I. PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang Pupuk merupakan suatu bahan yang bersifat organik ataupun anorganik, dan jika ditambahkan ke dalam tanah atau ke tanaman. Pupuk dapat memperbaiki sifat fisik, kimia, biologi tanah dan dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman. Hal inilah yang mengakibatkan pentingnya penggunaan pupuk pada pertanian dan perkebunan untuk menjaga kualitas tanah, sehingga petani menggunakan pupuk kimia atau sintetis yang lebih praktis dan cepat untuk meningkatkan ketersediaan unsur hara pada tanah (Rioardi, 2009). Pemberian pupuk kimia yang berlebih dan terus menerus dapat membawa dampak negatif terhadap kondisi tanah dan lingkungan, karena dapat mengakibatkan kondisi tanah menjadi cepat mengeras, terakumulasinya unsur hara di tanah, terjadi pencucian unsur hara (bleeching) oleh air hujan, tanah kurang mampu menyimpan air dan cepat menjadi asam yang pada akhirnya akan menurunkan produktivitas tanaman. Selain itu harga pupuk kimia seperti Urea, TSP, KCl dan obat-obatan kimia yang meningkat di pasaran selalu terjadi setiap musim tanam, yang menjadikan pertanian mahal. Oleh karena itu perlu dikembangkan pupuk dan obat-obatan yang ramah lingkungan, sehingga aman, murah dan dapat menjamin kelestarian sumber daya lahan. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan menggunakan pupuk yang mengandung bakteri (pupuk hayati) agar dapat dijadikan sebagai alternatif dari penggunaan pupuk kimia (Anonim, 2010). Pupuk hayati merupakan inokulan berbahan aktif mikroba yang berfungsi untuk menambat unsur hara tertentu atau memfasilitasi tersedianya unsur hara dalam tanah bagi tanaman. Kualitas pupuk hayati sangat tergantung pada keefektifan mikroba dan jumlah sel hidup dalam mikroba tersebut, kesesuaiannya pada tanaman inang dan kondisi lingkungan tempat bakteri itu tumbuh dan berkembang (Simanungkalit dkk., 2006). Keuntungan penggunaan pupuk hayati tidak akan
1
meninggalkan residu pada hasil tanaman sehingga aman bagi kesehatan manusia. Selain itu penggunaan pupuk hayati diharapkan dapat meningkatkan kualitas tanah (menghasilkan zat patogen sebagai pestisida hayati), memacu pertumbuhan tanaman dan meningkatkan produksi tanaman (Anonim, 2010). Dilihat dari aspek kemajuan teknologi produksi inokulum dan melimpahnya keanekaragaman hayati di Indonesia, potensi pupuk hayati di Indonesia belum sepenuhnya dikembangkan dan dimanfaatkan. Hal inilah yang mendorong beberapa peneliti untuk menemukan berbagai macam isolat bakteri yang berpotensi dijadikan inokulum dalam pembuatan pupuk hayati agar dapat dimanfaatkan dan digunakan pada lahan pertanian khususnya perkebunan sayuran agar produksi sayuran dapat ditingkatkan. Salah satunya adalah bakteri pelarut fosfat (BPF) (Margarettha dan Itang, 2008). Bakteri pelarut fosfat adalah bakteri yang dapat melarutkan fosfat yang terfiksasi dalam tanah dan mengubahnya menjadi bentuk yang tersedia sehingga dapat diserap oleh akar tanaman. Unsur fosfat merupakan unsur yang sulit larut dan diserap oleh tanaman, karena fosfat di dalam tanah terikat secara kimia dengan unsur mineral lain. Ikatan ini sulit diputuskan, sehingga tanaman tidak bisa langsung mengambil unsur fosfat tersebut. Jadi, walaupun sumber fosfat di dalam tanah cukup banyak, tanaman masih dapat mengalami kekurangan fosfat, karena hanya 1% fosfat yang dimanfaatkan oleh tanaman (Elfiati, 2005). Fosfat (P) merupakan unsur hara makro esensial bagi tanaman karena berperan penting dalam penyediaan energi kimia yang dibutuhkan dalam kegiatan metabolisme tanaman terutama sebagai komponen enzim dan protein tertentu, adenosin trifosfat (ATP), asam ribonukleat (RNA), asam deoksiribonukleat (DNA), berperan dalam reaksi transfer energi dan menurunkan sifat keturunan melalui DNA dan RNA (Sanchez, 1976). Unsur fosfat pada tanaman berfungsi untuk merangsang pertumbuhan akar terutama pada awal pertumbuhan, mempercepat pembungaan, pemasakan biji dan buah. Apabila tanaman defisiensi unsur ini, maka gejala yang
2
tampak adalah daun mudah gugur dan menyebabkan ukuran buah kecil dan cepat matang (Anonim, 2010). Desa Candi Kuning, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan merupakan daerah perkebunan yang mayoritas ditanami tanaman sayur-sayuran. Sayuran hasil perkebunan di daerah Candi Kuning sangat segar dan memiliki kualitas yang bagus. Beberapa jenis sayuran yang dapat ditemui di daerah ini adalah wortel (Daucus carota), kentang (Solanum tuberosum), brokoli (Brasica olerecea cv. Brocolli), kol (Brasica olerecea), selada (Lactuca sativa), sawi (Brasica rap acv. Caisin), dan seledri (Apium graveolens). Jenis sayuran tersebut merupakan tanaman subtropis yang memerlukan suhu dingin (23-29° C), lembab dan cukup sinar matahari, serta memiliki ketinggian antara 1.200-1.500 m dpl (Anonim, 2011). Produktifitas sayuran dari perkebunan di Desa Candi Kuning dipengaruhi oleh ketersediaan air dan unsur hara tanah yang cukup untuk menunjang pertumbuhan tanaman sayuran tersebut serta peran bakteri tanah yang membantu penyerapan unsur hara tersebut. Salah satu bakteri yang terdapat pada tanah perkebunan sayuran adalah bakteri pelarut fosfat. Populasi bakteri pelarut fosfat pada tanah, jumlahnya beragam tergantung tekstur, kandungan air dan ketersediaan substrat organik dalam tanah. Selain itu juga dipengaruhi oleh pH, praktek pertanian, pemupukan, pemakaian pestisida dan penambahan bahan organik (Rao, 1994). Bakteri pelarut fosfat mempunyai kemampuan untuk melarutkan fosfat organik menjadi bentuk fosfat terlarut yang tersedia bagi tanaman. Efek pelarutan ini disebabkan karena adanya produksi asam organik seperti asam asetat, asam format, asam laktat, asam oksalat, asam malat dan asam sitrat yang dihasilkan oleh bakteri tersebut, sehingga meningkatkan efisiensi pemupukan fosfat. Asam organik ini memiliki kemampuan detoksifikasi karena dapat mengurangi daya racun senyawa Al dalam tanah. Bakteri pelarut fosfat juga memproduksi asam amino, vitamin dan growth promoting substance seperti IAA dan giberelin yang dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman (Sudiana, 2008). Selain itu bakteri pelarut fosfat dapat
3
digunakan sebagai agen biokontrol karena beberapa genus Bacillus dan Pseudomonas menghasilkan antibiotik yang dapat menghambat pertumbuhan patogen (Asaka and Shoda, 1996). Hal inilah yang menyebabkan peran bakteri pelarut fosfat sangat penting dalam tanah. Populasi bakteri pelarut fosfat yang terdapat pada tanah perkebunan sayuran di Desa Candi Kuning perlu diketahui dan diteliti jenis bakteri pelarut fosfat dalam tanah tersebut, sehingga isolat yang diperoleh dapat digunakan sebagai sumber inokulum dalam pembuatan pupuk hayati yang mengandung bakteri pelarut fosfat serta dapat diaplikasikan pada lahan pertanian. Maka dari itu diadakan penelitian mengenai total bakteri dan karakteristik dari masing-masing isolat bakteri pelarut fosfat yang ditemukan pada tanah perkebunan sayuran di Desa Candi Kuning Kecamatan Baturiti Kabupaten Tabanan.
1.2 Rumusan Masalah 1. Berapa total bakteri pelarut fosfat yang terdapat pada tanah perkebunan sayuran di Desa Candi Kuning, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan? 2. Bagaimana karakteristik dari isolat bakteri pelarut fosfat yang ditemukan pada tanah perkebunan sayuran di Desa Candi Kuning, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan?
1.3 Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui total bakteri pelarut fosfat yang terdapat pada tanah perkebunan sayuran di Desa Candi Kuning, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan. 2. Untuk mengetahui karaktristik isolat bakteri pelarut fosfat yang ditemukan pada tanah perkebunan sayuran di Desa Candi Kuning, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan.
4
1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai karakteristik dan jenis-jenis bakteri pelarut fosfat yang ditemukan pada tanah perkebunan sayuran di Desa Candi Kuning untuk menambah data base sumber bakteri pelarut fosfat di Bali. Selain itu memberikan informasi mengenai keragaman jenis bakteri pelarut fosfat yang terdapat pada tanah perkebunan di Desa Candi Kuning serta mendapatkan isolat murni bakteri pelarut fosfat yang dapat digunakan sebagai inokulum atau starter dalam pembuatan pupuk hayati yang bermanfaat dalam bidang pertanian.
5