M E D I A KO M U N I K A S I INFORMASI & EDUKASI DARI KITA UNTUK KITA
KPAnews
KOMISI PENANGGULANGAN AIDS EDISI 03/I • DESEMBER 2006
Daftar
ISI
01|
ISU UTAMA
The Next Time Bomb Will Be Asia!
03|
ISU KHUSUS
Sejarah Hari AIDS Sedunia Ayo Melayani, Ayo Akhiri Epidemi!
Sekretaris KPA Nasional Dr. Nafsiah Mboi, SpA, MPH saat menghadiri Kampanye Sebar Sejuta Flyer.
05|
OPINI
Menjual Program Dalam Produk Sosial
The Next Time
BOMB
07|
PROFIL
Dr. Nadyar, MPH, STAF KHUSUS SEKRETARIAT KPA NASIONAL
“... Maka Sebagian Generasi Kita Akan Hilang”
08|
ISU KHUSUS
‘Menyehatkan’ Layanan Kesehatan untuk ODHA
12|
GALERI
Terdedah Kerana Dadah Pemimpin umum: Dr. Nafsiah Mboi, SpA, MPH | Pemimpin Redaksi: M. Nasser | Redaktur Pelaksana: Wahyu Hidayat | Redaksi: Ruddy Gobel, Devi Karyadi | Desain Grafis: Arif Susanto | Distribusi: Zainal Arifin | Diterbitkan oleh KPA Nasional | Alamat Redaksi: Surya Building 9th Floor, Jl. MH. Thamrin Kav. 9 Jakarta | Telp.: 021-3901758 | Fax: 021-3902665
Will Be Asia! Setelah Afrika, bom waktu berikutnya bisa jadi adalah Asia. Dan sekarang bom waktu itu sudah mulai terbentuk. Akankah kita diam saja?
A
da satu kata yang selalu muncul saat Hari AIDS Sedunia—1 Desember—tiba: “prihatin”. Dan biasanya ditambah dengan dua kata yang menyusul di belakangnya: “kapan berakhir?” Jelas, kedua ungkapan tersebut menyiratkan sebuah keputusasaan, yang memang berangkat dari kenyataan bahwa selama 25 tahun hingga sekarang, perjalanan epidemi AIDS di dunia belum juga tampak ujungnya. Yang terjadi justru dampak penyebaran HIV/AIDS ini kian melebar di berbagai bi-
dang kehidupan umat manusia. Hal tersebut diakui oleh Ketua Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Nasional, Aburizal Bakrie, dalam sambutannya pada peringatan Hari AIDS Sedunia (HAS) 2006 di Jakarta belum lama ini. Menurut Aburizal yang juga Menko Kesra itu, AIDS tidak saja menjadi masalah kesehatan, tetapi secara langsung juga menjadi persoalan sosial, politik, dan bahkan ekonomi yang sangat serius akibat produktivitas secara kolektif menurun. WHO merilis laporan, dalam dua tahun terakhir, jumlah orang yang terinfeksi HIV meningkat di seluruh wilayah dunia. Di tahun 2006 ini, terdapat 39,5 juta orang dengan HIV—meningkat 2,6 juta lebih dari ta-
(Bersambung ke hal 07)
S I
H U S U S SUURATK PEMBACA
E
D I T O R I A L
Setuju dan Salut
Saya sepakat dengan tulisan pada kolom Editorial KPAnews Oktober lalu. Lapas memang merupakan tempat yang paling rentan terinfeksi HIV bagi para penghuninya mengingat minimnya pengetahuan baik sesama tahanan dan karyawan. Apalagi kondisi lapas dan rutan di Indonesia yang umumnya melebihi daya tampung, bahkan sampai lebih dari 100% dari kapasitas seharusnya. Untuk usulan dari Agus Mulyadi (AO Cianjur), saya setuju dengan komunikasi publik melalui sinetron mengingat budaya masyarakat kita yang lebih senang tayangan fiksi yang ringan dan menghibur. Namun, diharapkan jika memang akan di-follow up oleh KPA Nasional, paling tidak, KIE HIV/AIDS yang ada nantinya tidak ambigu dan tersampaikan dengan baik, walaupun berbentuk tayangan fiksi. Salut dengan Novianty PO Pontianak, mungkin ke depannya kita perlu melibatkan remaja dalam penyusunan program. Pendidik Remaja Sebaya, yang sudah dirintis dalam program PMI mungkin perlu lebih ditingkatkan lagi. Fatmawati, PO KPA Kota Samarinda
Butuh Dana, Butuh Doa
Teman-teman seperjuangan. Bagiku, peringatan Hari AIDS Sedunia (HAS) 2006 di Solo yang baru lalu sungguh sebuah pemandangan yang indah. Pawai damai Jaringan LSM Peduli AIDS, pembagian 500 mawar merah bertuliskan “Stop AIDS. Keep The Promise”, pembagian 1000 flyer HIV/AIDS dan 1000 stiker KPA Kota Surakarta, belum lagi tampilnya para waria seksi dengan aksi sama. Ini adalah pengalaman pertama sejak bergelut di dunia yang dulu asing bagiku. Tapi kini, waria, MSM, gay, dan ODHA adalah sahabatku. Satu asaku, semoga dengan keberadaan LSM Peduli AIDS dan KPA Kota Surakarta akan menumbuhkan udara baru bagi ODHA karena hampir 45 orang telah terinfeksi virus ini dalam kurun 1 tahun 1 bulan ini di Solo. Sayangnya, pada APBD 2006 KPAD belum punya budget sendiri sehingga masih ngikut jatah Subdin P2PL. Doakan kita agar segera mendapatkan kucuran dana dari pemerintah, sehingga bila GF - ATM sebagai funding besar di daerahku berhenti mengucurkan dana, klinik VCT dan IMS tetap bisa berjalan. Ok teman-teman, met kerja ya….
INILAH
Saatnya
I
nilah saatnya untuk melayani. Tak perlu orang lain, tapi layanilah dulu diri kita sendiri. Melayani diri sendiri untuk lebih peka terhadap sikap dan perilaku yang memperparah epidemi HIV/AIDS sehingga pada akhirnya kita akan menjaga perilaku kita. Inilah saatnya untuk melayani. Melayani orang lain, juga agar mereka lebih melek HIV/AIDS sehingga epidemi mudah terhambat. Inilah saatnya untuk melayani. Melayani ODHA agar mereka lepas bebas dari derita, terutama derita akibat stigma dan diskriminasi yang masih sering dialami. Inilah saatnya untuk benar-benar peka dan sadar bahwa (memang) “ini-
S
lah saatnya”. Sekarang, saat ini. Bukan nanti, besok, kelak, atau kapan pun di waktu yang akan datang. Tanpa kepekaan dan kesadaran, “inilah saatnya” yang terserukan takkan dapat membuat kita bergerak. Sampai kapan pun. Jadi, sudah bergerakkah kita saat ini? Di saat sudah hampir 50 tahun sejak virus HIV ditemukan? Di saat AIDS sudah merenggut hampir 3 juta jiwa? Inilah saatnya!
Salam,
Redaksi
T A T I S T I K A Estimasi distribusi ODHA di Jakarta, berdasarkan kelompok rawan
Yanti, AO KPA Kota Solo
KPAnews Keluar dari KPA?
Saya mendapatkan KPAnews dari sebuah acara di Jakarta bulan lalu. Setelah saya baca, bagus juga isinya. Hanya, kok katanya peredarannya terbatas pada KPA-KPA di daerah ya? Padahal, informasinya dibutuhkan juga buat orang awam. Kalau newsletter ini bisa dibagi gratis di sekolah-sekolah misalnya, atau di kantor-kantor, saya yakin manfaatnya akan lebih mengena lagi. Tentu saja informasinya ditambah bukan hanya soal KPA dan AIDS, tapi juga ada tulisan soal kesehatan secara umum. Belum ada lho media cetak khusus HIV/AIDS dan diberikan gratis dan rutin kepada masyarakat umum.
Kurang dari separuh napza suntik mengaku pakai jarum bersama dengan teman pada saat nyuntik terakhir
Jatmiko, Jakarta
KPAnews adalah media komunikasi bagi penyuksesan seluruh program penanggulangan epidemi HIV/AIDS yang dilaksanakan oleh KPA, baik tingkat nasional maupun daerah. Selain itu KPAnews juga diharapkan menjadi tempat untuk bertukar pengetahuan dan pengalaman, juga menjadi sarana penyaluran aspirasi para individu maupun lembaga yang peduli terhadap HIV/AIDS.
02 KPAnews
Redaksi KPAnews menerima sumbangan tulisan, foto, dan kartun yang berkaitan dengan HIV/AIDS dan kesehatan secara umum. Tulisan yang dikirimkan maksimal 4500 karakter. Redaksi berhak mengedit (mengurangi dan menambah) isi tulisan yang dikirimkan. Foto dan kartun hendaknya dikirim dalam format jpeg dengan resolusi minimum 72 dan ukuran A4. Semua karya dikirim ke alamat e-mail
[email protected] disertai data diri singkat penulis.
MEDIA KOMUNIKASI INFORMASI & EDUKASI DARI KITA UNTUK KITA
KOMISI PENANGGULANGAN AIDS
EDISI 03/I • DESEMBER 2006
I
S U
U
T A M A
Sejarah Hari AIDS Sedunia
Ayo Melayani, Ayo Akhiri Epidemi! Tak ada kata “nanti” dalam menanggulangi epidemi HIV/AIDS. Mulailah dari diri sendiri, dan mulai saat ini! enetapan tanggal 1 Desember sebagai Hari AIDS Sedunia diadopsi oleh 140 negara dunia dalam pertemuan para menteri kesehatan sedunia untuk AIDS di London pada Januari 1988. Hari tersebut dicanangkan untuk memberikan perhatian dan kesempatan strategis bagi berbagai upaya penanggulangan AIDS yang dilakukan oleh berbagai pihak, termasuk pemerintah dan unsur-unsur dalam masyarakat lainnya seperti LSM dan berbagai individu yang terlibat. Hal ini juga dimaksudkan untuk mendemonstrasikan pentingnya upaya penanggulangan AIDS dan sebagai salah satu cara penggalangan solidaritas dalam upaya tersebut. Kemudian pada 27 Oktober 1988, dalam pertemuan ke-38 Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa dibahas mengenai upaya penanggulangan AIDS secara global. Dari situ lahir sebuah resolusi nomor A/RES/43/15 yang mencantumkan bahwa WHO telah mendeklarasikan jatuhnya Hari AIDS Sedunia pada tanggal 1 Desember dan menganjurkan para negara anggota PBB untuk melakukan peringatan hari tersebut sebagaimana tujuan yang diharapkan. Sejak tahun 2005, pengelolaan kampanye AIDS Sedunia telah dialihkan dari UNAIDS ke sebuah konsorsium Panitia Pengarah Kampanye AIDS Global yang beranggotakan perwakilan dari berbagai LSM berbagai negara dengan tujuan untuk memperkuat peran masyarakat madani dalam kampanye global tersebut. Negara termaksud antara lain adalah: Brasil, Belanda, Rusia, Afrika Selatan, Tanzania, dan Amerika Serikat. Sekertariat UNAIDS juga duduk dalam susunan panitia pengarah bersama-sama dengan perwakilanperwakilan dari organisasi-organisasi seperti The Global Fund to Fight AIDS, TB and Malaria, ICASO, GNP+ / ICW, gerakan buruh, dan konstituen utama lainnya.
P
Sekretariat Sekertariat resmi Kampanye AIDS seDunia telah didirikan pada tahun 2005 dan berkedudukan di Amsterdam, Belanda, de-
ngan fungsi untuk melakukan koordinasi kegiatan-kegiatan kampanye. Sekretariat tersebut juga bekerja untuk menggalang dukungan jaringan global dari berbagai kampanye tingkat nasional yang berfokus pada tujuantujuan advokasi yang paling relevan bagi kebutuhan-kebutuhan setempat.
Momen penggugah Peringatan Hari AIDS Sedunia (HAS) tak sekadar untuk mengingatkan masyarakat akan epidemi HIV/AIDS. Namun lebih dari itu, HAS merupakan momentum untuk menggugah kepedulian maupun partisipasi seluruh bangsa di dunia dalam menghormati dan menjamin hak-hak, menghilangkan stigma dan diskriminasi, memberikan perawatan, dukungan, dan pengobatan, serta menjamin semaksimal mungkin kelangsungan hidup dan peningkatan kualitas hidup ODHA dan OHIDA. Tema sentral HAS dalam 2 tahun terakhir adalah “Stop AIDS, Keep the Promise”.Menurut Koordinator Komunikasi dan Advokasi
HIV/AIDS Updates 1. Tahun 2006 terdapat 39,5 juta orang hidup dengan HIV, lebih banyak 2,5 juta dibanding 2004 2. Jumlah infeksi baru HIV tahun 2006 sejumlah 4,3 juta, lebih banyak 400.000 dibanding 2004 3. Dua per tiga (sekitar 24,7 juta orang pada 2005) dari orang yang hidup dengan HIV di dunia berada di daerah sub-Sahara, Afrika 4. Sebanyak 2,9 juta orang meninggal akibat AIDS di seluruh dunia. Hampir tiga per empat (sekitar 2,1 juta) kematian tersebut terjadi di sub-Sahara 5. Dalam dua tahun terakhir, jumlah orang dengan HIV meningkat di seluruh wilayah dunia. Peningkatan terbanyak terjadi di Asia Timur,Asia Tengah, dan Eropa Timur, yaitu 21% lebih tinggi dari tahun 2004 6. Terdapat 17,7 juta perempuan yang hidup dengan HIV tahun 2006, meningkat lebih dari satu juta orang dibanding 2004. Sumber: WHO-UNAIDS, Desember 2006
MEDIA KOMUNIKASI INFORMASI & EDUKASI DARI KITA UNTUK KITA
EDISI 03/I • DESEMBER 2006
KPAnews KOMISI PENANGGULANGAN AIDS
03
I
S U
U
T A M A
KPA Nasional, Ruddy Gobel, tema tersebut dimaksudkan untuk menumbuhkan rasa empati dan kepedulian seluruh komponen bangsa di dunia terhadap pengendalian HIV dan AIDS khususnya dalam pencegahan, dukungan, perawatan dan pengobatan HIV dan AIDS dan peningkatan akses universal terhadap layanan pengobatan antiretroviral (ARV). Sementara tema nasional HAS tahun 2006 ini adalah “Stop AIDS: Saatnya Melayani!!” “Tema ini diharapkan dapat memberikan inspirasi dan mengajak seluruh pihak yang terkait dengan pengendalian HIV/AIDS agar secara bersama-sama menunjukkan kepedulian dan secara nyata berkontribusi dan bertindak untuk memberikan dukungan dalam pengendalian HIV dan AIDS sesuai dengan kemampuannya masing-masing,” papar Ruddy. Pihak yang terkait dengan pengendalian HIV/AIDS,lanjut Ruddy,tentu saja bukan hanya tenaga medis, pemerintah, dan LSM saja, tapi juga seluruh komponen masyarakat, dari teman, sahabat, anggota keluarga, pihak dunia usaha, dan diri sendiri. Dengan begitu, bentuk kontribusinya tentu saja juga sesuai dengan kemampuan masing-masing, misalnya: 1. Berbicara tentang HIV/AIDS kepada keluarga dekat dan teman 2. Berpartisipasi dalam upaya pencegahan HIV/AIDS mulai dari diri sendiri dan mengajak orang-orang terdekatnya 3. Memberikan dukungan bagi keluarga atau teman yang terinfeksi HIV 4. Membantu meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menjalani Voluntary Counseling Testing (VCT) 5. Membantu meningkatkan kesadaran ODHA untuk menjalani perawatan dan pengobatan HIV/AIDS sedini mungkin 6. Membantu meningkatkan akses dan mutu layanan dukungan, perawatan dan pengobatan ODHA baik di rumah sakit, puskesmas maupun fasilitas berbasis masyarakat lainnya 7. Secara bersama-sama seluruh komponen masyarakat bergerak untuk mencegah semakin meluasnya penularan HIV terutama ke masyarakat umum, ibu, dan bayi.
Tema HAS dari Tahun ke Tahun
2006: Akuntabilitas Tema: STOP AIDS-Tepati Janji (Accountability-STOP AIDS. Keep the Promise) 2005: STOP AIDS-Tepati Janji Tema: STOP AIDS-Tepati Janji 2004: Sudahkah Kau Dengar Aku Hari Ini? Tema: Perempuan, Remaja Putri & HIV/AIDS (Have You Heard Me Today?Women, Girls & HIV/AIDS)
04 KPAnews
1995: Hak Bersama, Tanggung Jawab Bersama (Shared Rights, Shared Responsibilities)
2002: Stigma & Diskriminasi (Stigma & Discrimination)
1994: AIDS & Keluarga (AIDS and the Family)
2001: Saya Peduli... Bagaimana Anda? Tema: Peran Laki-Laki Untuk Cegah HIV/AIDS (I Care... Do You?-Men’s Role in the AIDS Response)
1993: Waktunya Untuk Bertindak! (Time to Act)
2000: AIDS-Lelaki Dapat Membawa Perubahan (AIDS-Men Make a Difference) 1999: Dengar, Belajar, dan Hidup! Tema: Kampanye AIDS Bersama AnakAnak dan Remaja (Listen, Learn, Live! World AIDS Campaign with Children and Young People) 1998: Mari Kita Dorong Perubahan! Tema: Kampanye AIDS Bersama Anak Muda (Force for Change: World AIDS Campaign with Young People)
MEDIA KOMUNIKASI INFORMASI & EDUKASI DARI KITA UNTUK KITA
KOMISI PENANGGULANGAN AIDS
1996: Satu Dunia, Satu Harapan (One World. One Hope)
2003: Tetap Hidup Tegak Tegar Tema: Stigma & Diskriminasi (Stigma & Discrimination-Live & Let Live)
Arti logo HAS 2006 menggunakan logo yang dikembangkan dari tema nasional yang ditetapkan pada tahun 2006 “Stop AIDS: Saatnya Melayani!!” Logo ini menggambarkan bahwa setiap orang bisa terkena HIV dan AIDS. Oleh karena itu setiap orang berkewajiban untuk melakukan tindakan nyata sebagai bentuk kontribusi dalam pengendalian HIV dan AIDS mulai dari diri sendiri dan dilaksanakan sekarang, tanpa menunda-nunda waktu lagi.
1997: Anak-anak yang Hidup di Dunia dengan AIDS (Children Living in A World with AIDS)
EDISI 03/I • DESEMBER 2006
1992: AIDS-Komitmen Masyarakat (AIDS: A Community Commitment) 1991: Mari Berbagi Tantangan! (Sharing the Challenge) 1990: Perempuan & AIDS (Women and AIDS) 1989: Hidup Kita, Dunia Kita-Mari Dukung Satu Sama Lain (Our lives, Our World-Let’s Take Care of Each Other) 1988: Dunia Bersatu Melawan AIDS (A World United Against AIDS)
O
P I N I
Oleh: Ngadnan dan Nurminawati*
K
alau kita perhatikan, melalui banyak perjalanan, program-program penanggulangan HIV/AIDS yang berkembang kini tidak melulu bersifat promotif dan preventif, namun mulai kepada realisasi program care, support, dan treatment (CST). Hal ini memunculkan suatu konsep ”nyeleneh” di benak saya, yaitu menyamakan pekerjaan program (penanggulangan HIV/AIDS, red) ini dengan pekerjaan marketing. Penjelasannya begini. Seseorang, siapapun dia, yang bekerja dalam lingkup bidang ini adalah laiknya seorang penjual yang menjual ”produk”, berupa informasi. Sesuatu yang mungkin sering dilakukan oleh pekerja-pekerja sosial di bidang ini, namun sayangnya bisa jadi belum semuanya secara penuh menyadari bahwa mereka telah melakukan suatu proses ”menjual”. Sama seperti penjualan produk lain, program penanggulangan HIV/AIDS pada akhirnya menumpukan kelangsungan usahanya pada ujung tombak penentu, yakni Pemasaran. Bedanya, program penanggulangan HIV/AIDS tidak menghasilkan laba atau keuntungan finansial pada saat transaksi dilakukan. Namun lebih dari itu, keuntungan pada akhirnya justru dapat dirasakan bagi seluruh segi kehidupan manusia pada umumnya. Dari sisi kesehatan, kita akan sehat dan bebas AIDS. Dari sisi finansial, saat HIV/AIDS tercegah, kita bisa terhindar dari pengeluaran biaya pengobatan. Dari sisi mental, kita bisa lebih menahan diri untuk tidak melakukan tindakan-tindakan berisiko HIV/AIDS, dan sebagainya. Di sisi lain, ketika epidemi dapat dihambat, tugas pemerintah pun menjadi lebih ringan, LSM dan lembaga donor pun merasa puas. Jadi, ternyata program ini sangat profitable, sehingga dapat dikategorikan sebagai investasi jangka panjang. Tapi, sebagai suatu investasi besar, apakah program penanggulangan HIV/AIDS telah menerapkan prinsip ekonomi dalam pengelolaanya? Sudahkah menerapkan strategi pemasaran dalam memasarkan produk sosialnya?
Perlu marketing profesional Marketing profesional dalam program penanggulangan HIV/AIDS sebaiknya mulai dilibatkan agar biaya yang dikeluarkan dapat menghasilkan produk sosial yang diharapkan dan akan menghasilkan margin yang baik, serta agar program ini tidak merugi dalam perjalanannya. Dengan begitu, sinkronisasi antar-program mutlak diperlukan. Keterikatan yang saling memperkuat antara program outreach dan klinik IMS, VCT, ataupun CST diiba-
Menjual
Program
Dalam Produk Sosial ratkan sebagai sebuah showroom yang memasarkan sebuah produk, mutlak memerlukan marketing profesional untuk menciptakan pasar dan merencanakan program pemasaran, serta memelihara pasar yang telah ada (ilmu ini sebaiknya dikuasai dengan baik oleh pelaksana program). Di samping itu, mental dan tanggung jawab petugas lapangan sebaiknya seperti seorang salesman dengan segala beban dan target penjualan padanya. Tentu saja kepada mereka diberikan bonus serta adanya insentif pada setiap prestasi pencapaian target yang mereka peroleh. Semakin tinggi pencapaian mereka maka akan semakin tinggi pula pendapatan mereka, dan sebaliknya, semakin rendah pencapaian maka akan semakin rendah pendapatan mereka. Cara ini juga terbukti menjadi seleksi alami terhadap tenaga yang ada. Usai direkrut, seorang petugas lapangan sebaiknya diberi pembekalan materi sebagai
salesman (sosial) dan diberikan pemahamanpemahaman dasar bagaimana menjual produk (info) sosial di lapangan. Dengan memberi peran petugas lapangan sebagai tenaga penjual, otomatis seorang petugas lapangan harus mempunyai kemampuan andal untuk melakukan teknik-teknik komunikasi agar segmen pasar tertarik untuk membeli produk yang ditawarkan karena produk tersebut dibutuhkan oleh mereka. Jika cara ini terbukti ampuh untuk dunia bisnis, kenapa pola yang sama tidak diadopsi untuk program HIV/AIDS? Bila pola ini dapat diterapkan di klinik IMS-VCT, rasanya tidak berlebihan membayangkan tingkat kunjungan di sana tinggi bak bazaar murah yang digandrungi. *Kedua penulis adalah partner diskusi yang intens, memiliki kepedulian pada program penanggulangan HIV/AIDS dan permasalahan sosial, bermukim di Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau.
MEDIA KOMUNIKASI INFORMASI & EDUKASI DARI KITA UNTUK KITA
EDISI 03/I • DESEMBER 2006
KPAnews KOMISI PENANGGULANGAN AIDS
05
I
S U
S
E K I L A S dokter terlatih untuk ditugaskan di 95 lapas/rutan di seluruh Indonesia. Depkes juga akan menetapkan standar pelayanan kesehatan di lapas/rutan, serta sistem pengadaan dan distribusi metadon, obat-obatan, serta diagnosa yang berkelanjutan di lapas/rutan. Hal itu ditandaskan Dr. Ratna Dewi, Mkes dari Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Depkes RI dalam pertemuan KPA, lembaga donor, Depkes, dan Dephukham belum lama ini. Dalam pertemuan itu pula Dephukham menyatakan telah menetapkan strategi komprehensif penanggulangan HIV/AIDS di lapas/rutan, dan lembaga donor menyatakan kesanggupanya untuk mendukung secara penuh pelaksaan program tersebut. Kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan untuk mendukung program penanggulangan HIV/AIDS di lapas/rutan meliputi antara lain pelatihan Kepala Lapas/Rutan, tenaga medis untuk perawatan ODHA, serta bimbingan teknis untuk VCT, pelayanan metadon, manajemen kasus, dan layanan kesehatan terkait lainnya.
Remaja Putri Lebih Rentan HIV/AIDS
R
emaja putri, khususnya usia 15–19 tahun lebih rentan terinfeksi HIV/AIDS 4 sampai 6 kali lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki. Ini juga dibuktikan dengan semakin banyaknya perempuan dan anakanak yang tertular HIV/AIDS dewasa ini. Menurut Sekretaris KPA Nasional, Dr. Nafsiah Mboi, hal tersebut disebabkan karena ketimpangan jender dan faktor ekonomi. Karena itu, KPA Nasional memandang perlu untuk melibatkan organisasi perempuan dalam setiap kebijakan dan langkah penanggulangan yang dilakukan. Bahkan KPA Nasional akan mengusulkan untuk memasukkan secara khusus masalah perempuan dan kesetaraan jender dalam revisi Strategi Nasional Penanggulangan AIDS. Demikian disampaikan Nafsiah dalam acara pertemuan KPA Nasional dengan organisasi perempuan tingkat nasional dan Tim Penggerak PKK Pusat di Jakarta beberapa waktu lalu. Dalam pertemuan itu organisasi perempuan dan Tim Penggerak PKK Pusat sepakat bahwa penanggulangan AIDS dan narkoba harus menjadi salah satu prioritas dalam agenda kerja masing-masing organisasi.
Nyong dan Nona Peduli AIDS Kupang
M
emperingati Hari AIDS Sedunia, 1 Desember 2006, KPA Kota Kupang berencana mengadakan Pemilihan Nyong dan Nona Peduli AIDS ke-2, Desember ini yang digelar oleh Yayasan Tanpa Batas (YTB). Selain itu, dilakukan pula diskusi panel oleh Forum Pemuda Flores Peduli AIDS Kota Kupang, seminar oleh PKBI
Dokter Terlatih Masuk Lapas/Rutan
D
epartemen Kesehatan RI telah menyanggupi untuk menyediakan tenaga
06 KPAnews
lilin raksasa yang diarak dalam Pawai Lilin
MEDIA KOMUNIKASI INFORMASI & EDUKASI DARI KITA UNTUK KITA
KOMISI PENANGGULANGAN AIDS
EDISI 03/I • DESEMBER 2006
Kota Kupang, pawai oleh Yasmara Kota Kupang, dan nonton bareng film bertema AIDS oleh YBHM kota Kupang. Beberapa waktu sebelum itu, KPA Kota Kupang dan YTB juga menggelar Pawai Lilin dalam Malam Renungan AIDS Nasional yang diikuti oleh LSM Peduli AIDS (Yasmara, YBHM, PKBI), kelompok dampingan, kelompok pelajar SMP/SMA, mahasiswa, dan masyarakat umum. Acara dilepas oleh Asisten I mewakili Walikota dan diterima oleh Ketua KPA Kota Kupang, Jonas Salen, SH, M.Si, di halaman Kantor Walikota Kupang. Acara hiburan diisi oleh kelompok dampingan LSM yaitu: dansa, parodi, paduan suara, dan door prize. Tak hanya itu, KPA Kota Kupang juga mengisi acara dialog interaktif di Radio Ramagong mengenai MRAN dan Program Penanggulangan HIV/AIDS di Kota Kupang.
Data Baru, Semangat Baru
D
ata terbaru Kabupaten Bandung mengungkap warga yang terinfeksi HIV sebanyak 136 orang, AIDS 9 orang, dan 5 orang meninggal akibat AIDS. Data tersebut diperoleh dari YMS, salah satu LSM mitra FHI Jawa Barat. Hal ini terungkap dalam Rapat Pembahasan Finalisasi Rencana Strategi Daerah (Renstrada) Penanggulangan HIV/AIDS Kabupaten Bandung, Rabu (8/11) lalu. Joko Siswanto dari FHI Jawa Barat mengungkapkan pula bahwa risiko penularan HIV di Kabupaten Bandung akan se-
I
S U
S
efektivitas upaya penanggulangan serta untuk meningkatkan kerjasama dengan mitra kerja KPA Nasional lainnya. Sementara Nafsiah menyampaikan penghargaan yang tinggi kepada pemerintah Australia dan menyatakan akan belajar tentang Harm Reduction dari Australia.
Monodistruct Gantikan Jarum Suntik Steril?
P
emerintah sedang menggodok aturan yang akan menganjurkan jarum suntik “pakai langsung rusak” (monodistruct) sebagai salah satu cara untuk mencegah pemakaian jarum suntik bersama-sama di antara pengguna narkoba suntik. Pemakaian jarum suntik bersama ini menjadi penyebab terbesar
E K I L A S penularan HIV di Indonesia sekarang ini. Demikian Menkes, DR. Dr. Siti Fadilah Supari, SpJP, di sela-sela konferensi pers menyambut Hari AIDS Sedunia, Selasa (28/11) di kantor Depkes RI, Jakarta. “Jarum suntik ini begitu dipakai langsung rusak, sehingga ini akan mengurangi peluang pemakaian satu jarum untuk beberapa orang. Ini akan banyak mengurangi kemungkinan penularan HIV,” jelas Menkes. Jarum suntik monodistruct ini, sambung Menkes, rencananya akan menggantikan program pengadaan jarum suntik steril yang sejauh ini masih ditolak beberapa pihak. Namun ia menandaskan bahwa program monodistruct ini masih dalam tahap wacana, masih dalam pembahasan dengan KPA.
P makin mengkhawatirkan karena secara geografis Kota Bandung berbatasan langsung dengan Jatinangor. Di Jatinangor terdapat komunitas etnis tertentu yang prilaku seksualnya berisiko menularkan HIV. Ditambah, mobilitas kelompok berisiko dari Kota Bandung dan Jatinangor yang dapat dengan cepat berpindah ke wilayah-wilayah lain di Kabupaten Bandung. Namun demikian, dalam rapat tersebut tumbuh semangat baru. Semua peserta menyatakan akan lebih mengintensifkan langkah strategis dalam penanggulangan HIV/AIDS di Kabupaten Bandung.
Australia Dukung Terus Indonesia
P
emerintah Australia melalui duta besarnya untuk Indonesia, H.E Bill Farmer, mengungkapkan keinginannya untuk terus meningkatkan dukungan terhadap upaya penanggulangan AIDS di Indonesia, melalui kerja sama yang lebih erat dengan Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Nasional. Perhatian terhadap Papua juga akan lebih ditingkatkan sejalan dengan fakta bahwa HIV/AIDS di Tanah Papua telah masuk di dalam keluarga. Bill Farmer menyatakan itu dalam pertemuan terbatas dengan Sekretaris KPA Nasional, Dr. Nafsiah Mboi, di Kantor Kedutaan Besar Australia Jl. Rasuna Said, Jakarta Selasa (17/10) lalu. Lebih lanjut, Bill Farmer juga menyatakan keinginannya untuk bekerja lebih dekat dengan KPA Nasional untuk meningkatkan
R O F I L
Dr. Nadyar, MPH STAF KHUSUS SEKRETARIAT KPA NASIONAL
“... Maka Sebagian
Generasi Kita Akan Hilang” S
iapa yang tidak risau melihat perkembangan epidemi HIV/AIDS di dunia? Selain kebanyakan korbannya adalah pemuda, epidemi ini sekarang sudah mengancam keluarga, termasuk di dalamnya anak-anak. Salah satu yang merisaukan itu adalah Dr. Nadyar, MPH, Staf Khusus di Sekretariat KPA Nasional. Bagaimana tidak? “Kalau kita tidak melakukan upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS ini dengan sebaik-baiknya, maka sebagian generasi kita akan hilang,” katanya. Kondisi itulah yang memberikan spirit bagi Nadyar untuk terjun langsung dalam berperang melawan HIV/AIDS di Indonesia. KPA, bagi ayah 3 anak dan kakek 5 cucu ini, dianggapnya sebagai tempat yang tepat untuk melakukan apa yang harus dilakukannya. Targetnya adalah membagi pengalaman kepada rekan-rekannya di KPA agar terdorong semangatnya dalam menanggulangi HIV/AIDS. Nadyar memang memiliki segudang pengalaman dalam hal pelayanan kesehatan. Dari bergabung ke dalam Korps
Sukarelawan Dwikora (1964-1968), kemudian masuk di Depkes RI (1968-1998) bertugas di Kepulauan Riau 26 tahun dan Sulawesi 6 tahun, hingga KPA Nasional (2003). Dan ia tak puas dengan itu semua. Karena itu Nadyar tetap akan mengobarkan semangatnya meski ia sudah pensiun dari KPA. “Sepanjang saya masih bisa memberikan sesuatu kepada masyarakat, akan saya lakukan,” tandas pria asal Maninjau, Sumatera Utara ini. Lahir: Maninjau, Sumut, 12 Oktober 1958 Pendidikan: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, School of Public Health University of Hawaii, Tropical Medicine-University of Mahidol, Bangkok Riwayat Pekerjaan: Korps Sukarelawan Dwikora (1964–1968) Departemen Kesehatan RI (1968–1989) Komite Ahli Gerakan Terpadu Nasional TBC Depkes RI Staf Ahli Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (2003) MEDIA KOMUNIKASI INFORMASI & EDUKASI DARI KITA UNTUK KITA
EDISI 03/I • DESEMBER 2006
KPAnews KOMISI PENANGGULANGAN AIDS
07
I
S U
K
H U S U S
‘Menyehatkan’ Layanan Kesehatan untuk ODHA Diskriminasi terhadap ODHA yang bahkan dilakukan oleh penyedia layanan kesehatan masih juga terjadi. Mengapa?
I
ronis memang. Sementara kasus HIV/AIDS sudah ditemukan hampir di seluruh kabupaten/kota di Indonesia, penyedia layanan kesehatan masih banyak pula yang melakukan diskriminasi untuk orang dengan HIV/AIDS (ODHA). Hal tersebut terungkap dalam laporan penelitian partisipatif berjudul “ODHA dan Akses Pelayanan Kesehatan” yang dipaparkan baru-baru ini di Jakarta. Satu contoh, sebuah focus group discussion yang diselenggarakan di Bandung, Jawa Barat, misalnya, menguak adanya seorang pasien yang ingin berobat untuk tuberkulosa ke sebuah klinik, tidak dihiraukan oleh penyedia layanan kesehatan karena status HIV-nya. Contoh lain, kalau kita sempat menonton acara KickAndy! di Metro TV beberapa waktu lalu, seorang ODHA yang hendak memeriksakan giginya diping-pong oleh beberapa klinik dan rumah sakit. Asisten Hubungan Masyarakat Sipil UNAIDS Indonesia, Rico Gustav, dalam press release yang diterima KPAnews mengatakan bahwa kurangnya pengetahuan penyedia layanan kesehatan terhadap HIV dan AIDS serta pengertian dan etika mengenai hal-hal yang bersangkutan dengan epidemi ini di Indonesia merupakan salah satu hambatan utama akses terhadap pelayanan kesehatan bagi ODHA di Indonesia. “Selain tidak tahu dan tidak mengerti, juga tidak ada insentif yang mendorong mereka untuk mencari tahu lebih banyak,” kata Rico. Kurangnya insentif ini misalnya diakibatkan oleh proses pembukuan pengobatan HIV yang masih di luar dari mekanisme pelaporan medis yang biasanya, sehingga menambah pekerjaan. Penelitian yang difasilitasi oleh Program Bersama Perserikatan Bangsa Bangsa (UNAIDS) dan Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) ini juga menyimpulkan pentingnya akses terhadap pelayanan pengobatan, perawatan, dan dukungan untuk HIV/AIDS.
Kesiapan Bagaimana sebenarnya kesiapan penyedia layanan kesehatan di Indonesia terhadap
08 KPAnews
Acara KickAndy! di Metro TV dengan topik Jangan Bedakan Kami, dalam Rangka Hari Aids Sedunia 2007
penanganan ODHA? Menurut Dirjen Bina Pelayanan Medik Depkes RI, Farid W. Husain, pelayanan kesehatan bagi ODHA merupakan hal yang penting dilakukan oleh setiap rumah sakit. Dan pelayanan tersebut harus bersifat komprehensif, holistik, dan berkesinambungan. Namun diakui Farid, terdapat beberapa kendala untuk menjalankan hal tersebut. Sebut saja tenaga medis yang masih melakukan stigma dan diskriminasi terhadap ODHA, tidak meratanya sarana pelayanan kesehatan HIV/AIDS di sejumlah daerah, belum adanya jaminan kualitas pelayanan kesehatan bagi ODHA, dan berbagai masalah medis yang belum memiliki pedoman penatalaksanaan yang baku. Sampai Oktober 2006, di Indonesia tercatat 148 rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan bagi ODHA, dan 75 di an-
Rumah Sakit Rujukan untuk ODHA
R
umah sakit rujukan untuk ODHA ditetapkan pertama kali di Indonesia tahun 2004 sebanyak 25 rumah sakit (pemerintah dan swasta) di 13 provinsi dengan dasar SK Menkes No. 781/VII/2004. Di tahun 2006 ini ditetapkan lagi 50 rumah sakit tambahan sebagai rujukan untuk ODHA dengan dasar SK Menkes No. 832/X/2006. Dan di tahun 2007 nanti direncanakan akan ditambah 400 rumah sakit lagi. Sebuah rumah sakit ditetapkan menjadi rumah sakit rujukan ODHA jika memenuhi persyaratan seperti: 1. Prevalensi HIV/AIDS yang tinggi di
MEDIA KOMUNIKASI INFORMASI & EDUKASI DARI KITA UNTUK KITA
KOMISI PENANGGULANGAN AIDS
taranya adalah rumah sakit rujukan ODHA. Depkes RI telah melakukan pelatihan VCT, CST, laboratorium, pencatatan, dan pelaporan kepada para tenaga medis di rumah sakit-rumah sakit tersebut. Saat ini Depkes juga tengah merencanakan pengembangan sekitar 400 rumah sakit rujukan baru terutama di kabupaten/kota dengan kasus AIDS yang tinggi. Tak hanya itu, Depkes juga akan melakukan monitoring dan evaluasi bagi pelayanan medis yang telah dijalankan, menyusun kebijakan tentang jaminan mutu pelayanan rumah sakit rujukan ODHA, dan melakukan kerjasama dengan LSM lokal dan asing dalam memberikan pelayanan dan pelatihan. Tentu saja, dengan kesiapan seperti itu, diharapkan, stigma dan diskriminasi terhadap ODHA yang dilakukan oleh tenaga medis kita tak bakal lagi ditemu.
EDISI 03/I • DESEMBER 2006
daerah kerja rumah sakit tersebut 2. Memiliki sarana dan prasarana untuk perawatan HIV/AIDS 3. Tenaga medis telah dilatih untuk VCT, CST, laboratorium, monitoring dan egaluasi, serta farmasi 4. Memiliki 4 pelayanan dasar (bedah, penyakit dalam, anak, dan kandungan/kebidanan) 5. Mampu memberikan pelayanan khusus dan komprehensif bagi ODHA (VCT, ARV, PMTCT, infeksi oportunistik, dan penunjang—laboratorium, gizi, perawatan) 6. Memiliki tim khusus/pokja HIV/AIDS.
M Indonesia HIV/AIDS Prevention and Care Project (IHPCP)
Sebuah
Alamat IHPCP:
Kepedulian
dari Australia
I
ndonesia merupakan salah satu negara dengan pertumbuhan epidemi HIV tertinggi di dunia. Hal ini lantaran adanya kombinasi penularan lewat hubungan seks tidak aman dan penggunaan narkoba suntik. Dengan pertumbuhan epidemi yang demikian cepat, maka banyak pihak internasional meletakkan perhatian pada negeri kita ini. Salah satunya adalah pemerintah Australia dengan membentuk Indonesia HIV/AIDS Prevention and Care Project (IHPCP). IHPCP adalah sebuah bentuk kemitraan antara Pemerintah Indonesia dan Australia untuk mengatasi penyebaran dan dampak HIV/AIDS di Indonesia. Mulai bekerja sejak 1995, IHPCP mendukung usaha-usaha yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat sipil Indonesia untuk mengontrol penyebaran dan dampak HIV/AIDS. Termasuk di dalamnya adalah beragam kegiatan yang dimaksudkan untuk mengurangi infeksi-infeksi baru akibat transmisi seksual dan penggunaan narkoba suntik, serta mengembangkan akses ke layanan-layanan perawatan, dukungan dan pengobatan. Bekerja sama dengan Komisi Penanggulangan AIDS (KPA), IHPCP mendukung kegiatan-kegiatan di tingkat nasional dan juga di Bali, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Papua. Usaha-usaha yang dilakukan sangat difokuskan pada peningkatan kerjasama antara pemerintah, LSM dan sektor swasta untuk memastikan respons yang efektif dan berkesinambungan terhadap epidemi HIV/AIDS di Indonesia.
Tindakan cepat Situasi epidemi HIV/AIDS di Indonesia berkembang sangat cepat melebihi kecepatan upaya-upaya penanggulangannya. Karena itu dibutuhkan pula tindakan yang cepat untuk mencegah eskalasi epidemi HIV/AIDS sampai ke tingkat umum. Untuk itulah Pemerintah Australia dan UNDP (United Nation Development Programme)
I T R A
baru-baru ini menandatangani sebuah perjanjian yang dapat memastikan IHPCP untuk memperluas kegiatan pencegahan dan perawatan HIV/AIDS. Dana yang digunakan berasal dari Indonesia Partnership Fund (IPF). IPF merupakan suatu mekanisme bagi Indonesia dan juga para mitra eksternalnya untuk bersamasama memonitor dan menyediakan sumber
Kantor Kementrian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No. 3 Jakarta Pusat 10110, Tlp. 021-350-5561, Fax: 021-350-5564, PO Box 3271, JKP 10032 Indonesia. E-mail:
[email protected] daya di bawah satu kerangka kerja operasional. IPF dirancang untuk mendukung usahausaha di bawah Strategi Nasional untuk secara efektif dan cepat memperluas respons nasional terhadap epidemi HIV/AIDS. IPF akan dikelola oleh Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Nasional, dengan dukungan manajemen keuangan dari UNDP dan koordinasi teknis dari UNAIDS.***
UJUNG TOMBAK Ade Erfansyah, AMd Kep Administration Officer (AO) KPA Kota Samarinda Lahir : Tarakan, 23 Desember 1981 Pendidikan : D III Keperawatan di Politeknik Kesehatan Samarinda Kaltim Alamat : Kestari Lentera Mahakam, Jl. Pramuka Kompleks Perum P dan K Blok F No. 67, Samarinda 75123
Fatmawati, S.Pd Project Officer (PO) KPA Kota Samarinda Lahir : 17 Februari 1980 Pendidikan : Jurusan Sejarah Fakultas Sastra, Universitas Negeri Malang Alamat : Jl. Imam Bonjol Gang 79 RT V No. 39 Samarinda
Rencana Program KPA Kota Samarinda
Penguatan internal KPAD Pembentukan Pokja/Adhoc Penyusunan Restra Mobilisasi instansi/dinas dan LSM terkait Monitoring dan evaluasi program Rapat koordinasi secara berkala Mengembangkan pusat informasi AIDS kota Melakukan pelaporan dan advokasi
Hambatan di Lapangan 1. Komitmen birokrasi yang terkesan lambat merespons permasalahan, sehingga sosialisasi susunan kepengurusan KPAD
Motivasi masuk KPA: “Sebaiknya kita sedapat mungkin mengoptimalkan segenap potensi yang ada untuk meminimalisir penyebaran AIDS di Kalimantan Timur, terutama di Samarinda sebagai ibu kota provinsi”. Motivasi masuk KPA: “Kepedulian terhadap generasi muda sebagai penerus bangsa yang menjadi ODHA dan OHIDA yang cukup signifikan di Indonesia, dan meningkatkan kemampuan diri serta kepedulian terhadap permasalahan sosial yang dihadapi oleh ODHA dan OHIDA”. belum dilakukan secara maksimal, belum dibuatnya restra program KPAD yang komprehensif 2. Sarana dan prasana yang kurang representatif (sekretariatan belum ada, download data via internet masih di warnet, telepon dan faks masih ke Telkom pusat) Solusi 1. Melakukan advokasi kepada pihak-pihak yang terkait dalam bentuk audensi sehingga persiapan presentasi mutlak dilakukan 2. Melakukan inventarisasi personal dan lembaga yang memiliki kepedulian terhadap masalah AIDS di Kota Samarinda 3. Melakukan kerjasama dalam sebuah manajemen team work yang solid MEDIA KOMUNIKASI INFORMASI & EDUKASI DARI KITA UNTUK KITA
EDISI 03/I • DESEMBER 2006
KPAnews KOMISI PENANGGULANGAN AIDS
09
I
S U
Sekretaris KPA Nafsiah Mboi (berbaju hijau) menjadi salah satu nara sumber di acara KickAndy! Metro TV
Hari AIDS Sedunia DI INDONESIA Sebar Sejuta Flyer, Cegah Sejuta HIV Baru
M
enyambut Hari AIDS Sedunia (HAS), Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) menggelar kampanye penyebaran satu juta flyer berisi informasi HIV/AIDS di seluruh Indonesia, Jumat (1/12). Di Bundaran HI Jakarta, sebagai pusat penyebaran, penyebaran dipimpin Menteri Kesehatan RI sekaligus Wakil Ketua KPA Nasional, DR. Dr. Siti Fadilah Supari, SpJP, dan didampingi oleh Meneg Pemberdayaan Perempuan, Prof. Dr. Meutia Hatta Swasono, Menpora, Adyaksa Dault, serta Sekretaris KPA Nasional Dr. Nafsiah Mboi, SpA, MPH. Lebih dari 300 orang dari berbagai elemen masyarakat berkumpul di Bundaran HI untuk ikut serta menyebarkan flyer. Dr. Nafsiah Mboi menjelaskan, kampanye sebar satu juta flyer ini merupakan simbol dari upaya pemerintah bersama-sama dengan semua elemen masyarakat untuk menghentikan terjadinya satu juta infeksi HIV baru dalam 10 tahun ke depan. “Jika kita tidak melakukan upaya penanggulangan yang lebih intensif dan menyeluruh, maka kita akan menyaksikan tambahan satu juta orang yang terinfeksi HIV pada tahun 2015, termasuk 350.000 di antaranya meninggal karena AIDS,” jelas Nafsiah. Selain menyebar satu juta flyer, KPA juga mengadakan kampanye anti HIV/AIDS dengan berbagai program seperti talk show di radio dan televisi, pemutaran film tentang HIV/AIDS, seminar, dan penayangan iklan layanan masyarakat di media massa.
10 KPAnews
Bagi-bagi Mawar Merah di Solo
A
ksi damai memperingati HAS dilakukan oleh ratusan aktivis jaringan LSM peduli AIDS dan puluhan waria di Solo, Jumat (1/12). Selain berorasi tentang pentingnya menanggulangi epidemi AIDS, mereka juga menggelar happening art, membagikan bunga mawar merah, serta membagikan flyer dan stiker tentang HIV/AIDS. Dalam siaran persnya, jaringan LSM peduli AIDS di Surakarta menyatakan keprihatinannya tentang perkembangan kasus HIV/AIDS di Jawa Tengah umumnya dan di Solo khususnya. Di Jateng, dari 234 orang yang terinfeksi HIV, 100 di antaranya mengalami AIDS dan 53 di antaranya sudah meninggal dunia. Sementara di Solo, dalam kurun waktu 2002-2005, 25 orang dinyatakan HIV positif dan 26 orang AIDS, dan 8 di antaranya telah meninggal dunia. Karena itulah maka jaringan LSM Peduli AIDS Surakarta menyerukan semua pihak untuk lebih peduli dan bersatu melawan epidemi AIDS sesuai dengan peran masingmasing.
Pengobatan Gratis di Bandar Lampung
P
ekerja seks komersial (PSK) termasuk kelompok risiko tinggi tertular penyakit menular seksual (PMS) dan HIV. Celakanya, masih banyak PSK yang tidak secara rutin
MEDIA KOMUNIKASI INFORMASI & EDUKASI DARI KITA UNTUK KITA
KOMISI PENANGGULANGAN AIDS
EDISI 03/I • DESEMBER 2006
U
T A M A
memeriksakan kesehatan mereka. Inilah yang mendorong Saburai Support Group (SSG), kelompok dampingan penderita HIV/AIDS di Lampung, bekerjasama dengan KPA Bandarlampung akan melaksanakan program pemeriksaan dan pengobatan gratis bagi para PSK di Bandarlampung mulai Januari 2007. “Direncanakan, program ini akan berjalan tiga tahun ke depan. Selain para PSK, juga bagi para waria dan pecandu narkoba,” ujar aktivis SSG, Aji Vespa, Senin (27/11). Banyak PSK dan mereka yang berisiko tertular HIV dan PMS lainnya, kata Aji, tidak secara rutin memeriksakan diri atau berobat karena kurang mampu secara ekonomi atau karena malu dan merasa bersalah. Data menyebutkan, dari 138 orang terinfeksi HIV di seluruh Lampung, 18 di antaranya adalah perempuan dan 2 anak-anak. Dari 18 perempuan itu, 3 orang pemakai narkoba jarum suntik dan 13 lainnya adalah ibu rumah tangga.
Jalan Santai AIDS Sekitar 8000 orang mengikuti jalan santai AIDS Walk yang dilepas dari Parkir Barat Senayan Jakarta, Minggu (26/11) oleh Wapres Jusuf Kalla. Acara yang digelar oleh Yayasan AIDS Indonesia ini diikuti oleh berbagai kalangan masyarakat, seperti pelajar, mahasiswa, karyawan, profesional, dan LSM sejabotabek. Mereka berjalan mengelilingi Senayan, Plaza Barat, Gelora Bung Karno, Jl. Asia Afrika, Jl. Sudirman, Semanggi, hingga Jl. Pemuda. Dalam sambutannya, Wapres mengingatkan bahwa kasus HIV/AIDS di Indonesia semakin hari semakin meningkat. Karena itu ia mengajak masyarakat untuk mencegah epidemi ini berkembang semakin luas. Kalla juga mengimbau masyarakat untuk tidak melakukan stigma dan diskriminasi terhadap ODHA. AIDS Walk dimeriahkan pula oleh hiburan musik dan dance serta diikuti oleh konvoi ratusan mobil dan motor mengelilingi Jakarta. Selain itu, acara tersebut juga dihadiri oleh Ketua MPR, Hidayat Nur Wahid dan Menhukham, Hamid Awaludin.
I Sambungan dari halaman 01 hun 2004. Jumlah infeksi baru tercatat 4,3 juta—meningkat 400 ribu lebih dari 2004. Peningkatan paling tajam terjadi di Asia Timur, Eropa Timur, dan Asia Tengah. Sementara itu, kematian akibat AIDS di tahun 2006 ini tercatat sebanyak 2,9 juta jiwa. Di negeri ini sendiri, data dari Departemen Kesehatan RI menunjukkan, sampai akhir September 2006 secara kumulatif kasus AIDS berjumlah 6987, dan yang terinfeksi HIV secara kumulatif berjumlah 4617 orang. Hal ini menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan setiap tahun. “Walaupun demikian, kita semua sangat yakin bahwa jumlah yang sebenarnya bisa jadi berpuluh kali dari jumlah ini, mengingat fenomena gunung es dari penyakit ini,” kata Aburizal. Keprihatinan kita akan kian mendalam dengan kenyataan bahwa laju penyebaran infeksi HIV di Indonesia merupakan salah satu yang tercepat di dunia. Apalagi mengingat Indonesia merupakan salah satu negara berpenduduk terpadat di dunia. Ditambah, 90% penduduk mudanya atau berusia produktif berisiko terserang HIV/AIDS; dari pengguna narkoba jarum suntik (injecting drugs user/IDU) hingga pelanggan wanita/waria penjaja seks. ”Bila kita tidak secara serius menangani upaya pengendalian HIV dan AIDS ini secara bersama-sama, bisa saja terjadi kemungkinan”loss of generation” dari bangsa Indonesia di masa mendatang dan juga menurunnya daya saing dalam tenaga kerja yang produktif dan berkualitas,” tandas Aburizal.
Pekerjaan bersama Jadi, harus putus asakah kita? Tentu saja jawabnya “tidak”. Karena itulah gunanya peringatan Hari AIDS Sedunia (HAS) setiap tahun, agar setiap penduduk planet ini ingat, peduli, dan sadar, bahwa ada sebuah pekerjaan berat yang harus dikerjakan secara bersama-sama dengan penuh komitmen. Seperti diketahui, dunia telah bersepakat melalui penandatanganan UNGASS 2001 dan Millenium Development Goals 2003 dalam menentukan target pengendalian penyebaran infeksi ini akan turun secara bermakna pada tahun 2015. Dari dalam negeri, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pun melontarkan komitmennya dalam mendukung upaya pengendalian HIV/AIDS di Indonesia sesuai komitmen internasional dan nasional yang telah disepakati. ”Saya menyerukan dan mengajak sege-
S U
nap pimpinan pemerintah dari tingkat pusat hingga daerah untuk melaksanakan komitmen tersebut secara sungguh-sungguh dan terpadu, serta meningkatkan kemauan politik dan kepemimpinan yang kuat untuk mengatasi kompleksitas permasalahan HIV dan AIDS di negeri kita bersama-sama dengan pihak swasta, tokoh agama, tokoh masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, lembaga pemerintahan, lembaga donor, lembaga PBB, dan masyarakat umum, termasuk orang yang hidup dengan HIV dan AIDS (ODHA),” seru Presiden. Presiden mengajak masyarakat untuk bersama-sama bertindak mulai dari diri sendiri, keluarga, lingkungan kerja, dan masyarakat, serta melaksanakan mulai sekarang juga, sebelum semuanya menjadi lebih terlambat.
K
H U S U S
Dunia internasional saat ini sedang melirik Indonesia, di mana penduduknya sangat banyak dan mobil sehingga berpotensial menyebar HIV/AIDS baik di dalam negeri sendiri maupun ke luar negeri. Jika negeri ini terinfeksi, maka seluruh dunia bisa terancam. Untuk itu, inilah waktunya untuk “Stop AIDS: Saatnya Melayani!!” Saling melayani atau memberi dukungan terhadap semua orang maupun terhadap diri sendiri untuk tidak bertindak yang berisiko menyebarkan HIV. Kalau tidak, maka bisa-bisa kekhawatiran almarhum Jonathan Mann, mantan Direktur Global Programme on AIDS WHO, benarbenar terjadi. “The next time bomb will be Asia!” kata Jonathan suatu ketika kepada Sekretaris KPA Nasional, Nafsiah Mboi.
HAS di Mata Mereka Baby Jim Aditya
Andi F Noya,
PARTISAN CLUB
PRAKTISI MEDIA
H
ari AIDS Sedunia, kalau hanya diperingati secara seremonial dan tidak menambah pengetahuan apalagi tidak mengubah perilaku, saya pikir tak akan ada gunanya. Kemeriahan ritual penyambutan Hari AIDS tidak ada kaitannya dengan perubahan perilaku. Cuma menghabiskan biaya, waktu, dan tenaga. Padahal di sisi lain, masalah sebenarnya yang kita hadapi sangat serius, lebih dari sekadar seremonial. Karena itu saya selalu bilang, ini harus selalu dikaitkan dengan pendidikan, sikap hidup, konstruksi sosial yang belum adil terhadap kelompok-kelompok rentan, dan juga tentu keberpihakan pemerintah terhadap masalah ini. Jadi, yang dilakukan haruslah komprehensif, tak cuma dari LSM saja atau pemerintah saja. Kita (baca: LSM, red) tidak pernah berhenti bekerja. Peringatan Hari AIDS kan hanya setahun sekali. Dan seperti yang kita lihat, pada minggu kedua-ketiga November, semua sibuk, termasuk media massa. Tapi setelah lewat minggu pertama Desember, semua lenyap. Jadi, sudah saatnya kita semua harus memerankan diri kita sesuai apa yang bisa kita kerjakan. Pemerintah, LSM, media massa, dan masyarakat.
P
eringatan Hari AIDS itu perlu tapi jangan cuma seremonial. Kita lihat, pejabat-pejabat ramai di depan kamera pada saat mendekati Hari AIDS, tapi setelah itu hilang, dan diganti dengan kegiatan-kegiatan yang dilakukan LSM—yang tidak bergema karena media massa tidak meliput. Tapi mari kita lihat sisi positifnya. Bahwa tampilnya mereka (para pejabat, red) ikut mendorong dan memberi spirit. Mungkin durasinya memang pendek—sebulan saja. Tapi yang sebulan itu bisa jadi merupakan suntikan buat masyarakat agar tetap ingat bahwa kita punya pekerjaan rumah yang besar. Karena ternyata kan faktanya masih banyak pihak yang seharusnya memberikan penjelasan tentang penyakit ini justru terkesan menghindar atau memberikan informasi yang salah. Padahal sosialisasi sudah terus menerus dilakukan. Nah, ini justru menjadi tantangan kita bersama, bahwa pekerjaan masih banyak menunggu di depan mata. Jangan berpikir semua orang atau bahkan dokter tahu dan mau tahu masalah ini. Belum. Ternyata kenyataannya tidak seideal yang kita bayangkan. MEDIA KOMUNIKASI INFORMASI & EDUKASI DARI KITA UNTUK KITA
EDISI 03/I • DESEMBER 2006
KPAnews KOMISI PENANGGULANGAN AIDS
11
G
ISU MANCA P
KOMISI PENANGULANGAN AIDS
Prancis Obral Kondom
emerintah Prancis menyatakan akan mengobral 10 juta kondom di 20 ribu lokasi di Prancis. Kondom tersebut akan dihargai 20 sen Euro atau sekitar 250 rupiah per buah. Menteri Kesehatan Prancis, Xavier Bertrand, mengatakan program ini bertujuan untuk meningkatkan keamanan dalam kebiasaan berhubungan seks masyarakat Prancis, sehingga mengurangi penyebaran HIV. Kondom-kondom tersebut rencananya akan dijual di tempat-tempat tertentu seperti SMU, kelab malam, rumah sakit, toko-toko obat dan apotek, serta toko-toko rokok.
Departemen Kesehatan RI
A L E R I
HARI AIDS SEDUNIA 2006
KAMPANYE SEBAR SATU JUTA FLYER BUNDARAN HOTEL INDONESIA 1 DESEMBER 2006
Program kampanye ini dibuka oleh Menteri Kesehatan dan didampingi oleh Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, Menteri Negara Pemuda dan Olah Raga serta Sekretaris KPA. Acara ini dimeriahkan juga dengan hadirnya sejumlah artis Ibukota
Annan Tuntut Para Pemimpin Dunia
S
epuluh tahun terakhir, dunia mulai bergerak dengan serius untuk menghambat laju penyebaran HIV/AIDS. Kita tidak boleh membiarkan berbagai kemajuan yang kita telah capai menjadi sia-sia. Demikian Sekjen PBB, Kofi Annan, saat menyambut Hari AIDS sedunia di markas besar PBB New York baru-baru ini. Tantangannya sekarang, kata Annan, adalah untuk memegang seluruh janjijanji yang telah dibuat, termasuk juga Tujuan Pembangunan Milenium (MDG) yang telah disetujui oleh seluruh pemerintahan di dunia, untuk menghentikan dan mulai memutar balik laju penyebaran HIV sebelum 2015. “Para pemimpin harus bertanggung jawab dan harus diminta pertanggungjawabannya oleh kita semua,” seru Annan.
Aturan AS Masih Diskriminatif
P
residen AS, George W Bush, mengeluarkan perintah untuk melonggarkan larangan bagi pendatang dari luar AS yang terinfeksi HIV masuk ke negara tersebut tanpa izin khusus. Demikian San Fransisco Chronicle melaporkan, Sabtu (2/12). Di tahun 1993, Kongres mengeluarkan aturan yang melarang orang asing yang HIV positif mendapatkan visa atau kewarganegaraan. Dengan peraturan baru yang diajukan Bush nanti, orang dengan HIV akan mendapatkan izin khusus masuk AS untuk urusan bisnis atau visa kunjungan selama 60 hari. Tapi tetap saja hal ini mendapat tentangan dari berbagai pihak. Direktur Eksekutif Physicians for Human Rights, Leonard Rubenstein, mengatakan, “Ini adalah sebuah langkah maju dari diskriminasi dan kebijakan yang tidak pantas, tapi langkahnya tetap saja tidak jauh,” katanya.
12 KPAnews
J Karena Aku
BELUM MENGERTI Sutradara: Daniel Iman Pemain: Fauzi Baadilah, Mesti, Laras, Tere, Harsya Produksi: Komisi Penanggulangan Aids (KPA)
P
enyampaian pesan lewat film bisa dikatakan lebih efektif dibanding media lainnya, lantaran sifatnya yang audio-visual. Untuk itulah KPA membuat film VCD yang khusus diproduksi untuk kampanye HIV/AIDS ini. Film yang berdurasi 45 menit ini mengisahkan tentang Ari yang cemas karena
MEDIA KOMUNIKASI INFORMASI & EDUKASI DARI KITA UNTUK KITA
KOMISI PENANGGULANGAN AIDS
E D A
EDISI 03/I • DESEMBER 2006
orang-orang di sekitarnya ternyata ODHA. Salah satu tetangganya terkena AIDS, juga seorang teman sekantornya. Ani, teman lama yang menjadi pacarnya, ternyata juga terinfeksi HIV. Akibat ketidaktahuannya, kecemasan Ari kian bertambah karena ia telah berciuman bibir dengan Ani. Akhirnya Ari memeriksakan diri, dan kekhawatirannya pun hilang setelah diketahui ia tidak tertular HIV. Sebagai film edukasi, pesannya memang bisa mudah sampai ke penonton sasaran. Bagi yang berminat pada film ini, untuk kebutuhan edukasi bisa mendapatkan di kantor KPA ***