I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan paling mendasar dari suatu bangsa. Banyak negara dengan sumber ekonomi cukup memadai, tetapi mengalami kehancuran karena tidak mampu memenuhi kebutuhan pangan rakyatnya. Sampai saat ini sawah masih menjadi tulang punggung pengadaan pangan nasional. Beras merupakan komoditi pangan nasional yang akan terus meningkat sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk. Sensus penduduk 2010 mencatat bahwa jumlah penduduk Indonesia telah mencapai 237.56 juta jiwa dengan laju peningkatan sebesar 1.49% (BPS, 2010). Angka tersebut sekaligus menunjukkan besarnya bahan pangan yang harus tersedia. Di sisi lain perubahan iklim, konversi lahan sawah yang terus berjalan dan rendahnya kemampuan pemerintah mencetak lahan sawah baru menjadi ancaman bagi pemenuhan kebutuhan pangan nasional. Revolusi Hijau memang telah menghantarkan Indonesia berswasembada beras, namun pemberian pupuk kimia (input) dalam dosis tinggi secara terus menerus untuk memacu peningkatan hasil telah menyebabkan deteriorasi kesuburan tanah, sehingga penambahan input tidak lagi mampu menaikan hasil padi, bahkan terjadi fenomena tanah sakit (soil sickness) dan kelelahan teknologi (technology fatique) (Las, 2009). Dalam kondisi ini pemupukan berimbang tidak mampu mengatasinya, bahkan terjadi penurunan efisiensi pemupukan dan pencemaran lingkungan (Adiningsih, 1992). Dari segi ekonomi, penggunaan input tinggi telah pula menyebabkan rendahnya kelenturan sistem usahatani padi sawah (Las, 2009). Banyak peneliti melaporkan telah terjadi penurunan hasil padi karena pemakaian pupuk kimia yang tidak tepat, seperti yang dilaporkan Regmi et al. (2002); (Bhandari et al., 2002); Yadvinder-Singh et al. (2004); Pramono (2004). Menurut Regmi et al. (2002); Bhandari et al. (2002) penurunan hasil padi disebabkan penurunan bertahap (gradual depletion) dan ketidakseimbangan dari satu atau lebih unsur hara, terutama C organik. Menurut Larson dan Pierce (1991); Doran dan Parkin (1994) penurunan C organik mengindikasikan menurunnnya kualitas tanah sawah.
2
Penurunan kualitas tanah sawah karena menurunnya C organik juga telah terjadi di beberapa sentra produksi padi. Pramono (2004) melaporkan bahwa hasil analisis contoh tanah yang berasal dari sentra produksi padi di Jawa Tengah menunjukkan bahwa rata-rata C organik < 2%. Sebelumnya Karama et al. (1990) melaporkan bahwa dari 30 contoh tanah yang diambil dari sawah-sawah di Indonesia, sekitar 68% diantaranya mempunyai C organik < 1.5% dan hanya 9% saja yang mempunyai C organik > 2%. Kandungan C organik < 2% tersebut menurut Simarmata dan Yuwariah (2008) mengindikasikan tanah sawah dalam kondisi sakit. Solok merupakan pemasok beras utama di Sumatera Barat yang dikenal sebagai Sentra Produksi Beras. Beras yang dihasilkan Sentra Produksi, disamping mensuplai kebutuhan pangan masyarakat Sumatera Barat, juga masyarakat di luar Sumatera Barat, seperti Riau dan Jambi. Data Diperta Kabupaten Solok (2008) menyebutkan bahwa produksi padi rata-rata telah mencapai 5.01 ton/ha, angka ini lebih tinggi dari produksi padi rata-rata di Sumatera Barat (4.57 ton/ha), bahkan produksi padi nasional (4.78 ton/ha). Namun tingkat produktivitas padi tersebut masih tergolong rendah dibandingkan dengan potensi hasilnya. Cisokan adalah salah satu varietas padi sawah unggulan Sentra Produksi Beras Solok, selain rasanya yang disukai karena beras putih dan nasi pera, daya jual juga tinggi. Hasil pengamatan lapang, saat ini rata-rata produksi Cisokan baru mencapai 4.15 ton/ha dengan hasil tertinggi 7.08 ton/ha GKG. Hal ini mengindikasikan produksi Cisokan di Sentra Produksi Beras Solok belum optimal. Praktek pengelolaan tanah sawah yang dilakukan petani saat ini menggunakan pupuk kimia tanpa diikuti pupuk organik yang memadai karena jerami padi sebagai sumber pupuk organik selalu dibakar, bahkan dibuang ke luar areal persawahan guna mempercepat proses penyiapan lahan untuk musim tanam berikutnya. Jika hal ini tetap berlanjut, tidak mustahil deteriorasi kesuburan tanah juga akan terjadi di Sentra Produksi Beras Solok. Oleh karena itu untuk mengoptimalkan produksi Cisokan perlu diupayakan teknik budidaya yang mampu
mengefisienkan
sumberdaya tanah sawah.
penggunaan
pupuk
kimia
melalui
optimalisasi
3
Tanah sebagai media tumbuh adalah salah satu sumberdaya yang memiliki ciri dan karakteristik tergantung bahan induk pembentuknya (Buol et al., 1980). Mineral adalah penyusun bahan induk dan berperan penting dalam menentukan sifat-sifat tanah (Allen dan Hajek, 1989). Pelapukan mineral primer seperti feldspar, feromagnesia (olivin, piroksin, amfibol), mika, zeolit, gelas volkanik menyumbangkan unsur hara seperti Ca, Mg, K dan Na (Huang, 1989; Fanning et al., 1989; Wada, 1989). Selain sebagai sumber hara, pelapukan mineral primer di dalam tanah menghasilkan mineral liat yang berperan penting menentukan muatan tanah. Tanah sawah yang didominasi mineral liat bermuatan negatif lebih reaktif dari tanah sawah yang didominasi muatan positif (Borchardt, 1989). Sentra Produksi Beras Solok berkembang dari endapan liat, pasir dan kerikil pada Formasi Qal dan rombakan andesit gunung berapi pada Formasi Qf (Peta Geologi Bersistem Sumatera, 1995). Formasi Qal menempati Dataran Aluvial dan Lakustrin, sedangkan Formasi Qf menempati daerah volkanik. Menurut Marsoedi et al. (1997), Dataran Aluvial adalah dataran luas yang terbentuk akibat aktivitas sungai dan Dataran Lakustrin awalnya merupakan cekungan yang terisi oleh sedimen halus, kemudian muncul ke permukaan karena penurunan permukaan air danau, sedangkan daerah volkanik terbentuk akibat aktivitas gunung berapi. Proses pembentukan landform tersebut menunjukkan tanah sawah di Dataran Aluvial dan Lakustrin terbentuk dari bahan endapan (Alochthonous materials), di Dataran Aluvial pengendapan bahan dipengaruhi oleh aktivitas sungai dan di Dataran Lakustrin lebih banyak dipengaruhi oleh aktivitas danau. Di daerah volkanik tanah sawah terbentuk dari bahan in situ (Autochthonous materials). Hasil penelitian Sudarsono et al. (2010) menyatakan sebagian besar (79.49%) Sentra Produksi Beras Solok merupakan daerah volkanik atau sekitar 14.751 ha, Dataran Aluvial sekitar 14.93% (2.770 ha) dan Dataran Lakustrin sekitar 5.58% (1.035 ha). Hasil penelitian lapang menunjukkan rata-rata produksi Cisokan di Dataran Lakustrin hanya 3.37 ton/ha, di Dataran Aluvial 4.46 ton/ha dan di daerah volkanik 4.39 ton/ha GKG. Hal ini menunjukkan masing-masing bahan induk mempunyai potensi berbeda, sehingga untuk mengoptimalkan produksi Cisokan perlu tindakan pengelolaan yang berbeda pula.
4
Dalam penerapannya, tindakan pengelolaan memerlukan metode evaluasi lahan yang memuat persyaratan tumbuh tanaman untuk berproduksi optimal. Banyak metode evaluasi lahan telah dikembangkan, namun metode-metode tersebut berbeda dalam kriteria dan cara pengambilan keputusan (Hardjowigeno et al., 1999), sehingga bila digunakan pada lahan yang sama seringkali memberikan hasil yang berbeda, bahkan hasil penilaian tidak sesuai dengan potensi lahannya. Selain itu, kriteria kesesuaian lahan masih bersifat umum karena disusun berdasarkan kompilasi data dan pengalaman empiris mengacu pada publikasi luar negeri, seperti FAO (1976, 1983) dan Sys et al. (1993), sehingga tidak sesuai bila digunakan untuk mengevaluasi penggunaan lahan yang spesifik di Sentra Produksi Beras Solok. Subardja (2005) menambahkan bahwa metode penilaian kesesuaian lahan masih dilakukan secara kualitatif berdasarkan kondisi fisik lahan, belum dikaitkan dengan produksi ataupun keuntungan pada tingkat pengelolaan
tertentu,
demikian
juga
parameter
yang
digunakan
dan
pengharkatannya belum dikaji di lapang. Berdasarkan uraian di atas penelitian tentang “Karakteristik dan Optimalisasi Tanah Sawah di Sentra Produksi Beras Solok, Sumatera Barat” perlu dilakukan guna mengoptimalkan produksi Cisokan dan menyusun kriteria kesesuaian lahan padi sawah untuk Tipe Penggunaan Lahan (TPL) Cisokan serta mengembangkan metode penilaian kesesuaian lahan yang kuantitatif. 1.2. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui komposisi mineral dan sifat-sifat tanah sawah yang terbentuk dari bahan induk volkanik, endapan sungai dan endapan danau. 2. Mengidentifikasi sifat-sifat tanah yang mengontrol produksi Cisokan di masing-masing bahan induk. 3. Mengetahui potensi tanah sawah dan tindakan pengelolaan yang tepat untuk mengoptimalkan produksi Cisokan di masing-masing bahan induk. 4. Menyusun kriteria kesesuaian lahan padi sawah untuk TPL Cisokan yang kuantitatif, sehingga terdapat hubungan yang erat antara kelas kesesuaian lahan dengan produksinya.
5
1.3. Hipotesis Penelitian 1. Tanah sawah Sentra Produksi Beras Solok berkembang dari tiga bahan induk, yaitu bahan induk volkanik, endapan sungai dan endapan danau. Perbedaan bahan induk tersebut menyebabkan komposisi mineral dan sifatsifat tanah sawah yang terbentuk berbeda. 2. Perbedaan produksi Cisokan disebabkan karena sifat-sifat tanah yang mengontrol produksi di masing-masing bahan induk berbeda. 3. Mengoptimalkan potensi tanah dan menyusun tindakan pengelolaan yang tepat, dapat memberikan nilai tambah dan meningkatkan efisiensi usahatani. 4. Kriteria kesesuaian lahan padi sawah yang ada masih bersifat umum dan penilaian berdasarkan fisik kualitatif, selain kurang sesuai untuk mengevaluasi penggunaan lahan yang spesifik, hasil penilaian seringkali tidak bersesuaian dengan produksi lahannya. 1.4. Manfaat Penelitian Informasi sifat-sifat tanah sawah yang terbentuk di masing-masing bahan induk memberikan gambaran tentang potensi tanah sawah menyediakan hara bagi tanaman. Informasi tersebut sangat bermanfaat dalam menyusun tindakan pengelolaan guna mengoptimalkan produksi Cisokan dan varietas padi sawah unggulan lainnya di Sentra Produksi Beras Solok. Kriteria kesesuaian lahan padi sawah untuk TPL Cisokan yang dihasilkan dapat digunakan untuk mengevaluasi lahan-lahan sawah Sentra Produksi Beras Solok dan lahan-lahan sawah lainnya jika TPL yang sama diterapkan, sehingga potensi produksi dan keuntungan usahatani yang akan diperoleh dapat diketahui. Pada skala luas, hasil penilaian menggambarkan besarnya sumbangan Sentra Produksi Beras Solok terhadap ketahanan pangan di Sumatera Barat. Metodologi penyusunan kriteria dapat digunakan sebagai acuan untuk mengembangkan kriteria kesesuaian lahan yang kuantitatif untuk varietas padi sawah unggulan lainnya atau komoditas potensial lainnya, baik di Sentra Produksi Beras Solok maupun di lokasi-lokasi lain.
6
1.5. Kebaruan Penelitian Beberapa hal baru yang dihasilkan adalah: 1) Karakteristik tanah sawah pengontrol produksi Cisokan pada tanah sawah dari bahan induk volkanik, endapan sungai dan endapan danau di Sentra Produksi Beras Solok, 2) Rekomendasi pemupukan optimal untuk Cisokan di masing-masing bahan induk, 3) Kriteria kesesuaian lahan padi sawah untuk TPL Cisokan yang bersifat fisik kuantitatif yang dapat digunakan untuk mengevaluasi lahan-lahan sawah Sentra Produksi atau lokasi-lokasi lain dengan karakteristik lahan yang sama.