I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan oleh manusia. Sumberdaya hutan yang ada bukan hanya hutan produksi, tetapi juga kawasan konservasi. Peranan dari kawasan konservasi masih belum banyak diketahui, sehingga produk dari kawasan konservasi belum mendapat penilaian yang sesuai, dimana sebagian besar produk dari kawasan konservasi ini tidak memiliki nilai pasar. Dalam UU Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya dijelaskan bahwa, tahura adalah kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan/atau satwa yang alami atau bukan, jenis asli maupun bukan asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya dan pariwisata. Kawasan hutan yang dapat berfungsi sebagai kawasan wisata adalah kawasan pelestarian alam (Taman Nasional, Taman Hutan Raya, Taman Wisata Alam), suaka margasatwa, dan hutan lindung melalui kegiatan wisata alam terbatas serta hutan produksi yang berfungsi sebagai wana wisata. (Departemen Kehutanan dan Perkebunan 1999). Keberadaan Tahura Pocut Meurah Intan (TPMI) didasarkan atas Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor.1/Kpts-II/1998, 5 Januari 1998 tentang
perubahan fungsi sebagian kawasan hutan lindung dan hutan
produksi yang terletak di kelompok hutan Seulawah Agam seluas ± 6.300 Ha dan menetapkannya sebagai TPMI. Kawasan TPMI terdapat berbagai flora dan fauna antara lain berbagai jenis tumbuhan seperti dari famili Dipterocarpaceae, Pinaceae, Euphorbiaceae dan Moraceae. Jenis fauna seperti gajah, monyet serta berbagai jenis burung. Gejala alam yang juga merupakan daya tarik terhadap obyek wisata berupa gua, air terjun, sumber air panas, pemandangan alam dan lintasan gajah serta peninggalan sejarah pada zaman Belanda dan legenda masyarakat (Dinas Kehutanan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam 1995). Sejalan dengan perkembangan pada satu dasawarsa terakhir ini, kita dituntut untuk lebih adaptif terhadap kebutuhan pasar global. Dalam bidang pariwisata
2 keberadaan Indonesia akan ditentukan oleh kemampuan kita dalam memberikan pelayanan atas komponen-komponen pariwisata, yaitu atraksi, transportasi, akomodasi, informasi dan promosi, secara kompetitif. Ramalan bahwa pariwisata akan menjadi industri jasa terbesar bersama-sama dengan transportasi dan telekomunikasi, harus di pahami sebagai peluang bila disertai dengan pengetahuan (knowledge) dan keterampilan (s kill) yang cukup serta sikap (attitude) yang baik. (Sekartjakrarini 1999). Salah satu pandangan dan sikap yang tepat untuk dijadikan acuan dalam pengembangan hutan untuk wisata adalah ekowisata. Ekowisata, seperti halnya pariwisata mempunyai dua arti yaitu sebagai perilaku (behavior) dan sebagai industri. Sebagai perilaku, selayaknya seluruh pelaku pariwisata harus bersikap apa yang seharusnya dilakukan dalam pengembangan pariwisata dalam kawasan hutan. Sebagai industri, para pelaku pariwisata, baik pemerintah, swasta maupun masyarakat, harus bersama-sama mengembangkan suatu mekanisme dimana pengembangan tersebut selayaknya dapat memberikan manfaat tidak hanya ekonomi, namun juga fisik, sosial dan budaya terhadap kawasan yang bersangkutan beserta masyarakatnya (Sekartjakrarini 1999). Salah satu bentuk kegiatan wisata yang dapat dikembangkan di kawasan TPMI adalah kegiatan wisata alam dengan konsep ekowisata, karena kegiatan tersebut dilakukan dengan mengikuti prinsip-prinsip konservasi serta tidak mengubah bentang alam, yaitu memanfaatkan potensi yang ada guna kepentingan pariwisata alam berupa konsep ekowisata. Selain itu, kegiatan wisata di kawasan konservasi juga dapat memberikan manfaat yaitu mendorong pengembangan ekonomi daerah melalui penyediaan lapangan kerja dan kesempatan berusaha, menyediakan sarana untuk memenuhi kebutuhan rekreasi serta sebagai sarana pendidikan bagi masyarakat. Dalam rangka pengembangan kawasan TPMI secara menyeluruh dan optimal dengan meliputi berbagai aspek sosial, ekonomi dan budaya masyarakat sekitarnya maka diperlukan langkah-langkah strategis pengembangan yang berkelanjutan pada konsep ekowisata. Strategi ini diharapkan mampu menjembatani kepentingan konservasi, perekonomian masyarakat serta pembangunan di wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
3 Kawasan TPMI yang menyimpan bany ak potensi alam belum di kelola secara optimal baik untuk kepentingan ilmu pengetahuan, pendidikan, penelitian dan kegiatan wisata. Pengelolaan yang belum optimal ini di sebabkan oleh berbagai faktor diantaranya adalah masih minimnya alokasi anggaran untuk pengembangan tahura dan faktor keamanan. Sehingga di khawatirkan kondisi TPMI akan terdegradasi pada masa yang akan datang. Pengelolaan tahura yang belum optimal ini ditambah lagi dengan terjadinya gempa bumi disertai dengan gelombang tsunami di Nanggroe Aceh Darussalam pada tanggal 26 Desember 2004 yang telah menimbulkan dampak yang sungguh luar biasa besarnya, baik terhadap manusia dan sumberdaya alam yang ada di wilayah tersebut. Peristiwa tersebut sangat berpengaruh terhadap pengembangan tahura di masa yang akan datang di mana kebijakan pemerintah terhadap pembangunan tahura berubah, tekanan masyarakat terhadap lingkungan khususnya kebutuhan kayu untuk perumahan tinggi dan pola hidup masyarakat sekitar juga berubah. Atas dasar pemikiran tersebut, maka diperlukan adanya suatu penelitian guna mengetahui prospek pengembangan ekowisata pasca tsunami di TPMI dalam kaitannya terhadap komponen fisik, biologi, sosial, ekonomi dan budaya di dalam dan luar sekitar kawasan, sehingga rencana pengembangan wisata dapat di susun sesuai dengan potensi ketersediaan (supply) dan permintaan (demand) wisata dan tujuan pengelolaannya serta rencana pengembangan daerah sekitarnya, sehingga masyarakat dapat merasakan manfaat yang nyata dan legal dari keberadaan TPMI dalam konteks untuk keperluan pengembangan ekowisata. 1.2. Perumusan Masalah Dalam perkembangan pariwisata di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, tidak dapat dipungkiri akan dapat memberikan resiko degradasi kualitas lingkungan, yang pada akhirnya menyebabkan ekosistem alam, sosial dan budaya masyarakat sekitarnya menjadi terganggu. Demikian pula halnya dengan masyarakat yang terdapat di sekitar kawasan TPMI yang terus bertambah dari tahun ke tahun walaupun jumlahnya tidak seberapa besar, namun cukup mempengaruhi kondisi wilayah sekitarnya. Ditambah lagi dengan kondisi ekonomi masyarakat di sekitar yang masih berada di bawah garis kemiskinan, maka untuk memenuhi kebutuhan
4 hidupnya mereka melakukan berbagai kegiatan pemanfaatan
sumberdaya alam
secara ilegal (perambahan hutan, penebangan dan perburuan liar). Hal tersebut menyebabkan adanya tekanan terhadap sumberdaya alam yang terdapat di dalam maupun di sekitar kawasan TPMI. Selain itu, dalam perkembangan pariwisata di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, tidak dapat di pungkiri bahwa perencanaan dan pengelolaannya tidak dilakukan dengan baik, ditambah lagi dengan kondisi Aceh sebagai daerah darurat militer sehingga dapat memberikan resiko terjadinya degradasi kualitas lingkungan, yang pada akhirnya menyebabkan ekosistem alam , sosial dan budaya masyarakat sekitar terganggu. Mengingat pentingnya keberadaan dan kelestarian kawasan hutan yang menyimpan beranekaragam sumberdaya alam (flora dan fauna) dan adanya tekanan dari masyarakat di sekitar kawasan hutan, maka perlu adanya suatu kegiatan di dalam kawasan yang dapat menjaga kelestarian kawasan sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitarnya. Kegiatan yang dapat dikembangkan adalah kegiatan-kegiatan pariwisata yang dilandasi dengan konsep ekowisata. Kawasan TPMI memiliki berbagai keunikan dan keindahan alamnya yang masih asli, sehingga sangat potensial untuk diselenggarakan kegiatan pariwisata yang berbasis pada kelestarian alam. Namun perencanaan dan pengembangan kawasan wisata tersebut harus tetap memperhatikan semua sumberdaya alam dan budaya serta lingkungan agar tidak terjadi degradasi. Sampai dengan saat ini pengembangan tahura yang masih belum optimal, di tambah lagi dengan terjadinya gempa bumi dan gelombang tsunami pada tanggal 26 Desember 2004, sehingga menambah permasalahan dalam pengembangan TPMI baik secara langsung maupun tidak langsung. Permasalahan yang muncul adalah penebangan hutan untuk keperluan relokasi perumahan pengungsi, perubahan mata pencaharian, hilangnya sumberdaya manusia pengelola tahura dan hilangnya semua obyek wisata pantai. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka permasalahan yang muncul adalah bagaimana menyusun strategi pengembangan wisata di kawasan TPMI pasca tsunami dalam konteks untuk keperluan pengembangan ekowisata. Dengan harapan pengembangan wisata ini dapat meminimalkan tekanan terhadap lingkungan, menjaga dan meningkatkan kualitas sumberdaya alam serta membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat, sehingga masyarakat dapat merasakan
5 manfaat yang menguntungkan dari segi ekonomi maupun keberlanjutan dari segi ekologi. Oleh karena itu peneliti akan menyusun suatu strategi pengembangan ekowisata pada TPMI. 1.3. Ruang Lingkup Penelitian Dalam rencana penelitian ini menggunakan dua pendekatan yaitu analisis sediaan (supply) dan analisis permintaan (demand) dengan ruang lingkup sebagai berikut 1
Inventarisasi potensi pariwisata yang terdapat di kawasan TPMI.
2
Mengetahui daya tarik obyek wisata terhadap wisatawan dan kesediaan membayar atau Willingness to pay (WTP) dari pengunjung
terhadap obyek
wisata. 3
Mengetahui keinginan dan persepsi masyarakat lokal terhadap pengembangan pariwisata di kawasan TPMI.
4
Mengetahui kegiatan pengelolaan TPMI, yang meliputi aspek pengelolaan dan ketersediaan fasilitas pendukungnya.
1.4. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah 1
Mengetahui potensi sediaan (supply) sumberdaya wisata yang terdapat di TPMI.
2
Mengetahui potensi permintaan (demand) terhadap sumberdaya wisata dan menganalisa kesediaan membayar (WTP) pengunjung terhadap obyek wisata TPMI.
3
Merumuskan strategi pengembangan wisata dengan konsep ekowisata pada kawasan TPMI.
1.5. Kegunaan Penelitian 1
Rujukan bagi pengelola dalam menentukan program pengembangan ekowisata di TPMI.
2
Sebagai informasi kepada semua pihak yang akan melibatkan diri dalam pengelolaan TPMI.
3
Sebagai informasi bagi Badan Rehabilitasi Rekontruksi Aceh (BRR) dalam mengambil kebijakan pengembangan pariwisata pasca tsunami di Aceh
6 4
Untuk kepentingan pengembangan pariwisata alam di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam khususnya dan pariwisata alam Nasional pada umumnya.
1.6. Kerangka Pemikiran Penelitian Kawasan TPMI merupakan
kawasan
yang
sangat
potensial
dikembangkan sebagai destinasi pariwisata yang dilandasi dengan ekowisata,
untuk konsep
mengingat keanekaragaman hayati berupa flora dan fauna yang
beragam, udaranya yang sejuk, aksesibilitas yang mendukung, sarana dan prasarana yang memadai serta
suasana budaya asli masyarakat setempat.
Pengelolaan kawasan TPMI tergolong dalam terminologi pelestarian alam, seperti tercantum dalam UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Tujuan pengelolaan
TPMI adalah untuk pendayagunaan potensi tahura
untuk kegiatan koleksi tumbuhan/satwa, wisata, penelitian, ilmu pengetahuan pendidikan dan penyediaan plasma nutfah untuk budidaya, diupayakan tidak mengurangi luas dan tidak merubah fungsi kawasan serta sebagai taman kebanggaan Provinsi, dengan pemanfaatan utama berupa koleksi jenis tumbuhan dan satwa dari Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Pemanfaatan hasil hutan yang tidak terkendali oleh masyarakat di sekitar TPMI harus segera di cari alternatif pemanfaatan hutan yang berazazkan kelestarian. Permasalahan tahura yang selama ini masih belum terselesaikan di tambah lagi dengan terjadinya tsunami pada tanggal 26 Desember 2004, sehingga menambah permasalahan dalam pengembangan tahura di masa yang akan datang. Oleh karena itu peneliti mencoba untuk mengembangkan konsep ekowisata yang dapat memberikan manfaat bagi masyarakat disekitar kawasan TPMI, sehingga diharapkan masyarakat
tidak lagi menebang dan membuka lahan
pertanian di dalam kawasan TPMI. Untuk mewujudkan hal tersebut diatas, maka sebelum melaksanakan suatu kegiatan
yang
menyangkut
pengembangan
ekowisata
di
TPMI,
harus
menginventarisasi potensi sumberdaya wisata yang ada dan juga menginventarisasi potensi permintaan wisata. Untuk mengetahui aspirasi masyarakat terhadap pengembangan tahura, maka harus dilakukan survei terhadap masyarakat di sekitar kawasan, pengunjung dan pengelola TPMI.
7 Analisis
terhadap
pengembangan
kawasan
TPMI
adalah
dengan
menguraikan secara diskriptif faktor-faktor pendukung dan penghambat kegiatan pengembangan tahura, sehingga di peroleh metode pengembangan yang tepat dan sesuai untuk masa mendatang. Analisis pendekatan SWOT merupakan analisa lanjutan setelah data dianalisis secara diskriptif. Analisis pendekatan SWOT ini dilakukan untuk mengindentifikasi dan menyesuaikan faktor-faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dengan faktro-faktor eksternal (peluang dan ancaman) yang dimiliki oleh TPMI, sehingga dapat di susun suatu bentuk alternatif pengembangan pariwisata yang sesuai dengan kawasan tersebut. Dengan tersusunnya strategi ini, diharapkan kegiatan pengelolaan dapat berfungsi secara optimal dan memberikan manfaat bagi pihak pengelola sendiri maupun masyarakat sekitarnya, baik yang menguntungkan dari segi ekonomi maupun keberlanjutan ekologis. Berikut ini adalah bagan kerangka pemikiran penelitian. TAMAN HUTAN RAYA
Pocut Meurah Intan
Pemanfaatan yang tidak terkendali
Koleksi flora dan fauna
Penelitian dan ilmu pengetahuan
Pengembangan ekowisata
Potensi penawaran ekowista
Potensi p ermintaan wisata
Pengelola tahura dan Stakeholders
Wisatawan
Peluang pengembangan
Tsunami
Masyarakat
Kebutuhan tempat wisata
Analisis Supply-Demand analisis Pengelolaan
Analisis WTP Analisis SWOT
Strategi Pengembangan Ekowisata
Gambar 1 Bagan kerangka pemikiran penelitian