I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rantai pasok merupakan sekumpulan entitas baik berupa organisasi maupun individual yang secara langsung dan bersama-sama terlibat dalam aliran mulai hulu sampai hilir dari produk, jasa, keuangan dan atau informasi dari suatu sumber ke konsumen (Mentzer et al, 2001). Salah satu tipe masalah yang berkembang saat ini di bidang rantai pasok adalah penanganan produk-produk mudah rusak (perishable). Menurut Hug et al (2005), produk mudah rusak adalah semua produk yang mengalami perubahan secara fisik yang dapat mempengaruhi umur hidupnya baik tetap maupun acak, dan menjadi rusak atau kadaluarsa saat nilai ekonomisnya turun pada saat tiba di konsumen. Salah satu contoh produk perishable adalah produk hasil pertanian. Berbagai penelitian mengenai rantai pasok produk hasil pertanian dan industrinya telah dilakukan dalam beberapa tahun terakhir diantaranya adalah : Ahuma and Villalobos (2007), Gal et al (2008) Perdana (2009), Hadiguna (2010), Verdouw et al (2010). Penelitian tersebut memfokuskan pada rantai pasok di industri yang berbahan baku produk hasil pertanian. Walaupun jumlahnya masih terbatas, bahasan mengenai rantai pasok produk segar hasil pertanian sudah mulai dilakukan, diantaranya oleh : Widodo et al (2004), Stringer et al (2009), dan Jacxsens (2010). Pada dasarnya, terdapat dua tipe produk yang dikelola dalam rantai pasok produk pertanian, yaitu produk segar dan produk yang diproses. Produk segar tidak memerlukan pengolahan khusus atau transformasi kimia, sedangkan produk yang diproses memerlukan transformasi kimia. Rantai pasok produk segar hasil pertanian misalnya buah-buahan dan sayuran memiliki karakteristik yang khas seperti : mudah rusak, musiman, mutu hasil panen beragam, proses kehilangan kesegaran setiap produk dimulai sesaat setelah panen dan tergantung pada proses penanganan setelah panen, serta semua produk segar harus segera mungkin dikonsumsi oleh konsumen atau digunakan sebagai bahan baku segar pada pabrik makanan sebelum produk tersebut menjadi rusak atau busuk. Selain itu, tantangan mengelola rantai pasok produk segar hasil pertanian adalah karena produk sensitif terhadap waktu (Widodo et al, 2004). Nilai produk menurun secara signifikan dari
2 waktu ke waktu di sepanjang rantai pasok pada tingkat yang sangat tergantung suhu dan kelembaban. Widodo et al (2004) menjelaskan bahwa berdasarkan Food and Fertilizer Centre, total kerugian akibat kerusakan atau penurunan mutu pada produk segar hasil pertanian di berbagai negara mencapai 20 – 60 % dari total yang dipanen. Diperlukan strategi untuk mempertahankan mutu dan mengurangi kerusakan pada produk segar hasil pertanian di sepanjang rantai pasoknya. Rantai pasok produk segar hasil pertanian melibatkan rangkaian kegiatan pasokan, pemrosesan, persediaan, dan pengiriman kepada konsumen. Pada tingkat agroindustri, manajemen rantai pasok pertanian memberikan perhatian pada pasokan, produksi, persediaan dan pendistribusian sebagai strategi mengurangi resiko kerusakan atau penurunan kualitas produk secara total. Salah satu faktor kunci yang perlu diperhatikan dalam rantai pasok produk segar hasil pertanian adalah persediaan. Sistem persediaan menjadi salah satu aspek penting dari manajemen rantai pasok karena biaya persediaan dapat mencapai 25 – 40 persen dari total harga produk yang disimpan. Alasan paling mendasar mengapa perlu membangun sistem persediaan adalah tidak mungkin secara fisik atau ekonomi produk dapat diperoleh dengan seketika saat permintaan produk tersebut terjadi. Kendala utama dalam sistem persediaan untuk produk hasil pertanian adalah umur simpan. Umumnya, model-model persediaan yang dibangun dalam sistem persediaan mengasumsikan bahwa produk memiliki umur simpan tidak terbatas sehingga dapat disimpan selama-lamanya untuk memenuhi permintaan di masa datang. Kenyataannya, produk mempunyai umur simpan terbatas karena mengalami perubahan dalam penyimpanan akibat penurunan mutu, kerusakan dan keusangan (obsolescence). Untuk produk hasil pertanian, selain aspek musiman dan kamba, aspek mudah rusak (perishable) menjadi faktor penting dalam sistem persediaan produk hasil pertanian. Khusus untuk produk segar, misalnya buah segar, aspek penurunan mutu dan susut bobot yag menunjukkan tingkat kesegaran (freshness) merupakan parameter mutu kritis yang dijadikan pertimbangan dalam mempertahankan mutunya. Berbagai literatur telah banyak menjelaskan tentang sistem persediaan perishable, yaitu : Nahmias (1982), Raafat (1991), Goyal dan Giri (2001) serta Lucio dan Zanoni (2007). Namun kebanyakan dari model-model tersebut
3 memperlakukan produk segar sebagai kasus perishable khusus dengan kecepatan penurunan mutu secara tetap dan masih bisa digunakan atau dikonsumsi sebelum tanggal kadaluarsanya. Mangga gedong gincu merupakan varietas mangga unggulan nasional yang banyak diusahakan di Jawa Barat khususnya Kabupaten Cirebon, Indramayu, dan Majalengka. Mangga gedong gincu banyak diminati baik oleh konsumen domestik maupun luar negeri, karena rasanya yang manis, daging buah tebal, aroma kuat, kandungan air banyak, ukuran yang tidak terlalu besar, serta memiliki warna yang eksotis dan menarik. Harga produk ini cukup menjanjikan baik bagi petani, pedagang, maupun pelaku agribisnis hortikultura lainnya. Mangga gedong gincu dipasarkan ke beberapa kota di Indonesia yaitu : Jakarta, Jambi, Semarang, Riau, Padang, Palembang, Bandung, Bogor, dan sebagian besar kota-kota lainnya di Jawa Barat. Selain itu, mangga gedong gincu terutama yang berasal dari kabupetan Cirebon juga telah masuk ke pasaran luar negeri seperti Arab Saudi, Bahrein, Kuwait, Hongkong, Singapura, Malaysia, Dubai, Qatar, Homan, dan Ukraina. Melihat peluang pasar yang ada, diperkirakan produksi mangga gedong gincu di Kabupaten Cirebon akan meningkat secara nyata pada tahun-tahun mendatang. Mangga merupakan salah satu produk yang termasuk dalam klasifikasi produk yang tidak tahan lama dalam penyimpanan (perishable product), dimana akan terjadi penurunan mutu dalam waktu tertentu. Setelah dipanen, buah mangga tetap melakukan kegiatan metaboliknya seperti respirasi dan transpirasi yang dapat menyebabkan perubahan fisikokimia buah pascapanen, seperti proses pematangan, pembentukan aroma dan kemanisan, pelunakan daging buah dan penurunan nilai mutu. Kondisi tersebut memerlukan kebijakan yang tepat untuk mendukung sistem persediaan sehingga distributor mangga dapat tetap memenuhi permintaan konsumen mangga dan dapat meminimumkan biaya akibat kerusakan buah mangga tersebut.
4 1.2. Tujuan penelitian Tujuan penelitian ini terdiri dari tujuan umum dan tujuan khusus sebagai berikut : 1. Umum : mengembangkan sistem persediaan dalam rantai pasok mangga gedong gincu. 2. Khusus : a. Mempelajari kondisi rantai pasok mangga gedong gincu. b. Mempelajari pengaruh teknologi pascapanen pada mutu buah dan performa persediaan dalam rantai pasok mangga gedong gincu. c. Menganalisis manajemen
persediaan di tingkat eksportir dan
tingkat gapoktan. d. Mengembangkan model pengendalian persediaan di tingkat eksportir. 1.3. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian dilakukan pada lingkup persediaan di tingkat eksportir pada rantai satu pemasok, satu eksportir dan satu importir. Penelitian dibatasi pada : 1. Sistem persediaan dibangun dengan memperhatikan aspek freshness yaitu penurunan mutu dan susut bobot. 2. Sistem yang dilihat adalah sistem persediaan single-vendor (satu pemasok) dan one-buyer (satu pembeli). 3. Model hanya untuk satu jenis produk pertanian yaitu yang dibangun berdasarkan umur simpan buah akibat adanya teknologi penyimpanan dingin, dan berdasarkan susut bobot selama penyimpanan. 4. Produk hasil pertanian yang dikaji adalah buah mangga gedong gincu produksi Kabupaten Cirebon didistribusikan ke luar negeri dalam keadaan segar. 5. Rantai pasok yang dikaji adalah anggota rantai pasok mangga gedong gincu pada tingkat eksportir. 6. Model persediaan dikembangkan di tingkat eksportir. 7. Model dikembangkan dalam periode perencanaan satu kali musim panen yaitu bulan Oktober sampai Desember.
5 1.4. Manfaat Penelitian 1. Dapat digunakan oleh pedagang buah mangga gedong gincu untuk menentukan jumlah persediaan dengan memperhatikan aspek penurunan mutu buah segar selama penyimpanan, sehingga dapat meminimalisasi kerugian akibat kerusakan buah mangga gedong gincu pada saat persediaan. 2. Dapat menjadi salah satu bahan pertimbangan dalam menyusun model sistem persediaan buah segar dengan memperhatikan aspek perishable produk segar hasil pertanian yaitu terhadap parameter freshness yang direpresentasikan oleh penurunan mutu dan susut bobot selama penyimpanan.
6