I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkebunan merupakan salah satu subsektor strategis yang secara ekonomis, ekologis dan sosial budaya memainkan peranan penting dalam pembangunan nasional. Sesuai Undang-Undang Nomor 18/2004 tentang Perkebunan, secara ekonomi perkebunan berfungsi meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat serta penguatan struktur ekonomi wilayah dan nasional; secara ekologi berfungsi meningkatkan konservasi tanah dan air, penyerap karbon, penyedia oksigen dan penyangga kawasan lindung, dan secara sosial budaya berfungsi sebagai perekat dan pemersatu bangsa. Adapun karakteristik perkebunan dapat ditinjau dari berbagai aspek antara lain dari jenis komoditas, hasil produksi, dan bentuk pengusahaannya. Dari aspek komoditas, perkebunan terdiri atas 127 jenis tanaman, berupa tanaman tahunan dan tanaman semusim dengan areal sebaran mulai dataran rendah sampai dataran tinggi. Ditinjau dari aspek produksi, hasil produksi perkebunan merupakan bahan baku industri baik untuk kebutuhan dalam negeri maupun ekspor. Apabila ditinjau dari bentuk pengusahaannya, usaha perkebunan meliputi perkebunan besar negara (6%), perkebunan besar swasta (21%), dan perkebunan rakyat (72%) (Ditjen Perkebunan, 2010). Dalam perekonomian Indonesia, subsektor perkebunan merupakan salah satu subsektor yang berperan penting. Sejak awal tahun 1970-an subsektor perkebunan dipacu pertumbuhannya melalui berbagai kebijakan produksi, investasi, ekspor, dan berbagai kebijakan lainnya. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan kinerja subsektor perkebunan dalam perekonomian nasional. Arah kebijakan pemerintah tersebut sesuai dengan keunggulan komparatif subsektor perkebunan di pasar domestik dan internasional. Salah satu tujuan
dari
pembangunan
perkebunan
adalah untuk
meningkatkan produksi dan memperbaiki mutu hasil, meningkatkan pendapatan, memperbesar nilai ekspor, mendukung industri, menciptakan dan memperluas kesempatan kerja, serta pemerataan pembangunan.
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
2
Ada tiga asas yang menjadi acuan dalam pembangunan perkebunan yang mendasari kebijakan pembangunan dalam lingkungan ekonomi dan pembangunan nasional,
yaitu
mempertahankan
dan
meningkatkan
sumbangan
bidang
perkebunan bagi pendapatan nasional; memperluas lapangan kerja dan memelihara kekayaan dan kelestarian alam dan meningkatkan kesuburan sumberdaya alam. Pengembangan
wilayah
pada
hakikatnya
adalah
pelaksanaan
pembangunan di suatu wilayah yang disesuaikan dengan kemampuan fisik dan sosial wilayah tersebut, serta tetap menghormati peraturan perundangan yang berlaku. Karena itu istilah wilayah merupakan hal yang penting untuk didefinisikan secara tegas, terutama dalam menganalisis kegiatan ekonomi di wilayah tersebut. Pengembangan lebih menekankan proses meningkatkan dan memperluas. Dalam pengertian bahwa pengembangan adalah melakukan sesuatu yang tidak dari nol, atau tidak membuat sesuatu yang sebelumnya tidak ada, melainkan melakukan sesuatu yang sebenarnya sudah ada tapi kualitas dan kuantitasnya ditingkatkan atau diperluas. Jadi dalam hal pengembangan masyarakat tersirat pengertian bahwa masyarakat yang dikembangkan sebenarnya sudah memiliki kapasitas (bukannya tidak memiliki sama sekali) namun perlu ditingkatkan kapasitasnya (Rustiadi et al. 2005). Kebijakan otonomi daerah melalui Undang-Undang No. 22 dan No. 25 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Perimbangan Keuangan antar Pemerintah Pusat dan Daerah, memberikan kewenangan yang besar kepada daerah dalam mengelola pemerintahan dan sumberdaya daerah termasuk kegiatan eksplorasi, eksploitasi dan konservasi sumberdaya alam yang diiringi dengan tanggungjawab pembiayaan pembangunan daerah yang porsinya semakin meningkat. Berkaitan dengan upaya pembangunan daerah, maka pengembangan basis ekonomi yang berbasis pada sumberdaya lokal sebagai pusat pertumbuhan perlu diperkokoh. Selama ini telah banyak usaha yang dilakukan pemerintah Indonesia dalam rangka meningkatkan kesejahteraan petani di pedesaan. Kebijakan ini diterapkan karena adanya kenyataan bahwa mayoritas penduduk Indonesia yang tinggal di pedesaan masih tergolong “miskin” dan umumnya menggantungkan
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
3
hidupnya dari kemurahan alam di sektor pertanian. Salah satu upaya yang dilakukan Pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan petani adalah melalui pembangunan daerah pedesaan melalui pengembangan perkebunan karet rakyat. Hal ini cukup beralasan, karena sejak tahun 1967 sampai 2004 luas areal, produksi dan produktivitas karet rakyat di Indonesia selalu mengalami peningkatan yang cukup signifikan, yaitu masing-masing 2,34 juta ha, 0,85 juta ton/tahun dan 3,55 kw/ha/tahun
dengan
laju
peningkatan
masing-masing
1,49;
3,06
dan
1,56 persen/tahun (Ditjen Bina Produksi Perkebunan, 2004). Karet merupakan salah satu komoditi perkebunan penting, baik sebagai sumber pendapatan, kesempatan kerja dan devisa, pendorong pertumbuhan ekonomi sentra-sentra baru di wilayah sekitar perkebunan karet maupun pelestarian lingkungan dan sumberdaya hayati. Namun sebagai negara dengan luas areal terbesar dan produksi kedua terbesar dunia, Indonesia masih menghadapi beberapa kendala, yaitu rendahnya produktivitas, terutama karet rakyat yang merupakan mayoritas areal karet nasional dan ragam produk olahan yang masih terbatas, yang didominasi oleh karet remah (crumb rubber). Rendahnya produktivitas kebun karet rakyat disebabkan oleh banyaknya areal tua, rusak dan tidak produktif, penggunaan bibit bukan klon unggul serta kondisi kebun yang menyerupai hutan. Oleh karena itu perlu upaya percepatan peremajaan karet rakyat dan pengembangan industri hilir (Badan Litbang Pertanian, 2007). Tabel 1. Pertumbuhan Luas Areal Karet di Indonesia Tahun 1970-2005 Status Pengusahaan PR PBS PBN Jumlah
1970 Area (000) 1.613 281 238 2.318
(%) 69,59 12,12 10,27 100,00
2005 Area (000) 2.767 224 275 3.280
(%) 84,36 6,83 8,38 100,00
Sumber : Badan Litbang Pertanian (2007) Keterangan : PR = Perkebunan Rakyat PBS = Perkebunan Besar Swasta PBN = Perkebunan Besar Nasional
Badan Litbang Pertanian (2007) menyatakan bahwa selama lebih dari tiga dekade (1970-2005), areal perkebunan karet di Indonesia meningkat sekitar 1,27% per tahun. Namun pertumbuhan ini hanya terjadi pada areal karet rakyat (± 1,6% per tahun), sedangkan pada perkebunan besar negara dan swasta
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
4
cenderung menurun. Dengan luasan sekitar 3,3 juta ha pada tahun 2005, mayoritas (85%) perkebunan karet di Indonesia adalah perkebunan rakyat, yang menjadi tumpuan mata pencaharian lebih dari 15 juta jiwa. Dari keseluruhan areal perkebunan rakyat tersebut, sebagian besar (± 91%) dikembangkan secara swadaya murni, dan sebagian kecil lainnya yaitu sekitar 288.039 ha (± 9%) dibangun melalui proyek PIR, PRPTE, UPP Berbantuan, Partial, dan Swadaya Berbantuan. Berbeda dengan tingkat pertumbuhan areal yang relatif rendah, pertumbuhan produksi karet nasional selama kurun waktu 1970-2005 relatif tinggi yaitu sekitar 3,89% per tahun. Hal ini disebabkan terjadi peningkatan areal perkebunan karet rakyat yang menggunakan klon unggul yang produktivitasnya cukup tinggi. Hal ini didukung oleh data yang menunjukkan pertumbuhan produksi tertinggi terjadi pada perkebunan rakyat (4,33% per tahun), sedangkan pertumbuhan produksi perkebunan besar swasta dan negara masing-masing hanya sekitar 3,88% dan 1,77% per tahun. Namun demikian secara umum produktivitas karet rakyat masih relatif rendah (796 kg/ha/th) bila dibandingkan dengan produktivitas perkebunan besar negara (1.039 kg/ha/th) maupun swasta (1.202 kg/ha/th). Hal ini, antara lain, disebabkan sebagian besar (>60%) tanaman karet petani masih menggunakan bahan tanam asal biji (seedling) tanpa pemeliharaan yang baik, dan tingginya proporsi areal tanaman karet yang telah tua, rusak atau tidak produktif (± 13% dari total areal). Pada saat ini sekitar 400 ribu ha areal karet tidak produktif karena dalam kondisi tua dan rusak. Selain itu sekitar 2-3% dari areal tanaman menghasilkan (TM) yang ada setiap tahun akan memerlukan peremajaan. Dengan kondisi demikian, sebagian besar kebun karet rakyat masih menyerupai hutan karet (Badan Litbang Pertanian, 2007). Kondisi agribisnis karet saat ini menunjukkan bahwa karet dikelola oleh rakyat, perkebunan negara dan perkebunan swasta. Pertumbuhan karet rakyat masih positif walaupun lambat yaitu 1,58%/tahun, sedangkan areal perkebunan negara dan swasta sama-sama menurun 0,15%/tahun. Oleh karena itu, tumpuan pengembangan karet akan lebih banyak pada perkebunan rakyat. Namun luas areal kebun rakyat yang tua, rusak dan tidak produktif mencapai sekitar 400 ribu
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
5
hektar yang memerlukan peremajaan. Persoalannya adalah bahwa belum ada sumber dana yang tersedia untuk peremajaan. Di tingkat hilir, jumlah pabrik pengolahan karet sudah cukup, namun selama 5 tahun mendatang diperkirakan akan diperlukan investasi baru dalam industri pengolahan, baik untuk menghasilkan crumb rubber maupun produkproduk karet lainnya karena produksi bahan baku karet akan meningkat. Kayu karet sebenarnya mempunyai potensi untuk dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan furniture tetapi belum optimal, sehingga diperlukan upaya pemanfaatan lebih lanjut. Tabel 2. Perkembangan Luas Tanaman Perkebunan Karet di Jawa Barat Selama 5 Tahun Status Pengusahaan
Luas Lahan (Ha) 2005
2006
2007
2008
2009
PR
6.865
7.579
8.014
9.271
11.423
PBS
21.332
20.397
19.610
19.433
19.705
PBN
23.580
23.341
23.963
24.530
25.212
Jumlah
51.777
51.335
51.587
53.234
56.340
Sumber : Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kab. Cianjur, 2010 Keterangan : PR = Perkebunan Rakyat PBS = Perkebunan Besar Swasta PBN = Perkebunan Besar Nasional
Bidang pertanian Kabupaten Cianjur cukup potensial. Hal ini didukung oleh letak geografis yang memadai sehingga komoditi tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan dapat tumbuh dengan subur. Tidak terkecuali perkebunan karet. Sub sektor perkebunan ini tumbuh di wilayah utara dan selatan. Karet merupakan salah satu komoditi perkebunan yang sangat penting dan berperan besar khususnya bagi penunjang ekonomi masyarakat. Luas tanam perkebunan karet rakyat di Kabupaten Cianjur mencapai 42,09% dari total luas tanam perkebunan karet (Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kab. Cianjur, 2010). Dengan adanya perkebunan karet rakyat diharapkan dapat sebagai sumber lapangan pekerjaan bagi masyarakat lokal, pemasok bahan baku karet dan berperan dalam menambah pendapatan serta mendorong bertumbuhnya sentrasentra ekonomi baru di tingkat masyarakat pedesaaan. Tanaman karet merupakan tanaman yang menghasilkan bahan baku bagi industri yang diperdagangkan secara internasional. Salah satu sentra perkebunan
6
karet rakyat di Jawa Barat berada di Kabupaten Cianjur. Sejarah karet rakyat di Cianjur sudah berlangsung sejak jaman kolonial. Perkebunan karet rakyat tumbuh pada lahan milik petani yang berada disekitar PTPN dan Perkebunan Besar Swasta (PBS). Kondisi perkebunan karet rakyat berbeda dengan perkebunan milik negara atau perkebunan besar swasta. Perbedaan tersebut terutama terlihat pada aspek skala usaha (luasan lahan pengelolaan usaha), teknologi budidaya dan manajemen, sehingga mengakibatkan tingkat produksi, produktivitas dan pendapatan usaha persatuan luas berbeda pula. Tabel 3. Perkembangan Luas Tanaman Perkebunan Karet di Kabupaten Cianjur Selama 5 Tahun Status Pengusahaan
Luas Lahan (Ha) 2005
2006
2007
2008
2009
PR
1.975,45
2.010,95
2.074,95
2.311,75
2.404,27
PBS
1.471,41
1.484,86
1.523,39
1.797,61
1.797,61
PTP
1.522,66
1.833,57
1.723,28
1.509,88
1.509,88
Jumlah
4.969,52
5.329,38
5.321,62
5.619,24
5.711,76
Sumber : Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kab. Cianjur, 2010 Keterangan : PR = Perkebunan Rakyat PBS = Perkebunan Besar Swasta PBN = Perkebunan Besar Nasional
1.2. Rumusan Masalah Peluang otonomi daerah harus direspon oleh pemerintah daerah secara bijak, terutama dalam perencanaan pembangunan dan pemanfaatan potensi sumberdaya alam secara optimal dan terarah untuk kesejahteraan masyarakat. Pertanian merupakan mata pencaharian sebagian besar penduduk Kabupaten Cianjur. Agroindustri merupakan sektor hilir dari pertanian, dalam suatu rangkaian agribisnis dapat diharapkan sebagai peluang pasar. Kekuatan potensi sumberdaya alam dan sumberdaya manusia merupakan keunggulan komparatif yang dimiliki suatu daerah. Namun keunggulan komparatif harus diiringi dengan keunggulan kompetitif dalam hal ini dari aspek ekonomi agar dapat bersaing dengan kompetitor dari luar daerah. Untuk itu perlu dilihat daya dukung terhadap pengembangan wilayah berbasis perkebunan karet rakyat di Kabupaten Cianjur.
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
7
Kabupaten Cianjur dalam menghasilkan produk olahan karet dapat dikatakan sudah memiliki keunggulan komparatif bagi pengembangan wilayah. Beberapa produk olahan karet rakyat selama ini dalam pemasaran produk-produk selama ini dirasakan masih lemah dalam bersaing dengan produk dari luar, untuk itu perlu dilihat bagaimana faktor-faktor strategis eksternal dan internal yang mempengaruhi pengembangan wilayah berbasis perkebunan karet rakyat di Kabupaten Cianjur. Luas areal tanam perkebunan karet rakyat di Kabupaten Cianjur merupakan areal yang terbesar jika dibandingkan dengan perkebunan swasta atau perkebunan
nasional.
Dengan
luas
areal
tanam
yang
besar
maka
penggunaan/pengembangan lahan, penyerapan tenaga kerja dan nilai pendapatan yang diperoleh merupakan kontribusi yang dapat diberikan dari perkebunan karet rakyat terhadap pengembangan daerah. Berdasarkan uraian diatas terdapat beberapa masalah yang dapat didefinisikan, yaitu : 1. Bagaimana daya dukung wilayah terhadap pengembangan wilayah berbasis perkebunan karet rakyat. 2. Apakah
yang
menjadi
aspek-aspek
pendukung
dan
penghambat
pengembangan wilayah. 3. Bagaimana kontribusi pengembangan wilayah berbasis perkebunan karet rakyat terhadap pembangunan daerah. 1.3. Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mengidentifikasi daya dukung wilayah dalam pengembangan wilayah berbasis perkebunan karet rakyat. 2. Mengkaji aspek-aspek pendukung dan penghambat dalam pengembangan wilayah. 3. Mengkaji kontribusi pengembangan wilayah berbasis perkebunan karet rakyat terhadap pembangunan daerah. 1.4. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
8
1. Teridentifikasinya daya dukung wilayah dalam pengembangan wilayah berbasis perkebunan karet rakyat. 2. Teridentifikasinya
aspek-aspek
pendukung
dan
penghambat
dalam
pengembangan wilayah berbasis perkebunan karet rakyat. 3. Diketahuinya kontribusi pengembangan pengembangan wilayah berbasis perkebunan karet rakyat terhadap pembangunan daerah. 4. Memberikan sumbangan pemikiran kepada Pemerintah Kabupaten Cianjur dalam menyusun suatu rumusan yang tepat mengenai pengembangan wilayah berbasis perkebunan karet rakyat.
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/