I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Sumberdaya alam dalam konteks lingkungan hidup erat kaitannya dengan sumberdaya manusia, karena kemampuan manusia dalam
mengelola lingkungan
hidup akan mempengaruhi kualitas lingkungan. Untuk menciptakan lingkungan yang berkualitas baik menurut Wahjoedi (1990) diperlukan
adanya kondisi
keselarasan, keserasian, dan keseimbangan antara unsur-unsur sumberdaya alam, dan sumberdaya manusia melalui upaya konservasi alam. Konservasi sumberdaya alam adalah suatu usaha pengelolaan sumberdaya alam yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana dan berkelanjutan. Pengelolaan terhadap sumberdaya alam perlu menjamin adanya kesinambungan antara persediaan dan penggunaannya. Wawasan tentang lingkungan hidup dan kecakapan mengelola sumberdaya alam yang berkelanjutan dapat dibangun dengan pembekalan melalui jalur pendidikan formal (Soeryani, 2005). Pendidikan lingkungan dalam era kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang selalu berkembang harus memberdayakan manusia untuk mampu beradaptasi dalam kehidupan yang selalu berubah. Oleh karena itu
pendidikan
lingkungan harus mampu memberdayakan manusia untuk tegar tetapi lentur dengan kearifan agar mampu menghasilkan kompromi dalam berbagai hal yang memerlukan pendekatan dari dimensi yang berbeda. Dengan demikian faktor penting untuk membentuk dasar kearifan manusia dalam berperilaku terhadap lingkungan adalah melalui pendidikan lingkungan hidup (PLH).
Konsep PLH
adalah
program
pendidikan yang diarahkan untuk menciptakan pengetahuan, sikap, dan perilaku seseorang agar
memiliki wawasan konservasi yang bermuara pada peningkatan
kualitas hidup. Berbagai kasus kerusakan lingkungan yang terjadi disebabkan oleh terbatasnya lingkungan lingkungan
di antaranya dapat
wawasan sebagian masyarakat Indonesia terhadap
(Kusuma, 2003). Tiga pilar utama untuk memperbaiki adalah
kebijakan
yang
berpihak
pada
pelestarian
kualitas
lingkungan,
kelembagaan, dan pendidikan dalam arti luas baik formal atau informal (Soerjani,
2
1991).
Dengan demikian peranan pendidikan terhadap upaya perbaikan kualitas
lingkungan sangat penting. Sholahuddin (2001) mengemukakan untuk menumbuhkan sikap positif terhadap lingkungan lingkungan.
diperlukan
pengetahuan yang baik terhadap
Zahara (2002) juga mengemukakan bahwa perilaku berwawasan
lingkungan perlu dikembangkan dalam rangka terbinanya
keserasian manusia dan
lingkungan. Usaha memasukkan wacana tentang lingkungan hidup ke dalam kurikulum di sekolah
menengah telah dilakukan melalui Kurikulum 1984 (Soekmono, 1984)
dan 1994 secara terintegrasi dalam mata pelajaran. Selain itu pelatihan guru SMA untuk Pendidikan Lingkungan Hidup juga telah dilakukan. Akan tetapi keberhasilan penanaman tentang wawasan lingkungan pada siswa SMA masih dipertanyakan mengingat masih kurangnya perhatian pendidikan terhadap
dari
masyarakat sebagai produk dari
lingkungan. Sikap dan perhatian masyarakat yang rendah
terhadap lingkungan diantaranya terbentuk akibat pendidikan formal yang selama ini berlangsung kurang menanamkan wawasan tentang lingkungan. Sejauh ini metode pembelajaran cenderung teori dan jarang dikaitkan dengan lingkungan siswa berada. Akibatnya
siswa dan lulusan SMA
yang tidak melanjutkan pendidikan
tidak
mampu menerapkan materi yang dipelajari di sekolah guna memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan keseharian, terutama
yang berkaitan dengan
lingkungan. Demikian pula halnya dengan lulusan SMA yang melanjutkan diharapkan dengan bekal kompetensi lingkungan hidup yang dimiliki akan menimbulkan dampak keberpihakan terhadap lingkungan hidup. Krisis ekonomi yang berkepanjangan di Indonesia menyebabkan tingginya angka putus sekolah. Data menunjukkan pada tahun 2003 terdapat 88 % dari lulusan SMA tidak
melanjutkan pendidikan
ke Perguruan Tinggi.
Jumlah
pengangguran yang berasal dari lulusan pendidikan sekolah dasar dan menengah meningkat sebanyak 4 juta orang pada tahun 1997, menjadi 6 juta orang pada tahun 2001. Jumlah pengangguran lulusan sekolah menengah terus meningkat dari 2.1 juta pada tahun 1997 menjadi 2.5 juta orang pada tahun 2000. Pada tahun 2002 angka pengangguran di Indonesia mencapai 40 juta orang (Depdiknas, 2001). Peningkatan
3
angka putus sekolah menimbulkan masalah lingkungan karena berkaitan dengan tuntutan kebutuhan ekonomi yang cenderung memicu manusia untuk memanfaatkan sumberdaya alam dengan cara yang keliru misalnya menjadi peladang berpindah, membakar hutan, ikut dalam kegiatan illegal loging, penggunaan logam-logam berat untuk pertambangan illegal,
penggunaan bahan kimia berbahaya dalam industri
rumah tangga, pembuangan limbah
dengan tidak memperhatikan
jenis limbah,
rendahnya perhatian masyarakat terhadap pengelolaan sampah, dan pemanfaatan racun potas untuk menangkap ikan. Beberapa contoh perilaku masyarakat
yang menimbulkan masalah
lingkungan dan sering dijumpai sehari-hari ditunjukkan pada kenyataan berikut ini. Setiap hujan turun sejak tahun 1990 di daerah Kelurahan Pekayon Kecamatan Pasar Rebo Jakarta Timur terjadi penimbunan limbah busa di saluran pembuangan yang berasal dari rumah tangga setinggi 2 sampai 10 meter hingga menutupi rumah warga.
Menurut Kepala Bidang
Pengendalian dan Pencemaran
Lingkungan
BPLHD sumber limbah tersebut mengandung detergen dan terindikasi mengandung senyawa aktif biru metilene dan fosfat. Sumber air yang masuk ke Situ Tipar bersumber dari permukiman di sekitarnya seperti permukiman penduduk di bagian Timur jalan raya Bogor, Pasar PAL di jalan Raya Bogor, Pasar Cisalak, dan industri kecil tahu tempe. Disamping itu juga berasal dari beberapa industri besar yang sebenarnya
telah memiliki pengolahan limbah sendiri (Republika, 23 Desember
2004). Contoh lain adalah limbah cair dari sabun cuci juga memenuhi Pintu Air Pejompongan Tanah Abang Jakarta karena warga telah terbiasa membuang limbah rumah tangga ke pintu air tersebut (Republika, 8 Desember 2005). Adanya ancaman bagi keanekaragaman hayati dikemukakan oleh Balai Konservasi Sumberdaya Alam DKI Jakarta yaitu perburuan dan perdagangan satwa langka yang dilakukan oleh masyarakat. Satwa liar yang banyak diburu dan diperdagangkan tersebut adalah
Siamang, Burung Merak, Kakak Tua Jambul
Kuning, Nuri Kepala Hitam, Dara Mahkota, Kakak Tua Raja, Rangkong, Elang Bondol, Elang Ular, dan Arwana Irian. Jika keadaan ini terus dibiarkan maka akan terjadi gangguan terhadap ekosistem (Republika, 14 Desember 2004).
4
Terbitnya Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menekankan bahwa kurikulum disusun diantaranya dengan memperhatikan tuntunan dunia kerja, keragaman potensi daerah dan lingkungan, pembangunan daerah dan nasional, serta dinamika perkembangan global. Perubahan Kurikulum 1994 menjadi Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) pada tahun 2004 merupakan upaya Pemerintah untuk mempersiapkan sumberdaya manusia Indonesia agar memiliki kompetensi terutama dalam menghadapi pasar bebas di dengan
negara-negara ASEAN dan Asia Pasifik (APEC) yang sering dikaitkan isu-isu tentang lingkungan hidup.
dilaksanakan pada tahun 2004 perlu memberikan
Karena itu
KBK yang mulai
muatan pendidikan lingkungan
hidup. Hal ini juga terkait dengan masalah lingkungan yang dihadapi Indonesia dimana pemecahannya harus dilakukan secara holistik. Dengan demikian dunia pendidikan juga diharapkan berperan dalam membantu mengatasi masalah kerusakan lingkungan. Pembekalan lingkungan hidup melalui pendidikan adalah salah satu alternatif pemecahan masalah lingkungan namun dampaknya baru dapat dirasakan setelah selang waktu yang panjang. Disamping KBK Undang Undang No. 22 tahun 1999 yang kemudian direvisi menjadi Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dasar bagi upaya pembenahan sistem pendidikan di Indonesia agar
dijadikan
ikut berperan
dalam pelestarian lingkungan hidup. Kebijakan Pemerintah yang dituangkan dalam undang-undang tersebut dan Undang Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada intinya menjelaskan bahwa sebaiknya kabupaten/kota yang secara operasional menangani pendidikan dasar dan menengah. Oleh karena itu program-program pendidikan dan penerapan kurikulum seyogyanya ditangani oleh Pemerintah Kabupaten/Kota, sementara peran Pemerintah Pusat lebih banyak sebagai inisiator dan pendamping.
Keberhasilan otonomi pendidikan
membutuhkan
komitmen, visi, dan misi daerah untuk terus meningkatkan kualitasnya. Bupati melalui Dinas Pendidikan saat ini memiliki kewenangan penuh dalam menentukan kualitas pendidikan di daerahnya baik melalui sistem penerimaan siswa, pembinaan profesionalisme guru, rekruitmen Kepala Sekolah, penentuan sistem evaluasi, dan
5
hal lainnya (Suryadi, 2004). Jika dikaitkan dengan penerapan KBK yang pengembangannya di lapangan dapat disesuaikan dengan kondisi dan potensi tiap daerah maka KBK diharapkan dapat ikut berperan untuk memajukan daerah melalui bekal kompetensi. KBK yang diterapkan di seluruh Indonesia menitikberatkan pada pembekalan kompetensi berupa kecakapan hidup (life skill). Pembekalan ini menurut Departemen Pendidikan Nasional (2001) meliputi kecakapan mengenal diri (self awarness), kecakapan berpikir rasional (thinking skill), kecakapan sosial (social
skill),
kecakapan akademik (academic skill), dan kecakapan vokasional (vocational skill). Penanaman kecakapan mengenal diri dapat menimbulkan kompetensi kemampuan mengukur
potensi yang dimiliki dan dikembangkan sehingga seseorang dapat
mengikuti tuntutan perubahan dengan melihat peluang yang dikaitkan dengan potensi yang dimiliki. Kecakapan berpikir rasional dapat melahirkan kompetensi untuk memecahkan masalah, pengambilan keputusan dari
pengumpulan informasi.
Kecakapan sosial akan menanamkan sikap kemampuan berkomunikasi, berinteraksi, dan empati dengan lingkungan sekitar. Sedangkan kecakapan akademis merupakan kemampuan berpikir ilmiah yang dicirikan dengan logis, obyektif sistematis, terencana, andal, valid, dan akumulatif. Kecakapan vokasional adalah kompetensi ketrampilan pada kejuruan tertentu seperti pertanian, perbengkelan, perikanan, dan pertamanan. Target kecakapan hidup
yang merupakan tujuan dari KBK memerlukan
media untuk melatih siswa. Media tersebut dapat berupa wahana untuk menanamkan wawasan
lingkungan
yang
menitikberatkan
pada
kompetensi
pengelolaan
sumberdaya alam berkelanjutan. Penanaman wawasan lingkungan hidup melalui proses dan media pembelajaran
tentunya akan menyentuh kecakapan-kecakapan
yang diharapkan yaitu self awarness, social skill, vocational skill, academic skill dan thinking skill. Pembekalan bagi para peserta didik yang berada di daerah agraris dapat berupa kompetensi dalam bidang pertanian dan perkebunan yang dilakukan secara terpadu dengan perikanan dan peternakan. Pada daerah pesisir kompetensinya dapat
6
meliputi
pengembangan sektor bahari berupa
budidaya rumput laut, mutiara,
tambak, dan keramba jala apung. Bagi peserta didik yang berada di sekitar kota besar pembekalannya
dapat
berupa
bidang
industri,
jasa,
pelayanan
kesehatan,
perbengkelan, manajemen dan pemasaran, serta komputerisasi. Dengan kecakapan hidup yang telah dibekali dari sekolah tingkat dasar hingga menengah maka siswa yang putus sekolah diharapkan
dapat mempertahankan hidupnya dengan
mengembangkan potensi sumberdaya alam daerahnya yang pada akhirnya dapat memberikan kontribusi untuk membangun daerah tanpa merusak sumberdaya alam yang ada. Sedangkan bagi yang melanjutkan pendidikan dapat dijadikan pengalaman belajar yang berguna pada tingkat pendidikan selanjutnya dan bekal pada waktu terjun di masyarakat. Oleh sebab itu memperbaiki kualitas lingkungan melalui jalur pendidikan sudah saatnya diperhatikan dengan seksama.
1.2. Identifikasi Masalah KBK diharapkan dapat meningkatkan kualitas
sumberdaya manusia
Indonesia secara utuh termasuk kompetensi pada aspek lingkungan hidup. Timbulnya masalah lingkungan dalam kehidupan sehari-hari menunjukkan adanya gejala penurunan kualitas lingkungan.
Umumnya masalah lingkungan disebabkan oleh
reaksi alam terhadap ulah manusia yang memanfaatkan sumberdaya alam tanpa memperhatikan pengelolaan lingkungan secara berkelanjutan.
Upaya untuk
meningkatkan kualitas sumberdaya alam dapat berhasil jika dilakukan secara menyeluruh dari berbagai aspek tak terkecuali pendidikan.
Peranan pendidikan
dalam mempersiapkan sumberdaya manusia menghadapi masalah diantaranya dari aspek Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), Sarana dan Prasarana,
Pendanaan,
Sumberdaya Manusia, Program Kegiatan , Kerjasama Kelembagaan, dan Ketahanan Sekolah, demikian pula halnya dalam memberikan pembekalan tentang lingkungan hidup.
Berdasarkan
adanya
berbagai
masalah
yang dihadapi Pendidikan di
Indonesia maka masalah penelitian dibatasi pada lima hal yaitu : 1. Apakah KBK dapat memberikan bekal kompetensi lingkungan hidup?
siswa tentang
7
2. Apa kendala utama PLH melalui KBK ? 3. Apa langkah strategis dalam PLH ? 4. Bagaimana model Kurikulum Berwawasan Lingkungan ? 5. Bagaimana alternatif skenario pelaksanaan model Kurikulum Berwawasan Lingkungan ?
1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian sebelumnya maka pembekalan wawasan lingkungan bagi siswa melalui jalur pendidikan secara formal sangat diperlukan. Program pendidikan lingkungan yang selama ini diberikan kepada siswa SMA serta upaya pendidikan lingkungan hidup masih memerlukan perhatian mengingat banyaknya kasus-kasus perusakan lingkungan yang dilakukan oleh masyarakat secara langsung.
Berpijak
dari hal tersebut maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.3.1. Tujuan Umum : Membuat analisis kebijakan Kurikulum Berbasis Kompetensi tentang kompetensi lingkungan hidup siswa, desain Model
Kurikulum Berwawasan Lingkungan
Sekolah Menengah Atas dan alternatif skenario implementasi model Kurikulum Berwawasan Lingkungan. 1.3.2. Tujuan khusus : 1. Membuat analisis kebijakan KBK yang berkaitan dengan PLH 2. Menemukan kendala utama PLH melalui KBK 3. Menemukan langkah strategis dalam PLH 4. Membuat model Kurikulum Berwawasan Lingkungan 5. Membuat alternatif skenario dalam pelaksanaan Model Kurikulum Berwawasan Lingkungan.
1. 4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
yaitu proses
pembuatan model kebijakan pendidikan lingkungan yang diharapkan dapat mengaplikasikan system thinking yang selanjutnya dapat diterapkan dalam
8
penyusunan kebijakan. Manfaat praktis penelitian ini adalah berupa bahan kajian dan pertimbangan Depdiknas untuk berperan serta dalam memperbaiki kualitas lingkungan melalui Desain Model Kurikulum Berwawasan Lingkungan. Disamping itu model ini dapat juga dijadikan dasar dalam pengembangan Pendidikan Lingkungan Hidup di Indonesia.
1.5. Kerangka Pikir Penelitian Kebijakan Kurikulum Pendidikan Berbasis Kompetensi (KBK) diharapkan dapat memberikan bekal kompetensi pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan perilaku (psikomotor) kepada siswa SMA tentang lingkungan. Hal ini berkaitan dengan prinsip KBK yaitu pendidikan berbasis luas dengan memperhatikan potensi sumberdaya alam setempat serta menekankan kecakapan
sosial,
kecakapan
akademik,
kecakapan dan
berpikir rasional,
kecakapan
vokasional.
Dengan demikian diharapkan siswa yang tidak dapat melanjutkan sekolah setelah tamat SMA maupun yang dapat melanjutkan pendidikan
jika terjun di masyarakat
akan dapat menerapkan kompetensi tentang lingkungan yang dimilikinya. Untuk mengetahui sejauh mana
KBK dalam pelaksanaan Pendidikan Lingkungan Hidup
(PLH) memberikan kompetensi lingkungan hidup diperlukan analisis kebijakan dengan melakukan penelitian terhadap kondisi nyata. Jika pelaksanaannya telah sesuai dengan yang diharapkan maka kebijakan tersebut dapat diteruskan dan jika tidak maka perlu diambil langkah-langkah sebagai berikut: 1. Menemukan faktor penting untuk meningkatkan kompetensi siswa tentang lingkungan hidup melalui KBK 2. Menemukan kendala utama PLH melalui KBK 3. Menemukan langkah penting dalam PLH 4. Membuat Model Kurikulum Berwawasan Lingkungan
9
5. Membuat
alternatif skenario dalam pelaksanaan Model Kurikulum
Berwawasan Lingkungan Diharapkan disain Model Kurikulum Berwawasan Lingkungan dapat dijadikan rekomendasi untuk kebijakan selanjutnya sehingga dapat diaplikasikan dengan beberapa alternatif skenario pelaksanaan. Dengan demikian penerapan Model ini akan memberikan pengaruh terhadap kompetensi lingkungan hidup siswa yang pada akhirnya akan ikut berperan dalam memperbaiki kualitas lingkungan. Kerangka pikir penelitian ini selengkapnya disajikan pada Gambar 1.1.
1.6. Lingkup Penelitian Lingkungan hidup merupakan sistem yang terdiri atas subsistem-subsistem yang dibangun oleh komponen-komponen yang saling terkait dan selalu bersifat dinamis. Tujuan dari sistem tersebut adalah pembangunan berkelanjutan dengan sumberdaya manusia
sebagai
komponen penting untuk menggerakkan sistem
tersebut, seperti yang disajikan pada gambar 1.1. merupakan
Organisasi pembelajaran
faktor penting dalam meningkatkan kapasitas sumberdaya manusia
melalui pemberdayaan masyarakat. Menurut Tilaar (2000) ada empat pemain inti dalam pemberdayaan masyarakat yaitu masyarakat lokal, Universitas, Lembaga Pemerintahan Daerah dan Lembaga Pendidikan. Dengan demikian pendidikan khususnya pendidikan formal merupakan salah satu pilihan yang strategis dalam membekali kompetensi lingkungan hidup.
Sesuai dengan tujuan penelitian maka
lingkup penelitian ini dibatasi pada analisis kebijakan KBK yang dilanjutkan dengan desain Model Kurikulum Berwawasan Lingkungan dan skenario implementasinya.
10
INDIKATOR PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN EKONOMI
SOSIAL
EKOLOGI
PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
Perilaku yang mendukung Pembangunan Berkelanjutan
Kebijakan yang memperhatikan perbaikan lingkungan lokal
Kebijakan yang memperhatikan perbaikan lingkungan global
Penegakan Hukum
Regulasi SDM :
Pendidikan dan Partisipasi Masyarakat
Gambar 1.1. Peranan Pendidikan dalam Pembangunan Berkelanjutan
11
Keterangan : Indikator ekonomi : tersedianya lapangan pekerjaan, penghasilan rumah tangga, tingkat kemiskinan, kemampuan memiliki rumah,
biaya kesehatan,
jumlah
pengangguran, penyediaan tenaga kerja, penyediaan latihan kerja, pertumbuhan industri, keanekaragaman industri, keanekaragaman tenaga kerja, kewirausahaan, dan inovasi teknologi. Indikator Sosial : populasi dan sumberdaya, tingkat kejahatan, pelayanan pada masyarakat, perpustakaan, keadilan dan hukum, kelahiran bayi normal,
keikut
sertaan dalam pemilihan, kemampuan menulis pada orang dewasa, kesehatan fisik inividu, kesehatan mental individu, asuransi
kesehatan, partisipasi masyarakat.
jumlah Lembaga Swadaya Masyarakat. Indikator Ekologi : tingkat pencemaran, penerapan program perlindungan alam, energi, tingkat pemanasan global, standar industri ramah lingkungan, air, limbah cair dan
padat,
area
hijau,
pengelolaan
sumberdaya,
teknologi
pertanian,
keanekaragaman hayati, tanah, tersedianya pedesterian. (Haryadi dan Setiawan, 2002).
1.7. Nilai Kebaruan ( Novelty) Penelitian lain yang telah dilakukan sebelumnya menunjukkan
belum
tercapainya kompetensi lingkungan hidup yang diharapkan. Hal ini dikemukakan oleh Sholahuddin (1993) signifikan
antara
yang menyatakan
materi pelajaran
bahwa tidak ada hubungan yang
IPA di SMA dengan sikap siswa untuk
melestarikan lingkungan. Mashudi (1999) juga menegaskan
pemberian materi
pelajaran IPA belum dapat menumbuhkan sikap positif dalam pelestarian lingkungan. Oleh sebab itu dengan diberlakukannya KBK atau Kurikulum 2004 dan pengembangannya yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) agar tujuan pembelajaran PLH dapat dicapai, maka analisis kebijakan khususnya tentang PLH perlu dilakukan.
12
Analisis kebijakan terhadap KBK tentang kompetensi lingkungan hidup siswa selama ini belum pernah dilakukan,
demikian
pula pembuatan
desain model
Kurikulum Berwawasan Lingkungan. Penelitian ini dapat mengetahui implementasi PLH dalam KBK dan kompetensi lingkungan hidup siswa SMA. Di samping itu melalui penelitian ini dapat ditemukan kendala utama, dan langkah strategis dalam pelaksanaan
PLH melalui KBK. Untuk mengimplementasikan Kurikulum
Berwawasan Lingkungan dibuat skenario pelaksanaan.
13
LULUSAN SMA
12% lulusan SMA melanjutkan pendidikan (2003)
88% lulusan SMA tidak melanjutkan pendidikan (2003)
KBK ( Kurikulum 2004)
Analisis Kebijakan KBK
Perangkat Pendukung
MBS
Kompetensi Guru
Kompetensi LH siswa
Ya Kondisi Nyata
Model KBK
Rekomenasi
Tidak K. 1994
KBK
KTSP
Kendala PLH
Sesuai ?
DISAIN MODEL
Alternarif Skenario
Gambar 1.2. Kerangka Pikir Penelitian
Langkah Strategis PLH