I. PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Pembangunan ekonomi pada dasarnya untuk memenuhi dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat (social welfare) tidak bisa sepenuhnya diserahkan pada mekanisme pasar, oleh karena itu sampai pada batas-batas tertentu diperlukan campur tangan pemerintah dalam mewujudkannya. Intervensi pemerintah terutama diperlukan karena adanya kegagalan pasar (market failure) yang disebabkan oleh: (i) barang publik (public goods), (ii) eksternalitas, (iii) monopoli alamiah dan (iv) informasi tidak sempurna (Stiglitz 2000). Intervensi pemerintah Amerika Serikat dalam bidang ekonomi telah berkembang makin intensif sejak tahun 1930-an, baik sebagai respon atas terjadinya
depresi
besar
(great
depression),
maupun
karena
semakin
berkembangnya peranan pemerintah dalam perekonomian dan pembangunan. Peranan pemerintah semakin besar seiring dengan semakin besarnya tantangan yang dihadapi, serta semakin kompleksnya intensitas permasalahan yang muncul dalam
kehidupan
bermasyarakat,
berbangsa
dan
bernegara.
Pemerintah
mempunyai dua perangkat kebijakan perekonomian makro yaitu kebijakan fiskal dan kebijakan moneter. Kedua kebijakan ini dilakukan untuk membuat pertumbuhan ekonomi tumbuh dengan tingkat wajar dan tingkat inflasi serta pengangguran yang rendah. Kebijakan tersebut juga digunakan pemerintah untuk menghadapi resesi singkat, seperti yang terjadi pada tahun 1991 di Amerika Serikat dan untuk mencegah booming yang diluar kendali. Intervensi pemerintah dalam bidang ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung. Salah satu bentuk intervensi pemerintah secara langsung adalah dengan intervensi anggaran (budget interventions) melalui kebijakan fiskal (fiscal policies). Kebijakan fiskal dapat dilakukan dengan kebijakan perpajakan, kebijakan bukan pajak, kebijakan anggaran belanja negara maupun kebijakan pembiayaan anggaran. Intervensi pemerintah secara tidak langsung dapat ditempuh melalui berbagai regulasi atau peraturan pemerintah.
2
Tujuan dari kebijakan fiskal adalah untuk mencapai sasaran ekonomi makro yang lebih luas, yaitu meningkatkan pertumbuhan ekonomi, mencapai keseimbangan internal dan mencapai keseimbangan eksternal. Ketiga tujuan ini tidak dapat dilakukan sendiri dengan kebijakan fiskal, tetapi perlu dikoordinasikan dengan berbagai kebijakan makro lainnya yaitu kebijakan moneter dan nilai tukar (exchange rate). Kebijakan fiskal tidak hanya ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang sedang menurun (misalnya dalam situasi krisis atau resesi ekonomi), namun juga dapat ditujukan untuk menstabilkan perekonomian yang terlalu panas (over heating). Salah satu contohnya bila terjadi inflasi yang tinggi (over inflation). Kebijakan fiskal yang ditujukan untuk mendorong roda perekonomian sering disebut dengan kebijakan fiskal ekspansif atau deficit budget. Kebijakan ini intinya merupakan kenaikan rasio belanja negara terhadap pendapatan negara, yang pada dasarnya berupa penambahan defisit anggaran atau penurunan surplus anggaran. Kebijakan tersebut dikenal juga dengan kebijakan pemberian stimulus fiskal. Kebijakan stimulus fiskal dalam prakteknya dapat ditempuh melalui instrumen kenaikan belanja negara (spending increase), penurunan tarif pajak (tax cut) atau kenaikan belanja negara yang dibiayai kenaikan tarif pajak. Program stimulus fiskal ini dapat digunakan untuk mengantisipasi perlambatan pertumbuhan ekonomi. Stimulus fiskal dimaksudkan untuk merangsang perekonomian agar tetap bergerak dan tumbuh. Program tersebut telah dilakukan oleh beberapa negara yang mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi akibat dari krisis global yang melanda Amerika Serikat pada tahun 2008. Besaran alokasi dana untuk kebijakan stimulus fiskal pada tahun 2008 bervariasi antar negara, contohnya India dan Korea Selatan mengalokasikan anggaran sebesar 0.9% dari Produk Domestik Bruto (PDB), Thailand 1.8%, China 0.6%, dan Malaysia 4.4% (tertinggi di Asia). Indonesia mengeluarkan dana untuk stimulus fiskal pada tahun 2009 melalui kesepakatan DPR, ditetapkan sebesar 73.3 triliun rupiah (1.6% dari PDB). Berbagai hasil kajian empiris di beberapa negara maju menunjukkan bahwa pengganda fiskal cenderung bersifat positif dengan besaran 0.6 sampai dengan 1.4, sedangkan di negara-negara berkembang, penggandanya mendekati angka satu (Hemming et al 2002).
3
Pengaruh guncangan (shock) dari kebijakan fiskal mempunyai dampak yang berbeda-beda terhadap masing-masing negara di dunia. Pengaruh guncangan dari pengeluaran pemerintah di Jerman menyebabkan pertumbuhan PDB yang negatif, yang dicerminkan oleh turunnya investasi swasta. Pengeluaran pemerintah di Italia menyebabkan efek positif yang relatif kecil terhadap PDB tetapi konsumsi dan investasi menjadi turun. Guncangan ini menyebabkan terjadinya crowding out, karena kenaikan pengeluaran pemerintah menyebabkan terjadinya inflasi. Pengeluaran pemerintah di Amerika Serikat menyebabkan kenaikan PDB yang positif tetapi relatif kecil dan tidak signifikan (Afonso dan Sousa 2009). Berdasarkan informasi di atas, terlihat bahwa dampak kebijakan fiskal terhadap perekonomian memang bervariasi, sehingga sulit untuk diprediksi bagaimana pengaruh kebijakan tersebut terhadap kondisi perekonomian suatu negara. Di Indonesia, kondisi ini semakin dipersulit dengan minimnya penelitian yang mengkaji pengaruh kebijakan fiskal terhadap perekonomian. Hal inilah yang melatarbelakangi penulis melakukan penelitian tentang kebijakan fiskal khususnya pengeluaran pemerintah. Penelitian ini tidak hanya melihat dampak guncangan kebijakan fiskal terhadap PDB, tetapi juga melihat pengaruhnya terhadap variabel makroekonomi yang lain, diantaranya konsumsi, investasi, Indeks Harga Konsumen (IHK) dan suku bunga. Penelitian ini juga melihat pengaruh kebijakan fiskal di Negara ASEAN+3 lainnya. Hal ini akan menjadi menarik karena adanya rencana penyatuan mata uang ASEAN pada tahun 2015. Hasilnya dapat dijadikan pertimbangan dari sisi kebijakan fiskal terhadap rencana penyatuan mata uang ASEAN. 1.2
Perumusan Masalah Kebijakan fiskal tidak hanya ditujukan untuk mendorong pertumbuhan
ekonomi yang sedang menurun (misalnya dalam situasi krisis atau resesi ekonomi), namun juga dapat ditujukan untuk menstabilkan perekonomian yang terlalu panas (over heating). Salah satu contohnya bila terjadi inflasi yang tinggi (over inflation). Kebijakan fiskal ini diharapkan dapat memengaruhi variabelvariabel ekonomi dan dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi. Pengalaman
4
dari penelitian di negara-negara lain menunjukkan bahwa kebijakan fiskal mempunyai pengaruh yang berbeda-beda terhadap pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan utama yang ingin dibahas di dalam penelitian ini adalah melihat pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap variabel-variabel makroekonomi di Negara ASEAN+3. Permasalahan tersebut dapat dirumuskan dalam sebuah pertanyaan sebagai berikut: Bagaimanakah dampak pengeluaran pemerintah
terhadap perekonomian di
Negara ASEAN+3? 1.3
Tujuan Penelitian Penelitian ini pada intinya bertujuan untuk menganalisis pengaruh
pengeluaran pemerintah terhadap perekonomian di Negara ASEAN+3 yang meliputi: 1
Pertumbuhan ekonomi (PDB)
2
Konsumsi
3
Investasi
4
Indeks Harga Konsumen (IHK)
5
Suku bunga
1.4
Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi penulis
sendiri juga bagi pihak-pihak lain, antara lain: 1
Memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai dampak pengeluaran pemerintah di Negara ASEAN+3 terhadap pertumbuhan ekonomi.
2
Bagi penulis dapat meningkatkan pengetahuan, wawasan dan memberikan pemahaman yang semakin mendalam tentang pengeluaran pemerintah dan pengaruhnya terhadap variabel makro lainnya.
3
Bagi pemerintah, diharapkan dapat menjadi masukan dalam rangka perbaikan kebijakan fiskal khususnya pengeluaran pemerintah untuk masa yang akan datang.
4
Penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai kondisi terkini tentang dampak pengeluaran pemerintah terhadap indikator penting dalam ekonomi.
5
1.5
Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian Penelitian ini terdiri dari tiga tahapan. Pertama, memberikan gambaran
secara umum mengenai kebijakan fiskal dan keadaan perekonomian Negara ASEAN+3.
Kedua,
melihat
pengaruh
pengeluaran
pemerintah
terhadap
perekonomian dan variabel makro lainnya dengan menggunakan analisis vector autoregression (VAR) atau vector error correction model (VECM). Analisis ini
digunakan untuk masing-masing negara dan membandingkan pengaruhnya untuk masing-masing negara tersebut. Ketiga melakukan telaah dan analisis terhadap hasil estimasi dari model ekonometrika yang dibangun serta memberikan beberapa kesimpulan. Ruang lingkup penelitian ini adalah Negara ASEAN+3 yang terdiri dari tujuh negara, yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Philipina, Korea Selatan dan Jepang. Analisis menggunakan data time series tahunan dari tahun 1970-2008. Model yang digunakan yaitu analisis VAR atau VECM untuk masingmasing negara. Variabel yang digunakan meliputi pengeluaran pemerintah, PDB, konsumsi, investasi, harga dan suku bunga. Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan. Pertama,
Negara yang
dianalisis untuk kawasan ASEAN+3 hanya tujuh negara. Kedua, variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari enam variabel, yang menggunakan data time series tahunan dari tahun 1970-2008. Ketiga, variabel yang digunakan untuk melihat pengaruh kebijakan fiskal ini hanya dari sisi pengeluaran pemerintah (government expenditure).