1
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri atas 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 81.791 km (Supriharyono, 2007) mempunyai keragaman yang tinggi dalam ekosistem (terrestrial dan aquatic) serta bentukan fisik (features, forms, dan forces). Indonesia memiliki sumber daya alam yang kaya dan sangat beragam, baik sumber daya dapat pulih maupun sumber daya tidak dapat pulih. Kawasan pantai memiliki fungsi sebagai penyedia jasa-jasa pendukung kehidupan seperti udara segar, air bersih, dan sebagai penyedia jasa-jasa kenyamanan (estetika). Selain itu, kawasan pantai juga memiliki aksesibilitas yang sangat baik untuk berbagai kegiatan seperti transportasi,
pelabuhan,
industri,
permukiman,
dan
pariwisata.
Namun,
pembangunan atau aktivitas manusia dalam memanfaatkan potensi sumber daya alam di kawasan pantai sering tidak ramah lingkungan. Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan intensitas pembangunan, timbul berbagai permasalahan lingkungan terutama di kota-kota pantai Indonesia. Pencemaran, degradasi fisik habitat, eksploitasi berlebihan sumber daya alam, penggunaan lahan yang tidak sesuai, dan penurunan nilai estetika merupakan permasalahan lingkungan yang sering timbul di kawasan pantai kota-kota besar. Permasalahan ini mengakibatkan ekosistem pantai berada pada kondisi yang sangat kritis, apalagi bila dikaitkan dengan perubahan iklim (climate change) dan pemanasan global (global warming) yang mengancam eksistensi kawasan pantai karena permukaan air laut akan terus meningkat seiring meningkatnya iklim. Kota Makassar dengan panjang pantai sekitar 36,1 km memiliki potensi yang tinggi untuk dikembangkan. Salah satu potensi yang dimiliki adalah Pantai Losari yang dulunya dikenal sebagai restoran terpanjang di dunia. Pantai yang berada di sebelah barat Kota Makassar ini memiliki pemandangan sunset yang indah. Pantai Losari merupakan landmark Kota Makassar yang memanjang dari utara ke selatan menghubungkan kawasan Pelabuhan Samudera Soekarno-Hatta dan kawasan Tanjung Bunga. Saat ini Pantai Losari telah direklamasi dengan dibangunnya Anjungan Bahari, dari tiga buah anjungan yang direncanakan. Selain
2
Anjungan Bahari, terdapat obyek lain di sepanjang pantai ini seperti dermaga kapal penyeberangan Pulau Kayangan dan Kayu Bangkoa, pusat perniagaan Somba Opu, dan Benteng Ujung Pandang (Fort Rotterdam). Benteng Ujung Pandang merupakan bangunan peninggalan bersejarah yang menunjukkan Kota Makassar dulunya adalah kota pantai yang berfungsi sebagai pusat pemerintahan dan perniagaan. Potensi lain yang dimiliki baik di daratan maupun lautan adalah hutan mangrove, kekayaan perikanan, tambak ikan/udang, dan terumbu karang. Menurut Rauf (2000), di kepulauan Spermonde (sebelah barat Kota Makassar) banyak dijumpai terumbu karang yang masih asli (alami), sedangkan menurut Bappeda (2006), dari 356 jenis karang di Indonesia, dua per tiga di antaranya terdapat di kepulauan ini. Implikasi laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,79% (BPS, 2007) dan kebutuhan akan fasilitas perumahan, sarana perekonomian, pendidikan, jalur sirkulasi, dan tempat rekreasi telah menimbulkan berbagai perubahan lingkungan di Kota Makassar. Pembangunan dan aktivitas di Kota Makassar telah menimbulkan berbagai permasalahan di pantai seperti perubahan tata guna lahan, perubahan morfologi pantai, penurunan kualitas perairan, dan kerusakan hutan mangrove. Kawasan pantai dan laut yang merupakan sumber daya milik bersama (common property resources) yang dapat dimanfaatkan oleh semua orang (open access) telah menjadi “halaman belakang” tempat membuang segala macam limbah dari berbagai kegiatan manusia. Seharusnya pantai dengan lautnya merupakan “halaman depan” yang dijaga kebersihannya, karena laut memiliki keterbatasan dalam kemampuan menampung dan mengurai limbah. Selain itu, ekosistem pantai juga memiliki batas kemampuan daya dukung (carrying capacity) dalam menyediakan segenap sumber daya alam dan jasa-jasa lingkungan. Pantai Losari telah mengalami penurunan kualitas lingkungan seperti perubahan morfologi pantai akibat adanya proses-proses yang terjadi di darat dan laut. Proses sedimentasi dari Sungai Jeneberang menyebabkan terjadinya pendangkalan dan tanah timbul sepanjang Pantai Losari. Kondisi laguna yang berada di sebelah dalam Jalan Metro Tanjung Bunga yang menghubungkan Pantai
3
Losari dengan kawasan Tanjung Bunga telah mengalami pendangkalan yang cukup serius dan terjadi pembusukan organik laut akibat tidak optimalnya pertukaran air laut di dalam laguna. Pendangkalan tersebut mengakibatkan perahu-perahu tidak dapat berlabuh dengan baik di dermaga pelelangan ikan. Selain masalah sedimentasi, abrasi juga terjadi sehingga mengakibatkan rusaknya dinding penahan pada beberapa titik. Dinding penahan yang sudah lama dan besarnya
energi
gelombang
yang
menghantam
struktur
tersebut
telah
menimbulkan kerusakan struktur yang lambat laun dapat merusak bangunan di sepanjang pantai (Mardiah, 2006). Selain perubahan morfologi, di Pantai Losari juga terjadi penurunan kualitas perairan berupa pencemaran. Sumber utama pencemaran terhadap pantai Kota Makassar berasal dari kegiatan rumah tangga (limbah domestik), industri pengolahan (Bapedalda, 2004; Samawi, 2007), dan kegiatan pertanian di hulu Sungai Jeneberang (Monoarfa, 2002). Limbah padat dan cair masuk perairan pantai Losari melalui run-off dan mengakibatkan pendangkalan pantai serta perubahan beberapa parameter kualitas air. Menurut Samawi (2007), beban pencemaran terbesar yang masuk ke pantai Makassar adalah bahan organik dan padatan tersuspensi yang mengakibatkan pencemaran pantai. Nilai bahan organik yang sukar terurai (nilai COD) pada perairan pantai Kota Makassar berkisar antara 98−156 mg/L dengan beban pencemaran sebesar 4.170.995,4 ton per tahun dan nilai padatan tersuspensi (nilai TSS) berkisar antara 54−397,5 mg/L dengan beban pencemaran sebesar 910.949,4 ton per tahun. Beban pencemaran lain baik yang berasal dari Sungai Jeneberang maupun Sungai Tallo adalah bahan organik yang terurai secara biologi (nilai BOD), hara nitrat, fosfat, logam timbal (Pb), logam kadmium (Cd), dan logam tembaga (Cu). Untuk mengatasi tekanan ekologis yang semakin parah dan kompleks yang mengakibatkan semakin rusaknya ekosistem sumber daya alam di kawasan pantai Kota Makassar diperlukan upaya pengelolaan. Visi pemerintahan Kota Makassar sebagaimana yang tertuang dalam pola dasar pembangunan Kota Makassar dengan rumusan “Makassar adalah kota maritim, niaga, pendidikan budaya dan jasa yang berorientasi global, berwawasan lingkungan dan paling bersahabat” seharusnya didukung oleh pengembangan dan pengelolaan kawasan pantai yang
4
terencana dengan baik. Perencanaan pengelolaan kawasan pantai ini dilakukan agar tercipta harmonisasi kepentingan pembangunan dan pelestarian sumber daya alam yang memperhatikan karakteristik dan keunikan kawasan pantai Kota Makassar.
1.2. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan 1. mengevaluasi lanskap pantai Kota Makassar berdasarkan aspek biofisik, sosial, ekonomi, keindahan, dan kenyamanan sehingga diperoleh penggunaan lahan yang terbaik, dan 2. menyusun rekomendasi pengembangan dan pengelolaan kawasan pantai Kota Makassar sebagai waterfront city.
1.3. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pemerintah Kota Makassar, instansi yang terkait, investor/pihak pengembang, dan pengelola kawasan yang bertanggung jawab dalam pengelolaan kawasan pantai Kota Makassar.
1.4. Kerangka Pemikiran Visi pemerintahan Kota Makassar sangat mendukung pengembangan kawasan pantai Kota Makassar sebagai waterfront city. Pantai Kota Makassar memiliki potensi lanskap seperti hutan mangrove, tambak ikan/udang, terumbu karang, dan pemandangan sunset yang indah. Pantai ini dapat dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan seperti transportasi, pelabuhan, industri, permukiman, dan pariwisata. Akan tetapi, pemanfaatan tersebut telah menimbulkan berbagai permasalahan lingkungan di pantai Kota Makassar. Untuk mengatasi berbagai permasalahan lingkungan tersebut diperlukan upaya pengelolaan.
Inventarisasi terhadap kondisi kawasan pantai dilakukan
untuk mengetahui aspek biofisik, sosial-ekonomi, keindahan, dan kenyamanan. Selanjutnya berdasarkan potensi dan permasalahan dari aspek biofisik dan sosialekonomi dilakukan analisis manfaat biaya dan evaluasi kesesuaian lahan. Analisis
5
keindahan dilakukan terhadap aspek keindahan dan analisis kenyamanan terhadap aspek kenyamanan. Berdasarkan hasil analisis, dilakukan sintesis untuk memperoleh alternatif-alternatif pengembangan dan pengelolaan sehingga menghasilkan rekomendasi pengembangan dan rencana pengelolaan pantai Kota Makassar sebagai waterfront city (Gambar 1). Visi Kota Makassar: kota maritim, niaga, pendidikan budaya dan jasa yang berorientasi global, berwawasan lingkungan dan paling bersahabat
Permasalahan lingkungan:
Pantai Kota Makassar:
Potensi lanskap pantai:
- perubahan tata guna lahan - perubahan morfologi pantai (sedimentasi, abrasi) - penurunan kualitas perairan/pencemaran - kerusakan habitat dan biota - kerusakan hutan mangrove
- terletak di sebelah barat kota - panjang pantai 52,8 km (pesisir 36,1 km; pulau dan gusung 16,7 km) - terdapat 12 pulau kecil, 1 gusung, dan 26 taka
- obyek wisata menarik - pemandangan sunset - bagian sejarah perkembangan kota - hutan mangrove - kekayaan perikanan - tambak ikan/udang - terumbu karang
Inventarisasi
Aspek biofisik dan sosial-ekonomi
Aspek keindahan
Aspek kenyamanan
Analisis manfaat biaya Evaluasi kesesuaian lahan
Analisis keindahan
Analisis kenyamanan
Alternatif-alternatif pengembangan dan pengelolaan kawasan pantai
Rekomendasi pengembangan dan rencana pengelolaan pantai sebagai waterfront city
Pengembangan kawasan pantai (konsep dan zonasi ruang)
Rencana pengelolaan kawasan pantai (daya dukung kawasan, strategi, dan program pengelolaan)
Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian