I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor strategis yang memegang peranan penting di Kalimantan Tengah; salah satunya sebagai kontribusi dengan nilai tertinggi terhadap total Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Data Biro Pusat Statistik menyebutkan bahwa hingga Triwulan III Tahun 2011 sumber utama pertumbuhan berasal dari sektor pertanian yaitu sebesar 2,05%. (BPS Provinsi Kalimantan Tengah, 2011). Hal ini sejalan dengan kebijakan
pemerintah
dengan
menetapkannya
sistem
pertanian
industrial
unggul
berkelanjutan berbasis sumberdaya lokal untuk meningkatkan kemandirian pangan, nilai tambah, ekspor dan kesejahteraan petani sebagai visi dari pembangunan pertanian (BPTP Kalimantan Tengah, 2010). Hal tersebut dapat diartikan bahwa pada era otonomi daerah dengan kebijakan desentralisasi, pembangunan sektor pertanian sudah seyogyanya bertumpu pada potensi sumberdaya alam yang terdapat di wilayah Kalimantan Tengah. Salah satu upaya dalam peningkatan produksi pertanian baik untuk sub sektor tanaman pangan dan tanaman perkebunan adalah dengan melakukan pola intensifikasi pertanian dan ekstensifikasi pertanian melalui perluasan areal tanam pada lahan-lahan yang memiliki kesesuaian untuk pengembangan komoditas yang diusahakan. Pemanfaatan lahan agar memiliki prospek pengembangan pertanian dan peningkatan hasil yang signifikan, perencanaan wilayah perlu dikelola secara optimal dan rasional serta mengacu pada konsep keberlanjutan. Pilar utama dari sistem pertanian berkelanjutan (sustainable agricultural system) adalah produktivitas hasil, jaminan pasar dari produktivitas dan perlindungan kelestarian (Mbata, 2001) dan konsep dari keberlanjutan itu sendiri lebih menekankan pada kelangsungan
sumberdaya
alam
yang
masih
dapat
memberikan
produksi
tanpa
membahayakan lingkungan (Benbrook, 1991). Sistem pertanian berkelanjutan akan terwujud hanya apabila pemanfaatan lahan digunakan untuk sistem pertanian yang tepat dengan cara pengelolaan yang sesuai. Pemanfaatan lahan yang tidak tepat akan mengakibatkan menurunnya produktivitas lahan yang lebih lanjut dapat berakibat terjadinya kerusakan ekosistem. Pemanfaatan lahan yang tepat dan sesuai tidak hanya menjamin bahwa sumberdaya lahan dapat dimanfaatkan untuk penggunaan saat ini, tetapi juga menjamin bahwa sumberdaya alam ini dapat bermanfaat untuk penggunaan di masa mendatang (Amien, 1994). Potensi sumberdaya lahan
untuk pembangunan pertanian dan perkebunan
seyogyanya dikelola secara bijak dengan tetap berorientasi pada kelestarian sumberdaya alam. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari dampak negatif pembangunan pertanian yang
1
berkaitan dengan pemanfaatan lahan sehingga mengakibatkan banyak terjadinya lahanlahan kritis. Upaya untuk mencapai sistem pertanian yang berkelanjutan (sustainable agricultural system) mendorong perlunya suatu perencanaan penggunaan lahan yang sistematis dan terpadu khususnya untuk pertanian. Suatu perencanaan yang matang akan menghasilkan output berupa konsep penataan lahan terpadu yang berdasarkan pada kesesuaian lahan untuk pengembangan komoditas-komoditas terpilih. Penataan lahan yang tepat sangat menentukan keberhasilan usaha tani sehingga pengembangan lahan pertanian berdasar kesesuaian lahan sangat dibutuhkan (Anwar et al., 1997). Kebutuhan akan perencanaan penggunaan lahan menjadi hal yang mutlak manakala suatu kawasan memiliki potensi sumberdaya lahan untuk pengembangan pertanian dan perkebunan. Dalam perencanaan penggunaan lahan, jenis pemanfaatan harus dirancang sesuai dengan potensi lahannya untuk menjamin keberlanjutan sumberdaya lahan yang tersedia (Amler et al., 1999). Luas wilayah provinsi Kalimantan Tengah mencapai 15.451.287 Ha dan menempati urutan terluas ke-3 di Indonesia; memiliki potensi luasan areal untuk pengembangan dan pembangunan sub sektor pertanian dan perkebunan. Hingga tahun 2012 luas areal yang sudah dimanfaatkan untuk pengembangan berbagai komoditas pertanian, hortikultura dan perkebunan hanya mencapai luasan sekitar 2.848.905 Ha atau 18,44% dari total luas wilayah Kalimantan Tengah (Tabel 1.1). Saat ini, pemanfaatan lahan dan upaya pengembangan wilayah untuk pertanian dan perkebunan belum sepenuhnya mengacu pada konsep kesesuaian lahan dengan prinsip keberlanjutan yang berorientasi pada kelestarian sumberdaya lahan. Banyaknya pembukaan lahan untuk tujuan komersil seperti kawasan perkebunan kelapa sawit dan lain-lain yang tidak mengacu kaidah dan aturan berdasarkan kesesuaian lahan dapat mengakibatkan rusaknya ekositem hutan yang ada. Kerusakan hutan yang terjadi di Provinsi Kalimantan Tengah dilaporkan sebagai peringkat paling luas dibanding tiga provinsi lainnya di Pulau Kalimantan dengan luas kerusakan mencapai 256 ribu hektare per tahunnya atau dengan kata lain laju kerusakannya telah menembus sekitar 2,2 persen per tahun. Hal ini terjadi karena banyaknya pembukaan lahan yang tidak sesuai aturan seperti pengembangan perkebunan kelapa sawit dengan prosentase mencapai 80% dan sisanya sebanyak 20% karena pertambangan, dan area transmigrasi (Anonim, 2008). Kebijakan pertanian untuk meningkatkan produktivitas hasil melalui ekstensifikasi atau perluasan areal tanam baik untuk pertanian dan perkebunan pada akhirnya juga berpengaruh terhadap keberadaaan hutan. Di bagian Selatan provinsi Kalimantan Tengah, kebijakan ekstensifikasi melalui pencetakan sawah-sawah yang baru dilaksanakan dengan manfaatkan sebagian hutan rawa pasang surut dan gambut. 2
Tabel 1.1 Luas areal lahan yang sudah dimanfaatkan untuk pengembangan beberapa komoditas pertanian, hortikultura dan perkebunan hingga tahun 2012. No 1
2
Luas
Komoditas
(Ha)
(%)
Tanaman Pangan dan Hortikultura Padi sawah Padi Ladang Jagung Kedelai Ubi Jalar Ubi Kayu Kacang Hijau Buah-buahan Sayuran Tanaman Hias Biofarmaka
124.143 81.419 2.045 1.627 1.722 6.225 248 811.408 11.278 18.276 25.846
4,36 2,86 0,07 0,06 0,05 0,22 0,01 28,48 0,40 0,64 0,91
Perkebunan Karet Kelapa Kelapa Sawit Kopi Lada Kakao Tanaman Perkebunan Lainnya
485.038 75.183 1.193.484 4.435 2.368 812 3.348
17,03 2,64 41,892 0,16 0,08 0,03 0,12
2.848.905
100,00
Jumlah Total
Sumber: www. kalteng.go.id; www. hotikultura. deptan.go.id; dan BPS, 2012; 2013.
Kondisi ini terjadi salah satunya dikarenakan belum tersedianya data dan informasi mengenai konsep tata ruang wilayah terkini. Selain itu informasi sumberdaya lahan baik berupa data spasial maupun tabular
hingga saat ini belum terorganisir ke dalam suatu
sistem database. Data dan informasi sumberdaya lahan dapat menyajikan distribusi dan luasan lahan potensial serta kendala dan alternatif teknologi pengelolaan lahan yang diperlukan untuk pengembangan pertanian dan perkebunan yang berorientasi pada sistem berkelanjutan (Hikmatullah et al., 2008). Selama ini konsep perencanaan pengembangan wilayah masih belum mengacu pada panduan baku RTRW. Sistem informasi dan dokumen penataan ruang yang tersedia hanya mengandalkan RTRW tahun 2003 yang mungkin sebagian besar datanya sudah tidak relevan untuk kondisi terkini. Sebelum diberlakukannya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah, telah disusun Undang-Undang No.24 tahun 1992 yang menginstruksikan bahwa setiap provinsi menyusun Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Daerah Tingkat I yang hasilnya diwujudkan dalam bentuk peta skala tinjau 1:250.000. Informasi peta ini 3
dimaksudkan agar sumberdaya alam yang dimiliki oleh masing-masing provinsi dapat dimanfaatkan secara terarah sesuai dengan daya dukungnya, sehingga dapat dicapai hasil yang optimal dan berkelanjutan. Khusus untuk penataan kawasan non budidaya, perencanaan wilayah diarahkan untuk menetapkan kawasan hutan sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Pertanian No. 837 Tahun 1980 yang menekankan perlunya zonasi wilayah kehutanan guna memelihara keamanan tata air, mencegah banjir dan erosi serta menjaga keawetan dan kesuburan tanah. Sejak diberlakukannya peraturan tersebut, hingga saat ini provinsi Kalimantan Tengah baru menyusun rencana tata ruang sebanyak 3 tahap data yaitu tahun 1995, 2000 dan yang terakhir tahun 2003. Hal ini mengindikasikan bahwa pemanfaatan lahan khususnya untuk kawasan lindung (non budidaya) dan kawasan budidaya masih memerlukan pembenahan yang sistematis agar lebih terarah, optimal dan berkelanjutan. Dengan mengacu
pada
kedua
perangkat
undang-undang
itulah
diharapkan
perencanaan
penggunaan lahan dapat dilakukan secara terarah, berdaya guna dan berhasil guna sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Pemanfaatan sumberdaya lahan untuk pembangunan pertanian berkelanjutan dan penataan ruang yang sistematis untuk alokasi pemanfaatan ruang berdasarkan kesesuaian dan kemampuan lahan memerlukan perencanaan penggunaan lahan (landuse planning) yang rasional. Hal ini semua perlu berdasarkan pada data dan informasi sumberdaya lahan yang juga mencakup kesesuaian lahan untuk pengembangan komoditas-komoditas yang diunggulkan, kemampuan lahan dan pewilayahan sistem pertanian yang rasional. Karena data dan informasi yang akan dihasilkan merupakan data dasar untuk kepentingan perencanaan penggunaan lahan skala regional provinsi dan berbagai keperluan lainnya, maka keseluruhan data akan diorganisir suatu sistem database untuk memudahkan dalam proses akses data, penyimpanan dan pembaharuan data. Aplikasi teknologi sistem informasi geografis (GIS) perlu digunakan untuk kepentingan pengelolaan dan analisis data khususnya informasi sumberdaya lahan yang berorientasi pada geografis bumi. Hasil dari kegiatan penelitian untuk selanjutnya disusun ke dalam suatu sistem database yang memuat hasil inventarisasi dan analisis data dan informasi sumberdaya lahan untuk kepentingan perencanaan wilayah. Selain sebagai bank data, sistem database memuat informasi berupa rekomendasi serta arahan penggunaan lahan untuk pengembangan pertanian dan perkebunan di wilayah Kalimantan Tengah. Sistem database perencanaan wilayah ini selanjutnya dapat dijadikan sebagai alat bantu (tools) dalam proses pengambilan keputusan untuk penyusunan perencanaan wilayah dan penggunaan lahan pertanian (agricultural landuse planning).
Selain itu sistem database
yang juga menyajikan data dan informasi sumberdaya lahan dapat dijadikan sebagai dasar 4
pertimbangan (basic consideration) bagi pengambil kebijakan dalam menyusun kebijakan mengenai arahan tata ruang wilayah pertanian untuk wilayah Kalimantan Tengah. Diagram alir kerangka pemikiran dalam penelitian ini disajikan pada Gambar 1.1. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian secara umum pada latar belakang maka dapat disusun beberapa rumusan masalah sebagai berikut: 1. Pemanfatan lahan untuk pembangunan pertanian dan perkebunan yang berorientasi pada konsep keberlanjutan di wilayah Kalimantan Tengah masih belum sepenuhnya diimplementasikan baik dalam koridor peraturan dan perundangan maupun teknis pelaksanaan di lapangan. 2. Kerangka hukum kebijakan pemerintah mengenai Rencana Tata Ruang Wilayah masih mengacu pada aturan yang lama yaitu tahun 2003 yang jelas sudah tidak relevan dengan kondisi terkini. Beberapa landasan hukum dan perangkat undangundang yang dijadikan dasar dalam penyusunan/mpengaturan penataan ruang dan perlu untuk diimplementasikan antara lain: Undang-Undang No.24 Tahun 1992; Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008, Pasal 66; Keputusan Menteri Pertanian No. 837 Tahun 1980; Undang-Undang No. 26 Tahun 2007, Pasal 5; Permentan No. 41 Tahun 2009; Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 2000, dan Undang-undang No. 4 Tahun 2011. 3. Perencanaan penggunaan lahan yang sistematis untuk pengalokasian kawasan budidaya dan nonbudidaya secara rasional masih perlu untuk dikembangkan. 4. Informasi kesesuaian dan kemampuan lahan yang akurat bagi beberapa komoditas unggulan yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam penyusunan perencanaan penggunaan lahan belum lengkap tersedia. 5. Ketersediaan data dan informasi masih belum sepenuhnya diorganisir menjadi suatu sistem database sebagai sistem informasi yang sangat bermanfaat untuk membantu pengambilan keputusan perencanaan wilayah pertanian berbasis sumberdaya lahan.
5
Wilayah Kalimantan Tengah memiliki potensi luasan areal untuk pengembangan/pembangunan pertanian dan perkebunan
Pemanfaatan lahan dan upaya pengembangan wilayah pertanian belum sepenuhnya mengacu pada konsep kesesuaian dan kemampuan lahan
Pemanfaatan lahan dan penataan lahan pertanian/perkebunan masih mengacu pada peraturan lama yang sudah tidak relevan dengan kondisi terkini
Pemanfaatan lahan untuk kawasan budidaya dan non budidaya masih memerlukan pembenahan yang sistematis, terarah, optimal dan berkelanjutan
Informasi mengenai konsep pewilayahan dan penataan lahan terkini yang didukung sistem database informasi sumberdaya lahan untuk kepentingan perencanaan penggunaan lahan belum tersedia
Mendukung Implementasi : 1. Undang-Undang No 24 Tahun 1992 (Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Tingkat Provinsi Skala 1:250.000) 2. Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008, Pasal 66 (Penetapan kawasan pertanian berdasarkan kesesuaian lahan) 3. Keputusan Menteri Pertanian No. 837 Tahun 1980 (Arahan fungsi pemanfaatan lahan) 4. UU No. 26 Tahun 2007, Pasal 5 (Penetapan dua fungsi kawasan utama, yaitu kawasan lindung dan kawasan budidaya) 5. Permentan No. 41 Tahun 2009 (Kriteria teknis penetapan kawasan peruntukkan pertanian) 6. Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 2000 (Ketelitian peta untuk penataan ruang) 7. Undang-undang No. 4 Tahun 2011 (Informasi geospasial)
Studi mengenai aspek biofisik lingkungan khususnya inventarisasi sumberdaya lahan untuk kepentingan evaluasi kemampuan lahan dan kesesuaian lahan dalam menyusun perencanaan wilayah pertanian berbasis sumberdaya lahan
Data dan informasi potensi sumberdaya lahan untuk kepentingan perencanaan wilayah pertanian berbasis sumberdaya lahan
● Konsep perencanaan wilayah / tata ruang pertanian berbasis sumberdaya lahan ● Rekomendasi /arahan penggunaan lahan untuk pengembangan dan pembangunan sub sektor pertanian tanaman pangan dan perkebunan yang berorientasi pada sistem pertanian berkelanjutan
● Sistem database perencanaan wilayah pertanian dan informasi sumberdaya lahan ● Sistem informasi perencanaan wilayah pertanian dan sumberdaya lahan untuk mendukung pengambilan keputusan dalam perencanaan penggunaan lahan guna pembangunan pertanian berkelanjutan
Gambar 1.1 Diagram alir kerangka pemikiran dalam penelitian
6
1.3 Tujuan Penelitian 1. Inventarisasi potensi sumberdaya lahan untuk kepentingan evaluasi lahan dan perencanaan wilayah pertanian. 2. Identifikasi potensi sumberdaya lahan dengan pendekatan evaluasi kemampuan lahan. 3. Identifikasi potensi sumberdaya lahan untuk pengembangan komoditas pertanian dan perkebunan dengan pendekatan evaluasi kesesuaian lahan. 4. Identifikasi kewilayahan berdasarkan hasil inventarisasi sumberdaya lahan dan evaluasi lahan. 5. Penentuan prioritas pengembangan kelompok komoditas secara kewilayahan untuk masing-masing wilayah administrasi kabupaten dalam lingkup regional provinsi. 6. Penyusunan konsep perencanaan wilayah sumberdaya
lahan
pengembangan pertanian berbasis
dan rekomendasi arahan pewilayahan untuk pembangunan
pertanian yang berorientasi pada sistem pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture system). 7. Penyusunan sistem database perencanaan wilayah dan sumberdaya lahan secara sistematis sebagai suatu sistem informasi untuk mendukung pengambilan keputusan dalam perencanaan wilayah pertanian berbasis sumberdaya lahan.
1.4 Manfaat Penelitian Berdasarkan tujuan-tujuan dari penelitian sebagaimana yang telah diuraikan, maka manfaat dari penelitian ini adalah untuk membantu para penentu kebijakan dalam menyusun konsep atau kerangka perencanaan wilayah pertanian berbasis sumberdaya lahan sebagai bagian integral dari rencana tata ruang wilayah di tingkat regional provinsi. Produk sistem database sebagai bagian dari sistem informasi yang dihasilkan dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai alat bantu yang berguna (useful tool) dalam penyediakan data dan informasi yang berkaitan dengan perencanaan wilayah pertanian dan sumberdaya lahan sekaligus untuk membantu/mendukung pengambilan keputusan dalam penyusunan perencanaan penggunaan lahan. 1.5 Batasan Penelitian Penelitian ini menitik beratkan pada studi karakterisasi potensi biofisik lingkungan berupa inventarisasi sumberdaya lahan untuk kepentingan evaluasi kemampuan lahan dan kesesuaian lahan sebagai dasar dalam penyusunan konsep atau kerangka perencanaan wilayah pertanian berbasis sumberdaya lahan. Data dan informasi yang digunakan pada penelitian ini adalah berdasarkan survey tingkat tinjau dengan skala 1:250.000 7
yang
disesuaikan untuk kepentingan perencanaan penggunaan lahan (land use planning) di tingkat regional provinsi. Evaluasi lahan difokuskan pada beberapa tanaman terpilih yang dianggap mewakili kelompok komoditas yaitu padi, jagung, kedelai (komoditas tanaman pangan) dan kelapa sawit, karet (komoditas perkebunan). Data dan informasi mengenai aspek sosial ekonomi hanya digunakan untuk mendeskripsi wilayah secara umum baik pada tingkat provinsi maupun kabupaten. Selain itu informasi ini juga digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam penyusunan kerangka perencanaan penggunaan lahan untuk kawasan pertanian dan perkebunan serta perencanaan wilayah pertanian secara umum.
1.6 Keaslian (Originalitas) Penelitian Kajian dan studi mengenai evaluasi lahan dan perencanaan wilayah dengan berbagai metode pendekatan telah banyak
dilakukan khususnya untuk menentukan kelas
kemampuan dan kesesuaian lahan terhadap spesifik tanaman yang akan dikembangkan sebagai bagian dari perencanaan penggunaan lahan. Beberapa hasil penelitian yang sudah pernah dilaksanakan disajikan pada Tabel 1.2. Penelitian ini dilandasi oleh penyusunan konsep perencanaan penggunaan lahan pertanian sebagai masukan dan dasar pertimbangan dalam penyusunan rencana tata ruang (RTRW) induk untuk tingkat provinsi yang belum final diselesaikan hingga penelitian ini dilaksanakan. Keaslian (originalitas) dan kebaruan pada penelitian ini mencakup a) lokasi penelitian yang diarahkan untuk wilayah Kalimantan Tengah sebagai studi kasus; b) pelaksanaan proses evaluasi lahan menggunakan gabungan dari beberapa pendekatan yaitu evaluasi kemampuan lahan dan evaluasi kesesuaian lahan serta gabungan beberapa prosedur penilaian untuk menentukan urutan prioritas penggunaan lahan terhadap komoditas yang akan dikembangkan; c) penetapan prioritas pengembangan komoditas dengan pendekatan location quotient (LQ) yang diintegrasikan ke dalam sistem informasi geografis untuk kepentingan analisis
kewilayahan (spatial analysis) dalam rangka
penyusunan kerangka atau konsep perencanaan wilayah pertanian; dan d) penyusunan sistem database sebagai bagian dari sistem informasi untuk perencanaan wilayah pertanian berbasis sumberdaya lahan.
8
Tabel 1.2 Beberapa penelitian mengenai evaluasi kesesuaian lahan dan aplikasi teknologi GIS dalam perencanaan wilayah pertanian. No 1.
Peneliti Bocco et al., 2001
2.
Kalogirou, 2001
3.
Esther et al., 2004
4.
Paul et al., 2008
5.
Behzad et al., 2009
6.
Martin and Saha, 2009
Judul Remote sensing and GIS-based regional geomorphological mapping-tool for land use planing in developing countires Expert systems and GiS: an application of land suitability evaluation Land Capability Evaluation for Land use Planning Using GIS Remote Sensing and GIS Aided Land and Water Management Plan Preparation of Watershed Qualitative Evaluation of Land Suitability for Principal Crops in The Gargar Region, Khuzestan Provinsi, South West Iran Land Evaluation by Integrating Remote Sensing and GIS for Cropping System Analysis in a Watershed
Metode/Pendekatan Hasil Aplikasi GIS dalam Peta penyusunan peta terrain untuk bentuk kepentingan perencanaan wilayah wilayah skala yang luas
Aplikasi expert system LEIGIS Peta software dan teknologi GIS kesesuaian komoditas
Aplikasi GIS dalam evaluasi Peta kemampuan lahan klasifikasi kemampuan lahan Interpretasi visual Peta menggunakan data remote penggunasensing yang selanjutnya an lahan diproses menggunakan GIS dan peta liputan lahan Evaluasi kesesuain lahan Peta secara kualitatif kesesuaian lahan beberapa komoditas unggulan
Integrasi data remote sensing dan survey tanah ke dalam GIS dengan prosedur evaluasi lahan secara quantitatif
9
Informasi spasial berupa peta kemampuan lahan dalam format digital.