1 I. PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Kabupaten Kolaka merupakan salah satu kabupaten yang ada di Propinsi
Sulawesi Tenggara yang berada di wilayah pesisir dan memiliki potensi sumberdaya pesisir laut sangat besar. Kabupaten Kolaka juga memiliki cadangan sumberdaya mineral berupa nikel. Pertambangan nikel merupakan salah satu sektor terbesar yang memberikan kontribusi bagi pemerintah untuk pembangunan yang saat ini sedang direalisasikan, khususnya di Kabupaten Kolaka Propinsi Sulawesi Tenggara. Namun selain
memberikan
kontribusi
bagi
pemerintah,
pertambangan
juga
akan
menimbulkan dampak terhadap lingkungan sekitar baik, yang berupa dampak positif maupun dampak negatif. Sebagai contoh dampak yang ditimbulkan dari aktivitas penambangan adalah perubahan rona lingkungan (bentang fisik dan kimia), pencemaran tanah, air maupun udara. Limbah yang dihasilkan oleh kegiatan industri umumnya mengandung unsur logam berat beracun seperti Hg, Cd, Pb, Cu, Zn dan Ni (Sanusi, 1985). Selain memiliki daya cemar yang tinggi juga seringkali bersifat berbahaya dan beracun, oleh karena itu banyak dari limbah yang dihasilkan oleh industri tergolong ke dalam bahan berbahaya dan beracun (B3) (Sudarmaji et al., 2006). Aktivitas pertambangan yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan tersebut secara geografis berada pada wilayah perbukitan sekitar pesisir Kecamatan Pomalaa dan berdampingan dengan aktivitas kenelayanan masyarakat pada daerah pesisirnya yaitu pengembangan keramba jaring apung, tambak, budidaya teripang dan budidaya rumput laut. Selain menghasilkan bijih nikel, perusahaan-perusahaan penambangan nikel tersebut juga menghasilkan beberapa jenis limbah cair dan limbah padat yang berasal dari aktivitas eksplorasi, eksploitasi lahan, proses peleburan nikel di pabrik maupun aktivitas-aktivitas lain yang dilakukan oleh masyarakat di sekitar tambang. Selain itu aktifitas pertambangan ini akan mempengaruhi kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat sekitar.
2 Secara administratif lokasi kegiatan penambangan nikel dibagi menjadi tiga lokasi yaitu daerah tambang utara, daerah tambang tengah dan daerah tambang selatan. Pembagian ini lebih berdasarkan kepada konsentrasi titik-titik kegiatan penambangan biji. Sedangkan pabrik ferronikel dibagi dalam tiga unit lokasi. Dalam operasionalnya, ketiga unit pabrik tersebut menghasilkan tiga jenis limbah cair berupa air pendingin mesin, air pendingin slag dan oli bekas serta satu jenis limbah padat berupa tailing slag. Air pendingin slag, pada umumnya berupa air yang disemprotkan ke dalam kolam slag untuk mendinginkan slag yang baru keluar dari electric furnace dengan temperatur 1.550 0C.
Air pendingin ini sebagian akan
menguap dan sebagian lagi menjadi limbah yang dialirkan melalui drainase pabrik hingga menuju outlet terakhir yaitu laut. Temperatur air buangan yang keluar dari kolam slag ke drainase pabrik adalah ± 47 0C dan diperkirakan sampai ke drainase keluar pabrik adalah ± 27 0C. Selain limbah cair, ketiga unit pabrik FeNi juga menghasilkan limbah cair dari proses pengoperasian engine, yaitu berupa oli bekas. Sebelum dialirkan ke saluran pembuangan effluent/drainase, oli-oli bekas diolah dalam unit pengolahan oli bekas (UPOB) hingga kandungan airnya mencapai 10 15%. Tailing padat (slag) hasil penambangan biasanya mengandung mineral inert (tidak aktif). Secara mineralogi tailing terdiri atas beraneka mineral seperti silika, silikat besi, magnesium, natrium, kalium dan sulfida (Danny, 2006). Daerah pesisir mempunyai batasan kemampuan tertentu untuk menerima pembuangan limbah hasil pengolahan sejauh mana pertambangan tersebut masih berada dalam batas daya dukung perairan yang bersangkutan (Dahuri, 2005). Apabila jumlah zat pencemar dari limbah/tailing hasil pengolahan tersebut melebihi daya dukungnya, maka kemampuan untuk memulihkan dirinya pun tidak ada lagi, sehingga dapat mengakibatkan menurunnya kualitas perairan daerah di wilayah pesisir dan terjadi pencemaran air. Turunnya atau tercemarnya kualitas di wilayah pesisir akan berpengaruh terhadap kehidupan dari organisme air yang ada di dalamnya dan sosial ekonomi masyarakat sekitarnya. Pencemaran perairan ditandai dengan adanya perubahan sifat fisik, kimia dan biologi perairan. Adanya logam berat di perairan akan membahayakan kehidupan
3 organisme, maupun efeknya secara tidak langsung terhadap kesehatan manusia. Sifat sangat sulit didegradasi, sehingga mudah terakumulasi dilingkungan perairan dan keberadaannya secara alami sulit terurai, kedua dapat terakumulasi dalam organisme termasuk moluska/kerang dan ikan, dan ketiga mudah terakumulasi di sedimen sehingga konsentrasinya selalu lebih tinggi dari kosentrasi logam di kolom air (Sutamihardja et al.,1982). Berdasarkan hal di atas, maka perlu dilakukan penelitian untuk menganalisis status pencemaran logam berat di wilayah pesisir Kabupaten Kolaka khususnya di daerah pembuangan limbah/tailing melalui serangkaian pengamatan karakteristik limbah/tailing dan
pengukuran sifat fisika-kimia air di wilayah pesisir dengan
harapan dapat menjadi bahan masukan sekaligus informasi dalam upaya rehabilitasi, pelestarian dan pemanfaatan kawasan pesisir lokasi pertambangan nikel Pomalaa Sulawesi Tenggara.
1.2.
Kerangka Pemikiran Kemajuan yang begitu pesat pada sektor pertambangan di daerah Kabupaten
Kolaka Propinsi Sulawesi Tenggara akan memberikan berbagai pengaruh kepada lingkungan. Salah satu pengaruh negatif yang dihasilkan berasal dari limbah/tailing dari aktivitas pengolahan hasil pertambangan. Mengingat hal-hal yang telah dijabarkan di atas, bahwa dalam operasional hingga menghasilkan biji nikel, mulai dari penggalian hingga peleburan tidak terlepas dari berbagai dampak negatif yang ditimbulkan pada lingkungan yaitu dihasilkannya tiga jenis limbah cair berupa air pendingin mesin, air pendingin slag dan oli bekas serta dua jenis limbah padat berupa overburden dan tailing (slag). Selain itu kegiatan masyarakat yang bermukim di sekitar lokasi pertambangan dengan berbagai aktivitasnya juga tidak terlepas dari limbah. Bila semua jenis limbah yang dihasilkan tersebut masuk ke perairan, tentu akan mempengaruhi kualitas perairan pesisir yang notabene merupakan tempat yang digunakan masyarakat sebagai lapangan mata pencaharian. Bila organisme perairan tersebut dapat bertahan dari logam-logam yang ada pada limbah/tailing hasil pengolahan tambang tadi, maka logam-logam tersebut akan
4 terakumulasi pada organisme perairan dan dapat beracun bagi manusia yang mengkonsumsinya, selain itu juga sifat logam yang terdapat di wilayah pesisir akibat pembuangan limbah cair dan tailing/slag akan memberikan pengaruh buruk pada manusia, khusus masyarakat sekitar wilayah pesisir. Oleh karena itu diperlukan penerapan program perlindungan terhadap lingkungan melalui pengembangan: metode penambangan dan pengolahan; sistem penanganan dan daur ulang tailing; rancangan konstruksi penampungan tailing dan pengawasan pembuangannya; serta pencegahan pencemaran oleh unsur-unsur berpotensi racun dimaksud. Oleh sebab itu, diperlukan upaya pemantauan kualitas perairan agar sedini mungkin dampak negatif dari adanya pertambangan dapat diminimalisasi sehingga keberlanjutan sumberdaya pesisir lokasi pertambangan dapat dipertahankan. Selain itu mencari solusi-solusi alternatif yang dapat dilakukan agar usaha pertambangan dapat terus berlangsung tanpa mengorbankan kepentingan masyarakat secara keseluruhan. Untuk lebih jelasnya kerangka pikir penelitian secara skematik dapat dilihat pada Gambar 1.
5
SUMBER PENCEMARAN LOGAM BERAT
AKTIFITAS PERTAMBANGAN NIKEL
PENGOLAHAN
PENAMBANGAN
PENGUPASAN OB
PEMBONGKARAN ORE
PENGANGKUTAN ORE
DISPOSAL AREA ORE
LIMBAH PADAT (TAILING/SLAG)
TAILING / SLAG
TANAH/LUMPUR
AIR ASAM TAMBANG
PENGETAHUAN MASYARAKAT
CRUDE METAL (FERRO NICKEL )
AIR PENCUCIAN SLAG
DISPOSAL AREA
PESISIR/LAUT
ANALISIS LOGAM BERAT
PRODUK EKONOMIS
STATUS PENCEMARAN LOGAM BERAT
PP/Kepmen LH PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR /LAUT BERKELANJUTAN
STATUS PERAIRAN Gambar 1 Bagan alir kerangka pemikiran.
6 1.3.
Perumusan Masalah Daerah pesisir yang digunakan sebagai tempat pembuangan limbah cair dan
tailing padat slag pengolahan nikel, sekaligus dimanfaatkan masyarakat sekitar untuk kebutuhan sehari-hari, memerlukan pemantauan, khususnya masalah perubahan kualitas perairan. Berdasarkan hasil survey yang dilakukan, pada saat hujan biasanya air yang melalui sungai-sungai berwarna pekat kemerah-merahan. Keadaan ini juga terjadi di laut, dan bahkan mencapai radius 5 -10 km sejajar pantai dan radius ± 700 meter tegak lurus terhadap garis pantai. Kuat dugaan bahwa material yang terbawa bersama air tersebut berasal dari sisa aktivitas penambangan (overburden) yang masuk ke perairan pesisir melalui sungai dan air limpasan permukaan di sekitar lokasi pertambangan.
Selain itu, bahwa pada
kegiatan
produksi pada unit-unit pabrik pengelolaan ferronikel 1, 2 dan 3 juga menghasilkan limbah padat berupa tailing/slag dan limbah cair berupa air pendingin dan limbah minyak. Adanya input sedimen (overburden) sebagai akibat eksploitasi lahan dan adanya input limbah proses peleburan logam nikel (tailing, oli bekas dan air pendingin) serta adanya input limbah domestik tentu akan direspon oleh perairan sesuai dengan kemampuan purifikasinya. Jika
limbah-limbah
tersebut
mengandung
zat-zat
berbahaya
dan
terakumulasi sehingga melewati ambang batas, dikhawatirkan dapat mempengaruhi dan atau membahayakan organisme-organisme yang hidup di perairan tersebut. Kondisi-kondisi tersebut di atas, bukan saja akan merusak lingkungan, tetapi dapat pula menurunkan pendapatan dan atau memiskinkan masyarakat setempat terutama bagi masyarakat yang bermata pencaharian utama sebagai nelayan tangkap tradisional dan nelayan budidaya. Berdasarkan
uraian
masalah
diatas
dapat
dirumuskan
beberapa
permasalahan pada penelitian ini, antara lain : 1. Seberapa besar beban pencemaran yang masuk ke perairan lokasi penambangan dan pengolahan nikel Pomalaa. 2. Seberapa besar kapasitas asimilasi perairan lokasi penambangan dan pengolahan nikel Pomalaa.
7 3. Bagaimana pengetahuan masyarakat tentang limbah/tailing padat slag hasil pengolahan pertambangan nikel. 4. Bagaimana status pencemaran logam berat pada perairan di wilayah pesisir tempat pembuangan limbah cair dan tailing padat (slag) pengolahan nikel Pomalaa.
1.4. Tujuan Penelitian Penelitian ini mempunyai tujuan umum yaitu menentukan status pencemaran logam berat di wilayah pesisir daerah penambangan dan pengolahan bijih nikel Pomalaa, sedangkan tujuan khusus dari penelitian ini adalah: 1.
Mendapatkan kuantitas dan karakteristik limbah cair/tailing padat (slag) dari hasil penambangan dan pengolahan nikel Pomalaa.
2.
Mendapatkan besarnya beban pencemaran yang masuk ke perairan lokasi penambangan nikel Pomalaa.
3.
Mendapatkan kapasitas asimilasi perairan pesisir lokasi penambangan nikel Pomalaa.
4.
Mendapatkan status pencemaran di perairan tempat pembuangan limbah cair dan tailing (slag) dari penambangan dan pengolahan nikel Pomalaa.
5.
Mendapatkan informasi tentang seberapa jauh pengetahuan masyarakat tentang limbah cair/tailing padat (slag) hasil pengolahan nikel Pomalaa.
1.5. Hipotesis Hipotesis yang akan diajukan pada penelitian ini adalah: 1.
Limbah cair/tailing padat (slag) dari hasil pengolahan nikel pomalaa merupakan jenis limbah bahan berbahaya dan beracun (B3).
2.
Pembuangan limbah cair dan tailing padat (slag) dari hasil pengolahan nikel Pomalaa telah melampaui baku mutu.
3.
Konsentrasi logam berat dalam air laut di wilayah pesisir penambangan dan pengolahan nikel pomalaa telah melampaui baku mutu.
4.
Masyarakat belum mengetahui kandungan limbah cair/tailing padat (slag) dari hasil pengolahan nikel Pomalaa.
8
1.6. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah: 1.
Memberikan informasi kandungan limbah cair/tailing padat (slag) hasil pengolahan nikel Pomalaa kepada masyarakat di wilayah kegiatan pertambangan nikel.
2.
Memberikan informasi tentang status pencemaran logam berat dan tingkat pencemaran di wilayah pesisir, khususnya daerah tempat pembuangan limbah cair/tailing padat (slag) hasil pengolahan nikel Pomalaa.
3.
Sebagai bahan masukan bagi semua pihak yang berkepentingan di daerah tersebut agar selalu melakukan pemantauan, pemeliharaan, serta pemanfaatan perairan wilayah pesisir dengan lebih baik sehingga dapat berlangsung secara berkelanjutan.
4.
Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam menganalisa untuk menentukan suatu kebijakan terhadap perusahaan yang terkait.