I. PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi serta informasi dan
telekomunikasi berperan penting pada kemajuan industri dan perdagangan suatu bangsa, terutama dalam menghadapi era globalisasi (Cohen, 2004). Pada era tersebut dicirikan oleh pentingnya dayasaing, sehingga Kekayaan Intelektual (KI) menjadi aset yang sangat bermanfaat. KI merupakan suatu aset komersial karena mempunyai nilai atau manfaat ekonomi bagi kehidupan (DITJEN-HKI, 2006a). Untuk melindungi KI maka dibuat suatu sistem perlindungan hukum atas aset komersial tersebut yang dikenal sebagai sistem Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atau Intellectual Property Rights (IPRs), yaitu hak yang timbul dari hasil olah pikir atau kreativitas manusia yang menghasilkan suatu produk atau proses yang berguna bagi manusia (DITJENHKI, 2006a). Salah satu bentuk perlindungan hukum di bidang HKI adalah paten di samping instrumen-instrumen HKI yang lain, seperti Hak Cipta, Merek, Indikasi Geografis, Rahasia Dagang, Desain Industri, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu dan Perlindungan Varietas Tanaman. Paten merupakan perlindungan hukum untuk karya intelektual di bidang teknologi (DITJEN-HKI, 2006a). Karya intelektual tersebut dituangkan ke dalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang spesifik di bidang teknologi yang dapat berupa proses atau produk atau penyempurnaan dan pengembangan produk atau proses. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten, karya intelektual di bidang teknologi yang dapat dimintakan perlindungan patennya adalah yang mempunyai ciri-ciri: (1) baru/novelty; (2) mengandung langkah inventif/inventive step; dan (3) dapat diterapkan dalam industri/industrial applicable. HKI saat ini telah menjadi isu yang sangat penting dan mendapat perhatian, baik dalam forum nasional maupun internasional. Dimasukannya Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (persetujuan TRIPS) dalam paket persetujuan World Trade Organization (WTO) di tahun 1994 menandakan dimulainya era baru perkembangan HKI di seluruh dunia. Dengan demikian, pada
1
saat ini permasalahan HKI tidak dapat dilepaskan dari dunia perdagangan dan investasi. Pentingnya HKI dalam pembangunan ekonomi dan perdagangan telah memacu dimulainya era baru pembangunan ekonomi yang berdasar pada ilmu pengetahuan. Perlindungan KI bagi mereka yang menciptakan atau menanamkan modal pada penciptaan karya-karya intelektual akan meningkatkan kualitasnya serta transfer teknologi dan pengetahuan. Hal ini terjadi karena insentif yang diberikan kepada pemegang HKI adalah dalam bentuk monopoli untuk menggunakan atau memperoleh manfaat dari KI dalam jangka waktu tertentu. Monopoli ini memungkinkan pemilik untuk menerima penghasilan dan keuntungan atas waktu, uang dan usaha yang telah dihabiskan dalam penciptaan kekayaan intelektual. Dengan memperoleh manfaat, maka pemilik KI akan termotivasi untuk melakukan penelitian dan menciptakan kekayaan intelektual terus (LIPI, 2004). Mekanisme valuasi teknologi bertujuan untuk memfasilitasi kegiatan komersialisasi teknologi antara inventor yang menghasilkan teknologi dan investor sebagai calon pengguna teknologi potensial atau industri yang memanfaatkan teknologi (Dietrich, 2001). Dengan adanya valuasi ini, maka teknologi sebagai suatu hasil kegiatan penelitian yang memerlukan investasi berupa pengetahuan, waktu dan dana akan mendapatkan penghargaan ekonomi yang sewajarnya. Penghargaan ini dapat digunakan inventor untuk melakukan kegiatan penelitian berkelanjutan di bidang yang sama, yaitu untuk menghasilkan teknologi yang terus-menerus semakin kompetitif dan menjadi keuntungan finansial sebagai hasil dari pemanfaatan hasil penelitiannya (LIPI, 2004). Selain itu, tujuan valuasi teknologi adalah sebagai prediksi nilai teknologi sehingga dapat memperkirakan penerimaan yang akan diperolehnya ataupun resiko yang akan dihadapinya. Kegiatan penelitian untuk menghasilkan teknologi diperlakukan sebagai suatu kegiatan ekonomi biasa yang dilakukan dari pemanfaatannya. Metode valuasi teknologi bermula dari definisi kegiatan penelitian sebagai suatu kegiatan ekonomi, sehingga nilai hasilnya akan sebanding dengan manfaat yang diperoleh dari penggunaan teknologi tersebut dalam kegiatan ekonomi (LIPI, 2004).
2
Metode-metode valuasi suatu teknologi untuk dapat diimplementasikan lebih lanjut telah banyak dikembangkan. Metode-metode tersebut diantaranya adalah (Dietrich, 2001): (1) pendekatan pasar (market approach), yaitu melihat nilai suatu teknologi berdasarkan pada hasil penjualan atau lisensi sebuah teknologi dan membandingkannya dengan teknologi yang sedang dinilai; (2) real option value, yaitu penilaian untuk memperkirakan ketidakpastian arus kas dan resiko dari setiap pemilihan aset yang akan dikembangkan serta merupakan penilaian dari setiap kesempatan pertumbuhan masa depan yang mungkin untuk dilakukan. Pada metode-metode valuasi teknologi yang telah dikembangkan, faktor harga merupakan pemberian (given), yakni suatu ketetapan yang metode maupun cara penentuannya tidak dibahas lebih lanjut. Padahal, harga merupakan hasil akhir dari sebuah nilai kesepakatan (fair market value) antara inventor dan investor sebelum teknologi tersebut dikomersialkan. Oleh karena itu, penelitian ini akan mempelajari lebih lanjut penentuan harga dari sebuah kesepakatan. Menentukan nilai dan memprediksikan harga suatu teknologi merupakan proses yang cukup sulit dalam proses komersialisasi karena sifat invensi dalam bentuk teknologi yang tidak terukur (intangible). Sifat ini menyulitkan proses valuasi suatu teknologi. Dalam implementasinya, sentra-sentra HKI di Indonesia mempunyai cara yang berbeda-beda dalam melakukan valuasi teknologi. Berdasarkan hal tersebut, maka sistem valuasi teknologi berorientasi paten ini diharapkan dapat membantu pihak inventor dan sentra HKI dalam menilai dan memprediksi harga teknologi baru. 1.2
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Menghasilkan sistem valuasi teknologi sebagai alat bantu untuk proses komersialisasi teknologi.
2.
Melakukan penilaian terhadap suatu teknologi baru yang potensial untuk dikomersialkan.
3.
Memberikan prediksi harga terhadap teknologi baru yang potensial untuk dikomersialkan.
3
1.3
Ruang Lingkup Penelitian
1.
Obyek kajian pada penelitian ini adalah teknologi baru yang termasuk dalam perlindungan HKI di bidang paten, yaitu dapat berupa proses atau produk atau penyempurnaan dan pengembangan produk dan proses.
2.
Batasan dari teknologi baru yang akan dikaji adalah teknologi dalam bidang pertanian yang sesuai dengan ciri karakteristik teknologi yang berada dalam lingkungan Institut Pertanian Bogor (IPB).
3.
Perangkingan variabel valuasi teknologi dilakukan dengan OWA-Operator.
4.
Faktor resiko dilakukan dengan metode expert panel sehingga didapatkan resiko komersialisasi dan kelas teknologi.
5.
Penentuan harga lisensi teknologi dilakukan dengan menggunakan Discounted Cash Flow (DCF).
1.4
Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini diharapkan sistem yang dikembangkan dapat
dijadikan sebagai alat bantu bagi pihak inventor dan pihak manajemen HKI dalam melakukan penilaian dan memberikan prediksi harga terhadap suatu teknologi baru.
4
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Valuasi dan Penentuan Harga Suatu Teknologi Baru Valuasi merupakan suatu aktivitas yang berusaha untuk mencapai tujuan
dengan cara melakukan prediksi atas hasil yang akan didapat (Razgaitis, 2004). Dasar pemikirannya adalah nilai sekarang merupakan penerimaan sekarang dari keuntungan masa depan yang diharapkan (Damodaran, 2004). Valuasi berguna dalam analisis pendahuluan (portfolio), pendanaan, pengembangan bisnis, dan gabungan serta kegiatan akuisisi. Penentuan harga merupakan komunikasi di antara pihak yang berkepentingan untuk menghasilkan kesepakatan dalam memberikan harga suatu barang dapat terukur (tangible) maupun tidak terukur (intangible) (Damodaran, 2004). Menurut Razgaitis (2004), penentuan harga suatu teknologi baru adalah upaya menentukan harga dari suatu teknologi yang didasarkan atas kesepakatan antara pembeli dan penjual dimana tinggi rendahnya harga sangat ditentukan oleh kemampuan komunikasi dan pendekatan kedua belah pihak, sehingga penentuan harga dapat dipandang sebagai bentuk nyata dari aktivitas valuasi (Gambar 1). Harga
Y
Persepsi penjual
B
I
S Daerah terjadinya harga kesepakatan Persepsi pembeli
O
Waktu
X
Gambar 1. Konsep nilai penjual dan pembeli (Smith dan Parr, 2000). Gambar 1 di atas menggambarkan hubungan penjual dan pembeli pada kondisi sebuah nilai kesepakatan (fair market value) antara penjual dan pembeli yang dalam valuasi teknologi merupakan nilai kesepakatan antara inventor dan investor. Garis YS menggambarkan persepsi dari inventor dalam menilai hasil
5
invensinya dimana inventor menginginkan harga yang tinggi atas hasil invensinya, sedangkan garis OB menggambarkan persepsi investor yang menginginkan harga yang lebih rendah dari yang inventor tawarkan atas suatu invensi. Garis YS dan OB kemudian berpotongan pada I dimana perkiraan nilai dari inventor dan investor bertemu setelah terjadi proses tawar menawar searah dengan garis X untuk waktu. Garis IB dan IS merupakan daerah dimana harga kesepakatan terjadi. Sehingga harga kesepakatan dapat terjadi pada setiap titik di daerah ini (Smith dan Parr, 2000). Penentuan harga dari sebuah kesepakatan antara inventor dan investor dapat dilakukan dengan cara mengidentifikasikan terlebih dahulu persepsi inventor dan investor terhadap suatu teknologi hasil invensi. Kemudian fair market value atau nilai kesepakatan didapatkan dengan mempertimbangkan faktor resiko apabila investor hendak mengkomersialkan teknologi tersebut dan prediksi keuntungan yang akan diterima oleh inventor apabila teknologi tersebut dikomersialkan. Beberapa faktor utama yang secara langsung mempengaruhi valuasi teknologi adalah nilai waktu uang (time value of money), resiko dalam kesalahan teknis, dan biaya yang dikeluarkan dalam menghasilkan teknologi (Roos, 2003). Saat ini terdapat berbagai macam metode untuk melakukan valuasi teknologi. Metode-metode tersebut menurut Dietrich (2001) adalah: (1) pendekatan pasar (market approach), yaitu dengan melihat nilai suatu teknologi berdasarkan pada hasil penjualan atau lisensi sebuah teknologi dan membandingkannya dengan teknologi yang sedang dinilai; (2) real option value, yaitu penilaian yang digunakan untuk memperkirakan ketidakpastian arus kas dan resiko dari setiap pemilihan aset yang akan dikembangkan dan memperkirakan setiap kesempatan pertumbuhan masa depan yang mungkin untuk dilakukan. Menurut Razgaitis (2004) terdapat enam metode valuasi teknologi. Adapun metode-metode tersebut adalah: 1.
Standarisasi industri (industry standards), yaitu mendesain sebuah database dari kesepakatan-kesepakatan kerjasama komersialisasi teknologi baru yang sudah pernah dilakukan oleh investor dan inventor. Metode standarisasi industri merupakan sebuah panduan untuk membandingkan nilai teknologi satu dengan lainnya. Metode ini dapat digunakan dengan baik ketika
6
teknologi yang sudah dijual atau dilisensikan tersebut dapat dikategorikan ke dalam dua faktor, yaitu berdasarkan jenis dan kualitasnya. 2.
Perangkingan
(rating/ranking),
yaitu
membandingkan
kesepakatan
perjanjian komersialisasi teknologi yang sudah pernah dilakukan. Metode ini
memerlukan
identifikasi
terdokumentasikan.
Ketika
terdokumentasikan,
maka
kesepakatan kesepakatan
kesepakatan
teknologi
yang
sudah
teknologi-teknologi
sudah
teknologi
yang
mempunyai
kemiripan dapat dibandingkan dengan kesepakatan yang sudah pernah dilakukan, sehingga dalam penggunaannya metode ini sangat berhubungan dengan metode standarisasi industri. 3.
Ibu jari (Rules of thumb), yaitu mengidentifikasikan dan menggunakan data pemasaran yang sesuai sebagai acuan dalam penilaian. Rules of thumb merupakan panduan yang sangat berguna bagi pengambil keputusan berdasarkan pada berbagai macam pengalaman seseorang dalam menilai teknologi. Metode ini mengembangkan prinsip valuasi yang dapat secara tepat dan cepat diaplikasikan ke berbagai macam situasi yang berbeda. Ide dasar dari metode ini adalah negoisasi antara sejumlah pembeli dan penjual memiliki
pemikiran
yang
sama
sehingga
dapat
ditimbulkan
dan
diaplikasikan. 4.
Discounted Cash Flow (DCF), yaitu penentuan nilai sekarang dari semua aliran kas masa depan berdasarkan pada pendapatan atau Net Present Value (NPV). Nilai DCF sangat bergantung pada besarnya nilai Risk-Adjusted Hurdle Rate (RAHR) atau nilai k. Terdapat tiga faktor yang menentukan DCF, yaitu: pemilihan waktu, besarnya nilai dan resiko untuk pembayaran masa depan.
5.
Monte Carlo dan Real Option, yaitu metode valuasi teknologi berdasarkan pada aliran kas dengan berbagai macam asumsi dari penerimaan dan biaya (Mun, 2003). Pada metode ini, satu perhitungan tidak dibatasi untuk menghasilkan satu nilai perkiraan dari variabel-variabel utama seperti penerimaan, biaya atau resiko. Perkiraan dibuat berdasarkan pada rentang pengeluaran dengan berbagai macam kemungkinannya, sedangkan pada metode real option digunakan ketika berhadapan dengan perhitungan
7
proyek berjangka waktu panjang (Jeffery et al., 2003). Pada proyek ini, pengeluaran dihitung pada awal proyek dengan umur proyek yang lama dan tingkat pengembalian proyek berada di akhir proyek, maka penggunaan satu nilai Risk-adjusted Hurdle Rates (RAHR) atau nilai k akan membuat semua proyek bernilai ekonomi menguntungkan karena adanya faktor B/(1+k)n, yaitu nilai n yang besar. Metode ini akan mengevaluasi semua investasi dan penerimaan dalam berbagai macam kemungkinan. 6.
Pelelangan (auctions), yaitu menilai teknologi berdasarkan kesepakatan yang sedang dilakukan sekarang untuk menawarkan perjanjian kerjasama komersialisasi teknologi. Hal ini yang membedakan dengan dengan metode industry standards yang menggunakan informasi pasar dari kesepakatankesepakatan yang sudah pernah dilakukan dan mempunyai kemiripan dengan teknologi yang sedang dinilai. Valuasi dapat menjadi tidak akurat apabila nilai hasil valuasi tidak mewakili
dari waktu yang diperlukan dan jumlah uang yang telah diinvestasikan untuk menghasilkan suatu teknologi. Nilai itu juga tergantung pada tingkat aksesibilitas teknologi tersebut. Semakin sulit untuk ditiru maka akan semakin baik posisinya dalam mendapatkan keuntungan. Nilai teknologi tergantung pada tingkat proteksi legal terhadap usaha peniruannya (Dietrich, 2001; Matsurra, 2004). Nilai dari aset berdasarkan pada apa yang akan didapatkan dari teknologi tersebut bila teknologi tersebut dikomersialkan, sehingga akan menghasilkan nilai yang lebih tinggi dari investasi yang sudah dikeluarkan untuk menghasilkan teknologi tersebut. Terdapat perbedaan pemahaman dalam valuasi suatu produk dan teknologi yang akan dikomersialkan (Razgaitis, 2004). Dalam komersialisasi teknologi hanya terdapat penjual dan pembeli yang berjumlah terbatas. Kemudian, promosi yang dilakukan juga sangat sedikit bila dibandingkan dengan komersialisasi produk ke pasar. Masa hidup dan nilai dari teknologi dapat dipengaruhi pada munculnya suatu teknologi baru yang dapat menggantikan teknologi tersebut sehingga penetapan harga menjadi sangat sulit dilakukan bila melihat daur hidup dari teknologi baru tersebut, terutama ketika suatu teknologi berada pada tahapan early stage.
8
Nilai dari teknologi akan berada pada puncaknya ketika nilai intrinsik dari teknologi tersebut, yang termasuk biaya risetnya sudah tidak ada. Inventor akan mendapatkan kembali investasi yang sudah dikeluarkan dalam pengembangan teknologi baru dan mendapatkan keuntungan dari penggunaan teknologi tersebut, baik dengan cara beli putus maupun lisensi. Semakin besar investasi yang diperlukan untuk membuat suatu teknologi, maka nilai teknologi yang dihasilkan diharapkan juga akan semakin meningkat. Harga teknologi baru dipengaruhi oleh kenaikan nilai-nilai yang ditawarkan teknologi baru yang tidak dimiliki oleh teknologi yang lebih lama (Bergstien & Estelami, 2002). Dalam hal ini harga teknologi baru dapat diformulasikan sebagai berikut: Tbaru = Tperbandingan + Xbaru Keterangan : Tbaru Tperbandingan Xbaru
= Harga teknologi baru = Harga perbandingan teknologi baru dengan teknologi lama = Kenaikan nilai-nilai yang ditawarkan teknologi baru
Berdasarkan pada persamaan di atas, maka Tperbandingan dapat diperoleh melalui survey perbandingan harga teknologi lama. Semakin sulit untuk memperoleh Tperbandingan maka semakin sulit untuk menentukan kenaikan nilai teknologi tersebut (Bergstien & Estelami, 2002). Dua faktor penting yang menentukan nilai teknologi adalah pada kontribusi suatu teknologi pada kenaikan pendapatan dan proteksi yang tersedia untuk melindungi suatu teknologi melalui sistem dan peraturan pemerintah. Ketika suatu teknologi efektif pada kedua faktor tersebut, maka inventor memiliki posisi yang mengendalikan dalam menentukan bentuk komersialisasi teknologi yang diinginkannya. 2.2
Daur Hidup Teknologi Pengembangan teknologi sangat berperan bagi perkembangan industri dan
ekonomi sehingga terdapat kaitan erat antara aktivitas ekonomi dengan aktivitas inovatif. Hal ini seperti terlihat pada Tabel 1.
9
Tabel 1. Peringkat indeks daya saing global (tahun 2003) Growth Competitiveness Index Ranking Business Competitiveness Index Ranking Teknologi Lembaga MakroStrategi & operasi Lingkungan Bisnis (*) Publik ekonomi Perusahaan Nasional Singapura 6 12 6 1 8 12 4 Jepang 11 5 30 24 13 6 20 Korea 18 6 36 23 23 19 25 Malaysia 29 20 34 27 26 26 24 Thailand 32 39 37 26 31 31 32 China 44 65 52 25 46 42 44 India 56 64 55 52 37 40 36 Vietnam 60 73 61 45 50 53 48 Filipina 66 56 85 60 65 48 74 Srilangka 68 72 72 65 57 52 59 Indonesia 72 78 76 64 60 62 61 (*) Indeks teknologi terdiri dari sub-indeks: (1) inovasi, (2) ICT (telematika) dan (3) transfer teknologi Negara
Sumber: Global Competitiveness Report 2003-2004. Merujuk pada Tabel 1 dapat diketahui bahwa negara-negara yang mempunyai ranking tertinggi untuk indeks teknologi, lembaga publik dan makroekonomi akan memiliki posisi dalam Growth Competitiveness Index Ranking lebih tinggi dari negara-negara yang memiliki ranking rendah untuk ketiga aspek tadi. Hal ini mengindikasikan terdapat kaitan erat antara aktivitas ekonomi dengan aktivitas inovatif suatu negara. Salah satu hipotesis yang umum dilontarkan perkembangan teknologi adalah mengikuti kurva S (sigmoid). Sebagaimana kurva pertumbuhan S untuk fenomena lainnya, parameter kinerja pada kurva S teknologi digambarkan secara logaritmik terhadap waktu akan diperoleh hubungan linier. Fenomena yang identik dijumpai pada perkembangan industri atau produk disebut daur hidup produk (Dieter, 1993). Setiap produk yang dikembangkan dan dipasarkan akan melewati suatu daur kehidupan. Daur ini dimulai dari kelahiran atau pengenalan produk menuju masa relatif stabilnya dan akhirnya ke tahapan penurunan yang merupakan masa mati produk. Pada tahap pengenalan, produk masih baru dengan penerimaan konsumen yang rendah sehingga tingkat penjualannya pun rendah. Pada tahapan ini laju perubahan produk sangat cepat dipacu oleh usaha manajemen untuk memaksimalkan kinerja dan mutu produk untuk menaikkan tingkat penerimaan konsumen.
10
Saat produk masuk ke tahapan perkembangan, maka pengetahuan tentang produk dan kemampuannya telah menumbuhkan jumlah konsumen. Pada tahapan ini perlu dilakukan upaya penentuan konsumen secara lebih spesifik atas suatu produk berdasarkan kebutuhannya. Pada tahapan pendewasaan penerimaan produk oleh pengguna sangat besar dan tingkat penjualan stabil. Saat produk masuk ke fase ini, maka usaha perlu dilakukan oleh perusahaan untuk memudahkan kembali dengan melakukan inovasi incremental atau pengembangan untuk penerapan atau penggunaan baru. Produk yang memasuki tahapan dewasa berarti memasuki tahapan kompetisi, sehingga perlu diupayakan untuk mengurangi biaya. Tahap penurunan akan menurunkan tingkat penjualan yang disebabkan oleh masuknya produk baru dan lebih baik. Tahapan dalam daur hidup teknologi juga dapat dilihat dari dua fase, yaitu fase pra-pemasaran dan fase pemasaran. Fase pra-pemasaran diawali sejak pembangkitan
gagasan,
penelitian
dan
pengembangan
yang
selanjutnya
diperlukan kajian pasar untuk membawa produk ke fase pemasaran. Tahap ini memerlukan modal untuk memproduksi produk sehingga tingkat keuntungan adalah negatif. Tingkat keuntungan baru akan terjadi mulai awal tahapan pertumbuhan dan terus meningkat sejalan dengan tahapan daur produk. Hal ini seperti terlihat pada Tabel 2 di bawah. Tabel 2. Fase dalam daur hidup suatu produk 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Fase Pra-pemasaran (litbang dan pengkajian pasar) Pembangkitan gagasan Evaluasi produk Analisis kelayakan Litbang teknik Litbang produk (pasar) Produksi awal Pengujian pasar Produksi komersial
9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.
Fase Pemasaran (penjualan produk) Pengenalan produk Pengembangan pasar Pertumbuhan cepat Pasar yang kompetitif Pendewasaan Penurunan Pembuangan
Sumber: Dieter (1993). Berdasarkan hubungan itu terlihat bahwa kegiatan inovasi untuk menghasilkan produk baru merupakan proses yang kompleks, mahal dan memakan waktu. Hal ini seperti terlihat pada Gambar 2 di bawah.
11
Gambar 2. Tahapan dari riset menuju komersial (Dietrich, 2001). Menurut Dietrich (2001), nilai teknologi tergantung pada posisi teknologi tersebut dalam kurva daur hidup teknologi. Hal ini seperti terlihat pada Gambar 3 di bawah. Market Scale
substitusi
difusi
• Pangsa pasar & Image • Persaingan harga • Ancaman substitusi
• Persaingan, pasar & inovasi meningkat
sindikasi inovasi
Emergence Pre-competitive Stage
• Ketidakpastian &Resiko kegagalan tinggi • Kesenjangan teknologi & inovasi
Growth
Maturity
Decline
Time
Competitive Stage
Gambar 3. Kurva daur hidup teknologi (Dietrich, 2001).
12
Daur hidup teknologi adalah tahapan suatu teknologi memasuki pasar. Empat tahap dari kurva daur hidup teknologi tersebut adalah: 1.
Pengenalan atau tahap pengembangan (Emergence) Ciri-cirinya: a. Penjualan berjalan sangat lambat b. Keuntungan negatif atau minimal c. Masih bersifat trial and error d. Biaya produksi tinggi e. Model-model produk yang dapat dihasilkan sangat terbatas f. Sering terjadi modifikasi produk g. Sering terjadi perubahan harga produk yang dihasilkan h. Sedikit kompetisi i. Tingkat kegagalan tinggi j. Biaya pemasaran sangat tinggi
2.
Tahap pertumbuhan (Growth) Ciri-cirinya: a. Penjualan mengalami peningkatan b. Banyak pesaing masuk ke dalam pasar c. Keuntungan stabil d. Inovasi meningkat
3.
Tahap kematangan (Maturity) Ciri-cirinya: a. Penjualan meningkat tapi pada suatu titik akan mengalami penurunan b. Pasar sudah mendekati masa kejenuhan c. Produk yang diinginkan konsumen adalah yang mengedepankan gaya, bukan fungsionalitas lagi. d. Pesaing-pesaing yang marjinal mulai menjauhi pasar e. Promosi merupakan prioritas utama f. Harga dan keuntungan mulai menurun
13
4.
Tahap penurunan (Decline) Ciri-cirinya: a. Tingkat penjualan menurun tajam b. Pesaing banyak keluar dari pasar karena permintaan menurun c. Tingkat penurunan sangat dipengaruhi oleh cepatnya perubahan selera konsumen atau cepatnya adaptasi terhadap produk substitusi d. Perusahaan yang membuat produk khusus hanya tinggal beberapa Ketika suatu teknologi baru dikenalkan, maka banyak sekali kemungkinan
pengembangan yang dapat dilakukan dan merupakan saat yang tepat untuk inovasi produk yang didominasi rekayasa. Kemudian, ketika teknologi diterapkan di industri maka muncul beberapa hambatan sebagai akibat dari kesenjangan teknologi. Oleh karena itu, teknologi ini harus disesuaikan dengan peralatan dan kemampuan teknologi yang dimiliki oleh perusahaan. Pada tahapan ini inovasi produk harus diimbangi dengan pengembangan atau inovasi proses yang ditujukan untuk mengurangi biaya produksi. Tahapan ini didominasi oleh pengolahan (manufacturing). Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa selain dipengaruhi oleh kurva S teknologi dan daur industri, maka inovasi juga dipengaruhi oleh daur hidup produk dan pertumbuhan pangsa pasar suatu produk dalam suatu industri. Tahapan pengembangan teknologi umumnya terjadi di bagian awal daur produk. Pada tahapan ini inovasi dibangkitkan akibat adanya kegiatan penelitian dan pengembangan yang gencar dan komprehensif. Kemudian, unit litbang akan menerapkan inovasi tersebut ke dalam kegiatan produksi (tahapan sindikasi). Apabila sindikasi ini berhasil, maka perusahaan memasuki tahap difusi untuk menyebarkan dan mengkomersialkan teknologi. Pada tahap difusi, daur hidup suatu produk mulai berlangsung dan kurva S teknologi mulai terbentuk. Saat daur hidup produk mencapai tahap penurunan dan perkembangan teknologi
mencapai
batas
tertinggi,
maka
perusahaan
dituntut
untuk
memperkenalkan teknologi baru yang dapat menghilangkan atau mengurangi kejenuhan pasar terhadap produknya. Tahapan ini dikenal dengan tahapan substitusi.
14
Unsur-unsur yang dapat mempercepat timbulnya suatu inovasi, antara lain adanya tekanan pihak luar seperti permintaan pasar, perkembangan teknologi, perkembangan produk dan perkembangan organisasi. Selain itu, koleksi informasi internal dan eksternal serta komitmen penciptaan inovasi suatu perusahaan turut memicu percepatan lahirnya suatu inovasi (Gumbira-Sa’id et al, 2004). 2.3
Difusi Inovasi Terhadap Karakteristik Konsumen Teknologi Baru Terdapat suatu paradoks pengguna teknologi baru dimana produk yang
mudah dan cepat dipahami penggunaannya sangat diminati konsumen. Kemudian, produk yang mempunyai desain industri yang baik, tidak menyulitkan penggunaan, dan modern juga sangat diminati konsumen. Berdasarkan hal tersebut, maka kemudahan dalam penggunaan dan kesederhanaan produk merupakan faktor yang sangat penting. Tetapi, hal tersebut bukan merupakan kunci keberhasilan produk baru untuk diterima konsumen karena sekarang ini terdapat produk yang mutunya bagus tetapi gagal di pasar, sedangkan produk yang mutunya kurang bagus justru sukses di pasar (Norman, 1998). Berdasarkan alasan tersebut, maka selain faktor kunci keberhasilan produk baru untuk diterima konsumen terdapat tiga hal yang perlu dilakukan dalam mengkomersialkan produk berbasis teknologi baru (Norman, 1998). Ketiga hal tersebut adalah: (1) harus terdapat keseimbangan antara pemasaran, teknologi dan pengalaman konsumen, sehingga ketiga faktor ini memiliki peranan yang sama dan tidak saling mendominasi satu sama lainnya; (2) terdapat perbedaan besar antara produk non-substitusi (infrastructure products) dengan produk substitusi (traditional
products).
Suatu
perusahaan
dapat
terus
bertahan
dengan
memproduksi produk substitusi, tetapi tidak dapat mendominasi pangsa pasar; dan (3) faktor-faktor yang berbeda sangat penting pada setiap tahapan dalam pengembangan teknologi. Konsumen pada tahapan emergence merupakan konsumen yang mengedepankan kemajuan teknologi karena yang diinginkan oleh konsumen pada tahapan ini adalah produk yang lebih baik, lebih cepat, lebih murah dan lebih modern. Pada tahapan growth, pemasaran akan memegang perananan penting untuk kesuksesan suatu produk, sedangkan pada tahapan maturity, teknologi akan menjadi komoditas karena konsumen pada tahapan ini
15
akan menunggu sampai teknologi baru berhasil dibuktikan keunggulannya dan konsumen ini sangat mementingkan kenyamanan, nilai dan sangat berpengalaman dalam penggunaan teknologi.
Gambar 4. Kurva perubahan technology-driven products ke customer-driven/ human-centered (Norman, 1998). Berdasarkan Gambar 4 terlihat bahwa teknologi baru dimulai dari pojok kanan bawah dari kurva dan menawarkan sesuatu yang konsumen kurang butuhkan. Kemudian, semakin lama konsumen membutuhkan teknologi yang lebih baik, lebih cepat, lebih murah dan lebih modern dan teknologi tersebut baru dapat memenuhi kebutuhan konsumen. Transisi terjadi ketika teknologi tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar konsumen (Cristensen, 1997). Menurut Moore (1991), konsumen pengadopsi teknologi (early adopters) hanya sebagian kecil dari persentase pasar, sedangkan pasar yang besar merupakan konsumen yang konservatif dan pragmatis (late adopters). 16
Pada awal kemunculan teknologi baru, konsumen akan mengalami kesulitan dalam penggunaan dan situasi yang tidak nyaman. Semakin naik ke tahap selanjutnya, maka keinginan konsumen akan berubah drastis dimana konsumen menginginkan efisiensi, kesenangan dan kenyamanan. Hal ini membutuhkan pengembangan tipe produk yang berbeda dari yang digunakan dalam tahapan awal teknologi (desain human-centered). Selama penampilan, reliabilitas dan biaya suatu teknologi tidak seperti yang konsumen harapkan, maka pasar akan didominasi oleh early-adopters; yaitu konsumen yang membutuhkan teknologi dan akan membayar harga yang tinggi untuk mendapatkannya. Tetapi, mayoritas konsumen dalam suatu pasar adalah late-adopter, yaitu konsumen yang akan menunggu sampai teknologi berhasil dibuktikan keunggulannya dan konsumen ini sangat mementingkan kenyamanan, nilai dan sangat berpengalaman dalam penggunaan teknologi. Berdasarkan hal tersebut, maka teknologi yang mempunyai nilai ekonomis tinggi merupakan teknologi yang diinginkan oleh konsumen late-adopter. 2.4
Definisi Hak Kekayaan Intelektual Kekayaan intelektual (KI) merupakan karya-karya yang timbul atau lahir
dari kemampuan intelektual manusia melalui curahan waktu, tenaga, pikiran, daya cipta, rasa dan karsanya. Karya-karya tersebut dapat berupa karya-karya di bidang teknologi, ilmu pengetahuan, seni dan sastra (DITJEN-HKI, 2006b). Hal tersebut membedakan KI dengan jenis kekayaan lainnya yang juga dapat dimiliki manusia tetapi tidak dihasilkan oleh intelektualitas manusia. Sebagai contoh, kekayaan alam berupa tanah dan atau tumbuhan yang berada di alam merupakan ciptaan dari sang Pencipta dan dapat dimiliki oleh manusia, tetapi tanah atau tumbuhan bukanlah hasil karya intelektual manusia. KI merupakan suatu aset komersial karena mempunyai nilai atau manfaat ekonomi bagi kehidupan, sehingga dibuat suatu sistem perlindungan hukum atas aset komersial tersebut yang dikenal sebagai sistem Hak Kekayaan Intelektual (HKI) yang bertujuan melindungi KI. HKI merupakan sebuah hak privat (private rights) bagi individu pelaku HKI (inventor, pencipta, pendesain) yang menghasilkan suatu karya intelektual, sehingga seorang pelaku HKI bebas untuk mengajukan atau tidak mengajukan
17
permohonan atau mendaftarkan karya intelektualnya. Hak privat yang diberikan negara kepada individu pelaku HKI bertujuan sebagai penghargaan atas hasil karya kreativitasnya. Keuntungan yang dapat diperoleh dengan sistem HKI adalah dibuatnya sistem dokumentasi yang baik atas segala bentuk kreativitas manusia sehingga kemungkinan dihasilkannya teknologi atau hasil karya lainnya yang sama dapat dihindarkan atau dicegah. Dengan dukungan dokumentasi yang baik tersebut masyarakat diharapkan dapat memanfaatkannya dengan maksimal untuk keperluan hidupnya atau mengembangkannya lebih lanjut untuk memberikan nilai tambah yang lebih tinggi lagi. Perlindungan KI dilakukan dengan menggunakan instrumen-instrumen hukum yang ada, yakni Hak Cipta, Paten, Merek dan Indikasi Geografis, Rahasia Dagang, Desain Industri, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, dan Perlindungan Varietas Tanaman. 2.5
Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual HKI sebagai instrumen hukum untuk melindungi kekayaan intelektual
terdiri dari dua pembagian besar, yaitu Hak Cipta dan Hak Kekayaan Industri. Selanjutnya dalam Hak Kekayaan Industri tercakup Paten, Merek dan Indikasi Geografis, Rahasia dagang, Desain Industri, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, dan Perlindungan Varietas Tanaman.
18
Tabel 3. Perbedaan HKI berdasarkan syarat, cara perlindungan, dan lama perlindungan 1.
Cakupan HKI Paten
2.
Hak Cipta
3.
Merek
4.
Indikasi Geografis
5.
Desain industri
6.
Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
7.
Rahasia Dagang
8.
Perlindungan Varietas Tanaman
No.
Syarat Teknologi yang: • Baru • Mengandung langkah inventif • Dapat diterapkan dalam industri Ciptaan di bidang literatur, seni dan sastra yang: • Dalam bentuk khas (material form) • Asli Tanda dalam perdagangan yang: • Memiliki daya pembeda • Digunakan dalam bidang perdagangan Tanda asal daerah barang yang berhubungan dengan lingkungan geografis: • Alam • Manusia&Gabungan keduanya Kreasi bentuk yang: • Estetis • Berwujud dua atau tiga dimensi • Berbentuk produk Kreasi bentuk yang: • Tiga dimensi • Minimal satu elemen aktif • Interkoneksi Metode/informasi yang: • Bersifat rahasia • Bernilai ekonomi • Dijaga kerahasiaannya Hasil pemuliaan tanaman yang: • Baru • Unik • Seragam • Stabil • Diberi nama
Cara Perlindungan Didaftarkan
Tidak perlu didaftarkan
Lama Perlindungan • 20 tahun untuk Paten • 10 tahun untuk Paten Sederhana • Tidak dapat diperpanjang Selama hidup Pencipta ditambah 50 tahun
Didaftarkan
10 tahun
Didaftarkan
10 tahun
Didaftarkan
10 tahun
Tidak perlu didaftarkan
Selama sifat kerahasiaannya terjaga
Didaftarkan
• 20 tahun untuk tanaman semusim • 25 tahun untuk tanaman tahunan
Sumber: DITJEN-HKI (2006a) & Setyowati et al. (2005). Adapun cakupan HKI yang akan diteliti pada penelitian ini adalah Hak Kekayaan Industri pada paten. Paten merupakan salah satu bentuk perlindungan hukum untuk karya intelektual di bidang teknologi yang sesuai dengan ruang lingkup kajian yang akan diteliti, yaitu melakukan penilaian terhadap suatu invensi yang sesuai dengan ciri karakteristik teknologi khususnya dalam bidang pertanian. Karya intelektual di bidang teknologi tersebut dituangkan ke dalam suatu kegiatan 19
pemecahan masalah yang spesifik di bidang teknologi, yang dapat berupa proses atau produk atau penyempurnaan dan pengembangan produk dan proses. Cakupan HKI di bidang Paten dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu paten dan paten sederhana. Pengelompokkan ini berdasarkan pada nilai kegunaan dan sifat wujudnya. Perbedaan kedua jenis paten tersebut dapat dilihat pada Tabel 4 di bawah. Tabel 4. Perbedaan paten dan paten sederhana No. 1.
Keterangan Jumlah klaim
2.
Masa perlindungan
3.
Pengumuman permohonan Jangka waktu pengajuan keberatan Pemeriksaan substantif Lama pemeriksaan substantif
4. 5. 6.
7.
Objek paten
Paten Satu invensi atau beberapa invensi yang merupakan satu kesatuan invensi 20 tahun terhitung sejak tanggal penerimaan permohonan paten 18 bulan setelah tanggal penerimaan Enam bulan terhitung sejak diumumkan Kebaruan, langkah inventif, dan dapat diterapkan dalam industri 36 bulan terhitung sejak tanggal penerimaan permohonan pemeriksaan substantif Proses, penggunaan, komposisi, dan produk
Paten Sederhana Satu invensi 10 tahun sejak tanggal penerimaan paten Tiga bulan setelah tanggal penerimaan Tiga bulan terhitung sejak diumumkan Kebaruan dan dapat diterapkan dalam industri 24 bulan terhitung sejak tanggal penerimaan permohonan pemeriksaan substantif Produk atau alat kasat mata (tangible)
Sumber: DITJEN-HKI (2006a). Bentuk perlindungan HKI di bidang paten mempunyai ruang lingkup yang membuat tidak semua karya intelektual dapat diberi paten. Adapun ruang lingkup paten adalah sebagai berikut: 1.
Invensi yang dapat diberi Paten
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten (DITJEN-HKI, 2006a), invensi yang dapat dimintakan perlindungan paten adalah invensi yang mempunyai ciri-ciri: a.
Baru (novelty) Invensi dianggap baru jika pada tanggal penerimaan, invensi tersebut tidak sama
dengan teknologi yang diungkapkan sebelumnya (prior art atau the state of art). Pengungkapan dapat berupa uraian lisan, melalui peragaan, atau dengan cara lain yang memungkinkan seorang ahli untuk melaksanakan invensi tersebut.
20
b.
Mengandung langkah inventif (inventive step) Merupakan invensi yang bagi seseorang dengan keahlian tertentu di bidang
teknik merupakan hal yang tidak dapat diduga sebelumnya dengan memperhatikan keahlian yang ada pada saat permohonan diajukan. c.
Dapat diterapkan dalam industri (industrial applicable) Merupakan invensi dapat diterapkan dalam industri sesuai dengan uraian dalam
permohonan. Jika invensi tersebut dimaksudkan sebagai produk, produk tersebut harus mampu dibuat secara berulang-ulang (secara massal) dengan kualitas yang sama, sedangkan jika invensi berupa proses, proses tersebut harus mampu dijalankan atau digunakan dalam praktik. 2.
Invensi yang tidak dapat diberikan hak Paten
Terdapat invensi-invensi yang tidak dapat dipatenkan,sebagai berikut. a.
Proses atau produk yang pengumuman dan penggunaan atau pelaksanaannya bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas agama, ketertiban umum atau kesusilaan
b.
Metode pemeriksaan, perawatan, pengobatan dan/atau pembedahan yang diterapkan terhadap manusia dan/atau hewan
c.
Teori dan metode di bidang ilmu pengetahuan dan matematika
d.
Semua makhluk hidup, kecuali jasad renik dan proses biologis yang esensial untuk memproduksi tanaman atau hewan, kecuali proses non-biologis atau mikro-biologis.
2.6
Pemanfaatan Hak Kekayaan Intelektual Pemanfaatan HKI dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu komersial dan
non-komersial. Pemanfaatan HKI untuk kegiatan komersial adalah untuk memperoleh manfaat finansial. Pemanfaatan HKI yang bersifat non-komersial adalah pemanfaatan yang ditujukan untuk kegiatan non-komersial, seperti untuk pengembangan teknologi, pemberdayaan masyarakat, atau kegiatan-kegiatan nonkomersial lainnya. Sistem HKI memberikan monopoli terbatas bagi pemegang HKI, sehingga menjadikan HKI sebagai instrumen bisnis atas kekayaan intelektual yang dilindunginya.
21
2.7
Komersialisasi Hak Kekayaan Intelektual Komersialisasi HKI adalah proses transformasi KI/HKI menjadi suatu
komoditas yang bernilai pasar (Matsurra, 2004). Komersialisasi HKI merupakan sebuah cara yang tepat untuk mendapatkan manfaat dari teknologi (Hodkinson, 1990). Komersialisasi HKI ini menyediakan sebuah paket informasi dan keterampilan teknis yang terdefinisi dan teridentifikasi dengan jelas sehingga mudah untuk dialihkan, dinilai, dan dikontrol. 2.7.1 Bentuk Komersialisasi Berbagai bentuk komersialisasi dapat dilakukan dalam memanfaatkan HKI. Tabel 5 menunjukkan bahwa bentuk komersialisasi tergantung pada posisi teknologi dan aset komplementer. Aset komplementer adalah aset yang dibutuhkan untuk komersialisasi teknologi, yang terdiri dari aspek modal, pemasaran, dan kemampuan berproduksi. Teknologi yang memiliki posisi dan aset komplementer yang kuat dapat langsung dijual atau diproduksi. Sedangkan jika keduanya lemah, maka teknologi selayaknya tidak dikomersialkan atau dijual. Tabel 5. Pilihan strategi komersialisasi berdasarkan posisi teknologi dan aset komplementer
Kuat Lemah
Posisi Teknologi
Aset Komplementer Lemah
Kuat
Membutuhkan Aset Komplementer untuk: • Pengembangan • Alliansi Strategis • Joint Venture atau Licence-Out
Memproduksi Hasil Teknologi dan Menjualnya
Jual atau Melepaskan Aset Teknologi
Membutuhkan Teknologi untuk: • Pengembangan • Alliansi Strategis • Joint Venture atau Licence-In
Sumber: Megantz (1996). Jika berada pada posisi teknologi yang kuat dan aset komplementer yang lemah, maka komersialisasi diarahkan pada memperoleh aset komplementer (melalui pengembangan, aliansi strategis atau usaha bersama) dan kemudian
22
memproduksi dan menjualnya atau aset teknologi dapat dilisensikan pada perusahan lain yang memiliki aset komplementer yang layak. Apabila aset teknologi lemah dan aset komplementer kuat maka teknologi dapat diperoleh melalui lisensi atau dengan membentuk aliansi strategis atau usaha bersama dengan perusahaan yang mampu menyediakan teknologi yang diperlukan. Bentuk-bentuk komersialisasi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: 1.
Mengembangkan sendiri Bentuk
komersialisasi
ini
menggambarkan
bahwa
pemilik
HKI
mengembangkan usaha berbasiskan HKI miliknya. Bentuk komersialisasi ini merupakan bentuk komersialisasi yang memiliki resiko dan pengembalian ekonomis yang tinggi. Semua resiko ditanggung oleh pemilik HKI karena sumber daya yang dibutuhkan untuk mengembangkan usaha berasal dari pemilik HKI. Bentuk komersialisasi ini mempunyai tingkat pengembalian ekonomis yang tinggi karena semua keuntungan menjadi hak pemilik HKI. 2.
Akuisisi Membeli atau mengakuisisi suatu perusahaan sama saja resikonya dengan
mengembangkan usaha baru karena investasi pengembangan awal sudah selesai dan infrastruktur produksi sudah tersedia. Melalui bentuk komersialisasi ini, pemegang HKI dapat meningkatkan daya saingnya untuk penetrasi pasar dengan lebih cepat karena memperpendek time to market dengan tetap mempertahankan kendali total (Megantz, 1996). Tantangan pada bentuk komersialisasi ini adalah pada potensi-potensi friksi atau konflik karena perbedaan budaya atau manajemen antara pemilik HKI dan perusahaan yang mengakuisisinya. 3.
Joint venture Ketika dua perusahaan memiliki kesamaan visi atau saling mengisi satu
sama lain (satu perusahaan memiliki mayoritas aset komplementer dari perusahaan yang lain), maka sebuah perusahaan joint venture dapat dibentuk. Dalam joint venture ini, dua atau lebih perusahaan menyetujui untuk berbagi modal, teknologi, sumberdaya manusia, resiko dan imbalan dalam pembentukan unit usaha baru di bawah pengawasan bersama (Megantz, 1996).
23
4.
Lisensi Lisensi berarti izin yang diberikan oleh pemilik HKI kepada pihak lain
berdasarkan perjanjian pemberian hak untuk menikmati manfaat ekonomi dari suatu HKI dalam jangka waktu dan syarat tertentu. Hak untuk memakai HKI ini umumnya ditukar dengan suatu biaya lisensi atau royalti dalam berbagai bentuknya, seperti persentase dari laba bersih pemegang lisensi, persentase dari penjualan kotor dari pemegang lisensi atau biaya yang telah ditentukan. Bentuk komersialisasi ini merupakan bentuk yang paling umum digunakan dalam komersialisasi HKI. Lisensi sendiri terdapat dua bentuk, yaitu lisensi eksklusif dan noneksklusif. Pada lisensi eksklusif, pemilik HKI tidak memberikan HKI tersebut kepada pihak lain dalam daerah tersebut untuk jangka waktu lisensi, kecuali kepada pemegang lisensi eksklusifnya. Pada lisensi non-eksklusif, pemilik HKI memberikan lisensi HKI-nya kepada pihak lainnya dan menambah jumlah pemakai lisensi dalam daerah yang sama. 5.
Aliansi Strategis Jika terdapat dua perusahan memiliki tujuan yang sama dan saling
menguntungkan, maka sebuah aliansi dapat dibentuk. Melalui sebuah aliansi, perusahaan dapat menggunakan keahlian masing-masing untuk mengambil manfaat sebesar-besarnya dari sebuah pasar atau satu perusahaan setuju untuk memasarkan dan menjual produk yang dihasilkan oteh perusahaan yang lain. Dalam bentuk komersialisasi ini, satu perusahaan dapat mencapai tujuan dengan tetap mempertahankan fleksibilitasnya untuk beradaptasi dengan cepat misalnya dengan penggantian partner. 6.
Penjualan Pemilik
HKI
dapat
pertimbangan-pertimbangan
melakukan strategis
penjualan
tertentu.
atas
Bentuk
HKI-nya
dengan
komersialisasi
ini
merupakan yang paling tidak beresiko bagi pemilik HKI tetapi memberikan resiko yang tertinggi bagi pembelinya.
24
2.7.2 Tahapan Komersialisasi Proses transformasi hasil-hasil penelitian menjadi suatu kegiatan komersial melalui beberapa fase, yaitu: fase penelitian, pra-inkubasi atau prakomersialisasi, dan komersialisasi. Adapun proses komersialisasi tersebut seperti tersaji pada Gambar 5 di bawah ini. PROSES INOVASI BERBASIS RISET
PRA-KOMERSIALISASI
FAKULTAS/ DEPARTEMEN
Penilaian Teknologi
PUSAT RISET
Perlindungan&Pengelolaan KI
GRUP RISET
Pemasaran/Penawaran Teknologi
KOMERSIALISASI
I N K U B A S I
JUAL PUTUS PERJANJIAN LISENSI USAHA BERSAMA AKUISISI USAHA BARU
TAHAPAN KEWIRAUSAHAAN Kesadaran : Ide pertama
Hubungan bisnis dan teknologi
Bidang usaha dan perusahaan permulaan
Kewirausahaan secara penuh
Gambar 5. Skema pengembangan aktivitas bisnis berbasis teknologi Perguruan Tinggi (dikembangkan dari Chakrabarti, 2002 dalam Setyowati et al., 2005). a. Fase/Basis Penelitian Penelitian
dilaksanakan
oleh
peneliti
di
lembaga
penelitian
dan
pengembangan atau sivitas akademika di Perguruan Tinggi melalui fakultas atau jurusan, lembaga penelitian maupun pusat-pusat penelitian dengan menggunakan berbagai macam sumber daya dari berbagai pihak yang bekerja sama, swasta, industri atau bahkan dari peneliti sendiri. b. Fase Pra-Komersialisasi atau Pra-Inkubasi Berdasarkan pada uraian di atas, tidak atau belum semua teknologi yang dihasilkan lembaga penelitian dan pengembangan maupun perguruan tinggi dapat langsung dikomersialkan, maka perlu dilakukan beberapa langkah atau kegiatan penting yang dapat dikatakan sebagai langkah pra-komersialisasi. Kegiatan prakomersialisasi pada prinsipnya merupakan kegiatan yang berkaitan erat dengan 25
pengkajian dan pengembangan potensi komersial kekayaan intelektual atau teknologi tersebut. Dalam tahapan ini, upaya untuk mencari keterkaitan teknologi dengan bisnis dimulai. Tahapan kegiatan yang tercakup ke dalam Pra-komersialisasi sebagai berikut: 1.
Penilaian teknologi Pada tahapan ini dilakukan penilaian teknologi. Penilaian didasarkan pada potensi kelayakan perlindungan hukum (HKI), kelayakan komersial dan kelayakan teknis.
2.
Perlindungan dan pengelolaan KI Setelah dilakukan technology assessment, maka dilakukan perlindungan hukum
terhadap
teknologi
(paten
atau
rahasia
Dagang)
beserta
pengelolaannya, misalnya pemeliharaan, dan pengelolaan selanjutnya. 3.
Pemasaran/penawaran teknologi Penawaran teknologi terhadap calon pengguna atau kegiatan pemasaran dapat dilakukan setelah tindakan pengamanan terhadap teknologi yang dihasilkan Perguruan Tinggi telah dilakukan. Sebelum dilakukan pemasaran, sebaiknya telah dilakukan penilaian kelayakan secara teknis dan finansial secara lebih terinci agar calon pengguna memperoleh gambaran yang lebih jelas dan obyektif mengenai keunggulan dan kekurangan teknologi yang ditawarkan. Jika teknologi telah diarahkan untuk memasuki masa inkubasi, maka
tahapan pra-komersialisasi dapat pula disebut sebagai tahapan pra-inkubasi. Semua tahapan dalam fase prakomersialisasi atau pra-inkubasi dilakukan oleh lembaga manajemen KI sejenis Kantor HKI-IPB. c. Fase Komersialisasi Berbekal dengan hasil penilaian teknologi (technology assessment) maka upaya komersialisasi dapat segera dilakukan. Beberapa bentuk komersialisasi dapat ditempuh, yakni lisensi, jual putus, usaha baru (new venture), usaha bersama (joint venture), akuisisi dan aliansi strategis. Penyusunan business plan dan atau tahapan inkubasi perlu dilakukan, utamanya untuk bentuk komersialisasi new
26
venture, joint venture, akuisisi dan aliansi strategis. Tahapan inkubasi ini dapat dilakukan di pusat-pusat inkubasi. 2.8
Komersialisasi Teknologi di Perguruan Tinggi (PT) Perguruan Tinggi (PT) sebagai suatu lembaga institusi pendidikan berhak
menggunakan pendapatan yang diperolehnya untuk mengembangkan diri. Hal ini sesuai dengan PP No.20 /2005 tentang Alih Teknologi Kekayaan Intelektual serta Hasil Penelitian dan Pengembangan oleh Perguruan Tinggi dan Lembaga Penelitian (DITJEN-HKI 2006b). Adapun pendapatan ini dalam pasal 38 PP No.20/2005 dapat langsung digunakan untuk: (a) meningkatkan anggaran litbang; (b) memberikan insentif di lingkungannya; (c) memperkuat kemampuan pengelolaan dan alih teknologi; (d) melakukan investasi untuk memperkuat sumber daya iptek; (e) meningkatkan kualitas dan memperluas jangkauan alih teknologi; dan (f) memperluas jaringan kerja dengan lembaga-lembaga lain. Salah satu tantangan peran PT adalah sebagai badan usaha, yaitu mengusahakan berbagai sumber dana, mengembangkan produk baru dan pasar yang
baru,
menggunakan
manajemen
modern
dengan
terus
berusaha
mempertahankan nilai-nilai akademis dan proses pendidikan tinggi. Dalam salah satu usahanya untuk meningkatkan pendapatannya, PT berhak mengkomersialkan teknologi-teknologi yang dihasilkannya, baik dalam kapasitasnya sebagai unit usaha yang dimiliki PT maupun unit kerja yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan pengelolaan alih teknologi yang dimiliki PT (pasal 16). Penggunaan pendapatan ini diatur dalam pasal 39, yaitu pelaporan pelaksanaan pendapatan alih teknologi kekayaan intelektual serta hasil kegiatan litbang PT. Komersialisasi teknologi hasil invensi yang dimiliki PT biasanya dalam dua bentuk, yaitu untuk mendukung unit usaha yang dimiliki PT dan melisensikan atau menjual ke industri. Bagian promosi dan kerjasama PT bertugas mengkomersialkan hasil-hasil invensi untuk mendukung unit usaha PT. Komersialisasi hasil invensi ke industri dilaksanakan oleh Sentra HKI yang dimiliki PT tersebut (Gambar 6).
27
Pajak TP
Rp
Rp
Rp
C
Unit Usaha PT
Pendapatan
Konsumen X
Rp Rp Perguruan Tinggi (PT)
Inventor
Sentra HKI A KI
Bisnis Hukum
TR (Investor)
Konsumen Y
Rp B Pajak
Keterangan: 1. :
2. 3. 4.
: : :
Daerah kritis: A. Technology loss B. Aliran uang + pajak di penerima teknologi (Technology Recipient/TR) C. Aliran uang + pajak di penghasil teknologi (Technology Producer/TP) Aliran teknologi Aliran uang Hubungan bisnis
Sumber: diolah dari Lück (1996). Gambar 6. Aliran teknologi di Perguruan Tinggi (PT). 2.9
Sistem Valuasi Teknologi Sistem valuasi teknologi melibatkan banyak banyak pelaku dengan
preferensi dan kepentingan yang beragam. Kondisi ini menyebabkan perumusan menjadi kompleks. Menurut Eriyatno (1998), karakteristik permasalahan tersebut memerlukan pendekatan sistem, karena pemikiran sistem selalu mencari keterpaduan antar bagian melalui pemahaman yang utuh. Kumpulan dan gugus bagian dapat disebut sistem apabila memenuhi syarat adanya kesatuan (unity), hubungan fungsional dan tujuan yang berguna. Pendekatan sistem adalah pendekatan terpadu yang memandang suatu obyek atau masalah yang kompleks dan bersifat antar disiplin sebagai bagian dari sistem. Pendekatan sistem menggali elemen-elemen terpenting yang memiliki kontribusi yang signifikan terhadap tujuan sistem.
28
Sistem adalah seperangkat elemen yang saling berinteraksi, membentuk kegiatan atau suatu prosedur yang mancari pencapaian tujuan atau tujuan-tujuan bersama (Simatupang, 1994; Eriyatno, 1998). Sistem dicirikan dengan adanya elemen, relasi antarelemen dan tujuan. Elemen mempunyai atribut dan relasi antar elemen terletak pada atributnya. Syarat awal untuk memulai berpikir sistemik adalah adanya kesadaran untuk mengapresiasikan dan memikirkan suatu kejadian sebagai sebuah sistem (systemic approach). Kejadian apapun baik fisik maupun non fisik dipikirkan sebagai unjuk kerja atau dapat berkaitan dengan unjuk kerja dari keseluruhan interaksi antar unsur sistem tersebut dalam batasan tertentu. Menurut Eriyatno (1998) yang dimaksud dengan pendekatan sistem adalah merupakan cara penyelesaian persoalan yang dimulai dengan dilakukannya identifikasi terhadap adanya sejumlah kebutuhan-kebutuhan sehingga dapat menghasilkan suatu operasi dari sistem yang dianggap efektif. Pendekatan sistem ditandai dengan pencarian elemen dan hubungan antar elemen untuk mendapatkan solusi yang baik dan pembuatan model kuantitatif untuk membantu pengambilan keputusan secara rasional. Pendekatan sistem mengutamakan kajian tentang struktur sistem baik yang bersifat penjelasan maupun sebagai dukungan kebijakan. Manusia sebagai pengambil keputusan adalah merupakan bagian dari sistem tersebut (Turban, 1993). Struktur menggambarkan pengaturan dari elemen-elemen dan hubungan antar elemen dalam membentuk suatu sistem. Pengetahuan struktur dapat meningkatkan pemahaman terhadap perilaku sistem secara utuh untuk kepentingan manajemen yang efektif. Pemodelan struktur menekankan pentingnya bentuk geometris dari aljabar dalam menggambarkan elemen dan hubungannya, sehingga dapat dipandang sebagai model deskriptif. Teknik pemodelan struktural mencakup dua tahap, yaitu penerapan alat pembangkit dan pemilihan hubungan yang relevan dari elemen-elemen yang dikaji. Alat pembangkit yang dapat digunakan adalah expert survey melalui indepth interview dengan berbagai pakar lintas disiplin. Alat pemilihan hubungan untuk hubungan langsung dapat menggunakan teknik Ordered Weighted Averaging Operator (OWA-Operator).
29
Menurut Simatupang (1994), model didefinisikan sebagai suatu representasi atau formalisasi dalam bahasa tertentu dari suatu sistem nyata. Sistem nyata adalah sistem yang berlangsung dalam kehidupan, sistem yang dijadikan titik perhatian dan dipermasalahkan. Pemodelan adalah proses membangun sebuah model dari sistem nyata dalam bahasa formal tertentu. Salah satu dasar utama untuk mengembangkan model adalah menemukan peubah-peubah penting yang mempengaruhi perilaku sistem dan mengkaji hubungan-hubungan yang terdapat diantara peubah-peubah tersebut dalam format model matematik. Formulasi model adalah upaya mendapatkan model yang berisikan peubah, kendala, dan tujuan dalam bentuk matematis serta memanfaatkan untuk kalkulasi dengan substitusi kuantititas bagi simbol-simbol. Sebelum model matematika yang telah dikembangkan diaplikasikan, perlu dilakukan pengujian untuk melihat kemampuan model dalam memecahkan masalah. Verifikasi dilakukan untuk menjamin bahwa model dapat bekerja mewakili sistem nyatanya dan memberikan solusi yang logis. 2.10 Sistem Penunjang Keputusan Karakteristik permasalahan dalam valuasi teknologi memerlukan kerangka pemikiran secara sistem untuk mencari cara penyelesaian yang efektif dan komprehensif karena melibatkan banyak kepentingan dari para pelaku. Penentuan harga teknologi baru pada dasarnya merupakan pengambilan keputusan dari para pelaku yang terlibat dalam menilai hasil suatu invensi. Pengambilan keputusan dengan pendekatan sistem dikenal dengan Sistem Penunjang Keputusan (SPK) atau Decision Support System (DSS). Menurut Eriyatno (1998), SPK dimaksudkan untuk memaparkan secara mendetail elemen-elemen sistem dalam pengambilan keputusan secara tepat. Situasi yang dihadapi dalam proses pengambilan keputusan berada pada kontinum masalah terstruktur dan tidak terstuktur. Pengambilan keputusan pada masalah yang terstuktur dapat diprogramkan dan yang tidak terstuktur tidak dapat diprogramkan. Keputusan strategis dihadapkan pada situasi semi terstruktur dan tidak terstuktur, kesepakatan tidak pasti, berorientasi jangka panjang dan menyeluruh.
30
Konsep SPK ditandai dengan sistem interaktif untuk membantu pengambil keputusan memanfaatkan data dan model dalam menyelesaikan masalahmasalah yang tidak terstruktur. Menurut Minch & Burns (1983) dalam Eriyatno (1998), SPK adalah sistem spesifik yang menghubungkan komputerisasi informasi dengan para pengambil keputusan sebagai pemakainya. Karakteristik pokok yang melandasi SPK adalah: (1) interaksi langsung antara komputer dengan pengambil keputusan; (2) dukungan menyeluruh (holistik) dari keputusan bertahap ganda; (3) sintesa dari konsep yang diambil dari berbagai bidang ilmu; dan (4) mempunyai kemampuan adaptif dan berevolusi. Teknik SPK dikembangkan untuk meningkatkan efektivitas pengambilan keputusan. Efektivitas mencakup identifikasi dan jaminan relevansi kiteria yang dipilih dengan tujuan. Aplikasi SPK mencakup berbagai aktivitas seperti pertanian, perindustrian, perdagangan, dan lingkungan hidup. Komputer membantu penyampaian data dan informasi secara tepat, cepat dan akurat dalam menunjang keputusan. Model konsepsional SPK merupakan gambaran hubungan abstrak antara tiga komponen utama, yaitu: (1) data; (2) model; dan (3) pengambil keputusan (user). Struktur dasar SPK terlihat pada Gambar 7. Data
Model
Sistem Manajemen Basis Data (SMBD)
Sistem Manajemen Basis Model (SMBM)
Sistem Pengolahan Problematik Sistem Pengolahan Dialog (SPD)
Pengguna
Gambar 7. Struktur dasar Sistem Pendukung Keputusan/SPK (Eriyatno, 1998).
31
2.10.1 Subsistem Manajemen Basis Data Subsistem manajemen basis data merupakan komponen yang berkaitan dengan pengelolaan data yang relevan mencakup data internal dan eksternal. Subsistem tersebut memiliki: (1) Sistem manajemen basis data/Data Base Management
System
(DBMS)
dengan
fungsi
dasar:
penyimpanan,
pengambilan, pengontrolan, dan menambah data dengan cepat dan mudah; (2) Fasilitas query, yaitu elemen yang menyajikan dasar-dasar untuk akses data; dan (3) Directory adalah katalog semua data yang ada dalam basis data. Basis data yaitu sekumpulan dari keterhubungan data yang terorganisasi, berkaitan dengan struktur organisasi, dapat digunakan oleh lebih dari satu orang atau lebih dari satu aplikasi. 2.10.2 Subsistem Manajemen Basis Model SPK memiliki kemampuan untuk mengintegrasikan akses data dan model-model keputusan. Kemampuan ini didapat melalui penambahan modelmodel keputusan ke dalam sistem informasi yang menggunakan database sebagai mekanisme integrasi dan komunikasi diantara model-model. Model adalah representasi dari suatu obyek, benda atau ide-ide dalam bentuk lain dengan entitas sebenamya dan berisi informasi tentang suatu sistem yang dibuat. Tujuan pembuatan model adalah untuk mempelajari sistem yang sebenarnya. Beberapa fungsi model adalah sebagai alat bantu berfikir, alat komunikasi, dan sebagai alat prediksi. Model menurut cara penyajiannya dapat diklasifikasikan sebagai model fisik dan model matematis. Model matematik terdiri dari model statik dan model dinamik, yang masing-masing dapat disajikan dalam model numerik dan analitik. Basis model berisi model kuantitatif yang menyediakan kemampuan analisis dan dapat dikelompokan ke dalam tiga katogori utama, yaitu: model strategis, taktis, dan operasional. Karakteristik basis model harus mempunyai kemampuan: (1) menciptakan model-model baru secara cepat dan mudah; (2) mengakses dan mengintegrasikan model-model keputusan; (3) mengelola basis model (menyimpan, menghubungkan, mengakses model).
32
2.10.3 Subsistem Pengolahan Dialog Subsistem Manajemen Dialog adalah subsistem yang berkomunikasi dengan pengguna. Tugas utamanya adalah menerima input dan memberikan output yang dikehendaki pengguna. Subsistem ini mempunyai pilihan modus dari interaksi dengan pengguna seperti format tabel, penyajian grafis dan sebagainya. Sistem pengolahan problematik adalah koordinator dan pengendali dari operasi SPK secara menyeluruh. Subsistem ini menerima input dari ketiga subsistem lainnya dalam bentuk baku, serta menyerahkan output ke subsistem yang dikehendaki dalam bentuk baku pula. Fungsi utamanya adalah sebagai penyangga untuk menjamin masih adanya keterkaitan antara subsistem. Manfaat utama SPK adalah pencegahan sedini mungkin dampak lanjut dari keputusan-keputusan yang tidak dikehendaki. Dengan mencegah terjadinya kesalahan di berbagai kategori keputusan, maka diharapkan program pengembangan menjadi lebih terarah dan berhasil. 2.10.4 Akuisisi Pengetahuan Akuisisi pengetahuan merupakan suatu proses untuk mendapatkan pengetahuan yang digunakan oleh seorang ahli dalam menyelesaikan masalah pada domain yang terbatas. Pengetahuan adalah himpunan dari fakta, informasi dan kaidah. Akuisisi pengetahuan dilakukan oleh knowledge engineer melalui metode observasi, akuisisi dan deskripsi. Observasi yaitu melihat langsung pakar menyelesaikan masalah, akuisisi yaitu menggali data, pengetahuan dan prosedur yang dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah dari pakar, dan deskripsi yaitu pakar mendiskripsikan masalah pada setiap katagori lingkup permasalahan. Proses akuisisi pengetahuan mencakup identifikasi, konseptualisasi, formalisasi,
implementasi
dan
uji
coba.
Identifikasi
dilakukan
untuk
mengidentifikasi masalah beserta karakteristik utamanya dan ketersediaan sumber daya. Konseptualisasi merupakan proses penentuan konsep beserta hubungan yang digunakan. Formalisasi erat hubungannya dengan metode pengorganisasian dan representasi pengetahuan. Dalam sistem berbasis kaidah,
33
pengetahuan harus direpresentasikan dengan dalam bentuk kaidah. Implementasi mencakup pemrograman pengetahuan ke dalam komputer, perbaikan struktur, dan penambahan pengetahuan baru. Tahap uji coba, perekayasa menguji coba basis pengetahuan dengan kasus-kasus penggunaan sesuai dengan tujuan dari sistem pakar yang akan dikembangkan. 2.10.5 Basis Pengetahuan Basis pengetahuan merupakan tempat penyimpanan pengetahuan yang diperlukan untuk mengerti, merumuskan dan menyelesaikan masalah. Basis pengetahuan terdiri dari pengetahuan statik (declarative knowledge) dan pengetahuan dinamik (procedural knowledge). Pengetahuan deklaratif dapat direprentasikan
dengan
menggunakan
frame
dan
jaringan
semantik.
Pengetahuan prosedural dapat direprentasikan dengan menggunakan kaidah produksi dan representasi logika. Frame (kerangka) yaitu pengetahuan direprentasikan dalam struktur data yang
disusun
secara
hirarki.
Jaringan
semantik
yaitu
pengetahuan
direpresentasikan dengan simpul (node) dan penghubung (link). Simpul menyatakan suatu obyek data atau keadaan obyek, sedang penghubung menyatakan hubungan antar obyek, atau hubungan antara obyek dengan keterangan obyek. Teknik berbasis kaidah/aturan (rule base) yaitu teknik pengembangan
dengan
menggunakan
pernyataan-pernyataan
IF
premis/pernyataan, THEN aksi/kesimpulan. Kaidah produksi digunakan untuk pengetahuan prosedural yang dapat distrukturisasi ke dalam bentuk: Jika, suatu keadaan tertentu, [Kondisi] maka keadaan lain dapat terjadi [aksi] dengan tingkat kepastian tertentu [c.f] Informasi dalam basis pengetahuan dimasukan ke dalam program komputer melalui proses penjabaran pengetahuan (knowledge representation). Menurut Marimin (2005), ada empat kriteria dalam memilih metode representasi pengetahuan, yaitu: (1) kemampuan representasi, artinya metode harus mampu mereprentasikan semua jenis pengetahuan yang diperlukan oleh sistem pakar; (2) kemudahan dalam penalaran, artinya metode harus mudah diproses untuk mencapai tahap kesimpulan; (3) efisiensi proses akuisisi,
34
artinya metode harus membantu tranlasi pengetahuan pakar ke dalam sistem komputer secara efisien, dan (4) efisiensi proses penalaran, artinya metode dapat diproses secara efisien untuk mencapai kesimpulan. 2.10.6 Mekanisme Inferensi Mesin inferensi adalah modul yang berisi strategi penalaran yang dipakai oleh pakar pada saat mengolah atau memanipulasi fakta dan aturan. Tugas utama dari mesin inferensi adalah menguji fakta dan kaidah serta menambah fakta baru jika memungkinkan serta memutuskan perintah sesuai dengan hasil penalaran yang telah dilaksanakan. Secara deduktif mesin inferensi memilih pengetahuan yang relevan dalam rangka mencapai konklusi, sehingga sistem dapat menjawab pertanyaan meskipun jawaban tersebut tidak tersimpan di dalam basis pengetahuan. Strategi penalaran terbagi atas penalaran pasti (Exact Reasoning Mechanism) dan tidak pasti (Inexact Reasoning Mechanism). Penalaran pasti mencakup modus ponen dan modus tolen. Modus ponen menggambarkan apabila ada kaidah: jika A, maka B dan diketahui bahwa A benar, maka dapat disimpulkan B adalah benar. Modus tolen menggambarkan apabila ada kaidah: jika A, maka B dan diketahui bahwa A salah, maka dapat disimpulkan bahwa B salah. Berdasarkan titik awal terdapat 3 strategi pengendalian terhadap tujuan, yaitu: (1) Penalaran kedepan (Forward Chaining) yaitu penalaran dimana gol atau solusi harus dikontruksi atau dirakit, hal ini disebabkan oleh kemungkinan hasil yang sangat besar. Dalam strategi ini premis dari aturan-aturan dievaluasi kebenarannya berdasarkan informasi/fakta yang telah ada; (2) Penalaran kebelakang (Backward Chaining) yaitu penalaran dimulai dari gol, dievaluasi syarat-syarat (premis) apa yang harus dipenuhi supaya gol tercapai, kemudian syarat-syarat tersebut menjadi sub gol, demikian seterusnya; dan (3) gabungan dari ke dua teknik pengendalian tersebut. Ketiga teknik tersebut, dalam implementasinya dipengaruhi oleh teknik penelusuran yang digunakan. Teknik penelusuran mencakup: DFS (depth-first search), yaitu metode pemeriksaan yang bergerak ke dalam lebih dahulu, baru
35
kemudian melebar ke samping, dan BFS (breadth-first search), yaitu metode pemeriksaan yang bergerak pada satu tataran lebih dahulu, baru kemudian ke bawah, dan BEFS (best-first search) yaitu teknik penelusuran yang merupakan gabungan dari BFS dan DFS. 2.10.7 Interaksi Manusia-Mesin Antarmuka pemakai merupakan sarana komunikasi antara pemakai dan komputer, sehingga memudahkan hubungan antara pemakai dengan mesin. Komunikasi berlangsung dengan menggunakan bahasa alamiah (natural language), menu atau grafik. Subsistem penjelasan berfungsi memberikan penjelasan kepada pemakai mengenai jalannya penalaran yang dipakai untuk menghasilkan suatu kesimpulan, atau memberikan penjelasan mengapa sistem menanyakan informasi tertentu. Melalui bagian ini pemakai dapat mengajukan pertanyaan khusus atau menanyakan bagaimana sistem membuat deduksi sampai tiba pada kesimpulan tertentu.
36
III. LANDASAN TEORI 3.1
Ordered Weighted-Averaging (OWA-Operator) Pengambilan keputusan yang melibatkan berbagai pihak (stake holders)
atau ahli dan dihadapkan kepada kriteria jamak disebut Multi Expert-Multi Criteria Decision Making atau ME-MCDM (Yager, 1993). Salah satu aspek penting dalam pengambilan keputusan pada ME-MCDM adalah agregasi pendapat dan salah satu teknik yang dapat digunakan adalah fuzzy. Teknik fuzzy digunakan dalam proses pengambilan keputusan, karena tidak semua permasalahan yang dihadapi di dunia nyata dapat dinyatakan secara eksak, yaitu ya atau tidak, tetapi mengandung ketidakpastian. Hal ini sering dinyatakan dengan ungkapan: mendekati, kira-kira, hampir, sedikit lebih besar dari, dan sebagainya yang sulit dinyatakan dalam besaran eksak. Teknik evaluasi pilihan bebas (Independent Preference Evaluation/IPE) merupakan salah satu cara untuk pengambilan keputusan. Yager (1993) merumuskan suatu metode komputasi non-numerik untuk proses pengambilan keputusan kelompok secara fuzzy. Metode komputasi dilakukan secara bertahap, yaitu: (1) agregasi terhadap kriteria; dan (2) agregasi terhadap semua ahli dengan Ordered Weighted Averaging (OWA-Operator). Di dalam metode evaluasi pilihan bebas, setiap pengambil keputusan dj ( j = 1,2,..., m ) dapat menilai secara alternatif si (i = 1,2,..., n ) pada setiap kriteria ak (k = 1,2,..., l ) secara bebas. Skala penilaian menggunakan simbol kualitatif (label linguistic) yang kemungkinan skornya adalah “sempurna” (S7), “sangat tinggi” (S6), “tinggi” (S5), “medium” (S4), “rendah” (S3), “sangat rendah” (S2), dan “tidak ada” (S1) atau himpunan S = (S1, S2, … S7). Penelitian ini hanya menggunakan metode OWA-Operator sebagai aggregasi untuk menghitung peringkat masing-masing variabel kriteria secara linguistik, yaitu setiap pakar melalui wawancara mendalam dj (j=1,2,3,4) menilai masing-masing kriteria ak (k=1,2,…n) pada faktor-faktor valuasi teknologi secara independen. Penilaian menggunakan lima linguistic label, yaitu: Tidak penting (T), Kurang penting (K), Cukup penting (C), Penting (P) dan Sangat penting (S).
37
Langkah-langkah agregasi dalam pengambilan keputusan dengan OWA Operator dapat diuraikan sebagai berikut: 1.
Setiap pembuat keputusan akan mendapatkan satu set nilai (L) pada setiap alternatif dan setiap kriteria dengan rumusan sebagai berikut:
[
]
L = v j (a1 ), v j (a1 ),.., v j (ak ) ………………….…………..…………….... (1) Keterangan: : v j (ak ) 2.
Skor evaluasi terhadap kriteria ke-k oleh pembuat keputusan ke-j
Menghitung pembobot nilai dengan menggunakan rumus: ⎡ ⎛ q − 1 ⎞⎤ w( j ) = Int ⎢1 + ⎜ j ∗ ⎟ …..…………….………..…..….………….. (2) r ⎠⎥⎦ ⎣ ⎝ Keterangan: w( j ) j r q Int
3.
: Pembobot nilai pakar ke-j : : : :
Pakar ke-j Jumlah pakar Jumlah skala Integer
Agregasi penentuan kesimpulan akhir dengan menggunakan rumus:
[
]
v( j ) = max w( j ) ∧ b( j ) .……………….…………..............…………….. (3)
Keterangan: max w( j ) ∧ b( j )
3.2
: Maksimum : Pembobot nilai pakar ke-j : Minimum : Solusi dari persamaan (2) yang diurutkan dari terendah ke tertinggi
Teknik Heuristik dalam Pengambilan Keputusan
Heuristik adalah metode dan aturan untuk melakukan pemilihan salah satu solusi yang dapat diharapkan dan diterima (George Polya dalam Setiawan 1993). Teknik heuristik merupakan pengembangan dari operasi aritmatika dan matematika logika. Ciri-ciri teknik heuristik secara umum adalah: (1) adanya operasi aljabar, yaitu penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian, (2) adanya perhitungan yang bertahap, dan (3) mempunyai tahapan yang terbatas sehingga dapat dibuat agoritma komputernya. Teknik heuristik dipilih karena
38
dapat
menyederhanakan
lingkup
pengambilan
keputusan
dan
dapat
menggunakan komputer untuk memecahkan masalah yang kompleks dalam waktu singkat. Heuristik dapat dibuat menjadi sebuah program penunjang keputusan, yaitu perancangan suatu program dalam menunjang pengambilan keputusan untuk tugas pemrosesan informasi yang bersifat kompleks. Program ini bukan merupakan program yang hanya terbatas pada pengolahan angka yang biasa dengan komputer, tetapi merupakan pengolahan yang biasa dilakukan oleh manusia dalam menangani berbagai persoalan. 3.3
Expert Panel
Resiko komersialisasi teknologi sangat mempengaruhi besarnya keuntungan yang dapat dicapai dari teknologi baru yang dimiliki oleh inventor (Razgaitis 2004). Resiko tersebut merupakan suatu hasil perkiraan berdasarkan persepsi pengguna teknologi. Nilai resiko ini menggambarkan nilai yang nantinya menjadi pedoman dalam melakukan negosiasi dalam komersialisasi teknologi (Gambar 8).
1
2
3 1
2
3
1
2
7) ≥ 70%
3
332, 323, 233 331, 313, 133 322, 232, 223
6) 61-70% 2
1
1
1
2
2
3 1 3 1
1
Faktor-faktor valuasi teknologi
2
2
3 1 3 1
2
2
2
Kategori resiko
Persepsi inventor
3
3
3
3
Persepsi investor
5) 51-60% 132, 123, 321, 222
4) 41-50% 3) 31-40% 2) 21-30%
113, 131, 311 221, 212, 112 221, 121, 112
1) ≤ 20%
111
222 Frekuensi
333
Sumber: diolah dari Razgaitis (2003). Gambar 8. Expert Panel untuk penentuan resiko. Nilai faktor resiko diperoleh berdasarkan pendapat pakar baik yang bersumber dari modul identifikasi maupun formulir faktor resiko. Pendapat pakar merupakan nilai-nilai ordinal dengan skor 1-4. Berdasarkan penilaian pendapat yang diberikan pakar kemudian dihitung peluang munculnya nilai-nilai skala tersebut. Dengan
39
rentang yang telah ditetapkan, peluang kemunculan tersebut disesuaikan untuk memperoleh nilai faktor resiko. Untuk menghitung nilai faktor resiko, hal yang pertama harus dilakukan adalah menentukan frekuensi peluang munculnya skor penilaian dengan menggunakan rumus sebagai berikut: m
p
n
F(l )1 = ∑ ∑ ∑ X jkf 1 , X jkf 1 = l ...........………..…...........………...….. (4) j =1 k =1 f =1 m
p
n
F(l )2 = ∑∑∑ X jkf 2 , X jkf 2 = l...........………..…...........……..….….. (5) j =1 k =1 f =1
Fl = F(l )1 + F(l )2 ……………..............………..…...........…..…….….. (6) Pl =
Fl
…………………..............………..…...........…..…….….. (7)
4
∑F l =1
l
Keterangan : F(l)1 F(l)2 j k f Xjkf Pl
: : : : : : :
Frekuensi skor ke-l untuk perhitungan ke-1 Frekuensi skor ke-l untuk perhitungan ke-2 Pakar ke-j Kriteria ke-k Faktor ke-f Pendapat pakar ke-j, untuk kriteria ke-k pada faktor ke-f Peluang munculnya skor ke-l
Mencari nilai konversi dari kriteria yang mempunyai skala penilaian 5 menjadi skala penilaian 4: ⎛ ⎡ S 4 − 1⎤ ⎞ conv(l ) = 1 + Int⎜⎜ c(l ) ⎢ ⎥ ⎟⎟ ⎝ ⎣ S5 ⎦ ⎠
: : : : :
Keterangan : conv (l) Int c(l) S4 S5
Konversi skor ke-l Integer Kriteria ke-l yang mempunyai skala penilaian 5 Skala penilaian 4 (S4=4) Skala penilaian 5 (S5=5)
Berikutnya menentukan bobot skor penilaian dengan rumus sebagai berikut: wl =
l −1 (rmax − rmin ) + rmin ….........…..........................……….……... (8) q −1
Keterangan : wl l q rmin rmax
: : : : :
Bobot skor ke-l (l=1…q) Skor ke-l Jumlah skor Faktor resiko minimum Faktor resiko maksimum
40
Nilai faktor resiko dapat diperoleh dengan menjumlahkan hasil kali frekuensi peluang dan bobot setiap skor dengan rumus sebagai berikut: q
k = ∑ Pl × wl ...…..............................................………..…………..... (9) l =1
Keterangan : k Pl wl q
: : : :
Nilai faktor resiko frekuensi Peluang skor ke-l Bobot skor ke-l Jumlah skor
Menurut Razgaitis (2004), faktor resiko dapat dibagi dalam tujuh kategori, yaitu: (1) Risk-free; (2) Very low risk; (3) Low risk; (4) Moderate risk; (5) High risk; (6) Very high risk; dan (7) Extremely high risk. Expert panel merupakan cara untuk menentukan faktor resiko berdasarkan pendapat pakar yang memfokuskan pada dua elemen komersialisasi teknologi, yaitu resiko teknologi dan target pemasaran. 3.4
Discounted Cash Flow (DCF)
Metode Discounted Cash Flow (DCF) merupakan metode yang berguna dalam mengetahui harga yang calon pengguna teknologi bersedia bayarkan pada saat kesepakatan terjadi, yaitu dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan yang didapatkan dari perolehan hak atas teknologi tersebut (Reilly, 2003 dalam Katz & McCormic, 2005). Penggunaan metode DCF untuk penilaian lisensi hampir sama dengan penilaian saham suatu perusahaan (Razgaitis, 2004). Penilaian saham suatu perusahaan diperoleh dari pembagian keuntungan yang sama dari suatu saham dengan menggunakan metode rasio price-earnings (P-E), yaitu harga yang seseorang bersedia untuk membayarnya saat ini berdasarkan atas prediksi mengenai penerimaan masa depan (Dickens, 1996). Nilai DCF sangat bergantung pada besarnya nilai Risk-Adjusted Hurdle Rate (RAHR) atau faktor resiko. Faktor resiko dapat diketahui dari salah satu jenis sudut pandang (Razgaitis, 2004), yaitu: (1) inflasi; (2) tingkat pengembalian alternatif yang tersedia; dan (3) resiko pengembalian. Terdapat tiga faktor yang menentukan DCF, yaitu: pemilihan waktu, besarnya nilai, dan resiko untuk pembayaran masa depan. Nilai DCF yang
41
didapatkan digunakan sebagai landasan prediksi harga terhadap teknologi yang akan dikomersialkan. Metode DCF didapatkan dengan menentukan faktor-faktor penyusunnya, yaitu biaya investasi, perjanjian lisensi dan keuntungan sebagai berikut: 1.
Biaya Investasi Biaya investasi merupakan biaya yang dikeluarkan pada saat penelitian dan
dikompensasikan pada nilai uang yang berlaku pada saat kesepakatan terjadi. Kompensasi ini memperhitungkan faktor resiko sehingga biaya yang diperhitungkan dapat meningkat atau menurun sesuai dengan tingkat resiko yang diprediksi. Ct = C0 (1 + k ) ………..…..................……………………..... (10) t
Keterangan : Ct C0 k t 2.
: : : :
Biaya investasi pada tahun ke-t Biaya investasi pada tahun pertama Resiko pengembalian Tahun
Perjanjian Lisensi Perjanjian lisensi (Licences Agreement/LA) merupakan perhitungan tingkat
atau jenis lisensi yang disepakati antara pembeli dan penjual yang meliputi jangka waktu lisensi dan jenis lisensi ekslusif. Jangka waktu lisensi biasanya disepakati pada nota kesepakatan di awal perjanjian lisensi. Ekslusivitas berkaitan dengan jumlah pengguna (pembeli) lisensi yang diinginkan oleh pemilik paten (n). Bila pembeli pertama menginginkan jenis lisensi eksklusif, berarti nilai n = 1. ⎡ ⎛ t t ⎞⎤ LA = ⎢ PLC C0 ⎜ ∑ (1 + k + PLC ) ⎟⎥ /n ..…..……...……..……..... (11) ⎝ 1 ⎠⎦ ⎣
Keterangan : LA : Perjanjian lisensi PLC : Rasio License/Cost (peluang kemungkinan pengembangan existing teknologi di waktu mendatang) C0 : Biaya investasi pada tahun pertama : Jangka waktu lisensi t : Resiko pengembalian k : Jumlah pengguna lisensi n
42
3.
Keuntungan Keuntungan dalam DCF memperhitungkan kompensasi atau reward untuk
inventor (Rr). Selain itu juga memperhitungkan kompensasi untuk institusi (Ri) dan resiko pengembaliannya. P = (Rr + Ri )C0 (1 + k ) ...….............................………..…..... (12) t
Keterangan : P Rr Ri C0 k t
: : : : : :
Keuntungan Kompensasi atau reward untuk inventor Kompensasi untuk institusi Biaya pada tahun pertama Resiko pengembalian Jangka waktu lisensi
Nilai harga lisensi teknologi dihitung dengan menjumlahkan ketiga aspek tersebut. Dengan demikian, nilai harga lisensi teknologi diperoleh berdasarkan rumusan berikut. DCF = Ct + LA + P ...…..................………………..……..... (13)
43
IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1
Kerangka Pemikiran
Nilai suatu invensi akan berbeda dilihat dari persepsi inventor dan investor yang sama-sama mempunyai kepentingan dalam menilai suatu teknologi. Karena hal tersebut, maka tercapainya fair market value suatu teknologi merupakan tujuan utama dari valuasi. Fair market value merupakan harga yang penjual bersedia bayarkan dan pembeli bersedia terima setelah terjadi kesepakatan. Harga ini dapat diperoleh dengan pendekatan substitusi pengetahuan mengenai teknologi yang sedang dinilai oleh inventor dan investor, sehingga diharapkan inventor dan investor memiliki tambahan pengetahuan mengenai teknologi yang sedang dinilai (Smith & Parr, 2000). Valuasi teknologi dilakukan dengan mengidentifikasikan persepsi inventor dan investor. Pengidentifikasian ini sangat penting karena baik inventor mupun investor memiliki faktor-faktor penentu valuasi teknologi sendiri sesuai dengan persepsinya. Faktor-faktor ini kemudian dinilai dan dirumuskan sehingga resiko untuk komersialisasi teknologi dapat diketahui. Faktor resiko juga dapat digunakan dalam mengkategorikan teknologi baru tersebut dalam tahapan teknologi bila teknologi tersebut akan dikomersialkan (Razgaitis, 2004). Selain itu, faktor resiko akan mempengaruhi harga teknologi yang akan dikomersialkan. Penentuan harga teknologi yang akan dikomersialkan menggunakan metode DCF berdasarkan persepsi inventor dimana biaya yang dikeluarkan pada saat melakukan penelitian akan dikompensasikan pada tingkat resiko sewaktu kesepakatan dilakukan. Kompensasi ini akan memperhitungkan faktor resiko sehingga penentuan harga yang diperhitungkan dapat meningkat atau menurun sesuai dengan jenis teknologi yang akan dikomersialkan. Inventor sebaiknya memprediksi terlebih dahulu nilai teknologi yang dihasilkan untuk menghindari resiko pemeliharaan biaya paten dalam waktu yang cukup lama, sehingga dapat memperkirakan penerimaan yang akan diperolehnya ataupun resiko yang dihadapinya. Sistem valuasi teknologi ini dibangun untuk membantu para inventor dalam menilai teknologi hasil invensinya agar dapat memberikan manfaat finansial dari hasil penemuannya.
44
Mulai
Nilai Pakar : Faktor Penentu Valuasi Teknologi
Identifikasi Elemen Sistem Valuasi Teknologi (Metode : penelusuran pustaka)
Elemen Penting : Faktor penentu, Pelaku
Faktor-faktor dan Skala Penilaian Valuasi Teknologi Penilaian oleh Pakar dilihat dari Persepsi Inventor dan Investor Nilai Pakar : Tingkat Kepentingan Faktor Valuasi Teknologi
Nilai Pakar : Perumusan Faktor Valuasi Teknologi
Perangkingan Variabel Valuasi Teknologi (Metode : OWA-Operator)
Tingkat Kepentingan Variabel-variabel Valuasi Teknologi
Identifikasi Atribut Valuasi Teknologi
Tingkat Kepentingan Atribut-atribut Valuasi Teknologi
Resiko Komersialisasi, Kelas Teknologi
Penghitungan Faktor Resiko (Metode : Expert Panel)
1. Biaya pembuatan invensi 2. Kompensasi untuk inventor 3. Kompensasi untuk institusi 4. Nilai-nilai yang diharapkan: - Jumlah pengguna lisensi - Periode lisensi
Perhitungan : Harga Lisensi, Perjanjian Lisensi, Keuntungan Lisensi (Metode : DCF) Harga Lisensi Teknologi
Selesai
Gambar 9. Tahapan penelitian pemodelan sistem valuasi teknologi berorientasi paten. 4.2
Tahapan Penelitian
Berdasarkan tahapan penelitian di atas, pelaksanaan penelitian melalui tahapan sebagai berikut: (1) Identifikasi elemen sistem valuasi teknologi berorientasi paten, (2) Pemodelan sistem valuasi teknologi berorientasi paten, (3) Pengumpulan data, dan (4) Perancangan sistem penunjang keputusan berbasis komputer. Identifikasi elemen sistem dimaksudkan untuk mendapatkan elemenelemen penting sistem yang digunakan untuk perancangan model sistem valuasi teknologi berorientasi paten. Pemodelan sistem digunakan untuk
45
merumuskan hubungan antara masukan dan keluaran dan memprediksi hasil yang dimungkinkan. Data dikumpulkan untuk verifikasi model. Perancangan sistem pengambilan keputusan berbasis komputer dimaksudkan untuk mendukung proses pengambilan keputusan penentuan harga teknologi baru hasil invensi secara cepat. 4.3
Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui observasi, wawancara dan pengisian kuesioner terhadap pakar di bidang pematenan teknologi, yaitu ahli teoritis dan praktisi yang terlibat berasal dari kantor manajemen HKI-IPB dan inventor. Data sekunder diperoleh dari dokumentasi dan literatur, yaitu buku, artikel, internet dan jurnal. 4.4
Metode Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan terhadap data primer yang telah dikumpulkan dengan menggunakan berbagai metode pengolahan yang tercakup dalam Model SPK valuasi teknologi berorientasi paten. Konfigurasi model ini terdiri dari submodel identifikasi elemen sistem, submodel resiko komersialisasi teknologi dan submodel penentuan harga lisensi teknologi. Submodel
elemen
sistem
valuasi
teknologi
ditujukan
untuk
mengidentifikasikan elemen penting sistem valuasi teknologi. Sistem ini terdiri dari dua kelompok elemen, yaitu pelaku komersialisasi teknologi dan faktor valuasi teknologi. Identifikasi pelaku sistem valuasi teknologi didasarkan atas kajian pustaka, survei lapangan dan pendapat ahli. Elemen ini mencakup pelaku dalam sistem HKI yang berpengaruh terhadap penentuan harga suatu teknologi baru. Metode yang digunakan dalam menentukan pelaku adalah dengan penelusuran pustaka. Submodel resiko komersialisasi teknologi tersusun atas: (1) perangkingan variabel valuasi teknologi; dan (2) identifikasi atribut valuasi teknologi. Perangkingan variabel valuasi teknologi ditujukan untuk mengetahui variabelvariabel valuasi yang dianggap penting sesuai dengan teknologi yang sedang dinilai dan identifikasi atribut valuasi teknologi ditujukan untuk mengidentifikasi 46
kondisi teknologi yang sedang dinilai. Perangkingan variabel valuasi teknologi dilakukan dengan menggunakan metode OWA-Operator. Pemilihan variabel dan atribut dilakukan berdasarkan persepsi investor dan inventor. Nilai faktor resiko diperoleh dengan menggunakan teknik Expert Panel berdasarkan peluang frekuensi skor pada pemilihan variabel dan atribut. Submodel penentuan harga lisensi teknologi bertujuan untuk menentukan harga kesepakatan antara inventor dan calon investor setelah terjadinya proses tawar menawar yang terdeskripsikan pada nilai faktor resiko. Metode yang digunakan adalah DCF, yaitu metode untuk mengetahui harga yang calon pengguna teknologi bersedia bayarkan pada saat kesepakatan terjadi. Harga kesepakatan di sini merupakan harga yang inventor bersedia terima dari hasil invensinya untuk dikomersialkan oleh investor dalam jangka waktu tertentu dan harga yang investor bersedia berikan sebagai pengganti dari hasil invensi yang akan dikomersialkan.
47
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1
Analisa Situasional Valuasi Teknologi Berorientasi Paten
Valuasi teknologi merupakan suatu aktivitas yang berusaha untuk mencapai tujuan dengan cara melakukan prediksi atas hasil yang akan didapat (Razgaitis, 2004). Hasil dari valuasi teknologi ini merupakan penentuan harga suatu teknologi. Menurut Razgaitis (2004), penentuan harga suatu teknologi baru adalah upaya menentukan harga dari suatu teknologi yang didasarkan atas kesepakatan antara inventor dan investor dimana tinggi rendahnya harga sangat ditentukan oleh kemampuan komunikasi dan pendekatan kedua belah pihak, sehingga penentuan harga dapat dipandang sebagai bentuk nyata dari aktivitas valuasi. Dalam melakukan aktivitas valuasi tersebut, terdapat perbedaan-perbedaan kepentingan antara inventor, investor dan juga berkaitan dengan perbedaan kepentingan pelaku lainnya, yaitu sentra HKI dan perguruan tinggi. Keterkaitan tersebut memunculkan adanya saling ketergantungan diantara para pelaku yang terlibat. Perbedaan kepentingan yang disebabkan adanya keragaman kebutuhan, kendala,
aktivitas
permasalahan
yang
dan
tujuan
kompleks,
dari
para
dinamis
pelaku/institusi
dan
probabilistik.
memunculkan Karakteristik
permasalahan tersebut memerlukan pendekatan sistem yang bercirikan pada keterpaduan dalam menyelesaikan masalah. Metode pemecahan masalah dengan pendekatan sistem diawali dengan analisa sistem dengan tahapan analisa kebutuhan, formulasi permasalahan, identifikasi sistem dan dilanjutkan dengan pemodelan sistem dan implementasi model. 5.2
Analisa Kebutuhan
Sistem valuasi teknologi berorientasi paten yang dirancang harus berorientasi tujuan dan bersifat efektif, sehingga dalam operasionalisasinya harus diupayakan dapat memenuhi kebutuhan para pelaku yang terlibat dalam sistem valuasi teknologi berorientasi paten. Berdasarkan hasil kajian pustaka, observasi lapangan dan diskusi dengan pelaku dan pakar, maka komponen pelaku/institusi yang terlibat dalam sistem valuasi teknologi berorientasi paten mencakup:
48
(1) inventor; (2) investor/industri; (3) sentra HKI; dan (4) perguruan tinggi. Masing-masing pelaku/institusi mempunyai kebutuhan. Titik-titik keterkaitan kebutuhan berpusat pada masalah teknologi (kualitas intrinsik), pasar dan potensi pemasaran yang merupakan titik temu kebutuhan diantara pelaku/institusi. Identifikasi kebutuhan dari masing-masing pelaku/institusi secara rinci tersaji pada Tabel 6. Tabel 6. Kebutuhan pelaku sistem valuasi teknologi berorientasi paten Pelaku/Institusi 1. Inventor 2. Investor (industri)
3. Sentra HKI 4. Perguruan tinggi
1. 2. 3. 1. 2. 3. 1. 2. 3. 1. 2. 3.
Kebutuhan Royalti/harga teknologi baru hasil invensi meningkat Pendapatan meningkat Kesinambungan terhadap hasil penelitian Meningkatkan kualitas produk yang sudah ada maupun yang baru Keuntungan meningkat Pesaing/kompetitor berkurang Pendapatan meningkat Posisi tawar meningkat Transfer ilmu dan teknologi bertambah Pendidikan dan pengajaran meningkat Penelitian dan pengembangan meningkat Pendapatan meningkat
Berdasarkan pada Tabel 6 terlihat bahwa terdapat kebutuhan yang berpotensi tidak sama karena perbedaan-perbedaan kepentingan masing-masing pelaku. Rekayasa sistem harus diupayakan dapat menyinkronkan kebutuhankebutuhan tersebut menjadi satu kesatuan kebutuhan sistem yang sinergis dalam mencapai tujuan yang dikehendaki. 5.3
Formulasi Permasalahan
Sistem valuasi teknologi akan efektif apabila kebutuhan masing-masing pelaku/institusi dapat terpenuhi dan menyelesaikan masalah yang timbul dalam memenuhi kebutuhan tersebut. Permasalahan valuasi teknologi berorientasi paten dapat diformulasikan seperti tersaji dalam Tabel 7.
49
Tabel 7. Permasalahan pelaku sistem valuasi teknologi berorientasi paten Pelaku/Institusi 1. Inventor (peneliti)
2. Investor (industri)
3. Sentra HKI
4. Perguruan tinggi
5.4
Permasalahan 1. Waktu untuk mendapatkan granted paten yang lama 2. Biaya pemeliharaan paten 3. Kemungkinan teknologi yang dipatenkan usang sebelum granted 4. Tidak memahami kebutuhan pengguna karena keterbatasan akses terhadap informasi pasar 1. Kesiapan teknologi untuk dikembangkan skalanya menjadi produksi massal 2. Kesesuaian invensi dengan bidang produksi 3. Biaya yang lebih besar untuk memproduksi dengan menggunakan teknologi baru hasil invensi 4. Kesulitan memprediksi invensi dengan daur hidup teknologi dan tren pasar 5. Sebagian industri masih berorientasi pedagang (bukan industrialis) yang mengejar keuntungan jangka pendek dan belum memandang penting kegiatan litbang 6. Industri hanya berminat pada produk litbang yang siap digunakan 7. Industri kurang yakin dengan keaslian dan realibilitas hasil litbang 8. Industri meragukan tanggung jawab pelaku penelitian terhadap kualitas hasil litbangnya dan efek negatifnya terhadap masyarakat (bila ada) 1. Nilai penawaran yang terlalu kecil atau tinggi ke investor 2. Posisi tawar yang rendah ke investor 3. Informasi mengenai kebutuhan investor dan kesesuaiannya terhadap invensi 1. Menghasilkan riset-riset yang market-oriented 2. Memperoleh pendapatan untuk menghasilkan riset-riset teknologi terbaru. 3. PP PT yang ada saat ini memandang bahwa litbang hanya merupakan pekerjaan riset dan bukan pada upaya komersialisasi teknologinya.
Identifikasi Sistem
Identifikasi sistem merupakan pencarian hubungan antara kebutuhan dengan permasalahan yang harus dipecahkan dalam memenuhi kebutuhan tersebut. Pengetahuan ini diperlukan untuk perancangan model dari sistem yang akan dikembangkan. Agregasi terhadap kebutuhan para pelaku teridentifikasi bahwa penentuan harga lisensi suatu teknologi baru memerlukan suatu titik temu diantara perbedaan-perbedaan kepentingan antara investor, inventor maupun sentra HKI dan Perguruan Tinggi. Penentuan harga lisensi teknologi baru dapat dilakukan dengan memperoleh informasi mengenai persepsi inventor dan investor terhadap
50
suatu invensi dilihat dari faktor-faktor kualitas intrinsik (teknologi), pasar dan potensi pemasaran. Informasi tersebut akan merangkum persepsi investor dalam menilai invensi dilihat dari keuntungan serta resiko yang harus investor terima bila menggunakan teknologi hasil invensi dan persepsi inventor dalam menilai invensinya dilihat dari keuntungan serta resiko yang harus inventor terima bila melisensikan invensi tersebut. Prediksi harga teknologi baru harus dilihat dari berbagai kepentingan tiap pelaku karena harga teknologi merupakan harga kesepakatan (fair value) antara inventor dan investor, serta melibatkan sentra HKI sebagai lembaga yang akan mengkomersialkan hasil invensi dan perguruan tinggi yang merupakan unit kerja dimana inventor berada. Hal ini dilakukan dengan cara mengidentifikasi dan merumuskan kebutuhan-kebutuhan sehingga diperoleh harga kesepakatan. Harga kesepakatan ini mungkin bukan harga tertinggi yang investor maupun inventor kehendaki, tetapi merupakan harga yang inventor dan investor dapat terima. Hubungan antar kebutuhan dengan penentuan harga teknologi baru dinyatakan dalam diagram sebab-akibat pada Gambar 10.
Industri
+
+
Sentra HKI +
+
Perguruan Tinggi
+ +
+
Daya Saing Perguruan Tinggi Kualitas Produk
Penelitian & Pengembangan
+ +
+
Invensi
+
Daya Saing Produk
+
Konsumen
Gambar 10. Diagram sebab akibat variabel yang berpengaruh terhadap pengembangan produk baru hasil invensi.
51
Penentuan harga teknologi baru menghadapi berbagai kendala kepentingan. Agregasi terhadap kendala kepentingan dapat dikelompokan secara garis besar ke dalam kepentingan inventor dan calon investor. Diagram input-output menggambarkan hubungan antara masukan dengan keluaran melalui proses tranformasi yang digambarkan sebagai kotak hitam. Input secara garis besar terdiri dari input yang terkendali dan tidak terkendali. Output terbagi dalam output yang dikehendaki dan tidak dikehendaki. Output yang tidak dikehendaki melalui pengendalian manajemen diatur sebagai input yang dapat dikendalikan. Keluaran yang dikehendaki dari pemodelan sistem valuasi teknologi adalah meningkatnya pendapatan inventor, investor dan sentra HKI. Bagi inventor, pendapatan ini berguna dalam menghasilkan penelitian selanjutnya dan kesejahteraan hidupnya, sedangkan bagi investor berguna dalam menjaga kelangsungan usahanya dalam memproduksi produk yang semakin kompetitif dan berdaya saing sehingga meningkatkan laba perusahaan. Bagi sentra HKI, hasil keluaran dari model ini dapat meningkatkan pemasukan bagi perguruan tinggi sehingga dapat meningkatkan pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengembangan ilmu dan teknologi. Diagram input-output sistem valuasi teknologi berorientasi paten tersaji pada Gambar 11. INPUT LINGKUNGAN 1. Hukum dan perundangan HKI implementasinya di Indonesia 2. Kondisi perekonomian Indonesia
INPUT TIDAK TERKENDALI 1. Persaingan industri 2. Perkembangan teknologi baru 3. Tren pasar
serta
1. 2. 3. 4.
OUTPUT DIKEHENDAKI Meningkatnya keuntungan Terdapatnya jaminan kualitas invensi Meningkatnya daya saing Meningkatnya kerjasama berkesinambungan
PEMODELAN SISTEM VALUASI TEKNOLOGI BERORIENTASI PATEN INPUT TERKENDALI 1. Informasi pasar 2. Biaya produksi skala massal 3. Technical assistant dari inventor
OUTPUT TIDAK DIKEHENDAKI 1. Kesalahan dalam memprediksi keinginan pasar 2. Perbedaan keuntungan yang tidak seimbang dari invensi yang dilisensikan dengan hasil jual produk hasil invensi MANAJEMEN PENGENDALIAN KOMERSIALISASI TEKNOLOGI
Gambar 11. Diagram input-output sistem valuasi teknologi berorientasi paten.
52
Situasi nyata sistem valuasi teknologi berorientasi paten yang berguna dalam melakukan komersialisasi teknologi sangat kompleks. Agar lebih efektif dan efisien dalam melakukan kajian dilakukan pemodelan sistem. Model adalah suatu perwakilan atau abstraksi dari sebuah situasi nyata. Oleh karena model adalah abstraksi dari suatu realitas, maka wujudnya lebih sederhana. Model memperlihatkan hubungan antara peubah masukan dengan keluaran melalui proses algoritmik dan hubungan matematik. Dasar pengembangan model adalah menemukan peubah-peubah penting dan tepat serta hubungan antar peubahpeubah tersebut. 5.5
Pemodelan Sistem
Pemodelan sistem direkayasa untuk mendukung proses pengambilan keputusan di dalam sistem valuasi teknologi berorientasi paten. Keputusan manajerial dalam melakukan valuasi teknologi adalah menentukan harga lisensi teknologi yang akan dikomersialkan. Pemodelan direkayasa untuk menghasilkan alternatif keputusan yang menghasilkan nilai kesepakatan (fair value) antara inventor dan investor dengan adanya substitusi pengetahuan dan tingkat kepentingan masing-masing pelaku sehingga diharapkan harga lisensi teknologi yang diperoleh dapat menjadi acuan dalam melakukan penawaran hasil invensi kepada calon investor. Pihak yang berkepentingan dalam keputusan tersebut adalah inventor sebagai pihak yang menghasilkan invensi, Perguruan Tinggi (PT) sebagai institusi tempat inventor bekerja, Sentra HKI sebagai bagian dari PT yang bertugas mengkomersialkan invensi dan investor yang menggunakan hasil invensi sebagai bagian dari usahanya. 5.6
Konfigurasi Model SPK V-Tech v1.2
Paket program SPK V-Tech v1.2 dibangun dengan menggunakan bahasa pemrograman komputer Microsoft Visual Basic versi 6.0. Pembangunan SPK ini bertujuan untuk memberikan kerangka model dan perangkat lunak valuasi teknologi bagi inventor dan manajemen HKI sehingga menjadi dasar acuan untuk melakukan negoisasi dengan investor sebagai calon pengguna. 53
Konfigurasi model SPK menggambarkan komponen di dalam sistem dan keterkaitan antar komponen sistem. Konfigurasi model SPK V-Tech v1.2 terdiri dari tiga komponen utama, yaitu: sistem manajemen basis model (Model-based Management System/MBMS), sistem manajemen basis data (Data-based Management System/DBMS) dan sistem manajemen dialog (Dialog Management System). Tampilan muka SPK V-Tech v1.2 tersaji pada Lampiran 7. Konfigurasi
model SPK valuasi teknologi berorientasi paten yang tercakup dalam SPK V-Tech v1.2 tersaji pada Gambar 12. MODEL
DATA
Sistem Manajemen Basis Model:
Sistem Manajemen Basis Data:
1. Faktor valuasi teknologi 2. Variabel valuasi teknologi 3. Atribut valuasi teknologi 4. Biaya pembuatan invensi 5. Kompensasi untuk inventor dan institusi 6. Nilai yang inventor harapkan dari jumlah pengguna lisensi dan periode lisensi.
Submodel elemen valuasi teknologi Submodel resiko komersialisasi teknologi Submodel penentuan harga lisensi teknologi
Sistem Pengolahan Terpusat
Sistem Manajemen Dialog
Pengguna
Gambar 12. Konfigurasi model SPK valuasi teknologi berorientasi paten. Basis data (data-based) yang terdapat dalam sistem manajemen basis data digunakan oleh basis model (model-based) yang terdapat pada sistem manajemen basis model, proses eksekusi data oleh model berlangsung di dalam sistem pengolahan terpusat. Alternatif keputusan yang dapat dihasilkan oleh sistem pengolahan terpusat dapat diminta dan diperoleh hasilnya oleh pengguna SPK VTech v1.2 melalui sistem manajemen dialog.
54
Keterkaitan antar submodel dapat dilihat dalam diagram alir Gambar 13. Hasil identifikasi pelaku komersialisasi teknologi dan faktor-faktor valuasi teknologi akan menjadi landasan untuk menentukan variabel-variabel valuasi teknologi. Kemudian, setelah variabel-variabel tersebut diperoleh maka dibuat perangkingan untuk menunjukan tingkat kepentingan masing-masing variabel dalam suatu valuasi teknologi dengan teknologi yang berbeda-beda. Setiap variabel mempunyai atribut yang mengidentifikasikan sifat dari variabel tersebut. Variabel-variabel dan atribut-atribut tersebut dipilih berdasarkan jenis teknologi yang dinilai dan memberikan informasi kepada pengguna dalam bentuk prediksi resiko, kelas teknologi dan posisi invensi dalam siklus daur hidup teknologi untuk komersialisasi suatu invensi. Dengan memperhitungkan biaya pembuatan invensi, kompensasi untuk inventor dan institusi dan nilai-nilai yang diharapkan dari jumlah pengguna lisensi dan periode lisensi maka harga lisensi teknologi dari invensi yang sedang dinilai dapat diketahui.
55
Mulai
1. Pelaku-pelaku komersialisasi teknologi 2. Faktor-faktor valuasi teknologi Proses: 1. Identifikasi pelaku komersialisasi teknologi 2. Identifikasi faktor valuasi teknologi (Submodel elemen sistem valuasi teknologi) Output: Faktor valuasi teknologi 1. Variabel-variabel valuasi teknologi 2. Atribut-atribut valuasi teknologi Proses: 1. Perangkingan variabel valuasi teknologi 2. Identifikasi atribut valuasi teknologi (Submodel resiko komersialisasi teknologi) Output: Faktor resiko dan kelas teknologi Proses: Perhitungan harga lisensi teknologi dan rekomendasi pemasarannya 1. Biaya pembuatan invensi 2. Kompensasi untuk inventor dan institusi 3. Nilai-nilai yang diharapkan: - Jumlah pengguna lisensi - Periode lisensi
(Submodel harga lisensi teknologi) Output: Harga lisensi teknologi Selesai
Gambar 13. Diagram alir SPK valuasi teknologi berorientasi paten. 5.7
Sistem Manajemen Basis Model
Sistem Manajemen Basis Model mengelola, mengubah dan mengontrol model komputasi data yang ada untuk pengambilan keputusan. Pembuatan rancang bangun ini merekayasa model untuk penentuan resiko dan penentuan harga teknologi. Basis model dalam Model SPK V-Tech v1.2 terdiri dari tiga submodel, yaitu submodel elemen valuasi teknologi, submodel resiko komersialisasi teknologi, dan submodel penentuan harga lisensi teknologi.
56
5.7.1 Submodel Elemen Sistem Valuasi Teknologi
Submodel
elemen
sistem
valuasi
teknologi
ditujukan
untuk
mengidentifikasikan elemen penting sistem valuasi teknologi. Sistem valuasi teknologi terdiri dari dua kelompok elemen, yaitu pelaku komersialisasi teknologi dan faktor valuasi teknologi. Identifikasi pelaku sistem valuasi teknologi didasarkan atas kajian pustaka, survei lapangan dan pendapat ahli. Elemen pelaku sistem mencakup pelaku dalam sistem HKI yang berpengaruh terhadap penentuan harga suatu teknologi baru. Faktor valuasi teknologi disesuaikan dengan komponen utama sistem HKI (faktor teknologi, pemasaran dan potensi pemasaran) dan perbedaan kepentingan pelaku-pelaku sistem HKI. Adapun dalam perkembangannya, faktor valuasi dapat disesuaikan dengan teknologi yang sedang dinilai ke dalam sistem. 5.7.2 Submodel Resiko Komersialisasi Teknologi
Submodel ini dirancang dengan maksud untuk menentukan resiko komersialisasi dan kelas teknologi. Masukan model berasal dari identifikasi elemen sistem valuasi, yaitu faktor valuasi teknologi. Faktor valuasi ini diidentifikasikan variabel penilaian, skala penilaian dan atribut penilaiannya. Variabel penilaian dibuat perangkingannya dan ditentukan nilainya dengan menggunakan OWA-Operator dan digabung dengan nilai dari atribut valuasi teknologi sehingga dengan menggunakan Expert Panel akan didapatkan faktor resiko komersialisasi teknologi. 5.7.2.1 Perangkingan Variabel Valuasi Teknologi
Penggunaan metode pengambilan keputusan grup secara fuzzy dengan metode OWA-Operator dilakukan untuk menghitung peringkat masing-masing variabel pada faktor-faktor valuasi teknologi. Salah satu alasan menggunakan fuzzy (Chu, 1993) adalah merujuk kepada situasi dimana tidak adanya batas-batas
kepastian baku (no well-defined boundaries, impreciseness, vagueness, dan uncertainty) terhadap suatu set aktivitas atau observasi yang digunakan dalam
kaitannya terhadap MCDM (Multi Criteria Decision Making). Gambar 14 di bawah menunjukan diagram alir perangkingan variabel valuasi teknologi.
57
Metode OWA-Operator digunakan untuk menghitung peringkat masingmasing variabel kriteria secara linguistik, yaitu setiap pakar melalui wawancara mendalam dj (j=1,2,3,4) menilai masing-masing variabel ak (k=1,2,…n) pada faktor-faktor valuasi teknologi secara independen. Penilaian menggunakan linguistic label dengan lima linguistic label, yaitu Tidak penting (T), Kurang
penting (K), Cukup penting (C), Penting (P) dan Sangat penting (S). Mulai Penentuan Jumlah Variabel ak, (kteknologi=1,2,…..10) 1. 2. 3. 4. 5.
Posisi invensi Kebaruan Tahap pengembangan Kemudahan pengembangan Daya saing
1. 2. 3. 4. 5.
Potensi pengguna akhir Tren pasar Potensi cakupan pasar Urgensi kebutuhan Waktu untuk memasarkan
6. Fleksibilitas & kompabilitas 7. Technical service 8. Kekhasan invensi 9. Masa umur teknologi 10. Rentan plagiasi
Penentuan Jumlah Variabel ak, (kpasar=1,2,…..10) 6. Tingkat persaingan pasar 7. Estimasi volume penjualan 8. Investasi untuk produk 9. Investasi untuk pengemb. invensi 10. Ketersediaan bahan-bahan
Penentuan Jumlah Variabel ak, (kpotensi pemasaran=1,2,…..10) 1. 2. 3. 4. 5.
Selisih keuntungan Besarnya nilai lisensi Pemanfaatan bahan di Ind. Biaya yang dapat dihindari Biaya technical service
6. Reputasi inventor 7. Potensi penciptaan lap. kerja baru 8. Skala potensi penggerak ekonomi 9. Bentuk hasil invensi 10. Potensi dampak terhadap lingkungan
Penentuan Pendapat Pakar dj, (j=1,2,3,4) (1=Inventor 1, 2=Inventor 2, 3=Investor 3, 4=Investor 4 Penentuan Jumlah Linguistic Label (T=Tidak penting, K=Kurang penting, C=Cukup penting, P=Penting, S=Sangat penting Penilaian Terhadap Variabel bagi Setiap Pendapat Pakar Perhitungan Bobot Nilai Pendapat Pakar ⎡ ⎛ q − 1 ⎞⎤ w( j ) = Int ⎢1 + ⎜ j ∗ ⎟ r ⎠⎥⎦ ⎣ ⎝
(S=inventor 1, P=inventor 2, C=investor 1, K=investor 2)
Agregasi Penentuan Kesimpulan Akhir v ( k ) = max w( j ) ∧ b( j ) , bj hasil ordering dari vk
[
]
Selesai
Gambar 14. Diagram alir perangkingan variabel valuasi teknologi.
58
5.7.2.2 Pengidentifikasian Atribut Valuasi Teknologi
Pengidentifikasian atribut valuasi teknologi dilakukan dari setiap variabel pada faktor-faktor valuasi teknologi. Setiap variabel ak (k=1,2,…n) memiliki atribut av (k=1,2,3,4) pada faktor-faktor valuasi teknologi berdasarkan persepsi investor dan inventor dj (j=1,2,3,4) sesuai dengan teknologi yang sedang dinilai. Atribut ini bersifat penjelasan dari variabel yang sudah dinilai, sehingga penilaiannya berbentuk deskriptif. Mulai Penentuan Jumlah Variabel ak, (kteknologi=1,2,…..10) 1. 2. 3. 4. 5.
Posisi invensi Kebaruan Tahap pengembangan Kemudahan pengembangan Daya saing
1. 2. 3. 4. 5.
Potensi pengguna akhir Tren pasar Potensi cakupan pasar Urgensi kebutuhan Waktu untuk memasarkan
1. 2. 3. 4. 5.
Selisih keuntungan Besarnya nilai lisensi Pemanfaatan bahan di Ind. Biaya yang dapat dihindari Biaya technical service
6. Fleksibilitas & kompabilitas 7. Technical service 8. Kekhasan invensi 9. Masa umur teknologi 10. Rentan plagiasi
Penentuan Jumlah Variabel ak, (kpasar=1,2,…..10) 6. Tingkat persaingan pasar 7. Estimasi volume penjualan 8. Investasi untuk produk 9. Investasi untuk pengemb. invensi 10. Ketersediaan bahan-bahan
Penentuan Jumlah Variabel ak, (kpotensi pemasaran=1,2,…..10) 6. Reputasi inventor 7. Potensi penciptaan lap. kerja baru 8. Skala potensi penggerak ekonomi 9. Bentuk hasil invensi 10. Potensi dampak terhadap lingkungan
Penentuan Pendapat Pakar dj, (j=1,2,3,4) (1=Inventor 1, 2=Inventor 2, 3=Investor 3, 4=Investor 4
Penentuan Jumlah Atribut dari Setiap Variabel av, (v=1,2,3,4) Penilaian Terhadap Atribut Bagi Setiap Pendapat Pakar Selesai
Gambar 15. Diagram alir pengidentifikasian atribut valuasi teknologi. 5.7.2.3 Penentuan Resiko Komersialisasi Teknologi
Nilai faktor resiko diperoleh berdasarkan persepsi inventor dan investor dari perangkingan variabel dan identifikasi atribut valuasi teknologi. Variabel penilaian dibuat perangkingannya dan ditentukan nilainya dengan menggunakan OWAOperator dan digabung dengan nilai dari atribut valuasi teknologi sehingga
59
dengan menggunakan Expert Panel akan didapatkan faktor resiko komersialisasi teknologi. Persepsi inventor dan investor berupa nilai-nilai ordinal dengan skor 1-4. Berdasarkan penilaian tadi, kemudian dihitung peluang munculnya nilai-nilai skala tersebut. Mulai
Nilai Variabel Valuasi Teknologi
Nilai Atribut Valuasi Teknologi
Perhitungan Frekuensi Peluang Skor ke-l (pl) m
n
p
Fl (1) = ∑∑∑ X jkf (1) , X jkf (1) = l j =1 k =1 f =1 m
n
p
Fl ( 2 ) = ∑∑∑ X jkf ( 2 ) , X jkf ( 2 ) = l j =1 k =1 f =1
Fl = Fl (1) + Fl ( 2 ) pl =
Fl 4
∑F l =1
l
Dimana: Fl(1) = Frekuensi skor ke-l untuk perhitungan ke-1 Fl(2) = Frekuensi skor ke-l untuk perhitungan ke-2
Mencari nilai konversi dari kriteria yang mempunyai skala penilaian 5 menjadi skala penilaian 4
conv
(l )
⎛ ⎡ S 4 − 1⎤ ⎞ = 1 + Int ⎜⎜ c ( l ) ⎢ ⎟⎟ ⎣ S 5 ⎥⎦ ⎠ ⎝
Perhitungan Bobot Skor ke-l (wl)
wl =
l −1 ( rmax − rmin ) + rmin q −1
Perhitungan Faktor Resiko (k)
k =
q
∑
l =1
Pl × w l
Selesai
Gambar 16. Diagram alir submodel faktor resiko komersialisasi teknologi.
60
5.7.3 Submodel Penentuan Harga Lisensi Teknologi
Submodel ini berfungsi untuk memperkirakan harga lisensi teknologi dengan berdasarkan pada faktor resiko komersialisasi teknologi, biaya pembuatan invensi, kompensasi untuk inventor dan institusi serta jumlah pengguna lisensi dan periode lisensi yang diharapkan. Harga lisensi, perjanjian lisensi dan keuntungan lisensi teknologi baru dihitung dengan metode DCF sehingga didapatkan harga lisensi teknologi. Diagram alir submodel penentuan harga lisensi teknologi disajikan pada Gambar 17.
Mulai
1. 2. 3. 4.
Faktor Resiko Komersialisasi Teknologi Biaya pembuatan invensi Kompensasi untuk inventor dan Institusi Jumlah pengguna lisensi dan periode lisensi yang diharapkan
Harga Lisensi: Ct = C 0 (1 + k )
t
⎡
⎛
⎣
t
∑ (1 + k + P ) ⎝
Perjanjian Lisensi: LA = ⎢ PLC C 0 ⎜
p
LC
1
Keuntungan Lisensi: P = (Rr + Ri )C 0 (1 + k )
⎞⎤ ⎟⎥ /n ⎠⎦
t
Harga Lisensi Teknologi:
Ct + LA + P Selesai
Gambar 17. Diagram alir submodel harga lisensi teknologi. 5.8
Sistem Manajemen Basis Data
Sistem manajemen basis data merupakan komponen SPK yang terdiri dari basis data dan set program pengelola untuk menambah, menghapus, mengambil, membaca data, dikreasikan dan dikontrol sesuai dengan kebutuhan pengguna. Melalui sistem manajemen basis data (Data-based Management System/DBMS) yang bersifat interaktif dan fleksibel, akses dan ekstraksi data cepat dilakukan. Basis data yang dikelola dalam model SPK V-Tech v1.2 adalah pada basis data
61
penentuan
resiko
dan
penentuan
harga
lisensi
teknologi
yang
akan
dikomersialkan. 5.9
Mesin Inferensi
Mesin inferensi merupakan bagian yang mengarahkan dan memanipulasi fakta, pengetahuan dan model yang disimpan dalam basis pengetahuan untuk memperoleh kesimpulan. Adapun tugas utama dari mesin inferensi adalah menguji fakta dan kaidah, menambah fakta baru jika memungkinkan, serta memutuskan perintah sesuai dengan hasil penalaran yang telah dilakukan. 5.10 Sistem Manajemen Dialog
Sistem Manajemen Dialog merupakan antarmuka (interface) atau penghubung antara sistem pengolahan terpusat dengan pengguna Model SPK V-Tech v1.2 untuk menilai dan memprediksi harga lisensi teknologi yang dihasilkan berdasarkan persepsi inventor dan investor. Masukan dari pengguna dapat berupa data dan parameter, sedangkan keluaran sistem berupa informasi dalam bentuk nilai yang mudah dipahami sebagai bahan untuk mendukung pengambilan keputusan. 5.11 Verifikasi Model
Model dalam sistem penunjang keputusan yang digunakan untuk melakukan valuasi teknologi dalam menentukan harga suatu teknologi tercakup dalam model V-Tech v1.2 dan terdiri dari tiga submodel, yaitu: (1) submodel elemen valuasi teknologi; (2) submodel resiko komersialisasi teknologi; dan (3) submodel penentuan harga lisensi teknologi. Terdapat dua jenis invensi IPB yang diverifikasi berdasarkan hasil pertimbangan dewan pakar HKI IPB. Pemilihan kedua jenis hasil invensi ini berdasarkan pada pertimbangan kemungkinan komersialisasinya dilihat dari jenis teknologi dan potensi pemasarannya. Kedua jenis hasil invensi tersebut adalah: (1) teknologi komposisi permen cajuput untuk pelega tenggorokan; dan (2) teknologi sari buah pala instan.
62
5.12 Submodel Elemen Sistem Valuasi Teknologi
Submodel elemen sistem valuasi teknologi ditujukan untuk mendapatkan elemen-elemen pelaku sistem dan mengidentifikasi faktor-faktor valuasi teknologi. Identifikasi pelaku sistem valuasi teknologi didasarkan atas kajian pustaka, survei lapangan dan pendapat ahli. Elemen pelaku sistem mencakup pelaku dalam sistem HKI yang berpengaruh terhadap penentuan harga suatu teknologi baru. Metode yang digunakan dalam menentukan pelaku dalam sistem valuasi teknologi dengan penelusuran pustaka dan pendapat ahli. Hasil verifikasi model identifikasi terhadap elemen pelaku dalam sistem valuasi teknologi teridentifikasi 4 (empat) elemen pelaku penting, yaitu: a. Inventor b. Investor (industri) c. Sentra HKI d. Perguruan Tinggi Nilai dari suatu teknologi sangat dipengaruhi dari tingkat perkembangan suatu teknologi. Nilai dari suatu teknologi meningkat secara non-linier tetapi mengikuti pola kurva daur hidup teknologi seperti terlihat pada Tabel 8. Tabel 8. Nilai dari suatu teknologi Status Mature/fully commercialized Developed/market introduction Developing Early stage Sumber: Anson 2005.
Nilai Tinggi
Rendah
Salah satu pertimbangan utama dalam menilai teknologi adalah dengan melihat posisi teknologi dalam tahapan pengembangan (stage of development) teknologi.
Pertimbangan
tersebut
mencakup
faktor-faktor
utama
di
bawah ini (Anson 2005): 1.
Keunikan atau kebaruan teknologi
2.
Tingkat perkembangan teknologi
3.
Nilai kompetitif dari teknologi yang sudah ada (existing)
4.
Waktu dan biaya proses yang diperlukan untuk mengkomersialkan teknologi
63
5.
Kemampuan untuk melindungi teknologi dengan berbagai macam jenis paten (klaim)
6.
Ukuran pasar dan prospek masa depan dari pasar yang diharapkan
7.
Pengaruh strategis dan ekonomi dari posisi teknologi di masa yang akan datang Berdasarkan faktor-faktor pertimbangan di atas dapat diketahui bahwa nilai
suatu teknologi baru merupakan situasi yang sangat spesifik dalam konteks untuk menilai paten dan teknologi, yaitu dengan membandingkan suatu teknologi yang sudah ada (existing) dengan teknologi baru yang akan dinilai. Misalnya teknologi yang masih dalam taraf perkembangan dibandingkan dengan yang sudah maju dan teknologi yang kompetitif dibandingkan dengan kurang kompetitif (Anson 2005). Berdasarkan pada pertimbangan faktor-faktor utama dalam menilai teknologi maka dilakukan break down terhadap pertimbangan faktor-faktor utama menjadi faktor-faktor untuk melakukan valuasi terhadap suatu teknologi baru. Faktor-faktor ini dikelompokan sesuai dengan komponen utama sistem HKI dan perbedaan kepentingan pelaku-pelaku sistem HKI, sehingga terdefinisikan menjadi tiga faktor utama, yaitu: (1) faktor teknologi; (2) faktor pemasaran; dan (3) faktor potensi pemasaran. Hasil verifikasi model terhadap faktor-faktor penentu dalam sistem valuasi teknologi teridentifikasi tiga faktor penting beserta variabel-variabelnya sebagai berikut: a.
Faktor Teknologi
1.
Kedudukan (posisi) invensi berdasarkan pada kurva daur hidup teknologi.
2.
Kebaruan dan langkah inventif.
3.
Tahap pengembangan teknologi yang dicapai saat ini.
4.
Kemudahan pengembangan produksi skala massal.
5.
Daya saing terhadap produk yang sudah ada di pasar.
6.
Fleksibilitas dan kompabilitas.
7.
Kemungkinan memperoleh technical service dari inventor.
8.
Kekhasan invensi dibandingkan dengan teknologi lainnya.
9.
Masa umur teknologi yang dihasilkan dapat bertahan pada industri sejenis.
64
10.
Kemudahan teknologi untuk ditiru (rentan plagiasi), sehingga mempengaruhi masa dan nilai lisensi.
b.
Faktor Pasar
1.
Potensi jumlah pengguna akhir.
2.
Tren pasar.
3.
Potensi cakupan wilayah pasar.
4.
Urgensi kebutuhan.
5.
Waktu untuk memasarkannya.
6.
Tingkat persaingan pasar.
7.
Estimasi volume penjualan dari pengembangan produk yang dibuat dari hasil invensi.
8.
Besarnya investasi yang diperlukan untuk menggunakan atau memproduksi invensi yang dihasilkan.
9.
Biaya modal investasi untuk pengembangan produk hasil invensi.
10.
Ketersediaan bahan-bahan utama pembuatan produk hasil invensi pada setiap daerah.
c.
Faktor Potensi Pemasaran
1.
Selisih keuntungan (marjin) yang dapat dicapai untuk membuat invensi menjadi produk skala massal.
2.
Besarnya nilai lisensi dari invensi yang dihasilkan.
3.
Pemanfaatan (renewable) resources atau material berbasis Indonesia
4.
Jumlah biaya dan resiko yang inventor dapat hindari dengan memberikan
lisensi
ke
investor
dibandingkan
jika
harus
mengembangkan sendiri. 5.
Biaya yang investor harus keluarkan untuk mendapatkan upgrading teknologi hasil invensi dan technical service dari inventor.
6.
Reputasi inventor dalam menghasilkan invensi-invensi sebelumnya.
7.
Potensi penciptaan pendapatan dan lapangan kerja baru.
8.
Skala potensi sebagai penggerak ekonomi.
9.
Bentuk hasil invensi.
10.
Potensi dampak terhadap lingkungan.
65
5.13 Submodel Resiko Komersialisasi Teknologi
Submodel resiko komersialisasi teknologi tersusun atas: (1) perangkingan variabel valuasi teknologi; dan (2) identifikasi atribut valuasi teknologi. Perangkingan variabel valuasi teknologi ditujukan untuk mengetahui variabel valuasi yang dianggap penting sesuai dengan teknologi yang sedang dinilai dan identifikasi atribut valuasi teknologi ditujukan untuk mengidentifikasi kondisi teknologi yang sedang dinilai. 5.13.1 Perangkingan Variabel Valuasi Teknologi
Perangkingan variabel valuasi teknologi dilakukan dengan menggunakan metode OWA-Operator. Berdasarkan pada hasil verifikasi terhadap dua teknologi unggulan IPB yang akan dikomersialkan melalui penilaian empat orang pakar yang berbeda pada setiap jenis teknologi, maka menghasilkan penilaian yang berbeda sesuai dengan jenis teknologi dan variabel-variabel pentingnya. Metode OWA-Operator digunakan untuk menghitung peringkat masingmasing variabel kriteria secara linguistik, yaitu setiap pakar melalui wawancara mendalam dj (j=1,2,3,4) menilai masing-masing kriteria ak (k=1,2,…n) pada faktor-faktor valuasi teknologi secara independen. Untuk kteknologi=1,2,….12; kpasar=1,2,…..13; dan kpotensi pemasaran=1,2,…..10. Penilaian menggunakan linguistic label dengan lima linguistic label, yaitu Tidak penting (T), Kurang penting (K),
Cukup penting (C), Penting (P) dan Sangat penting (S). Berdasarkan hasil penilaian dari pendapat pakar melalui wawancara mendalam, maka untuk setiap kriteria ak (k=1,2,…n), setiap pakar dj (j=1,2,3,4) akan menghasilkan satu set {vj(a1), vj(a2)…vn(an)}, dimana vj (ak) adalah hasil penilaian kriteria ke-k oleh pendapat pakar yang ke-j. Hasil matriks dari penilaian untuk setiap kriteria bagi setiap pakar dari faktor teknologi, pemasaran dan potensi pemasaran berdasarkan baris dan kolom, dimana baris menunjukan kriteria dan kolom menunjukan pakar. Tampilan masukan data OWA-Operator dan hasil penilaian pakar untuk setiap teknologi sebagai berikut.
66
a. Perangkingan Variabel-variabel Valuasi Teknologi Komposisi Permen Cajuput untuk Pelega Tenggorokan
Perangkingan variabel valuasi teknologi terhadap teknologi komposisi permen cajuput untuk pelega tenggorokan dengan menggunakan metode OWAOperator menghasilkan bobot perangkingan tingkat kepentingan masing-masing variabel. Matriks vjk disajikan sebagai berikut: Teknologi: ⎛C P ⎜ ⎜C P ⎜C P ⎜ ⎜P P ⎜C S ⎜ ⎜P P v jk = ⎜ ⎜C S ⎜P C ⎜ ⎜C P ⎜S K ⎜ ⎜S C ⎜C C ⎝
Pasar: C C P P C P P K P S P S
P ⎞ ⎟ C⎟ C⎟ ⎟ P ⎟ P ⎟⎟ K⎟ ⎟ C⎟ P⎟ ⎟ P⎟ S⎟ ⎟ P⎟ C ⎟⎠
v jk
⎛P ⎜ ⎜P ⎜S ⎜ ⎜C ⎜S ⎜ ⎜C ⎜ =⎜P ⎜K ⎜ ⎜K ⎜K ⎜ ⎜C ⎜P ⎜ ⎜S ⎝
P
S
P P K
P P P
P C C
C S P
S P P P
C S P P
C C
C S
S⎞ ⎟ S⎟ P⎟ ⎟ P⎟ C ⎟⎟ S⎟ ⎟ P⎟ P⎟ ⎟ P⎟ C⎟ ⎟ P⎟ S⎟ ⎟ S ⎟⎠
Potensi Pemasaran: ⎛S P P P ⎞ ⎟ ⎜ ⎜C P P K ⎟ ⎜P P P K ⎟ ⎟ ⎜ ⎜C C C C ⎟ ⎜K P C C⎟ ⎟ v jk = ⎜ ⎜K K K K⎟ ⎟ ⎜ ⎜P P C P⎟ ⎜C C P C⎟ ⎟ ⎜ ⎜P C C C ⎟ ⎜K P C P ⎟ ⎠ ⎝
Matriks hasil ordering (bjk) didapatkan dengan mengurutkan matriks vjk dari yang terendah ke yang tertinggi. Matriks bjk disajikan sebagai berikut: Teknologi: ⎛C C ⎜ ⎜C C ⎜C C ⎜ ⎜P P ⎜C C ⎜ ⎜K P b jk = ⎜ ⎜C C ⎜K C ⎜ ⎜C P ⎜K S ⎜ ⎜C S ⎜C C ⎝
Pasar: P C P P S P S P P S P C
P⎞ ⎟ P⎟ P⎟ ⎟ P⎟ P ⎟⎟ P⎟ ⎟ P⎟ P⎟ ⎟ P⎟ S⎟ ⎟ P⎟ S ⎟⎠
b jk
⎛S ⎜ ⎜S ⎜S ⎜ ⎜K ⎜C ⎜ ⎜C ⎜ = ⎜C ⎜K ⎜ ⎜K ⎜K ⎜ ⎜C ⎜C ⎜ ⎜C ⎝
S
P
P P C C C
P P P S S
P C S C
P S P P
P P C S S S
P⎞ ⎟ P⎟ P⎟ ⎟ P⎟ P ⎟⎟ S⎟ ⎟ P⎟ P⎟ ⎟ P⎟ P⎟ ⎟ P⎟ P⎟ ⎟ S ⎟⎠
Potensi Pemasaran: ⎛S P P P ⎞ ⎜ ⎟ ⎜K C P P ⎟ ⎜K P P P ⎟ ⎜ ⎟ ⎜C C C C ⎟ ⎜K C C P ⎟ ⎟ b jk = ⎜ ⎜K K K K⎟ ⎜ ⎟ ⎜C P P P⎟ ⎜C C C P⎟ ⎜ ⎟ ⎜C C C P ⎟ ⎜K C P P ⎟ ⎝ ⎠
67
⎡ ⎛ q − 1 ⎞⎤ Dengan menggunakan rumus w( j ) = Int ⎢1 + ⎜ j ∗ ⎟ , maka penentuan bobot r ⎠⎥⎦ ⎣ ⎝ nilai keputusan pakar diperoleh dengan hasil sebagai berikut: ⎡ ⎛ 5 − 1 ⎞⎤ w(1) = Int ⎢1 + ⎜1 ∗ ⎟ , sehingga didapatkan w(1) = Int[2] = K 4 ⎠⎥⎦ ⎣ ⎝ ⎡ ⎛ 5 − 1 ⎞⎤ w( 2 ) = Int ⎢1 + ⎜ 2 ∗ ⎟ , sehingga didapatkan w( 2 ) = Int[3] = C 4 ⎠⎥⎦ ⎣ ⎝ ⎡ ⎛ 5 − 1 ⎞⎤ w( 3) = Int ⎢1 + ⎜ 3 ∗ ⎟ , sehingga didapatkan w(3) = Int[4] = P 4 ⎠⎥⎦ ⎣ ⎝ ⎡ ⎛ 5 − 1 ⎞⎤ w( 4 ) = Int ⎢1 + ⎜ 4 ∗ ⎟ , sehingga didapatkan w( 4 ) = Int[5] = S 4 ⎠⎥⎦ ⎣ ⎝ Selanjutnya dilakukan proses agregasi pakar dengan hasil agregasi sebagai berikut:
[
]
v( k ) = max w( j ) ∧ b( j ) , (bj) hasil ordering dari vk Sehingga didapat hasil final kriteria untuk faktor teknologi (P, P, P, P, S, P, S, P, P, S, S, S), faktor pasar (S, S, S, P, S, S, P, S, S, P, P, S, S), dan faktor potensi pemasaran (S, P, P, C, P, K, P, P, P, P). Berdasarkan perangkingan ini maka diklasifikasikan variabel-variabel yang paling berpengaruh terhadap upaya komersialisasi teknologi komposisi permen cajuput untuk pelega tenggorokan seperti pada Tabel 9.
68
Tabel 9. Variabel-variabel yang mempengaruhi upaya komersialisasi teknologi komposisi permen cajuput untuk pelega tenggorokan Linguistic Label
Faktor
Teknologi
Sangat penting (S) Pasar
Potensi Pemasaran
Teknologi
Penting (P)
Pasar
Potensi Pemasaran
Cukup penting (C)
Potensi Pemasaran
Kurang penting (K)
Potensi Pemasaran
1. 2. 3. 4. 5. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 1. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 1. 2. 3. 4. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 1. 1.
Variabel Daya saing terhadap produk yang sudah ada di pasar. Kemungkinan memperoleh technical service dari inventor. Kemudahan teknologi untuk ditiru (rentan plagiasi), sehingga mempengaruhi masa dan nilai lisensi. Nilai jual permen cajuput dilihat dari rasa yang menyegarkan dan menghangatkan saluran pernafasan. Nilai jual permen cajuput dilihat dari masa simpan produk yang dapat bertahan selama 3-6 bulan. Potensi jumlah pengguna akhir. Tren pasar. Potensi cakupan wilayah pasar. Waktu untuk memasarkan (time to market). Tingkat persaingan pasar. Besarnya investasi yang diperlukan untuk menggunakan atau memproduksi invensi yang dihasilkan. Biaya modal investasi untuk pengembangan produk hasil invensi. Cakupan pasar permen medicated atau herb candy di Indonesia. Kemungkinan masuknya kompetitor untuk permen sejenis. Selisih keuntungan (marjin) yang dapat dicapai untuk membuat invensi menjadi produk skala massal. Kedudukan (posisi) invensi berdasarkan pada kurva daur hidup teknologi. Kebaruan dan langkah inventif. Tahap pengembangan teknologi yang dicapai saat ini. Kemudahan pengembangan produksi skala massal. Fleksibilitas dan kompabilitas. Kekhasan invensi dibandingkan dengan teknologi lainnya. Masa umur teknologi yang dihasilkan dapat bertahan pada industri sejenis. Urgensi kebutuhan. Estimasi volume penjualan dari pengembangan produk yang dibuat dari hasil invensi. Ketersediaan bahan-bahan utama pembuatan produk hasil invensi pada setiap daerah. Kemungkinan ketidaksukaan konsumen terhadap permen ini karena persepsi minyak kayu putih sebagai obat oles. Besarnya nilai lisensi dari invensi yang dihasilkan. Pemanfaatan (renewable) resources atau material berbasis Indonesia. Biaya yang investor harus keluarkan untuk mendapatkan upgrading teknologi hasil invensi dan technical service dari inventor. Potensi penciptaan pendapatan dan lapangan kerja baru. Skala potensi sebagai penggerak ekonomi. Bentuk hasil invensi. Potensi dampak terhadap lingkungan. Jumlah biaya dan resiko yang inventor dapat hindari dengan memberikan lisensi ke investor Reputasi inventor dalam menghasilkan invensi-invensi sebelumnya.
69
b. Perangkingan Variabel-variabel Valuasi Teknologi Sari Buah Pala Instan
Perangkingan variabel valuasi teknologi terhadap teknologi sari buah pala instan dengan menggunakan metode OWA-Operator menghasilkan bobot perangkingan tingkat kepentingan masing-masing variabel. Matriks vjk disajikan sebagai berikut: Teknologi: ⎛C C ⎜ ⎜K P ⎜C P ⎜ ⎜K C ⎜K P ⎜ ⎜K P v jk = ⎜ ⎜C K ⎜C C ⎜ ⎜K P ⎜T K ⎜ ⎜C C ⎜K P ⎝
S C C P P K P C C P P S
C⎞ ⎟ C⎟ K⎟ ⎟ C⎟ C ⎟⎟ K⎟ ⎟ K⎟ K⎟ ⎟ C⎟ P⎟ ⎟ C⎟ C ⎟⎠
Pasar: ⎛K ⎜ ⎜C ⎜K ⎜ ⎜K ⎜K ⎜ ⎜K ⎜ v jk = ⎜ K ⎜C ⎜ ⎜C ⎜K ⎜ ⎜K ⎜C ⎜ ⎜K ⎝
P
P
C P K
P P P
C C P P C P P S C S P P P P S P C K
P⎞ ⎟ P⎟ P⎟ ⎟ C⎟ K ⎟⎟ C⎟ ⎟ P⎟ C⎟ ⎟ C⎟ C⎟ ⎟ C⎟ P⎟ ⎟ P ⎟⎠
Potensi Pemasaran: ⎛K C S C ⎞ ⎜ ⎟ ⎜P C C C ⎟ ⎜P P P K ⎟ ⎜ ⎟ ⎜K P C C ⎟ ⎜ C C P K⎟ ⎟ v jk = ⎜ ⎜ K K K K⎟ ⎜ ⎟ ⎜K P P P ⎟ ⎜K P C C⎟ ⎜ ⎟ ⎜C P K P ⎟ ⎜K P P C ⎟ ⎝ ⎠
Matriks hasil ordering (bjk) didapatkan dengan mengurutkan matriks vjk dari yang terendah ke yang tertinggi. Matriks bjk disajikan sebagai berikut: Teknologi:
⎛C ⎜ ⎜K ⎜K ⎜ ⎜K ⎜K ⎜ ⎜K b jk = ⎜ ⎜K ⎜K ⎜ ⎜K ⎜T ⎜ ⎜C ⎜K ⎝
Pasar:
C C C C C K K C C K C C
C C C C P K C C C P C S
S⎞ ⎟ P⎟ P⎟ ⎟ P⎟ P ⎟⎟ P⎟ ⎟ P⎟ C⎟ ⎟ P⎟ P⎟ ⎟ P⎟ P ⎟⎠
⎛K ⎜ ⎜C ⎜K ⎜ ⎜K ⎜K ⎜ ⎜K ⎜ b jk = ⎜ K ⎜C ⎜ ⎜C ⎜K ⎜ ⎜K ⎜C ⎜ ⎜K ⎝
Potensi Pemasaran:
P
P
C P K
P P C
K C C
C P P
C S C C C P C P S P K C
P⎞ ⎟ P⎟ P⎟ ⎟ P⎟ C ⎟⎟ P⎟ ⎟ P⎟ P⎟ ⎟ S⎟ P⎟ ⎟ P⎟ P⎟ ⎟ P ⎟⎠
⎛K ⎜ ⎜C ⎜K ⎜ ⎜K ⎜K b jk = ⎜ ⎜K ⎜ ⎜K ⎜K ⎜ ⎜K ⎜K ⎝
C C S ⎞ ⎟ C C P ⎟ P P P ⎟ ⎟ C C P ⎟ C C P ⎟⎟ K K K⎟ ⎟ P P P⎟ C C P⎟ ⎟ C P P⎟ C P P ⎟⎠
70
⎡ ⎛ q − 1 ⎞⎤ Dengan menggunakan rumus w( j ) = Int ⎢1 + ⎜ j ∗ ⎟ , maka penentuan bobot r ⎠⎥⎦ ⎣ ⎝ nilai keputusan pakar diperoleh dengan hasil sebagai berikut: ⎡ ⎛ 5 − 1 ⎞⎤ w(1) = Int ⎢1 + ⎜1 ∗ ⎟ , sehingga didapatkan w(1) = Int[2] = K 4 ⎠⎥⎦ ⎣ ⎝ ⎡ ⎛ 5 − 1 ⎞⎤ w( 2 ) = Int ⎢1 + ⎜ 2 ∗ ⎟ , sehingga didapatkan w( 2 ) = Int[3] = C 4 ⎠⎥⎦ ⎣ ⎝ ⎡ ⎛ 5 − 1 ⎞⎤ w( 3) = Int ⎢1 + ⎜ 3 ∗ ⎟ , sehingga didapatkan w(3) = Int[4] = P 4 ⎠⎥⎦ ⎣ ⎝ ⎡ ⎛ 5 − 1 ⎞⎤ w( 4 ) = Int ⎢1 + ⎜ 4 ∗ ⎟ , sehingga didapatkan w( 4 ) = Int[5] = S 4 ⎠⎥⎦ ⎣ ⎝ Selanjutnya dilakukan proses agregasi pakar dengan hasil agregasi sebagai berikut:
[
]
v( k ) = max w( j ) ∧ b( j ) , (bj) hasil ordering dari vk Sehingga didapat hasil final kriteria untuk faktor teknologi (P, P, P, P, P, P, P, C, P, P, P, S), faktor pasar (P, P, P, P, C, P, P, S, S, P, P, S, P), dan faktor potensi pemasaran (S, P, P, P, P, K, P, P, P, P).
71
Tabel 10. Variabel-variabel yang mempengaruhi upaya komersialisasi teknologi sari buah pala instan Linguistic Label
Faktor
Teknologi Sangat penting (S)
Pasar Potensi Pemasaran
Teknologi
Penting (P) Pasar
Potensi Pemasaran
Cukup penting (C)
Teknologi Pasar
Kurang penting (K)
Potensi Pemasaran
Variabel 1. Dapat menekan biaya produksi yaitu dengan menggunakan proses kristalisasi yang lebih murah bila dibandingkan spray drier. 1. Besarnya investasi yang diperlukan untuk menggunakan atau memproduksi invensi yang dihasilkan. 2. Biaya modal investasi untuk pengembangan produk hasil invensi. 3. Kemungkinan persaingan (competition) sari buah pala instan dengan sari buah instan lainnya yang sudah ada di pasaran. 1. Selisih keuntungan (marjin) yang dapat dicapai untuk membuat invensi menjadi produk skala massal. 1. Kedudukan (posisi) invensi berdasarkan pada kurva daur hidup teknologi. 2. Kebaruan dan langkah inventif. 3. Tahap pengembangan teknologi yang dicapai saat ini.Kemudahan pengembangan produksi skala massal. 4. Kemudahan pengembangan produksi skala massal. 5. Daya saing terhadap produk yang sudah ada di pasar. 6. Fleksibilitas dan kompabilitas. 7. Kemungkinan memperoleh technical service dari inventor. 8. Masa umur teknologi yang dihasilkan dapat bertahan pada industri sejenis. 9. Kemudahan teknologi untuk ditiru (rentan plagiasi), sehingga mempengaruhi masa dan nilai lisensi. 10. Nilai jual sari buah pala instan dilihat dari tingkat pengetahuan masyarakat akan kegunaan dan manfaat pala bagi kesehatan. 1. Potensi jumlah pengguna akhir. 2. Tren pasar. 3. Potensi cakupan wilayah pasar. 4. Urgensi kebutuhan. 5. Tingkat persaingan pasar. 6. Estimasi volume penjualan dari pengembangan produk yang dibuat dari hasil invensi. 7. Ketersediaan bahan-bahan utama pembuatan produk hasil invensi pada setiap daerah. 8. Cita rasa buah pala di kalangan masyarakat Indonesia saat ini terkait dengan tingkat penerimaan produk di masyarakat. 9. Cakupan pasar sari buah pala instan di Indonesia. 1. Besarnya nilai lisensi dari invensi yang dihasilkan. 2. Pemanfaatan (renewable) resources atau material berbasis Indonesia 3. Jumlah biaya dan resiko yang inventor dapat hindari dengan memberikan lisensi ke investor. 4. Potensi penciptaan pendapatan dan lapangan kerja baru. 5. Skala potensi sebagai penggerak ekonomi. 6. Bentuk hasil invensi. 7. Potensi dampak terhadap lingkungan. 1. Kekhasan invensi dibandingkan dengan teknologi lainnya. 1. Waktu untuk memasarkan (time to market). 1. Reputasi inventor dalam menghasilkan invensi-invensi sebelumnya.
72
5.13.2 Pengidentifikasian Atribut Valuasi Teknologi
Pengidentifikasian atribut valuasi teknologi dilakukan dari setiap variabel pada faktor-faktor valuasi teknologi. Setiap variabel memiliki atribut sendiri sesuai dengan teknologi yang sedang dinilai berdasarkan persepsi investor dan inventor. Secara umum, atribut berjumlah 4 untuk setiap 10 variabel dan 3 faktor valuasi teknologi, tetapi jumlah tersebut dapat berubah sesuai dengan jenis teknologi yang sedang dinilai. Deskripsi atribut untuk masing-masing variabel tersaji pada Lampiran 5 dan Lampiran 6. 5.13.3 Nilai Faktor Resiko Teknologi
Nilai faktor resiko didapatkan dari hasil analisis perangkingan variabelvariabel valuasi teknologi dan pengidentifikasian atribut valuasi teknologi baru dengan menggunakan metode Expert Panel. Untuk mendapatkan skala penilaian yang sama dari hasil perangkingan variabel valuasi teknologi dengan metode OWA-Operator dengan skala penilaian identifikasi atribut valuasi teknologi maka dibuat konversi skala penilaian 5 menjadi skala penilaian 4. Kemudian, dengan memperhitungkan frekuensi munculnya skor ke-l (Fl), peluang munculnya skor ke-l (Pl), dan bobot skor ke-l (wl), maka nilai faktor resiko dapat diperoleh. a. Nilai Faktor Resiko Teknologi Komposisi Permen Cajuput untuk Pelega Tenggorokan
Nilai konversi penilaian 5 menjadi skala penilaian 4 diperoleh dari mengidentifikasi dahulu hasil perangkingan variabel valuasi teknologi dengan metode OWA-Operator seperti pada Tabel 11 di bawah.
73
Tabel 11. Hasil perangkingan variabel valuasi teknologi komposisi permen cajuput untuk pelega tenggorokan Faktor Variabel
V1 V2 V3 V4 V5 V6 V7 V8 V9 V10 V11 V12 V13
Teknologi
Pasar
4 4 4 4 5 4 5 4 4 5 5 5
5 5 5 4 5 5 4 5 5 4 4 5 5
Potensi pemasaran 5 4 4 3 4 2 4 4 4 4
Kemudian, nilai konversi skala penilaian 5 menjadi skala penilaian 4 dari hasil perangkingan di atas dapat diketahui seperti Tabel 12. Tabel 12. Nilai konversi dari hasil perangkingan variabel valuasi teknologi komposisi permen cajuput untuk pelega tenggorokan Faktor Variabel
V1 V2 V3 V4 V5 V6 V7 V8 V9 V10 V11 V12 V13
Teknologi
Pasar
3 3 3 3 4 3 4 3 3 4 4 4
4 4 4 3 4 4 3 4 4 3 3 4 4
Potensi pemasaran 4 3 3 2 3 2 3 3 3 3
Nilai faktor resiko teknologi komposisi permen cajuput untuk pelega tenggorokan dihitung dengan memperhitungkan frekuensi munculnya skor ke-l (Fl), peluang munculnya skor ke-l (Pl), dan bobot skor ke-l (wl) seperti pada Tabel 13 di bawah.
74
Tabel 13. Penghitungan nilai faktor resiko teknologi komposisi permen cajuput untuk pelega tenggorokan Skor
F(l) Variabel
F(l) Atribut
F(l)
P(l)
w(l)
k
1 2 3 4
0 2 18 15 Total
9 69 42 20
9 71 60 35 175
0.0514 0.4057 0.3429 0.2000
0.1000 0.3333 0.5667 0.8000
0.0051 0.1352 0.1943 0.1600 0.4947
Berdasarkan pada Tabel 13 dapat diketahui nilai faktor resiko (k) untuk teknologi komposisi permen cajuput untuk pelega tenggorokan sebesar 0.4947. b. Nilai Faktor Resiko Teknologi Sari Buah Pala Instan
Nilai konversi penilaian 5 menjadi skala penilaian 4 diperoleh dari mengidentifikasi dahulu hasil perangkingan variabel valuasi teknologi dengan metode OWA-Operator seperti pada Tabel 14 di bawah. Tabel 14. Hasil perangkingan variabel valuasi teknologi sari buah pala instan Faktor Variabel
V1 V2 V3 V4 V5 V6 V7 V8 V9 V10 V11 V12 V13
Teknologi
Pasar
4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 5
4 4 4 4 3 4 5 5 4 4 4 5 4
Potensi pemasaran 5 4 4 4 4 2 4 4 4 4
Kemudian, nilai konversi skala penilaian 5 menjadi skala penilaian 4 dari hasil perangkingan di atas dapat diketahui seperti Tabel 15.
75
Tabel 15. Nilai konversi dari hasil perangkingan variabel valuasi teknologi sari buah pala instan Faktor Variabel
Teknologi
Pasar
3 3 3 3 4 3 4 3 3 4 4 4
4 4 4 3 4 4 3 4 4 3 3 4 4
V1 V2 V3 V4 V5 V6 V7 V8 V9 V10 V11 V12 V13
Potensi pemasaran 4 3 3 2 3 2 3 3 3 3
Nilai faktor resiko teknologi sari buah pala instan dihitung dengan memperhitungkan frekuensi munculnya skor ke-l (Fl), peluang munculnya skor ke-l (Pl), dan bobot skor ke-l (wl) seperti pada Tabel 16. Tabel 16. Penghitungan nilai faktor resiko teknologi sari buah pala instan Skor
F(l) Variabel
F(l) Atribut
F(l)
P(l)
w(l)
k
1 2 3 4
0 3 27 5 Total
17 70 30 23
17 73 57 28 175
0.0971 0.4171 0.3257 0.1600
0.1000 0.3333 0.5667 0.8000
0.0097 0.1390 0.1843 0.1280 0.4600
Berdasarkan pada Tabel 16 dapat diketahui nilai faktor resiko (k) untuk teknologi sari buah pala instan sebesar 0.4600. 5.13.4 Posisi dua teknologi IPB berdasarkan faktor resiko dalam kurva S (daur hidup) teknologi, daur hidup produk dan pertumbuhan pangsa pasar suatu produk dalam suatu industri
Menurut Razgaitis (2004), nilai faktor resiko (k) dapat dibagi dalam tujuh kategori, yaitu: (1) Risk-free (k ≤ 0.2); (2) Very low risk (0.2 < k ≤ 0.3); (3) Low risk (0.3 < k ≤ 0.4); (4) Moderate risk (0.4 < k ≤ 0.5); (5) High risk (0.5 < k ≤ 0.6); (6)
Very high risk (0.6 < k ≤ 0.7); dan (7) Extremely high risk (k ≥ 0.7). Setiap invensi memiliki resiko komersialisasinya sendiri dilihat dari kurva daur hidup teknologi. Teknologi dapat berada pada empat tahapan daur hidup teknologi, yaitu: (a) tahap
76
pengenalan atau tahap pengembangan (emergence); (b) tahap pertumbuhan (growth); (c) tahap kematangan (maturity); dan (d) tahap penurunan (decline). Faktor resiko untuk dua jenis teknologi unggulan IPB tersaji pada Tabel 17. Tabel 17. Faktor resiko, kelas teknologi dan tingkat kepercayaan keseragaman pendapat pakar pada dua jenis teknologi unggulan IPB No 1. 2.
Komposisi permen tenggorokan Sari buah pala instan
cajuput
0.4947
Tingkat Kepercayaan (%) Moderate risk 100
0.4600
Moderate risk
Faktor Resiko
Jenis Teknologi untuk
pelega
Kelas Teknologi
100
Merujuk pada Tabel 17 diperoleh faktor resiko untuk kedua teknologi IPB yang telah dinilai. Faktor resiko ini mewakili aspek-aspek valuasi teknologi, sehingga perkembangan teknologi-teknologi ini dapat diketahui posisinya dari perpaduan kurva S (daur hidup) teknologi, daur hidup produk dan pertumbuhan pangsa pasar suatu produk dalam suatu industri. Posisi kedua teknologi IPB tersebut dapat dilihat pada Gambar 18.
Market Scale
substitusi
difusi
B A
sindikasi inovasi 0.7
0.6
Emergence Pre-competitive Stage
Keterangan
0.5
0.4
0.3
Growth
0.2
Maturity
Resiko
Time
Competitive Stage
: A : Teknologi komposisi permen cajuput untuk pelega tenggorokan B : Teknologi sari buah pala instan
Gambar 18. Posisi dua teknologi IPB dalam kurva S (daur hidup) teknologi, daur hidup produk dan pertumbuhan pangsa pasar suatu produk dalam suatu industri.
77
Merujuk pada Gambar 18, terlihat bahwa kedua teknologi IPB berdasarkan dari faktor resiko mempunyai posisi yang berbeda dalam kurva S (daur hidup) teknologi, daur hidup produk dan pertumbuhan pangsa pasar suatu produk dalam suatu industri. Perbedaan ini dikarenakan masing-masing teknologi mempunyai karakteristik spesifik sehingga diperlukan cara dan strategi yang tepat untuk mengkomersialkan ke konsumen. Adapun deskripsi dari kedua teknologi tersebut menurut faktor resikonya sebagai berikut: a.
Teknologi komposisi permen cajuput untuk pelega tenggorokan
Teknologi komposisi permen cajuput untuk pelega tenggorokan memiliki faktor resiko 0.4947 dengan kelas teknologi moderate risk. Kemudian, berada pada tahapan pertumbuhan (growth) dengan ciri-ciri persaingan, pasar dan inovasi meningkat. Teknologi ini berada pada tahapan pertumbuhan karena terdapat kompetitor untuk permen sejenis yang sudah terlebih dahulu beredar di pasar, yaitu permen berjenis expectorant dari eucalyptus dan flavour mint, sehingga perlu lebih sering dilakukan tes organoleptik ke konsumen untuk mengetahui tingkat penerimaan konsumen terhadap permen jenis ini mengingat aroma khas kayu putih sudah lebih dahulu dikonotasikan sebagai obat gosok. Berdasarkan pada daur hidup produk, teknologi berada dalam tahap difusi, dimana produksi massal sudah dapat dilaksanakan dan produk sudah siap untuk disebarkan dan dikomersialkan. Produk dapat dikembangkan ke dalam berbagai macam diversifikasi bentuk permen, yaitu soft candy, hard candy, bubble gum dan
pastilles. Komposisi cajuput yang digunakan dalam pembuatan permen ini dapat pula digunakan untuk membuat produk lain dengan penyesuaian dan modifikasi tertentu sesuai jenis produk yang akan dibuat seperti penggunaan kayu putih sebagai expectorant pada produk personal care seperti pasta gigi. Resiko pada tahap pengembangan skala diperkirakan kecil karena bentuk invensi terletak pada formula dan dapat diterapkan pada teknologi pembuatan permen yang sudah ada. b. Teknologi sari buah pala instan
Teknologi sari buah pala instan memiliki faktor resiko 0.4600 dengan kelas teknologi moderate risk. Berada pada tahapan pertumbuhan (growth) dengan ciriciri banyak persaingan, pasar dan inovasi meningkat. Produk pesaing untuk sari
78
buah pala instan adalah produk minuman sari buah dalam bentuk sachet berukuran 12 gram. Disamping sebagai minuman penyegar, buah pala juga mengatasi sulit tidur, menyembuhkan penyakit radang usus dan anti oksidan yang kuat. Berdasarkan pada daur hidup produk, teknologi berada dalam tahap difusi, dimana produksi massal sudah dapat dilaksanakan dan produk sudah siap untuk disebarkan dan dikomersialkan. Produk ini diklaim mempunyai harga yang yang relatif murah dibandingkan dengan sari buah lain yang dibuat dengan menggunakan spray drier. Peralatan yang digunakan pun cukup sederhana, sehingga aplikasi dalam proses produksi relatif mudah. Selain itu, bahan baku yang digunakan tersedia di Indonesia terutama di daerah Sumatera dan Indonesia bagian Timur. 5.14 Submodel Penentuan Harga Lisensi Teknologi
Submodel penentuan harga lisensi teknologi bertujuan untuk menentukan harga kesepakatan antara inventor dan calon investor setelah terjadinya proses tawar menawar yang terdeskripsikan pada nilai faktor resiko. Harga kesepakatan di sini merupakan harga yang inventor bersedia terima dari hasil invensinya untuk dikomersialkan oleh investor dalam jangka waktu tertentu dan harga yang investor bersedia berikan sebagai pengganti dari hasil invensi yang akan dikomersialkan. Selain faktor resiko, harga kesepakatan untuk lisensi teknologi akan memperhitungkan biaya pembuatan invensi, periode lisensi yang diinginkan inventor, jumlah calon investor/pengguna lisensi yang diinginkan inventor, serta kompensasi untuk inventor dan institusinya seperti tersaji pada Tabel 18. Tabel 18. Faktor-faktor kuantitatif valuasi dua teknologi unggulan IPB No 1. 2. 3. 4. 5.
Komposisi permen cajuput untuk pelega tenggorokan Biaya pembuatan invensi (Rp) 50,000,000 Periode lisensi yang diinginkan 2 inventor (tahun) Jumlah calon investor/pengguna 2 lisensi yang diinginkan inventor (industri/orang) Kompensasi untuk inventor (%) 40 Kompensasi untuk institusi (%) 60 Faktor-faktor Kuantitatif
Sari buah pala instan 30,000,000 1 1 40 60
79
Berdasarkan Tabel 18, terdapat perbedaan pada biaya pembuatan invensi, periode lisensi yang diinginkan inventor dan jumlah calon investor/pengguna lisensi yang diinginkan inventor. Biaya pembuatan invensi merupakan jumlah total biaya yang dikeluarkan inventor untuk menghasilkan invensi. Biaya pembuatan invensi untuk komposisi permen cajuput untuk pelega tenggorokan sebesar Rp50,000,000 dan sari buah pala instan sebesar Rp30,000,000. Teknologi komposisi permen cajuput untuk pelega tenggorokan dan sari buah pala instan merupakan jenis teknologi yang termasuk dalam perlindungan HKI dengan cakupan paten sederhana. Paten sederhana mempunyai masa perlindungan selama 10 tahun sejak tanggal penerimaan paten dan tidak boleh diperpanjang. Hal ini yang membedakan pengelompokan paten di Indonesia dan di negara lain, seperti Amerika Serikat maupun negara-negara Eropa yang tidak terdapat paten sederhana dan hanya dikelompokan pada jenis paten saja. Di lain pihak, hal ini memberikan kesulitan tersendiri bagi inventor untuk paten sederhana karena hanya memberikan waktu yang relatif sedikit untuk dapat mengkomersialkannya. Lama waktu pengurusan paten sekitar 72 bulan (±6 tahun) sejak penerimaan sampai pemberian sertifikat paten. Untuk mengantisipasi ini biasanya inventor paten sederhana akan menerapkan keekslusifan pengguna lisensi dan lamanya periode lisensi untuk meningkatkan nilai aset komersial dari hasil invensinya. Keekslusifan pengguna lisensi dan lamanya periode lisensi yang inventor inginkan terlihat dari kedua jenis teknologi IPB yang dinilai. Periode lisensi yang diinginkan inventor untuk komposisi permen cajuput untuk pelega tenggorokan selama dua tahun dan sari buah pala instan selama satu tahun. Jumlah calon investor/pengguna lisensi untuk komposisi permen cajuput untuk pelega tenggorokan adalah dua orang dan sari buah pala instan adalah satu orang. Diharapkan dari jangka waktu lisensi yang kurang dari masa berlaku lisensi dan keekslusifan pengguna lisensi akan meningkatkan harga lisensi teknologi. Berdasarkan faktor resiko dan faktor-faktor kuantitatif valuasi teknologi maka diperoleh harga lisensi teknologi untuk masing-masing teknologi IPB seperti tersaji pada Tabel 19.
80
Tabel 19. Biaya investasi, perjanjian lisensi, keuntungan lisensi dan harga lisensi teknologi pada dua jenis teknologi unggulan IPB (dalam Rupiah) No
Jenis Teknologi
Biaya Investasi
1. Komposisi permen cajuput untuk 111,701,422 pelega tenggorokan 43,800,000 2. Sari buah pala instan
Perjanjian lisensi
Keuntungan Harga lisensi lisensi teknologi
74,667,022
111,701,422
298,069,866
73,800,000
43,800,000
161,400,000
Tabel 19 menunjukan informasi perkiraan biaya investasi, perjanjian lisensi, keuntungan lisensi dan harga lisensi teknologi untuk kedua jenis teknologi unggulan IPB. Adapun implikasi kedua jenis teknologi unggulan IPB dilihat dari harga lisensi teknologi dan difusi inovasi terhadap karakteristik konsumen teknologi baru sebagai berikut: a.
Teknologi komposisi permen cajuput untuk pelega tenggorokan
Teknologi komposisi permen cajuput untuk pelega tenggorokan mempunyai harga lisensi teknologi sebesar Rp298,069,866 yang terdiri dari komponen: biaya investasi sebesar Rp111,701,422; perjanjian lisensi sebesar Rp74,667,022 dan keuntungan lisensi sebesar Rp111,701,422. Terdapatnya persamaan angka pada perhitungan biaya investasi dan keuntungan lisensi dikarenakan pada perhitungan keuntungan lisensi, komponen kompensasi/reward untuk inventor sebesar 40 persen dan kompensasi/reward untuk institusi sebesar 60 persen sehingga bila dijumlahkan akan menjadi 100 persen atau satu. Hal inilah yang membuat kedua perhitungan menghasilkan angka yang sama. Seharusnya perhitungan reward untuk inventor dan institusi tidak berjumlah 100 persen karena sebenarnya terdapat variabel lain dalam keuntungan inventor seperti biaya pemakaian bahan baku, bahan pembantu, asisten dan sewa laboratorium serta variabel lain yang harus diperhitungkan sebagai biaya investasi dan dikurangkan dari keuntungan inventor sehingga keuntungan inventor akan kurang dari 40 persen. Teknologi ini berada pada tahapan growth. Permen yang memiliki rasa kayu putih merupakan hal yang baru bagi konsumen masyarakat Indonesia, karena selama ini permen sejenis yang tersedia mempunyai rasa expectorant dari
eucalyptus dan flavour mint. Oleh sebab itu pengenalan rasa dan pembentukan image permen ini yang berkhasiat baik bagi kesehatan merupakan salah satu media pemasaran yang baik untuk meraih pangsa pasar konsumen late-adopters pada tingkatan maturity. 81
b.
Teknologi sari buah pala instan
Teknologi sari buah pala instan mempunyai harga lisensi teknologi sebesar Rp161,400,000 yang terdiri dari komponen biaya investasi sebesar Rp43,800,000; perjanjian lisensi sebesar Rp73,800,000 dan keuntungan lisensi sebesar Rp43,800,000. Terdapatnya persamaan angka pada perhitungan biaya investasi dan keuntungan lisensi juga terjadi pada teknologi sari buah pala instan. Hal ini dikarenakan pada perhitungan keuntungan lisensi, komponen kompensasi/reward untuk inventor sebesar 40 persen dan kompensasi/reward untuk institusi sebesar 60 persen sehingga bila dijumlahkan akan menjadi 100 persen atau satu. Hal inilah yang membuat kedua perhitungan menghasilkan angka yang sama. Seharusnya perhitungan reward untuk inventor dan institusi tidak berjumlah 100 persen karena sebenarnya terdapat variabel lain dalam keuntungan inventor seperti biaya pemakaian bahan baku, bahan pembantu, asisten dan sewa laboratorium serta variabel lain yang harus diperhitungkan sebagai biaya investasi dan dikurangkan dari keuntungan inventor sehingga keuntungan inventor akan kurang dari 40 persen. Teknologi ini berada pada tahapan growth, dimana pemasaran akan memegang perananan penting untuk kesuksesan suatu produk. Daging buah pala selama ini masih terbatas pemanfaatannya sebagai manisan, selai, sirup dan jelly. Bentuk pemasaran yang dapat dilakukan untuk mengkomersialkan tekologi ini adalah dengan cara menimbulkan image konsumen terhadap buah pala. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi pesaing minuman penyegar dari sari buah yang sudah ada terlebih dahulu di pasar. Bentuk image buah pala terhadap teknologi ini yaitu ditonjolkan pada krim kesehatan dan khasiatnya untuk mengatasi sulit tidur, menyembuhkan penyakit radang usus dan anti oksidan yang kuat.
82
VI. SIMPULAN DAN SARAN 6.1
Simpulan
Berdasarkan hasil deskripsi model Sistem Penunjang Keputusan (SPK) Valuasi Teknologi Berorientasi Paten dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1.
Submodel elemen valuasi teknologi terdiri dari pelaku-pelaku sistem dan faktor-faktor valuasi teknologi. Pelaku-pelaku sistem adalah inventor, investor/industri, sentra HKI, dan perguruan tinggi. Faktor-faktor valuasi teknologi adalah faktor teknologi, faktor pemasaran dan faktor potensi pemasaran. Setiap faktor valuasi mempunyai sepuluh variabel yang berbeda.
2.
Submodel resiko komersialisasi teknologi tersusun atas: a. Perangkingan variabel valuasi teknologi bertujuan untuk mengetahui variabel-variabel valuasi yang dianggap penting sesuai dengan teknologi yang sedang dinilai. Metode yang digunakan adalah Ordered Weighted-
Averaging (OWA-Operator) dan menggunakan lima linguistic label, yaitu Tidak penting (T), Kurang penting (K), Cukup penting (C), Penting (P) dan Sangat penting (S). Penilaian dilakukan oleh empat orang pakar yang berbeda, yaitu dua inventor dan dua calon investor. b. Identifikasi atribut valuasi teknologi bertujuan untuk mengidentifikasi kondisi teknologi yang sedang dinilai. Pengidentifikasian atribut valuasi teknologi dilakukan dari setiap variabel pada faktor-faktor valuasi teknologi. Secara umum, atribut berjumlah 4 untuk setiap 10 variabel dan 3 faktor valuasi teknologi, tetapi jumlah tersebut dapat berubah sesuai dengan jenis teknologi yang sedang dinilai. Penilaian dilakukan oleh empat orang pakar yang berbeda, yaitu dua inventor dan dua calon investor. Metode Expert Panel digunakan untuk mengetahui nilai faktor resiko berdasarkan perangkingan variabel valuasi teknologi dan identifikasi atribut valuasi teknologi. Nilai faktor resiko dapat dibagi dalam tujuh kategori, yaitu: (1) Risk-free; (2) Very low risk; (3) Low risk; (4) Moderate risk; (5) High risk; (6) Very high risk; dan (7) Extremely high risk. Teknologi dapat berada pada empat tahapan daur hidup teknologi, yaitu: (a) pengenalan atau pengembangan 83
(emergence); (b) pertumbuhan (growth); (c) kematangan (maturity); dan (d) penurunan (decline). Berdasarkan daur hidup produk, teknologi dapat berada pada empat tahapan, yaitu: (a) inovasi; (b) sindikasi; (c) difusi; dan (d) substitusi. 3.
Submodel penentuan harga lisensi teknologi dilakukan dengan metode
Discounted Cash Flow (DCF) setelah terjadinya proses tawar menawar yang terdeskripsikan pada nilai faktor resiko. Selain faktor resiko, harga kesepakatan untuk lisensi teknologi akan memperhitungkan biaya pembuatan invensi,
periode
lisensi
yang
diinginkan
inventor,
jumlah
calon
investor/pengguna lisensi yang diinginkan inventor, serta kompensasi untuk inventor dan institusinya. Berdasarkan hasil verifikasi model Sistem Penunjang Keputusan (SPK) Valuasi Teknologi Berorientasi Paten terhadap dua teknologi IPB sebagai berikut: 1.
Teknologi komposisi permen cajuput untuk pelega tenggorokan memiliki faktor resiko sedang (moderate risk). Berdasarkan daur hidup teknologi dan produk, teknologi ini berada pada tahap pertumbuhan (growth) dan difusi. Harga lisensi teknologi sebesar Rp298,069,866 dengan biaya pembuatan invensi sebesar Rp50,000,000. Periode dan jumlah pengguna lisensi yang diinginkan inventor sebanyak dua tahun dan dua investor. Pengenalan rasa dan pembentukan image permen ini yang berkhasiat baik bagi kesehatan merupakan salah satu media pemasaran yang baik untuk meraih pangsa pasar.
2.
Teknologi sari buah pala instan memiliki faktor resiko sedang (moderate
risk). Berdasarkan daur hidup teknologi dan produk, teknologi ini berada pada tahap pertumbuhan (growth) dan difusi. Harga lisensi teknologi sebesar Rp161,400,000 dengan biaya pembuatan invensi sebesar Rp30,000,000. Periode dan pengguna lisensi yang diinginkan inventor sebanyak satu tahun dan satu investor. Bentuk pemasaran yang dapat dilakukan untuk mengkomersialkan tekologi ini adalah dengan cara menimbulkan image konsumen terhadap buah pala, seperti krim kesehatan, menyembuhkan penyakit radang usus dan anti oksidan yang kuat.
84
6.2
Saran
Saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian ini adalah: 1.
Inventor perlu menuliskan setiap kegiatan selama penelitian beserta pengeluaran yang sudah dilakukan ke dalam suatu log book secara terperinci yang nantinya dokumentasi ini dapat digunakan sebagai landasan penghitungan biaya investasi dalam menghasilkan invensi dan keuntungan yang diharapkan dari invensi tersebut.
2.
Agar invensi yang dihasilkan memiliki harga lisensi teknologi yang tinggi dan meraih pangsa pasar pada tingkatan maturity, maka salah satu cara yang inventor dapat lakukan adalah dengan terus mengetahui kebutuhan konsumen.
85
VII. DAFTAR PUSTAKA Anson W. 2005. Fundamentals of Intellectual Property Valuation: A Primer for Identifying and Determining Value. Chicago: The American Bar AssociationSection of Intellectual Property Law. Bergstien H, Estelami H. 2002. A Survey of emerging technologies for pricing new-to-the world products.The Journal of Product and Brand Management. (11)5:16-22. Christensen CM. 1997. The Innovator’s Dilemma: When New Technologies Cause Great Firms To Fail. Boston: Harvard Business School Press. Cohen G. 2004. Technology Transfer: Strategic Management in Developing Countries. New Delhi: Sage Publications India Pvt Ltd. Damodaran A. 2004. Discount Cash Flow Valuation: Basics. http://pages.stern.nyu.edu/~adamodar/pdfiles/basics.pdf [12 Juli 2006]. Day GS, Schoemaker PJH. 2000. Wharton on Managing Emerging Technologies. Hoboken, New Jersey: John Wiley & Sons, Inc. Dickens L. 1996. Evaluating Oil and Gas Assets: Option Pricing Methods Prove No Panacea. Journal of Financial Strategic Decisions. 9(2)45-60. Dieter GE. 1993. Engineering Design: A Materials and Processing Approach. New York: Mc Graw Hill Book, Co. Dietrich P. 2001. Determining the Value of New Technology. Seminar Study in Strategy and International Business in the Institute of Strategy and International Business. http://www.tuta.hut.fi/studies/Courses_and_schedules/Isib/TU-91.167/ Old_seminar_papers/dietrich_perttu.pdf [12 Juni 2006]. [DITJEN-HKI] Direktorat Jenderal-Hak Kekayaan Intelektual. 2006a. Buku Panduan Hak Kekayaan Intelektual. Tangerang: DITJEN-HKI [DITJEN-HKI] Direktorat Jenderal-Hak Kekayaan Intelektual. 2006b. Pengantar Kekayaan Intelektual. http://www.dgip.go.id/Kekayaan Intelektual/Pengantar.html [10 Mei 2006]. Eriyatno. 1998. Ilmu Sistem: Meningkatkan Mutudan Efektivitas Manajemen. Bogor: IPB Press. Gumbira-Said E, Rachmayanti, Muttaqin MZ. 2004. Manajemen Teknologi Agribisnis: Kunci Menuju Daya Saing Global Produk Agribisnis. Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia.
86
Hodkinson K. 1990. The Management of Intellectual Property Rights dalam Wild R. (ed). Technology and Management. New York: Nichols Publishing Company. Jeffery M, Sandeep S, Sweeney RJ. 2003. Real Options and Enterprise Technology Project Selection and Deployment Strategies. Submitted to MIS Quarterly, 2003. http://www.realoptions.org/papers2003/JefferyShahROConference.pdf [2 Juli 2006]. Katz JO, McCormick DL. 2005. Advanced Option Pricing Models-An Empirical Approach to Valuing Options. New York: McGraw-Hill. [LIPI] Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 2004. Komersialisasi Teknologi dan Modal Ventura. http://www://lipi.go.id/infoh@ki/komersialisasi teknologi danmodalventura.htm [15 Juni 2006]. Lück, G. 1996. Theme I: The Importance of Assessing The Value of Industrial Property Assets-Viewpoint of A Right Holder (Inventor, Enterprise or Institution). WIPO National Seminar on The Valuation of Industrial Property Assets. Mangunwidjaja D, Sailah I. 2005. Pengantar Teknologi Pertanian. Jakarta: Penebar Swadaya. Marimin. 2005. Teori dan Aplikasi Sistem Pakar dalam Teknologi Manajerial. Bogor: IPB Press. Matsuura H. 2004. An Overview of Intellectual Property and Intangible Asset Valuation Models. Research Management Review. 14(1)114-120. Megantz RC. 1996. How to License Technology. John Wiley & Sons. Muhammadi E, Aminullah B, Soesilo. 2001. Analisis Sistem Dinamis Lingkungan Hidup, Sosial, Ekonomi, Manajemen. Jakarta: UMJ Press. Mun J. 2003. Real Options and Monte Carlo Simulation Versus Traditional DCF Valuation in Layman’s Terms. http://www.crystalball.com/articles/download/ro-vs-dcf.pdf [15 Juli 2006]. Moore GA. 1991. Crossing The Chasm: Marketing And Selling High-Tech Goods To Mainstream Customers. New York: HarperBusiness. Neil DJ. 1997. Realistic Valuation of Your IP. Les Nouvelles-Journal of the Licensing Executive Society. hlm. 183.
87
Norman DA. 1998. The Invisible Computer: Why Good Products Can Fail, The Personal Computer Is So Complex And Information Appliances Are The Solution. Cambridge, MA: MIT Press. Razgaitis R. 2004 . Valuation and Pricing of Technology-Based Intellectual Property. Hoboken, New Jersey: John Wiley & Sons, Inc. Roos G. 2003. An Intellectual Capital Primer. http://www.euintangibles.net/library/localfiles/Roos_AnIntellectualCapitalPri mer.pdf [13 Juni 2006]. Setiawan S. 1993. Artificial Intelligence. Yogyakarta: Andi Offset. Setyowati K, Lubis E, Anggraeni E, Wibowo MH. 2005. Hak Kekayaan Intelektual dan Tantangan Implementasinya. Bogor: Kantor HKI-IPB Institut Pertanian Bogor. Simatupang TM. 1994. Pemodelan Sistem. Bandung: Studio Manajemen Jurusan Teknik Industri Institut Teknologi Bandung. Smith GV, Parr RL. 2000. Valuation of Intellectual Property and Intangible Assets. Ed ke-3. New York: John Wiley & Sons, Inc. Turban E. 1993. Decision Support and Expert Systems: Management Support Systems. New York: MacMillan Publishing Company. Yager RR. 1993. Non-Numeric Multi-Criteria Multi-Person Decision Making. Kluwer Academic Publishers.
88
Lampiran 1. Cara memperoleh dan mengolah data penelitian
Langkah-langkah Penelitian
1. Melakukan identifikasi pelaku komersialisasi teknologi 2. Melakukan identifikasi faktor valuasi teknologi dan variabelnya 3. Menentukan variabelvariabel dalam faktor valuasi teknologi
Data dan Informasi
Sumber Data
Tipe Data
Cara Pengambilan Data
Pengidentifikasian pelaku komersialisasi teknologi
Sentra HKI dan Studi literatur
Primer dan sekunder
Faktor valuasi teknologi berdasarkan: 1. Faktor intrinsik (teknologi) 2. Faktor pasar 3. Faktor potensi pemasaran Hasil identifikasi faktor valuasi kemudian ditentukan variabelvariabelnya
Inventor Investor Studi literatur
Primer dan sekunder
Studi literatur Dewan Pakar Penilaian teknologi HKI-IPB Inventor Investor
Primer dan sekunder
Responden pakar
Primer
Responden pakar
4. Menilai tingkat ¾ Kepentingan antar variabel kepentingan dalam faktor teknologi antar variabel ¾ Perangkingan variabel dalam dalam faktor faktor teknologi valuasi teknologi
Data dan informasi dari Sentra HKI, responden pakar Responden pakar
Teknik yang Dipakai Untuk Pengambilan Data Wawancara dan penelusuran kepustakaan
Wawancara, Pengisian Kuisioner dan penelusuran kepustakaan Wawancara, Pengisian Kuisioner dan penelusuran kepustakaan Wawancara dan Pengisian Kuisioner
Prosedur Pelaksanaan Kegiatan ¾ Melakukan identifikasi terhadap pelaku komersialisasi teknologi yang mempunyai perbedaan tingkat kepentingan ¾ Melakukan identifikasi faktor valuasi berdasarkan tingkat kepentingan inventor dan investor ¾ Menentukan variabelvariabel dalam faktor valuasi teknologi berdasarkan pada assesment valuation yang sudah dilakukan dewan pakar IPB dan penelusuran kepustakaan ¾ Menilai intensitas kepentingan antar variabel valuasi teknologi dengan OWA Operator ¾ Menentukan rangking dari variabel-variabel tersebut
89
Lampiran 1. Cara memperoleh dan mengolah data penelitian (Lanjutan) Langkah-langkah Penelitian
Data dan Informasi
5. Menilai tingkat ¾ Kepentingan antar atribut kepentingan dalam variabel teknologi ¾ Perangkingan atribut antar atribut dalam variabel teknologi dalam variabel valuasi teknologi
6. Memprediksi harga teknologi
Memperoleh prediksi harga teknologi berdasarkan pada faktor resiko dan faktor-faktor kuantitif dalam valuasi teknologi
Sumber Data
Tipe Data
Cara Pengambilan Data
Inventor Investor
Primer
Responden pakar
Inventor Investor Manajemen HKI
Primer dan sekunder
Data dan informasi dari Sentra HKI, responden pakar
Teknik yang Dipakai Untuk Pengambilan Data Wawancara dan Pengisian Kuisioner
Wawancara dan pengisian kuisioner
Prosedur Pelaksanaan Kegiatan ¾ Menilai teknologi baru dilihat dari persepsi inventor dan investor berdasarkan pada kriteria penilaian atributatribut dalam variabel valuasi teknologi yang dipilih ¾ Penilaian variabel dan atribut dirumuskan dengan menggunakan expert panel sehingga dapat diketahui nilai bobot faktor resikonya Memprediksi harga teknologi berdasarkan pada faktor resiko dan faktor-faktor kuantitif dalam valuasi teknologi dengan menggunakan metode DCF (Discounted Cash Flow)
90
Lampiran 2
Kuisioner valuasi teknologi berdasarkan persepsi inventor dan investor
Kuisioner Valuasi Teknologi Berdasarkan Persepsi Inventor dan Investor
Nama responden ( Inventor / Investor * )
: .....................................................................
Nama Invensi
: .....................................................................
Nama Inventor
: .....................................................................
Tanggal assesment
: ............... , ....................................... 200....
*
coret yang tidak perlu
90
Lampiran 2
Kuisioner valuasi teknologi berdasarkan persepsi inventor dan investor (Lanjutan)
Kuisioner Bagian I
Ordered Weighted Averaging (OWA-Operator) Untuk Menilai Tingkat Kepentingan Antar Variabel dalam Faktor-faktor Valuasi Teknologi
PETUNJUK PENGISIAN 1. 2. 3.
Tabel berikut ini mohon Bapak/Ibu/Sdr(i) untuk mengisi skala penilaian untuk setiap variabel yang perlu diperhatikan dalam faktor valuasi teknologi berdasarkan persepsi inventor dan investor. Responden hanya mengisi satu skala penilaian untuk masing-masing variabel valuasi teknologii dengan melingkari nomor kolom skala penilaian. Penilaian yang diberikan dinyatakan dalam 5 (lima) skala penilaian.
91
Ordered Weighted Averaging (OWA-Operator) Untuk Menilai Tingkat Kepentingan Antar Variabel dalam Faktor-faktor Valuasi Teknologi Kuisioner 1 Dilihat dari Faktor Teknologi (Kualitas Intrinsik) No. 1.
2.
3.
4.
5.
6.
**
Skala Penilaian**
Variabel Penilaian Kedudukan (posisi) invensi berdasarkan pada kurva daur hidup teknologi.
Kebaruan dan langkah inventif.
Tahap pengembangan teknologi yang dicapai saat ini.
Kemudahan pengembangan produksi skala massal.
Daya saing terhadap produk yang sudah ada di pasar.
Fleksibilitas dan kompabilitas.
1
Tidak Penting
2
Kurang Penting
3
Cukup Penting
4
Penting
5
Sangat Penting
1
Tidak Penting
2
Kurang Penting
3
Cukup Penting
4
Penting
5
Sangat Penting
1
Tidak Penting
2
Kurang Penting
3
Cukup Penting
4
Penting
5
Sangat Penting
1
Tidak Penting
2
Kurang Penting
3
Cukup Penting
4
Penting
5
Sangat Penting
1
Tidak Penting
2
Kurang Penting
3
Cukup Penting
4
Penting
5
Sangat Penting
1
Tidak Penting
2
Kurang Penting
3
Cukup Penting
4
Penting
Lingkari pilihan yang dipilih
92
7.
8.
9.
10.
Kemungkinan memperoleh technical service dari inventor.
Kekhasan invensi dibandingkan dengan teknologi lainnya.
Masa umur teknologi yang dihasilkan dapat bertahan pada industri sejenis.
Kemudahan teknologi untuk ditiru (rentan plagiasi), sehingga mempengaruhi masa dan nilai lisensi.
5
Sangat Penting
1
Tidak Penting
2
Kurang Penting
3
Cukup Penting
4
Penting
5
Sangat Penting
1
Tidak Penting
2
Kurang Penting
3
Cukup Penting
4
Penting
5
Sangat Penting
1
Tidak Penting
2
Kurang Penting
3
Cukup Penting
4
Penting
5
Sangat Penting
1
Tidak Penting
2
Kurang Penting
3
Cukup Penting
4
Penting
5
Sangat Penting
Terimakasih Atas Bantuan dan Kerjasamanya Kantor HKI Institut Pertanian Bogor (IPB)
93
Ordered Weighted Averaging (OWA-Operator) Untuk Menilai Tingkat Kepentingan Antar Variabel dalam Faktor-faktor Valuasi Teknologi Kuisioner 1 Dilihat dari Faktor Pasar No. 1.
2.
3.
4.
5.
6.
**
Skala Penilaian**
Variabel Penilaian Potensi jumlah pengguna akhir.
Tren pasar.
Potensi cakupan wilayah pasar.
Urgensi kebutuhan.
Time to market.
Tingkat persaingan pasar.
1
Tidak Penting
2
Kurang Penting
3
Cukup Penting
4
Penting
5
Sangat Penting
1
Tidak Penting
2
Kurang Penting
3
Cukup Penting
4
Penting
5
Sangat Penting
1
Tidak Penting
2
Kurang Penting
3
Cukup Penting
4
Penting
5
Sangat Penting
1
Tidak Penting
2
Kurang Penting
3
Cukup Penting
4
Penting
5
Sangat Penting
1
Tidak Penting
2
Kurang Penting
3
Cukup Penting
4
Penting
5
Sangat Penting
1
Tidak Penting
2
Kurang Penting
3
Cukup Penting
4
Penting
Lingkari pilihan yang dipilih
94
7.
8.
9.
10.
Estimasi volume penjualan dari pengembangan produk yang dibuat dari hasil invensi.
Besarnya investasi yang diperlukan untuk menggunakan atau memproduksi invensi yang dihasilkan.
Biaya modal investasi untuk pengembangan produk hasil invensi.
Ketersediaan bahan-bahan utama pembuatan produk hasil invensi pada setiap daerah.
5
Sangat Penting
1
Tidak Penting
2
Kurang Penting
3
Cukup Penting
4
Penting
5
Sangat Penting
1
Tidak Penting
2
Kurang Penting
3
Cukup Penting
4
Penting
5
Sangat Penting
1
Tidak Penting
2
Kurang Penting
3
Cukup Penting
4
Penting
5
Sangat Penting
1
Tidak Penting
2
Kurang Penting
3
Cukup Penting
4
Penting
5
Sangat Penting
Terimakasih Atas Bantuan dan Kerjasamanya Kantor HKI Institut Pertanian Bogor (IPB)
95
Ordered Weighted Averaging (OWA-Operator) Untuk Menilai Tingkat Kepentingan Antar Variabel dalam Faktor-faktor Valuasi Teknologi Kuisioner 1 Dilihat dari Faktor Potensi Pemasaran No. 1.
2.
3.
4.
5.
6.
**
Skala Penilaian**
Variabel Penilaian Selisih keuntungan (marjin) yang dapat dicapai untuk membuat invensi menjadi produk skala massal.
Besarnya nilai lisensi dari invensi yang dihasilkan.
Pemanfaatan (renewable) resources atau material berbasis Indonesia
Jumlah biaya dan resiko yang inventor dapat hindari dengan memberikan lisensi ke investor dibandingkan jika harus mengembangkan sendiri.
Biaya yang investor harus keluarkan untuk mendapatkan upgrading teknologi hasil invensi dan technical service dari inventor.
Reputasi inventor dalam menghasilkan invensi-invensi sebelumnya.
1
Tidak Penting
2
Kurang Penting
3
Cukup Penting
4
Penting
5
Sangat Penting
1
Tidak Penting
2
Kurang Penting
3
Cukup Penting
4
Penting
5
Sangat Penting
1
Tidak Penting
2
Kurang Penting
3
Cukup Penting
4
Penting
5
Sangat Penting
1
Tidak Penting
2
Kurang Penting
3
Cukup Penting
4
Penting
5
Sangat Penting
1
Tidak Penting
2
Kurang Penting
3
Cukup Penting
4
Penting
5
Sangat Penting
1
Tidak Penting
2
Kurang Penting
3
Cukup Penting
4
Penting
Lingkari pilihan yang dipilih
96
7.
8.
9.
10.
Potensi penciptaan pendapatan dan lapangan kerja baru.
Skala potensi sebagai penggerak ekonomi.
Bentuk hasil invensi.
Potensi dampak terhadap lingkungan.
5
Sangat Penting
1
Tidak Penting
2
Kurang Penting
3
Cukup Penting
4
Penting
5
Sangat Penting
1
Tidak Penting
2
Kurang Penting
3
Cukup Penting
4
Penting
5
Sangat Penting
1
Tidak Penting
2
Kurang Penting
3
Cukup Penting
4
Penting
5
Sangat Penting
1
Tidak Penting
2
Kurang Penting
3
Cukup Penting
4
Penting
5
Sangat Penting
Terimakasih Atas Bantuan dan Kerjasamanya Kantor HKI Institut Pertanian Bogor (IPB)
97
Lampiran 2
Kuisioner valuasi teknologi berdasarkan persepsi inventor dan investor (Lanjutan)
Kuisioner Bagian II
Expert Panel Untuk Mengidentifikasi Pemilihan Atribut Setiap Kriteria Penilaian pada Faktorfaktor Valuasi Teknologi
PETUNJUK PENGISIAN 1. 2. 3.
Tabel berikut ini mohon Bapak/Ibu/Sdr(i) untuk mengisi kriteria penilaian untuk setiap variabel yang perlu diperhatikan dalam faktor valuasi teknologi berdasarkan persepsi inventor dan investor. Responden hanya mengisi satu kriteria penilaian untuk masing-masing variabel valuasi teknologii dengan melingkari nomor kolom skala penilaian. Penilaian yang diberikan dinyatakan dalam 4 (empat) kriteria penilaian.
98
Expert Panel Untuk Mengidentifikasi Pemilihan Variabel Setiap Kriteria Penilaian pada Faktor-faktor Valuasi Teknologi Kuisioner 2 Dilihat dari Faktor Teknologi (Kualitas Intrinsik) No. 1.
2.
3.
4.
**
Kriteria Penilaian**
Variabel Penilaian Kedudukan (posisi) invensi berdasarkan pada kurva daur hidup teknologi.
Kebaruan dan langkah inventif .
Tahap pengembangan teknologi yang dicapai saat ini.
Kemudahan pengembangan produksi skala massal.
1
tahap perkenalan
2
tahap pertumbuhan
3
tahap jenuh
4
tahap deklinasi
1
tidak ada perbedaan/keunggulan
2
ada perbedaan/keunggulan tidak signifikan
3
ada perbedaan/keunggulan dan signifikan
4
ada perbedaan/keunggulan dan sangat signifikan
1
ide dasar
2
desain teknis/model
3
prototipe (skala sebenarnya)
4
prototipe teruji/produk siap dipasarkan
1
sangat sulit
2
Sulit
Lingkari pilihan yang dipilih
99
5.
6.
7.
8.
9.
Daya saing teknologi terhadap produk yang sudah ada di pasar
Fleksibilitas dan kompabilitas.
Kemungkinan memperoleh technical service dari inventor.
Kekhasan invensi dibandingkan dengan teknologi lainnya.
Masa umur teknologi yang dihasilkan dapat bertahan pada industri sejenis.
3
Mudah
4
sangat mudah
1
tidak memiliki performansi lebih baik terhadap teknologi yang sudah ada di pasar
2
teknologi/produk merupakan pelengkap dari teknologi yang ada di pasar (component/component)
3
teknologi/produk yang dapat menjadi pengganti teknologi yang ada di pasar (substitute)
4
teknologi/produk terobosan yang jauh lebih baik dari produk yang ada di pasar (breakthrough)
1
bidang penggunaan terbatas dan sulit memanfaatkan produk yang sudah ada
2
bidang penggunaan terbatas tapi mudah memanfaatkan produk yang sudah ada
3
bidang penggunaan luas tapi tidak mudah memanfaatkan produk yang sudah ada
4
bidang penggunaan luas dan mudah memanfaatkan produk yang sudah ada
1
2 – 3 tahun
2
1 – 2 tahun
3
< 1 tahun
4
hanya pada saat pembelian
1
sangat identik dengan teknologi lainnya yang sejenis
2
mempunyai banyak persamaan dengan teknologi lainnya yang sejenis
3
berbeda dengan teknologi lainnya yang sejenis
4
sangat berbeda dengan teknologi lainnya yang sejenis
1
< 1 tahun
2
1 – 5 tahun
3
5 – 10 tahun
100
10.
Kemudahan teknologi untuk ditiru (rentan plagiasi), sehingga mempengaruhi masa dan nilai lisensi.
4
> 10 tahun
1
sangat mudah ditiru
2
mudah ditiru
3
sulit ditiru
4
sangat sulit ditiru
Terimakasih Atas Bantuan dan Kerjasamanya Kantor HKI Institut Pertanian Bogor (IPB)
101
Expert Panel Untuk Mengidentifikasi Pemilihan Variabel Setiap Kriteria Penilaian pada Faktor-faktor Valuasi Teknologi Kuisioner 2 Dilihat dari Faktor Pasar No. 1.
2.
3.
4.
**
Kriteria Penilaian**
Variabel Penilaian Potensi jumlah pengguna akhir
Tren pasar
Potensi cakupan wilayah pasar
Urgensi kebutuhan
1
< 10.000
2
10.000 – 100.000
3
100.000 – 1.000.000
4
> 1.000.000
1
Decline
2
slow growing
3
fast growing
4
Mature
1
lokal (desa)
2
kabupaten/propinsi
3
nasional/regional
4
Global
1
belum terlalu dibutuhkan
2
dibutuhkan tapi tidak urgen
Lingkari pilihan yang dipilih
102
5.
6.
7.
8.
9.
Time to market
Tingkat persaingan pasar
Estimasi volume penjualan dari pengembangan produk yang dibuat dari hasil invensi.
Besarnya investasi yang diperlukan untuk menggunakan atau memproduksi invensi yang dihasilkan.
Biaya modal investasi untuk pengembangan produk hasil invensi.
3
dibutuhkan dan urgen
4
sangat dibutuhkan dan sangat urgen
1
> 2 tahun
2
1,1 – 2 tahun
3
6 bulan – 1 tahun
4
< 6 bulan
1
sangat tinggi
2
Tinggi
3
Sedang
4
Ringan
1
kurang dari yang diharapkan
2
sesuai dengan yang diharapkan
3
lebih besar dari yang diharapkan
4
sangat besar dari yang diharapkan
1
sangat sedikit
2
Sedikit
3
Besar
4
sangat besar
1
sangat banyak
2
Banyak
3
Sedang
103
10.
11.
12.
13.
Ketersediaan bahan-bahan utama pembuatan produk hasil invensi pada setiap daerah.
Kemungkinan ketidaksukaan konsumen terhadap permen ini karena persepsi minyak kayu putih sebagai obat oles.
Cakupan pasar permen medicated atau herb candy di Indonesia.
Kemungkinan masuknya kompetitor untuk permen sejenis.
4
tidak banyak
1
jarang tersedia
2
cukup tersedia
3
banyak tersedia
4
sangat banyak tersedia
1
sangat sedikit
2
Sedikit
3
Banyak
4
sangat banyak
1
sangat sempit
2
sempit
3
luas
4
sangat luas
1
sangat kecil
2
kecil
3
besar
4
sangat besar
Terimakasih Atas Bantuan dan Kerjasamanya Kantor HKI Institut Pertanian Bogor (IPB)
104
Expert Panel Untuk Mengidentifikasi Pemilihan Variabel Setiap Kriteria Penilaian pada Faktor-faktor Valuasi Teknologi Kuisioner 2 Dilihat dari Faktor Potensi Pemasaran No.
Variabel Penilaian
1.
Selisih keuntungan (marjin) yang dapat dicapai untuk membuat invensi menjadi produk skala massal.
2.
3.
4.
**
Besarnya nilai lisensi dari invensi yang dihasilkan.
Pemanfaatan (renewable) resources atau material berbasis Indonesia.
Jumlah biaya dan resiko yang inventor dapat hindari dengan memberikan lisensi ke investor dibandingkan jika harus mengembangkan sendiri.
Kriteria Penilaian** 1
kecil
2
sedang
3
besar
4
sangat besar
1
kecil
2
sedang
3
besar
4
sangat besar
1
< 10 %
2
10 – 35 %
3
35 – 60 %
4
> 60 %
1
biaya dan resiko yang sangat besar
2
biaya dan resiko yang besar
Lingkari pilihan yang dipilih
105
5.
6.
7.
8.
9.
Biaya yang investor harus keluarkan untuk mendapatkan upgrading teknologi hasil invensi dan technical service dari inventor.
Reputasi inventor dalam menghasilkan invensi-invensi sebelumnya.
Potensi penciptaan pendapatan dan lapangan kerja baru.
Skala potensi sebagai penggerak ekonomi.
Bentuk hasil invensi.
3
biaya dan resiko yang sedang
4
biaya dan resiko yang sedikit
1
sangat banyak
2
banyak
3
sedang
4
sedikit
1
belum tahu
2
cukup baik
3
baik
4
sangat baik
1
ekonomi individu/keluarga
2
ekonomi kelompok masyarakat/desa
3
ekonomi kawasan
4
ekonomi nasional
1
kecil
2
tidak terlalu besar
3
besar
4
sangat besar
1
formula
2
bagian dari proses
3
setengah produk
106
10.
Potensi dampak terhadap lingkungan.
4
produk jadi
1
berpotensi merusak
2
tidak merusak
3
mengurangi kerusakan
4
mendorong kelestarian dan menciptakan nilai tambah
Terimakasih Atas Bantuan dan Kerjasamanya Kantor HKI Institut Pertanian Bogor (IPB)
107
Lampiran 2
Kuisioner valuasi teknologi berdasarkan persepsi inventor dan investor (Lanjutan)
Kuisioner Bagian III
Discounted Cash Flow (DCF) Untuk Mengidentifikasi Faktor-faktor Kuantitatif Valuasi Teknologi
(diisi oleh inventor teknologi yang sedang dinilai) PETUNJUK PENGISIAN 4. 5.
Tabel berikut ini mohon Bapak/Ibu/Sdr(i) untuk mengisi faktor-faktor kuantitatif valuasi teknologi Responden dapat mengisi kolom isian berdasarkan pada hasil yang sudah dilakukan dan hasil yang diharapkan.
108
Dicounted Cash Flow (DCF) Untuk Mengidentifikasi Faktor-faktor Kuantitatif Valuasi Teknologi Kuisioner 3 Faktor-faktor Kuantitatif Valuasi Teknologi
No.
Faktor-faktor Kuantitatif
Jumlah Volume
Satuan
1
Biaya pembuatan invensi
Rupiah
2
Periode lisensi yang diinginkan
Tahun
3
Jumlah calon investor (pengguna lisensi)
4
Kompensasi/reward untuk inventor
Persen (%)
5
Kompensasi/reward untuk institusi
Persen (%)
Industri / Orang
Terimakasih Atas Bantuan dan Kerjasamanya Kantor HKI Institut Pertanian Bogor (IPB)
109
Lampiran 3. Hasil perangkingan variabel valuasi teknologi komposisi permen cajuput untuk pelega tenggorokan No.
Faktor
A. 1.
Faktor Teknologi Kedudukan (posisi) invensi berdasarkan pada kurva daur hidup teknologi. Kebaruan dan langkah inventif. Tahap pengembangan teknologi yang dicapai saat ini. Kemudahan pengembangan produksi skala massal. Daya saing terhadap produk yang sudah ada di pasar. Fleksibilitas dan kompabilitas. Kemungkinan memperoleh technical service dari inventor. Kekhasan invensi dibandingkan dengan teknologi lainnya. Masa umur teknologi yang dihasilkan dapat bertahan pada industri sejenis. Kemudahan teknologi untuk ditiru (rentan plagiasi), sehingga mempengaruhi masa dan nilai lisensi.
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. B. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. C. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Nilai jual permen cajuput dilihat dari rasa yang menyegarkan dan menghangatkan saluran pernafasan. Nilai jual permen cajuput dilihat dari masa simpan produk yang dapat bertahan selama 3-6 bulan. Faktor Pasar Potensi jumlah pengguna akhir. Tren pasar. Potensi cakupan wilayah pasar. Urgensi kebutuhan. Time to market. Tingkat persaingan pasar. Estimasi volume penjualan dari pengembangan produk yang dibuat dari hasil invensi. Besarnya investasi yang diperlukan untuk menggunakan atau memproduksi invensi yang dihasilkan. Biaya modal investasi untuk pengembangan produk hasil invensi. Ketersediaan bahan-bahan utama pembuatan produk hasil invensi pada setiap daerah. Kemungkinan ketidaksukaan konsumen terhadap permen ini karena persepsi minyak kayu putih sebagai obat oles. Cakupan pasar permen medicated atau herb candy di Indonesia. Kemungkinan masuknya kompetitor untuk permen sejenis. Faktor Potensi Pemasaran Selisih keuntungan (marjin) yang dapat dicapai untuk membuat invensi menjadi produk skala massal. Besarnya nilai lisensi dari invensi yang dihasilkan. Pemanfaatan (renewable) resources atau material berbasis Indonesia Jumlah biaya dan resiko yang inventor dapat hindari dengan memberikan lisensi ke investor dibandingkan jika harus mengembangkan sendiri. Biaya yang investor harus keluarkan untuk mendapatkan upgrading teknologi hasil invensi dan technical service dari inventor. Reputasi inventor dalam menghasilkan invensi-invensi sebelumnya.
P1
Pendapat Pakar P2 P3 P4 B
3
4
3
4
4
3 3 4 3 4 3 4 3
4 4 4 5 4 5 3 4
3 4 4 3 4 4 2 4
3 3 4 4 2 3 4 4
4 4 4 5 4 5 4 4
5
2
5
5
5
5
3
4
4
5
3
3
5
3
5
4 4 5 3 5 3 4
4 4 4 2 4 3 3
5 4 4 4 3 5 4
5 5 4 4 3 5 4
5 5 5 4 5 5 4
2
5
3
4
5
2
4
5
4
5
2
4
4
3
4
3
4
4
4
4
4 5
3 3
3 5
5 5
5 5
5
4
4
4
5
3 4
4 4
4 4
2 2
4 4
3
3
3
3
3
2
4
3
3
4
2
2
2
2
2
110
7. 8. 9. 10.
Potensi penciptaan pendapatan dan lapangan kerja baru. Skala potensi sebagai penggerak ekonomi. Bentuk hasil invensi. Potensi dampak terhadap lingkungan.
Keterangan: : P : P1 : P2 : P3 : P4 : B
4 3 4 2
4 3 3 4
3 4 3 3
4 3 3 4
4 4 4 4
Pakar Prof. Dr. Ir. C. Hanny Wijaya Dr. Ir. Sedarnawati Dr. Ir. Sutrisno Ir. Lien Herlina, M.Sc Bobot
111
Lampiran 4. Hasil perangkingan variabel valuasi teknologi sari buah pala instan No.
Faktor
A. 1.
Faktor Teknologi Kedudukan (posisi) invensi berdasarkan pada kurva daur hidup teknologi. Kebaruan dan langkah inventif. Tahap pengembangan teknologi yang dicapai saat ini. Kemudahan pengembangan produksi skala massal. Daya saing terhadap produk yang sudah ada di pasar. Fleksibilitas dan kompabilitas. Kemungkinan memperoleh technical service dari inventor. Kekhasan invensi dibandingkan dengan teknologi lainnya. Masa umur teknologi yang dihasilkan dapat bertahan pada industri sejenis. Kemudahan teknologi untuk ditiru (rentan plagiasi), sehingga mempengaruhi masa dan nilai lisensi.
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. B. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. C. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Nilai jual sari buah pala instan dilihat dari tingkat pengetahuan masyarakat akan kegunaan dan manfaat pala bagi kesehatan. Dapat menekan biaya produksi yaitu dengan menggunakan proses kristalisasi yang lebih murah bila dibandingkan dengan spray drier. Faktor Pasar Potensi jumlah pengguna akhir. Tren pasar. Potensi cakupan wilayah pasar. Urgensi kebutuhan. Time to market. Tingkat persaingan pasar. Estimasi volume penjualan dari pengembangan produk yang dibuat dari hasil invensi. Besarnya investasi yang diperlukan untuk menggunakan atau memproduksi invensi yang dihasilkan. Biaya modal investasi untuk pengembangan produk hasil invensi. Ketersediaan bahan-bahan utama pembuatan produk hasil invensi pada setiap daerah. Cita rasa buah pala di kalangan masyarakat Indonesia saat ini terkait dengan tingkat penerimaan produk di masyarakat. Kemungkinan persaingan (competition) sari buah pala instan dengan sari buah instan lainnya yang sudah ada di pasaran. Cakupan pasar sari buah pala instan di Indonesia. Faktor Potensi Pemasaran Selisih keuntungan (marjin) yang dapat dicapai untuk membuat invensi menjadi produk skala massal. Besarnya nilai lisensi dari invensi yang dihasilkan. Pemanfaatan (renewable) resources atau material berbasis Indonesia Jumlah biaya dan resiko yang inventor dapat hindari dengan memberikan lisensi ke investor dibandingkan jika harus mengembangkan sendiri. Biaya yang investor harus keluarkan untuk mendapatkan upgrading teknologi hasil invensi dan technical service dari inventor. Reputasi inventor dalam menghasilkan invensi-invensi
P1
Pendapat Pakar P2 P3 P4 B
3
3
4
3
4
2 3 2 2 2 3 3 2
4 4 3 4 4 2 3 4
3 3 4 4 2 4 3 3
3 2 3 3 2 2 2 3
4 4 4 4 4 4 3 4
1
2
4
4
4
3
3
4
3
4
2
4
5
3
5
2 3 2 2 2 2 2
4 3 4 2 3 4 3
4 4 4 4 3 4 4
4 4 4 3 2 3 4
4 4 4 4 3 4 4
3
4
5
4
5
3
3
5
3
5
2
4
4
3
4
2
4
4
3
4
3
5
4
4
5
2
3
2
4
4
2
3
5
3
5
4 4
3 4
3 4
3 2
4 4
2
4
3
3
4
3
3
4
2
4
2
2
2
2
2
112
7. 8. 9. 10.
sebelumnya. Potensi penciptaan pendapatan dan lapangan kerja baru. Skala potensi sebagai penggerak ekonomi. Bentuk hasil invensi. Potensi dampak terhadap lingkungan.
Keterangan: : P : P1 : P2 : P3 : P4 : B
2 2 3 2
4 4 4 4
4 3 2 4
4 3 4 3
4 4 4 4
Pakar Dr. Ir. Sugiyono, M.App.Sc Dr. Ir. Sedarnawati Yasni Dr. Ir. Sutrisno Ir. Lien Herlina, M.Sc Bobot
113
Lampiran 5. Atribut-atribut valuasi teknologi komposisi permen cajuput untuk pelega tenggorokan terhadap kemungkinan komersialisasinya Faktor Variabel
V1 V2 V3 V4 V5 V6 V7 V8 V9 V10 V11 V12 V13
P1 2 3 4 2 2 4 3 4 2 2 3 3
Teknologi P2 P3 1 2 2 3 2 3 2 1 2 2 2 4 3 3 2 3 2 2 2 2 2 3 2 3
P4 3 2 4 2 2 2 3 2 1 1 2 2
P1 4 2 3 2 4 3 2 2 4 3 2 3 3
Pasar P2 P3 2 4 2 2 3 3 2 2 2 3 2 2 2 2 3 2 2 3 2 2 3 2 2 3 2 3
P4 3 3 3 2 3 1 2 2 3 2 2 3 4
Potensi Pemasaran P1 P2 P3 P4 3 2 2 2 2 2 2 2 4 3 4 3 4 3 2 3 4 3 3 4 1 1 2 3 2 4 2 2 2 3 2 2 4 1 3 1 4 4 4 2
114
Lampiran 6. Atribut-atribut valuasi teknologi sari buah pala instan terhadap kemungkinan komersialisasinya Faktor Variabel
V1 V2 V3 V4 V5 V6 V7 V8 V9 V10 V11 V12 V13
P1 1 2 2 3 2 2 3 2 2 2 3 3
Teknologi P2 P3 1 1 2 3 2 2 2 1 2 3 3 4 3 3 2 3 2 4 2 2 2 3 2 3
P4 3 1 4 2 2 2 3 2 1 1 2 2
P1 2 2 2 2 2 3 2 2 4 1 2 4 2
Pasar P2 P3 2 4 2 2 2 4 2 2 3 3 2 3 2 2 2 2 4 3 2 3 2 2 2 3 2 3
P4 4 4 3 2 3 2 1 2 4 2 2 2 2
Potensi Pemasaran P1 P2 P3 P4 1 1 2 2 1 1 2 2 4 3 4 3 4 4 3 3 4 4 4 4 1 1 3 3 2 2 2 2 2 1 2 2 4 1 4 2 2 4 4 2
115
PEMODELAN DAN RANCANG BANGUN SISTEM VALUASI TEKNOLOGI BERORIENTASI PATEN DI LINGKUNGAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR (IPB)
BUDI DHARMAWAN
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007
116
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pemodelan dan Rancang Bangun Sistem Valuasi Teknologi Berorientasi Paten di Lingkungan Institut Pertanian Bogor (IPB) adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Desember 2007 Budi Dharmawan NRP F351040161
117
ABSTRACT BUDI DHARMAWAN. Modeling and Design of Technology Valuation System of Patent-Oriented in Institut Pertanian Bogor (IPB). Supervised by SUKARDI and KRISNANI SETYOWATI. Determines value and predicts price a technology is difficult enough in process of commercialization because invention’s character in the form of technology that is not measured quantitatively (intangible). This character complicates process valuation of technology. In its implementation, intellectual property rights center in Indonesia have different way in doing valuation of technology. Based on that, technology valuation system of patent-oriented was expected able to assist inventor and intellectual property rights center in assessing and predicts the price of new technology. The objectives of this research were: (1) to make technology valuation system as input to process commercialization of new technology; (2) to asses new technology that potential to be commercialized; and (3) to give license price prediction for new technology that potential to be commercialized. Inventor and investor have different perception in assessing new technology. This perception identified its variables and attributes. Rank of technological valuation variables was done with Ordered Weighted AveragingOperator method. Commercialization risk was done with Expert Panel method. Technological license price prediction was done with Discounted Cash Flow method. Assessment and prediction of technological license price was done with system approach in decision making with program package called Decision Supporting System. There were two IPB’s technologies assessed, i.e. the composition of cajuput candy as throat relief and the production process of instant nutmeg juice. The composition of cajuput candy as throat relief had risk factor 0.4947 with technology class in moderate risk, stayed at step growth in technological life cycle and stayed at step diffusion in product life cycle. The price of its technological license was equal to Rp298,069,866 and stayed at step growth in innovation diffusion to new consumer characteristic with license time line wanted by inventor was two years and number of license consumers wanted by inventor (exclusivity) was two investors. Therefore, created image technology which having special quality for health was one way of marketing to reach late-adopters consumer. The production process of instant nutmeg juice had risk factor 0.4600 with technology class in moderate risk, stayed at step growth in technological life cycle and stayed at step diffusion in product life cycle. The price of its technological license was equal to Rp161,400,000 and stayed at step growth in innovation diffusion to new consumer characteristic with license time line wanted by inventor was one year and number of license consumers wanted by inventor (exclusivity) was one investor. One of creation of technology image that could be done was having special quality for health, such as health cream and anti oxidant. Keyword: technology valuation, the price of license, risk factor, technology life cycle, product life cycle
118
RINGKASAN BUDI DHARMAWAN. Pemodelan dan Rancang Bangun Sistem Valuasi Teknologi Berorientasi Paten di Lingkungan Institut Pertanian Bogor (IPB). Dibimbing oleh SUKARDI dan KRISNANI SETYOWATI. Menentukan nilai dan memprediksikan harga suatu teknologi merupakan proses yang cukup sulit dalam proses komersialisasi karena sifat invensi dalam bentuk teknologi yang tidak terukur secara kuantitatif (intangible). Sifat ini menyulitkan proses valuasi suatu teknologi. Dalam implementasinya, sentrasentra Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia mempunyai cara yang berbeda-beda dalam melakukan valuasi teknologi. Berdasarkan hal tersebut, sistem valuasi teknologi berorientasi paten ini diharapkan dapat membantu pihak inventor dan pihak sentra-sentra Hak Kekayaan Intelektual dalam menilai dan memprediksi harga teknologi baru. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) menghasilkan sistem valuasi teknologi sebagai masukan untuk proses komersialisasi teknologi; (2) melakukan penilaian terhadap suatu teknologi baru yang potensial untuk dikomersialkan; dan (3) memberikan prediksi harga terhadap teknologi baru yang potensial untuk dikomersialkan. Inventor dan investor memiliki persepsi yang berbeda dalam menilai teknologi baru. Persepsi ini diidentifikasi variabel dan atributnya. Perangkingan variabel valuasi teknologi dilakukan dengan metode Ordered Weighted Averaging-Operator. Resiko komersialisasi dilakukan dengan metode Expert Panel. Penentuan harga lisensi teknologi dilakukan dengan metode Discounted Cash Flow. Penilaian dan prediksi harga lisensi teknologi dilakukan dengan pendekatan secara sistem dengan paket program Sistem Penunjang Keputusan. Terdapat dua teknologi IPB yang dinilai, yaitu permen cajuput untuk pelega tenggorokan dan sari buah pala instan. Teknologi komposisi permen cajuput untuk pelega tenggorokan memiliki faktor resiko 0.4947 dengan kelas teknologi moderate risk, berada pada tahapan growth di daur hidup teknologi dan berada pada tahapan diffusion di daur hidup produk. Harga lisensi teknologi sebesar Rp298,069,866 dan berada pada tahapan growth di difusi inovasi terhadap karakteristik konsumen baru dengan periode lisensi yang diinginkan inventor sebanyak dua tahun dan jumlah pengguna lisensi yang diinginkan inventor (ekslusivitas) sebanyak dua investor. Oleh karena itu, menciptakan image teknologi yang berkhasiat bagi kesehatan merupakan salah satu cara pemasaran untuk meraih konsumen late-adopters. Teknologi sari buah pala instan memiliki faktor resiko 0.4600 dengan kelas teknologi moderate risk, berada pada tahapan growth di daur hidup teknologi dan berada pada tahapan diffusion di daur hidup produk. Harga lisensi teknologi sebesar Rp161,400,000 dan berada pada tahapan growth di difusi inovasi terhadap karakteristik konsumen baru dengan periode lisensi yang diinginkan inventor sebanyak satu tahun dan jumlah pengguna lisensi yang diinginkan inventor (ekslusivitas) sebanyak satu investor. Salah satu penciptaan image teknologi yang dapat dilakukan yaitu berkhasiat bagi kesehatan, seperti krim kesehatan dan anti oksidan. Kata kunci: valuasi teknologi, harga lisensi, faktor resiko, daur hidup teknologi, daur hidup produk
119
© Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor (IPB), tahun 2007 Hak cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
120
PEMODELAN DAN RANCANG BANGUN SISTEM VALUASI TEKNOLOGI BERORIENTASI PATEN DI LINGKUNGAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR (IPB)
BUDI DHARMAWAN
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 121
Judul Tesis Nama NRP
: Pemodelan dan Rancang Bangun Sistem Valuasi Teknologi Berorientasi Paten di Lingkungan Institut Pertanian Bogor (IPB) : Budi Dharmawan : F351040161
Disetujui, Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Sukardi, MM. Ketua
Dr. Ir. Krisnani Setyowati Anggota
Diketahui, Ketua Program Studi Teknologi Industri Pertanian
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Irawadi Jamaran
Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS.
Tanggal Ujian: 04 Oktober 2007
Tanggal Lulus:
122
PRAKATA Puji syukur atas segala ridho, rahmat dan hidayah Allah SWT sehingga tesis ini dapat penulis selesaikan. Tesis yang berjudul Pemodelan dan Rancang Bangun Sistem Valuasi Teknologi Berorientasi Paten di Lingkungan Institut Pertanian Bogor (IPB) merupakan kelengkapan tugas akhir untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Sekolah Pascasarjana IPB. Penelitian dan penulisan tesis ini di bawah bimbingan Dr. Ir. Sukardi, MM. dan Dr. Ir. Krisnani Setyowati. Terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan atas bimbingan dan arahan yang diberikan sejak penyusunan dan perencanaan penelitian hingga selesai penulisan. Terima kasih dan penghargaan juga disampaikan kepada Dr. Ir. Tajuddin Bantacut, M.Sc. atas masukan dan saran sebagai penguji luar komisi saat sidang tesis. Terima kasih juga diucapkan kepada Program Hibah Kompetisi (PHK) A2 Universitas Jenderal Soedirman selaku pemberi beasiswa selama penulis menempuh studi dan Kantor HKI-IPB selaku sponsor dana penelitian. Penghargaan penulis sampaikan kepada Rektor Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Dekan Fakultas Pertanian Unsoed dan Ketua Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian Unsoed yang telah memberikan izin belajar, serta Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB), Dekan Sekolah Pascasarjana IPB dan Ketua Program Studi Teknologi Industri Pertanian (TIP) Sekolah Pascasarjana IPB yang telah menerima penulis untuk melanjutkan Program S2 di IPB. Terima kasih juga disampaikan kepada isteri tercinta Yanita Devianti Aggoroputri, ibunda Mukminah dan kakak-kakak, keluarga Bambang Moertyoso dan keluarga Gunawan Hattari Sapta atas segala bantuan, doa, kesabaran, dorongan dan pengertian yang diberikan secara tulus dan ikhlas selama penulis menempuh pendidikan. Disamping itu, terima kasih dan penghargaan diucapkan kepada temanteman penulis: Yeni, Titin, teh Fitri, Pak Yaoi, Pak Zen, Ihsan, Woro, Umi, Bu Rini, Dewi, Hendrix, Milla, Pita, Pak Imam, Rahmat, Tini, Uki, Anna, Iwan, Tito, Ilham, Wiwin, Eny, mas Roni, dan kakak angkat penulis, Robani Juhar, serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu dalam
123
proses penyelesaian tesis ini. Penulis menyadari bahwa tesis ini tidak luput dari kelemahan dan kekurangan, sehingga saran untuk perbaikan sangat diharapkan. Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Bogor, Desember 2007 Budi Dharmawan
124
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 9 September 1980 dari pasangan Sumardi dan Mukminah. Penulis merupakan anak keempat dari empat bersaudara. Tahun 1999 penulis lulus dari SMA Negeri 112 Jakarta dan pada tahun yang sama masuk ke Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto melalui jalur UMPTN. Penulis memilih Program Studi Agrobisnis, Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian dan lulus tahun 2003. Pada tahun 2004 penulis diterima di Program Studi Teknologi Industri Pertanian Sekolah Pascasarjana IPB. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Program Hibah Kompetisi (PHK) A2 Dikti. Pada tahun 2002 penulis bekerja di Puntledge-Salmonid Enhancement Hatchery, BC, Canada. Dari tahun 2004 sampai sekarang penulis bekerja sebagai staf pengajar di Unsoed, Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian.
125
DAFTAR ISI Halaman
DAFTAR ISI ...................................................................................................... x DAFTAR TABEL .............................................................................................. xii DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xiii DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xiv I. 1.1 1.2 1.3 1.4
PENDAHULUAN ...................................................................................... Latar Belakang ........................................................................................... Tujuan Penelitian ....................................................................................... Ruang Lingkup Penelitian .......................................................................... Manfaat Penelitian .....................................................................................
1 1 3 4 4
II. TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 2.1 Valuasi dan Penentuan Harga Suatu Teknologi Baru ......................... 2.2 Daur Hidup Teknologi ......................................................................... 2.3 Difusi Inovasi Terhadap Karakteristik Konsumen Teknologi Baru ... 2.4 Definisi Hak Kekayaan Intelektual ..................................................... 2.5 Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual ............................................. 2.6 Pemanfaatan Hak Kekayaan Intelektual ............................................. 2.7 Komersialisasi Hak Kekayaan Intelektual .......................................... 2.7.1 Bentuk Komersialisasi ............................................................. 2.7.2 Tahapan Komersialisasi........................................................... 2.8 Komersialisasi Teknologi di Perguruan Tinggi (PT) .......................... 2.9 Sistem Valuasi Teknologi .................................................................... 2.10 Sistem Penunjang Keputusan .............................................................. 2.10.1 Subsistem Manajemen Basis Data ........................................ 2.10.2 Subsistem Manajemen Basis Model ....................................... 2.10.3 Subsistem Pengolahan Dialog ............................................... 2.10.4 Akuisisi Pengetahuan .............................................................. 2.10.5 Basis Pengetahuan ................................................................. 2.10.6 Mekanisme Inferensi ............................................................. 2.10.7 Interaksi Manusia-Mesin .......................................................
5 5 9 15 17 18 21 22 22 24 27 28 30 32 32 33 33 34 35 36
III. LANDASAN TEORI ................................................................................... 3.1 Ordered Weighted Averaging (OWA-Operator) ................................. 3.2 Teknik Heuristik dalam Pengambilan Keputusan .............................. 3.3 Expert Panel ........................................................................................ 3.4 Discounted Cash Flow (DCF) ............................................................
37 37 38 39 41
126
IV. METODOLOGI PENELITIAN.................................................................... 4.1 Kerangka Pemikiran ............................................................................ 4.2 Tahapan Penelitian ........................................................................... 4.3 Metode Pengumpulan Data ................................................................. 4.4 Metode Pengolahan Data ....................................................................
44 44 45 46 46
V. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................... 48 5.1 Analisa Situasional Valuasi Teknologi Berorientasi Paten ................ 48 5.2 Analisa Kebutuhan .............................................................................. 48 5.3 Formulasi Permasalahan .................................................................... 49 5.4 Identifikasi Sistem .............................................................................. 50 5.5 Pemodelan Sistem .............................................................................. 53 5.6 Konfigurasi Model SPK V-Tech v1.2 ............................................... 53 5.7 Sistem Manajemen Basis Model ........................................................ 56 5.7.1 Submodel Elemen Sistem Valuasi Teknologi ....................... 57 5.7.2 Submodel Resiko Komersialisasi Teknologi ............................ 57 5.7.2.1 Perangkingan Variabel Valuasi Teknologi .............. 57 5.7.2.2 Pengidentifikasian Atribut Valuasi Teknologi ........ 59 5.7.2.3 Penentuan Resiko Komersialisasi Teknologi .......... 59 5.7.3 Submodel Penentuan Harga Lisensi Teknologi .................... 60 5.8 Sistem Manajemen Basis Data............................................................. 61 5.9 Mesin Inferensi .................................................................................... 62 5.10 Sistem Manajemen Dialog .................................................................. 62 5.11 Verifikasi Model ................................................................................. 62 5.12 Submodel Elemen Sistem Valuasi Teknologi ..................................... 63 5.13 Submodel Resiko Komersialisasi Teknologi .................................... 66 5.13.1 Perangkingan Variabel Valuasi Teknologi ............................ 66 5.13.2 Pengidentifikasian Atribut Valuasi Teknologi ....................... 73 5.13.3 Nilai Faktor Resiko Teknologi ................................................ 73 5.13.4 Posisi dua teknologi IPB berdasarkan faktor resiko dalam kurva S (daur hidup) teknologi, daur hidup produk dan pertumbuhan pangsa pasar suatu produk dalam suatu industri .................................................................................... 76 5.14 Submodel Penentuan Harga Lisensi Teknologi .................................. 79 VI. SIMPULAN DAN SARAN .......................................................................... 83 6.1 Simpulan ............................................................................................. 83 6.2 Saran..................................................................................................... 85 VII. DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 86 VIII. LAMPIRAN .............................................................................................. 89
127
DAFTAR TABEL Halaman
1
Peringkat indeks daya saing global (tahun 2003) ....................................... 10
2
Fase dalam daur hidup suatu produk............................................................ 11
3
Perbedaan HKI berdasarkan syarat, cara perlindungan, dan lama perlindungan ................................................................................................ 19
4
Perbedaan paten dan paten sederhana ......................................................... 20
5
Pilihan strategi komersialisasi berdasarkan posisi teknologi dan aset komplementer .............................................................................................. 22
6
Kebutuhan pelaku sistem valuasi teknologi berorientasi paten .................. 49
7
Permasalahan pelaku sistem valuasi teknologi berorientasi paten .............. 50
8
Nilai dari suatu teknologi ............................................................................. 63
9
Variabel-variabel yang mempengaruhi upaya komersialisasi teknologi komposisi permen cajuput untuk pelega tenggorokan ................................ 69
10 Variabel-variabel yang mempengaruhi upaya komersialisasi teknologi sari buah pala instan ........................................................................................... 72 11
Hasil perangkingan variabel valuasi teknologi komposisi permen cajuput untuk pelega tenggorokan ........................................................................... 74
12 Nilai konversi dari hasil perangkingan variabel valuasi teknologi komposisi permen cajuput untuk pelega tenggorokan ................................................. 74 13 Penghitungan nilai faktor resiko teknologi komposisi permen cajuput untuk pelega tenggorokan ..................................................................................... 75 14 Hasil perangkingan variabel valuasi teknologi sari buah pala instan ......... 75 15 Nilai konversi dari hasil perangkingan variabel valuasi teknologi sari buah pala instan ................................................................................................... 76 16 Penghitungan nilai faktor resiko teknologi sari buah pala instan ............... 76 17 Faktor resiko, kelas teknologi dan tingkat kepercayaan keseragaman pendapat pakar pada empat jenis teknologi unggulan IPB ....................... 77
128
18 Faktor-faktor kuantitatif valuasi dua teknologi unggulan IPB .................... 79 19 Biaya investasi, perjanjian lisensi, keuntungan lisensi dan harga lisensi teknologi pada empat jenis teknologi unggulan IPB (dalam Rupiah) ........ 81
129
DAFTAR GAMBAR Halaman
1
Konsep nilai penjual dan pembeli (Smith dan Parr 2000) ..........................
5
2
Tahapan dari riset menuju komersial (Dietrich 2001) ................................ 12
3
Kurva daur hidup teknologi (Dietrich 2001) ............................................... 12
4
Kurva perubahan technology-driven products ke customer-driven/humancentered (Norman 1998) ............................................................................. 16
5
Skema pengembangan aktivitas bisnis berbasis teknologi Perguruan Tinggi (dikembangkan dari Chakrabarti 2002 dalam Setyowati et al. 2005) ........ 25
6
Aliran teknologi di Perguruan Tinggi (PT) ................................................. 28
7
Struktur dasar Sistem Penunjang Keputusan/SPK (Eriyatno, 1998) .......... 31
8 Expert Panel untuk penentuan resiko ......................................................... 39 9 Tahapan penelitian pemodelan sistem valuasi teknologi berorientasi paten ............................................................................................................. 45 10 Diagram sebab akibat variabel yang berpengaruh terhadap pengembangan produk baru hasil invensi ............................................................................ 51 11 Diagram input-output sistem valuasi teknologi berorientasi paten ............. 52 12 Konfigurasi model SPK valuasi teknologi berorientasi paten .................... 54 13 Diagram alir SPK valuasi teknologi berorientasi paten .............................. 56 14 Diagram alir perangkingan variabel valuasi teknologi ............................... 58 15 Diagram alir pengidentifikasian atribut valuasi teknologi .......................... 59 16 Diagram alir submodel faktor resiko komersialisasi teknologi ................... 60 17 Diagram alir submodel harga lisensi teknologi ........................................... 61 18 Posisi dua teknologi IPB dalam kurva S (daur hidup) teknologi, daur hidup produk dan pertumbuhan pangsa pasar suatu produk dalam suatu industri ........................................................................................................ 77
130
DAFTAR LAMPIRAN Halaman
1
Cara Memperoleh dan Mengolah Data Penelitian ...................................... 89
2
Kuisioner valuasi teknologi berdasarkan persepsi inventor dan investor ......................................................................................................... 91
3
Hasil perangkingan variabel valuasi teknologi komposisi permen cajuput untuk pelega tenggorokan ........................................................................... 110
4
Hasil perangkingan variabel valuasi teknologi sari buah pala instan ......... 112
5
Atribut-atribut valuasi teknologi komposisi permen cajuput untuk pelega tenggorokan terhadap kemungkinan komersialisasinya ............................. 114
6
Atribut-atribut valuasi teknologi sari buah pala instan terhadap kemungkinan komersialisasinya ......................................................................................... 115
7
Petunjuk teknis penggunaan aplikasi V-Tech v1.2 ..................................... 116
131
132