I. PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Krisis ekonomi yang pernah melanda Indonesia pada pertengahan tahun
1997 telah menimbulkan berbagai dampak yang serius. Dampak yang timbul akibat krisis ekonomi di Indonesia adalah penurunan secara drastis nilai tukar rupiah terhadap dollar, penyerapan tenaga kerja melambat, inflasi yang tidak terkendali, jumlah penduduk yang hidup dibawah garis kemiskinan meningkat drastis, dan kejahatan meningkat. Indonesia mencoba keluar dari krisis yang melanda saat itu dengan berbagai langkah. Langkah keluar didasarkan pada beberapa aspek: kebijakan makro, moneter dan fiskal untuk mengatasi masalah nilai tukar, inflasi dan memburuknya perekonomian, kebijaksanaan restrukturisasi sektor riil dan penanggulangan dampak sosial. Salah satu subsektor penting yang dapat mengurangi dampak krisis ekonomi yang melanda Indonesia adalah subsektor perkebunan. Subsektor perkebunan memiliki kontribusi penting bagi perekonomian Indonesia. Peran subsektor perkebunan dalam pembangunan nasional akan memecahkan masalahmasalah ekonomi nasional. Selain meningkatkan Produk Domestik Bruto (PDB), subsektor perkebunan akan memperluas kesempatan kerja. Penyerapan tenaga kerja di bidang perkebunan mengalami peningkatan dari tahun 2004 sebesar 18,6 juta tenaga kerja menjadi 19 juta tenaga kerja pada tahun 2005. Peningkatan penyerapan tenaga kerja akan mengurangi jumlah pengangguran dan arus urbanisasi. Subsektor perkebunan juga memberikan kontribusi pada peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB). Berdasarkan harga yang berlaku PDB perkebunan terus mengalami peningkatan dari Rp. 49,630.9 miliar pada tahun 2004 menjadi Rp. 81,664 miliar pada tahun 2007. Peningkatan PDB Bruto sekitar 21.5% per tahun. Kontribusi PDB perkebunan terhadap PDB tanpa migas adalah sekitar 2.2% dan 2.0% terhadap total PDB (Direktorat Jendral Perkebunan, 2009). Peran subsektor perkebunan dalam pembangunan ekonomi nasional diperkuat dengan peningkatan luas areal dan produksi. Data Tabel 1 dapat dilihat pertumbuhan areal perkebunan meningkat 5.3 % per tahun dari total area perkebunan pada tahun 2005-2009. Komoditi yang mengalami pertumbuhan 1
adalah kelapa sawit, kopi dan tebu. Peningkatan luas areal perkebunan akan berpengaruh kepada penyerapan tenaga kerja yang lebih banyak pada subsektor perkebunan. Penyerapan tenaga kerja yang baik akan berdampak kepada pengurangan angka pengangguran di Indonesia dan menekan angka urbanisasi karena di pedesaan telah tercipta lapangan pekerjaan yang mampu menyerap tenaga kerja dengan baik. Tabel 1. Luas Areal Tanaman Perkebunan di Indonesia (1000 Ha) Komoditi Karet Kelapa Sawit Tembakau Kopi Tebu Teh Total
Tahun 2005 512.4 3593.4 4.8 52.9 381.8 81.7 4627.0
2009* 514.0 4520.6 4.5 58.3 443.8 67.1 5608.3
Pertumbuhan (%) per tahun 0.07 6.4 -1.5 5.4 4.1 -4.4 5.30
*: Angka Sementara Sumber : BPS Republik Indonesia (2010)
Selain luas areal yang mengalami peningkatan, produksi perkebunan juga mengalami kenaikan sebesar 7.1% per tahun dalam periode empat tahun. Komoditi perkebunan yang mengalami peningkatan paling besar adalah kelapa sawit sebesar 7.4% per tahun dan tembakau yang mengalami penurunan paling besar sebesar 6.8% per tahun.
2
Tabel 2. Produksi Tanaman Perkebunan di Indonesia (Ribu Ton) Komoditi
Tahun
Pertumbuhan (%)
2005
2009*
per tahun
432.2
529.6
5.6
12258.7
15892.1
7.4
Tembakau
4.0
2.9
-6.8
Kopi
24.8
28.4
3.6
Tebu
2241.7
2849.8
6.7
Teh
128.2
114.9
-2.6
Total
15.090
19.418
7.1
Karet Kelapa Sawit
*: Angka Sementara Sumber : BPS Republik Indonesia (2010)
Tebu merupakan salah satu tanaman perkebunan yang turut berperan dalam pembangunan ekonomi nasional dan memberikan kontribusi yang cukup besar pada subsektor perkebunan. Indonesia mempunyai keunggulan komparatif sebagai produsen gula tebu dilihat dari sisi sumber daya alam dan iklim. Tanaman tebu merupakan tanaman perkebunan semusim, yang mempunyai sifat tersendiri sebab didalam batangnya terdapat zat gula. Tebu hasil panen dari petani dapat dijual kepada pabrik gula yang akan diolah menjadi gula ataupun kepada tengkulak dan makelar. Produksi tebu ini ditujukan untuk memenuhi permintaan pasar akan produk olahan tebu ini. Permintaan akan gula sebagai produk olahan tebu ini makin meningkat sedangkan produksi dalam negeri belum dapat memenuhi permintaan pasar yang semakin besar. Pengembangan perlu dilakukan pada usaha tebu ini agar produksinya semakin meningkat dan dapat memenuhi permintaan pasar dalam negeri. Tebu dapat dikonsumsi dalam bentuk segar, diambil sari tebu kemudian menjadi minuman dan olahan tebu menjadi gula. Pada tabel 1 terlihat bahwa tanaman tebu memiliki pertumbuhan luas areal yang besar sekitar 4.1% sedangkan pertumbuhan produksi tebu mengalami peningkatan sekitar 6.7%. Indonesia memiliki sentra-sentra produksi tebu yang selama ini menghasilkan tebu untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat akan gula. Salah satu 3
sentra tebu di Indonesia adalah Provinsi Jawa Timur. Menurut data statistik areal perkebunan yang paling luas adalah Jawa Timur dengan pertumbuhan luas areal sekitar 8.78 % per tahun pada tahun 2005 sebesar 169.338 Ha menjadi 213.944 tahun 2008. Pertumbuhan areal perkebunan tebu di Indonesia sekitar 9.5% per tahun dari total areal perkebunan tebu menurut provinsi di Indonesia (Direktorat Jendral Perkebunan, 2009). Produksi tebu dapat berpengaruh terhadap pengembangan ekonomi nasional. Makin banyak tebu yang dihasilkan maka kontribusi subsektor perkebunan terhadap pengembangan ekonomi nasional akan meningkat. Produksi tebu di beberapa provinsi mengalami fluktuasi pada tahun 2006-2009. Provinsi Jawa Timur mengalami peningkatan produksi sebesar 273.618 ton dari tahun 2006-2007 dan mengalami penurunan di tahun 2008 sebesar 38.195 ton. Kemudian mengalami peningkatan kembali di tahun 2009 sebesar 4.385 ton.
Tabel 3. Produksi Tebu Berdasarkan Provinsi di Indonesia (Ton) Provinsi
Tahun 2006
2007
2008
2009*
Sumatera Utara
50.620
48.689
40.585
31.008
Sumatera
58.978
56.318
58.861
79.560
Lampung
693.550
714.641
810.681
934.244
Jawa Barat
113.338
127.470
111.781
124.470
Jawa Tengah
260.796
249.526
266.891
278.874
DI. Yogyakarta
13.423
15.785
15.648
26.756
1.067.301
1.340.919
1.302.724
1.307.109
Gorontalo
30.729
51.462
25.736
25.794
Sulawesi
18.242
19.149
35.521
41.954
2.306.977
2.623.959
2.668.428
2.849.769
Selatan
Jawa Timur
Selatan Total
*: Angka Sementara Sumber : Direktorat Jendral Perkebunan (2010)
4
Kabupaten Jombang merupakan
salah satu wilayah penghasil tebu di
Provinsi Jawa Timur. Luas areal yang ditanami tebu pada tahun 2008 sebesar 13.207 Ha dari 25.060 Ha wilayah perkebunan di Kabupaten Jombang dan produksinya mencapai 74.493 Ton. Tabel 4 akan memperlihatkan data luas areal dan produksi tebu di Provinsi Jawa Timur. Tabel 4. Data Statistik Tebu Provinsi Jawa Timur Tahun 2008 Kabupaten / Kota Luas Areal (Ha) Produksi (Ton)
Produktivitas (Kg/Ha)
Gresik
2.280
13.412
6.356
Sidoarjo
6.768
35.286
5.794
Mojokerto
11.272
69.119
6.435
Jombang
13.207
74.943
5.878
Bojonegoro
1.304
7.378
6.128
Lamongan
2.655
15.928
7.286
Madiun
6.508
31.628
5.042
Magetan
6.875
41.820
7.689
Ngawi
6.857
39.478
6.857
Ponorogo
2.838
17.900
6.824
Kediri
17.115
120.560
8.471
Nganjuk
4.113
30.793
7.487
Blitar
9.443
58.220
6.651
Tulungagung
5.957
42.434
7.123
Trenggalek
1.065
9.451
8.874
Malang
28.500
172.947
6.505
Pasuruan
5.914
32.416
6.928
Probolinggo
2.730
21.324
8.892
Lumajang
16.949
102.791
6.355
Bondowoso
6.590
35.507
5.852
Jember
8.045
45.811
5.915
Banyuwangi
2.745
14.102
7.521
Kota Kediri
3.496
20.397
6.424
Sumber : Direktorat Jendral Perkebunan, (2010)
5
Kecamatan Ngoro merupakan salah satu sentra penghasil tebu di Kabupaten Jombang. Luas areal yang ditanami tebu pada tahun 2007 sebesar 971,070 Ha dari 1278.18 Ha wilayah perkebunan kecamatan Ngoro. Tebu yang dihasilkan di wilayah kecamatan Ngoro pada tahun 2007 sebesar 771.126,69 ton. Hasil tebu dari kecamatan Ngoro akan berkontribusi untuk memenuhi permintaan masyarakat akan gula. Salah satu desa yang berada pada Kecamatan Ngoro sebagai penghasil tebu adalah Desa Pulorejo. Mayoritas penduduknya memiliki lahan yang ditanami tebu dan bekerja sebagai petani tebu. Semakin besar permintaan masyarakat akan gula maka petani penghasil tebu harus meningkatkan hasil produksinya agar permintaan tersebut terpenuhi. Kecamatan Ngoro sebagai salah satu daerah penghasil tebu akan berusaha mengoptimalkan hasil produksinya agar dapat berkontribusi dalam pemenuhan permintaan gula di Indonesia. Peningkatan hasil produksi yang dilakukan oleh petani juga akan mendapatkan tantangan. Salah satu tantangan yang akan dihadapi oleh petani dalam meningkatkan hasil produksinya adalah mempertahankan dan mengembangkan pangsa pasar yang telah ada. Cara untuk mempertahankan dan mengembangkan pangsa pasar dapat melalui peningkatan kualitas tebu yang dihasilkan oleh petani, peranan lembaga-lembaga dalam tataniaga dan peningkatan produksi yang dapat dilakukan dengan cara meningkatkan kinerja kerja petani dan cara budidaya yang baik. Kendala yang terjadi pada petani tebu yaitu semakin banyak petani yang menjual secara bebas tebu miliknya kepada kontraktor tebu. Petani yang menjual tebu ke kontraktor tidak ingin sulit dalam mengurus hasil tebu dan biaya-biaya pemanenan dan pengangkutan dibayarkan oleh kontraktor. Masih banyak juga petani yang menjual tebunya melalui Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia dan biaya-biaya pemanenan di tanggung oleh petani. Petani tidak mengetahui saluran mana yang lebih efisien dalam menjual tebu hasil perkebunannya. Ketidaktahuan petani ini memaksa petani menjual tebunya sesuai kebutuhan petani. Selain mekanisme pemasaran yang belum efisien, teknik budidaya tebu akan menentukan kualitas tebu tersebut. Sebagai contoh, jika petani tidak mengelupas batang yang telah mengering, hal ini akan menghambat tebu untuk mengubah zat-
6
zat unsur hara menjadi gula. Sehingga tebu yang dihasilkan memiliki rendemen yang rendah. 1.2.
Perumusan Masalah Kualitas tebu yang dihasilkan petani tidak sesuai dengan rencana
rendemen pabrik mengindikasikan bahwa budidaya yang dilakukan oleh petani tebu belum sesuai dengan prosedur. Banyaknya saluran yang tercipta pada pemasaran tebu dan ketidaktahuan petani dalam menetukan saluran yang lebih efisein mengindikasikan sistem tataniaga tebu yang ada pada Desa Pulorejo, Kecamatan Ngoro, Kabupaten Jombang tidak efisien. Selain itu, keuntungan yang diterima petani bila dibandingkan dengan biayayang akan dikeluarkan sangat kecil. Sistem tataniaga tebu yang tidak efisien akan mengakibatkan terciptanya marjin tataniaga yang cukup besar dan adanya kesenjangan harga antar lembaga tataniaga. Posisi tawar petani tebu (bargaining position) sangat rendah karena petani tidak dapat menentukan harga dari tebu yang dihasilkannya dan kurangnya informasi pasar yang tersedia bagi petani sehingga bagian yang diterima oleh petani sedikit. Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah : 1.
Bagaimana saluran tataniaga tebu yang terbentuk di Desa Pulorejo, Kecamatan Ngoro, Kabupaten Jombang?
2.
Bagaimana fungsi, struktur dan perilaku pasar tataniaga tebu di Desa Pulorejo, Kecamatan Ngoro, Kabupaten Jombang?
3.
Bagaimana efisiensi tataniaga tebu pada setiap saluran tataniaga di Desa Pulorejo, Kecamatan Ngoro, Kabupaten Jombang dengan pendekatan marjin tataniaga , farmer’s share dan rasio biaya dan keuntungan.
1.3.
Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka
tujuan penelitian ini adalah: 1.
Mengidentifikasi saluran tataniaga tebu yang terbentuk di Desa Pulorejo, Kecamatan Ngoro, Kabupaten Jombang. 7
2.
Mengidentifikasi fungsi, struktur dan perilaku pasar tataniaga tebu di Desa Pulorejo, Kecamatan Ngoro, Kabupaten Jombang.
3.
Mengidentifikasi efisiensi tataniaga tebu pada setiap saluran tataniaga di Desa Pulorejo, Kecamatan Ngoro, Kabupaten Jombang dengan pendekatan marjin tataniaga, farmer’s share dan rasio biaya dan keuntungan.
1.4.
Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah:
1.
Bagi petani, sebagai informasi dalam upaya melakukan efisiensi jalur tataniaga tebu sehingga kesejahteraan petani meningkat.
2.
Bagi pemerintah, sebagai bahan masukan dalam membuat kebijakan untuk mengefisiensikan tataniaga tebu.
3.
Bagi pihak lain, sebagai bahan referensi dalam upaya penyempurnaan masalah penelitian
4.
Bagi penulis, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan baru bagi penulis dan meningkatkan kompetensi dalam menerapkan ilmu yang diperoleh dalam proses perkuliahan agribisnis.
1.5.
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Pulorejo, Kecamatan Ngoro, Kabupaten
Jombang. Petani yang dijadikan contoh dalam penelitian ini adalah petani yang berada di desa Pulorejo yang melakukan usahatani tebu. Selain itu, lembaga pemasaran yang menjadi responden adalah lembaga yang terlibat langsung dalam proses tataniaga tebu di Desa Pulorejo. Analisis penelitian ini dibatasi untuk melihat dan mengkaji saluran pemasaran tebu di daerah penelitian. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis marjin tataniaga, farmer’s share dan rasio biaya dan keuntungan untuk melihat tingkat efisiensi tataniaga tebu.
8