ketinggian (elevasi) permukaan air sungai secepat, seakurat dan se-real time mungkin, dan hal ini dapat diwujudkan dengan suatu pemantaun secara otomatis. Sistem ini akan menunjang dan sangat dibutuhkan dalam pembangunan sistem prediksi banjir dan peringatan dini. 1.6
Kebaruan Kebaruan dalam Disertasi ini mencakup dua hal yang terpenting yaitu
dari segi pendekatan dan segi hasil. Dari segi pendekatan yaitu metode yang digunakan dalam prediksi banjir adalah metode Jaringan Syaraf Tiruan dan diintegrasikan dengan sistem informasi banjir secara real time. Sedangkan dari segi hasil adalah sistem peringatan dini banjir ini telah diimplementasikan secara nyata di lapangan dan dilakukan evaluasi dari kinerja sistem peringatan dini banjir sehingga akan diketahui apakah hasil implementasi sistem peringatan dini banjir di lapangan akan berhasil atau tidak.