I. PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Negara-negara maju memiliki perbedaan dengan negara-negara sedang
berkembang antara lain dalam hal kemiskinan dan distribusi pendapatan. Di negara maju jauh lebih baik dan mumpuni dibandingkan negara sedang berkembang, baik secara statistik kemerataannya (perbedaan kaya dan miskin, majikan dan buruh, antardaerah, antarsektor) maupun kapasitas secara institusi untuk mengatasi ketimpangan. Kemiskinan adalah ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Ketimpangan distribusi pendapatan merupakan ketidakmerataan pendapatan yang diterima oleh pemilik faktor produksi. Di Eropa Utara dan Barat yang sering dijadikan model negara kesejahteraan sangat terkenal dengan sistem jaminan sosial dikombinasikan dengan politik fiskal dan moneter serta gerakan buruh dan koperasinya. Di Amerika dan Kanada, kelembagaannya memang parsial tapi terdapat lembaga sosial dan LSM yang dikombinasikan dengan koperasi. Sistem inilah yang mampu menciptakan sistem perlindungan yang efektif, dan produktif dalam mendukung pertumbuhan ekonomi. Di Jepang tingkat kesejahteraan petani, nelayan, buruh secara empiris salah satu yang terbaik di dunia karena kesejahteraan rakyat merupakan indikator kinerja perusahaan dan pemerintah daerah (Damanhuri, 2010). Indonesia sebagai salah satu negara yang termasuk negara sedang berkembang memiliki jumlah penduduk miskin mencapai 31,9 juta orang atau 13,3 persen dari total jumlah penduduk Indonesia diukur menggunakan garis kemiskinan Rp 233.740 per kapita per bulan dengan indeks gini (ukuran distribusi pendapatan) sebesar 0,33 (BPS, 2011). Kemiskinan ini merupakan masalah yang bukan saja dilihat sebagai fenomena ekonomi tetapi juga sebagai masalah agama, sosial, politik dan keamanan. Ini dikarenakan kemiskinan merupakan penyakit sosial yang paling dahsyat bahkan dapat dikatakan sebagai musibah dan bencana yang harus segera ditanggulangi. Islam sebagai agama yang mayoritas dianut penduduk Indonesia telah memberikan solusi untuk mengatasi kemiskinan dan ketimpangan sosial dengan
2
zakat. Zakat memiliki dimensi sosial karena membayar zakat bertujuan mengangkat kehidupan kaum miskin menjadi orang yang sejahtera serta mempersempit jarak antara kaum kaya dan kaum miskin (Qardhawi, 1995). Kondisi pengumpulan dana zakat di Indonesia saat ini masih di bawah kebutuhan untuk mengeluarkan umat Islam dari kemiskinan. Padahal jika dilihat dari potensi zakat penduduk muslim Indonesia yang wajib zakat sangat besar. Penelitian Badan Amil Zakat Nasional dan Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB mengungkapkan potensi zakat nasional sebesar Rp 217.000.000.0000,00 setara dengan 3,4 persen dari total PDB. Potensi ini terdiri dari potensi zakat rumah tangga secara nasional, potensi zakat perusahaaan industri menengah dan besar nasional serta potensi zakat tabungan secara nasional. Detail potensi zakat dari tiga kelompok tersebut dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1.1 Potensi zakat nasional Keterangan Potensi
Potensi Zakat
Persentase terhadap PDB
Zakat
Rumah Rp 82, 7 triliun
1,30 %
Zakat
Industri Rp 114, 89 triliun
1,80 %
Tangga Potensi Swasta Potensi Zakat BUMN
Rp 2,4 triliun
0,04%
Potensi Zakat tabungan
Rp 17 triliun
0,27 %
Total
Potensi
Zakat Rp 217 triliun
3,40 %
Nasional Sumber : Riset BAZNAS dan FEM IPB (2011) Potensi zakat rumah tangga didapat dari total rumah tangga yang memiliki penghasilan diatas batas (nishab) zakat pertanian, yaitu 524 kg beras dengan kadar 2,5 persen sesuai dengan kebijakan BAZNAS yang menganalogi zakat penghasilan dengan nishab zakat pertanian dan zakat emas perak untuk kadarnya. Persentase zakat ini adalah 1, 3 persen dari total PDB. Zakat industri swasta, BUMN didapat dari 2,5 persen dari laba yang dihasilkan perusahaan-perusaan di industri tersebut tanpa laba dari perusahaan produk haram. Potensi zakat industri sebesar 117,29 triliun atau setara dengan 1,84 persen dari total PDB. Potensi zakat tabungan adalah potensi zakat dari jumlah dana tabungan yang dimiliki nasabah
3
dengan jumlah melebihi nishab di bank BUMN dan umum serta deposito dan giro di bank syariah. Dari potensi zakat nasional yang dimiliki Indonesia, zakat yang berhasil dihimpun oleh Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) baru mencapai 0,005 persen dari seluruh potensi zakat nasional. Berdasarkan Beik dalam Kusuma (2009), dana zakat yang berhasil dikumpulkan untuk wilayah Indonesia sekitar 0,02 persen dari PDB. Data penerimaan dana zakat oleh Badan Amil Zakat Nasional ditunjukkan oleh tabel 2. Tabel 1.2. Total dana zakat, infak dan shadaqah nasional Tahun
Total Zakat
Pertumbuhan
(Milyar Rupiah)
(%)
2002
68.39
-
2003
85.28
24.70
2004
150.09
76.00
2005
295.52
96.90
2006
373.17
26.28
2007
740.00
98.30
2008
920.00
24.32
2009
1100.00
19,57
2010
1500.00
36,36
Sumber : Badan Amil Zakat Nasional (2011) Dari tabel 1.2 dapat terlihat bahwa dana zakat yang terkumpul mengalami pertumbuhan yang signifikan. Kenaikan dana zakat yang terkumpul dari tahun 2002 - 2010 mencapai 1000 persen lebih dengan rata-rata pertumbuhan per tahun sebesar 24 persen. Ini menandakan jumlah dana zakat yang terkumpul masih bisa ditingkatkan agar jarak antara potensi zakat dan realisasinya tidak terlalu jauh. Jika dilihat dari wilayah negara Indonesia yang termasuk negara sedang berkembang, salah satu kabupaten dengan kondisi tingkat kemiskinan yang tinggi adalah Kabupaten Brebes. Persentase penduduk miskin Kabupaten Brebes pada tahun 2008 mencapai 25,98 persen dan pada tahun 2009 sebesar 24,39 persen dengan garis kemiskinan sebesar Rp 219.119 (BPS, 2011). Artinya sekitar seperempat dari seluruh penduduk Kabupaten Brebes dalam kondisi miskin. Dari
4
seluruh keluarga di Kabupaten Brebes, jumlah keluarga yang termasuk kategori pra sejahtera mencapai 106.989 kepala keluarga atau 21,43 persen dari total keluarga (BPS, 2010) Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Brebes merupakan kabupaten dengan IPM terendah di Jawa Tengah dari 35 kabupaten di Jawa Tengah. IPM menunjukkan tingkat kemajuan manusia secara umum mencakup tingkat pendapatan, pendidikan dan kesehatan. Dengan melihat perkembangan angka IPM tiap tahun, kemajuan yang dicapai Kabupaten Brebes tidak terlalu signifikan dari 67,08 pada tahun 2008 menjadi 67,69 pada tahun 2010. Rendahnya IPM ini mencerminkan kemajuan bidang pendidikan, kesehatan dan ekonomi yang masih rendah. Di sisi lain, pada tahun yang sama produk domestik regional bruto (PDRB) Kabupaten Brebes menempati urutan keempat tertinggi di Jawa Tengah dan urutan tertinggi pertama di Karasidenan Pekalongan. Kontribusi PDRB Kabupaten Brebes sekitar tiga hingga empat persen terhadap PDRB Jawa Tengah. Total Produk Domestik Bruto (PDRB) Kabupaten Brebes pada tahun 2009 sebesar Rp 2.532.516.701,45 dengan pendapatan per kapita per tahun sebesar Rp 7.162.981,23. Sektor pertanian menjadi sektor penting dengan kontribusi diatas 50 persen. Dari tahun ke tahun kontribusi sektor pertanian mengalami peburunan, sebaliknya sektor industri pengolahan mengalami kenaikan diiringi sektor perdagangan dan sektor jasa. Dilihat dari data kegiatan ekspor dan impor, nilai ekspor Kabupaten Brebes melebihi nilai impornya. Nilai ekspor mencapai 5,475 triliun dan nilai impor mencapai 2,923 triliun (BAPPEDA, 2010) Berdasarkan data PDRB Kabupaten Brebes ini sebenarnya Kabupaten Brebes memiliki potensi untuk meningkatkan kemajuan manusia di bidang ekonomi, pendidikan, kesehatan dan mengurangi ketimpangan pendapatan di wilayah Kabupaten Brebes. Dengan sistem pengambilan dana zakat yang baik dan pendayagunaan zakat yang optimal maka fungsi zakat untuk mengentaskan kemiskinan kemungkinan besar dapat terwujud. Oleh karena itu organisasi pengelola zakat yang diberikan amanah mengumpulkan zakat perlu mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi partisipasi individu untuk membayar zakat
5
sehingga dari dana yang terkumpul dapat menjalankan program-program untuk mengentaskan kemiskinan.
1.2
Rumusan Masalah Dana zakat yang terkumpul dapat disalurkan dalam bentuk dana konsumtif
seperti pemenuhan kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan dan dana produktif seperti modal usaha, pemberdayaan ekonomi sehingga dapat
mendorong
penduduk miskin memiliki penghasilan tetap. Semakin besar dan zakat yang dikumpulkan maka peluang keberhasilan program dari dana zakat semakin besar. Dana yang terkumpul oleh Badan Amil Zakat Daerah Kabupaten Brebes pada tahun 2010 baru mencapai Rp 821.387.060,00. Selama ini Badan Amil Zakat Kabupaten Brebes mengalami kesulitan mengumpulkan dana zakat dari masyarakat muslim di kabupaten tersebut. Sebanyak 99 persen wajib zakat (muzzaki) yang membayar ke BAZ adalah pegawai negeri sipil. Hal ini disebabkan adanya surat edaran dari Bupati Kabupaten Brebes tentang pemotongan gaji secara langsung sebesar 2,5 persen sebagai zakat penghasilan pada gaji ketigabelas disalurkan ke Badan Amil Zakat Kabupaten. Oleh karena itu ada beberapa permasalahan yang akan dijawab dalam penelitian ini yaitu: 1. Bagaimana pengaruh faktor pendidikan, pekerjaan, pendapatan, keimanan, penghargaan, althurism (kepekaan sosial), kepuasan, organisasi, infak terhadap partisipasi berzakat ? 2. Bagaimana pengaruh faktor pendidikan, pekerjaan, pendapatan, keimanan, penghargaan, althurism (kepekaan sosial) organisasi, frekuensi infak terhadap rutinitas berinfak ? 3. Bagaimana pengaruh faktor pendidikan, pekerjaan, pendapatan, keimanan, penghargaan, althurism (kepekaan sosial), kepuasan, organisasi dan keberadaan organisasi pengelola zakat terhadap pemilihan tempat membayar zakat?
1.3
Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan permasalahan tersebut, maka tujuan dari
penelitian ini adalah:
6
1. Menganalisis faktor pendidikan, pekerjaan, pendapatan, keimanan, penghargaan, althurism (kepekaan sosial), kepuasan, organisasi, infak dalam memengaruhi partisipasi berzakat. 2. Menganalisis faktor pendidikan, pekerjaan, pendapatan, keimanan, penghargaan, althurism (kepekaan sosial) organisasi dan frekuensi infak dalam memengaruhi rutinitas berinfak. 3. Menganalisis faktor pendidikan, pekerjaan, pendapatan, keimanan, penghargaan, althurism (kepekaan sosial), kepuasan, organisasi dan keberadaan organisasi pengelola zakat dalam memengaruhi pemilihan tempat membayar zakat.
1.4
Manfaat penelitian Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi pemerintah, masyarakat, akademisi dan organisasi pengelola zakat. 1. Bagi pemerintah: dapat menjadi pertimbangan untuk membuat kebijakan dalam pengembangan zakat 2. Bagi masyarakat: dapat memberikan gambaran faktor-faktor yang memengaruhi partisipasi membayar zakat dan meningkatkan partisipasi dalam membayar zakat. 3. Akademisi: dapat membantu dalam menambah wawasan dan keilmuan mengenai zakat. 4. Organisasi
pengelola
zakat:
dapat
memberikan
masukan
untuk
meningkatkan pengumpulan dana zakat.
1.5
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mengambil studi kasus di Kabupaten Brebes. Populasi dalam
penelitian ini adalah individu muslim yang diperkirakan wajib zakat (muzzaki) yang dijadikan contoh sebanyak 100 orang yang tinggal di perumahan dan perkampungan di Kecamatan Brebes, Kecamatan Bulakamba, dan Kecamatan Tanjung.