I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Subsektor hortikultura merupakan salah satu subsektor pertanian yang memberikan kontribusi strategis dalam menyumbang nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia dan berperan penting dalam
perekonomian nasional dengan
kecenderungan pertumbuhan yang naik atau meningkat. Perkembangan kontribusi subsektor hortikultura terhadap PDB Nasional dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Nilai Produk Domestik Bruto Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Periode Tahun 2005-2008 Nilai PDB (dalam Milyar Rp) % Perkembangan Komoditas 2005 2006 2007 2008 (a) (b) (c) Buah-buahan
31,694
35,448
42,362 42,660
11,85
19,51
0,7
Sayuran
22,630
24,694
25,587 27,423
9,12
3,62
7,18
Biofarmaka
2,806
3,762
4,105
4,118
34,07
9,12
0,31
Tanaman hias
4,662
4,734
4,741
6,091
1,54
0,14
28,48
61,792
68,639
76,795 80,292
13,75
Hortikultura
11,89
4,55
Keterangan : a) Persentase perkembangan tahun 2005-2006 b) Persentase perkembangan tahun 2005-2007 c) Persentase perkembangan tahun 2007-2008 Sumber : Pusdatin dan BPS (2008)1
Tabel 1 menunjukkan, seluruh komoditas subsektor hortikultura terus mengalami peningkatan terhadap nilai Produksi Domestik Bruto Nasional dari tahun 2005 sampai 2008. Untuk dapat menilai apakah terjadi pertumbuhan pada subsektor hortikultura dapat dilihat, dari persentase perkembangan komoditi. Persentase perkembangan buah-buahan, tanaman hias dan sayuran memiliki kecenderungan angka yang fluktuasi. Komoditas buah-buahan mengalami peningkatan dari tahun
1 www.Hortikultura.deptan.go.id {diakses tanggal 26 Februari 2011}
1
2005-2007 dan turun pada tahun 2008, sedangkan komoditas sayuran dan tanaman hias berfluktuasi dari tahun ke tahun. Komoditas sayuran adalah salah satu komoditas yang memberikan manfaat terhadap peningkatan pendapatan dan kesejahteraan penduduk Indonesia. Selain sebagai salah satu komoditas yang bernilai ekonomis, dan mudah dibudidayakan komoditas sayuran juga memiliki keunggulan sebagai salah satu sumber serat makanan, vitamin dan mineral yang penting untuk pembangunan kesehatan masyarakat. Potensi pasar yang cukup besar dapat memposisikan sayur-sayuran sebagai komoditas hortikultura yang sangat potensial untuk dapat bersaing di pasar domestik maupun internasional. Tabel 2 menunjukan perkembangan nilai ekspor impor sayuran di Indonesia. Tabel 2. Perkembangan Nilai Ekspor-Impor Sayuran di Indonesia Tahun 2005-2008 Ekspor
Impor
2005
Volume (ribu Ton) 152,7
2006
236,2
54,7
126,2
14,1
550,4
8,3
257,8
37,1
2007
209,4
-11,3
137,1
8,6
784,9
42,9
351,4
36,3
2008*
175,9
-16,0
171,5
25,1
917,2
16,8
442,4
25,9
Tahun
(%)
Nilai (juta USD) 110,6
Volume (ribu Ton) 508,3
(%)
(%)
Nilai (juta USD) 188,0
(%) -
Keterangan : *) Angka sementara (%) Persentase perkembangan per tahun Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura, Departemen Pertanian (2009)2
Pada Tabel 2, secara keseluruhan setiap tahun dari tahun 2005 sampai dengan 2008 Indonesia mengalami peningkatan signifikan dalam hal impor sayuran, sedangkan dalam hal ekspor sayuran terlihat pada tabel ekspor Indonesia volumenya cenderung berfluktuasi, dari tahun 2005 sampai tahun 2006 terjadi kenaikan namun
2 http://www.hortikultura.deptan.go.id [diakses tanggal 20 Januari 2011]
2
masuk tahun 2007 volume ekspor menurun. Tahun 2008 kecenderungannya menurun kembali meskipun angkanya masih bersifat sementara. Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa Indonesia lebih banyak melakukan impor sayuran dibanding mengekspor sayuran. Impor sayuran ini dilakukan bertujuan untuk memenuhi permintaan dalam negeri, sebagai akibat dari kurangnya pasokan dari dalam negeri. Dengan demikian terdapat peluang pasar yang besar untuk memenuhi kebutuhan sayuran dalam negeri dan luar negeri. Kesadaran masyarakat terhadap pentingnya mengkonsumsi sayuran saat ini terus meningkat, mengingat sayuran merupakan bahan makanan yang kandungan seratnya tinggi dibanding sumber makanan lain. Jamur merupakan salah satu jenis makanan yang termasuk dalam kategori sayur-sayuran, jamur juga merupakan salah satu komoditi penting yang bernilai ekonomis. Jamur dapat tumbuh subur di tempat yang beriklim tropis. Indonesia merupakan Negara yang memiliki iklim tropis yang sangat cocok untuk pertumbuhan jamur. Didukung dengan kondisi alam yang baik, jamur dapat menjadi salah satu komoditi potensial yang dapat dibudidayakan dan dikembangkan di wilayah Indonesia. Jamur memiliki kandungan gizi dan khasiat yang baik untuk kesehatan. Pola konsumsi masyarakat modern saat ini sering menjadikan jamur sebagai makanan alternatif, karena teksturnya yang kenyal dan rasanya yang enak, jamur juga dapat dijadikan sebagai bahan makanan pengganti daging, terutama para kaum vegetarian. Adanya perubahan pola konsumsi tersebut diharapkan dapat memberikan pengaruh positif terhadap permintaan jamur kedepannnya, terutama permintaan di pasar ekspor. Berbagai jenis jamur diekspor ke luar negeri dengan jumlah yang besar, di luar negeri jamur banyak digunakan sebagai bahan campuran obat ataupun untuk dikonsumsi. Jenis jamur yang biasa diekspor ke luar negeri antara lain jamur shitake, jamur tiram putih dan jamur kuping. Produksi jamur di Indonesia masih bersifat fluktuasi baik untuk jamur ekspor ataupun jamur untuk konsumsi dalam negeri. Data perkembangan ekspor dan impor jamur Indonesia dapat dilihat pada Tabel 3.
3
Tabel 3. Perkembangan Ekspor Impor Jamur Indonesia Tahun 2003-2008 Ekspor Tahun 2003 2004 2005 2006 2007 2008*
Volume (kilogram) 16.113.207 3.333.723 22.558.977 18.351.038 20.571.404 19.452.421
Impor Nilai (US$) 19.201.360 2.793.243 24.021.656 22.129.170 29.900.009 30.863.291
Volume (kilogram) 1.539.321 194.010 2.913.432 3.594.073 3.370.435 3.431.709
Nilai (US$) 1.217.704 208.646 2.566.954 3.656.223 3.967.449 4.726.154
Sumber : Pusdatin dan BPS (2008)
Berdasarkan Tabel 3, Perkembangan ekspor dan impor jamur Indonesia dari tahun ke tahun sangat berfluktuasi, jika dilihat secara keseluruhan dari tahun 2003 sampai 2008 jumlah volume ekspor jamur lebih tinggi daripada impor. Berdasarkan hasil ekspor tersebut nilai yang didapat cukup besar, tentunya hal ini memberikan keuntungan pendapatan bagi Negara. Namun pada tahun 2004 jumlah ekspor maupun impor jamur mengalami penurunan volume, kemungkinan penurunan ini diduga disebabkan oleh kegagalan panen dan kondisi perekonomian yang tidak stabil (Direktorat Jendral Hortikultura, 2007). Pada tahun 2005 menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan volume yang tinggi, baik dari segi kuantitas dan nilai. Peningkatan ekspor ini diduga disebabkan oleh meningkatnya permintaan masyarakat luar negeri terhadap jamur, terutama jamur di Indonesia yang kualitasnya dianggap lebih baik dari negara produsen jamur lainnya. Jika dilihat dari besarnya nilai impor menunjukkan bahwa permintaan dalam negeri terhadap komoditas jamur sangat besar, kondisi ini mengindikasikan bahwa peluang pasar untuk mengembangkan budidaya jamur masih sangat terbuka dan permintaan berpotensi akan terus meningkat Permintaan jamur khususnya beberapa Kota di wilayah Propinsi Jawa Barat cukup tinggi, Permintaan pasar terhadap kebutuhan jamur tiram di Kota Bogor, 4
Sukabumi, dan sekitar Jakarta saat ini diperkirakan mencapai 5 sampai 10 ton perbulan. Menurut Badan Pusat Statistik tahun 2008, permintaan jamur ini akan terus meningkat sampai beberapa tahun ke depan, berapa pun yang diproduksi oleh petani jamur dapat dipastikan habis terserap oleh pasar. Kenaikan permintaan sekitar 20 persen sampai 25 persen per tahun. Jamur tiram putih merupakan salah satu jenis jamur yang sudah cukup dikenal masyarakat luas. Selain karena rasanya yang digemari, jamur tiram juga memiliki manfaat dalam pengobatan salah satunya adalah dapat menurunkan kolesterol darah. Menurut Suriawiria (2002), konsumsi jamur tiram putih selama tiga minggu dapat menurunkan kadar kolesterol hingga 40 persen. Jika dilihat dari sisi gizi jamur tiram putih memiliki kandungan gizi yang lebih baik dibandingkan dengan bahan makanan lain seperti jamur merang, jamur kuping, daging sapi, bayam, kentang, kubis, seledri, buncis dan lain-lain. Jamur tiram memiliki kandungan protein dan karbohidrat yang tinggi tetapi rendah lemak (Suriawiria, 2002). Pembudidayaan jamur tiram memiliki beberapa keunggulan antara lain bahan baku mudah diperoleh, tidak memerlukan lahan yang luas dan siklus masa tanam yaitu sekitar empat bulan, Panen dapat dilakukan setiap hari pada pagi hari. Kondisi tersebut memberikan kesempatan bagi para petani untuk memutar modalnya dan otomatis dapat memberikan keuntungan lebih cepat. Jamur tiram putih merupakan salah satu jamur pangan yang dapat tumbuh dengan baik di tempat yang beriklim sedang atau sejuk (Chazali et al, 2009). Menurut Masyarakat Agribisnis Jamur Indonesia (2007), sentra jamur tiram putih banyak dibudidayakan di wilayah Bandung, Bogor, Sukabumi, Garut, Tasikmalaya, Sleman, Yogyakarta, dan Solo. Salah satu wilayah yang beriklim sejuk adalah wilayah Kabupaten Bogor. Usaha budidaya jamur tiram putih yang terdapat di Kabupaten Bogor masih dilakukan secara tradisional dan skala usahanya pun masih tergolong dalam usaha tani rakyat. Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah penghasil jamur tiram. Adapun produksi jamur tiram putih per Kecamatan di Kabupaten Bogor pada tahun 2007 dapat dilihat pada Tabel 4.
5
Tabel 4. Jumlah Produksi dan Produktivitas Jamur Tiram Putih di Kabupaten Bogor Tahun 2007 Jumlah Produksi Produktifitas No Kecamatan (Log/thn) (Kg/thn) (Kg/log) 1 Tamansari 191.500 38.300 0,20 2 Pamijahan 61.700 8.638 0,18 3 Cisarua 780.000 173.250 0,17 4 Leuwi Sadeng 20.000 3.000 0,15 5 Rancabungur 34.000 4.420 0,13 6 Cijeruk 17000 2040 0,12 7 Sukaraja 10000 1200 0,12 Rata-rata 0,15 Sumber : Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, 2007
Jika dilihat pada Tabel 4, dari beberapa wilayah yang ada di Kecamatan Cisarua merupakan wilayah yang paling tinggi tingkat produktivitas dan produksinya, hal ini cukup beralasan, mengingat wilayah Cisarua merupakan wilayah yang mempunyai iklim yang cukup sejuk karena berada di ketinggian. Wilayah berikutnya yang memiliki potensi pengembangan budidaya jamur tiram paling tinggi dengan jumlah produksi jamur tiram putih segar adalah Kecamatan Tamansari sebanyak 38.300 kilogram per tahun dan Kecamatan Pamijahan. Kecamatan Pamijahan merupakan salah satu dari tiga Kecamatan di Kabupaten Bogor yang mempunyai tingkat potensi yang cukup tinggi dengan jumlah produksi jamur tiram putih segar sebanyak 8.638 kilogram per tahun. Penelitian secara sengaja dilakukan di wilayah Kecamatan Pamijahan tepatnya di Yayasan Paguyuban Ikhlas Desa Cibening selain karena dekat dengan lokasi tinggal peneliti, wilayah tersebut juga merupakan salah satu wilayah Kecamatan penghasil jamur tiram
terbesar
di
Kabupaten
Bogor.
Pemilihan
lokasi
tersebut
juga
mempertimbangkan alasan menghemat biaya penelitian, maka dipilihlah wilayah Kecamatan Pamijahan sebagai tempat untuk melakukan penelitian.
6
1.2 Perumusan Masalah Yayasan Paguyuban Ikhlas merupakan salah satu yayasan yang didirikan oleh beberapa orang yang bergerak dalam bidang agribisnis usaha budidaya jamur tiram putih dan baru menjalankan usaha budidaya jamur tiram putih pada awal tahun 2009. Usaha ini beroperasi dalam skala menengah dan pemilik bertanggung jawab sepenuhnya terhadap semua risiko. Budidaya ini dilakukan di Kecamatan Pamijahan yang merupakan salah satu Kecamatan di Kabupaten Bogor. Berdasarkan data yang didapat, Kecamatan Pamijahan merupakan salah satu Kecamatan di wilayah Kabupaten Bogor yang cukup tinggi memproduksi jamur tiram putih. Salah satu sentra budidaya jamur tiram putih di wilayah tersebut adalah Yayasan
Paguyuban Ikhlas. Yayasan Paguyuban Ikhlas memproduksi sendiri seluruh kebutuhan budidaya seperti media tanam yang biasa disebut log, peralatan-peralatan teknis, dan sumber daya manusia diambil dari masyarakat sekitar. Siklus produksi log dilakukan setiap satu bulan sekali, hal ini disesuaikan dengan kapasitas mesin produksi (steamer) yang hanya mampu memproduksi log sebanyak 1.200 log per hari dikali dengan 24 hari kerja, maka dalam satu bulan produksi Yayasan Paguyuban Ikhlas menghasilkan sekitar 28.800 log media tanam untuk jamur tiram putih. Selama menjalankan bisnis usaha budidaya jamur tiram putih, Yayasan Paguyuban Ikhlas memperoleh produktivitas tertinggi untuk tanaman jamur tiram putih, yaitu sebesar 0,4 kilogram per log, sedangkan produktivitas terendah yang pernah dialami sebesar 0,15 kilogram per log. Berfluktuasinya produktivitas diakibatkan oleh berbagai macam masalah yang dihadapi selama melakukan proses pengusahaan jamur tiram putih. Produktivitas per log dapat menjadi indikator kemungkinan adanya risiko usaha yang mungkin dihadapi oleh Yayasan Paguyuban Ikhlas. Berikut dapat dilihat grafik produktivitas pada Gambar 1.
7
Jumlah Produktivitas (kg/log) 0,40 0,35
4
1
0,30
5
0,25
3
0,20 0,15
2
0,10 0
■ Jan-April
■ Mei-Agt
■ Sept-Des
2009
■ Jan-April
■ Mei-Agt
Musim Tanam
2010
Gambar 1. Grafik Produktivitas Jamur Tiram Putih Yayasan Paguyuban Ikhlas (Tahun 2009-2010) Keterangan : 1 : Produktivitas Januari – April 2009 2 : Produktivitas Mei – Agustus 2009 3 : Produktivitas September – Desember 2009 4 : Produktivitas Januari – April 2010 5 : Produktivitas Mei – Agustus 2010 Sumber : Yayasan Paguyuban Ikhlas, 2010
Pada Gambar 1 dapat dilihat, grafik hasil produktivitas jamur tiram putih Yayasan Paguyuban Ikhlas berfluktuasi. Produktivitas log dalam menghasilkan jamur tiram tidak stabil di setiap siklus tanam, dalam satu tahun terdapat tiga masa siklus tanam, umur log memproduksi jamur tiram maksimal sekitar empat bulan, lama waktu tersebut dinamakan musim tanam, dimana pada setiap musim tanam tersebut kondisi produktivitas jamur tiram putih per log pernah menurun cukup signifikan, yaitu sampai dengan 0,15 kilogram per log, standar normal produksi yaitu 0,30 kilogram per log. Jika dilihat pada Gambar 1, penurunan terjadi pada musim tanam antara bulan Mei dan Agustus tahun 2009 yaitu pada plot nomor dua, dari informasi yang didapat dari supervisor yang menangani langsung proses budidaya, pada musim
8
tanam tersebut sering terjadi serangan hama yaitu hama tikus, yang merusak log jamur sehingga mempengaruhi produktivitas jamur tiram putih. Akibat produktivitas yang tidak stabil, Yayasan Paguyuban Ikhlas belum mampu memenuhi permintaan jamur tiram putih segar di pasaran. Permintaan Jamur tiram kurang lebih sebanyak satu ton per hari, permintaan tersebut didapat dari hasil wawancara dengan pihak supervisor Yayasan Paguyuban Ikhlas yaitu dengan Pak Gunawan. Pemasaran jamur tiram putih biasanya dijual ke para pedagang di wilayah Bogor, para pedagang pengumpul di pasar TU Kemang ataupun pedagang pengumpul lainnya seperti pasar Bogor, pasar Leuwiliang, dan pasar Anyar Merdeka. Saat ini Yayasan Paguyuban Ikhlas baru bisa memenuhi permintaan dari pasar TU Kemang, dikarenakan kurangnya sumber daya manusia serta kapasitas produksi yang masih belum bisa memenuhi permintaan. Permintaan yang tinggi artinya diperlukan suatu usaha untuk meningkatkan produksi. Peningkatan produksi dapat dilakukan tidak hanya sisi teknis pembudidayaannya namun juga diperlukan pengelolaan manajemen yang kuat. Beberapa sumber-sumber risiko produksi yang didapat dari hasil identifiksi awal, belum bisa memberikan gambaran keseluruhan mengenai faktor-faktor apa saja yang bisa menjadi sumber risiko produksi. Menarik jika diadakan penelitian lebih lanjut untuk mencari dan mengidentifikasi sumber-sumber risiko produksi apa saja yang ada pada usaha budidaya jamur tiram putih di Yayasan Paguyuban Ikhlas ini. Identifikasi ini dilakukan dengan harapan dapat diterapkan,
paling tidak dapat
meminimalkan dampak dan probabilitas dari sumber-sumber risiko. Berdasarkan analisa tersebut timbul beberapa pertanyaan yang perlu dijawab, antara lain : 1. Apa saja sumber-sumber risiko produksi yang terdapat pada usaha budidaya jamur tiram putih ? 2. Bagaimana dampak dan probabilitas dari sumber-sumber risiko tersebut ? 3. Bagaimana alternatif strategi penanganan risiko yang tepat, sehingga dapat dilakukan oleh Yayasan Paguyuban Ikhlas untuk mengendalikan sumbersumber risiko produksi ?
9
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah dijabarkan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengidentifikasi sumber-sumber risiko produksi yang terdapat pada usaha jamur tiram putih Yayasan Paguyuban Ikhlas. 2. Menganalisis probabilitas dan dampak risiko yang disebabkan dari sumbersumber risiko produksipada kegiatan budidaya jamur tiram putih Yayasan Paguyuban Ikhlas. 3. Menganalisis alternatif strategi untuk mengatasi sumber-sumber risiko produksi usaha budidaya jamur tiram putih di Yayasan Paguyuban Ikhlas 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan harapan mampu memberikan manfaat bagi para petani jamur tiram putih, untuk penulis juga, para pembaca, dan masyarakat yang menggeluti pembudidayaan jamur tiram putih. Khususnya bagi para pembudidaya jamur tiram putih yang menjadi pengambil keputusan. Penelitian ini dapat dijadikan pertimbangan dalam hal memberikan gambaran mengenai analisis risiko, mengukur risiko serta dapat mengambil tindakan alternatif yang bersifat strategis dalam menghadapi risiko bisnis atau kerugian yang mungkin saja muncul selama usaha budidaya berjalan. Sedangkan untuk penulis memberikan hal baru dalam menganalisis dan mencari solusi dalam memecahkan suatu masalah bisnis atau kegiatan usaha. Bagi masyarakat ataupun para pembaca diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu bahan sumber informasi ataupun rujukan untuk dapat dijadikan acuan dalam memulai usaha budidaya jamur tiram putih, ataupun dapat dijadikan bahan rujukan untuk dilakukan penelitian lebih lanjut.
10