I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan-kegiatan di sektor industri, jasa, perhubungan dan rumah tangga salah satunya memerlukan pemanfaatan energi. Berdasarkan Handbook Of Energy & Economics Statistics Of Indonesia (2009) salah satu konsumsi energi nasional terbanyak berasal dari sektor industri, yaitu membutuhkan 360.538 juta Barel Oil Equivalent (BOE). Menurut Siagan, (2003) kebutuhan energi nasional 74 persen tergantung kepada minyak bumi. Pemerintah sendiri telah mengumumkan rencana untuk mengurangi ketergantungan Indonesia akan bahan bakar minyak (BBM) dengan mengeluarkan Peraturan Presiden Indonesia Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional untuk mengembangkan sumber energi sebagai pengganti BBM. Pemerintah juga memberikan perhatian serius kepada pengembangan bahan bakar nabati (BBN) dengan menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2006 tertanggal 25 Januari 2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan BBN sebagai Bahan Bakar Lain. Minyak nabati merupakan sumber bahan baku15alternatif yang dapat menggantikan penggunaan minyak bumi karena jumlahnya yang dapat diperbarui, misalnya dalam penggunaan bahan baku biodiesel. Biodiesel merupakan bahan bakar pengganti solar yang memiliki sifat kimia yang mirip dengan solar dan ramah lingkungan karena memiliki emisi dan gas buang lebih baik dibandingkan dengan solar. Biodiesel dapat digunakan dengan mudah karena bercampur dengan minyak solar, pengunaan B20 (20% biodiesel dan 80% solar) akan mengurangi paling sedikit 16% CO2, mempunyai sifat-sifat fisik yang mirip dengan solar biasa sehingga dapat diaplikasikan langsung untuk mesin-mesin diesel yang ada hampir tanpa modifikasi (Prakoso dan Hidayat, 2005). Dalam proses pembutan biodiesel selain menghasilkan Methyl Ester (Biodiesel) juga menghasilkan Gliserine (Eco Wash) yang dapat digunakan untuk bahan baku sabun pembersih. Eco Wash adalah salah satu bahan pembersih yang mengandung lemak dan berbahan metal serta sangat efektif untuk digunakan sebagai pembersih antara lain pembersih mesin, peralatan bengkel, gemuk, aspal, dan peralatan dapur. Eco wash juga menggunakan biodegradable
yang diformulasikan khusus untuk produk non-berbahaya, tidak beracun serta menghilangkan hidrokarbon. Sifat-sifat yang dimiliki oleh biodiesel menurut Prakoso dan Hidayat (2005) antara lain dapat terdegradasi dengan mudah (biodegradable), 10 kali tidak beracun dibandingkan dengan minyak solar biasa, asap buangan biodiesel tidak hitam, tidak mengandung sulfur serta senyawa aromatik sehingga pembakaran yang dihasilkan ramah lingkungan. Selain itu, pembakaran biodiesel tidak menambah akumulasi gas karbondioksida di atmosfer sehingga mengurangi efek pemanasan global atau sering disebut dengan zero CO2 emission. Penelitian dan pengembangan tentang biodiesel telah dimulai sejak tahun 1980 diberbagai negara dan pada tujuh tahun terakhir ini 28 negara telah menguji coba, 21 diantaranya kemudian memproduksi. Amerika Serikat dan beberapa negara eropa telah menetapkan Standart Biodiesel. Kebutuhan akan biodiesel juga semakin meningkat dari tahun ke tahun, tahun 2007 kebutuhan biodiesel di Indonesia mencapai 30,40 juta liter dan diestimasi akan meningkat menjadi 34,89 juta liter tahun 20101. Minyak tumbuhan atau minyak nabati yang dapat digunakan sebagai bahan baku untuk memproduksi biodiesel antara lain Crude Palm Oil (CPO) di Malaysia dan Indonesia, minyak kanola di Eropa, minyak kedelai di Amerika Serikat, minyak kelapa di Filipina dan lain-lain. Minyak jelantah (minyak goreng bekas) juga telah digunakan di Amerika Serikat khusunya di Hawai, dengan nama perusahaan Pasific Biodiesel Incorporation yang memiliki kapasitas produksi 40 ton/bln, di jepang khususnya di Nagano, jelantah dari 60 restoran cepat saji telah digunakan sebagai bahan baku biodiesel (Prakoso dan Hidayat, 2005). Beberapa bahan baku pembuat biodiesel yang dinilai potensial di Indonesia adalah minyak kelapa sawit. Minyak kelapa sawit dinilai potensial karena berdasarkan kontinyuitas saat ini sudah tersedia banyak perkebunan kelapa sawit dan industri pengolahan buah sawit menjadi CPO. Tetapi selain keunggulan yang ada pada kelapa sawit, terdapat pula beberapa hal yang kurang mendukung pemanfaatannya sebagai bahan baku biodiesel. Kebutuhan CPO dalam negeri saat
1
Workshop Nasional Bisnis Biodiesel dan Bioethanol di Indonesia, Jakarta 21 November 2008
ini sebagaian besar terserap oleh pabrik minyak goreng dengan kebutuhan ratarata 3,5 juta ton per tahun. Bila harga CPO naik maka harga biodiesel yang dihasilkan akan menjadi mahal. Penggunaan jarak pagar sebagai bahan baku pembuatan biodiesel juga mempunyai kendala yaitu belum tersedianya jumlah jarak yang mencukupi. Saat ini areal penanaman jarak masih terbatas, untuk memproduksi 15000 liter/hari dibutuhkan 2700 ha areal pertanaman jarak. Jika kebutuhan mencapai 2 juta kiloliter minyak jarak dengan rendemen 25 persen, maka diperlukan sebanyak 2-3 juta ha lahan pada tahun 2009, artinya harus tersedia lahan penanaman jarak minimal 500 ribu ha per tahun. Bila dikaji dari segi biaya, produksi minyak jarak jauh lebih murah, yaitu Rp. 3800/liter, tetapi tanaman jarak belum dibudidayakan secara luas. Salah satu pemanfaatan bahan dari jenis minyak nabati sebagai pengganti solar adalah limbah minyak goreng atau biasa disebut juga minyak goreng bekas (Jelantah). Minyak jelantah (waste cooking oil) merupakan limbah dan bila ditinjau dari pemakaian minyak jelantah yang berkelanjutan dapat merusak kesehatan manusia, menimbulkan penyakit kanker, serta dapat mengurangi kecerdasan. Penggunaan minyak goreng bekas merupakan17alternatif untuk mendapatkan harga yang lebih murah. “Biaya yang harus dikeluarkan untuk bahan mentah kira – kira mencapai 60-70 persen total biaya produksi, sehingga untuk menekan biaya produksi maka dengan menggunakan minyak goreng bekas (Jelantah) yang secara ekonomis tidak bernilai tinggi2. Menurut Kayun (2007), Minyak jelantah sebagai bahan baku biodiesel dapat dikumpulkan dari beberapa sumber yaitu rumah tangga, restoran, hotel dan industri pengolahan makanan. Jumlah minyak jelantah yang dihasilkan dari rumah tangga adalah sebanyak 305 ribu ton, jumlah minyak jelantah yang dihasilkan dari industri pengolahan makanan adalah sebanyak 2 juta ton dan jumlah minyak jelantah yang dihasilkan dari penggunaan minyak goreng oleh hotel dan restoran adalah sebanyak 1,5 juta ton. Total jumlah minyak jelantah yang tersedia dari berbagai pihak yang menggunakan minyak goreng adalah sebanyak: 3,8 juta ton per tahun. Dengan besarnya potensi minyak jelantah di Indonesia, maka dapat 2
Hariyadi P, Andarwulan N, Nuraida L, Sukmawati Y. 2004. Kajian Kebijakan dan Kumpulan Artikel Penilitian Biodiesel. Bogor. Institut Pertanian Bogor. Hlm 326
dijadikan acuan untuk dilakukannya pemanfaatan yang bertujuan untuk mensubsitusi akan kebutuhan bahan bakar dari fosil yang cukup tinggi, yaitu dengan mengolah minyak jelantah menjadi bahan bakar biodiesel. Hal ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan akan biodiesel yang cukup tinggi terutama di sektor18industri dan perhubungan atau transportasi. Biodiesel yang berasal dari minyak jelantah terbukti lebih ramah lingkungan, dalam hal emisi Nitrogen Monoksida misalnya, biodiesel dari minyak jelantah menghasilkan emisi 12 persen lebih rendah dari pada yang dihasilkan minyak solar. Emisi gas buang berupa karbon tak terbakar yang dihasilkan biodiesel minyak jelantah ternyata 25 persen lebih rendah dari pada minyak solar. Demikian pula dengan emisi partikulat/debu yang dihasilkan biodiesel minyak jelantah yang jumlahnya 40 persen lebih rendah dari minyak solar. Selain itu biodiesel minyak jelantah tidak mengandung belerang sehingga dalam pembakarannya tidak menghasilkan emisi sulfur dioksida. Dengan beberapa kelebihan itu, biodiesel dari minyak jelantah dapat dijadikan sebagai sumber alternatif utama dimasa yang akan datang. Pemanfaatan jelantah untuk digunakan sebagai biodiesel, salah satunya telah dilakukan pemerintah Kota Bogor, uji coba penggunaan minyak jelantah yang diolah menjadi biodiesel sebagai bahan bakar bus transpakuan dilakukan mulai Selasa (12/11 2007), yang di Launching oleh Sekretaris Daerah Kota (Sekdakot) Bogor H Dody Rosadi usai memimpin apel pagi pegawai Pemkot Bogor, di Plaza Balaikota. Kota Bogor sendiri mendapatkan apresiasi positif atas konsistensi dari PBB dalam upaya mencegah pemanasan global (Global Warming),
aktif
di
Commision
on
Sustainable,
International
Climate
Enviremental Invitiate (ICLEI) dalam upaya pencegahan pemanasan pemanasan global, serta telah melakukan beberapa langkah nyata didalam pengurangan emesi gas buang yaitu pengoperasion angkuatan bus (transpakuan). Berkat program ini pula, Kota Bogor dideklarasikan sebagai kota hijau oleh Muslim Association for Climate Change Action (MACCA). Asosiasi internasional itu menggelar konferensi pada tanggal 9-10 April 2010 di Kota Hujan. Di Kota Bogor juga terdapat perusahaan yang mengolah atau memproduksi dengan memanfaatkan minyak jelantah menjadi biodiesel. Perusahaan tersebut adalah PT. Bumi Energi Equatorial (BEE) yang berdiri pada
tahun 2006 dan terletak di Curug Mekar No 6 Bogor. PT. Bumi Energi Equatorial (BEE) juga merupakan perusahaan satu-satunya di Kota Bogor yang memproduksi biodiesel dengan memanfaatkan limbah minyak goreng (Jelantah).
1.2 Perumusan Masalah PT. Bumi Energi Equatorial (BEE) dalam menjalankan usaha pengolahan minyak jelantah menjadi biodiesel membutuhkan biaya investasi yang antara lain digunakan untuk pengadaan mesin pengolah biodiesel dan biaya produksi, semua itu membutuhkan investasi yang tidak sedikit. Selain itu keterbatasan mendapatkan minyak jelantah dialami oleh PT. Bumi Energi Equatorial (BEE). Hal ini ditunjukkan dengan tingkat produksi yang rendah, yang tidak setiap hari PT. Bumi Energi Equatorial (BEE) melakukan produksi akibat keterbatasan memperoleh minyak jelantah. Usaha pengolahan minyak jelantah menjadi biodiesel ini perlu dilakukan analisis kelayakan bisnis, hal ini diharapkan dapat melihat dari berbagai aspek kelayakan yang ada baik aspek finansial maupun aspek non-finansial. Manfaat dalam analisis kelayakan ini diharapkan mampu memberikan rekomendasi untuk PT. Bumi Energi Equatorial (BEE) apakah usaha yang dijalankan mampu mendatangkan keuntungan atau kerugian. Kelayakan bisnis pada PT. Bumi Energi Equatorial (BEE) akan dilihat melalui dua skenario yang menjadi sumber penerimaan perusahaan. Skenario I adalah penerimaan perusahaan yang didapat dari penjualan biodiesel dan gliserin. Sedangkan skenario II adalah penerimaan perusahaan yang didapat dari penjualan biodiesel dan eco wash. Berdasarkan uraian diatas, maka dirumuskan permasalahan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1) Bagaimana kelayakan bisnis biodiesel dari minyak jelantah di PT. Bumi Energi Equatorial (BEE) dilihat dari aspek non-finansial meliputi aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen dan hukum, aspek sosial, ekonomi dan budaya serta aspek lingkungan?
2) Bagaimana kelayakan bisnis biodiesel dari minyak jelantah di PT. Bumi Energi Equatorial (BEE) dilihat dari aspek finansial? 3) Bagaimana sensitivitas kelayakan bisnis biodiesel dari minyak jelantah di PT. Bumi Energi Equatorial (BEE), apabila terjadi perubahan pada faktor-faktor yang dapat mempengaruhi biaya?
1.3 Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Menganalisis kelayakan bisnis biodiesel dari minyak jelantah di PT. Bumi Energi Equatorial (BEE) dilihat dari aspek non-finansial meliputi aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen dan hukum, aspek sosial, ekonomi dan budaya serta aspek lingkungan. 2) Menganalisis kelayakan bisnis biodiesel dari minyak jelantah di PT. Bumi Energi Equatorial (BEE) dilihat dari aspek finansial. 3) Menganalisis nilai pengganti (switching value) kelayakan bisnis biodiesel dari minyak jelantah di PT. Bumi Energi Equatorial (BEE).
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang didapat dengan adanya penelitian ini adalah : 1. Rekomendasi yang dihasilkan dari penelitian ini dapat sebagai bahan pertimbangan PT. Bumi Energi Equatorial (BEE) dalam menganalisis kelayakan usaha perusahaan tersebut. 2. Manfaat untuk Peneliti adalah menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh dan melatih kemampuan analisis tentang permasalahan usaha. 3. Pihak lainnya yang membaca penelitian ini sebagai pengetahuan dalam memperluas wawasan, bahan masukan dan informasi untuk penelitian selanjutnya.