I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Beberapa negara berkembang seperti Indonesia memiliki kepadatan penduduk yang cukup besar sehingga aktivitas maupun pola hidup menjadi sangat beraneka ragam. Salah satu keanekaragaman tersebut adalah munculnya berbagai macam makanan lezat di tengah masyarakat namun sebagian besar dengan pemberian monosodium glutamat (MSG) di dalamnya. Dalam kehidupan sehari-hari, MSG banyak dipakai dalam makanan sebagai bahan penyedap masakan untuk merangsang selera makan. Penggunaan MSG dalam makanan biasanya dilakukan dalam jangka waktu pemakaian yang cukup lama dan MSG diperjualbelikan secara bebas. Total pemakaian MSG pada beberapa negara cukup tinggi, yaitu antara lain di Jepang yang mencapai 65.000 ton per tahun, Korea yang mencapai 30.000 ton per tahun, dan Amerika yang mencapai 26.000 ton per tahun (Cogan et al., 1979). Monosodium glutamat (MSG) adalah garam sodium “L glutamate acid” yang sering digunakan sebagai bahan penyedap masakan untuk merangsang selera atau mengaktifkan rasa (Dhindsa et al., 1981). Pada permulaan tahun 1900, substansi yang dapat mengaktifkan rasa ini diisolasi dari ganggang laut dan diidentifikasi oleh Ikeda sebagai garam “L glutamate acid”. Rangsangan selera dari makanan yang diberi MSG disebabkan oleh kombinasi rasa khas dari efek sinergis MSG dengan 5 ribonukleotida yang terdapat di dalam makanan dan bekerja pada membran sel reseptor kecap (Cogan et al., 1979). Asam glutamat digolongkan pada asam amino non essensial karena tubuh manusia dapat menghasilkan asam glutamat. Asam glutamat terdiri dari 5 atom karbon dengan 2 gugus karboksil dimana salah satu karbonnya berkaitan dengan NH2 yang menjadi ciri pada asam amino, sehingga struktur kimia MSG sebenarnya tidak
banyak berbeda dengan asam glutamat, hanya pada salah satu gugus karboksil yang mengandung hidrogen diganti dengan natrium. Asam amino tersebut pada hakekatnya dapat dijumpai dalam makanan alami, bahkan makanan tertentu bisa mengandung antara 5-20% dari total kandungan asam amino baik dalam bentuk bebas maupun dalam bentuk terikat dengan peptida maupun protein (Geha et al., 2000; Anonim, 1996). Glutamat dalam bentuk bebas terdapat dalam makanan seperti tomat, keju dan kecap yang merupakan hasil fermentasi (Anonim, 1996). Secara alami glutamat yang ada dalam tubuh kita berasal dari makanan yang mengandung protein seperti keju, susu, daging, kacang kapri, seafood, air susu ibu, sayuran dan jamur (Anonim, 1996). Kadar glutamat plasma pada manusia meningkat tajam seteleh pemberian garam glutamat dalam cairan. Dilaporkan bahwa pemberian MSG pada rodensia menyebabkan peningkatan kadar glutamat dalam serum sehingga menimbulkan efek akut. Penyelidikan glutamat pada mencit dan kera menunjukkan bahwa metabolisme glutamat pada binatang dewasa berlangsung lebih cepat daripada neonatus meskipun banyak faktor lain yang mempengaruhi kecepatan metabolisme. Data-data menunjukkan bahwa metabolisme glutamat pada manusia dewasa kurang cepat dibandingkan dengan metabolisme glutamat pada mencit dan kera dewasa (Olney dan Lesion, 1969). Pemberian MSG secara subkutan akan memberikan reaksi yang berbeda dengan pemberian MSG per oral karena pada pemberian secara subkutan, MSG tidak melalui usus dan vena portal. Sedangkan pada pemberian per oral, MSG akan melalui usus ke sirkulasi portal dan hati. Hati berfungsi untuk metabolisme asam glutamat ke metabolit lain. Maka, apabila pemberian glutamat melebihi kemampuan kapasitas hati untuk metabolismenya, maka dapat menyebabkan peningkatan glutamat plasma. Penyuntikan MSG secara subkutan akan menyebabkan kadar glutamat plasma pada neonatus mencit lebih tinggi daripada mencit dewasa. Jadi, kapasitas metabolisme glutamat oleh hati meningkat sejalan dengan meningkatnya umur (Olney dan Lesion, 1969).
Sampai saat ini belum diketahui secara pasti jumlah MSG yang aman untuk dikonsumsi per harinya (Anonim, 1996). Namun jika Mengkonsumsi MSG dalam skala kecil masih tidak berbahaya. Asupan MSG dalam jumlah yang besar dapat menyebabkan Chinese restaurant syndrome yang dapat mengakibatkan rasa terbakar pada daerah leher bagian belakang menjalar ke tangan dan dada, mati rasa pada daerah belakang leher, hangat, lemah pada wajah, punggung, leher, dan tangan, rasa kaku pada wajah, nyeri dada, mual, dan mengantuk (Anonim, 1996), selain itu juga dapat menyebabkan nekrosis pada neuron hipotalamus, nukleus arkuata hipotalamus, kemandulan pada jantan dan betina, berkurangnya berat hipofisis anterior, adrenal, tiroid, uterus, ovarium, dan testis, kerusakan fungsi reproduksi, dan berkurangnya jumlah anak (Geha et al., 2000). Prawirohardjono et al. (2000) melaporkan tidak ada perbedaan gejala Chinese restaurant syndrome yang bermakna antara kelompok orang sehat yang mengkonsumsi MSG 1,5 gr per hari selama tiga hari dengan kelompok orang sehat yang mengkonsumsi MSG 3 gr per hari selama tiga hari, Pada fungsi sistem reproduksi jantan atau spermatogenesis tikus jantan dewasa, pemberian MSG dalam dosis besar dalam waktu yang cukup lama dapat menyebabkan penurunan berat testis, penurunan jumlah spermatozoa yang bentuknya normal dan peningkatan jumlah spermatozoa yang bentuknya abnormal, penurunan asam askorbat di dalam testis dan peningkatan kadar peroksida lipid di dalam testis (Nayanatara et al., 2008). Spermatogenesis dimulai dengan pertumbuhan spermatogonium menjadi sel yang lebih besar yang disebut spermatosit primer. Sel-sel ini membelah secara mitosis menjadi dua spermatosit sekunder yang sama besar, yang selanjutnya mengalami pembelahan meiosis menjadi empat spermatid yang sama besar. Spermatid merupakan gamet dewasa dengan sejumlah kromosom haploid. Melalui suatu proses pertumbuhan dan diferensiasi, spermatid berubah menjadi spermatozoa yang fungsional (Sugiri, 1988). Spermatogenesis pada manusia memerlukan waktu selama 64 hari atau setelah empat daur epitel tubulus seminiferus, sedangkan spermatogenesis pada tikus memerlukan waktu 48 hari atau setelah empat daur epitel
tubulus seminiferus. Lama satu daur epitel tubulus seminiferus pada manusia adalah 16 hari, dan pada tikus adalah 12 hari (Bloom dan Fawcett, 1975). Spermatogenesis pada mencit memerlukan waktu selama 35-36 hari setelah menempuh empat daur epitel tubulus seminiferus, sedangkan lama satu daur epitel tubulus seminiferus pada mencit adalah 8-9 hari (Rugh, 1968). Setelah spermatozoa dilepaskan ke lumen tubulus seminiferus, spermatozoa akan menuju ke rete testis dan vasa eferensia. Vasa eferensia mendorong spermatozoa ke arah epididimis (Menurut Juncqueira dan Carneiro, 1997). Johnson (1994) menyatakan bahwa epididimis adalah organ yang menyimpan spermatozoa setelah meninggalkan testis. Dellmann dan Brown (1989), juga mengungkapkan bahwa secara umum bagian proksimal dari duktus epididimis (kepala dan badan) berperan dalam proses maturasi spermatozoa, sedangkan bagian ekor epididimis (kauda epididimis)
berperan
dalam
penyimpanan
spermatozoa.
Spermatozoa
yang
meninggalkan testis belum mampu bergerak dan bersifat tidak fertil, sementara spermatozoa yang telah melalui epididimis telah mampu bergerak dan fertil. Selisbury dan Demark (1985) mengatakan bahwa, spermatozoa yang mempunyai kemampuan membuahi ovum adalah spermatozoa yang telah melewati epididimis. Sperma merupakan zat setengah cair yang terdiri dari plasma sperma dan spermatozoa yang dikeluarkan oleh bermacam-macam kelenjar. Plasma sperma dikeluarkan oleh kelenjar asesori dan spermatozoa oleh tubulus seminiferus testis (Subratha, 1999). Kualitas sperma manusia meliputi : (1) Morfologi spermatozoa; spermatozoa dinyatakan normal apabila morfologi normal 30% atau lebih. (2) Motilitas spermatozoa terdiri dari; gerak sangat cepat, maju lurus ke depan (a), gerak kurang cepat/pelan maju lurus ke depan (b), gerak di tempat (c), diam/tidak bergerak (d). Motilitas spermatozoa normal jika (a+b) > 50%, atau gerak a > 50%.
(3)
Konsentrasi (jumlah spermatozoa); jumlah spermatozoa dinyatakan normal apabila 20 juta/ml atau lebih. (4) Viabilitas spermatozoa; viabilitasnya dikatakan baik apabila spermatozoa yang hidup > 75% (Subratha, 1999).
Melihat luas dan bebasnya pemakaian MSG dalam kehidupan sehari-hari baik pada makanan maupun jajanan anak-anak seperti yang disebutkan oleh Cogan et al, (1979), serta berdasarkan berbagai penelitian, maka perlu diadakan penelitian terhadap hewan uji yaitu mencit jantan dewasa (Mus musculus L.) dengan pemberian MSG dosis berbeda untuk melihat kualitas spermatozoa.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana kualitas spermatozoa mencit jantan dewasa (Mus musculus L.) setelah diberikan monosodium glutamat (MSG) ?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kualitas spermatozoa mencit jantan dewasa (Mus musculus L.) setelah diberikan MSG.
1.4 Manfaat
Manfaat penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai kualitas spermatozoa setelah diberikan monosodium glutamat (MSG) sehingga masyarakat dan pemerintah dapat mempertimbangkan penggunaan MSG dalam kehidupan sehari-hari.