EXECUTIVE SUMMARY
HASIL PENELITIAN POTENSI, PREFERENSI, DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP BANK SYARIAH: STUDI PADA WILAYAH PROPINSI JAWA TIMUR
KERJASAMA BANK INDONESIA DENGAN
PUSAT PENGKAJIAN BISNIS DAN EKONOMI ISLAM FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS BRAWIJAYA NOVEMBER 2000
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian tentang perilaku, karakteristik, dan persepsi masyarakat terhadap bank syari’ah khususnya di Indonesia masih sangat terbatas.
Namun penelitian
pendahuluan yang dilakukan Wibisana dkk. (1999) di Jawa Timur secara sederhana dapat memberikan gambaran tentatif tentang perilaku dan persepsi masyarakat terhadap bank syari’ah. Penelitian lain tentang masalah yang sama dilakukan di Jordan oleh Erol dan El-Bdour (1989) dan El-Bdour (1984). Studi pendahuluan Persepsi Masyarakat tentang BPR Syari’ah di Jawa Timur (Wibisana dkk. 1999)1 menunjukkan adanya keberagaman persepsi masyarakat terhadap bank syari’ah. Pemahaman tentang bunga, misalnya, menunjukkan bahwa sebagian besar (yaitu 55%) masyarakat (responden) mengatakan halal. Persepsi tersebut didukung oleh sebagian ulama dan santri yang mengatakan bahwa bunga bank hukumnya halal. Dari seluruh responden yang berjumlah 60 orang hanya 10% yang mengatakan haram, selebihnya mengatakan subhat dan tidak tahu.
Dari temuan
tersebut dapat diketahui bahwa ada indikasi bahwa masyarakat belum memahami keberadaan bank syari’ah. (Wibisana dkk. 1999, 43-8; cf. Erol dan El-Bdour 1989; ElBdour 1984). Temuan di atas sebetulnya tidak jauh berbeda dengan yang dilakukan oleh Erol dan El-Bdour (1989). Penelitian yang dilakukan di Jordan tersebut menunjukkan bahwa masyarakat sebetulnya lebih berioentasi pada profit daripada agama. Dengan kata lain, motivasi agama bukan merupakan faktor dominan yang dipertimbangkan untuk memilih bank syari’ah, tetapi motivasi yang kuat adalah berdasarkan pada motif profitoriented (Erol dan El-Bdour 1989, 33). Temuan ini juga memperkuat hasil penelitian ElBdour (1984) sebelumnya. Apa yang diungkapkan di atas merupakan sebuah potret tentang persepsi masyarakat terhadap bank syari’ah. Namun demikian, pemahaman masyarakat tentang bunga hanya merupakan salah satu variabel yang mempengaruhi preferensi masyarakat terhadap bank syari’ah. Penelitian yang lebih mendalam dan lengkap masih sangat 1
Studi tersebut dilakukan atas kerjasama antara Centre for Business and Islamic Economics Studies (CBIES) Fakultas Ekonomi Unibraw dengan Bank Indonesia Pusat)
2
diperlukan untuk mengetahui preferensi dan perilaku masyarakat terhadap bank syari’ah. Studi lebih lanjut perlu mempertajam seberapa besar masyarakat yang: (i) hanya bersedia berhubungan dengan bank syari’ah dan tidak bersedia berhubungan dengan bank konvensional, (ii) berpendirian bahwa tidak ada masalah dalam penggunaan jasa dan produk bank konvensional yang menerapkan sistem bunga, serta (iii) bermotif ekonomi dan kualitas pelayanan.
Di samping itu juga perlu dilakukan penelitian
tentang variabel apa saja yang mempengaruhi preferensi masyarakat terhadap bank syari’ah (BI 2000, 2). Penelitian ini penting untuk memberikan masukan bagi Bank Indonesia dalam menetapkan kebijakan, terutama tentang perbankan syari’ah di Indonesia. 1.2. Tujuan Penelitian 1. Menjelaskan bahwa perilaku masyarakat terhadap bank konvensional dipengaruhi oleh faktor karakteristik masyarakat dan stimuli pasar 2. Menjelaskan bahwa perilaku masyarakat terhadap bank syari’ah dipengaruhi oleh faktor karakteristik masyarakat dan stimuli pasar 3. Mengetahui bahwa beberapa variabel karakteristik masyarakat dan stimuli pasar berpengaruh secara dominan terhadap perilaku masyarakat yang bertransaksi dengan bank syari’ah 4. Menjelaskan bahwa potensi ekonomi suatu daerah dan preferensi masyarakat merupakan faktor penentu terhadap pengembangan bank syari’ah 1.3. Keluaran Keluaran yang dihasilkan oleh penelitian ini adalah tentang: 1. Profil dan karakteristik masyarakat yang berpreferensi terhadap bank syari’ah 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat untuk memilih bank syari’ah dan bank konvensional 3. Faktor-afktor yang paling dominan mempengaruhi masyarakat untuk memilih bank syari’ah
3
4. Daerah di Jawa Timur yang memiliki preferensi tinggi untuk memilih bank syari’ah berikut kondisi ekonomi dan budayanya 1.4. Cakupan Penelitian Penelitian ini mencakup 15 Dati II di Jawa Timur, yaitu: Malang, Tuban, Jember, Lumajang, Gresik, Sidoarjo, Surabaya, Kediri, Jombang, Pasuruan, Probolinggo, Ponorogo, Pamekasan, Situbondo, dan Banyuwangi. Responden penelitian untuk masing-masing daerah sebesar 100 orang (90 orang dari masyarakat individual dan 10 dari masyarakat perusahaan)
dengan total
responden sebanyak 1503. Hal yang diteliti mencakup perilaku pengambilan keputusan, karakteristik masyarakat (aspek sosial, budaya, personal, dan psikologis), stimuli pemasaran (produk, harga, lokasi, dan promosi), serta stimuli ekonomi. II. METODE PENELITIAN Penelitian ini pada dasarnya adalah penelitian deskriptif dan kuantitatif. Penelitian deskriptif digunakan untuk menjelaskan bahwa potensi ekonomi adalah bagian yang melingkupi perkembangan bank syari’ah.
Sedangkan yang kualitatif
menjelaskan pengaruh Karakteristik Masyarakat dan Stimuli Pasar terhadap Perilaku Masyarakat terhadap bank syari’ah. Penelitian ini menggunakan pendekatan teori pemasaran yang dikembangkan oleh Kotler (1997) dengan kerangka sebagai berikut:
4
•
• • •
Marketing Stimuli Product
price promotion place
Bank customer’s decisions process
Other Stimuli • Economy
Bank customer’s characteristics • Cultural • Social • Personal • Psychological
2.1. Variabel Penelitian Variabel-variabel penting dalam penelitian ini adalah perilaku masyarakat (customer behavior), karakteristik masyarakat (customer characteristics), stimuli pasar (marketing stimuli), dan stimuli lainnya (other stimuli). Perilaku Masyarakat (customer behavior) adalah proses pengambilan keputusan dan aktivitas fisik yang dilakukan oleh seseorang dalam menilai, memperoleh, menggunakan, atau meninggalkan produk dan jasa (Loudon dan Bitta 1993, 5). Indikator dari Perilaku Masyarakat ini adalah penentuan kebutuhan/masalah (problem recognition), pencarian informasi (information search), penilaian alternatif (evaluation of alternatives), keputusan membeli (purchase decision), dan perilaku pascapembelian (postpurchace behavior). Karakteristik Masyarakat (customer characteristics) adalah sifat-sifat masyarakat yang mempengaruhi proses keputusan untuk membeli produk atau jasa. Karakteristik masyarakat, bersifat kultural, sosial, personal, dan psikologis (Kotler 1997, 172). Oleh karena itu, variabel ini dipecah ke dalam empat dimensi, yaitu: dimensi kultural, sosial, personal, dan psikologis. Stimuli Pasar (marketing stimuli) adalah faktor pemasaran yang mendorong seseorang untuk melakukan suatu tindakan transaksi ekonomi. Variabel ini memiliki empat dimensi, yaitu: dimensi product, price, place, dan promotion (lihat Kotler 1997, 92).
5
Stimuli Lainnya (other stimuli) faktor lain yang juga mempunyai kekuatan untuk mendorong seseorang dalam mengambil keputusan ekonomi.
Stimuli ini memiliki
empat dimensi, yaitu: dimensi ekonomi, teknologi, politik, dan budaya (lihat Kotler 1997, 172). Dalam penelitian ini, untuk penyederhanaan, dimensi yang digunakan adalah dimensi ekonomi. Indikatornya adalah: tingkat pendapatan, potensi bisnis sektor riil, dan sektor keuangan. Variabel ini digunakan untuk memberikan deskripsi tentang potensi ekonomi yang diperkirakan berpengaruh terhadap perkembangan bank syari’ah. 2.2. Uji Instrumen Variabel Indikator-indikator yang telah disebut di atas, secara empiris dan statistik perlu diuji keabsahannya. Mengingat tidak semua indikator yang diajukan dalam suatu variable secara empiris signifikan mewakili variable yang dimaksud. Untuk keperluan ini, maka analisis faktor akan dikemukakan dalam studi ini sehingga variable yang akan dianalisis sehingga studi ini benar-benar merupakan visualisasi variable yang diharapkan. 2.3. Analisis Data Studi ini menganalisis data secara berganda yang meliputi analisis deskriptif dan analisis kuantitatif. Analisis deskriptif diperlukan guna untuk menjelaskan atau menjawab masalah yang pertama, bahwa fenomena sosial dan ekonomi bisa dipakai sebagai dasar atau landasan berpijak dalam rangka membuat atau merumuskan suatu kebijakan yang berkaitan dengan upaya pengembangan perbankan syariah, khususnya di daerah penelitian. Sedangkan metode kuantitatif, diperlukan untuk menjawab masalah kedua, ketiga, dan ke empat dalam studi ini.
Analisis metode kuantitatif yang dimaksud
adalah analisis Faktor dan dilanjutkan ke analisis Logit/Probit. Analisis Faktor, diperuntukkan bagi penyederhanaan atau pengelompokkan beberapa indikator yang berkaitan dengan variable karakteristik pelaku ekonomi. Mengingat di antara berbagai indikator dimungkinkan untuk terjadinya korelasi, maka perlu dilakukan reduksi terhadap berbagai indikator untuk menjadi variable atau faktor. Analisis Logit/probit tidak ubahnya sebagaimana analisis regresi, yang salah
6
satu asumsinya adalah bahwa di antara variabel atau faktor penjelas tidak boleh ada korelasi. Sehingga dengan analisis faktor akan diperoleh variable yang tidak lagi berinteraksi (tidak ada korelasi). Dengan demikian, pada saat menginjak ke analisis Logit/Probit satu permasalahan klasik sudah teratasi. III. PROFIL RESPONDEN Responden penelitian ini terdiri dari dua jenis, yakni responden anggota masyarakat secara individual (responden individual) dan responden perusahaan. Total responden yang berpartisipasi dalam penelitian ini adalah 1503 responden, yang terdiri dari 1353 responden individual dan 150 responden perusahaan. Responden sejumlah tersebut diambil dari 15 daerah di Jawa Timur yakni: Malang, Tuban, Jember, Lumajang, Gresik, Sidoarjo, Surabaya, Kediri, Jombang, Pasuruan, Probolinggo, Ponorogo, Pamekasan, Situbondo, dan Banyuwangi. Responden Masyarakat Individual Sebanyak 1353 responden individual berpartisipasi dalam penelitian ini. Dari jumlah tersebut sebanyak 936 (69,2%) responden berjeniskelamin laki-laki dan 417 (30,8%) berjeniskelamin perempuan. Usia dan pengalaman hidup seseorang merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi persepsi. Oleh karena itu penelitian ini berusaha mendapatkan data mengenai usia responden. Berdasarkan kategori usia ini, mayoritas responden berada pada kelompok usia produktif (17 hingga 46 tahun) yakni sebesar 74%. Dalam penelitian ini, peneliti telah berusaha untuk melaksanakan pengambilan sampel secara random, dengan harapan dapat dilibatkan responden dari berbagai agama/kepercayaan yang berbeda. Sebanyak 1351 responden bersedia menjawab pertanyaan tentang agama/kepercayaan mereka, dan diketahui bahwa mayoritas responden adalah umat Islam (94,6%). Penelitian ini berusaha menjangkau daerah penelitian di wilayah kota dan desa. Dengan cara ini diperoleh hasil bahwa mayoritas responden (50,7%) bertempat tinggal di kota, 23,1% tinggal di pinggiran kota, dan 26,1% tinggal di desa. Berdasarkan suku bangsanya, mayoritas respoden (79,3) mengaku bersuku bangsa Jawa, diikuti oleh suku Madura (14,8%).
7
Berdasarkan tingkat pendidikannya, diperoleh data bahwa mayoritas responden (86%) berpendidikan SMTA dan Perguruan Tinggi. Besarnya jumlah responden yang menyatakan pernah kuliah di Perguruan Tinggi (580) atau sudah lulus Program D3, S1 atau S2 barangkali akan membantu menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner penelitian ini secara akurat. Berdasarkan penghasilan rata-rata per bulan, respoden penelitian ini mayoritas adalah anggota masyarakat yang termasuk berpenghasilan “rendah” dan “menengah”. Berdasarkan data yang disajikan berikut ini, dapat dilihat bahwa mayoritas responden berpenghasilan kurang dari Rp1.000,000 per bulan. Untuk ukuran biaya hidup di Jawa Timur, untuk mereka yang sudah berkeluarga dan dengan memperhatikan mahalnya biaya hidup saat ini, penghasilan sebesar itu termasuk kategori “cukup”. Berdasarkan besarnya penghasilan dan konsumsi sebagaimana disebutkan sebelumnya, penelitian ini menemukan bahwa 649 (48%) responden menyatakan mampu menabung secara rutin. Umumnya mereka menabung di Bank Konvensional. Hanya 33 (2,4%) responden yang menyatakan pernah menabung di Bank Syari’ah. Tingkat pemahaman responden terhadap bank Syariah juga sangat minim, yaitu hanya 131 (9,7%) responden yang menyatakan memahami produk-produk Bank Syariah. Penelitian ini juga menanyakan tentang pendapat masyarakat bilamana layanan Bank Syariah dibuka pada counter terpisah di Bank Konvensional. Terhadap pertanyaan ini, hanya 430 (31,8%) responden yang menyatakan setuju. Dari 1353 responden individual, ternyata hanya 494 (36,51%) yang berminat atau memiliki preferensi ke Bank Syariah, dan mereka bertempat tinggal di Daerah Tuban dan Situbondo. Responden Perusahaan Sebanyak 150 respoden perusahaan berpartisipasi dalam penelitian ini. Kuesioner untuk responden perusahaan ini diberikan kepada pemilik atau pimpinan perusahaan yang ditemui oleh peneliti di daerah penelitian. Dari 150 responden perusahaan, mayoritas (60,7%) di antara adalah perusahaan perorangan yang berlokasi di kota (54,7%) dan pinggiran kota (26,7%) dengan jenis usaha perdagangan (38%), industri (30%), dan jasa (26%).
8
Berdasarkan jumlah asetnya, mayoritas responden perusahaan ini (70%) adalah perusahaan “menengah ke bawah” yang memiliki aset kurang dari Rp500.000.000,00 dengan omzet penjualan di bawah Rp. 500.000.000,00 sebanyak 74% dan jumlah pegawai di bawah 50 orang sebanyal 51,4%. Mayoritas dari responden perusahaan ini memiliki struktur permodalan yang bagus, 70% responden menyatakan bahwa hutang mereka kurang dari 25% dari modal sendiri. Di antara 150 responden perusahaan yang diambil dari 15 daerah penelitian, ternyata hanya 36,6% yang memiliki preferensi terhadap bank syari’ah.
Daerah
responden perusahaan yang memiliki preferensi yang cukup tinggi adalah Malang (70%), Lumajang (60%), dan Surabaya (60%). III. Perilaku Masyarakat yang Berpreferensi pada Bank Syari’ah Bagian ini memfokuskan diri pada responden yang memiliki
preferensi
terhadap bank syari’ah dan ditulis dengan tujuan untuk memahami perilaku mereka sehingga mereka memilih preferensi terhadap bank syari’ah. Masyarakat Individual Penelitian ini memberikan informasi bahwa masyarakat individual yang memiliki preferensi terhadap bank syari’ah, sebagian besar adalah mereka yang beragama
Islam (97,5%), sedangkan sisanya (2,5%) beragama Kristen dan Katolik.
Proporsi responden non-muslim yang tertarik terhadap bank syari'ah terhadap seluruh responden yang memiliki preferensi terhadap bank syari'ah memang masih kecil, yaitu sebesar 2,5%. Fenomena di atas menandakan bahwa orang Islam sampai saat ini masih tetap menjadi tumpuan bagi nasabah bank syari'ah, meskipun tidak menutup kemungkinan pada masa yang datang masyarakat non-muslim memasuki bank syari’ah. Untuk katagori responden yang sudah menjadi nasabah bank syari'ah, sebagian besar daripadanya (53, 8%) bertempat tinggal di desa. Sementara itu yang berkedudukan di kota dan di pinggiran kota, proporsinya sama yaitu masing-masing sebesar 23,1%. Namun demikian ini bukan berarti bahwa masyarakat desa lebih berpeluang untuk menjadi nasabah bank syari'ah. Fenomena ini harus diartikan secara 9
hati-hati, mengingat sampai pada saat ini di Jawa Timur hanya ada empat bank syari'ah dan beberapa di antaranya berkedudukan jauh dari kota (untuk Malang berkedudukan di Bululawang dan untuk Pasuruan berada di Gempol, dan Jember di Mangli). Jadi banyaknya nasabah bank syari'ah yang berkedudukan di desa lebih disebabkan karena kedudukan bank syari'ah itu sendiri yang cukup jauh dari ibukota kabupaten atau kota madya. Sebaliknya untuk masyarakat yang memilki preferensi bank syari'ah tetapi belum menjadi nasabah bank syari'ah, sebagian besar (46,3%) berkedudukan di kota. Sedangkan yang berkedudukan
pinggir kota dan di desa jumlahnya relatif cukup
rendah yakni sebesar 24,7% untuk yang berkedudukan di pinggir kota dan 28,9% berkedudukan di desa. Relatif tingginya kategori responden non nasabah bank syari'ah yang bertempat tinggal di kota menggambarkan bahwa potensi nasabah bank syari'ah masih tetap di kota. Hal ini tidak mengherankan mengingat kegiatan ekonomi di kota lebih kuat dan lebih dinamis dari pada di pedesaan, sehingga masyarakat kota lebih “bankable” dari pada masyarakat desa. Dari data yang lain juga diketahui bahwa responden yang menjadi nasabah bank syari'ah memilki tingkat pendidikan yang jauh lebih baik dari pada responden non nasabah bank syari'ah. Ini merupakan fakta yang agak mengagetkan karena umumnya diyakini bahwa mereka yang berhubungan dengan bank syari'ah lebih banyak didasarkan pada ikatan emosional semata. Tetapi dengan melihat tingkat pendidikan yang cukup baik, hampir 70% di antaranya telah mengenyam pendidikan tinggi, maka fenomena tersebut lebih tepat diartikan sebagai tingkat kesadaran mereka untuk menerapkan ajaran agama secara lengkap (ingat bahwa dari pembahasan mengenai agama responden, semua yang menjadi nasabah bank syari'ah adalah beragama Islam). Ini barangkali sebuah cerminan dimana sebenarnya masih ada orang Islam diantara kita yang ingin melaksanakan ajaran Islam secara lengkap. Meskipun orang semacam ini jumlahnya tidak banyak.
Seperti diungkapkan pada bab terdahulu bahwa jumlah
responden individual sebanyak 1353 orang dan hanya 13 orang diantaranya menjadi nasabah bank syari'ah, suatu jumlah yang sangat kecil. Responden nasabah bank syari'ah sebagian besar berprofesi sebagai pedagang dan pegawai negeri atau swasta. Meskipun sebagian dari mereka berkedudukan di
10
daerah pedesaan,
nasabah yang berprofesi sebagai petani ternyata tidak ada. Ini
menggambarkan bahwa nasabah bank syari'ah adalah kelompok pedagang dan pegawai yang memiliki kedudukan di atas kelompok ekonomi paling bawah. Jadi secara ekonomi mereka memiliki potensi yang relatif lebih baik dalam masyarakat. Bagi responden yang sudah menjadi nasabah bank syari’ah, sebagian besar dari mereka sudah memahami bank syari’ah, baik secara penuh (58,3%) maupun secara sebagian (25%). Hanya sebagian kecil saja dari nasabah bank syari’ah yang tidak memahami bank syari’ah yaitu sebesar 16,7%.
Rasanya fenomena ini sulit untuk
dipahami, dimana belum memahami bank syari’ah tetapi sudah menjadi nasabah bank syari’ah. Responden inilah barang kali yang menjadi nasabah karena alasan emosional semata.
Namun demikian perlu dicatat bahwa, kalau hal tersebut memang benar,
jumlah mereka sangat kecil, yaitu hanya dua responden, dari 1353 total responden individual (hanya sebesar 0,14 %). Jadi meskipun ada masyarakat yang menjadi nasabah bank syari’ah karena alasan emosional agama semata, jumlah mereka tidak signifikan. Bagi responden yang belum menjadi nasabah bank syari’ah tetapi tertarik dengan bank syari’ah, ternyata sebagian besar diantaranya tidak mengenal bank syari’ah beserta produk-produknya. Hanya sebesar 13% diantara mereka yang paham dengan bank syari’ah. Hal ini menunjukkan bahwa preferensi mereka terhadap bank syari’ah sebenarnya masih belum utuh. Ketertarikan mereka terhadap bank syari’ah barang kali disebabkan oleh konsep bank syari’ah yang humanis dan adil setelah mendapat penjelasan dari enumerator lapangan. Dari gambaran tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa masyarakat masih awam terhadap keberadaan bank syari’ah khususnya berkaitan dengan prinsip-prinsip maupun produk-produk bank syari’ah. Sosialisasi dan penyebaran informasi mengenai keberadaan, prinsip, dan tata kerja bank syari’ah kepada masyarakat perlu mendapat perhatian yang cukup besar. Keterbatasan pengenalan masyarakat inilah yang barang kali menyebabkan masih relatif rendahnya
preferensi masyarakat terhadap bank
syari’ah. Masyarakat individual dalam menjatuhkan pilihannya kepada bank syari’ah sebetulnya dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut adalah: (1) Informasi dan Penilaian, (2) Humanisme dan Dinamis, (3) Ukuran dan Fleksibilitas
11
Pelayanan, (4) Kebutuhan, (5) Lokasi, (6) Keyakinan dan Sikap, (7) Materialisme, (8) Keluarga, (9) Peran dan Status, (10) Kepraktisan dalam Menyimpan Kekayaan, (11) Perilaku Pasca Pembelian, (12) Promosi Langsung, dan (13) Agama. Responden individual yang memiliki preferensi terhadap bank syari’ah adalah responden yang sangat rasional. Rasional di sini diartikan bahwa mereka akan mengambil keputusan apabila segala sesuatunya sudah jelas bagi mereka, dan mereka akan memilih bank apabila bank tersebut memang memberikan manfaat yang lebih baik dibanding dengan pelayanan dari bank lain. Dilihat darikarakteristik budayanya, mereka yang memiliki preferensi terhadap bank syari’ah memiliki beberapa karakter. Mereka adalah orang humanis dan sekaligus memiliki sifat dinamis. Disamping itu, mereka mendambakan kehidupan yang lebih modern, bergaya hidup materialis, memiliki sikap dan keyakinan yang jelas, selalu memperhatikan status dan peran mereka dalam segala tindakan, dan berusaha untuk mempraktekkan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari. Karakter
budaya
seperti
tersebut
di
atas
membawa
implikasi
bagi
pengembangan bank syari’ah. Maksudnya, agar keberadaan bank syari’ah bisa diterima oleh masyarakat, maka bank syari’ah harus memperhatikan perilaku budaya dari calon nasabah potensialnya. Misalnya, nasabah potensialnya adalah orang-orang yang berusaha mempraktekkan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari, tetapi pilihan mereka terhadap bank bukan semata-mata karena label agama. Disamping terkait dengan perilaku budayanya, pilihan mereka terkadap bank juga dipengaruhi oleh kemampuan internal bank itu sendiri dalam memberikan pelayanan. Faktor-faktor yang diperhatikan adalah ukuran dan fleksibelitas pelayanan, sesuai tidaknya dengan kebutuhan, lokasi, referensi keluarga, kepraktisan dalam menyimpan kekayaan, usia dan siklus hidup seseorang, evaluasi pasca pembelian, dan promosi langsung. Semua faktor-faktor tersebut adalah termasuk faktor ekonomi Responden Perusahaan Tempat kedudukan dari perusahaan yang memiliki preferensi terhadap bank syari’ah akan memberikan gambaran mengenai lokasi dimana bank syari’ah itu harus didirikan. Perusahaan yang memiliki preferensi terhadap bank syari’ah sebagian besar
12
(53,7%) berkedudukan di kota. Hanya sebagian kecil saja, yaitu sebesar 25,9%, yang berkedudukan di desa. Sedangkan yang berkedudukan di pinggiran kota mencapai 20,4% perusahaan. Apabila yang berkedudukan di kota dan penggiran kota digabung, angkanya mencapai 74,1%. Jadi sebagian
besar dari perusahaan yang memiliki
preferensi terhadap bank syari’ah berkedudukan di kota dan sekitarnya. Konsekuensi dari fakta tersebut adalah bahwa potensi wilayah dari bank syari’ah adalah daerah kota dan sekitarnya. Sebagian besar dari perusahaan yang memiliki preferensi terhadap bank syari’ah adalah perusahaan perseorangan (56,6%). Hanya sedikit sekali dari mereka yang berbentuk perseroan terbatas (5,7%). Hal ini mengindikasikan bahwa nasabah perusahaan potensial bagi bank syari’ah masih terbatas pada perusahaan-perusahaan yang kekuatan ekonominya relatif belum kuat dan dengan model manajemen masih tradisional. Sebagian dari perusahaan yang memiliki preferensi terhadap bank syari’ah adalah perusahaan kecil dengan total aktivanya Rp 100.000.000,00 atau kurang. Proposi dari kelompok ini mencapai 55,6%. Meskipun demikian
responden perusahaan yang
memiliki aktiva lebih dari 2 milyar juga ada. Dan jumlahnya cukup signifikan (9,3%). Fenomena ini menggambarkan bahwa bank syari’ah sebenarnya memiliki kesempatan untuk bisa memberikan pelayanan kepada berbagai level perusahaan. Tentu saja hal ini sangat tergantung dari kemampuan internal bank syari’ah itu sendiri dalam memberikan pelayanan jasa kepada nasabah. Seiring dengan besar aktiva yang dimiliki seperti tersebut diatas fenomena jumlah karyawan dari perusahaan yang memiliki preferensi terhadap bank syari’ah memiliki pola yang pararel. Artinya, perusahaan yang memiliki karyawan 10 atau kurang, jumlahnya sangat banyak (50 %), seperti halnya jumlah perusahaan yang memiliki aktiva terendah. Semua kelompok ini, perusahaan yang memiliki aktiva kecil dan jumlah karyawan sedikit, termasuk perusahaan dengan skala usaha yang kecil. Namun demikian perlu dicatat bahwa ada juga perusahaan yang memiliki jumlah karyawan di atas 40 orang, untuk kelompok terakhir ini jumlahnya mencapai 7,4% dari seluruh perusahaan yang memiliki preferensi terhadap bank syari’ah.
13
Pemahaman tentang bank syari’ah menunjukkan bahwa perusahaan dengan status bukan nasabah bank syari’ah, pemahaman mereka masih rendah, hanya sebesar 10 % saja yang mengenal bank syari’ah dan produknya. Sedangkan yang mengenal tetapi hanya secara parsial jumlahnya mencapai 22%.
Sementara itu yang tidak
mengenal sama sekali jumlah sangat besar yaitu 68 %. Fenomena tersebut sangat berbeda bila dibandingkan dengan perusahaan yang menjadi nasabah bank syari’ah. Untuk kelompok ini, jumlah nasabah yang memahami dengan baik sangat besar (75%), dan yang memahami secara setengah-setengah tidak ada. Kelompok yang tidak memahami sama sekali mencapai 25%. Jelas bahwa perusahaan yang sudah menjadi nasabah bank syari’ah memiliki pemahaman yang jauh lebih baik dari pada perusahaan yang belum menjadi nasabah. Faktor-faktor yang mempengaruhi perusahaan untuk memilih bank syari’ah adalah: (1) Progresif dan Efisiensi, (2) Promosi, (3) Keamanan dan Kecepatan Pelayanan, (4) Harga, (5) Kebutuhan Kredit dan Faktor Pembayaran, (6) Brand Name, (7) Features (Bentuk Produk), (8) Keyakinan dan Sikap, (9) Peran dan Status, (10) Mitra Usaha, (11) Norma Etika Masyarakat, (12) Lokasi, (13) Materialisme, (14) Usia dan Tahapan Perusahaan. Responden perusahaan yang memiliki preferensi terhadap bank syari’ah adalah kelompok orang yang memiliki sifat yang progresif, efisien, dan humanis. Disamping itu mereka juga memiliki keyakinan dan sikap yang tegas, sering memperhatikan peran dan status mereka dalam bertindak, lebih mementingkan etika yang berlaku di masyarakat daripada moral agama, dan bergaya hidup materialis. Dalam kaitannya dengan keputusan untuk memilih bank, mereka lebih rasional, dalam arti mereka lebih banyak memperhatikan faktor-faktor ekonomi (marketing stimuli). Diantara faktor-faktor tersebut, faktor yang paling dipertimbangkan oleh mereka yang memiliki preferensi terhadap bank syari’ah adalah promosi, keamanan dan kecepatan pelayanan, harga (kredit), kebutuhan kredit dan fasilitas pembayaran, citra bank, bentuk produk, mitra usaha, dan lokasi. Bila dibandingkan dengan responden individu, perilaku responden perusahaan memiliki bentuk yang berbeda. Faktor budaya mempunyai peranan yang cukup penting bagi responden individual dalam pengambilan keputusan. Tetapi bagi responden
14
perusahaan, faktor budaya tidak begitu penting. Yang terpenting bagi responden perusahaan adalah faktor ekonomi. IV. Perilaku Masyarakat yang Berpreferensi pada Bank Konvensional Pada bagian ini masyarakat yang memiliki preferensi terhadap bank konvensional juga dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu: kelompok masyarakat individual dan masyarakat perusahaan. Masing-masing kelompok ini akan dijelaskan karakternya terhadap bank konvensional. Masyarakat Individual Secara umum, pendidikan masyarakat individual adalah perguruan tinggi (43,7%), 10,5% lulus program D3, 31,6% lulus program S1, dan 1,6% lulus program pascasarjana. Di antara 771 responden tersebut, terdapat 32% berpendidikan SMU atau yang sederajat (lihat Tabel 4.2). Sebagian besar responden bekerja sebagai pedagang (42,2%) dan pegawai negeri (33,2%) dengan penghasilan di bawah Rp. 2.000.000,00 per bulan (sekitar 90,5%), antara Rp. 2.000.000,00 – Rp. 10.000.000,00 (sebesar 8,4%), dan sisanya (yaitu 1%) berpenghasilan di atas Rp. 10.000.000,00.
Dengan penghasilan
tersebut, 51% dari mereka bisa menabung dan 46,2% kadang-kadang bisa menabung, sedangkan sisanya sebesar 2,3% sama sekali tidak bisa menabung. Dari informasi ini kita dapat mengetahui bahwa 97,2% dari 771 responden adalah masyarakat yang bankable. Dalam kaitannya dengan bank syari’ah, sebagian besar dari mereka, yaitu 77,6%, sama sekali tidak kenal bank syari’ah. Sedangkan yang kenal dan sedikit kenal bank syari’ah hanya sebesar 22,5%. Jumlah sebesar 22,5% ini bukan merupakan indikasi bahwa mereka berpreferensi terhadap bank syari’ah, tetapi sebaliknya mereka adalah nasabah bank konvensional yang benar-benar berpreferensi pada bank konvensional. Faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat individual untuk memilih bank Konvensional adalah: (1) Informasi dan Penilaian Rasional, (2) Kemanusiaan dan Aktivitas, (3) Orientasi Agama dan Moral, (4) Iklan, (5) Periode Pembayaran, (6) Ukuran Produk, (7) Gaya Hidup, (8) Product Variety, (9) Kebutuhan Menyimpan, (10) Keyakinan dan Sikap (Belief dan Attitute), (11) Warranties, (12) Materialisme, (13)
15
Lokasi, (14) Age dan Life Cycle Stage, (15) Kelompok Referensi, (16) Peran dan Status, (17) Kebutuhan Meminjam Secara
umum
masyarakat
individual
yang
berpreferensi
pada
bank
konvensional mirip yang ditemukan pada masyarakat yang berpreferensi pada bank syari’ah. Artinya, bahwa masyarakat sebetulnya memiliki sikap yang rasional dalam menjatuhkan pilihan pada bank konvensional. Beberapa faktor memang terkait dengan aspek agama dan nilai kemanusiaan. Hal ini wajar karena seluruh responden adalah masyarakat yang beragama (mayoritas beragama Islam).
Namun pilihan mereka
terhadap bank konvensional dengan faktor Agama dan Moral mungkin disebabkan oleh beberapa hal, yaitu: 1. Bank konvensional tidak bertentangan dengan ajaran agama dan moral 2. Tidak tahu bahwa operasi bank konvensional bertentangan dengan ajaran agama 3. Tahu bahwa bank konvensional bertentangan dengan ajaran agama, tetapi tidak ada pilihan lain kecuali bank konvensional 4. Tidak mengenal bank syari’ah Faktor lainnya menyangkut faktor ekonomi dan budaya.
Faktor ekonomi
merupakan konsekuensi logis dari karakteristik masyarakat yang rasional. Artinya pilihan bank konvensional tidak terlepas kalkulasi untung dan rugi. Sementara faktor budaya merupakan karakteristik lain yang juga mempunyai peran bagaimana masyarakat yang bersangkutan
mempersepsikan dan memilih bank konvensional
sebagai pilihan yang tepat untuk keperluan kehidupannya. Responden Perusahaan Langkah
penetapan
responden
dari
kelompok
masyarakat
pengusaha
(perusahaan) ini dilakukan untuk memberikan peluang bagi peneliti untuk melihat potret potensi pasar untuk industri bank secara lebih komprehensive. Oleh karena itu, setiap segmen yang ada baik pada struktur pasar kompetitif maupun struktur preferensi konsumen diupayakan dapat terwakili dalam penelitian ini. Akhirnya, diharapkan dengan melihat faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi preferensi kelompok masyarakat perusahaan untuk memilih menjadi nasabah bank konvensional, nantinya
16
dapat
membantu
pada
pengambil
keputusan
dalam
menetapkan
strategi
pengembangan industri perbankan di Indonesia di masa mendatang. Faktor-faktor
yang
mempengaruhi
perusahaan
untuk
memilih
bank
Konvensional adalah: (1) Perilaku Masyarakat Pengusaha yang Rasional, (2) Nilai Layanan, (3) Kualitas Layanan, (4) Tingkat Efisiensi & Efektivitas Perusahaan, (5) Keyakinan atas Tampilan Produk, (6) Perilaku Manusiawi, (7) Umur dan Peranan Perusahaan, (8) Lokasi dan Citra, (9) Agama dan Kelompok Referensi, (10) Iklan, dan (11) Materialisme. Perilaku yang sama antara masyarakat individual dan perusahaan bisa kita lihat pada faktor satu, yang intinya adalah bahwa mereka semua dalam memilih bank konvensional berdasarkan pada pertimbangan rasional. Perbedaannya terletak pada karakteristik dari masyarakat perusahaan yang lebih cenderung memperhatikan faktor ekonomi (seperti: nilai layanan, kualitas layanan, tingkat effisiensi dan produktivitas, serta keyakinan atas tampilan produk) daripada “nilai” (seperti: perilaku manusiawi, agama, dan materialisme).
V. Estimasi Model Logit tentang Preferensi Masyarakat terhadap Bank Syari’ah Analisis pada bagian ini dibedakan menjadi dua, yakni analisis preferensi masyarakat individu dan analisis preferensi masyarakat perusahaan. Masyarakat Individual Dari hasil estimasi Logit masyarakat individual dapat dikemukakan bahwa keputusan memilih atau tidak memilih Bank Syariah, dipengaruhi oleh tujuh faktor, yaitu: (1) Payment period, (2) Warranties, (3) Location, (4) Economic circumtances, (5) Role and Statuses, (6) Age and life cycle stages dan (7) Family serta satu variabel yang lain yaitu: (8) Pendidikan. Di antara tujuh faktor yang mempengaruhi keputusan memilih Bank Syariah atau Konvensional, ada satu faktor yang paling dominan, yakni faktor Lokasi (Beta = -1.47) dan ini paling besar di antara Beta yang ada dalam model estimasi.
17
Berdasarkan kepada koefisien regresi pada model yang telah digunakan bisa dijelaskan bahwa besarnya pengaruh masing-masing faktor terhadap peluang memilih atau peluang preferensi masyarakat berturut-turut adalah 0,02660; -0,0324 ; -0,0700 ; 0,5059 ; -0,0251 ; 0,05172; -0,03262. Artinya jika nilai tertentu dari skala Likert dimasukkan ke dalam model analisis, maka akan diperoleh angka peluang preferensi. Tanda negatif berarti mengurangi peluang ke Bank Konvensional (cenderung ke Bank Syariah) dan sebaliknya tanda positif berarti lebih cenderung ke Bank Konvensional. Di antara 7 faktor yang signifikan ada 3 faktor yang koefisien regresinya negatif yakni faktor Warranties, Location dan faktor Family. Sedangkan faktor Payment Period, Economic circumtances, Role & Status dan Age & Life cycle memiliki koefisien dengan tanda positif. Untuk variabel Pendidikan koefisien regresinya adalah positif sebagaimana 4 faktor yang disebut terakhir. Dengan melihat hasil estimasi tersebut, Bank Syariah harus memperhatikan faktor Payment period, Warranties, Location, Economic circumtances, Role and Statuses, Age and life cycle stages dan Family serta variabel Pendidikan masyarakat perlu diperhatikan. Oleh karena esensi dari perilaku dan preferensi masyarakat terhadap Bank, diaktualisasikan ke dalam tujuh faktor dan satu variabel sebagaimana disebut terakhir. Responden Perusahaan Dengan menggunakan Logistic Model (LOGIT) yang diestimasi dengan Ordinary Least Square (OLS), ternyata tidak semua faktor yang digunakan sebagai varibel bebas itu signifikan. Dari 16 hanya 4 faktor saja yang signifikan dan di bawah ini ditampilkan tabel yang berisi hasil estimasi Logit. Hasil estimasi Logit responden perusahaan menunjukkan bahwa terdapat empat faktor yang mempengaruhi perusahaan untuk memilih bank syari’ah atau bank konvensinal, yaitu: (1) Service, (2) Size, (3) Brand Name, (4) Reference Group. Dari keempat faktor tersebut, faktor Reference Group memiliki posisi yang paling dominan. Hal ini dibuktikan oleh tingginya nilai koefisien Beta (standardized) dari faktor tersebut dibandingkan dengan koefisien Beta dari faktor lainnya.
18
Berdasarkan kepada koefisien regresi pada model yang digunakan, maka bisa dijelaskan bahwa besarnya pengaruh masing-masing faktor terhadap peluang memilih atau peluang preferensi masyarakat berturut-turut adalah 0,0615; 0,0655 ; -0,0726 ; -0,07809. Artinya jika nilai tertentu dari skala Likert dimasukkan ke dalam model analisis, maka akan diperoleh angka peluang preferensi. Tanda negatif berarti mengurangi peluang ke Bank Konvensional (cenderung ke Bank Syariah) dan sebaliknya tanda positif berarti lebih cenderung ke Bank Konvensional. Di antara 4 faktor yang signifikan ada 2 faktor yang koefisien regresinya negatif yakni faktor Brand Nama dan faktor Reference Group. Sedangkan faktor Service dan Size memiliki koefisien dengan tanda positif. VI.
Kesimpulan
Penelitian ini mengklassifikasikan masyarakat – sebagai responden penelitian ke dalam dua kelompok, yaitu kelompok masyarakat individual (terdiri dari 1353 responden) dan masyarakat perusahaan (terdiri dari 150 responden). Responden individual yang memiliki preferensi terhadap bank syari’ah sebagian besar bertempat tinggal di kota atau pinggiran kota dan sangat sedikit yang berprofesi sebagai petani. Ini menandakan bahwa nasabah potensial dari bank syari’ah adalah di kota dan bukan petani. Oleh karena itu bank syari’ah tidak perlu diarahkan untuk menjadi bank desa. Disamping itu, mereka memiliki tingkat pendidikan yang sangat baik, dan seandainya nanti menjadi nasabah bank syari’ah, mereka akan menjadi nasabah yang “rewel” dan kritis. Namun demikian pemahaman mereka terhadap bank syari’ah masih rendah, dan sebagai konsekuensinya, sosialisasi kepada masyarakat luas menjadi kebutuhan yang mendesak. Seperti halnya responden masyarakat individual, sebagian besar responden perusahaan yang memiliki preferensi terhadap bank syari’ah berada di kota atau pinggiran kota. Hal ini berimplikasi bahwa kota adalah lokasi potensial bagi bank syari’ah. Perusahaan yang tertarik kepada bank syari’ah umumnya berbadan hukum perseorangan dan memiliki skala usaha yang kecil. Pemahaman mereka terhadap bank syari’ah berbeda menurut status responden. Responden perusahaan yang sudah menjadi nasabah bank syari’ah, memiliki pengetahuan yang jauh lebih baik daripada
19
perusahaan yang belum menjadi nasabah. Bagaimanapun juga tersedianya informasi mengenai bank syari’ah masih menjadi kendala besar bagi semua responden. Faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat individual untuk memilih bank syari’ah adalah: (1) Informasi dan Penilaian, (2) Humanisme dan Dinamis, (3) Ukuran dan Fleksibilitas Pelayanan, (4) Kebutuhan, (5) Lokasi, (6) Keyakinan dan Sikap, (7) Materialisme, (8) Keluarga, (9) Peran dan Status, (10) Kepraktisan dalam Menyimpan Kekayaan, (11) Perilaku Pasca Pembelian, (12) Promosi Langsung, dan (13) Agama. Faktor-faktor yang mempengaruhi perusahaan untuk memilih bank syari’ah adalah: (1) Progresif dan Efisiensi, (2) Promosi, (3) Keamanan dan Kecepatan Pelayanan, (4) Harga, (5) Kebutuhan Kredit dan Faktor Pembayaran, (6) Brand Name, (7) Features (Bentuk Produk), (8) Keyakinan dan Sikap, (9) Peran dan Status, (10) Mitra Usaha, (11) Norma Etika Masyarakat, (12) Lokasi, (13) Materialisme, (14) Usia dan Tahapan Perusahaan. Faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat individual untuk memilih bank Konvensional adalah: (1) Informasi dan Penilaian Rasional, (2) Kemanusiaan dan Aktivitas, (3) Orientasi Agama dan Moral, (4) Iklan, (5) Periode Pembayaran, (6) Ukuran Produk, (7) Gaya Hidup, (8) Product Variety, (9) Kebutuhan Menyimpan, (10) Keyakinan dan Sikap (Belief dan Attitute), (11) Warranties, (12) Materialisme, (13) Lokasi, (14) Age dan Life Cycle Stage, (15) Kelompok Referensi, (16) Peran dan Status, (17) Kebutuhan Meminjam Faktor-faktor
yang
mempengaruhi
perusahaan
untuk
memilih
bank
Konvensional adalah: (1) Perilaku Masyarakat Pengusaha yang Rasional, (2) Nilai Layanan, (3) Kualitas Layanan, (4) Tingkat Efisiensi & Efektivitas Perusahaan, (5) Keyakinan atas Tampilan Produk, (6) Perilaku Manusiawi, (7) Umur dan Peranan Perusahaan, (8) Lokasi dan Citra, (9) Agama dan Kelompok Referensi, (10) Iklan, dan (11) Materialisme. Dari hasil estimasi Logit masyarakat individual dapat dikemukakan bahwa keputusan memilih atau tidak memilih Bank Syariah, dipengaruhi oleh tujuh faktor, yaitu: (1) Payment period, (2) Warranties, (3) Location, (4) Economic circumtances, (5) Role and Statuses, (6) Age and life cycle stages dan (7) Family serta satu variabel yang lain yaitu: (8) Pendidikan. Di antara tujuh faktor yang mempengaruhi keputusan
20
memilih Bank Syariah atau Konvensional, ada satu faktor yang paling dominan, yakni faktor Lokasi (Beta = -1.47) dan ini paling besar di antara Beta yang ada dalam model estimasi. Dengan melihat hasil estimasi tersebut, Bank Syariah harus memperhatikan faktor Payment period, Warranties, Location, Economic circumtances, Role and Statuses, Age and life cycle stages dan Family serta variabel Pendidikan masyarakat perlu diperhatikan. Oleh karena esensi dari perilaku dan preferensi masyarakat terhadap Bank, diaktualisasikan ke dalam tujuh faktor dan satu variabel sebagaimana disebut terakhir. Hasil estimasi Logit responden perusahaan menunjukkan bahwa terdapat empat faktor yang mempengaruhi perusahaan untuk memilih bank syari’ah atau bank konvensinal, yaitu: (1) Service, (2) Size, (3) Brand Name, (4) Reference Group. Dari keempat faktor tersebut, faktor Reference Group memiliki posisi yang paling dominan. Hal ini dibuktikan oleh tingginya nilai koefisien Beta (standardized) dari faktor tersebut dibandingkan dengan koefisien Beta dari faktor lainnya.❏
Daftar Pustaka Assael, Henry, 1984. Consumer Behavior and Marketing Action. Second Edition. Boston: Kent Publishing Company. Bank Indonesia, 1992. Undang-undang Republik Indonesia No.7 tahun 1992 tanggal 25 Maret 1992 tentang Perbankan. Bank Indonesia, 1998. Tentang Perubahan Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan. Bank Indonesia, 2000. TOR Penelitian Preferensi dan Perilaku Masyarakat terhadap Bank Syari’ah. Jakarta: Direktorat Penelitian & Pengaturan Perbankan – BI. Chyssides, George D. and John H. Kaler. 1993. An Introduction to Business Ethics. London: Chapman & Hall. Dillon, William R. 1984. Multivariate Analysis Methods and Applications. Toronto: John Wiley & Sons Inc. El-Bdour, R. 1984. The Islamic economic system: a theoretical and empirical analysis of money and banking in the Islamic economic framework. Unpublished PhD Dissertation. Utah State University, Logan-Utah. Erol, Cengiz and Radi El-Bdour. 1989. Attitudes, behavior, and patronage factors of bank customers towards Islamic banks. International Banking & Marketing Vol. 7, No.6: 31-7. Kaynak, E. and Yavas, U. 1985. Segmenting the Banking Market by Account Usage: An Empirical Investigation, Journal of Profesional Services Marketing, Vol. 1 No.1/2, Fall: 177-88.
21
Kotler, Philip. 1997. Marketing Management: Analysis, Planning, Implementation, and Control. Ninth Edition. New York: Prentice-Hall. Loudon, David L. and Albert J. Della Bitta. 1993. Consumer Behavior. Fourth Edition. New York: McGraw-Hill International Edition. Piliang, Yasraf Amir. 1998. Sebuah Dunia yang Dilipat: Realitas Budaya Menjelang Milenium Ketiga dan Matinya Posmodernisme. Jakarta: Mizan. Smith, Adam. 1776. An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations. London: Penguin Group. Triyuwono, Iwan. 2000. Organisasi dan Akuntansi Syari’ah. Yogyakarta: LKiS. Wibisana, M. Jusuf, Iwan Triyuwono, Nurkholis, A. Erani Yustika. 1999. Studi Pendahuluan Persepsi Masyarakat tentang Bank Perkreditan Rakyat Syari’ah. Malang: Centre for Business & Islamic Economics Studies – Faculty of Economics Brawijaya University dan Bank Indonesia Jakarta.
22