I . PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung (Zea mays. L.) merupakan kebutuhan yang cukup penting bagi kehidupan manusia dan hewan. Jagung mempunyai kandungan gizi dan serat kasar yang cukup memadai sebagai bahan makanan pokok pengganti beras. Selain sebagai makanan pokok, jagung juga merupakan bahan baku makanan ternak. Kebutuhan akan konsumsi jagung di Indonesia terus meningkat. Hal ini didasarkan pada makin meningkatnya tingkat konsumsi perkapita per tahun dan semakin meningkatnya jumlah penduduk Indonesia (Anonim, 2012a). Masyarakat Indonesia mengkonsumsi beras sebagai bahan pangan utama setiap hari. Keadaan ini menjadikan negara Indonesia sangat bergantung pada komoditas tersebut. Ketergantungan masyarakat dalam mengkonsumsi beras akan berdampak pada peningkatan kebutuhan beras yang tinggi. Fenomena semacam ini pada akhirnya akan mempengaruhi harga beras dipasaran sehingga masyarakat kesulitan untuk memenuhi kebutuhan mereka akan beras. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengkajian secara mendalam untuk komoditas non-beras serta peluang pengembangan dan pemanfataannya bagi masyarakat serta Negara (Anonim, 2012b). Jagung merupakan salah satu komoditas unggulan di kabupaten Bantaeng memiliki nilai ekonomi penting dalam usaha pertanian. Permintaan jagung untuk kebutuhan bahan pakan ternak terus meningkat, sementara kemampuan produksi masih terbatas. Jagung merupakan salah satu tanaman yang banyak dikembangkan di kabupaten Bantaeng seperti dikecamatan Tompo bulu dan kecamatan Pa’jukukang. Varietas yang ditanam di kedua kecamatan tersebut umumnya lokal hibrida dan petani menanam untuk keperluan pemasaran seperti untuk sayur-sayuran dan kebutuhan pakan ternak. Varietas jagung hibrida dari tahun ketahun terus berkembang seiring dengan perkembangan teknologi. Di pasaran telah beredar berbagai varietas jagung hibrida seperti Bisi 2, Bisi 16, NK 22, NK 33, Pionir, Semar dan lain sebagainya. Namun demikian, petani di beberapa desa telah menggunakan varietas hibrida seperti Bisi 2, NK 22.
1
Di desa Lembang Gantarang Keke kecamatan Tompobulu, para petani selain menanam varietas hibrida untuk dipanen dalam bentuk tongkol kering, banyak pula menanam jagung varietas hibrida untuk dipetik dalam keadaan muda. Panen jagung muda dirasakan menguntungkan petani, karena dapat dipanen mulai umur 60 hari setelah tanam. Panen jagung hibrida muda sangat diminati di lapangan, karena umurnya pendek, pemasarannya cukup lancar. Permintaan masyarakat terhadap jagung hibrida tongkol muda dan pipilan selalu meningkat, hal ini disebabkan karena kandungan karbohidrat dalam biji jagung mengandung gula (glukosa dan fruktosa), sukrosa, polisakarida dan pati yang menyebabkan rasa manis. Pengukuran kadar air dalam suatu bahan sangat diperlukan dalam berbagai bidang. Salah satu bidang yang memerlukan pengukuran kadar air adalah bidang pertanian. Salah satu Komoditi pertanian yang cukup penting untuk diketahui kadar airnya diantaranya adalah jagung . Mutu jagung terutama ditentukan oleh kadar airnya, semakin tinggi kadar air jagung, mutunya semakin jelek. Tingginya kadar air jagung dapat berakibat tumbuhnya jamur-jamur penghasil mikotoksin (racun) yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia. Kadar air juga perlu diketahui untuk biji-bijian yang lain (Astuti, 2010). Berdasarkan uraian diatas maka dilakukan penelitian untuk mengetahui kadar air dalam suatu bahan makanan seperti jagung. Metode yang digunakan adalah metode oven pengering. Prinsip dari metode oven pengering adalah bahwa air yang terkandung dalam suatu bahan akan menguap bila bahan tersebut dipanaskan pada suhu 105o C selama waktu tertentu.
2
1.2 Tujuan dan Kegunaan Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan warna yang terjadi pada jagung hibrida varietas BISI 2 dan NK22 mulai dari dua minggu sebelum panen sampai dengan dua minggu setelah hari panen. Kegunaan penelitian ini adalah diharapkan dapat memberikan pengetahuan tentang prinsip penetapan kadar air dengan metode oven pengering. Serta memberikan gambaran umum tentang kadar air yang terdapat di dalam jagung
3
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Tumbuhan Jagung Jagung merupakan tanaman semusim (Annual Plants). Satu siklus hidupnya diselesaikan dalam 80 – 150 hari. Paruh pertama dari siklus merupakan tahap pertumbuhan vegetatif, dan paruh kedua untuk tahap pertumbuhan generatif. Tinggi tanaman jagung sangat bervariasi. Meskipun tanaman jagung umumnya memiliki ketinggian antara 1 meter sampai 3 meter, namun ada varietas yang dapat mencapai tinggi 6 meter. Tinggi tanaman bisa diukur dari permukaan tanah hingga ruas teratas sebelum bunga jantan (Suprapto,2011). Jagung adalah termasuk tanaman monokotil (tumbuhan berbiji tunggal) sehingga perakarannya pun tergolong akar serabut yang kedalamannya dapat mencapai 8 meter, meskipun sebagian besar berada pada kisaran 2 meter. Batang tanaman jagung tegak dan mudah terlihat, seperti sorgum dan tebu (Suprapto,1995). 2.2 Manfaat Jagung Jagung merupakan tanaman sumber bahan pangan pokok bagi sebagian masyarakat, selain gandum, padi atau beras. Jagung kaya akan karbohidrat. Kandungan karbohidrat yang terkandung dalam jagung dapat mencapai 80% dari seluruh bahan kering biji jagung. Karbohidrat itulah yang dapat menambah atau memberikan asupan kalori pada tubuh manusia, yang merupakan sumber tenaga sehingga jagung dijadikan sebagai bahan makanan pokok (Mubyarto, 2002). Menurut (Mubyarto, 2002) manfaat jagung sebagai berikut : 1. Buahnya merupakan sumber karbohidrat bagi manusia. 2. Sebagai salah satu sumber pangan pokok. 3. Daunnya dapat digunakan untuk pakan ternak kambing, sapi, maupun kerbau. 4. Batangnya yang sudah kering dapat digunakan untuk kayu bakar. 5. Tulang jagung (jenggel) dapat digunakan sebagai kayu bakar.
4
6. Kulit dari buah jagung dapat digunakan sebagai pengganti kertas sigaret pada rokok, serta dapat digunakan sebagai bungkus makanan kecil seperti dodol 7. Buahnya dapat diolah menjadi berbagai macam makanan, seperti nasi jagung, jagung bakar, berondong (popccorn), dan juga sebagai pakan ternak. klasifikasi tanaman jagung adalah sebagai berikut: Kingdom
: Plantae (tumbuh-tumbuhan)
Divisio
: Spermatophyta (tumbuhan berbiji)
Sub Divisio
: Angiospermae (berbiji tertutup)
Classis
: Monocotyledone (berkeping satu)
Ordo
: Graminae (rumput-rumputan)
Familia
: Graminaceae
Genus
: Zea
Species
: Zea mays L.
Gambar 1. Tanaman Jagung hibrida (Mubyarto, 2002). 2.3 Kadar Air Kadar air merupakan presentasi kandungan air suatu bahan yang dapat dinyatakan berdasarkan berat basah (web basis) atau berdasarkan berat kering (dry basis). Kadar air berat basah mempunyai batas maksimum teoritis sebesar 100%, sedangkan kadar air berdasarkan berat kering dapat lebih dari 100%. Kadar air
5
merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan, yang dinyatakan dalam persen (%). Kadar air juga salah satu karakteristik yang sangat penting pada bahan pangan, karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur dan citarasa pada bahan pangan. Kadar air cenderung menurun dengan meningkatnya lama pengeringan, proses pengeringan sangat dipengaruhi oleh lama pengeringan. Pengeringan dengan menggunakan suhu yang tinggi dapat mengakibatkan pengeringan yang tidak merata, yaitu bagian luar kering sedangkan bagian dalam masih banyak mengandung air (Syarif dan Halid, 1993). Tabrani (1997), menyatakan bahwa kadar air merupakan pemegang peranan penting, kecuali “temperature”maka aktifitas air mempunyai tempat tersendiri dalam proses pembusukan. Kadar air suatu bahan biasanya dinyatakan dalam presentasi berat bahan basah, misalnya dalam gram air untuk setiap 100 g bahan disebut berat kadar air basah. Kadar air ini basis basah dapat ditentukan dengan persamaan berikut: m=
100% ………………………………………………………………….(1)
Cara lain untuk menyatakan kadar air adalah kadar air basis kering yaitu : air yang diuapkan dibagi berat bahan setelah pengeringan dikurangi berat bahan setelah pengeringan dan dinyatakan dalam persamaan berikut: M= Dimana:
100% ………………………………………………………………….. .(2)
M = kadar air basis kering (%) m
= kadar air basis basah (%)
Wm = berat air dalam bahan (g) Wd = berat bahan kering mutlak (g) Wt = berat total = Wm + Wd (g) Berat bahan kering ialah berat bahan setelah mengalami pemanasan beberapa waktu tertentu sehingga beratnya tetap (konstan). Pada proses pengeringan air yang terkandung dalam bahan tidak dapat seluruhnya diuapkan (Kusumah, Herminianto dan Andarwulan, 1989).
6
Kandungan air dalam pangan dapat ditentukan dengan beberapa metode penetapan kadar air. Penentuan kadar air bahan perlu dilakukan untuk mengetahui jumlah air yang terdapat dalam bahan sehingga dapat ditentukan proses penanganan/pengolahan selanjutnya dan menentukan kualitas produk akhir serta digunakan untuk menentukan daya awet suatu bahan karena jumlah air dalam bahan pangan biasanya dapat menjadi tolak ukur bagi keberadaan mikroorganisme perusak bahan pangan khususnya pada aktifitas air bahan (Buckle, 2008). Penentuan kadar air melibatkan kondisi yang kompleks dan terdiri atas beberapa macam metode yang sangat tepat, cepat, serta bervariasi. Pemilihan metode penetapan kadar air yang tepat sangat perlu dilakukan karena ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk menentukan kadar air maksimal bahan, tetapi dapat menyebabkan penguapan senyawa volatil bahan, terjadi dekomposisi zat-zat organik, maupun jenis kerusakan lain akibat pemanasan. Oleh karena itu, perlu diperhatikan sifat dan keadaan bahan yang akan dianalisis (Buckle, 2008). Metode penentuan kadar air bahan dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu metode thermogravimetri, destilasi, khemis, dan fisis. Prinsip analisa penetapan kadar air secara thermogravimetri adalah pemanasan bahan pada titik didih air sehingga air akan menguap, lalu ditimbang berat sebelum dan sesudah pemanasan. Selisih berat bahan sebelum dan sesudah dipanaskan adalah kadar air bahan. Sedangkan prinsip analisa penetapan kadar air dengan metode thermovolumetri adalah menguapkan air dengan cairan kimia yang mempunyai titik didih lebih tinggi daripada air dan tidak dapat bercampur dengan air serta mempunyai berat jenis lebih rendah daripada air sehingga air akan terpisah dan dapat diukur kadarnya. Kadar air dry bulb (db) adalah kadar air yang ditentukan pada saat suhu yaitu pada saat suhu diukur dengan pembacaan termometer biasa atau termometer yang bolanya dalam kondisi kering. Kadar air %db dapat dicari dengan rumus Ka % db = (b-c)/(c-a) x 100%. Kadar air % db menghitung jumlah air yang ada di dalam bahan dibandingkan terhadap berat bahan kering dan dikalikan 100% (mencari kadar air dalam kondisi bahan kering) (Buckle, 2008).
7
Menurut (Syarif dan Halid, 1993), menyatakan bahwa Ada beberapa macam metoda kadar air, yakni : a. Metoda pemanasan langsung b. Metoda pengering vakum c. Metoda karl fischer Dalam penetapan kadar air pada sampel dilakukan metoda pemanasan langsung. Metoda pemanasan langsung digunakan untuk menetapkan kadar air dari zat yang tidak mudah rusak atau menguap pada suhu pemanasan 100 oC – 105 oC. Penetapan ini relatif sederhana dimana contoh yang telah ditimbang atau diketahui bobotnya dipanaskan dalam suatu pengering listrik pada suhu 100o – 105oC sampai bobot tetap. Selisih bobot contoh awal dengan bobot tetap yang telah dicapai setelah pengeringan adalah air yag telah menguap (Syarif dan Halid, 1993). Kadar air wet bulb (wb) adalah kadar air yang ditentukan pada saat suhu wet bulb yaitu ketika suhu campuran uap air-udara sebagaimana yang dinyatakan oleh pengukuran dengan termometer yang ”bulb-nya” diselimuti dengan lapisan tipis cair. Kadar air %wb dapat dicari dengan rumus Ka %wb= (b-c)/(b-a) x 100%. Kadar air % wb menghitung jumlah air yang ada di dalam bahan dibandingkan terhadap berat bahan basah dan dikalikan 100% (mencari kadar air dalam kondisi bahan basah) (Sudewo, 2009). Kadar air panen rata-rata biji jagung adalah 20% namun bila daerah penanaman adalah daerah kering biasanya kadar air panen biji bisa mencapai 17%. Selanjutnya biji jagung dikeringkan untuk mengurangi kadar air bahan hingga mencapai kadar air kesetimbangan (Susila, 2010). Pernyataan yang sama juga dijelaskan oleh Mwithiga (2004) bahwa biji jagung biasanya dipanen pada kadar air 20% basis basah atau lebih rendah dan sebagian besar pengolahan akan berlangsung antara kadar air ini dan menuju kadar air kesetimbangan dengan kadar air 12% basis basah.
8
2.4 Warna Bahan Pangan Warna merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi penerimaan produk pangan (Holinesti, 2009). Penentuan mutu bahan makanan pada umumnya sangat bergantung pada beberapa faktor di antaranya cita rasa, warna, tekstur, dan nilai gizinya, disamping itu ada faktor lain, misalnya sifat mikrobiologis. Tetapi sebelum faktor-faktor lain dipertimbangkan, secara visual faktor warna tampil lebih dahulu dan kadang-kadang sangat menentukan. Suatu bahan yang dinilai bergizi, enak dan teksturnya sangat baik tidak akan dimakan apabila memiliki warna yang tidak sedap dipandang atau memberi kesan menyimpang dari warna seharusnya. Selain sebagai faktor yang ikut menentukan mutu, warna juga dapat digunakan sebagai indikator kesegaran atau kematangan. Warna bahan pangan secara alami disebabkan oleh senyawa organik yang disebut pigmen. Di dalam buah dan sayuran terdapat empat kelompok pigmen yaitu khlorophil, karotenoid, anthocyanin dan anthoxanthin. (Gusti, 1996). 2.5 Pengukuran Warna Warna suatu bahan dapat diukur dengan menggunakan alat colorimeter, spektrometer, atau alat-alat lain yang dirancang khusus untuk mengukur warna. Tetapi alat-alat tersebut biasanya terbatas penggunaannya untuk bahan cair yang tembus cahaya seperti sari buah, bir atau warna hasil ekstraksi. Untuk bahan cairan yang tidak tembus cahaya atau
padatan, warna bahan dapat diukur dengan
membandingkannya terhadap suatu warna standar yang dinyatakan dalam angkaangka. Salah satu atribut utama dalam gambar adalah warna. Warna digunakan dalam seni, fotografi dan visual-personalisasi untuk menyampaikan informasi atau untuk menyampaikan kondisi tertentu dari suatu objek (Leon, 2005). Peranan warna dalam mutu bahan pangan adalah sangat penting, karena umumnya konsumen atau pembeli sebelum mempertimbangkan nilai gizi dan rasa, pertama-tama akan tertarik oleh keadaan warna bahan. Bila warna bahan makanan kurang cocok dengan selera atau menyimpang dari warna normal, bahan makanan 9
tersebut tidak akan dipilih oleh konsumen, walaupun rasa, nilai gizi dan faktor-faktor lainnya normal. Bahkan sering konsumen mempergunakan warna dari bahan makanan sebagai indikasi mutu yang ada pada bahan makanan. Hal yang sama juga dijelaskan Leon (2005) bahwa penampilan fisik dan warna adalah parameter pertama bagi konsumen untuk menentukan kualitas dari suatu produk secara subjektif. Selama proses grading dan pengemasan produk-produk makanan, warna seringkali menjadi indikator untuk menunjukkan tingkat kualitas produk. Oleh karena itu, penentuan warna dalam industri makanan tidak hanya untuk alasan ekonomi, tetapi juga untuk kualitas merek dan standarisasi. Ketika bahan mengalami penyimpangan dalam proses pengolahannya, baik proses pemanasan, pengeringan atau proses lainnya maka secara fisik selain terjadi perubahan tekstur, warna dari bahan juga akan mengalami perubahan. Selama proses pengolahan, warna bahan akan mengalami perubahan yang cepat terhadap waktu, suhu dan cahaya. Instrument yang sangat berguna dalam mengukur warna adalah kamera digital. Kamera digital memiliki tangkapan warna yang jelas dari setiap pixel dari gambar objeknya. Dengan jenis kamera tertentu, cahaya yang dipantulkan oleh suatu benda dideteksi oleh tiga sensor per pixel. Model warna yang paling sering digunakan adalah model RGB. Setiap sensor menangkap intensitas cahaya dalam merah (R), hijau (G) atau biru (B) spektrum masing-masing. Dalam menganalisis gambar digital dari suatu objek maka terlebih dahulu dilakukan analisis titik, meliputi sekelompok kecil pixel dengan tujuan mendeteksi karakteristik kecil dari objek dan selanjutnya dilakukan analisis global dengan menggunakan histogram warna untuk menganalisis homogenitas dari objek (Leon, 2005).
10
Gambar 2. CIE Color Space (Gokmen, 2006) Cara pengukuran warna yang lebih teliti dilakukan dengan mengukur komponen warna dalam besaran value, hue dan chroma. Nilai value menunjukkan gelap terangnya warna, nilai hue mewakili panjang gelombang yang dominan yang akan menentukan apakah warna tersebut merah, hijau atau kuning, sedangkan chroma menunjukkan intensitas warna. Ketiga komponen itu diukur dengan menggunakan alat khusus yang mengukur nilai kromatisitas suatu bahan. Angka-angka yang diperoleh berbeda untuk setiap warna, kemudian angka-angka tersebut diplotkan ke dalam diagram kromatisitas (Hardiyanti et al., 2009). 2.6 Model CIELAB CIELAB merupakan model warna yang dirancang untuk menyerupai persepsi penglihatan manusia dengan menggunakan tiga komponen yaitu L sebagai luminance (pencahayaan) dan a dan b sebagai dimensi warna yang berlawanan. Perancangan sistem aplikasi ini menggunakan model warna CIELAB pada proses segmentasi dan proses color moments. Color moments merupakan metode yang cukup baik dalam pengenalan ciri warna. Color moments menghasilkan tiga moments level rendah dari sebuah objek dengan cukup baik. Model warna ini dipilih karena terbukti memberikan hasil yang lebih baik daripada model warna RGB dalam mengukur nilai kemiripan ciri warna terhadap objek. Model warna CIELAB juga dapat digunakan
11
untuk membuat koreksi keseimbangan kes imbangan warna yang lebih akurat dan untuk mengatur kontras ntras pencahayaan yang sulit dan tidak mungkin dilakukan oleh model warna RGB (Isa dan Yoga, 2008). CIELAB juga merupakan ruang warna yang didefinisikan CIE pada tahun 1967. Dengan CIELAB kita mulai diberikan pandangan serta makna dari setiap dimensi yang dibentuk, yaitu besaran CIE_L* untuk mendeskripsikan kecerahan warna, 0 untuk hitam dan 100 untuk putih. Dimensi CIE_a* mendeskripsikan jenis warna hijau-merah, merah, dimana angka negatif negati a* mengindikasikan warna hijau dan sebaliknya CIE_a* positif mengindikasi warna merah. Dimensi CIE_b* untuk jenis warna biru-kuning, kuning, dimana angka negatif b* mengindikasikan warna biru dan sebaliknya CIE_b* positif mengindikasikan warna kuning (Hunterlab, 2008).
Gambar 3.. CIELAB Color Model (Pratomo, 2011)
Gambar 4. Diagram Kromatisasi romatisasi CIE (Pratomo, 2011)
12
Nilai Lab* dapat mengalami perubahan. Perubahan nilai selama proses pengeringan dapat terjadi jika warna bahan mengalami perubahan. Berdasarkan Nasrah (2010) perubahan-perubahan nilai Lab* dapat dituliskan sebagai berikut: a. Perubahan nilai L* (∆L) Parameter yang digunakan untuk menilai sejauh mana perubahan nilai L* yang dihasilkan. Dimana nilai positif menandakan sampel lebih terang dari sebelumnya dan nilai negatif menandakan sampel lebih gelap dari sebelumnya. ∆L* L*0 – L*
............................……......................................................... (3)
Dimana : ∆L* = Perubahan nilai L* selama waktu tertentu L*0
= Nilai L* untuk sampel pada kondisi awal
L*
= Nilai L* untuk sampel selama waktu tertentu
b. Perubahan nilai a* (∆a) Parameter yang digunakan untuk menilai sejauh mana perubahan nilai a* yang dihasilkan. Dimana nilai positif menandakan sampel lebih merah dari sebelumnya dan nilai negatif menandakan sampel lebih hijau dari sebelumnya. ∆a* a*0 – a* ............................................……................................................. (4) Dimana : ∆a*
= Perubahan nilai a* selama waktu tertentu
a*0
= Nilai a* untuk sampel pada kondisi awal
a*
= Nilai a* untuk sampel selama waktu tertentu
c. Perubahan nilai b* (∆b) Parameter yang digunakan untuk menilai sejauh mana perubahan nilai b* yang dihasilkan.
Dimana nilai positif menandakan sampel lebih kuning dari
sebelumnya dan nilai negatif menandakan sampel lebih biru dari sebelumnya. ∆b* b*0 – b* ......................................................................................................(5)
13
Dimana : ∆b*
= Perubahan nilai b* selama waktu tertentu
b*0
= Nilai b* untuk sampel pada kondisi awal
b*
= Nilai b* untuk sampel selama waktu tertentu
d. Total perubahan nilai Lab* (∆E*) Parameter yang digunakan untuk menilai sejauh mana perubahan/perbedaan nilai Lab* yang dihasilkan. Dimana semakin besar nilai ∆E* maka semakin besar pula perubahan/perbedaan nilai Lab* yang terjadi. Dan begitu pula sebaliknya, semakin kecil nilai ∆E* maka semakin kecil pula perubahan/perbedaan nilai Lab* yang terjadi. ∆E* √DL + Da + Db
…...........…......................................................... (6)
Dimana : ∆E*
= Perubahan nilai Lab* selama waktu tertentu
∆L*
= Perubahan nilai L* selama waktu tertentu
∆a*
= Perubahan nilai a* selama waktu tertentu
∆b*
= Perubahan nilai b* selama waktu tertentu
e. Total perubahan tingkat saturasi warna (C* dan ∆C*) Parameter yang digunakan untuk menilai sejauh mana tingkat saturasi warna yang dihasilkan. Dimana semakin tinggi nilai C*, maka semakin tinggi pula saturasi warna yang dihasilkan. Dan begitu pula sebaliknya, semakin rendah nilai C*, semakin rendah pula nilai saturasi yang dihasilkan. Peningkatan atau penurunan saturasi warna. Hal ini disebabkan karena tinggi rendahnya nilai saturasi untuk tiap-tiap warna berbanding lurus “(linier)” dengan terang gelapnya suatu gambar (Anonim, 2012c). C* √
+
∆C* C*0 – C*
.……........................................................................... (7) .............................…..………………………………. (8) 14
Dimana : C*
= Nilai saturasi sampel selama waktu tertentu
a*
= Nilai a* untuk sampel selama waktu tertentu
b*
= Nilai b* untuk sampel selama waktu tertentu
∆C*
= Perubahan nilai C* selama waktu tertentu
C*0
= Nilai saturasi sampel pada kondisi awal
f. Perubahan warna/hue (∆H*) Parameter yang digunakan untuk melihat perubahan warna yang dihasilkan. Dimana semakin besar nilai ∆H* maka semakin besar pula perubahan warna yang terjadi. Dan begitu pula sebaliknya, semakin kecil nilai ∆H* maka semakin kecil pula perubahan warna yang terjadi.
∆H*√DE − DL − DC
….........................…………………………. (9)
Dimana : ∆H*
= Perubahan warna selama waktu tertentu
∆E*
= Perubahan nilai Lab* selama waktu tertentu
∆L*
= Perubahan nilai L* selama waktu tertentu
∆C*
= Perubahan nilai C* selama waktu tertentu
15
III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai dengan bulan November 2012, bertempat di Laboratorium Prosesing dan Pengolahan pangan, Program Studi Keteknikan Pertanian, Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar. 3.2 Alat dan Bahan Adapun alat yang digunakan pada penelitian ini adalah Timbagan digital (ketelitian 0.001 g), lampu Philips 11 watt warna cahaya putih, desikator, oven, kamera digital Samsung PL100, plastik kedap udara, aluminium foil, laptop untuk penggunaan software Adobe Photoshop CS3. Bahan yang digunakan adalah jagung jenis varietas BISI2 dan NK 22 yang diperoleh dari dusun Lembang Gantarang Keke kecamatan Tompobulu kabupaten Bantaeng. Bahan lainnya yaitu plastik bening, kertas label, dan kawat kasa. 3.3 Parameter perlakuan a. Kadar Air meliputi kadar air basis basah (%bb) dan kadar air basis kering (%bk). Kadar air ditentukan dengan menghitung berat bahan. b. Perubahan warna yang diamati dengan menggunakan kamera digital. Selanjutnya diolah menggunakan software Adobe Photoshop CS3 dengan model CIELAB. c. Perubahan warna jagung meliputi persamaan 3 sampai 9 3.4 Prosedur Penelitian 3.4.1 Waktu dan Tempat Penanaman Benih Jagung Waktu penanaman benih jagung ini dilaksanakan tepat pada bulan Agustus 2012 oleh bapak abd. Nurdin dan bapak Tiar dari desa Lembang Gantarang Keke di Kecamatan Tompobulu Kab. Bantaeng. Adapun benih yang
16
ditanam yaitu varietas BISI2 dan NK22. Pupuk yang dipakai pada tanaman jagung tersebut adalah urea dan pupuk ZA. 3.4.2 Persiapan Bahan 1. Memperkirakan masa waktu panen jagung varietas BISI2 dan NK22 2. Menyiapkan biji jagung varietas varietas BISI2 dan NK22 3. Memilih sampel varietas jagung BISI2 dan NK22 dengan kondisi jagung yang baik 4. Mengambil masing-masing 3 tongkol setiap jenis varietas jagung BISI2 dan NK22, 16 hari, 12 hari, 8 hari, 4 hari, sebalum panen dan hari panen, serta 4 hari, 8 hari, 12 hari, 16 hari setelah panen 5. Mengambil gambar awal dengan alat pencahayaan objek dengan sudut pencahayaan 450 6. Setelah itu pipil jagung kemudian ambil sekitar 100 g dari masing-masing tongkol 7. Menimbang wadah terlebih dahulu sebelum diisi dengan biji jagung. Cara ini akan lebih efisien saat penimbangan berat biji jagung selama dalam proses oven pengeringan. Penimbangan dilakukan dengan menggunakan timbangan digital (ketelitian 0.001 g). 8. Menghamparkan bahan ke dalam wadah dengan teratur. Hal tersebut bertujuan agar bahan selama dalam wadah tidak berantakan. 9. Menimbang kembali wadah yang kini telah terisi biji jagung. Penimbangan ini dimaksudkan untuk mengetahui berat total sehingga berat biji dapat lebih mudah dihitung dengan cara berat total dikurang dengan berat wadah. 10. Menempatkan bahan beserta wadahnya pada alat pencahayaan objek dengan sudut pencahayaan sebesar 45o untuk dilakukan pengambilan gambar awal dengan menggunakan kamera digital sebelum bahan dimasukkan ke dalam ruang pengering (oven) 11. Bahan dimasukkan dalam oven selama 72 jam pada suhu 105
0
C untuk
menentukan berat akhir bahan.
17
3.4.3 Pengolahan Data Penelitian yang dilakukan ini menggunakan 2 varietas yaitu BISI2 dan NK22 selanjutnya dilakukan pengolahan data sebagai berikut: 1. Kadar Air Setelah berat kering bahan yaitu berat bahan setelah dimasukkan ke dalam oven diukur, selanjutnya dilakukan perhitungan persentasi kadar air basis basah dan kadar air basis kering (Kabb dan Kabk). Perhitungan dilakukan dengan menggunakan Persamaan 1 untuk Kabb dan Persamaan 2 untuk Kabk selanjutnya hasil perhitungan tersebut ditabelkan. Untuk memudahkan proses perhitungan data dan pengujiannya, kedua persamaan ini (persamaan 1 sampai dengan persamaan 2) ditransformasikan ke dalam bentuk linear. Selanjutnya dilakukan langkah berikut: a. Menginput seluruh data termasuk data kadar basis basah dan basis kering ke dalam program Microsoft Excel. b. Membuat grafik dari data yang telah dimasukkan dan menambahkan trendline dengan mengklik kanan pada grafik tersebut. Trendline akan menunjukkan bentuk persamaan linear, hubungan antara kadar air basis basah terhadap waktu, kadar air basis kering terhadap waktu sera hubungan proporsi berat kering terhadap waktu. Nilai R2 untuk masing-masing model. 2. Analisis Perubahan Warna Hasil foto bahan dengan menggunakan kamera digital selanjutnya diolah dengan menggunakan software Adobe Photoshop CS3. Selanjutnya dilakukan langkah berikut: a.
Menentukan sebanyak 30 titik setiap tongkol jagung. Titik-titik tersebut berada di sepanjang barisan biji dari pangkal ke ujung tongkol jagung. Pengambilan ke-30 titik bertujuan untuk meminimalisir nilai error selama pengolahan data. Perhatikan Gambar 3 berikut ini.
18
Gambar 5. Pengambilan Titik Pada Gambar b. Mengidentifikasi nilai L*, a* dan b* pada setiap titik nilai L*, a*, b*, ∆E* ∆C*, dan ∆H* selanjutnya diolah dalam persamaan 3 sampai dengan persamaan 9 dalam Microsoft Excel untuk mengetahui perubahan warna secara numerik yang terjadi pada biji jagung c. Selanjutnya, hasil perhitungan warna secara numerik (nilai L*, a* dan b*) diinput pada Color Picker dalam Adobe Photoshop CS3. Kemudian pilih menu Color Libraries. Menu ini akan menampilkan secara otomatis warna yang sesuai atau mendekati dengan data numerik yang telah diinput sebelumnya. Color Libraries dilengkapi dengan beberapa panduan buku warna untuk menciptakan kesesuaian warna yang tinggi.
19
Gambar 6. Input Nilai L*, a* dan b* Pada Color Picker
Gambar 7. Pengidentifikasian Warna Pada Color Libraries
20
Mulai
Penyiapan Sampel Biji Jagung Varietas BISI2 dan NK22
Pengambilan Gambar Tongkol utuh dan Penentuan Titik
Pemipilan Biji Jagung
Penimbangan Wadah Sampel
Pengisian biji jagung ke dalam wadah secara teratur
Penimbangan wadah yang telah berisi sampel jagung
Bahan dimasukkan dalam oven selama 72 jam pada suhu 105 oC untuk menentukan berat akhir bahan
Menghitung kadar air biji jagung
Selesai
Gambar 8. Bagan Alir Prosedur Penelitian
21
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kadar Air Kadar air merupakan presentasi kandungan air suatu bahan yang dapat dinyatakan berdasarkan berat basah (web basis) atau berdasarkan berat kering (dry basis). Kadar air berat basah mempunyai batas maksimum teoritis sebesar 100%, sedangkan kadar air berdasarkan berat kering dapat lebih dari 100%. 100% 4.1.1 Kadar Air KA (%bb) Hasil pengamatan perilaku KA (%bb) untuk seluruh periode pengamatan baik varietas BISI2 maupun pun NK22 disjaikan pada Gambar 9.
Sebaran KA Bb menurut waktu panen 60%
y = -1E-05x3 + 0.000x2 - 0.009x + 0.288 R² = 0.963
50%
y = -5E-05x3 + 0.000x2 + 0.002x + 0.240 R² = 0.994
40% 30%
KA Bb Bisi2
20%
KA Bb NK22
10% 0% -16
-12
-8
-4
0
4
8
12
16
Hari Panen
Gambar 9.. Grafik Hubungan Kadar Air Basis Basah KA (%bb) Jagung Varietas BISI2 dan NK22 Terhadap Waktu
22
Gambar 9 menunjukkan adanya penurunan kadar air mulai pengamatan 16 hari sebelum panen sampai dengan 87 hari pada waktu panen pada kedua varietas, BISI2 dan NK22. Penurunan seperti ini juga terjadi pada saat dilakukan penundaan panen selama 16 hari. Namun demikian, penurunan pada saat penundaan panen tidak sedrastis dengan penurunan yang terjadi sebelum hari panen. Dari gambar ini pula diketahui bahwa laju penurunan kadar air varietas NK22 lebih cepat dibandingkan dengan kadar air varietas BISI2 selama periode sebelum panen. Kecepatan penurunan ini kemudian menjadi relatif sama mulai dari umur 87 hari saat panen hingga 16 hari setelah panen. Gambar 9 juga menunjukkan bahwa pola penurunan kadar air kedua varietas relatif mengikuti pola polynomial dengan R2 sebesar 0.9632 dan 0.9946 masing-masing untuk varietas BISI2 dan NK22. Hal lainnya yang dijumpai dari pengamatan ini adalah adanya peningkatan kadar air pada varietas NK22 sesaat setelah hari panen. Fenomena ini kemungkinan disebabkan oleh hujan yang terjadi malam sebelum panen dilakukan. Namun demikian, fenomena ini tidak terjadi pada varietas BISI2. Kemungkinan lainnya adalah minimnya jumlah sampel yang digunakan sehingga keragaman data masih tinggi. 4.1.1 Kadar air Basis Kering KA (bk%) Hasil pengamatan perilaku KA (%bk) untuk seluruh periode pengamatan baik varietas BISI2 maupun NK22 disjaikan pada Gambar 10.
23
Sebaran KA Bk Menurut Waktu Panen 120%
y = -2E-05x3 + 0.000x2 - 0.021x + 0.403 R² = 0.967
100%
y = -6E-05x3 + 0.000x2 - 0.011x + 0.354 R² = 0.944
80% 60%
KA Bk BISI 2 KA Bk NK22
40% 20% 0% -16
-12
-8
-4
0
4
8
12
16
Hari Panen
Gambar 10.. Grafik Hubungan Kadar Air Basis Kering KA (%bb) Jagung Varietas BISI22 dan NK22 Terhadap Waktu Gambar 10 menunjukkan adanya penurunan kadar air basis kering ring KA (%bk) mulai pengamatan 16 hari sebelum panen sampai dengan 87 hari pada saat hari panen untuk kedua varietas, varietas BISI2 dan NK22. Penurunan kadar air basis kering KA (%bk) sama dengan kadar air basis basah (%bb). (% Pola persamaan polynomial pada kedua varietas dengan R2 sebesar 0.9670 dan 0.9440 masing-masing masing untuk varietas BISI2 dan NK22. 4.1.3 Proporsi Berat Kering Hasil pengamatan perilaku Proporsi berat kering untuk seluruh periode pengambilan sampel setiap pengamatan baik varietas BISI2 maupun NK22 disajikan pada Gambar 11.
24
Proporsi Berat Kering 100%
y = 3E-05x3 - 0.000x2 + 0.005x + 0.733 R² = 0.939
80% 60%
y = 1E-05x3 - 0.000x2 + 0.009x + 0.711 R² = 0.965 P- BISI 2
40%
P- NK 22 20%
Poly. (P- BISI 2) Poly. (P- NK 22)
0% -16
-12
-8 8
-4
0 4 Hari Panen
8
12
16
Gambar 11.. Grafik Hubungan Proporsi Berat Kering (%) Jagung Varietas BISI2 dan NK22 Terhadap Waktu Gambar 11 menunjukkan adanya peningkatan proporsi berat kering mulai dari pengamatan 16 hari sebelum panen sampai umur panen yaitu 87 hari untuk kedua varietas, BISI2 dan NK22. Peningkatan proporsi berat kering seperti ini juga terjadi pada saat hari panen untuk kedua varietas BISI2 dan NK22 setelah dilakukan penundaan panen selama 16 hari. Proporsi berat kering ini berbanding terbalik dengan kadar air basis basah (%bb). (% Dari gambar ini pula diketahui bahwa laju peningkatan proporsi berat kering varietas NK22 lebih cepat dibandingkan dengan proporsi varietas BISI2 selama periode sebelum panen. Peningkatan proporsi berat kering ini kemudian menjadi relatif sama mulai dari umur 80 hari saat panen hingga 16 hari setelah elah panen.
25
Gambar 11 juga menunjukkan bahwa pola peningkatan proporsi berat kering kedua varietas relatifmengikuti pola polynomial dengan R2 sebesar 0.939 dan 0.965 masing-masing untuk varietas BISI2 dan NK22. 4.2 Perubahan Warna Biji jagung Warna biji jagung diperoleh dengan mengolah data warna berupa perhitungan rata-rata nilai L*, a* dan b* serta perhitungan ΔL*, Δa*, Δb*, ΔE*, ΔC* dan ΔH*. Nilai L* merupakan parameter untuk menilai terang gelap gambar. Perubahan terang gelapnya gambar selama pengeringan dihitung dengan nilai ΔL*. Sedangkan nilai a* merupakan parameter untuk menilai warna dari merah ke hijau. Perubahan warna merah ke hijau atau sebaliknya selama pengeringan dihitung dengan nilai Δa*. Kemudian, nilai b* untuk menilai warna dari kuning ke biru. Perubahan nilai b* selama pengeringan dihitung dengan nilai Δb*. Perhitungan nilai ΔE* dilakukan untuk melihat tingkat perubahan nilai L*, a* dan b* selama pengeringan. Sedangkan nilai ΔC* digunakan untuk melihat perubahan saturasi warna. Untuk menentukan tingkat perubahan warna yang terjadi. 4.2.1 Nilai L* Hasil pengamatan perilaku pengukuran nilai L* untuk seluruh periode pengambilan sampel setiap pengamatan baik varietas BISI2 maupun NK22 disajikan pada Gambar 12.
26
Nilai L* 70
y = -0.001x3 + 0.015x2 - 0.294x + 49.22 R² = 0.929
60 50
y = -0.001x3 + 0.038x2 - 0.353x + 35.39 R² = 0.976
40 30 20
L*-BISI2
L*-NK22
10 0 -16
-12
-8
-4
0
4
8
12
16
Waktu
Gambar 12. Grafik Hubungan Nilai L* Jagung Varietas BISI2 dan NK22 Terhadap Waktu Gambar 12 menunjukkan adanya penurunan nilai L* sepanjang hari panen pada kedua varietas, BISI2 dan NK22. Penurunan seperti ini terjadi pada saat 16 hari sebelum panen sampai 16 hari setelah panen. Namun demikian, penurunan pada saat penundaan panen mulai 4 hari setelah panen sampai dengan 16 hari setelah panen tidak signifikan dibandingkan dengan 16 hari sebelum panen sampai hari panen yaitu pada saat umur 87 hari. Berdasarkan. Gambar 12 di atas, perubahan nilai rata-rata L* pada BISI 2 menunjukkan adanya penurunan. Varietas NK22 lebih cepat dibandingkan dengan varietas BISI2 selama periode sebelum panen. Penurunan ini kemudian menjadi relatif sama mulai dari saat panen hingga 16 hari setelah panen. Penurunan nilai L* yang besar terjadi pada hari ke 16 sebelum panen sampai umur 87 hari pada saat panen. Gambar 12 juga menunjukkan bahwa pola penurunan nilai L* kedua varietas relative mengikuti pola polynomial dengan R2 sebesar 0.929 dan 0.976 masing-masing untuk varietas BISI2 dan NK22. Perubahan nilai L* yang cenderung menurun menunjukkan perubahan warna biji menjadi lebih gelap dari sebelumnya. Dalam hal ini, warna awal biji yang cenderung kuning muda mengalami perubahan menjadi kuning tua.
27
4.2.2 Nilai a* Hasil pengukuran nilai a* (Gambar ( 13)) menunjukkan bahwa nilai a* untuk varietas BISI2 dan NK22 menunjukkan adanya perubahan nilai a* ditunjukkan pada gambar di bawah ini.
Nilai a*
y = 0.001x3 + 0.000x2 - 0.805x + 18.09 R² = 0.814
30 25
y = 0.000x3 - 0.003x2 - 0.644x + 16.48 R² = 0.943
20 15 10
a*-BISI2
a*-NK22
5 0 -16
-12
-8
-4
0
4
8
12
16
Waktu
Gambar 13.. Grafik Hubungan Nilai a* Jagung Varietas BISI2 dan NK22 Terhadap Waktu Pada Gambar 133 nampak bahwa nilai a* untuk kedua varietas mengalami penurunan dari 16 hari sebelum panen nilai hingga 16 hari setelah hari panen. panen Dari grafik ini juga kelihatan bahwa nilai a* varietas NK22 secara umum lebih kecil dari nilai a* BISI 2 sepanjang waktu pengamatan. Penurunan nilai a* yang besar terjadi dari hari ke 16 sebelum panen sampai hari panen. Sebaliknya penurunan pada 4 hari sesudah panen sampai dengan 16 hari setelah panen tidak setajam dengan penurunan yang terjadi sebelum hari panen. Pola P penurunan nilai a** kedua varietas relatif relati mengikuti pola polynomial dengan R2 sebesar 0.814 dan 0.943 masing-masing untuk varietas BISI2 dan NK22. NK22
28
4.2.3 Nilai b* Berdasarkan pengolahan data yang telah dilakukan, perubahan rata-rata rata nilai b* untuk warna pada biji jagung pada varietas BISI2 dan NK22 ditunjukkan pada grafik berikut:
Nilai b* 35
y = -0.000x3 + 0.007x2 - 0.393x + 22.76 R² = 0.966
30 25
y = -0.000x3 + 0.009x2 - 0.249x + 20.00 R² = 0.966
20 15
b*- BISI2
10
b*-NK22
5 0 -16
-12
-8
-4
0
4
8
12
16
Waktu
Gambar 14. Grafik Hubungan Nilai b* Jagung Varietas BISI2 dan NK22 Terhadap Waktu Perubahan nilai rata-rata rata b* pada Gambar 14 memperlihatkan penurunan nilai b* terhadap 2 varietas yaitu BISI2 dan NK22 selama periode waktu panen yaitu 16 hari sebelum panen sampai 16 hari setelah panen. Dari (Gambar 14) ini pula diketahui bahwa laju penurunan nilai b* pada biji jagung untuk varietas BISI 2 menunjukkan adanya penurunan, penurunan ini terlihat jelas untuk varietas NK22 lebih cepat dibandingkan dengan varietas BISI2 selama periode sebelum panen. Gambar 14 juga menunjukkan bahwa pola penurunan nilai b* kedua varietas relative mengikuti pola polynomial dengan R2 sebesar 0.9669 dan 0.966 masingmasing untuk varietas BISI2 dan NK22.
29
4.2.4 Perubahan Nilai E* (ΔE E*) Perubahan erubahan nilai ΔE** menunjukkan tingkat saturasi warna biji jagung. Berdasarkan pengolahan data yang telah dilakukan, perubahan rata-rata rata nilai E* untuk varietas BISI2 dan NK22 ditunjukkan oleh gambar di bawah ini: Nilai ΔE* 90
y = -0.002x3 + 0.029x2 - 0.541x + 56.82 R² = 0.956
80 70
y = -0.001x3 + 0.035x2 - 0.619x + 43.92 R² = 0.973
60 50 40 30
E*- BISI2
20
E*- NK22
10 0 -16
-12
-8 8
-4
0 Waktu
4
8
12
16
Gambar 15.. Grafik Hubungan Nilai ΔE* Jagung Varietas BISI2 BISI dan NK22 Terhadap Waktu Gambar 15 menunjukkan nilai ilai saturasi warna pada periode awal 16 hari sebelum panen panen hingga 16 hari setelah hari panen untuk varietas BISI2 dan NK22 mengalami penurunan yang relatif konstan. Pola Perubahan nilai ΔE* menunjukkan pola polynomial dengan R2 sebesar 0.9567 dan 0.9734 masing-masing masing untuk varietas BISI2 dan NK22. 4.2.5 Perubahan Nilai C* (ΔC*) Untuk mengetahui sejauh mana saturasi warna yang terjadi pada 2 varietas yaitu BISI2 dan NK22, maka perlu dihitung metric chrome difference (ΔC*) dari nilai lab*. Nilai ilai ΔC* yang semakin tinggi memperlihatkan saturasi warna yang semakin
30
pula. Berdasarkan pengolahan data yang telah dilakukan, perubahan rata-rata nilai C* untuk tiga level suhu pengeringan ditunjukkan oleh gambar di bawah ini: Nilai ΔC*
Nilai -16
y = 0.000x3 + 0.010x2 - 0.798x + 28.44 R² = 0.912
45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 -12
-8
-4
y = -0.001x2 - 0.610x + 27.59 R² = 0.785
ΔC*BISI2
0
4
8
12
ΔC*NK22
16
Waktu
Gambar 16. Grafik Hubungan Nilai ΔC* Jagung Varietas BISI2 dan NK22 Terhadap Waktu Gambar 16 menunjukkan perubahan saturasi warna yang terjadi pada varietas BISI2 dan NK22. Hal ini terjadi pada varietas NK22 jauh lebih signifikan dibandingkan pada varietas BISI2. Dari grafik di atas terlihat jelas bahwa penurunan nilai ΔC* untuk varietas NK22 lebih rendah dibandingkan dengan varietas BISI2. Jadi nilai saturasi warna pada periode awal panen hingga periode akhir panen pada varietas BISI 2 dan NK22 mengalami penurunan. Dari hasil pengamatan perubahan warna nilai ΔC* dalam hal ini chrome atau saturasi warna yang dihasilkan, terlihat bahwa penurunan saturasi untuk ke 2 varietas yaitu BISI2 dan NK22 dipengaruhi oleh tingkat kecerahan warna yang dilihat pada nilai a* dan b* yang ,menyebabkan peningkatan atau penurunan saturasi warna. Hal ini disebabkan karena tinggi rendahnya nilai saturasi untuk tiap-tiap warna berbanding lurus (linier) dengan terang gelapnya suatu gambar (Anonim, 2012c). Pola Perubahan nilai ΔC* menunjukkan pola polynomial dengan R2 sebesar 0.912 dan 0. 785 masing-masing untuk varietas BISI2 dan NK22.
31
4.2.6 Perubahan Nilai ΔH* Nilai ΔH* merupakan nilai yang digunakan untuk melihat secara keseluruhan perubahan warna yang dihasilkan oleh ke 2 varietas biji jagung yaitu BISI2 dan NK22 dapat dilihat pada gambar 16 dibawah ini : Nilai ΔH* 120
y = -0.001x3 + 0.034x2 - 0.85x + 80.49 R² = 0.968
100
y = -0.002x3 + 0.046x2 - 0.791x + 62.86 R² = 0.957
80 60
ΔH*BISI 2
40 20
ΔH* NK22
0 -16
-12
-8
-4
0
4
8
12
16
waktu
Gambar 17. Grafik Hubungan Nilai ΔH* Jagung Varietas BISI 2 dan NK22 Terhadap Waktu Berdasarkan Gambar 17, perubahan nilai ΔH* (tingkat perubahan warna) menunjukkan penurunan untuk masing-masing varietas BISI2 dan NK22. Penurunan yang terjadi pada periode awal yaitu 16 hari sebelum panen sampai 16 hari setelah penundaan hari panen. Perubahan ini terjadi relatif konstan hingga akhir periode panen yaitu pada umur 87 hari. Nilai ΔE* berbanding lurus dengan perubahan nilai ΔH*, dimana semakin besar perubahan nilai ΔE* maka perubahan nilai ΔH* juga cenderung meningkat. menunjukkan pola polynomial dengan R2 sebesar 0.968 dan 0.957masing-masing untuk varietas BISI2 dan NK22.
32
V. PENUTUP 5.1 Kesimpulan Dari hasil penelitian jagung varietas BISI 2 dan NK22 diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Penurunan kadar air pada varietas BISI 2 terjadi penurunan dari 48.77%bb hingga 10.88%bb. Sedangkan perubahan penurunan kadar air pada NK22 terjadi penurunan dari 46.37% bb hingga 9.10%bb. 2. Perubahan warna relatif mengikuti pola polynomial dengan R2sebesar 0.929 dan 0.976 (ΔH* ), 0.912 dan 0. 785 (ΔC*), .9567 dan 0.9734 ((ΔE*), 0.9669 dan 0.966 (b*) 0.814 dan 0.943(a*), 0.929 dan 0.976 (L*) masing-masing untuk varietas BISI2 dan NK22.
5.2 Saran Dalam melakukan sebuah penelitian tentang perubahan warna untuk bahan pangan dengan ukuran kecil, disarankan untuk memperhatikan pergeseran atau perubahan posisi sekecil apapun. Hal ini sangat penting agar hasil pengamatan warna lebih akurat.
33
DAFTAR PUSTAKA Anonim,
2012a. http://restuws.wordpress.com/2010/06/13/teknologi-pengolahantanaman-jagung/. Akses tanggal 20 Oktober 2012.
Anonim,
2012b. http://blogs.unpad.ac.id/aidaghaissani/budidaya-jagung/.Akses tanggal 18 Oktober 2012.
Anonim,
2012c. http://blogs.unpad.ac.id/aidaghaissani/Color Space/.Akses tanggal 18 Oktober 2012.
Buckle,
K. A.,Edward,R.A., Fleet, G.H., dan Wootton,M .2008.Food Science.Penerjemah Hari Purnomo dan Adiono dalam Ilmu Pangan.Universitas Indonesia. Jakarta.
Model/Color
Gökmen, V., H. Z., Berkan Dülek and Enis Cetin. 2006. Computer Vision Based Analysis of Potato Chips A tool For Rapid Detection of Acrylamide Level. Science Direct Food Chemistry Vol. 101, Page 791-798. Hardiyanti, N., E. J. Kining, Fauziah Ahmad dan N. M. Ningsih. 2009. Warna Alami. Jurusan Geografi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Negeri Makassar. Holinesti, Rahmi. 2009. Studi Pemanfaatan Pigmen Brazilein Kayu Secang (Caesalpinia sappan L.) Sebagai Pewarna Alami Serta Stabilitasnya pada Model Pangan. Jurnal Pendidikan dan Keluarga UNP, Vol. I, No. 2, Page 11-21. Hunterlab, Catherine A. and R. E. Wrolstad. 2008. Color Quality of Fresh and Processed Foods. ACS Symposium Series 983. ACS Division of Agricultural and Food Chemistry, Inc. Oxford University Press. American Chemical Society, Washington, DC. Isa, M. S. dan Y. Pradana. 2008. Flower Image Retrieval Berdasarkan Color Moments, Centroid-Contour Distance dan Angle Code Histogram Konferensi Nasional Sistem dan Informatika Bali, Vol. 108, No. 57, Page 321-326. Kusumaha, Hermianto M.Andarwulan A. 1989. Pengolahan pangan .Journal of Food Engineering Vol. 78, Page 98-108.
34
Leon, K., D. Mery and F. Pedreschi. 2005. Color Measurement in L*a*b* Units From RGB Digital Images . Publication in Journal of Food Engineering Vol. I, Page 1-23. Mubyarto, 2012. Penanganan Pasca Panen Hasil Pertanian. Workshop Pemandu Lapangan 1 (PL-1) Sekolah Lapangan Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (SL-PPHP). Departemen Pertanian Mwithiga Gikuru and Mark Masika Sifuna, 2004. Jagung: Teknik Produksi dan Pengembangan. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen.Bogor. Nasrah, 2010. Color Measurement in L*a*b* Units From RGB Digital Images . Publication in Journal of Food Engineering Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 9, No. 3, Page 173-180. Pascale, Danny. 2011. BabelColor, Color Translator and Analyzer Version 3.1. Help Manual Publisher. Montreal, Quebec, Canada. Pratomo, Murat, Özdemir. 2011. Mathematical Analysis of Color Changes and Chemucal Parameters of Rosted Hazelnut, jurnal of engineering science and technology vol.3 no 1 (2008) 1-10. Susila ,Syam, M., Hermanto dan A. Musaddad. 1996. Kinerja Penelitian Tanaman Pangan, Prosiding Simposium Penelitian Tanaman Pangan III, Buku 4. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. Sudewo, B. A. 2009. Keunggulan Mutu Gizi dan Sifat Fungsional jagung Prosiding Seminar Nasional Teknologi Inovatif Pascapanen untuk Pengembangan Industri Berbasis Pertanian. Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian Bogor. Suprapto. 2001 .Mengenal Jagung (Zea mays caritina). Buletin Teknik Pertanian Vol.13 No.2. Syarif dan Halid, 1993.Teknologi Pengolahan Pangan. Arcan: Denpasar. Tabrani. 1997. Emping Jagung:Teknologi dan Kendalanya. Institut Teknologi. Bandung.
35
LAMPIRAN Lampiran 1 Hasil Pengamatan Perubahan Warna (L*) Selama Periode Waktu Panen Hari Panen
L*BISI 2
L*NK22
-16 63.89259 59.3037 -12 54.14815 47.26667 -8 53.46667 40.63333 -4 50.96667 37.46667 0 51.96296 37.12963 4 47.05185 35.72222 8 46.25556 33.15556 12 45.88148 31.43333 16 44.58148 33.34074 Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2013. Lampiran 2 Hasil Pengamatan Perubahan Warna (a*) Selama Periode Waktu Hari Panen a* BISI2 27.02593 25.97407 24.44074 24.08519 11.24889 20.36667 10.67037 10.21111 9.148148
a* NK22 25.73704 22.1963 21.37778 18.3963 16.71403 17.14444 8.596296 7.755556 6.959259
-16 -12 -8 -4 0 4 8 12 16 Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2013.
36
Lampiran 3 Hasil Pengamatan Perubahan Warna (b*) Selama Periode Waktu Hari Panen
B* BISI2
B*NK22
32.8667 28.9889 -16 28.1889 24.7889 -12 25.9333 23.0222 -8 25.2 20.4333 -4 24.3926 20.6852 0 20.0444 20.363 4 19.0481 17.1926 8 19.0481 16.7963 12 17.2182 16.4 16 Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2013.
Lampiran 4 Hasil Pengamatan Perubahan Warna (ΔC*) Selama Periode Waktu
Hari Panen
ΔC* BISI2
ΔC* NK22
42.5514 38.7653 -16 38.331 33.2741 -12 35.6355 31.4171 -8 34.8588 27.4945 -4 22.9979 26.5939 0 28.5759 33.5147 4 22.1084 19.2219 8 21.6125 18.5004 12 19.4976 17.8155 16 Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2013.
37
Lampiran 5 Hasil Pengamatan Perubahan Warna (ΔE*) Selama Periode Waktu Hari Panen
ΔE * BISI2
ΔE *NK22
83.5051 70.8497 -16 66.3422 57.804 -12 64.254 51.3624 -8 61.7474 46.4725 -4 58.4952 45.6711 0 55.0496 44.5495 4 51.2675 38.3246 8 50.717 36.4735 12 48.6587 37.8021 16 Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2013.
Lampiran 6 Hasil Pengamatan Perubahan Warna (ΔE*) Selama Periode Waktu
Hari Panen
ΔC* BISI2
ΔC* NK22
42.5514 38.7653 -16 38.331 33.2741 -12 35.6355 31.4171 -8 34.8588 27.4945 -4 22.9979 26.5939 0 28.5759 33.5147 4 22.1084 19.2219 8 21.6125 18.5004 12 19.4976 17.8155 16 Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2013
38
Lampiran 7 Hasil Pengamatan Hubungan Kadar Air Basis Basah (%bb) Terhadap Waktu Hari Panen
BISI2 (%bb)
NK22 (%bb)
48.77% 46.37% -16 45.88% 34.04% -12 40.66% 26.12% -8 30.09% 23.08% -4 25.18% 23.08% 0 26.29% 26.15% 4 22.84% 23.71% 8 18.72% 19.67% 12 10.88% 9.10% 16 Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2013
Lampiran 8 Hasil Pengamatan Hubungan Kadar Air Basis Kering (%bk) Terhadap Waktu
Hari Panen
BISI2 (%bk)
NK22 (%bk)
95.22% 94.05% -16 84.78% 86.46% -12 68.53% 51.61% -8 43.05% 35.35% -4 33.65% 30.01% 0 35.66% 35.40% 4 29.61% 31.09% 8 23.03% 24.48% 12 12.21% 10.01% 16 Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2013
39
Lampiran 9 Hasil Pengamatan Hubungan Proporsi Berat Kering (%) Terhadap Waktu
Hari Panen
BISI2 (%)
NK22 (%)
50.72% 51.53% -16 53.99% 53.63% -12 59.32% 65.96% -8 69.92% 73.88% -4 74.70% 76.92% 0 73.71% 73.85% 4 77.16% 76.29% 8 81. 28% 80.33% 12 89.1e% 90.90% 16 Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2013
40
Lampiran 10. Varietas jagung BISI2 dan NK22 SBP
BISI 2
Gambar
NK 22
Gambar
(hari)
BISI 2 (1)
NK 22 (1)
BISI 2 (2)
NK 22 (2)
BISI 2 (3)
NK 22 (3)
BISI 2 (1)
NK 22 (1)
BISI 2 (2)
NK 22 (2)
16 hari
12 hari
41
8 hari
BISI 2 (3)
NK 22 (3)
BISI 2 (1)
NK 22 (1)
BISI 2 (2)
NK 22 (2)
BISI 2 (3)
NK 22 (3)
BISI 2 (1)
NK 22 (1)
BISI 2 (2)
NK 22 (2)
4 hari
42
BISI 2 (3)
NK 22 (3)
BISI 2 (1)
NK 22 (1)
BISI 2 (2)
NK 22 (2)
BISI 2 (3)
NK 22 (3)
BISI 2 (1)
NK 22 (1)
BISI 2 (2)
NK 22 (2)
Hari Panen
4 hari SDP
43
8 hari SDP
BISI 2 (3)
NK 22 (3)
BISI 2 (1)
NK 22 (1)
BISI 2 (2)
NK 22 (2)
BISI 2 (3)
NK 22 (3)
BISI 2 (1)
NK 22 (1)
BISI 2 (2)
NK 22 (2)
12 Hari SDP
44
BISI 2 (3)
NK 22 (3)
BISI 2 (1)
NK 22 (1)
BISI 2 (2)
NK 22 (2)
BISI 2 (3)
NK 22 (3)
16 Hari SDP
Hari
Sampel
Sebelum di Oven
Sampel
16 hari
BISI 2
BISI 2
12 hari
BISI 2
BISI 2
Sesudah di Oven
45
8 hari
BISI 2
BISI 2
BISI 2 4 hari
BISI 2
1 hari
BISI 2
Hari
Sampel
16 hari
NK22
NK22
12 hari
NK22
NK22
8 hari
NK22
NK22
BISI 2
Sebelum di Oven
Sampel
Sesudah di Oven
46
4 hari
NK22
Panen
NK22
Hari SDP
Sampel
4 hari
BISI 2
8 hari
BISI 2
12 hari
BISI 2
NK22
NK22
Setelah di Oven
Setelah di Oven
NK 22
NK 22
NK 22
47