I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perjalanan panjang sejarah terbentuknya kota Jakarta dimulai dari sebuah area kecil yang kini disebut daerah jembatan gantung kota intan. Dahulu lokasi tersebut adalah Sunda Kelapa, sebuah pelabuhan kecil dibawah kekuasaan kerajaan Cumda Pajajaran pada abad 16. Ketika pelabuhan ini jatuh ke tangan pasukan Fatahillah (pasukan gabungan kesultanan Demak dan Cirebon), pelabuhan
ini
dikembangkan
menjadi
sebuah
kota
yang
dinamakan
Jayakarta. Kota Jayakarta, seperti layaknya struktur kota-kota Kerajaan Islam lainnya di Pulau Jawa, yakni pusat kotanya ditandai dengan alun-alun yang pada bagian selatannya terdapat keraton, pada bagian baratnya terdapat mesjid, bagian utaranya terdapat pasar dan timurnya fasilitas kerajaan. Kota Jayakarta yang dibangun pada tahun 1527 sudah tidak lagi ditemukan sisa-sisanya karena pada tahun 1619 dihancurkan rata dengan tanah oleh VOC Belanda. Di atas bekas kota Jayakarta, VOC Belanda membangun struktur kota baru yang diberi nama Batavia. Pola Kota Batavia dibangun mirip kota Amsterdam, rumah berderet, jendela kecil seolah hidup sesuai dengan iklim dingin Amsterdam. Namun pola kota dan bangunan tersebut tidak sesuai dengan iklim tropis di Batavia sehingga mengakibatkan banyak penduduk mati akibat epidemik. Menyadari semua ini, Pemerintah Hindia Belanda memindahkan Kota Batavia ke Weltevreden (Lapangan Banteng dan Monas), caranya sangat ekstrim, membongkar hampir seluruh bangunan di Batavia sedangkan material bangunannya dipergunakan untuk pembangunan Weltevreden. Peristiwa ini terjadi pada tahun 1808 dan Bataviapun ditinggalkan hampir 100 tahun. Ketika Dewan Kotapraja Batavia dibentuk pada tahun 1905, kota Batavia yang telah diabaikan kemudian dibangun kembali. Hingga kehadiran pendudukan Jepang pada tahun 1942-1945 struktur kota dan bangunannya tidak terjadi perubahan. Lokasi sisa-sisa kota Batavia tersebut terletak di kawasan yang kini disebut sebagai Kota Tua, yang morfologi kotanya masih terlihat hingga kini, terutama batas-batas kota yang ditandai oleh kanal. Dengan nilai historis dan peninggalan yang dimilikinya, kawasan Kota Tua Jakarta memiliki potensi pengembangan yang multi-dimensi, baik secara fisik-lingkungan, ekonomi
2
maupun sosial budaya. Pengembangan kawasan tersebut perlu ditunjang dengan konservasi yang memadai, penyediaan sarana dan prasarana kota, fasilitas penunjang dan kelengkapan lingkungan lainnya. Tanpa pembangunan dan pelestarian yang terintegrasi, banyak peninggalan-peninggalan yang memiliki nilai sejarah tersebut hancur dengan sendirinya (self-destruction), terbengkalai ataupun berubah dari karakter sejarahnya. Salah satu elemen penting dari ruang kota adalah ruang terbuka publik (public open space) yang menurut Kostof (1992) keberadaannya sebagai saksi dari perubahan kebutuhan manusia dari waktu ke waktu untuk menemukan kembali fakta fisik suatu komunitas di pusat kota.
Ruang terbuka publik
merupakan ruang terbuka yang harus secara bebas dapat diakses dan dimanfaatkan/dipergunakan oleh semua orang dan di dalamnya mengandung unsur-unsur kegiatan manusia (Carr, 1992). Ruang-ruang tersebut dapat berupa jalan (street), alun-alun, pasar (market), pelabuhan, waterfront. Kota Tua Jakarta juga memiliki ruang terbuka publik yang
harus dilindungi sebagai ruang
bersejarah dan dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat. Berawal dari SK Gubernur DKI Jakarta No. Cb. 11/1/12/1972 tentang penetapan bangunan-bangunan bersejarah dan monumen di wilayah DKI Jakarta sebagai bangunan yang dilindungi dan SK Gubernur KDKI Jakarta No. : D.IIIb/11/4/54/1973 tentang pernyataan Jakarta Kota dan Pasar Ikan, Jakarta Barat dan Utara sebagai kawasan yang dilindungi, rencana revitalisasi di Kota Tua Jakarta mulai dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan sampai saat ini pada tahap pembuatan Draf Rencana Induk Kota Tua Jakarta. Dalam rangka mendukung rencana revitalisasi yang sudah berjalan, perlu dilakukan analisis mengenai pelestarian dan pemanfaatan ruang terbuka publik bersejarah di Kota Tua Jakarta sebagai bahan masukan Pemprov DKI Jakarta yang saat ini belum dikaji secara spesifik. Dari hasil analisis ini diharapkan menghasilkan masukan berupa upaya pelestarian terhadap ruang-ruang terbuka publik bersejarah yang ada agar pemanfaatannya dapat lebih optimal dan nilai-nilai historisnya tidak semakin hilang.
3
1.4. Perumusan Masalah Ruang terbuka publik merupakan ruang yang dapat menciptakan karakter kota, dan pada umumnya memiliki fungsi interaksi sosial bagi manusia. Ruang terbuka publik di Kota Tua Jakarta mengalami perubahan dari waktu ke waktu seiring dengan perkembangan kota Jakarta. Perkembangan kota pada era pembangunan pasca kemerdekaan cenderung mengakibatkan penurunan nilai sejarah pada ruang-ruang tersebut. Ruang terbuka yang ada sekarang hanya menjadi ruang perlintasan saja dan tanpa nilai. Upaya revitalisasi yang sudah dimulai di Kota Tua Jakarta belum dilaksanakan secara terintegrasi, terutama terhadap ruang terbuka publiknya. Draf Rencana Induk Kota Tua yang telah dibuat oleh pemerintahpun belum secara komprehensif menyentuh ruang terbuka publik bersejarah. Oleh karena itu perlu dibuat arahan-arahan dalam melestarikan dan memanfaatkan ruang terbuka publik bersejarah agar tetap terjaga nilai-nilai sejarahnya dan memberikan manfaat khususnya bagi Kota Tua Jakarta dan umumnya bagi Kota Jakarta.
1.2. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mengidentifikasi perkembangan keberadaan, karakter fisik dan fungsi ruang terbuka publik yang ada di Kota Tua Jakarta. 2. Menganalisis integritas ruang terbuka publik di Kota Tua Jakarta saat ini berdasarkan nilai sejarah, nilai estetika dan nilai fungsi. 3. Menyusun arahan pelestarian dan pemanfaatan ruang terbuka publik bersejarah dalam rangka revitalisasi kawasan Kota Tua Jakarta.
1.3. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan memiliki kegunaan sebagai berikut : 1. Memberikan informasi tentang kondisi dan nilai integritas ruang terbuka publik di kawasan Kota Tua Jakarta. 2. Memberikan masukan bagi perencana pengembangan kota dalam melestarikan keberadaan dan memanfaatkan ruang terbuka publik bersejarah di Kota Tua Jakarta.
4
1.5. Kerangka Pikir Penelitian Kawasan Kota Tua Jakarta perlu dilindungi dan dilestarikan sebagai bukti fisik yang menghubungkan kota metropolitan saat ini dengan masa lalunya. Kota Tua mencakup ruang terbuka publik sebagai ruang sosial yang penting dalam suatu kota. Ruang tersebut perlu diperhatikan dalam upaya pelestarian Kota Tua. Kota Tua Jakarta pada setiap masanya mengalami perkembangan dan berjalan secara berkesinambungan dan berangkai sampai pada wujud dan kondisinya sekarang. Perkembangan tersebut mengakibatkan perubahan yang dapat mempengaruhi keberadaan, karakter dan fungsi pada ruang terbuka publik bersejarah di Kota Tua Jakarta. Sebagaimana tertulis dalam perumusan masalah bahwa pembangunan masa kemerdekaan
mengakibatkan
perubahan
yang
cenderung
mengabaikan
perlindungan terhadap kawasan Kota Tua dan merubah karakter kesejarahannya. Dengan mengacu pada karakter kawasan dan nilai integritas ruang terbuka publik, serta
memperhatikan
aspek
kebijakan
yang
telah
ditetapkan
dan
mempertimbangkan kebutuhan masyarakat, maka dapat disusun arahan-arahan pelestarian dan pemanfaatannya. Pemanfaatan ruang terbuka publik yang tepat, sesuai dengan program pelestarian, akan menunjang vitalitas kawasan Kota Tua.
Kerangka pikir
penelitian sebagaimana tersebut di atas secara diagramatis dapat dilihat pada Gambar 1.
MANUSIA 5
Kota Tua Jakarta
Ruang Terbuka Publik (Taman, plaza, pasar, jalan, jalur pedestrian, waterfront, dsb)
Perkembangan Keberadaan, karakter fisik dan Fungsi Ruang Terbuka Publik berdasarkan sejarah Masa Kekuasaan Jayakarta
Masa Kolonial Belanda
Karakter Ruang Terbuka Publik Bersejarah
Masa Pasca Kemerdekaan
Kondisi, karakter dan fungsi saat ini
Nilai Integritas Ruang Terbuka Publik Bersejarah Saat Ini
Kebijakan Pemerintah terkait Kota Tua Jakarta
Kebutuhan Masyarakat terhadap Ruang Terbuka Publik
Arahan Pelestarian dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Publik Bersejarah dalam Rangka Revitalisasi Kota Tua Jakarta
Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian