I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondisi likuiditas global telah diakui memiliki kontribusi yang besar terhadap lonjakan arus masuk modal di negara-negara pasar berkembang atau emerging markets. Pada saat yang sama, negara-negara emerging markets tersebut telah melonggarkan aturan mengenai investasi portofolio asing melalui liberalisasi pasar modal yang selanjutnya memacu arus masuk portofolio. Dan emerging markets mempunyai peran besar dalam peningkatan portofolio internasional. Hal ini berdasarkan pendapat bahwa prospek pertumbuhan ekonomi emerging markets yang tinggi, average returns yang tinggi, volatilitas yang tinggi dan korelasi yang rendah antara emerging markets dengan developed markets (Schill, 2006). Mollah dan Mobarek (2009) juga menemukan volatilitas di emerging markets lebih tinggi dibandingkan developed markets. Volatilitas yang tinggi di emerging markets terkait dengan faktor makroekonomi seperti politik, sosial dan ekonomi. Pasar modal memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan perekonomian tergantung pada tingkat keterbukaan pasar modal terhadap pemodal asing atau yang sering disebut sebagai liberalisasi pasar keuangan. Levine (1997) mengatakan bahwa penghapusan hambatan investasi asing untuk masuk ke suatu negara dapat meningkatkan fungsi dari pasar modal domestik negara tersebut melalui peningkatan likuiditas pasar. Likuiditas pasar ini merupakan akibat dari dua manfaat penting yang dihasilkan oleh liberalisasi pasar keuangan, yaitu pengintegrasian pasar domestik ke pasar internasional dan peningkatan standar keterbukaan informasi dan sistem akuntansi perusahaan domestik yang didorong keinginan untuk menarik dana asing. Keterbukaan atau liberalisasi pasar modal yang tinggi, selain dapat memacu peningkatan indeks saham dan pertumbuhan ekonomi, dapat menjadi bumerang bagi perekonomian Indonesia. Penelitian Simorangkir (2008) menemukan bahwa financial openness yang diproksi dari foreign direct investment dan portfolio investment inflow dibagi dengan GDP memberikan efek negatif terhadap output. Keterbukaan sektor keuangan menyebabkan perekonomian Indonesia menjadi lebih rapuh terhadap efek pembalikan modal yang kemudian menurunkan output.
2
Liberalisasi pasar modal telah mendorong keluar-masuknya modal secara bebas pada negara-negara emerging markets, tidak terkecuali di Indonesia. Hal ini menyebabkan banyaknya arus modal jangka pendek yang masuk ke Indonesia yang berada di bawah kendali investor asing yang ingin mencari tingkat pengembalian yang lebih tinggi. Di Indonesia, liberalisasi pasar modal ditandai dengan keluarnya Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1055/KMK.013/1989 tentang Pembelian Saham oleh Pemodal asing melalui Pasar Modal. Peraturan tersebut memperbolehkan kepemilikan asing sampai 49% di pasar perdana maupun 49% kepemilikan saham di bursa. Keran liberalisasi semakin terbuka lebar setelah pemerintah kemudian memperbolehkan pemodal asing untuk memiliki 100% saham emiten Indonesia yang diperdagangkan di bursa efek sejak tahun 1997. Hal ini membuat dana asing
Nilai kepemilikanAxis Title Saham (Rp Miliar)
yang ke pasar modal Indonesia relatif menjadi cukup besar. 2,500,000.00 2,000,000.00 1,500,000.00 1,000,000.00 500,000.00 ‐
Axis Title Periode Lokal
Asing
Sumber: BEI, berbagai tahun (diolah)
Gambar 1 Nilai Kepemilikan Saham oleh Asing/Lokal, 2010-2011 (Rp miliar) Berdasarkan kewarganegaraannya, investor di pasar modal dibedakan dalam dua kelompok besar, yakni investor dalam negeri atau lokal dan investor asing. Gambar 1 menyajikan kepemilikan saham oleh investor asing dan domestik di pasar modal Indonesia. Kepemilikan saham oleh investor asing selama tahun 2010 hingga 2011 menunjukkan tren meningkat dan berfluktuasi. Porsi kepemilikan asing selama kurun waktu 2010-2011 lebih besar dibandingkan kepemilikan
3
saham oleh investor domestik, dimana kepemilikan saham oleh investor asing selama 2010-2011 mencapai lebih dari 50 persen. Porsi kepemilikan saham yang tinggi oleh asing di pasar saham Indonesia sangat terkait dengan nilai besar dan pertumbuhan kapitalisasi pasar perusahaan karena kapitalisasi pasar seringkali menjadi ukuran penting bagi keberhasilan atau kegagalan perusahaan. Hal ini dapat terlihat dari penurunan kapitalisasi pasar saham Indonesia di seluruh sektor yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) mulai pertengahan 2008 hingga awal 2009 akibat krisis keuangan global yang bermula dari kasus subprime mortgage yang terjadi di Amerika. Krisis keuangan global tersebut telah memberikan tekanan di pasar modal Indonesia hingga menyebabkan merosotnya likuiditas di sektor perbankan dan institusi keuangan nonbank yang disertai berkurangnya transaksi keuangan. Hal ini dikarenakan banyaknya investor dari institusi keuangan Amerika yang melepas kepemilikan saham mereka di pasar modal Indonesia untuk menyelamatkan perusahaan mereka sendiri yang terkena krisis keuangan (Kuncoro, 2009). Gambar 2 menyajikan kapitalisasi pasar dari sembilan sektor yang terdaftar di BEI, empat sektor diantaranya, yaitu sektor keuangan, infrastruktur, pertambangan dan industri barang konsumsi memiliki kapitalisasi lebih dari 10 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa sektor-sektor tersebut lebih rentan terhadap pergerakan investor asing dibandingkan dengan sektor yang memiliki kapitalisasi pasar kurang dari 10 persen yang ditunjukkan dengan lebih fluktuatifnya keempat sektor tersebut. Fluktuasi sektor-sektor tersebut berbeda satu sama lain. Menurut Hammoudeh et al. (2009), sektor dengan tingkat teknologi tinggi akan diminati oleh investor ketika perekonomian booming dan sektor industri barang konsumsi yang memiliki sifat non-cyclical akan diminati oleh investor ketika perekonomian lesu. Selain itu, sektor pertambangan lebih fluktuatif dibandingkan sektor lainnya karena sektor ini lebih dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti regulasi lingkungan dan harga komoditas sektor ini juga dipengaruhi oleh harga barang tambang dunia. Dari Gambar 2 terlihat bahwa keempat sektor yang memiliki kapitalisasi pasar lebih dari 10 persen adalah sektor keuangan dari tahun ke tahun memiliki kapitalisasi pasar terbesar. Hal ini dikarenakan sektor keuangan berhubungan
4
dengan segala aktifitas transaksi masyarakat. Semakin banyak masyarakat menabung, memanfaatkan layanan perbankan, dan aplikasi kredit dapat meningkatkan kinerja perbankan yang pada akhirnya akan meningkatkan harga saham sektor tersebut. Sektor infrastruktur memiliki kapitalisasi pasar terbesar setelah sektor keuangan. Berdasarkan persentase kapitalisasi pasar, mulai pertengahan 2009, sektor infrastruktur mengalami penurunan kapitalisasi pasar yang cukup signifikan. Sedangkan kapitalisasi pasar sektor industri barang konsumsi dari tahun 2008 mengalami kenaikan (Gambar 2). Kenaikan kapitalisasi pasar sektor industri barang konsumsi terkait dengan peningkatan pendapatan masyarakat yang akhirnya meningkatkan kemampuan daya beli untuk mengkonsumsi makanan dan minuman. Selain ketiga sektor tersebut, sektor pertambangan juga memiliki kapitalisasi pasar lebih dari 10 persen (Gambar 2). Hal ini dikarenakan sektor pertambangan merupakan salah satu sektor yang membutuhkan dana sangat besar dan teknologi tinggi serta tingkat pengembalian dari sektor tersebut juga relatif tinggi sehingga sangat menarik bagi investor, terutama investor asing dengan modal yang kuat. Kapitalisasi Pasar per Sektor (%)
30 25 20 15 10 5 2007:01 2007:04 2007:07 2007:10 2008:01 2008:04 2008:07 2008:10 2009:01 2009:04 2009:07 2009:10 2010:01 2010:04 2010:07 2010:10 2011:01 2011:04 2011:07 2011:10 2012:01 2012:04
0
Periode Pertanian
Pertambangan
Industri Dasar
Aneka Industri
Barang Konsumsi
Properti
Infrastruktur
Keuangan
Perdagangan
Sumber: BEI, berbagai tahun (diolah)
Gambar 2 Kapitalisasi Pasar per Sektor di Bursa Efek Indonesia, 2007-2012
5
Aksi investor asing selalu menjadi perhatian. Irama pergerakannya di pasar selalu memberikan kontribusi yang signifikan dalam menentukan arah pasar. Ketika investor asing masuk, indikator perdagangan saham di BEI melompat naik. Bahkan, masuknya mereka tidak jarang ikut membangunkan saham-saham lapis dua yang dikenal sebagai saham tidur (sleeping stock). Sebaliknya, ketika investor asing berbondong-bondong keluar, IHSG ikut terseret jatuh. Begitulah kejadiannya selama bertahun-tahun di BEI, investor asing seolah-olah menjadi faktor penentu dalam perubahan indeks dan arah pasar. Akibatnya, investor asing seringkali tampil sebagai komandan lapangan. Dari Gambar 3 terlihat bahwa transaksi yang dilakukan oleh investor asing di pasar modal Indonesia sangat fluktuatif. Pada Gambar 3 terlihat adanya peningkatan fluktuasi transaksi yang dilakukan oleh investor asing di pasar saham Indonesia pada tahun 2008. Hal ini diawali dengan adanya kredit macet di sektor properti Amerika Serikat tahun 2007 yang kemudian menyebar ke lembaga keuangan maupun lembaga pembiayaan di Eropa. Krisis ini berlanjut hingga tahun 2008 dan menyebabkan indeks bursa saham seluruh dunia berguguran. Meskipun demikian, tingkat likuiditas global saat ini relatif masih sangat tinggi dan diperkirakan tujuan investasi investor akan ditujukan ke berbagai bursa-bursa emerging markets yang dapat memberikan potensi tingkat pengembalian/imbal hasil (expected return) yang menarik bagi investor, tak terkecuali Indonesia. Inilah sebenarnya berkah terselubung krisis keuangan AS untuk pasar modal Indonesia (Hadi, 2012). Adanya krisis pada tahun 2008 memaksa bank sentral di Amerika dan Eropa mengambil berbagai kebijakan untuk menyelamatkan perekonomian mereka sehingga para investor kembali percaya bahwa perekonomian di negara-negara tersebut dan dunia akan pulih. Hal ini kembali menurunkan fluktuasi di pasar saham Indonesia. Sementara itu, pada tahun 2011 kembali terlihat adanya peningkatan fluktuasi transaksi asing di pasar saham karena ketidakpastian penyelesaian krisis di Eropa. Hal ini menyebabkan investor asing kembali memasuki bursa saham negara-negara emerging markets seperti Indonesia (Gambar 3).
6
Transaksi Asing Bersih (Miliar Rp)
Periode Sumber: BEI, berbagai Tahun (diolah)
Gambar 3 Pergerakan Transaksi Asing Bersih, 2007-2012
1.2 Perumusan Masalah Dari latar belakang di atas telah dijelaskan bahwa keterbukaan sektor keuangan, selain dapat memberikan kontribusi positif bagi pertumbuhan ekonomi suatu negara, dapat juga menyebabkan perekonomian menjadi lebih rapuh. Liberalisasi pasar modal telah menarik aliran modal asing. Hal ini dapat meningkatkan likuiditas serta mengurangi cost of capital (Bekaert & Harvey, 2000), tetapi masih menjadi catatan bahwa mobilitas atau aliran modal dapat menyebabkan extreme volatility bagi emerging market seperti yang pernah terjadi pada tahun 1997 ketika terjadi krisis moneter di wilayah Asia. Hal ini dikarenakan sebagian besar negara pasar berkembang merupakan negara dengan perekonomian terbuka kecil, dimana pasar modal mereka memiliki kapitalisasi pasar dan tingkat likuiditas yang relatif kecil dibandingkan pasar modal yang telah maju seperti Amerika Serikat dan Eropa, oleh karena itu sangat rentan terhadap pergerakan modal internasional. Dengan
dikeluarkannya
Keputusan
Menteri
Keuangan
Nomor
1055/KMK.013/1989 tentang Pembelian Saham oleh Pemodal asing melalui Pasar Modal, keran investasi asing mulai terbuka sehingga semakin marak masuk ke
7
pasar modal Indonesia. Konsekuensinya, porsi kepemilikan asing di pasar modal Indonesia terus meningkat secara signifikan. Dengan meningkatnya porsi kepemilikan asing di pasar modal Indonesia, timbul perdebatan mengenai manfaat yang didapat dari hal tersebut serta menimbulkan kekhawatiran tersendiri bagi perekonomian domestik. Di satu sisi masuknya aliran modal asing dapat meningkatkan likuiditas dan mengurangi cost of capital, namun di sisi lain mobilitas modal asing juga dapat menyebabkan extreme volatility. Derasnya modal asing yang masuk ke Indonesia sebagai dana jangka pendek (hot money) yang sangat rentan terhadap sentimen dan gejolak di pasar modal menimbulkan kekhawatiran akan penarikan dana secara besar-besaran dan mendadak yang akan memberikan goncangan hebat bagi pasar modal domestik. Hal ini dapat ditunjukkan pada saat IHSG melesat memecahkan rekor di posisi 4.193,44 pada 1 Agustus 2011 lalu, disebut-sebut bahwa fenomena ini dikarenakan masuknya investor asing yang percaya bahwa perekonomian Indonesia masih akan tumbuh di atas 6 persen, bahkan di tengah perekonomian global yang diwarnai oleh krisis Eropa. Indonesia dinilai sebagai negara yang layak investasi. Tapi, ketika IHSG kemudian turun ke titik 3.269,45 pada 4 Oktober 2011, disebut-sebut bahwa investor asing tengah lesu karena krisis di Eropa yang semakin mengkhawatirkan. Fakta ini membuktikan bahwa investor asing bisa keluar masuk pasar dengan alasan apapun. Derasnya aliran modal asing yang masuk ke negara-negara berkembang termasuk Indonesia telah menjadi fenomena umum sejak dua dekade terakhir. Sebagai negara kecil yang terbuka, kebijakan moneter Indonesia, dalam hal ini suku bunga yang relatif tinggi dibandingkan dengan negara maju, dianggap menjanjikan imbal hasil (return) yang lebih besar bagi investor. Hal ini tentunya menarik banyak investor asing untuk berinvestasi di Indonesia. Besarnya investasi asing membuat Indonesia memiliki ketergantungan yang semakin tinggi terhadap investor asing. Konsekuensinya adalah rentannya perekonomian domestik atas gejolak yang ditimbulkan oleh investor asing. Dalam konteks pasar modal, ketergantungan tersebut dikhawatirkan meningkatkan resiko yang dihadapi Indonesia atau membuat volatilitas di pasar modal relatif tinggi.
8
Estimasi volatilitas di pasar saham sangatlah penting dalam perekonomian dan keuangan. Hal ini dikarenakan volatilitas yang tinggi pada harga saham memiliki efek negatif terhadap perekonomian serta juga dapat menyebabkan perubahan keputusan investasi yang diambil investor, yang pada akhirnya pada jangka panjang menyebabkan jatuhnya arus modal baik dari investor asing maupun domestik (Rajput et al., 2012). Levine dan Zervos (1998) juga mengemukakan bahwa volatilitas yang tinggi juga dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan pasar keuangan, dimana pasar keuangan memainkan peran penting dalam pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Volatilitas yang tinggi di pasar saham negara emerging markets juga sering dikaitkan dengan ketidakstabilan finansial (Kaminsky & Reinhart, 2001). Volatilitas merupakan indikator dari resiko relatif harga saham, dimana semakin besar volatilitas maka semakin besar pula resikonya. Pada umumnya, harga saham akan meningkat sejalan dengan meningkatnya volatilitas. Hal ini disebabkan karena pergerakan tajam pada harga akan memberikan manfaat return yang lebih besar bagi investor. Inilah yang kemudian banyak disebut sebagai hubungan positif antara resiko dengan return yaitu semakin tinggi resiko maka semakin tinggi pula imbal hasilnya. Kecenderungan investor untuk mengandalkan pergerakan harga saham atau volatilitas sebagai dasar dari pengambilan keputusan mencerminkan aliran dana jangka pendek yang hanya berorientasi pada keuntungan dari margin perdagangan harga saham. Hal inilah yang umumnya terjadi di pasar modal, sehingga manfaatnya pada perekonomian selalu dipertanyakan. Jika investor asing yang mendominasi pasar modal Indonesia lebih mengarah pada praktek semacam ini dibandingkan dengan pertimbangan fundamental, maka hal ini jelas perlu diwaspadai agar kinerja pasar modal domestik dapat dipertahankan dan stabil. Perkembangan
ekonometrik
pada
pasar
keuangan
akhir-akhir
ini
menunjukkan bukti adanya hubungan nonlinier atau volatilitas pada return saham di developed markets dan khususnya di emerging markets. Hal ini dikarenakan investor di emerging markets pada umumnya menerima informasi tidak sempurna dan tidak rasional dalam memprediksi harga saham sehingga menyebabkan harga saham menyimpang dari nilai fundamentalnya.
9
Perdebatan mengenai pengaruh transaksi asing bagi tingkat resiko di BEI menjadi fokus pada studi ini. Dan karena adanya arus informasi maupun pedagang yang heterogen di pasar saham sehingga volatilitas harga saham berisi komponen permanent dan komponen transitory (Zarour dan Siriopoulos, 2008), maka studi ini mencoba untuk melihat keberadaan transaksi asing dalam komponen permanen maupun komponen transitory volatilitas harga saham gabungan di Indonesia. Kemudian akan dilihat juga bagaimana keberadaan transaksi asing dalam komponen permanen maupun komponen transitory volatilitas harga saham sektoral yang memiliki kapitalisasi terbesar yaitu sektor keuangan, sektor industri barang konsumsi dan sektor pertambangan. Hal ini dikarenakan sektor dengan kapitalisasi tebesar lebih rentan tehadap pergerakan investor asing sehingga lebih fluktuatif. Maka yang menjadi pertanyaan dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana pengaruh transaksi investor asing terhadap return saham gabungan, dari tahun 2007-2012? 2. Bagaimana pengaruh transaksi investor asing terhadap return saham sektoral , dari tahun 2007-2012? 3. Bagaimana pengaruh transaksi investor asing terhadap komponen volatilitas permanen (permanent volatility component) dari return saham gabungan, dari tahun 2007-2012? 4. Bagaimana pengaruh transaksi investor asing terhadap komponen volatilitas permanen (permanent volatility component) dari return saham sektoral, dari tahun 2007-2012? 5. Bagaimana pengaruh transaksi investor asing terhadap komponen volatilitas transitory (transitory volatility component) dari return saham gabungan, dari tahun 2007-2012? 6. Bagaimana pengaruh transaksi investor asing terhadap komponen volatilitas transitory (transitory volatility component) dari return saham gabungan, dari tahun 2007-2012? 7. Berapa lama guncangan yang ditimbulkan oleh transaksi investor asing terhadap komponen volatilitas permanen di pasar saham masing-masing sektor?
10
8. Berapa lama guncangan yang ditimbulkan oleh transaksi investor asing terhadap komponen volatilitas transitory di pasar saham sektor keuangan, sektor industry barang konsumsi dan sektor pertambangan?
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari apakah transaksi investor asing berpengaruh terhadap: 1. Untuk mempelajari apakah transaksi investor asing berpengaruh terhadap return saham gabungan maupun return saham sektoral dari tahun 2007-2012. 2. Untuk mempelajari apakah transaksi investor asing berpengaruh terhadap komponen volatilitas permanen (permanent volatility component) dari return saham di Indonesia, baik return saham gabungan maupun return saham sektoral dari tahun 2007-2012. 3. Untuk mempelajari apakah transaksi investor asing berpengaruh terhadap komponen volatilitas transitory (transitory volatility component) dari return saham di Indonesia, baik return saham gabungan maupun return saham sektoral dari tahun 2007-2012. 4. Dari ketiga sektor yang memiliki kapitalisasi pasar terbesar yaitu sektor keuangan, sektor industri barang konsumsi dan sektor pertambangan, sektor manakah yang akan mengalami guncangan transaksi investor asing paling lama atau paling cepat.
1.4 Manfaat Penelitian Studi ini dilakukan dengan harapan dapat menambah khasanah literatur yang mampu memberikan pedoman bagi penelitian atau studi selanjutnya. Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi otoritas pasar saham yaitu Badan Pengawas Pasar Modal dalam menentukan kebijakan khususnya mengenai transaksi investor asing di pasar saham Indonesia dan harga saham.
11
1.5 Ruang Lingkup Penelitian Guna menghindari terlalu luasnya cakupan permasalahan dan supaya tidak menyimpang dari tujuan penelitian, maka dalam pembahasan penelitian ini dibatasi pada hal-hal sebagai berikut: 1. Observasi yang dilakukan meliputi periode Januari 2007 sampai dengan Mei 2012. 2. Transaksi investor asing yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah nilai perdagangan saham yang dilakukan oleh investor asing di Bursa Efek Indonesia (BEI). 3. Kajian difokuskan pada perekonomian Indonesia.