i
HUBUNGAN KESESUAIAN PROGRAM CSR PT HOLCIM INDONESIA TBK DENGAN TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT DI KECAMATAN KLAPANUNGGAL KABUPATEN BOGOR
TAZKIYAH SYAKIRA ALKAFF I34120088
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
ii
iii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Hubungan Kesesuaian Program CSR PT Holcim Indonesia Tbk dengan Tingkat Partisipasi Masyarakat di Kecamatan Klapanunggal Kabupaten Bogor” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2016
Tazkiyah Syakira Alkaff NIM I34120088
iv
v
ABSTRAK
TAZKIYAH SYAKIRA ALKAFF. Hubungan Kesesuaian Program CSR PT Holcim Indonesia Tbk dengan Tingkat Partisipasi Masyarakat di Kecamatan Klapanunggal Kabupaten Bogor. Di bawah bimbingan MURDIANTO. Agar suatu perusahaan dapat terus sustain, keseimbangan perusahaan dengan pihak lain harus tetap dijaga. Salah satunya melalui hubungan antarpihak yang baik melalui implementasi program CSR dengan mempertimbangkan kesesuaian program tersebut dengan kebutuhan masyarakat. Selain itu, dibutuhkan partisipasi aktif dari stakeholders yaitu masyarakat sebagai sasaran program. Dengan menerapkan falsafah triple-bottom line diharapkan agar keberadaan PT Holcim dapat bermanfaat dan dapat dirasakan oleh pemangku kepentingan dari semua kalangan. Penelitian ini dilakukan guna menganalisis kesesuaian program dan hubungannya dengan tingkat partisipasi masyarakat, dan bagaimana kemanfaatan program itu sendiri bagi masyarakat. Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini ialah pendekatan kuantitatif yang didukung oleh pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa program CSR PT Holcim Indonesia Tbk memiliki kesesuaian yang tinggi, begitu pula dengan tingkat partisipasi masyarakatnya. Selain itu, diketahui pula bahwa program tersebut memberikan manfaat yang sedang bagi masyarakat, di bidang ekonomi maupun sosial. Terdapat hubungan di antara kesesuaian lokasi pelaksanaan program dengan tingkat partisipasi pada tahap perencanaan, dan hubungan antara kesesuaian materi program dengan tingkat partisipasi pada tahap pelaksanaan. Sementara itu, kesesuaian program dengan tingkat partisipasi tahapan lainnya tidak terdapat hubungan. Pada kemanfaatan sosial program terdapat hubungan hanya dengan tingkat partisipasi tahap evaluasi saja. Kemudian pada kemanfaatan ekonomi program, tidak terdapat hubungan antara tingkat partisipasi dengan tahap apapun. Kata kunci:
Corporate Social Responsibility, kesesuaian program, partisipasi, kemanfaatan program
ABSTRACT TAZKIYAH SYAKIRA ALKAFF. The relation of PT Holcim Indonesia Tbk CSR program’s compatibility with community participation level at Klapanunggal district. Under guidance of MURDIANTO. In order to keep the sustainability of a company, the balance between the company and other’s needs to be maintained. This can be done by many ways, one of them is by keeping good relation among all parties through the CSR implementation with a brief consideration between the program’s suitability with community’s needs. Moreover, an active participation from the stakeholders, in this case; the community as the program’s target, is an essential matter. By
vi
implementing triple-bottom line’s philosophy, PT Holcim expected to be beneficial and perceived by all kind of stakeholder. This study was conducted to analyze the compatibility of the program and its relationship with the level of community participation, and how beneficial the program to the society. A quantitative research approach is used in this study, supported by qualitative approach. This study results indicate that PT Holcim Indonesia Tbk CSR program’s compatibility is high, as well as community’s participation level. Moreover, the program’s provide a moderate benefit towards community, in economic sector nor social. There’s a relation between program’s location compatibility with planning stage of participation, and relation between program’s material compatibility with implementation stage of participation. Meanwhile, the compatibility of the program with other stage of participation has no relation at all. In program’s social benefit, there is a relation with only evaluation stage of participation. Thereafter, the program’s economic benefit has no relation with any stage of participation. Keywords:
Corporate Social Responsibility, participation, program’s benefit
program’s
compatibility,
vii
HUBUNGAN KESESUAIAN PROGRAM CSR PT HOLCIM INDONESIA TBK DENGAN TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT DI KECAMATAN KLAPANUNGGAL KABUPATEN BOGOR
TAZKIYAH SYAKIRA ALKAFF I34120088
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
viii
x
xi
PRAKATA Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan yang Maha Esa Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “Hubungan Kesesuaian Program CSR PT Holcim Indonesia Tbk dengan Tingkat Partisipasi Masyarakat di Kecamatan Klapanunggal Kabupaten Bogor” ini dengan baik. Skripsi ini ditujukan untuk memenuhi syarat perolehan gelar sarjana pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Penerapan Corporate Social Responsibility di Indonesia sudah diatur oleh regulasi melalui UU No. 40 sejak tahun 2007. Meskipun begitu, masih terdapat simpang siur mengenai bagaimana sebenarnya praktek CSR harusnya dilakukan. Anggapan bahwa CSR dapat menganggu sistem finansial perusahaan, membuat implementasi CSR tidak berjalan efektif. Implementasi yang dilakukan oleh perusahaan harusnya kembali lagi ke esensi dasar tujuan penerapan CSR itu sendiri, yaitu sebagai bentuk tanggung jawab atas dampak yang dihasilkan perusahaan terhadap lingkungan maupun sistem sosial sekitarnya. Skripsi ini membahas mengenai gambaran CSR yang dilaksanakan oleh PT Holcim Indonesia Tbk, serta bagaimana implementasi program CSR yang dilakukan perusahaan tersebut. Skripsi ini juga menjelaskan bagaimana kesesuaian program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia Tbk yang dilakukan serta hubungannya dengan tingkatan partisipasi masyarakat yang berujung kepada manfaat yang dihasilkan oleh program itu sendiri. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Ir Murdianto, Msi selaku dosen pembimbing, dosen penguji, teman satu bimbingan Dijako dan Debby, SKPM 49, Kiciwuhuy (Inez Kania, Riza Ryanda, Almira Devina, Nadya Apriella, Hana Hilaly, Andi Putri, dan Meliani) serta Syafirah Alhadar, Fina Windayani, Gita Permatasari, Fajarina Nurin, dan Hamzah Nasution atas saran, masukan, dan semangat selama proses penulisan hingga penyelesaian skripsi. Semoga skripsi ini nantinya akan senantiasa bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, Agustus 2016
Tazkiyah Syakira Alkaff NIM. I34120088
xii
xiii
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL ............................................................................................. xv DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xviii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xviii PENDAHULUAN ............................................................................................... 1 Latar Belakang 1 Masalah Penelitian 3 Tujuan Penelitian 4 Ruang Lingkup Penelitian 4 Kegunaan Penelitian 4 PENDEKATAN TEORITIS ................................................................................ 5 Tinjauan Pustaka 5 Corporate Social Responsibility dan Implementasinya .................................. 5 ISO 26000 sebagai Standar Penerapan CSR .................................................. 7 Kesesuaian Program Corporate Social Responsibility ................................... 8 Kebutuhan Masyarakat dalam Kesesuaian Program ...................................... 9 Partisipasi Masyarakat ................................................................................ 10 Hubungan Kesesuaian Program dengan Tingkat Partisipasi Masyarakat ...... 13 Manfaat Corporate Social Responsibility .................................................... 14 Hubungan Tingkat Partisipasi Masyarakat dengan Kemanfaatan Program ... 15 Hasil Penelitian Sebelumnya ....................................................................... 16 Kerangka Pemikiran 17 Hipotesis Penelitian 19 PENDEKATAN LAPANG ................................................................................ 21 Metode Penelitian 21 Lokasi dan Waktu Penelitian 21 Jenis dan Teknik Pengumpulan Data 21 Teknik Penentuan Responden dan Informan 22 Teknik Pengolahan dan Analisis Data 23 Definisi Operasional 24 PROFIL LOKASI PENELITIAN....................................................................... 29 PT Holcim Indonesia Tbk 29 Sejarah PT Holcim Indonesia Tbk ............................................................... 29 Visi dan Misi Perusahaan PT Holcim Indonesia Tbk ................................... 30 Struktur Organisasi ..................................................................................... 30 CSR PT Holcim Indonesia Tbk ................................................................... 30 Program Pemberdayaan Ekonomi 32 Koperasi Wanita Mandiri 33 Profil Desa Kembang Kuning 35 Karakteristik Responden 35 KESESUAIAN PROGRAM, TINGKAT PARTISIPASI, DAN KEMANFAATAN PROGRAM PEMBERDAYAAN EKONOMI .................... 37 Tingkat Kesesuaian Program Pemberdayaan Ekonomi 37 Materi Program ........................................................................................... 38 Metode Program ......................................................................................... 38 Media Program ........................................................................................... 39 Waktu Pelaksanaan Program ....................................................................... 40 Lokasi Pelaksanaan Program....................................................................... 41
xiv
Tingkat Partisipasi pada Program Pemberdayaan Ekonomi 42 Tahap Perencanaan ..................................................................................... 42 Tahap Pelaksanaan ...................................................................................... 43 Tahap Evaluasi ........................................................................................... 43 Tahap Pemanfaatan Hasil ............................................................................ 44 Kemanfaatan Program Pemberdayaan Ekonomi 45 Kemanfaatan Ekonomi ................................................................................ 45 Kemanfaatan Sosial .................................................................................... 46 HUBUNGAN KESESUAIAN PROGRAM PEMBERDAYAAN EKONOMI DENGAN TINGKAT PARTISIPASI ................................................................ 47 Hubungan Kesesuaian Materi Program dengan Tingkat Partisipasi 47 Hubungan Kesesuaian Metode Program dengan Tingkat Partisipasi 51 Hubungan Kesesuaian Media Program dengan Tingkat Partisipasi 54 Hubungan Kesesuaian Waktu Pelaksanaan Program dengan Tingkat Partisipasi 58 Hubungan Kesesuaian Lokasi Pelaksanaan Program dengan Tingkat Partisipasi 61 HUBUNGAN TINGKAT PARTISIPASI DENGAN KEMANFAATAN PROGRAM PEMBERDAYAAN EKONOMI ................................................... 67 Hubungan Tingkat Partisipasi pada Tahap Perencanaan dengan Kemanfaatan Program 67 Hubungan Tingkat Partisipasi pada Tahap Pelaksanaan dengan Kemanfaatan Program 69 Hubungan Tingkat Partisipasi pada Tahap Evaluasi dengan Kemanfaatan Program 70 Hubungan Tingkat Partisipasi pada Tahap Pemanfaatan Hasil dengan Kemanfaatan Program 72 SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................... 75 Simpulan 75 Saran 76 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 77 LAMPIRAN ...................................................................................................... 81 RIWAYAT HIDUP ........................................................................................... 93
xv
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
Karakteristik tanggung jawab sosial perusahaan Manfaat keterlibatan komunitas perusahaan Jenis dan metode pengumpulan data Hasil rangkuman penelitian sebelumnya Definisi operasional kesesuaian program Definisi operasional tingkat partisipasi Definisi operasional kemanfaatan ekonomi program Definisi operasional kemanfaatan sosial program Jumlah dan persentase anggota Kopwama menurut usia pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016 Jumlah dan persentase anggota Kopwama menurut usia pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016 Jumlah dan persentase anggota Kopwama menurut kesesuaian materi pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016 Jumlah dan persentase anggota Kopwama menurut kesesuaian metode pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016 Jumlah dan persentase anggota Kopwama menurut kesesuaian media program pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016 Jumlah dan persentase anggota Kopwama menurut kesesuaian waktu pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016 Jumlah dan persentase anggota Kopwama menurut kesesuaian lokasi pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016 Jumlah dan persentase anggota Kopwama menurut tingkat partisipasi tahap perencanaan pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016 Jumlah dan persentase anggota Kopwama menurut tingkat partisipasi tahap pelaksanaan pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016 Jumlah dan persentase anggota Kopwama menurut tingkat partisipasi tahap evaluasi pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016 Jumlah dan persentase anggota Kopwama menurut tingkat partisipasi tahap pemanfaatan hasil pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016
6 15 21 16 24 25 27 27
36
36
38
39
40
40
41
42
43
44
44
xvi
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
Jumlah dan persentase anggota Kopwama menurut kemanfaatan ekonomi program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016 45 Jumlah dan persentase anggota Kopwama menurut kemanfaatan sosial program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016 46 Hubungan antara kesesuaian materi dengan tingkat partisipasi tahap perencanaan pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016 47 Hubungan antara kesesuaian materi program dengan tingkat partisipasi tahap pelaksanaan pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016 49 Hubungan antara kesesuaian materi dengan tingkat partisipasi tahap evaluasi pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016 49 Hubungan antara kesesuaian materi dengan tingkat partisipasi tahap pemanfaatan hasil pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016 51 Hubungan antara kesesuaian metode dengan tingkat partisipasi tahap perencanaan pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016 51 Hubungan antara kesesuaian metode program dengan tingkat partisipasi tahap pelaksanaan pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016 52 Hubungan antara kesesuaian metode dengan tingkat partisipasi tahap evaluasi pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016 53 Hubungan antara kesesuaian metode dengan tingkat partisipasi tahap pemanfaatan hasil pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016 54 Hubungan antara kesesuaian media dengan tingkat partisipasi tahap perencanaan pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016 55 Hubungan antara kesesuaian media dengan tingkat partisipasi tahap pelaksanaan pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016 56 Hubungan antara kesesuaian media dengan tingkat partisipasi tahap evaluasi pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016 57 Hubungan antara kesesuaian media program dengan tingkat partisipasi tahap pemanfaatan hasil pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016 58 Hubungan antara kesesuaian waktu pelaksanaan dengan tingkat partisipasi tahap perencanaan pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016 59
xvii
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
Hubungan antara kesesuaian waktu pelaksanaan dengan tingkat partisipasi tahap pelaksanaan pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016 Hubungan antara kesesuaian waktu pelaksanaan dengan tingkat partisipasi tahap evaluasi pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016 Hubungan antara kesesuaian waktu pelaksanaan dengan tingkat partisipasi tahap pemanfaatan hasil pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016 Hubungan antara kesesuaian lokasi pelaksanaan dengan tingkat partisipasi tahap perencanaan pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016 Hubungan antara kesesuaian lokasi pelaksanaan dengan tingkat partisipasi tahap pelaksanaan pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016 Hubungan antara kesesuaian lokasi pelaksanaan dengan tingkat partisipasi tahap evaluasi pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016 Hubungan antara kesesuaian lokasi pelaksanaan dengan tingkat partisipasi tahap pemanfaatan hasil pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016 Hubungan antara tingkat partisipasi tahap perencanaan dengan kemanfaatan ekonomi pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016 Hubungan antara tingkat partisipasi tahap perencanaan dengan kemanfaatan sosial pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016 Hubungan antara tingkat partisipasi tahap pelaksanaan dengan kemanfaatan ekonomi pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016 Hubungan antara tingkat partisipasi tahap pelaksanaan dengan kemanfaatan sosial pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016 Hubungan antara tingkat partisipasi tahap evaluasi dengan kemanfaatan ekonomi pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016 Hubungan antara tingkat partisipasi tahap evaluasi dengan kemanfaatan sosial pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016 Hubungan antara tingkat partisipasi tahap pemanfaatan hasil dengan kemanfaatan ekonomi pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016
59
60
61
62
63
64
64
67
68
69
70
71 72
73
xviii
49
Hubungan antara tingkat partisipasi tahap pemanfaatan hasil dengan kemanfaatan sosial pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016
74
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4
Tingkatan partisipasi Kerangka pemikiran hubungan kesesuaian program, tingkat partisipasi, dan kemanfaatan program CSR PT Holcim Indonesia Tbk Struktur organisasi PT Holcim Indonesia Tbk Struktur organisasi Koperasi Wanita Mandiri
13 18 29 31
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5
Hasil uji reliabilitas Hasil uji statistik hubungan antara kesesuaian program dengan tingkat partisipasi Hasil uji statistik hubungan antara tingkat partisipasi dengan kemanfaatan program Catatan tematik Dokumentasi
80 80 82 84 89
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Menurut data BPS (2015), kemajuan industri di Indonesia pada tahun 2015 terjadi peningkatan jika dibandingkan dengan tahun 2014. Hal ini berimplikasi pada kerusakan lingkungan oleh aktivitas perusahaan serta kerugian yang dirasakan oleh masyarakat. Keterpisahan (enclavism) antara masyarakat dengan perusahaan inilah yang kemudian menyebabkan hubungan antara keduanya menjadi tidak harmonis dan diwarnai berbagai konflik (Tanudjaja 2006). Keberadaan perusahaan ditengah-tengah kehidupan masyarakat yang menimbulkan eksternalitas dapat merugikan dan berpotensi konflik, sehingga harus diperbaiki melalui hubungan yang baik dan memiliki timbal balik. Hubungan tersebut dapat diwujudkan melalui implementasi program Corporate Social Responsibility (kemudian akan disebut CSR). CSR merupakan tanggung jawab suatu perusahaan atas operasionalnya, yang bertujuan agar terwujudkan pembangunan yang berkelanjutan. CSR didefinisikan sebagai tanggung jawab perusahaan kepada para pemangku kepentingan untuk berlaku etis, meminimalkan dampak negatif dan memaksimalkan dampak positif yang mencakup aspek ekonomi sosial dan lingkungan dalam rangka mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan (Wibisono 2007). Implementasi program CSR di Indonesia didukung oleh adanya regulasi perundang-undangan UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Hal ini disebutkan pada Pasal 1 angka 3, yaitu: “Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan adalah komitmen Perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi Perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya.” Berlakunya hukum pada konteks dampak akibat aktivitas perusahaan berperan penting dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Adanya regulasi yang sah diharapkan dapat mengedepankan keadilan sebab hakikat dan inti dari hukum ialah keadilan (gerechtigeid) dan peranan tersebut akan tercapai hanya jika substansi hukum berpihak kepada kepentingan masyarakat luas (Suhardin 2007). Seperti apa yang diharapkan pemerintah melalui penegakan regulasi tersebut, bahwa perseroan harusnya dapat berperanserta pada pembangunan berkelanjutan bagi komunitas setempat maka diharapkan aktualisasi CSR berbentuk pengembangan masyarakat atau Comunity Development (Achda 2006). Salah satu prinsip dalam ISO 26000 ialah penghormatan pada kepentingan stakeholder. Masyarakat sebagai salah satu stakeholder yang mengalami perubahan besar atas hadirnya suatu perusahaan, tidak bisa disepelekan. Disebutkan dalam Suatama (2011) bahwa penerapan prinsip tersebut diartikan sebagai suatu bentuk penghormatan dan tanggapan atas kepentingan seluruh stakeholder. Hal tersebut dilakukan dengan cara mengidentifikasi dan menanggapi kebutuhan stakeholdernya. Pada kenyataannya, masih banyak perusahaan-perusahaan di Indonesia yang belum optimal dalam melakukan praktek CSR. Bila ditinjau dari bagaimana
2
hubungan perusahaan dengan masyarakat sekitarnya, Mutmainna dan Sumarti (2014) menyebutkan bahwa hal tersebut didorong oleh beberapa faktor, yang di antaranya ialah ketidaksesuaian program dengan kebutuhan masyarakat, dan tidak dapat meningkatkan partisipasi masyarakat untuk ikut menyukseskan program tersebut. Salah satu penyebab kurang optimalnya suatu program CSR ialah karena belum melakukan identifikasi terhadap apa yang dibutuhkan masyarakat dalam melakukan program tersebut sehingga tidak terjadinya kesesuaian antara kondisi masyarakat dengan apa yang perusahaan coba untuk lakukan (Satwari 2015). Ketidaksesuaian antara kebutuhan masyarakat dengan program CSR menyebabkan tidak dapat dirasakannya hasil program sebagaimana tujuan program tersebut dirumuskan. Palupi (2006) berpendapat bahwa dalam melaksanakan sebuah program CSR tidak cukup hanya menghadirkan sebuah program sosial tanpa adanya analisa secara mendalam. Analisa tersebut dilakukan untuk meningkatkan kesesuaian program tersebut dengan misi dan tujuan perusahaan, yang akan berakhir baik bagi kedua belah pihak. Menambahkan, hasil penelitian oleh Supriadinata dan Goestaman (2013) menyatakan bahwa program CSR yang direncanakan dan diimplementasikan berdasarkan kebutuhan dapat dijadikan sebagai salah satu penyelesaian masalah sosial yang ada di lingkungan. Sementara itu, masyarakat kadangkala belum siap untuk berpartisipasi aktif dalam implementasi program CSR yang dilakukan perusahaan. Masyarakat masih berpola pikir bahwa implementasi CSR hanyalah berupa sumbangan, dan hanya ingin mendapatkan bantuan berupa kucuran dana dari perusahaan. Tidak hanya menyebabkan ketidaksuksesan program CSR, namun juga dapat menimbulkan konflik sosial yang dapat mengancam pada eksistensi perusahaan itu sendiri. Aktualisasi CD dalam implementasi program CSR dapat memberdayakan masyarakat melalui dua elemen pokok, yakni kemandirian dan partisipasi stakeholders. Stakeholders yang dimaksud ialah semua pihak baik internal maupun eksternal yang memiliki hubungan baik bersifat mempengaruhi maupun dipengaruhi, bersifat langsung maupun tidak langsung oleh perusahaan (Hadi 2011). Ndraha (2007) memaparkan apa saja yang menjadi sasaran pembangunan masyarakat, yaitu sebagai berikut : 1. Peningkatan tarap hidup masyarakat. 2. Partisipasi masyarakat. 3. Kemampuan masyarakat untuk berkembang secara mandiri dapat ditumbuhkan melalui intensifikasi partisipasi masyarakat dalam pembangunan Implementasi CSR, tentu akan membutuhkan keterlibatan pihak stakeholders sebagai objek maupun subjek program, terutama masyarakat sebagai sasaran. Nasdian (2014) menyatakan bahwa dibutuhkan adanya bentuk partisipasi yang baik sehingga membentuk satu kelembagaan berkelanjutan pada aras masyarakat, menciptakan sinergitas dan jejaring, serta mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap stakeholders lainnya (kemandirian). Pada penelitian Nasdian dan Rosyida (2011), didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan di antara tingkat partisipasi dalam implementasi program CSR terhadap dampak sosial maupun ekonomi masyarakat itu sendiri. Hal tersebut
3
mempertegas bahwa tingkat partisipasi merupakan hal yang penting dalam kaitannya dengan kehidupan masyarakat. PT Holcim Indonesia Tbk adalah salah satu perusahaan semen terbesar di Indonesia yang memiliki target untuk menjadi pelopor dalam memimpin perubahan paradigma bisnis semen di Indonesia, dari produsen semen menjadi penyedia solusi bahan bangunan yang terintegrasi melalui konsep “Membangun Bersama”. PT Holcim Indonesia Tbk merupakan perusahaan yang menjalankan industri semen dan bersinggungan dengan beragam stakeholders terutama masyarakat sekitar operasional perusahaan. Dengan menerapkan falsafah triplebottom line diharapkan agar keberadaan PT Holcim dapat bermanfaat, serta dapat dirasakan oleh pemangku kepentingan dari semua kalangan. Pelaksanaan tanggungjawab sosial oleh PT Holcim Indonesia Tbk berdasarkan atas 5 pilar program, di antaranya ialah pemberdayaan ekonomi yang didalamnya termasuk melakukan kemitraan dengan kelompok atau lembaga yang ada di dalam masyarakat dengan melakukan pendanaan serta pemberdayaan. Dalam menentukan kelompok ataupun lembaga tersebut, dilakukan identifikasi atas masalah maupun kebutuhan dari kelompok tersebut agar pelaksanaan program dapat membuahkan hasil. Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, peneliti ingin menganalisis bagaimana hubungan kesesuaian program terhadap tingkat partisipasi peserta pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim? Masalah Penelitian Hasil penelitian yang berjudul Efektivitas Program CSR/CD dalam Pengentasan Kemiskinan oleh Hilarius dan Prayogo (2012) menyatakan bahwa kesesuaian program menjadi salah satu aspek penting dalam mencerminkan upaya korporasi dalam mengentaskan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan masyarakat sekitar. Oleh karena itu, menjadi penting untuk meneliti bagaimana kesesuaian program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia Tbk? Tiga penggolongan dari delapan tahapan berpartisipasi oleh Arnstein (2007) yaitu menjadi non-participation, tokenism, dan yang paling baik ialah citizen power. Partisipasi aktif dari masyarakat pada seluruh tahap kegiatan merupakan aspek penting yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan CSR suatu perusahaan, sehingga perlu untuk diketahui bagaimana tingkat partisipasi peserta pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim? Program CSR yang didasarkan atas prinsip-prinsip pelaksanaan CSR tentu akan memberikan manfaat bagi kehidupan masyarakat. Dengan begitu, maka perusahaan tersebut dinilai berhasil dalam melakukan tanggung jawab atas dampak operasionalnya. Maka dari itu, perlu untuk dikaji lebih lanjut untuk mengetahui bagaimana kemanfaatan yang dihasilkan program pemberdayaan ekonomi PT Holcim? Perusahaan yang bekerja dengan mengedepankan prinsip moral dan etis akan memberikan manfaat terbesar bagi masyarakat (Rahmi 2011). Namun, kemanfaatan itu sendiri hanya akah dirasakan jika masyarakat terlibat aktif dalam susunan kegiatan CSR. Oleh karena itu, perlu untuk dikaji lebih lanjut mengenai bagaimana hubungan tingkat partisipasi masyarakat dengan kemanfaatan program pemberdayaan ekonomi PT Holcim?
4
Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah dipaparkan, maka secara umum penelitian ini dilakukan untuk meneliti hubungan antara tingkat kesesuaian program dengan tingkat partisipasi masyarakat. Sementara tujuan khusus dari penelitian ini dirumuskan untuk mengidentifikasi serta menganalisa: 1. Kesesuaian program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia Tbk 2. Tingkat partisipasi peserta program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia Tbk 3. Kemanfaatan program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia Tbk 4. Hubungan tingkat partisipasi dengan kemanfaatan program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia Tbk Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini terfokus pada penerapan corporate social responsibility (tanggung jawab sosial) yang dilakukan oleh suatu perusahaan, kemudian bagaimana kesesuaian pelaksanaannya dengan kebutuhan masyarakat, serta partisipasi masyarakat sekitar. Perusahaan yang dimaksud ialah PT Holcim Indonesia Tbk yang seiring dengan dilakukannya aktivitas operasional pabrik, namun juga tetap menyeimbangkan dampak yang dihasilkan dengan pelaksanaan praktek corporate social responsibility. Penelitian ini dilakukan di Desa Kembang Kuning, Klapanunggal, Bogor sebagai mitra desa binaan oleh PT Holcim Indonesia Tbk Pabrik Narogong dengan responden yaitu anggota Koperasi Wanira Mandiri Desa Kembang Kuning. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan bagi berbagai pihak, yaitu: 1. Civitas Akademika, untuk memperoleh pengetahuan dan melakukan penelitian lebih lanjut mengenai tingkat partisipasi stakeholders dalam implementasi program CSR suatu perusahaan. 2. Bagi masyarakat, dapat memberikan pemahaman tentang bagaimana peran yang dilakukan perusahaan dalam program CSR sebagai bentuk kepedulian terhadap masyarakat sekitar. Penelitian ini juga diharapkan dapat menambah pengetahuan serta memberi manfaat bagi masyarakat dalam mengoptimalkan peran program CSR perusahaan. 3. Bagi perusahaan, sebagai sarana membentuk paradigma baru terhadap apa dan bagaimana seharusnya bentuk tanggungjawab sosial perusahaan terhadap masyarakat, serta untuk dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan data untuk mengevaluasi penerapan program CSR yang telah dilaksanakan. 4. Pemerintah, diharapkan dapat menentukan arah kebijakan dan peraturan mengenai CSR yang lebih bermanfaat bagi masyarakat.
5
PENDEKATAN TEORITIS Tinjauan Pustaka Corporate Social Responsibility dan Implementasinya Pergerakan industrialisasi yang berkembang begitu pesat diiringi dengan laju kebutuhan akan sumberdaya, yang cepat atau lambat akan mengganggu keseimbangan sumberdaya tersebut. Suatu bentuk tanggung jawab perusahaan atas sumberdaya yang telah diserap serta dampak yang dihasilkan menjadi perlu untuk dilakukan; yaitu melalui implementasi Corporate Social Responsibility (CSR). CSR adalah sebuah pendekatan dimana perusahaan mengintegrasikan kepedulian sosial dalam operasi bisnis mereka dan dalam interaksi mereka dengan para pemangku kepentingan (stakeholders) berdasarkan prinsip kesukarelaan dan kemitraan (Nuryana 2005). Sementara, Menurut Budimanta (2003) CSR merupakan komitmen perusahaan untuk membangun kualitas kehidupan yang lebih baik bersama, utamanya dengan para pihak yang terkait, masyarakat di sekelilingnya dan lingkungan sosial dimana perusahaan tersebut berada, yang dilakukan terpadu dengan kegiatan usahanya secara berkelanjutan. CSR dalam ISO 26000 adalah tanggung jawab sebuah organisasi terhadap dampak-dampak dari keputusan-keputusan dan kegiatan-kegiatannya pada masyarakat dan lingkungan yang diwujudkan dalam bentuk perilaku transparan dan etis yang sejalan dengan pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat, mempertimbangkan harapan pemangku kepentingan, sejalan dengan hukum yang ditetapkan dan norma-norma perilaku internasional, serta terintegrasi dengan organisasi secara menyeluruh. Untuk dapat memahami bagaimana CSR bekerja, terdapat model Triple Bottom Line (3P) oleh Elkington (2004), yaitu : Profit, People, Planet. Profit dimaksudkan untuk laba bagi perusahaan, people untuk kesejahteraan karyawan dan masyarakat, serta planet untuk meningkatkan kualitas lingkungan. Regulasi yang melatarbelakangi implementasi CSR di Indonesia ialah UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yang dijelaskan di Pasal 1 angka 3 sebagai berikut: “Tanggung jawab sosial dan lingkungan adalah komitmen perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat baik bagi perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya” Terdapat tiga tahapan atau karakteristik yang berbeda dalam menjelaskan tanggung jawab sosial perusahaan oleh Zaidi (2003), yaitu: (1). Corporate charity, dorongan amal berdasarkan keagamaan, (2). Corporate philantrophy, dorongan kemanusiaan yang bersumber dari norma dan etik universal untuk menolong sesama dan memperjuangkan pemerataan sosial, dan (3). Corporate citizenship, motivasi kewargaan demi mewujudkan keadilan sosial berdasarkan prinsip keterlibatan sosial. Pengertian secara lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 1.
6
Tabel 1 Karakteristik tanggung jawab sosial perusahaan Tahapan
Motivasi
Charity Agama, tradisi, adat
Norma, etika dan hukum universal, redistribusi kekayaan Mencari dan mengatasi akar masalah Terencana, terorganisir, terprogram Yayasan (dana abdi), profesional Masyarakat luas
Corporate Citizenship Pencerahan diri dan rekonsiliasi dengan ketertiban sosial
Memberikan kontribusi kepada masyarakat Jangka pendek, Terinternalisasi Pengelolaan menyelesaikan dalam kebijakan masalah sesaat perusahaan Kepanitiaan Keterlibatan dalam Pengorganisasian pendanaan Penerima Orang miskin Masyarakat luas Manfaat dan perusahaan Hibah sosial Hibah Hibah dan Kontribusi pembangunan keterlibatan sosial Kewajiban-----------------------------------------------Kepentingan Inspirasi Bersama Sumber: Zaidi, 2003. Perencanaan program menjadi penting karena dapat dijadikan arah untuk melaksanakan (implementasi) pelaksanaan program (Wibisono 2007). Ia pun mengemukakan perusahaan-perusahaan yang telah berhasil dalam menerapkan CSR menggunakan tahapan implementasi CSR sebagai berikut: 1. Tahap Perencanaan: Tahap ini terdiri dari tiga langkah utama, yaitu Awareness Building, CSR Assesment, dan CSR Manual Building. Awareness Building merupakan langkah awal untuk membangun kesadaran perusahaan mengenai arti penting CSR dan komitmen manajemen, upaya ini dapat dilakukan melalui seminar, lokakarya, dan lain-lain. CSR Assesment merupakan upaya untuk memetakan kondisi perusahaan dan mengidentifikasi aspek-aspek yang perlu mendapatkan prioritas perhatian dan langkah-langkah yang tepat untuk membangun struktur perusahaan yang kondusif bagi penerapan CSR secara efektif. Pada tahap membangun, CSR manual, dilakukan melalui benchmarking, menggali dari referensi atau meminta bantuan tenaga ahli independen dari luar perusahaan. Pedoman ini diharapkan mampu memberikan kejelasan dan keseragaman pola pikir dan pola tindak seluruh elemen perusahaan guna tercapainya pelaksanaan program yang terpadu, efektif, dan efisien. 2. Tahap Pelaksanaan: Pada tahap ini terdapat beberapa poin yang harus diperhatikan seperti pengorganisasian sumber daya, penyusunan untuk menempatkan orang sesuai dengan jenis tugas, pengarahan, pengawasan, pelaksanaan, pekerjaan sesuai dengan rencana, serta penilaian untuk mengetahui tingkat pencapaian tujuan. Misi
Mengatasi masalah sesaat
Philantrophy
7
3.
4.
Tahap Pemantauan dan Evaluasi: Tahap ini perlu dilakukan secara konsisten dari waktu ke waktu untuk mengukur sejauhmana efektivitas penerapan CSR sehingga membantu perusahaan untuk memetakan kembali kondisi dan situasi serta capaian perusahaan dalam implementasi CSR sehingga dapat mengupayakan perbaikan-perbaikan yang perlu berdasarkan rekomendasi. Tahap Pelaporan: Pelaporan perlu dilakukan untuk membangun sistem informasi, baik untuk keperluan proses pengambilan keputusan maupun keperluan keterbukaan informasi material dan relevan mengenai perusahaan.
ISO 26000 sebagai Standar Penerapan CSR Program-program Corporate Social Responsibility perlu diorganisir dan dikelola dengan hati-hati agar suatu perusahaan dapat bertanggung jawab sosial sesuai dengan pendekatan tanggapan sosial seutuhnya (Hurriyati dan Sofyani 2010). Penerapan CSR harus dilakukan secara matang, dengan pertimbangan atas aturan-aturan yang berlaku. ISO 26000 merupakan sebuah standar internasional dalam penerapan corporate social responsibility. ISO 26000 juga bersifat sebagai pedoman bagi perusahaan dalam menentukan strategi dan program CSR yang akan dilakukannya. Pedoman tersebut menekankan pada pentingnya hasil dan perbaikan kinerja praktek CSR. Meskipun hanya berupa panduan atau pedoman, namun pedoman tersebut tidak bisa dikesampingkan begitu saja, Suatama (2011) menyatakan bahwa terdapat dua resiko yang akan dihadapi suatu perusahaan jika mengabaikan ISO 26000. Pertama, investor perusahaan dalam bekerja sama akan mempertanyakan bagaimana penerapan CSR perusahaan tersebut apakah sesuai dengan prinsip dan core subject pada ISO 26000. Kedua, dalam proses operasional perusahaan akan mendapat gangguan yang menghambat perkembangan perusahaan. Ada tujuh isu utama dalam ISO 26000 dalam merencanakan CSR, sebagai berikut: 1. Organizational governance : merupakan tata kelola organisasi yang meliputi kepatuhan pada hukum, akuntabilitas, transparansi, kode etik, pengenalan profil, dan minat stakeholder 2. Human rights : merupakan praktek CSR yang menjunjung hak asasi manusia dimana meliputi hak sipil dan politik, hak sosial, ekonomi, budaya, dan hak dasar dalam kerja 3. Labour practices : hak pekerja dalam suatu perusahaan yang meliputi hubungan antar pekerja, kondisi kerja dan perlindungan sosial, kesehatan, keamanan kerja dan sumber daya manusia. 4. The environment : praktek CSR yang memperhatikan aspek lingkungan yaitu dengan cara preventtif polusi, konsumsi berkelanjutan, adaptasi dan mitigasi perubahan iklim, proteksi dan restorasi lingkungan alam. 5. Fair operating practices : aktivitas operasi yang adil dengan cara anti korupsi, anti suap, pelibatan tanggung jawab poitik, kompetisi yang adil, dan perhatian pada hak 6. Consumer issues : isu konsumen yang mencakup pemasaran yang adil, praktik perjanjian, perlindungan dan keamanan konsumen, pengembangan produk dan jasa yang memberi manfaat sosial dan lingkungan, serta layanan konsumen
8
7. Contribution in community and society : merupakan bentuk kontribusi pada komunitas dan masyarakat yang meliputi pelibatan komunitas, kontribusi pada pengembangan ekonomi dan kontribusi pada pengembangan sosial. Dengan disusunnya ISO 26000 sebagai panduan (guideline) atau dijadikan rujukan utama dalam pembuatan pedoman SR yang berlaku umum, sekaligus menjawab tantangan kebutuhan masyarakat global termasuk Indonesia (Rahmi 2011). ISO 26000 menjadi jawaban atas masalah ketidakseragaman dalam penerapan CSR diberbagai negara menimbulkan adanya kecenderungan yang berbeda dalam proses pelaksanaan CSR itu sendiri di masyarakat. Adapun pandangan Moratis dan Cochius (2011) menjelaskan prinsip CSR dalam ISO 26000, sebagai standar penerapan CSR yang berlandaskan beberapa prinsip, di antaranya: 1. Akuntabilitas; tanggung jawab perusahaan atas efek yang ditimbulkan CSR pada lingkungan dan masyarakat serta akuntabel atas efek tersebut; 2. Transparansi; pengorganisasi tanggung jawab sosial perusahaan harus transparan dalam pengambilan keputusan serta aktivitas terkait komunitas dan lingkungan; 3. Perilaku etis; terkait sikap yang harus dimiliki perusahaan dalam CSR seperti kesamaan dan integritas; 4. Respek terhadap kebutuhan stakeholders; terkait bagaimana perusahaan menghargai, mempertimbangkan dan merespon kepentingan setiap stakeholder yang ada dalam aktivitas CSR; 5. Respek terhadap peraturan hukum; terkait bahwa setiap CSR harus mengikuti hukum yng berlaku sebagai dasar dari kegiatan CSR; 6. Respek terhadap norma perilaku intenasional; terkait kegiatan CSR yang dilakukan tidak boleh melanggar norma yang ada di dunia internasional; dan 7. Respek terhadap HAM; terkait kegiatan CSR yang harus menghargai HAM serta mengakui dan menyadari pentingnya HAM. Ketujuh prinsip pelaksanaan CSR oleh ISO 26000 yang telah disebutkan di atas dijadikan sebagai indikator dalam mengukur kesesuaian program CSR PT Holcim. Kesesuaian Program Corporate Social Responsibility Keberhasilan suatu program diharapkan dapat membuahkan outcome yaitu berupa manfaat bagi peserta yang terlibat. Dalam mengukur keberhasilan suatu program, Hilarius dan Prayogo (2012) mengemukakan beberapa variabel proses yang dalam artiannya ialah variabel yang digunakan korporasi dalam berpartisipasi dalam pembangunan lokal. Variabel tersebut ialah di antaranya: (1) efectivity (manfaat), (2) relevance (kesesuaian), (3) sustainability (keberlanjutan), (4) impact (dampak), (5) empowerment (pemberdayaan), dan (6) participation (partisipasi). Salah satu variabel yang digunakan dalam mengukur keberhasilan program yaitu kesesuaian program. Kesesuaian program ialah program terhadap pemenuhan kebutuhan dan peningkatan akses pelayanan bagi peserta program berdasarkan kemampuan dan potensi lokal (Hilarius dan Prayogo 2012). Kesesuaian tersebut dapat dilihat dengan menilai apakah tujuan suatu program sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh komunitas. Pertimbangan dalam menentukan tujuan suatu program, harus dikaitkan dengan need, desires, wants,
9
dan juga interest komunitas (Rahman 2009). Semakin tinggi tingkat kesesuaian dengan kebutuhan masyarakat, menjadikan sebuah program bermanfaat bagi masyarakat (Hilarius dan Prayogo 2012). Korten dan Syahrir (1980) mengemukakan Model Kesesuaian atau yang biasa disebut sebagai “The Fit Model”. Model tersebut berintikan mengenai kesesuaian di antara tiga aspek, yaitu pelaksana program, kelompok sasaran program, dan program itu sendiri. Model ini didasarkan dari suatu proses pembelajaran yang menyatakan keterkaitan di antara ketiga aspek tersebut. Pertama, kesesuaian antara pelaksana program dan kelompok sasaran, yaitu kesesuaian antara syarat uang diputuskan oleh organisasi (perusahaan) untuk dapat memperoleh output program dengan apa yang dapat dilakukan oleh kelompok sasaran program. Kedua, kesesuaian antara program dengan pelaksana program, yaitu kesesuaian antara tugas yang disyaratkan program dengan kemampuan organisasi pelaksana. Ketiga, kesesuaian program dengan kelompok sasaran, yaitu kesesuaian antara apa yang ditawarkan oleh program dengan apa yang dibutuhkan oleh kelompok sasaran program (pemanfaat). Kesesuaian di antara ketiga aspek tersebut perlu dicapai agar program berjalan efektif, sesuai tujuan yang direncanakan, dan hasilnya dapat dimanfaatkan oleh kelompok sasaran. Agar suatu program dapat menghasilkan output, maka baiknya program tersebut direncakan sesuai dengan kebutuhan kelompok sasarannya (Akib dan Tarigan 2008). Pengukuran kesesuaian program pada penelitian diukur melalui penilaian peserta program mengenai pemenuhan kebutuhan, peningkatan akses pelayanan dan apakah program didasarkan pada kemampuan dan potensi lokal, yang dengan mempertimbangan prinsip-prinsip CSR dalam ISO 26000 serta ditinjau melalui faktor pendukung efektivitas penyuluhan oleh Setiana (2005). Lima faktor tersebut digunakan sebagai indikator untuk mengukur pencapaian tujuan dan sasaran agar lebih efektif dan efisien, yang mencakup: 1. Materi; yaitu segala sesuatu yang disampaikan dalam kegiatan, dimana materi yang baik dalam suatu program adalah yang sesuai dengan kebutuhan sasaran, menarik, dapat memperbaiki kehidupan, meningkatan pendapatan, dan dapat memecahkan masalah yang sedang dihadapi oleh sasaran program. 2. Metode; yaitu cara ataupun teknik yang digunakan berdasarkan tujuan khusus yang ingin dicapai. Metode yang baik dinilai berdasarkan pendekatannya, teknik komunikasinya, dan indera penerima. 3. Media; yaitu alat bantu yang digunakan apakah sudah sesuai dengan pesan yang dibutuhkan agar informasi atau pesan yang disampaikan menjadi lebih jelas, nyata, dan mudah dimengerti oleh sasaran. 4. Waktu pelaksanaan; yaitu kesesuaian waktu pelaksanaan dengan kebutuhan dan jadwal harian sasaran program, dan 5. Lokasi pelaksanaan; yaitu kesesuaian tempat pelaksanaan program dengan lokasi sasaran. Kebutuhan Masyarakat dalam Kesesuaian Program Salah satu poin dalam ISO 26000 menyebutkan bahwa hak asasi manusia merupakan salah satu isu utama dalam perencanaan CSR. Dijelaskan dalam buku Panduan Perencanaan CSR oleh Rachman et al. (2011) bahwa yang termasuk hak asasi manusia dalam konteks pelaksanaan CSR ialah hak-hak sipil, sosial,
10
ekonomi, budaya, serta hak dasar dalam kerja. Pemenuhan kebutuhan manusia, merupakan rantai nilai dalam keterlibatan antara perusahaan atas dampak kehadirannya terhadap komunitas lokal. Agar manfaat program dapat terwujudkan maka upaya yang dilakukan harus (Ndraha 2007) : 1) disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat yang nyata (felt needs); 2) dijadikan stimulasi terhadap masyarakat yang berfungsi mendorong timbulnya jawaban (response) yang dikehendaki; 3) dijadikan motivasi terhadap masyarakat yang berfungsi membangkitkan tingkahlaku (behavior) yang dikehendaki secara berkelanjutan. Penentuan kebutuhan masyarakat menjadi penting dalam perencanaan suatu program, karena memiliki peran yang besar dalam menentukan keberhasilan program itu sendiri. Marnelly (2012) juga menyatakan bahwa assessment yang merupakan identifikasi masalah dan kebutuhan masyarakat sebagai dasar perumusan program dapat dijadikan sebagai salah satu dari lima poin dalam panduan perumusan program CSR. Ia juga menambahkan bahwa proses tersebut dapat dilakukan berdasarkan needs-based (aspirasi masyarakat) atau dapat juga dilakukan berdasarkan rights-based approach (konvensi internasional atau standar normatif hak-hak sosial masyarakat). Secara umum, kebutuhan masyarakat dalam konteks CSR menurut Hilarius dan Prayogo (2012) bertumpu pada aspek ekonomi, pendidikan, kesehatan, serta secara sosial kegiatan bermasyarakat. Akses pelayanan terkait pemenuhan kebutuhan tersebut juga menjadi hal yang perlu diperhatikan. Definisi kemiskinan menurut Hilarius dan Prayogo (2012) ialah kondisi dimana kurangnya tingkat dan akses kesejahteraan, yang mencakup aspek-aspek kebutuhan (ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan sosial) serta pelayanan publik lainnya. CSR merupakan bukti keterlibatan perusahaan atas kehadirannya terhadap komunitas lokal yang tentu saja memberikan dampak tertentu. Suatu program akan efektif jika perumusannya disesuaikan dengan kebutuhan sasarannya, dan juga jika didukung dengan adanya peningkatan pelayanan akses akan kebutuhan tersebut. Partisipasi Masyarakat Nasdian (2014) mendefinisikan partisipasi sebagai proses aktif, inisiatif diambil oleh warga komunitas sendiri, dibimbing oleh cara berfikir mereka sendiri, dengan menggunakan sarana dan proses (lembaga dan mekanisme) dimana mereka dapat menegaskan kontrol secara efektif. Nasdian (2014) juga memaparkan bahwasanya partisipasi dalam pengembangan komunitas harus menciptakan peranserta yang maksimal dengan tujuan agar semua orang dalam masyarakat tersebut dapat dilibatkan secara aktif pada proses dan kegiatan masyarakat. Partisipasi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor menurut Pangestu (1995), yaitu: 1. Faktor internal, mencakup karakteristik individu yang dapat mempengaruhi individu tersebut untuk berpartisipasi dalam suatu kegiatan. Karakteristik individu mencakup umur, tingkat pendidikan, jumlah beban keluarga, jumlah pendapatan, pengalaman berkelompok. 2. Faktor eksternal, meliputi hubungan yang terjalin antara pihak pengelola proyek dengan sasaran yang dapat mempengaruhi partisipasi karena sasaran akan dengan sukarela terlibat dalam suatu proyek, jika sam butan pihak
11
pelayanan pengelola positif dan menguntungkan mereka. Selain itu bila didukung dengan pelayanan pengelola kegiatan yang positif dan tepat dibutuhkan oleh sasaran, maka sasaran tersebut tidak akan ragu untuk berpartisipasi dalam proyek. Partisipasi menurut Cohen dan Uphoff (1977) dibagi ke dalam beberapa tahapan, yaitu sebagai berikut : 1. Tahap pengambilan keputusan atau perencanaan, yang diwujudkan melalui keikutsertaan masyarakat dalam rapat-rapat. Tahap pengambilan keputusan yang dimaksud adalah pada perencanaan suatu kegiatan atau program. 2. Tahap pelaksanaan, yang merupakan tahap terpenting dalam pembangunan, karena inti dari pembangunan adalah pelaksanaannya. Wujud nyata partisipasi pada tahap ini digolongkan menjadi tiga, yaitu partisipasi dalam bentuk sumbangan pemikiran, sumbangan materi, serta tindakan sebagai anggota program. 3. Tahap menikmati hasil, yang dapat dijadikan indikator keberhasilan partisipasi masyarakat pada tahap perencanaan dan pelaksanaan program. Selain itu, dengan melihat posisi masyarakat sebagai subjek pembangunan, maka semakin besar manfaat program dirasakan, yang artinya program tersebut berhasil mengenai sasaran. 4. Tahap evaluasi, dianggap penting sebab partisipasi masyarakat pada tahap ini merupakan umpan balik yang dapat memberi masukan demi perbaikan pelaksanaan program selanjutnya. Merujuk pada makalah yang berjudul “A Ladder of Citizen Participation” dalam Journal of The American Planning Association, Arnstein (2007) mengemukakan delapan tangga atau tingkatan partisipasi yang menunjukan tingkat keterlibatan masyarakat dalam sebuah program, yaitu: 1. Manipulation (Manipulasi): dengan mengatasnamakan partisipasi, masyarakat diikutkan sebagai ‘stempel karet’ dalam badan penasihat. Tujuannya adalah untuk dipakai sebagai formalitas semata dan untuk dimanfaatkan dukungannya. Tingkat ini bukanlah tingkat partisipasi masyarakat yang murni, karena telah diselewengkan dan dipakai sebagai alat publikasi oleh penguasa; 2. Therapy (Terapi): pada tingkat terapi atau pengobatan ini, pemegang kekuasaan sama dengan ahli kesehatan jiwa. Mereka menganggap ketidakberdayaan sebagai penyakit mental. Dengan berpura-pura mengikutsertakan masyarakat dalam suatu perencanaan, mereka sebenarnya menganggap masyarakat sebagai sekelompok orang yang memerlukan pengobatan. Meskipun masyarakat dilibatkan dalam berbagai kegiatan namun pada dasarnya kegiatan tersebut bertujuan untuk menghilangkan lukanya dan bukannya menemukan penyebab lukanya; 3. Informing (Menginformasikan): dengan memberi informasi kepada masyarakat akan hak, tanggung jawab, dan pilihan mereka merupakan langkah awal yang sangat penting dalam pelaksanaan partisipasi masyarakat. Namun seringkali pemberian informasi dari penguasa kepada masyarakat tersebut bersifat satu arah. Masyarakat tidak memiliki kesempatan untuk memberikan umpan balik dan tidak memiliki kekuatan untuk negosiasi. Apalagi ketika informasi disampaikan pada akhir perencanaan, masyarakat hanya memiliki sedikit kesempatan untuk mempengaruhi program.
12
4.
5.
6.
7.
8.
Komunikasi satu arah ini biasanya dengan menggunakan media pemberitahuan, pamflet dan poster; Consultation (Konsultasi): meminta pendapat masyarakat merupakan suatu langkah logis menuju partisipasi penuh. Namun konsultasi ini masih merupakan partisiasi semu karena tidak ada jaminan bahwa pendapat mereka akan diperhatikan. Cara yang sering digunakan dalam tingkat ini adalah jajak pendapat. Jika pemegang kekuasaan membatasi usulan masyarakat, maka kegiatan tersebut hanyalah partisipasi palsu. Masyarakat pada dasarnya hanya dianggap sebagai abstraksi statistik, karena partisipasi mereka diukur dari frekuensi kehadiran dalam pertemuan, seberapa banyak brosur yang dibawa pulang dan juga seberapa banyak dari kuesioner yang dijawab. Dengan demikian, pemegang kekuasaan telah memiliki bukti bahwa mereka telah mengikuti rangkaian pelibatan masyarakat; Placation (Menenangkan): pada tingkat ini masyarakat sudah memiliki beberapa pegaruh meskipun dalam beberapa hal pengaruh tersebut tidak memiliki jaminan akan diperhatikan. Masyarakat memang diperbolehkan untuk memberikan masukan atau mengusulkan rencana akan tetapi pemegang kekuasaanlah yang berwenang untuk menentukan. Salah satu strateginya adalah dengan memilih masyarakat miskin yang layak untuk dimasukkan ke dalam suatu lembaga. Jika mereka tidak bertanggung jawab dan jika pemegang kekuasaan memiliki mayoritas kursi, maka mereka akan dengan mudah dikalahkan dan diakali; Partnership (Kemitraan): pada tingkatan ini kekuasaan disalurkan melalui negosiasi antara pemegang kekuasaan dan masyarakat. Mereka sepakat untuk sama-sama meikul tanggung jwab dalam perencanaan dan pengambilan keputusan. Aturan ditentukan melalui mekanisme take and give, sehingga diharapkan tidak mengalami perubahan secara sepihak. Kemitraan dapat berjalan efektif bila dalam masyarakat ada kekuasaan yang terorganisir, pemimpin bertanggung jawab, masyarakat mampu membayar honor yang cukup bagi pemimpinnya serta adanya sumber dana untuk menyewa teknisi, pengacara dan organisator masyarakat. Dengan demikian masyarakat benarbenar memiliki posisi tawar menawar yang tinggi sehingga akan mampu mempengaruhi suatu perencanaan; Delegated Power (Kekuasaan didelegasikan): negosiasi antara masyarakat dengan pejabat pemerintah bisa mengakibatkan terjadinya dominasi kewenangan pada masyarakat terhadap rencana atau program tertentu. Pada tingkat ini masyarakat menduduki mayoritas kursi, sehingga memiliki kekuasaan dalam menentukan suatu keputusan. Selain itu masyarakat jga memegang peranan penting dalam menjamin akuntabilitas program tersebut. untuk mengatasi perbedaan, pemegang kekuasaan tidak perlu meresponnya akan tetapi dengan mengadakan proses tawar menawar; dan Citizen Control (Kontrol warga negara): pada tingkat ini masyarakat menginginkan adanya jaminan bahwa kewenangan untuk mengatur program atau kelembagaan diberikan kepada merek, bertanggung jawab penuh terhadap kebijakan dan aspek-aspek manajerial dan bisa mengadakan negosiasi apabila ada pihak ketiga yang akan mengadakan perubahan. Dengan demikian, masyarakat dapat berhubungan langsung dengan sumber-
13
sumber dana untuk memperoleh bantuan atau pinjaman tanpa melewati pihak ketiga. Arnstein (2007) menambahkan bahwa terdapat tiga penggolongan dari 8 tingkat di atas, yaitu non-partisipasi yang di dalamnya termasuk manipulasi dan terapi, kemudian tokenisme yang di dalamnya termasuk informasi dan konsultasi, dan tiga tingkat terakhir termasuk kekuatan warga negara atau citizen power (Gambar 1). 8. Kontrol Masyarakat 7. Pendelegasian Kekuasaan
Citizen Power
6. Kemitraan 5. Pendamaian 4. Konsultasi
Tokenism
3. Informasi 2. Terapi Non-participation 1. Manipulasi Gambar 1. Tingkatan Partisipasi Penelitian ini mengukur tingkat partisipasi masyarakat dari keterlibatannya pada setiap tahapan program oleh Cohen dan Uphoff (1977) yang mencakup pengambilan keputusan, pelaksanaan, evaluasi, dan menikmati hasil. Kemudian, untuk menilai seberapa besar partisipasi masyarakat pada program diukur melalui pengkategorian 8 tingkatan partisipasi yang kemudian menjadi 3 kategori oleh Arnstein (2007) yang mencakup non-participation, tokenism, dan citizen power. Hubungan Kesesuaian Program dengan Tingkat Partisipasi Masyarakat Program pembangunan sudah seharusnya sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh sasaran program, yang mana ialah masyarakat. Hal itu juga berlaku pada pelaksanaan tanggung jawab sosial oleh suatu perusahaan yang bertujuan untuk mewujudkan kepedulian sosial perusahaan dan kontribusi perusahaan terhadap pengembangan masyarakat yang berkelanjutan (Kumalasari 2012). Untuk mencapai pengembangan masyarakat yang berkelanjutan, dibutuhkan partisipasi aktif pada setiap tahapan programnya. Namun, terdapat banyak faktor yang dapat mempengaruhi masyarakat saat melibatkan dirinya dalam suatu program. Salah satu hal yang mendorong partisipasi masyarakat dalam suatu program ialah kesesuaian program dengan kebutuhan yang dirasakan oleh masyarakat itu sendiri. Menurut Wijayanti (2011) masyarakat sebaiknya diberikan porsi lebih banyak lagi untuk menilai apa kebutuhan dasar mereka sehingga peserta program CSR memiliki sense of belonging terhadap program yang akan diimplementasikan. Ndraha (2007) menyatakan bahwa dengan dapat
14
teridentifikasikannya kebutuhan yang dirasakan oleh masyarakat melalui program CSR, akan membuat masyarakat tergerak untuk ikut berpartisipasi secara sukarela dalam suatu kegiatan karena dianggapnya dapat memperbaiki harkat hidup masyarakat dan dirinya sendiri. Semakin suatu program dinilai dapat membantu masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya, maka masyarakat akan semakin terdorong untuk melibatkan dirinya pada setiap tahapan program. Manfaat Corporate Social Responsibility Wibisono (2007) menyatakan bahwa kegiatan CSR tidak lagi hanya sekedar membagi-bagikan hadiah maupun uang secara insidental, melainkan secara strategis direncanakan agar bisa melahirkan dampak atau outcome bukan sekedar hasil atau output. Dengan begitu, maka program CSR yang dilakukan dapat memberikan manfaat jangka panjang baik bagi komunitas maupun perusahaan itu sendiri. Manfaat penerapan CSR bagi perusahaan yaitu menurut Wibisono (2007) ialah: 1. Mempertahankan atau mendongkrak reputasi dan citra perusahaan; 2. Mendapatkan lisensi sosial dari masyarakat sekitar perusahaan untuk terus dapat beroperasi; 3. Mereduksi resiko bisnis perusahaan melalui adanya hubungan yang harmonis dengan para stakeholders perusahaan; 4. Melebarkan akses terhadap sumberdaya; 5. Membentangkan akses menuju market; 6. Mereduksi biaya, misal dengan upaya mengurangi limbah melalui proses daur ulang ke dalam siklus produksi; 7. Memperbaiki hubungan dengan stakeholders; 8. Memperbaiki hubungan dengan regulator; 9. Meningkatkan semangat dan produktivitas karyawan; dan 10. Peluang mendapatkan penghargaan. Sementara itu, manfaat CSR tidak hanya dirasakan oleh perusahaan saja, namun juga masyarakat yang menjadi komunitas lokal sebagai sasaran program. Rogovsky (2000) menunjukkan manfaat program bagi penerima program sebagai berikut: a. Mendapatkan keahlian dan keterampilan profesional yang tak dimiliki organisasi atau tak memiliki dana untuk mengadakannya b. Mendapatkan keterampilan manajemen yang membawa pendekatan yang segar dan kreatif dalam memecahkan masalah c. Memperoleh pengalaman dari organisasi besar sehingga melahirkan pengelolaan organisasi seperti menjalankan bisnis Rogovsky (2000) menyusun sebuah tabel tentang manfaat keterlibatan komunitas-perusahaan seperti dapat dilihat pada Tabel 2.
15
Tabel 2 Manfaat keterlibatan komunitas-perusahaan Komunitas pada Perusahaan Perusahaan pada Komunitas Reputasi dan citra yang lebih baik Peluang penciptaan kesempatan kerja, Lisensi untuk beroperasi secara sosial pengalaman kerja dan Bisa memanfaatkan pengetahuan dan tenaga pelatihan pendanaan kerja lokal Pendanaan investasi Keamanan yang lebih besar komunitas, pengembangan Infrastruktur dan lingkungan sosial-ekonomi infrastruktur yag lebih baik Keahlian komersial Menarik dan menjaga personel yang Kompetisi teknis dan kompeten untuk memiliki komitmen yang personal individual pekerja tinggi yang terlibat Menarik tenaga kerja, pemasok, pemberi Representatif bisnis sebagai jasa, dan mungkin pelanggan lokal yang jurus promosi bagi prakarsabermutu prakarsa komunitas Laboratorium pembelajaran untuk inovasi organisasi Agar masyarakat dapat merasakan manfaat yang dihasilkan dari pelaksanaan program CSR, tentu program tersebut harus mencapai definisi keberhasilan tertentu. Wibisono (2007) mengemukakan indikator keberhasilan dari suatu program, sebagai berikut: 1. Indikator ekonomi a. Tingkat pertambahan kualitas sarana dan prasarana umum b. Tingkat peningkatan kemandirian masyarakat secara ekonomis c. Tingkat peningkatan kualitas hidup bagi masyarakat secara berkelanjutan 2. Indikator sosial a. Frekuensi terjadinya gejolak atau konflik sosial b. Tingkat kualitas hubungan sosial antara perusahaan dengan masyarakat c. Tingkat kepuasan masyarakat Kedua indikator yang dikemukakan Wibisono (2007) di atas dijadikan sebagai alat untuk mengukur kemanfaatan program CSR PT Holcim. Hubungan Tingkat Partisipasi Masyarakat dengan Kemanfaatan Program Program yang diharapkan dapat memberikan manfaat yang luas bagi masyarakat maupun perusahaan, harus dilakukan berbasis pemberdayaan masyarakat. Segala bentuk program pengembangan masyarakat memerlukan adanya partisipasi, karena dengan adanya partisipasi maka keberhasilan bagi perusahaan maupun manfaat bagi masyarakat menjadi mungkin untuk dicapai. Sama halnya pada program CSR, partisipasi diperlukan dalam rangka mencapai keberhasilan penyelenggaraan program yang berujung pada manfaat yang dihasilkan. Program CSR yang dapat memberikan manfaat bagi masyarakat maka dapat dinilai berhasil dalam melaksanakan tanggung jawab atas dampak operasionalnya, begitupun sebaliknya. Manfaat suatu program CSR menurut Rahmi (2011) merupakan salah satu dari lima elemen keberlanjutan suatu program. Hal tersebut menunjukkan bahwa aspek manfaat menjadi hal yang krusial dalam pelaksanaan program CSR
16
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Wijayanti (2011) dapat disimpulkan bahwa ada kecenderungan jika tingkat partisipasi berbilang tinggi maka akan tinggi pula tingkat manfaat bagi peserta program. Penelitian oleh Nasdian dan Rosyida (2011) menunjukkan bahwa tingkat partisipasi anggota program CSR dalam penyelenggaraan program pemberdayaan ekonomi lokal berhubungan dengan dampak sosial dan ekonomi masyarakat, sehingga jika partisipasi peserta dalam penyelenggaraan program tinggi, maka dampak sosial dan ekonomi juga akan tinggi. Hal tersebut menunjukkan bahwa penting untuk melihat sejauhmana partisipasi masyarakat dalam implementasi program CSR, serta bagaimana dampak yang dihasilkan setelah masyarakat ikut berpartisipasi di dalamnya. Hasil Penelitian Sebelumnya Penelitian yang dilakukan oleh Triyono (2014) menyatakan bahwa bentuk pemberdayaan masyarakat oleh PT Holcim salah satunya ialah melalui pemberian program tertentu. Tidak hanya pemberian program saja, tapi PT Holcim juga melakukan koordinasi dengan pihak pemerintahan masyarakat terlebih dahulu. Dengan proses yang demikian, segala macam bentuk kegiatan yang dilakukan oleh program-program tersebut bersumber dari masyarakat serta memperhatikan aspek potensi subyek programnya. Hal itu menunjukkan bahwa dalam pelaksanaan program untuk masyarakat, PT Holcim juga mempertimbangkan bagaimana kebutuhan serta potensi yang terdapat di masyarakat sasarannya. Pelaksanaan CSR PT Holcim khususnya pada program Baitul Maal Wa Tamwil yang dilakukan pada skala kecamatan, sudah memberikan manfaat yang signifikan. Penelitian yang dilakukan oleh Rahman (2009) menyatakan bahwa terdapat manfaat yaitu diantaranya ialah peningkatan akses masyarakat terhadap program yang ditunjukkan dengan bertambahnya jumlah kreditur serta peningkatan dana yang disalurkan. Selain itu, terdapat peningkatan kemampuan penerima program dalam mengelola keuangan pribadi, keuarga dan usaha. Mendukung hal tersebut, penelitian yang dilakukan oleh Asrianti (2010) menyatakan bahwa terjadi peningkatan yang positif bagi aspek ekonomi masyarakat. Untuk lebih lengkapnya, dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Hasil rangkuman penelitian sebelumnya Judul Penelitian Lokasi Penelitian Hasil Penelitian Rahman (2009): Pabrik Pengelolaan Baitul Ma’al Wa “Evaluasi Narogong PT Tamwil memenuhi indikator Tanggung Jawab Holcim pemberdayaan untuk memenuhi Sosial PT Holcim kebutuhan ekonomi. Kantor Baitul Indonesia Tbk” Ma’al Wa Terdapat bantuan infrasturuktur Tamwil oleh CSR PT Holcim Desa Kembang Manfaat Baitul Ma’al Wa Tamwil Kuning, Desa yaitu membuka akses bagi Klapanunggal, masyarakat serta meningkatkan dan Desa kemampuan masyarakat dalam Nambo mengelola keuangan
17
Triyono (2014): “Pemberdayaan Masyarakat Melalui Community Development Program Posdaya (Pos Pemberdayaan Keluarga) PT Holcim Indonesia Tbk Pabrik Cilacap” Asrianti (2010): “Analisis Pola Pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility/CSR) dalam Upaya Pengembangan Masyarakat”
Masyarakat sekitar Pabrik Cilacap PT Holcim
Kegiatan Posdaya oleh CSR PT Holcim bersumber dari masyarakat serta memperhatikan aspek potensi subyek Posdaya Dalam melaksanakan kegiatan posdaya, CSR PT Holcim menjalin hubungan dengan komunitas, pemerintah dan LSM, berpusat pada Comrel Departement.
Desa Kembang Wangi, Kecamatan Klapanunggal Pabrik Narogong PT Holcim Kantor Baitul Ma’al Wa Tamwil
Upaya pengembangan masyarakat oleh PT Holcim sudah dilakukan, terlihat dari perbedaan partisipasi bagi masyarakat yang terkena dampak dan yang tidak terkena dampak CSR. Terdapat peningkatan pada aspek ekonomi masyarakat Lapisan bawah masyarakat belum mengalami peningkatan pada aspek ekonomi karena faktor budaya
Kerangka Pemikiran Community involvement (keterlibatan masyarakat) merupakan salah satu dari 6 pilar prinsip pembangunan berkelanjutan yang diterapkan PT Holcim (Special Report PT Holcim Indonesia Tbk, 2013) sehingga kesesuaian kebutuhan masyarakat menjadi aspek penting dalam pelaksanaan programnya. Kerangka pemikiran pada program ini dilihat berdasarkan kesesuaian program yang dinilai melalui apakah program CSR sudah sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan apakah terdapat peningkatan akses pelayanan akan kebutuhan tersebut. Kesesuaian program dilihat dari metode, materi, media, serta waktu dan lokasi (Setiana 2005) dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip pelaksanaan CSR dalam ISO 26000. Kesesuaian program pada penelitian ini digolongkan dalam tiga kategori, yaitu tinggi, sedang, dan rendah dengan mengacu pada rentang yang ditentukan oleh nilai standar deviasi. Semakin sesuai program dengan kebutuhan masyarakat, maka akan semakin mendorong masyarakat untuk aktif berpartisipasi. Ndraha (2007) menyatakan bahwa dengan dapat teridentifikasikannya kebutuhan yang dirasakan oleh masyarakat melalui program CSR, akan membuat masyarakat tergerak untuk ikut berpartisipasi secara sukarela dalam suatu kegiatan karena dianggapnya dapat memperbaiki harkat hidup masyarakat dan dirinya sendiri. Pernyataan tersebut menegaskan bahwa terdapat hubungan antara kesesuaian program CSR dengan tingkat partisipasi masyarakat. Partisipasi merupakan kunci keberhasilan suatu program pemberdayaan. Partisipasi yang dilakukan agar suatu program pemberdayaan dapat menghasilkan manfaat harus berada pada suatu situasi yang sinergis di antara pihak-pihak yang berkepentingan seperti masyarakat,
18
pemerintah, serta perusahaan itu sendiri. Tingkat partisipasi masyarakat pada penelitian ini diukur dari keterlibatannya pada setiap tahapan program menurut Cohen dan Uphoff (1977) yang mencakup pengambilan keputusan, pelaksanaan, evaluasi, dan menikmati hasil. Kemudian, untuk menilai seberapa besar partisipasi masyarakat pada program diukur melalui pengkategorian 8 tingkatan partisipasi yang kemudian menjadi tiga kategori oleh Arnstein (2007) yang mencakup nonparticipation yaitu kategori rendah, tokenism yaitu kategori sedang, dan citizen power yaitu kategori tinggi. Keterlibatan masyarakat merupakan hal penting dalam proses pengembangan program, agar manfaat program dapat dihasilkan. Aktualisasi dari suatu program pemberdayaan dapat dibuktikan melalui manfaat yang dihasilkan dari program itu sendiri. Wijayanti (2011) menyatakan bahwa ada kecenderungan jika tingkat partisipasi yang berbilang tinggi maka akan tinggi pula tingkat manfaat bagi peserta program. Pernyataan tersebut menegaskan bahwa terdapat hubungan antara tingkat partisipasi masyarakat dengan kemanfaatan yang dihasilkan oleh program manfaat dari implementasi program CSR dapat dirasakan secara langsung maupun tidak langsung oleh peserta. Pengukuran kemanfaatan program dilihat dari manfaat program dalam aspek ekonomi (Wibisono 2007). Kemanfaatan program digolongkan menjadi tiga kategori yaitu tinggi, sedang, dan rendah dengan mengacu pada rentang yang ditentukan oleh nilai standar deviasi. Pada penelitian ini, difokuskan pada untuk melihat bagaimana sebenarnya hubungan antara kesesuaian program CSR PT Holcim dengan tingkat partisipasi masyarakat. Adapun kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2 yang dirumuskan dalam kerangka pemikiran sebagai berikut. Tingkat kesesuaian program Materi Metode Media Waktu Lokasi
Tingkat partisipasi Perencanaan Pelaksanaan Evaluasi Pemanfaatan hasil
Prinsip CSR dalam ISO 26000
Kemanfaatan program Ekonomi Sosial
: Berhubungan Gambar 2 Kerangka pemikiran hubungan kesesuaian program, tingkat partisipasi, dan kemanfaatan program CSR PT Holcim Indonesia Tbk
19
Hipotesis Penelitian Hipotesis pada penelitian yang pertama ialah terdapat hubungan nyata antara kesesuaian program pemberdayaan ekonomi PT Holcim dengan tingkat partisipasi masyarakat. Secara lebih khususnya ialah sebagai berikut: Kesesuaian materi, metode, media, waktu pelaksanaan, dan lokasi pelaksanaan program berhubungan dengan tingkat partisipasi pada tahap perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan pemanfaatan hasil Hipotesis yang kedua pada penelitian ini ialah terdapat hubungan nyata antara tingkat partisipasi masyarakat dengan kemanfaatan program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia. Secara lebih khususnya sebagai berikut: Tingkat partisipasi berhubungan pada tahap perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan pemanfaatan hasil berhubungan dengan kemanfaatan ekonomi program Tingkat partisipasi berhubungan pada tahap perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan pemanfaatan hasil berhubungan dengan kemanfaatan sosial program
20
21
PENDEKATAN LAPANG Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang didukung dengan data kualitatif. Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah survei, yaitu penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data pokok (Singarimbun dan Effendi 2012). Pada pendekatan kualitatif, metode yang digunakan ialah content analysis atau analisis isi yang didapat melalui wawancara mendalam kepada informan dibantu dengan panduan pertanyaan. Teknik wawancara mendalam dilakukan untuk mengetahui bagaimana karakteristik program CSR yang dilakukan oleh perusahaan. Unit analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah individu yaitu anggota kelompok penerima program. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Kembang Kuning, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive (sengaja) karena beberapa pertimbangan yaitu PT Holcim Indonesia Tbk merupakan perusahaan yang menjalankan usaha di bidang pemanfaatan sumber daya alam, sementara Desa Kembang Kuning merupakan salah satu desa yang termasuk pada Ring 1 pelaksanaan CSR PT Holcim Indonesia Tbk yang berarti lokasi yang sangat dekat dengan Pabrik Narogong dan memiliki interaksi di antara masyarakat dan perusahaan sehingga menjadi relevan dalam hal melihat hubungan kesesuaian program dengan tingkat partisipasi masyarakat. Kegiatan penelitian ini dalam jangka waktu lima bulan terhitung mulai bulan Maret 2016 sampai dengan Agustus 2016. Penelitian ini meliputi penyusunan penyusunan proposal skripsi, kolokium, perbaikan proposal skripsi, pengambilan data lapang, pengolahan dan analisis data, penulisan draft skripsi, uji petik, sidang skripsi, dan perbaikan laporan skripsi. Pengambilan data lapang dilakukan terhitung selama 2 bulan, yaitu bulan Maret 2016 hingga April 2016. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan sumber data yang berasal dari responden dan juga informan. Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data kuantitatif adalah kuesioner. Kuesioner berisi beberapa variabel yaitu karakteristik peserta, kesesuaian program, tingkat partisipasi, serta kemanfaatan program. Sementara itu, data kualitatif dari informan diperoleh melalui wawancara mendalam yang juga digunakan untuk menyempurnakan perolehan informasi dari kuesioner. Topik wawancara mendalam meliputi bagaimana karakteristik program CSR yang dilaksanakan oleh PT Holcim Indonesia Tbk di antaranya termasuk bagaimana kesesuaian program, tingkat partisipasi penerima program, dan manfaat yang dihasilkan program. Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan langsung di lapangan dengan cara survei,
22
observasi, serta wawancara mendalam yang dilakukan langsung kepada responden maupun informan melalui panduan pertanyaan wawancara untuk mendapatkan data mengenai kesesuaian program, tingkat partisipasi, dan kemanfaatan program. Data sekunder diperoleh dari dokumen-dokumen tertulis di kantor desa dan kantor kecamatan untuk mendapatkan data mengenai penduduk dan monografi desa, serta data peserta program pemberdayaan ekonomi dari PT Holcim Indonesia Tbk. Jenis dan metode pengumpulan data dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Jenis dan metode pengumpulan data No. 1. 2.
Data yang dibutuhkan Peta dan data monografi Desa Warga yang ikut menjadi peserta program CSR
3.
Kesesuaian Program
4.
Tingkat Partisipasi Masyarakat
5.
Kemanfaatan Program
Metode Data Sekunder: Sumber data dari kantor Desa Kembang Kuning berupa Profil Desa Data Sekunder: Koperasi Wanita Mandiri berupa Data Anggota Data Primer: Sumber data dari wawancara kepada responden (Warga Desa Kembang Kuning yang menjadi peserta program CSR) menggunakan panduan kuesioner melalui wawancara Data Primer: Sumber data dari wawancara kepada responden (Warga Desa Kembang Kuning yang ikut dalam Program CSR) menggunakan panduan kuesioner melalui wawancara Data Primer: Sumber data dari wawancara kepada responden (Warga Desa Kembang Kuning yang menjadi peserta program CSR) menggunakan panduan kuesioner melalui wawancara
Teknik Penentuan Responden dan Informan Subyek pada penelitian ini dibedakan menjadi dua, yaitu responden dan informan. Responden dalam penelitian ini ialah peserta program pemberdayaan ekonomi oleh CSR PT Holcim Indonesia yang merupakan anggota Koperasi Wanita Mandiri di Desa Kembang Kuning, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor. Informan merupakan pihak fasilitator CSR PT Holcim Indonesia Tbk, masyarakat atau stakeholders terkait. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh peserta program pemberdayaan ekonomi PT Holcim di Desa Kembang Kuning. Unit analisis yang digunakan ialah individu. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah simple random sampling atau sampel acak sederhana yaitu sampel diambil sedemikian rupa sehingga setiap unit responden dalam populasi memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel (Singarimbun dan Effendi 2012). Pemilihan responden tersebut ditentukan melalui kerangka sampling dengan menggunakan software Microsoft Excel 2007, kemudian jika terdapat calon responden yang
23
menolak diwawancarai, akan digantikan dengan sisa populasi yang ada. Peneliti hanya mengambil sebanyak 30 responden yang merupakan peserta program pemberdayaan ekonomi di Desa Kembang Kuning, karena populasi bersifat homogen dan tidak terlalu tersebar secara geografis. Pemilihan informan dilakukan secara sengaja (purposive) dan dengan teknik bola salju (snowball sampling) dengan jumlah yang tidak ditentukan. Penetapan informan dengan teknik ini memungkinkan perolehan data dari satu informan ke informan lainnya sehingga jika pertambahan informasi tidak lagi menghasilkan pengetahuan baru, maka pencarian informasi akan diberhentikan. Penetapan informan ini dilakukan dengan menentukan orang-orang tertentu yang mengetahui mengenai tanggung jawab sosial perusahaan, khususnya program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia Tbk di lokasi penelitian. Informan kunci yang dipilih ialah pihak officer community relations PT Holcim Indonesia Tbk. Teknik Pengolahan dan Analisis Data Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa kuesioner dan pertanyaan terstruktur sebagai pedoman wawancara mendalam. Data kuesioner yang diperoleh dianalisis secara kuantitatif dan terbagi menjadi tiga bagian, yaitu pertama menanyakan mengenai kesesuaian program yang mencakup materi, metode, media, waktu pelaksanaan, dan lokasi pelaksanaan program. kemudian yang kedua ialah tingkat partisipasi pada setiap tahapannya yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan pemanfaatan hasil. Terakhir ialah kemanfaatan program yang mencakup kemanfaatan ekonomi dan kemanfaatan sosial program. Setelah seluruh data diperoleh, kemudian diolah menggunakan software Microsoft Excel 2007 dan software SPSS (Statictical Program for Social Sciences) for Windows versi 20.0. Tahap pertama yang dilakukan ialah pengkodean data indikator masing-masing variabel, kemudian dilakukan perhitungan persentase jawaban responden dalam bentuk tabel frekuensi dan juga dilakukan uji reliabilitas (Lampiran 1). Software SPSS digunakan untuk mengukur data kuantitatif dengan uji korelasi Rank Spearman yang digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antar dua variabel yang berskala ordinal dan tidak menentukan prasyarat data terdistribusi normal (Lampiran 2 dan Lampiran 3). Hubungan antara kesesuaian program dengan tingkat partisipasi disajikan menggunakan tabulasi silang. Berikut hipotesis hubungan kedua hubungan variabel tersebut: H0
= tidak terdapat hubungan positif antara kesesuaian program dengan tingkat partisipasi.
H1
= terdapat hubungan positif antara kesesuaian program dengan tingkat partisipasi.
Data yang diperoleh tentang hubungan kedua variabel tersebut kemudian digolongkan menjadi tiga kelas, yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Hubungan antara tingkat partisipasi dengan kemanfaatan program memiliki hipotesis sebagai berikut:
24
H0
= tidak terdapat hubungan positif antara tingkat partisipasi dengan kemanfaatan program.
H1
= terdapat hubungan positif antara tingkat partisipasi dengan kemanfaatan program. Data yang diperoleh tentang hubungan kedua variabel tersebut kemudian digolongkan menjadi tiga kelas, yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Aturan nilai dalam menentukan lemah atau kuatnya hubungan adalah jika 0,00 maka tidak terdapat hubungan, jika 0,01-0,09 berarti terdapat hubungan yang kurang berarti, jika 0,10-0,29 maka hubungannya lemah, 0,30-0,49 berarti hubungan yang moderat, jika 0,50-0,69 maka terdapat hubungan yang kuat, jika 0,70-0,89 terdapat hubungan yang kuat, dan jika >0,9 maka hubungan antar variabel tersebut mendekati sempurna. Data kualitatif yang diperoleh dari hasil wawancara mendalam dan catatan tematik (Lampiran 4) digunakan sebagai data pendukung hasil penelitian kuantitatif. Data kualitatif didapatkan dengan cara mereduksi hasil wawancara mendalam dengan para responden dan informan. Definisi Operasional Definisi Operasional Kesesuaian Program Kesesuaian program ialah program terhadap pemenuhan kebutuhan dan peningkatan akses pelayanan bagi peserta program berdasarkan kemampuan dan potensi lokal (Hilarius dan Prayogo 2012). Kesesuaian program diukur melalui empat faktor pendukung efektivitas program, yaitu: metode, materi, media, serta waktu dan lokasi. Dalam Tabel 5 faktor tersebut ditinjau pula dengan prinsipprinsip penerapan CSR dalam ISO 26000. Keterangan penilaian berikut dengan skor:
Rendah: penghitungan skor X ≤ SD
Sedang: penghitungan skor SD< X < SD
Tinggi: X ≥ SD
Tabel 5 Definisi Operasional Kesesuaian Program Variabel Materi
Metode
Media
Definisi Operasional
Skala Ukur Ordinal
Keselarasan akan kebutuhan masyarakat dengan program yang diukur melalui segala sesuatu yang disampaikan dalam kegiatan program yang menyangkut ilmu atau teknologi dengan memperhatikan prinsip penerapan CSR dalam ISO 26000 Keselarasan akan kebutuhan masyarakat dengan Ordinal program yang diukur melalui teknik pendekatan maupun pelaksanaan program dengan memperhatikan prinsip penerapan CSR dalam ISO 26000 Keselarasan akan kebutuhan masyarakat dengan Ordinal
25
Waktu Pelaksanaan
Lokasi Pelaksanaan
program yang diukur melalui alat bantu yang digunakan untuk menyampaikan materi selama program berlangsung dengan memperhatikan prinsip penerapan CSR dalam ISO 26000 Keselarasan akan kebutuhan masyarakat dengan program yang diukur melalui ketepatan jadwal pelaksanaan program dengan memperhatikan prinsip penerapan CSR dalam ISO 26000 Keselarasan akan kebutuhan masyarakat dengan program yang diukur melalui kemudahan lokasi pelaksanaan program dengan memperhatikan prinsip penerapan CSR dalam ISO 26000
Ordinal
Ordinal
Definsi Operasional Tingkat Partisipasi Partisipasi masyarakat ialah tingkat keterlibatan oleh sasaran dalam suatu program. Nasdian (2014) mendefinisikan partisipasi sebagai proses aktif, inisiatif diambil oleh warga komunitas sendiri, dibimbing oleh cara berfikir mereka sendiri, dengan menggunakan sarana dan proses (lembaga dan mekanisme) dimana mereka dapat menegaskan kontrol secara efektif. Tingkat partisipasi diukur melalui tingkatan partisipasi oleh Arnstein (2007) menjadi 8 tingkatan dengan 3 kategori yaitu non-partisipasi, tokenism, dan citizen power pada setiap tahapan program. Lebih jelas dapat pada Tabel 6. Tabel 6 Definisi Operasional Tingkat Partisipasi Variabel
Definisi
Indikator Pengukuran
Perencanaan
Keikutsertaan responden dalam mengikuti kegiatan perencanaan program yang diukur menggunakan Delapan tangga partisipasi (Arnstein, 2007) yaitu, manipulation, therapy, informing, consultation, placation, partnership, delegated power, dan citizen control.
a.
Keikutsertaan responden dalam pelaksanaan kegiatan program yang diukur menggunakan Delapan tangga partisipasi (Arnstein, 2007) yaitu, manipulation, therapy, informing, consultation, placation,
a.
Pelaksanaan
b.
c.
b.
Skala Ukur Ordinal
Rendah: jika responden menjawab pada tingkatan 1 dan 2 Sedang: jika responden menjawab pada tingkatan 3 sampai 5 Tinggi: jika responden menjawab pada tingkatan 6 sampai 8 Rendah: jika Ordinal responden menjawab pada tingkatan 1 dan 2 Sedang: jika responden menjawab pada tingkatan 3 sampai
26
partnership, delegated power, dan citizen control.
Evaluasi
Keikutsertaan responden dalam memantau setiap kegiatan CSR perusahaan yang diukur menggunakan Delapan tangga partisipasi (Arnstein, 2007) yaitu, manipulation, therapy, informing, consultation, placation, partnership, delegated power, dan citizen control.
Menikmati Hasil
Keikutsertaan responden dalam memanfaatkan setiap hasil kegiatan CSR perusahaan yang diukur menggunakan Delapan tangga partisipasi (Arnstein, 2007) yaitu, manipulation, therapy, informing, consultation, placation, partnership, delegated power, dan citizen control.
5 c. Tinggi: jika responden menjawab pada tingkatan 6 sampai 8 a. Rendah: jika responden menjawab pada tingkatan 1 dan 2 b. Sedang: jika responden menjawab pada tingkatan 3 sampai 5 c. Tinggi: jika responden menjawab pada tingkatan 6 sampai 8 a. Rendah: jika responden menjawab pada tingkatan 1 dan 2 b. Sedang: jika responden menjawab pada tingkatan 3 sampai 5 c. Tinggi: jika responden menjawab pada tingkatan 6 sampai 8
Ordinal
Ordinal
Definisi Operasional Kemanfaatan Program Kemanfaatan program ialah seluruh hasil atau keluaran dilaksanakannya suatu program. Keterangan penilaian berikut dengan skor:
Rendah: penghitungan skor X ≤ SD
Sedang: penghitungan skor SD< X < SD
Tinggi: X ≥ SD
dari
Secara ekonomi, diukur dari peningkatan kualitas sarana dan prasarana, kemandirian masyarakat secara ekonomis, dan peningkatan peluang ekonomi masyarakat. Lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 7.
27
Tabel 7 Definisi Operasional Kemanfaatan Ekonomi Program Indikator
Definisi
Pertambahan Kualitas Sarana dan Prasarana
Perbaikan jumlah, mutu, atau apapun terkait segala bentuk jenis fasilitas fisik maupun nonfisik yang mendukung pelaksanaan kegiatan.
Kemandirian Ekonomi
Bertambahnya kemampuan masyarakat dalam mengelola perekonomiannya sendiri melalui pertambahan pengetahuan dan pengembangan keterampilan. Kondisi kehidupan masyarakat setelah mengikuti program serta pengetahuan dan keterampilan yang didapatkan dan keberlanjutannya.
Kualitas Hidup
Skala Ukur Ordinal
Ordinal
Ordinal
Sementara itu, kemanfaatan program secara sosial diukur dari frekuensi gejolak sosial, kualitas hubungan masyarakat dan perusahaan, dan kepuasan masyarakat. Lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Definisi Operasional Kemanfaatan Sosial Program Variabel Frekuensi Gejolak Sosial
Kualitas Hubungan Masyarakat dan Perusahaan Kepuasan Masyarakat
Definisi Kondisi masyarakat dimana terjadinya perselisihan yang melibatkan lapisan masyarakat dan disebabkan oleh masalah tertentu seperti masalah ekonomi, sosial, dan individual dan mempengaruhi keamanan di desa. Tingkat baik atau buruknya interaksi timbal balik antara masyarakat dengan perusahaan. Terpenuhinya harapan dan keinginan masyarakat melalui dilaksanakannya program CSR oleh perusahaan.
Skala Ukur Ordinal
Ordinal
Ordinal
28
29
PROFIL LOKASI PENELITIAN PT Holcim Indonesia Tbk Sejarah PT Holcim Indonesia Tbk Saat ini, PT Holcim Indonesia Tbk merupakan produsen semen ketiga terbesar di Indonesia dengan core business yang terintergrasi dengan penyediaan 10 jenis semen, beton, dan produksi agregat. PT Holcim Indonesia Tbk mengoperasikan tiga pabrik semen yang terletak di Narogong, Jawa Barat, di Cilacap, Jawa Tengah, Tuban 1 di Jawa Timur dan fasilitas penggilingan semen di Ciwandan, Banten dengan total kapasitas gabungan per tahun 11 juta ton semen. Kami mengoperasikan banyak batching plant beton, dua tambang dan jaringan logistik lengkap yang mencakup pula gudang dan silo. Pada awalnya, PT Holcim Indonesia Tbk memiliki nama PT Semen Cibinong, perusahaan swasta yang didirikan pada tanggal 15 Juni 1971 dan memiliki produk andalan bernama Semen Kujang. Pada tahun 1973, unit pertamanya yang berlokasi di Kecamatan Gunung Putri, Kabupaten Bogor dibangun dan mulai beraktifitas pada tahun 1975. Seiring perkembangannya, pada 10 Agustus 1977 PT Semen Cibinong menjadi perusahaan produsen semen yang mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Jakarta yang kemudian pada setahun kemudian juga terdaftar di Bursa Efek Surabaya. Perluasan perusahaan dilakukan dengan melakukan akuisisi atas mayoritas saham PT Semen Nusantara Cilacap pada tahun 1993 dan pembelian 100 persen atas saham PT Semen Dwima Agung pada tahun 1995. Awal mula pergantian nama PT Semen Cibinong menjadi PT Holcim Tbk Indonesia ialah ketika Grup Holcim resmi menjadi pemegang dan pengawas saham mayoritas PT Semen Cibinong. Sebesar 77,3 persen saham perusahaan tersebut dimiliki oleh Group Holcim. Group Holcim merupakan produsen semen, agregat, beton jadi dan aspal secara global yang terkemuka beserta jasa layanan pendukunganya. Group Holcim berdiri pada tahun 1912, yang berhubungan dengan konstruksi sebuah pabrik semen di Holderbank, Switzerland. Pada awal tahun 1920, Holcim berinvestasi secara selektif di Eropa dan Negara-negara lain. Saat ini, Group Holcim telah beroperasi di lebih dari 70 negara di seluruh benua dan mempekerjakan kurang lebih 90.000 karyawan. Mayoritas saham Group Holcim atas PT Semen Cibinong membuat perusahaan tersebut masuk menjadi salah satu bagian dari Group Holcim. Pada 1 Januari 2006 nama PT Holcim Indonesia Tbk resmi menggantikan PT Semen Cibinong. Komitmen perusahaan atas kualitas produksi dan profesionalisme terbukti melalui sertifikasi internasional yang diberikan oleh SGS (Societe Generale de Surveillance) bidang Sistem Mutu atau ISO 9002 serta bidang Sistem Manajemen Lingkungan atau ISO 14001 untuk Pabrik Narogong dan Cilacap. Prestasi tersebut merupakan suatu yang membanggakan bagi PT Holcim Indonesia Tbk karena PT Holcim Indonesia Tbk telah menjadi perusahaan pertama di Group Holcim Asia Pasifik yang memperoleh sertifikasi berbasis internasional.
30
Prestasi membanggakan lain yang dicapai oleh PT Holcim Indonesia Tbk ialah mendapatkan penghargaan pencapaian terbaik di Hewlett Packard di bidang teknologi informasi dan juga penghargaan medali emas untuk Kendali Mutu di Konvensi Mutu Indonesia pada tahun 2000. Visi dan Misi Perusahaan PT Holcim Indonesia Tbk PT Holcim Indonesia Tbk ialah salah satu perusahaan di sektor industri bahan bangunan dan menyediakan solusi yang mengandalkan produk inovatif, dengan strategi usaha yang bertumpu pada pembangunan berkelanjutan. Perusahaan ini memiliki visi dan misi yang dilakukan berdasarkan nilai yang mereka anut. Nilai-nilai tersebut di antaranya ialah menjalin kekuatan yang berdasarkan kemitraan, kinerja yang tercermin dari pemenuhan janji, dan semangat yang terwujud dalam kepedulian Visi dari perusahaan ini ialah untuk membangun solusi yang berkelanjutan bagi masa depan masyarakat. Sementara misi dari perusahaan ini ialah perusahaan ini akan berusaha untuk terus tumbuh menjadi perusahaan yang bermanfaat bagi para pemangku kepentingannya melalui penyediaan solusi pembangunan berkelanjutan bagi masing-masing segmen pelanggan, peduli akan keselamatan kerja dan kelestarian lingkungan, serta mengembangkan kemampuan karyawan, melakukan inovasi untuk menjadi yang terbaik dan membentuk jaringan yang terpadu. Struktur Organisasi PT Holcim Indonesia Tbk dipimpin oleh seorang Presiden Direktur yang membawahi 7 direktur masing-masing bidang, yaitu Direktur Keuangan, Direktur RMX dan Agregat, Direktur Sumber Daya Manusia, Direktur Independen dan Sekretaris Perusahaan, Direktur Manufaktur, Direktur Pemasaran, dan Direktur Rantai Pasok. Selain itu, terdapat bidang CEO perusahaan yang membawahi di antaranya ialah Pembangunan Berkelanjutan dan CSR (Community Relations) yang mengurusi bidang hubungannya dengan masyarakat . Struktur organisasi PT Holcim Indonesia Tbk dapat dilihat pada Gambar 3. CSR PT Holcim Indonesia Tbk PT Holcim Indonesia Tbk sebagai perusahaan terkemuka dalam memproduksi semen, beton, dan agregat berkomitmen untuk melakukan pembangunan yang berkelanjutan demi menjamin kemampuan generasi yang akan datang. Bentuk komitmen tersebut ialah melalui peningkatan kinerja lingkungan hidup secara berkesinambungan dalam memproduksi dan juga membantu menciptakan lingkungan yang lebih aman dan sehat. Falsafah triple-bottom line; pembangunan berkelanjutan di bidang ekonomi, lingkungan hidup, dan sosial menjadi prinsip penting yang diterapkan oleh PT Holcim Indonesia Tbk agar manfaat dari keberadaan perusahaan dapat dirasakan pemangku kepentingan yang juga termasuk masyarakat. Falsafah tersebut sudah terinternalisasi dalam kebijakan perusahaan sehingga menjadi dasar pelaksanaan CSR bagi PT Holcim Indonesia Tbk.
31
Direktorat Keuangan Direktorat RMX dan Agregat
Dewan Komisaris
Direktorat Sumber Daya Manusia Presiden Direktur
Direktorat Independen dan Sekretaris Perusahaan Direktorat Manufaktur Direktorat Pemasaran Direktorat Rantai Pasok
CEO
Keamanan Komunikasi Hubungan Pemerintahan Perencanaan Strategi dan Resiko Bisnis Pembangunan Community Berkelanjutan dan Relations CSR Community Relations
Sumber: Annual Report, 2014. Gambar 3 Struktur Organisasi PT Holcim Indonesia Tbk Motivasi perusahaan dalam melakukan kegiatan tanggungjawab sosial ialah selain sebagai bentuk kompensasi atas eksternalitas yang dihasilkan oleh aktivitas perusahaan namun juga untuk melakukan ketertiban sosial, yaitu dengan berupaya mewujudkan perusahaan yang bermanfaat bagi pemangku kepentingan dari semua kalangan. PT Holcim juga selalu berupaya untuk memberikan kontribusi kepada masyarakat yaitu dengan melibatkan masyarakat secara berkesinambungan dalam setiap programnya. Tidak hanya melibatkan masyarakat saja, tetapi PT Holcim juga memberikan pendanaan dan juga pemberdayaan bagi masyarakat. Kemudian, dalam menyusun program
32
pemberdayaan masyarakat, PT Holcim selalu mempertimbangkan masukan warga di sekitar unit kerjanya, yaitu pihak yang langsung merasakan manfaat program (Holcim Special Report, 2013). Selain itu, terdapat juga enam pilar kebijakan CSR perusahaan (Green Industry Presentation, 2010) yang dianut oleh PT Holcim Indonesia Tbk. Salah satunya ialah keterlibatan masyarakat, yaitu identifikasi atas kebutuhan masyarakat yang dilanjutkan dengan memberdayakan masyarakat dengan tujuan untuk meningkatkan pendidikan, ekonomi, serta sosial dan budaya. Pelaksanaan CSR oleh PT Holcim Indonesia dilakukan oleh Departemen Community Relations yang dibawahi CEO Perusahaan. Saat ini, Departemen Community Relations memfokuskan kegiatannya pada beberapa pilar kegiatan, yaitu: 1) Infrastruktur: mencakup kegiatan pembuatan jalan, bantuan untuk material pembuatan drainase, pembangunan kantor desa, gedung sekolah, dan sarana prasarana umum lainnya. Kegiatan yang termasuk pada program pilar infrastruktur ialah di antaranya pembeton-an jalan setapak, pembangunan gedung sekolah dan juga fasilitas lainnya. 2) Pemberdayaan Ekonomi: mencakup pelaksanaan kegiatan dana bergulir untuk usaha masyarakat yang bertujuan untuk memberdayakan dengan menyesuaikan potensi yang dimiliki masyarakat setempat. 3) Pendidikan: mencakup pemberian dana beasiswa untuk pendidikan bagi warga desa mitra perusahaan yang tergolong kurang mampu untuk melanjutkan pendidikan SD, SMP, maupun SMA. 4) Kesehatan: mencakup pemberian penyuluhan kesehatan, pemberian dana posyandu, dan penyelenggaraan kegiatan kesehatan skala kecamatan. 5) Sosial: mencakup bantuan sosial, penyuluhan-penyuluhan, pelatihan, dan pemberian dana santunan. Pilar ini merupakan bukti bahwa PT Holcim Indonesia Tbk memperhatikan bagaimana kehidupan sosial maysarakat sekitarnya. Kegiatan yang termasuk didalamnya ialah pemberian bantuan kepada rumah tangga miskin, pemberian hewan qurban dan sembako. Prestasi membanggakan yang dicapai oleh PT Holcim Indonesia di antaranya ialah penghargaan Green Proper Award atas kinerja lingkungan dan CSR yang baik dari Kementerian Lingkungan Hidup pada tahun 2009. Selain penghargaan, banyak juga bentuk kerjasama yang dilakukan PT Holcim Indonesia Tbk dengan perusahaan maupun pemerintahan baik nasional maupun internasional dengan tujuan kehidupan yang lebih baik. Program Pemberdayaan Ekonomi Program kemitraan dengan lembaga sekitar masyarakat yang dilakukan oleh CSR PT Holcim Indonesia Tbk merupakan salah satu program yang dijalankan oleh Departemen Community Relations pada pilar program pemberdayaan ekonomi. Program pemberdayaan ekonomi ini memang ditujukan kepada masyarakat sekitar Pabrik Narogong dalam mengupayakan peningkatan perekonomiannya. Program pemberdayaan ekonomi sengaja ditujukan kepada lembagalembaga atau kelompok-kelompok yang ada di masyarakat dengan tujuan agar manfaat yang didapat kemudian dapat digunakan secara bersama. Kelompok-
33
kelompok tersebut pada awalnya diidentifikasi terlebih dahulu mengenai potensi maupun kebutuhannya, kemudian jika memang sesuai dengan kriteria yang dimiliki oleh PT Holcim Indonesia Tbk maka kemudian dibentuk hubungan kemitraan di antara pihak perusahaan dengan lembaga atau kelompok tersebut. Program pemberdayaan ekonomi sudah berlangsung dan memberikan manfaat bagi masyarakat, di antaranya ialah Kelompok Swadaya Membangun Bersama (KSMB) yaitu kemitraan antara kelompok-kelompok di masyarakat dengan perusahaan dan termasuk di dalamnya kemitraan dengan Koperasi Wanita Mandiri, Posdaya, dan yang paling baru ialah Galeri Sampireun di mana masyarakat bisa menjual hasil keterampilan maupun hasil usahanya di sebuah tempat yang telah disediakan oleh CSR PT Holcim Indonesia Tbk. Koperasi Wanita Mandiri Koperasi Wanita Mandiri (Kopwama) nmerupakan suatu bentuk koperasi simpan pinjam yang dilakukan oleh anggota PKK di Kampung Narogong, Desa Kembang Kuning. Kopwama merupakan suatu lembaga keuangan bukan bank yang memberikan pelayanan berupa penghimpunan dana oleh masyarakat dan penyaluran kembali melalui bentuk pinjaman kepada anggota dalam rangka pengembangan ekonomi mikro. Anggota PKK di Kampung Narogong sepakat untuk menjalani Kopwama sejak tahun 2012 yang dibina oleh PT Holcim Indonesia Tbk. Koperasi ini didirikan pada tanggal 9 Juli 2012 dengan anggota sekitar 60 orang. Kopwama memiliki jadwal buka yaitu setiap hari senin, rabu dan jumat di kantor yang juga digunakan sebagai tempat pelaksanaan posyandu, berlokasi tepat di belakang kantor Kecamatan Klapanunggal. Jumlah anggota yang tercatat saat ini ialah mencapai 148 orang yang juga merupakan anggota PKK. Saat ini, Kopwama dipimpin oleh Susilo Setyawati. Pada Gambar 4 disajikan bagan struktur organisasi Koperasi Wanita Mandiri. Ketua Pembina: PT Holcim
Pengawas
Wakil Ketua Bendahara
Sekretaris Anggota
Sumber: Kopwama Gambar 4 Struktur organisasi Koperasi Wanita Mandiri
34
Kegiatan yang dilakukan oleh Kopwama banyak dilakukan sekaligus dengan acara PKK, di antaranya ialah: pelatihan, arisan, pertunjukkan keterampilan tiap bulannya, pengajian rutin, serta pelaksanaan posyandu yang dibina pula oleh PT Holcim Indonesia Tbk. Teknis pelaksanaan Kopwama ialah pertahunnya diakhiri dengan tutup buku dan penghitungan Sistem Hasil Usaha (SHU) di bulan Desember, namun sejak 2015 dirubah menjadi persepuluhbulan, yang diakhiri di bulan Oktober. Pada saat tutup buku, pengurus melakukan penghitungan untung yang terdiri dari untung kotor dan untung bersih. Untung kotor masih belum dipotong oleh biaya sarana dan prasarana seperti alat tulis kantor, biaya listik, biaya air, dan lainnya. Untung bersih merupakan untung yang keuntungan bersih yang diperoleh koperasi atas hasil administrasi dan dapat dibagikan ke seluruh anggota. Besarnya jumlah SHU yang diterima anggota, dihitung berdasarkan keseringan anggota dalam melakukan penyimpanan dan peminjaman. Peminjaman hanya boleh dilakukan oleh anggota koperasi saja, sehingga untuk melakukan simpan pinjam harus melakukan pendaftaran ke kantor untuk melakukan administrasi dan pembayaran awal sebesar Rp. 100.000,- sebagai simpanan pokok yang kemudian dilanjutkan dengan simpanan wajib sebesar Rp. 10.000,- perbulannya. Dana tersebut bisa ditarik kembali oleh anggota jika anggota tersebut berhenti menjadi anggota Kopwama. Syarat yang diperlukan untuk melakukan peminjaman di Kopwama tidak menyulitkan, yaitu sudah terdaftar menjadi anggota dan memiliki tabungan minimal Rp. 500.000,- dan Rp. 100.000,- sebagai deposit. Proses pencairan tergantung dengan availabilitas dana, namun tidak membutuhkan waktu yang lama. Pembayaran dilakukan dengan melakukan cicilan 5 kali dalam jangka waktu sampai tutup buku (Oktober) namun jika ada yang mengalami kesulitan ekonomi bisa diperbanyak menjadi 10 kali cicilan. Manajemen yang dilakukan oleh pengurus ialah hanya dengan melakukan pencatatan pada umumnya, namun untuk memberikan pinjaman pengurus melakukan analisis terlebih dahulu yaitu dengan melihat sejarah penyimpanannya. Pada awalnya, anggota Kopwama merupakan bagian dari anggota PKK Kampung Narogong yang sudah terbentuk sejak tahun 1987. Kegiatan simpan pinjam juga sudah dilakukan sebagai bagian dari kegiatan rutin bulanan anggota PKK yaitu UP2K (Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga) dengan modal awal hanya sejumlah 200 ribu rupiah. Pada tahun 2012, PT Holcim Indonesia Departemen Community Relations mengajak anggota PKK untuk menjadi mitra binaannya, sehingga dibentuklah Koperasi Wanita Mandiri yang pada tahun pertamanya mencapai keuntungan sekitar 16,5 juta rupiah. Proses pembentukan koperasi sepenuhnya dibantu oleh Holcim, mulai dari registrasi hukum, pelatihan administrasi maupun manajemen operasionalnya, hingga pendanaan. Pendanaan yang Holcim berikan kepada Kopwama sebesar 15 juta rupiah ditambah dengan keuntungan awal yang didapat dari UP2K, Kopwama berjalan dengan lancar dari awal hingga sekarang sudah mencapai keuntungan sekitar 60 juta rupiah. Bentuk kerjasama yang diberikan oleh perusahaan ialah berupa dana serta bermacam pelatihan yang bertujuan untuk mendidik anggota. Pelatihan yang dilakukan pada awalnya yaitu pengenalan kepada seluruh anggota mengenai koperasi dan cara kerjanya, kemudian pelatihan manajemen koperasi yang baik
35
dan benar, serta bermacam pelatihan lain yang bertujuan untuk mengembangkan usaha mikro masyarakat. Program ini berlangsung sejak sebelum koperasi didirikan yaitu sekitar tahun 2012 dan berkelanjutan hingga tahun 2014, meskipun begitu pendanaan bergulir dan pemantauan tetap dilakukan pihak PT Holcim Indonesia Tbk hingga sekarang. Profil Desa Kembang Kuning Desa Kembang Kuning merupakan salah satu desa yang terletak di wilayah Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Desa Kembangkuning memiliki luas 546,7 Ha yang terdiri atas tiga wilayah dusun, yaitu Dusun Narogong, Dusun Kembangkuning, dan Dusun Tegal dengan jumlah 7 RW dan 25 RT. Desa ini berbatasan dengan beberapa desa lainnya di Kecamatan Klapanunggal di antaranya yaitu Desa Klapanunggal dan Desa Nambo, dan juga berbatasan dengan Kecamatan Gunung Putri. Jumlah penduduk Desa Kembang Kuning sampai dengan bulan November 2015 tercatat 13.446 jiwa dan jumlah KK sebanyak 3.827. Jumlah penduduk desa tersebut terdiri atas jumlah laki-laki sebanyak 6.599 jiwa dan jumlah perempuan sebanyak 6.847 jiwa. Menurut Rogovsky (2000) terdapat beberapa manfaat dari keterlibatan di antara perusahaan dan masyarakat yaitu di antaranya memberikan keamanan yang lebih besar, infrastruktur dan lingkungan sosial-ekonomi yang baik, serta dapat memberikan lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Saat ini mayoritas penduduk memiliki mata pencaharian sebagai pegawai swasta yaitu sejumlah 2.520 jiwa dan buruh pabrik sejumlah 1.870 jiwa. Jumlah tersebut menunjukkan bahwa manfaat tersebut cukup menguntungkan bagi kedua belah pihak. Secara umum kondisi sosial politik serta ketentraman dan ketertiban di wilayah Desa Kembang Kuning cukup kondusif, didukung dengan jumlah Linmas yang sudah mencapai 50 orang dari tahun 2009 hingga 2015. Aspirasi masyarakat terkait dunia politik maupun mengenai regulasi dapat tersalurkan dengan baik kepada pihak pemerintah desa (Profil Desa Kembang Kuning, 2015). Sarana dan prasarana yang terdapat di Desa Kembang Kuning di antaranya ialah sarana pemerintahan desa, sarana perhubungan seperti jalanan yang dibeton yang juga terdapat bantuan dari PT Holcim Indonesia Tbk, sarana pendidikan, sarana kesehatan, sarana peribadatan, fasilitas perekonomian, serta sarana maupun prasarana lainnya. Desa Kembangkuning merupakan salah satu desa yang menjadi mitra PT Holcim Indonesia Tbk Pabrik Narogong. Desa Kembangkuning berbatasan langsung dengan lingkungan perusahaan sehingga termasuk pada ring 1 dalam kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan yang dilaksanakan oleh Departemen community relations. Karakteristik Responden Responden pada penelitian ini ialah anggota Kopwama yang aktif pada tahun pertama Kopwama didirikan hingga saat ini sehingga mereka terlibat dalam seluruh kegiatan program pemberdayaan ekonomi yang intens pada tahun 2012 hingga tahun 2014. Responden pada penelitian ini berjumlah 30 orang, dengan
36
karakteristik yaitu merupakan anggota Ibu-Ibu PKK Kampung Narogong Desa Kembang Kuning sehingga usia responden termasuk dewasa. Peneliti mengkategorikan usia berdasarkan usia kronologis selama rentang atau siklus kehidupan manusia, yaitu usia 18-30 tahun (masa dewasa awal), usia 31-55 tahun (masa dewasa pertengahan), usia ≥56 tahun (masa dewasa tua). Jumlah dan persentase anggota berdasarkan usia pada program pemberdayaan ekonomi dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Jumlah dan persentase anggota Kopwama menurut usia pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016 Usia Responden Jumlah (Orang) Persentase (%) 18-30 tahun 0 0,0 31-55 tahun 22 73,3 ≥56 tahun 8 26,7 Total 30 100.0 Tabel 9 menunjukkan bahwa sebaran usia anggota Kopwama berada pada kategori 31-55 tahun, yakni 22 orang dengan persentase 73,3 persen. Hal ini menunjukkan bahwa partisipan program termasuk kategori usia masa dewasa pertengahan. Usia tersebut merupakan usia di mana masa-masa produktif manusia untuk bekerja. Pekerjaan anggota Kopwama yang menjadi responden pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Jumlah dan persentase anggota Kopwama menurut usia pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016 Jenis Pekerjaan Jumlah (Orang) Persentase (%) Responden Guru 3 10,0 Ibu Rumah Tangga 21 70,0 Officer Holcim 1 3,3 Pembantu Rumah 1 3,3 Tangga Pedagang/Buka Usaha 4 13,3 Total 30 100.0 Pada Tabel 10 diketahui bahwa mayoritas dari anggota Kopwama yang menjadi responden pada penelitian ini berprofesi sebagai ibu rumah tangga dengan jumlah 21 orang atau 70,0 persen. Kemudian selain itu ada juga anggota yang berprofesi sebagai guru, officer dari PT Holcim Indonesia Tbk, pembantu rumah tangga (PRT), dan pedagang atau membuka usaha.
37
KESESUAIAN PROGRAM, TINGKAT PARTISIPASI, DAN KEMANFAATAN PROGRAM PEMBERDAYAAN EKONOMI Bab ini menguraikan tentang bagaimana kesesuaian program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia Tbk, serta tingkat partisipasi dan juga manfaatnya pada Koperasi Wanita Mandiri di Desa Kembang Kuning. Kesesuaian program ditinjau melalui empat faktor pendukung efektivitas penyuluhan oleh Setiana (2005). Bab ini juga membahas mengenai tingkat partisipasi yang dilihat pada tiap tahapan program menurut Cohen dan Uphoff (1977) yang terdiri dari tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, tahap evaluasi, serta tahap pemanfaatan hasil berdasarkan tipologi tangga partisipasi Arnstein (2007) yaitu non-participation, degrees of tokenism, dan degrees of citizen control. Selanjutnya, pada bab ini juga dibahas mengenai kemanfaatan program, yang ditinjau melalui indikator keberhasilan program pemberdayaan ekonomi oleh Wibisono (2007). Tingkat Kesesuaian Program Pemberdayaan Ekonomi Kesesuaian program pada penelitian ini dilakukan untuk menganalisis seberapa sesuai program binaan oleh pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia Tbk terhadap kebutuhan dan potensi masyarakat, yaitu anggota Kopwama. Kesesuaian program merupakan salah satu aspek yang mempengaruhi efektivitas program menurut Hilarius dan Prayogo (2012). Kesesuaian program diukur melalui daftar pertanyaan yang tersusun dalam bentuk kuesioner. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, variabel ini ditinjau menggunakan 5 indikator pendukung efektivitas program oleh Setiana (2005) yang di antaranya ialah materi, metode, media, serta waktu dan lokasi program. Hasil penelitian oleh Mutmainna (2014) menyatakan bahwa kesesuaian program pada program pemberdayaan ekonomi lokal tergolong tinggi karena program tersebut telah tepat sasaran dan sesuai dengan apa yang penerima program butuhkan. Selain itu, kesesuaian program yang tinggi dalam penelitian Mutmainna (2014) juga dikarenakan program yang mudah untuk dilaksanakan di kehidupan nyata. Mayoritas anggota Kopwama merasa bahwa program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia Tbk berkesesuaian yang tinggi, dengan alasan mereka merasa lebih aman jika melakukan simpan pinjam pada Koperasi Wanita Mandiri yang dibina oleh PT Holcim. Selain merasa aman, anggota lain juga merasa bahwa untuk melakukan simpan pinjam di Kopwama tidak memerlukan syarat yang menyulitkan sehingga mudah jika para anggota ingin melakukan pinjaman untuk modal usaha. Meskipun begitu, terdapat juga masyarakat yang merasa tidak ada perubahan signifikan dengan dibentuknya koperasi, dengan alasan bahwa mereka tidak terlalu mengembangkan hasil pinjaman menjadi usaha melainkan hanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
38
Materi Program Materi program yang dimaksudkan ialah segala sesuatu yang disampaikan dalam seluruh rangkaian kegiatan program. Menurut Setiana (2005) materi yang baik dalam suatu program adalah yang sesuai dengan kebutuhan sasaran, menarik, dapat memperbaiki kehidupan, meningkatan pendapatan, dan dapat memecahkan masalah yang sedang dihadapi oleh sasaran program. Materi pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia mencakup materi-materi pokok mengenai manajemen operasional koperasi dan juga materi penunjang lainnya seperti keterampilan ataupun materi terkait usaha mikro. Jumlah dan persentase anggota menurut kesesuaian materi program pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 Jumlah dan persentase anggota Kopwama menurut kesesuaian materi pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016 Materi Program Jumlah (Orang) Persentase (%) Rendah 8 26,7 Sedang 4 13,3 Tinggi 18 60,0 Total 30 100,0 Tabel 11 menunjukkan persebaran anggota Kopwama menurut kesesuaian materi program pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia. Data tersebut menunjukkan bahwa kesesuaian materi program termasuk tinggi dalam program pemberdayaan ekonomi, yaitu sejumlah 60 persen. Penilaian yang tinggi tersebut ialah karena terdapat anggota yang merasa bahwa materi yang diberikan saat kegiatan program sudah sesuai dengan kebutuhan maupun potensi yang dimiliki anggota Kopwama. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh salah satu anggota Kopwama sebagai berikut: “..materi yang disampaikan itu berkaitan dengan koperasi, kan kita kan orang awam yah jadi kita tau disitu bahwa koperasi bisa jalan kalo ada legalitas, dan butuh anggota-anggotanya juga...” (S, 45 tahun) Anggota merasa bahwa informasi yang disampaikan pada kegiatan dalam program pemberdayaan ekonomi sesuai dengan tujuan dari Kopwama itu sendiri, dan merasa bahwa informasi-informasi yang disampaikan dapat berguna baik secara kelompok maupun individu. Metode Program Metode program merupakan cara ataupun teknik yang digunakan berdasarkan tujuan khusus yang ingin dicapai dari program itu sendiri. Menurut Setiana (2005) terdapat banyak metode dalam suatu program, di antaranya yaitu berdasarkan pendekatan sasaran program, teknik komunikasinya, serta indera partisipan program. Jumlah dan persentase anggota menurut kesesuaian metode program pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia dapat dilihat pada Tabel 12.
39
Tabel 12 Jumlah dan persentase anggota Kopwama menurut kesesuaian metode pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016 Metode Program Jumlah (Orang) Persentase (%) Rendah 9 30,0 Sedang 4 13,3 Tinggi 17 56,7 Total 30 100,0 Tabel 12 menunjukkan persebaran anggota Kopwama menurut kesesuaian metode program pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia. Berdasarkan data tersebut didapatkan bahwa kesesuaian metode pada program ini termasuk tinggi. Sejumlah 56,7 persen anggota memberikan penilaian yang tinggi terhadap kesesuaian metode pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia Tbk. Menurut Setiana (2005) metode dalam suatu program baiknya disesuaikan dengan kebutuhan sasaran program itu sendiri, yaitu dengan cara mengkombinasikan berbagai metode agar memberi manfaat yang lebih baik dalam pencapaian tujuannya. Anggota merasa bahwa pendekatan, teknik komunikasi, maupun metode lain yang digunakan oleh pihak PT Holcim Indonesia Tbk pada program ini sudah sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh masyarakat. Selain itu, metode yang digunakan oleh pihak perusahaan cukup persuasif sehingga anggota Kopwama bersedia untuk terus terlibat dalam rangkaian kegiatan program. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh salah satu anggota Kopwama sebagai berikut: “..caranya Holcim itu bagus, mengajak masyarakat untuk berorganisasi, awalnya kan kita hanya berbentuk PKK terus tiba-tiba digandeng sama Holcim ya kita senang, berterima kasih malah. Terus dengan caranya begitu kita jadi lebih inisiatif sendiri, buka buka internet buat tau tentang koperasi untuk buka usaha...” (S, 45 tahun) Media Program Media yang digunakan dalam suatu program ialah seluruh alat bantu yang berfungsi sebagai perantara yang menghubungkan antara penyampai program dengan sasaran program. Media program digunakan agar informasi atau pesan yang disampaikan menjadi lebih jelas, nyata, dan mudah dimengerti peserta program. Pada program pemberdayaan ekonomi, media yang digunakan ialah berupa gambar yang diproyeksikan, yaitu slide presentation. Jumlah dan persentase anggota menurut kesesuaian media pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13 menunjukkan persebaran anggota Kopwama menurut kesesuaian media program pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia. Media yang digunakan dalam program yang baik menurut Setiana (2005) ialah alat bantu yang digunakan harus cocok dengan pesan atau informasi yang akan disampaikan.
40
Tabel 13 Jumlah dan persentase anggota Kopwama menurut kesesuaian media program pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016 Media Program Jumlah (Orang) Persentase (%) Rendah 10 33,3 Sedang 7 23,3 Tinggi 13 43,3 Total 30 100,0 Berdasarkan data tersebut didapatkan bahwa terdapat 43,3 persen anggota memberikan penilaian tinggi terhadap kesesuaian media program karena dianggap cukup menarik perhatian anggota sehingga anggota lebih memperhatikan apa yang disampaikan saat kegiatan berlangsung. Selain hal tersebut, dengan sajian materi dalam bentuk slide presentation media yang digunakan pada program ini cukup memudahkan materi untuk dipahami sehingga sesuai dengan kebutuhan maupun kemampuan anggota. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh salah satu anggota Kopwama sebagai berikut: “..pake proyektor trus pake ada slidenya gitu ya jadi merhatiin sih terus kan emang jadi lebih ngerti, tapi sayangnya kita ga dapet kertasnya gitu sih ya, kan diganti slidenya cepet...” (I, 44 tahun) Waktu Pelaksanaan Program Waktu pelaksanaan program merupakan jadwal yang digunakan saat melakukan kegiatan dalam program. Setiana (2005) menyatakan bahwa pada umumnya masyarakat sudah memiliki jadwal atau waktu rutinan yang dilakukan pada umumnya pagi hingga sore dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Pemilihan waktu pelaksanaan program baiknya disesuaikan dengan jadwal serta kebutuhan masyarakat, agar tujuan program dapat dicapai. Jumlah dan persentase anggota menurut kesesuaian waktu pelaksanaan program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14 Jumlah dan persentase anggota Kopwama menurut kesesuaian waktu pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016 Waktu Pelaksanaan Jumlah (Orang) Persentase (%) Program Rendah 7 23,3 Sedang 6 20,0 Tinggi 17 56,7 Total 30 100,0 Tabel 14 menunjukkan persebaran anggota Kopwama menurut kesesuaian waktu pelaksanaan program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia. Berdasarkan data tersebut terdapat sebanyak 56,7 persen memberikan penilaian yang tinggi terhadap kesesuaian waktu pelaksanaan program. Anggota merasa bahwa pelaksanaan kegiatan program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia Tbk dilaksanakanan pada waktu yang sesuai, karena anggota memilih waktu tersebut atas kesepakatan bersama, sehingga tidak merugikan pihak
41
manapun karena keputusan sepenuhnya berada pada pilihan anggota dan pengurus Kopwama. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh salah satu anggota Kopwama sebagai berikut: “...kumpul gitu mah kita sendiri yang nentuin, jadi maunya hari apa minggu ke berapa tinggal pilih, trus kalo udah ada tanggalnya mah tinggal masing-masing ketua kelompoknya kasih tau ke anak buahnya... (A, 42 tahun) Lokasi Pelaksanaan Program Setiana (2005) berpendapat bahwa ada masyarakat yang tidak tinggal sepenuhnya menetap di desa, sehingga pemilihan tempat pelaksanaan program seharusnya disesuaikan pula dengan jadwal dan lokasi yang mendukung. Jumlah dan persentase anggota Kopwama menurut kesesuaian lokasi pelaksanaan program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15 Jumlah dan persentase anggota Kopwama menurut kesesuaian lokasi pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016 Lokasi Pelaksanaan Jumlah (Orang) Persentase (%) Program Rendah 13 43,3 Sedang 4 13,3 Tinggi 13 43,3 Total 30 100,0 Tabel 15 menunjukkan persebaran anggota Kopwama menurut kesesuaian lokasi pelaksanaan program pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia. Berdasarkan data tersebut terdapat sebanyak 43,3 persen memberikan penilaian yang tinggi terhadap kesesuaian lokasi pelaksanaan program. Anggota merasa bahwa lokasi pelaksanaan dalam program pemberdayaan ekonomi dilakukan di tempat yang sesuai dengan kebutuhan, yaitu berada di lokasi yang dekat dengan perumahan masyarakat seperti yang disebutkan oleh salah satu anggota sebagai berikut: “...lokasi mah deket neng kan cuma di Club House, deket tinggal nyebrang...” (I, 44 tahun). Namun berdasarkan data tersebut pula, sejumlah 43,3 persen anggota memberikan penilaian rendah atas lokasi pelaksanaan program pemberdayaan ekonomi. Hal tersebut ialah karena meskipun lokasi yang ditentukan tergolong dekat dan tidak menyusahkan, namun tempat yang dipilih untuk menjadi lokasi pelaksanaan pogram terlalu besar sehingga situasi saat program berlangsung menjadi kurang kondusif. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh salah satu anggota Kopwama sebagai berikut: “...di mana tuh Club House yah, kegedean neng jadi jauh proyektornya tapi kalo di kantor koperasi mah kan juga kekecilan yah...” (A, 42 tahun).
42
Tingkat Partisipasi pada Program Pemberdayaan Ekonomi Tingkat partisipasi pada penelitian ini dilakukan untuk melihat sejauh mana keterlibatan anggota Kopwama pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia Tbk. Tingkat partisipasi pada penelitian ini secara garis besar merujuk pada tahapan partisipasi oleh Cohen dan Uphoff (1977) yakni tahap perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan pemanfaatan hasil. Kemudian, pada setiap tahapan tersebut dilakukan penggolongan tingkatan partisipasi yang merujuk pada Arnstein (2007) yaitu non-participation, tokenism, dan citizen power. Penggolongan tersebut diukur melalui daftar pertanyaan yang tersusun ke dalam kuesioner. Tahap Perencanaan Tahap perencanaan pada pelaksanaan program CSR ialah merupakan tahap pengambilan keputusan pada saat merencanakan kegiatan maupun agenda yang akan dilakukan pada saat program berjalan. Termasuk didalamnya ialah penggalian ide, perumusan pilihan, melakukan evaluasi dari tiap pilihan yang ada, dan pengambilan keputusan atas pilihan tersebut, serta perumusan strategi untuk melaksanakan pilihan yang telah ditetapkan (Cohen dan Uphoff 1977). Jumlah dan persentase anggota menurut partisipasinya dalam tahap pelaksanaan program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia Tbk dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16 Jumlah dan persentase anggota Kopwama menurut tingkat partisipasi tahap perencanaan pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016 Tahap Perencanaan Jumlah (Orang) Persentase (%) Non Partisipasi 6 20,0 Tokenisme 4 13,3 Citizen Power 20 66,7 Total 30 100,0 Tabel 16 menunjukkan persebaran anggota Kopwama menurut tingkat partisipasi masyarakat tahap perencanaan pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia Tbk. Data tersebut menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat pada tahap ini tergolong tinggi. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya anggota yang berada pada tingkat partisipasi citizen power yaitu sejumlah 66,7 persen. Hal tersebut menunjukkan bahwa anggota terlibat secara penuh dan aktif dalam tahap perencanaan yaitu dengan menghadiri kegiatan program, menyuarakan pendapat, memberikan saran maupun kritik dan melibatkan dirinya pada saat pengambilan keputusan. Contohnya ialah ketika diadakan rapat bersama antara anggota Kopwama dengan pihak pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia Tbk yang membahas perubahan UP2K dari PKK Kampung Narogong menjadi koperasi anggota dapat menyuarakan pendapat dengan bebas. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh salah satu anggota Kopwama sebagai berikut: “...mau ngasih saran, kritik atau apa mah bebas sih menyuarakan pendapatnya ga ada dibatesin atau kayak gak didengar atau apa...” (SS, 56 tahun).
43
Tahap Pelaksanaan Tahap pelaksanaan merupakan bagian yang penting dalam suatu program yang di dalamnya diperlukan keterlibatan dalam bentuk sumbangan materi, sumbangan pemikiran, ataupun tindakan sebagai anggota program (Cohen dan Uphoff 1977). Pelaksanaan pada program mitra binaan koperasi oleh pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia Tbk ialah termasuk pemantauan kegiatan koperasi tiap bulannya, serta pelatihan-pelatihan yang diberikan kepada anggota Koperasi. Jumlah dan persentase anggota menurut partisipasinya pada tahap pelaksanaan program dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17 Jumlah dan persentase anggota Kopwama menurut tingkat partisipasi tahap pelaksanaan pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016 Tahap Pelaksanaan Jumlah (Orang) Persentase (%) Non Partisipasi 5 16,7 Tokenisme 2 6,7 Citizen Power 23 76,7 Total 30 100,0 Tabel 17 menunjukkan persebaran anggota Kopwama menurut tingkat partisipasi masyarakat tahap pelaksanaan pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia Tbk. Partisipasi pada tahap pelaksanaan dapat digolongkan tinggi, dibuktikan dengan sejumlah 76,7 persen anggota berada pada tingkat partisipasi citizen power. Hal tersebut menunjukkan bahwa anggota terlibat secara penuh dan aktif dalam tahap perencanaan yaitu dengan menghadiri kegiatan program, menyuarakan pendapat, memberikan saran maupun kritik dan melibatkan dirinya pada saat pengambilan keputusan. Anggota merasa terlibat pada setiap kegiatan yang dilakukan pada tahap pelaksanaan, di antaranya ialah kegiatan rutin bulanan oleh Kopwama dan juga berbagai pelatihan keterampilan dari PT Holcim. Meskipun begitu, terdapat juga anggota yang tidak mengikuti kegiatan karena ada halangan atau merasa selalu ikut namun tidak terlalu melibatkan diri didalam kegiatan tersebut. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh salah satu anggota Kopwama yaitu sebagai berikut: “...kalo ada pendapat, saran, dan lainnya itu pasti dipertimbangin sih sama anggota, bareng-bareng ditentuin...” (S, 45 tahun). Tahap Evaluasi Tahap evaluasi merupakan tahap dimana masyarakat atau anggota program dapat memberikan umpan balik atas pelaksanaan program yang telah dilaksanakan sebagai masukan bagi pelaksanaan program ke depannya. Pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia Tbk, tahap evaluasi dilakukan setiap tahunnya, sesuai dengan jadwal tutup pembukuan Kopwama yang dilakukan di akhir tahun. Tahap evaluasi dilakukan dengan melakukan pelaporan penggunaan dana oleh Kopwama terhadap pihak PT Holcim, yang kemudian sambil dilakukan diskusi untuk membahas pembagian SHU (sistem hasil usaha) dan kegiatan penutup tahunan. Jumlah dan persentase anggota menurut partisipasinya pada tahap evaluasi dapat dilihat pada Tabel 18.
44
Tabel 18 Jumlah dan persentase anggota Kopwama menurut tingkat partisipasi tahap evaluasi pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016 Tahap Evaluasi Jumlah (Orang) Persentase (%) Non Partisipasi 15 50,0 Tokenisme 1 3,3 Citizen Power 14 46,7 Total 30 100,0 Pada Tabel 18 diketahui bagaimana persebaran anggota Kopwama menurut tingkat partisipasi masyarakat tahap evaluasi pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia Tbk. Berdasarkan data tersebut, didapatkan bahwa 50,0 persen dari anggota berada pada tingkat partisipasi non partisipasi. Separuh dari total anggota berada pada tingkat partisipasi non partisipasi, karena meskipun terdapat anggota yang menghadiri kegiatan program, namun mereka tidak merasa harus terlibat pada tahap evaluasi dan cenderung melimpahkan keputusan kepada pengurus Kopwama dan pihak perusahaan. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh salah satu anggota Kopwama sebagai berikut: “...kalo pas kumpul laporan ke Holcim saya pernah denger sih, tapi saya gaikutan itumah, kalo buat nentuin sesuatu mah lebih ke pengurus aja kali yah saya mah sebagai anggota ngikut aja, kan pasti pengurus mah mutusin yang terbaik buat koperasi...” (A, 42 tahun) Tahap Pemanfaatan Hasil Tahap pemanfaatan hasil dapat dijadikan sebagai indikator keberhasilan suatu program dalam pencapaiannya terhadap sasaran program. Agar hasil yang diharapkan dari suatu program dapat dirasakan, tentunya membutuhkan partisipasi pada tahapan perencanaan, pelaksanaan, serta evaluasi. Hasil dari program ini ialah berbentuk SHU (sistem hasil usaha) yang merupakan keuntungan yang didapat masing-masing anggota atas keaktifannya dalam melakukan simpan pinjam di koperasi. Kemudian, setiap akhir tahun atau setelah tutup pembukuan dilakukan kegiatan pengajian sekaligus pembukaan buku selanjutnya yang sekaligus dilakukan untuk berdiskusi mengenai rencana bagi koperasi tahun selanjutnya. Jumlah dan persentase anggota menurut partisipasinya dalam tahap pemanfaatan hasil dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19 Jumlah dan persentase anggota Kopwama menurut tingkat partisipasi tahap pemanfaatan hasil pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016 Tahap Pemanfaatan Jumlah (Orang) Persentase (%) Hasil Non Partisipasi 0 0,0 Tokenisme 1 3,3 Citizen Power 29 96,7 Total 30 100,0
45
Tabel 19 menunjukkan persebaran anggota Kopwama menurut tingkat partisipasi masyarakat tahap pemanfaatan hasil pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia Tbk. Dapat disimpulkan bahwa partisipasi pada tahap pemanfaatan hasil berada pada level tertinggi yaitu citizen power. hal tersebut dibuktikan dengan sejumlah 96,7 persen anggota berada pada level tersebut, karena manfaat dari program dirasa memuaskan dan mudah untuk didapatkan. Anggota merasa pada tahap tersebut tidak ada yang ditutup-tutupi ditandai dengan pembagian SHU yang transparan, sehingga anggota melibatkan dirinya secara sukarela. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh salah satu anggota Kopwama yaitu I, 44 tahun sebagai berikut: “...kalo hasil kita pasti dapet ga ada ditahan-tahan, informasi jelas ga ditutup-tutupin...” Kemanfaatan Program Pemberdayaan Ekonomi Suatu program dilakukan untuk mencapai sasaran-sasaran tertentu yang tentunya akan memberikan manfaat bagi perusahaan maupun masyarakat. Kemanfaatan program pada penelitian ini dilakukan untuk menganalisis seberapa besar manfaat yang dirasakan bagi masyarakat sebagai subyek program. kemanfaatan program pada penelitian ini merujuk pada Wibisono (2007) yang mengemukakan indikator keberhasilan dari suatu program. Indikator keberhasilan tersebut di ukur dari aspek ekonomi dan juga aspek sosial masyarakat. Kemanfaatan program diukur melalui daftar pertanyaan yang disusun dalam sebuah kuesioner. Kemanfaatan Ekonomi Kemanfaatan ekonomi program merupakan manfaat yang dirasakan oleh masyarakat dalam kehidupan ekonominya. Manfaat ekonomi program dinilai melalui perbaikan kualitas sarana maupun sarana yang masyarakat miliki, kemandirian ekonomi masyarakat, serta bagaimana kualitas hidupnya. Jumlah dan persentase anggota menurut kemanfaatan ekonomi yang dirasa oleh masyarakat dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20 Jumlah dan persentase anggota Kopwama menurut kemanfaatan ekonomi program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016 Kemanfaatan Jumlah (Orang) Persentase (%) Ekonomi Rendah 8 26,7 Sedang 11 36,7 Tinggi 11 36,7 Total 30 100,0 Tabel 20 menunjukkan persebaran anggota Kopwama menurut kemanfaatan ekonomi program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia Tbk. Berdasarkan Tabel tersebut anggota yang memberikan penilaian rendah maupun tinggi berada pada jumlah yang sama yaitu sebesar 36,7 persen. Hal tersebut dikarenakan ada sebagian anggota yang membuka bisnis ekonomi dari
46
dana pinjaman koperasi, sehingga merasa ada pertambahan pendapatan. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh salah satu anggota Kopwama sebagai berikut: “...saya jadi lebih mandiri ya keuangannya, saya kan bisnis katering gitu yah sama kalo pas lebaran suka bikin kue saya jualin, nah itu modalnya kan dari koperasi tinggal pinjam...” (E, 34 tahun) Meskipun begitu, terdapat anggota yang hanya menggunakan dana pinjaman dari koperasi hanya untuk biaya kehidupan sehari-hari. Hal ini menandakan bahwa dari program pemberdayaan ekonomi memiliki manfaat ekonomi yang berbeda-beda pada masing-masing individu anggota. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh salah satu anggota Kopwama sebagai berikut: “...saya belum merasakan adanya kesempatan ekonomi yang lebih besar sih, soalnya saya emang gak jualan atau usaha warung, tapi saya jadi lebih mandiri sih kan bisa pinjam dan menabung...”(I, 44 tahun) Kemanfaatan Sosial Kemanfaatan sosial program merupakan manfaat yang dirasakan oleh masyarakat dalam hubungannya dengan lingkungan sosialnya. Manfaat sosial proram dinilai melalui penilaian atas frekuensi gejolak sosial, kualitas hubungannya dengan perusahaan, serta kepuasan yang masyarakat rasa selama program dilaksanakan. Jumlah dan persentase anggota menurut kemanfaatan sosial yang dirasakan oleh masyarakat dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21 Jumlah dan persentase anggota Kopwama menurut kemanfaatan sosial program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016 Kemanfaatan Sosial Jumlah (Orang) Persentase (%) Rendah 8 26,7 Sedang 15 50,0 Tinggi 7 23,3 Total 30 100,0 Tabel 21 menunjukkan persebaran anggota Kopwama menurut kemanfaatan sosial program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia Tbk. Data tersebut menunjukkan bahwa mayoritas anggota memberikan penilaian yang sedang atas kemanfaatan sosial yang dirasakan dari program yaitu sejumlah 50,0 persen. Hal tersebut ialah karena anggota merasa puas atas pelaksanaan program pemberdayaan ekonomi pada Kopwama, namun tidak merasakan adanya perbaikan kondisi kehidupan secara ekonomi maupun sosial. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh salah satu anggota Kopwama sebagai berikut: “...kalo permasalahan ekonomi di antara anggota mah gak berkurang ya, tapi manfaat mah tetep ada kerasa...” (SS, 56 tahun).
47
HUBUNGAN KESESUAIAN PROGRAM PEMBERDAYAAN EKONOMI DENGAN TINGKAT PARTISIPASI Hasil analisis tiap variabel yaitu kesesuaian program, tingkat partisipasi serta kemanfaatan program telah dibahas pada bab sebelumnya. Pada bab ini, dibahas hubungan dua variabel pada penelitian ini, yaitu hubungan di antara kesesuaian program dengan tingkat partisipasi pada setiap tahapannya. Kesesuaian program merupakan salah satu aspek yang mempengaruhi efektivitas program menurut Hilarius dan Prayogo (2012). Kesesuaian program kemudian ditinjau menggunakan 5 indikator pendukung efektivitas program oleh Setiana (2005) yaitu materi, metode, media, serta waktu dan lokasi pelaksanaan program. Tingkat partisipasi dalam penelitian secara garis besar merujuk pada tahapan partisipasi oleh Cohen dan Uphoff (1977) yakni tahap perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan pemanfaatan hasil yang kemudian dibagi menjadi tiga penggolongan menurut Arnstein (2007) yaitu non-participation, tokenism, dan citizen power. Berikut dibahas hubungan 5 indikator kesesuaian program dengan masing-masing tahapan partisipasi. Hubungan Kesesuaian Materi Program dengan Tingkat Partisipasi Materi program merupakan segala sesuatu informasi yang disampaikan saat berlangsungnya program. Tingkat partisipasi ialah keterlibatan anggota dalam setiap tahapan program yang di antaranya ialah tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, tahap evaluasi dan tahap pemanfaatan hasil. Hubungan Kesesuaian Materi Program dengan Tingkat Partisipasi pada Tahap Perencanaan Hubungan antara kesesuaian materi program dengan tingkat partisipasi pada tahap perencanaan dianalisis menggunakan tabulasi silang dan didukung dengan hasil uji korelasi Rank Spearman. Hasil analisa berdasarkan tabulasi silang secara lengkap disajikan pada Tabel 22. Tabel 22 Hubungan antara kesesuaian materi dengan tingkat partisipasi tahap perencanaan pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016
Rendah Sedang Tinggi
Tingkat Partisipasi pada Tahap Perencanaan Non Partisipasi Tokenisme Citizen Power n % n % n % 0 0,0 2 50,0 6 30,0 1 16,7 0 0,0 3 15,0 5 83,3 2 50,0 11 55,0
Total
6
Materi Program
100,0
4
Ket: nilai signifikansi 0,324 dan koefisien korelasi -0,186.
100,0
20
100,0
48
Tabel 22 menunjukkan bahwa mayoritas anggota yang tingkat partisipasinya pada tahap perencanaannya tinggi, memberikan penilaian yang tinggi atas kesesuaian materi program dengan jumlah persentase sebesar 55 persen. Kemudian bagi anggota Kopwama yang berada pada tingkat partisipasi yang rendah atau non partisipasi, juga memberikan penilaian yang tinggi atas kesesuaian materi program dengan jumlah persentase sebesar 83,3 persen. Tidak terdapat kecenderungan yang menyatakan hubungan kedua variabel ini, karena bagaimanapun tingkat partisipasinya, mayoritas anggota berada memberikan penilaian atas kesesuaian materi yang tinggi. Partisipasi yang tinggi didasari oleh adanya kemauan serta nilai solidaritas yang dimiliki anggota Kopwama karena sebelumnya memang sudah termasuk sebagai anggota PKK. Anggota merasa bahwa materi yang diberikan oleh program sudah sesuai dengan kondisi koperasi dan mudah dilakukan di kehidupan nyata, namun ada juga yang sebaliknya. Kemudian, terdapat juga anggota yang telah berpartisipasi penuh namun merasa materi yang diberikan memiliki kekurangan, yaitu anggota tidak diberikan materi secara fisik sehingga agak menyulitkan anggota dalam mengingat isi materi dalam waktu yang lama. Ketidakcenderungan tersebut didukung oleh uji korelasi yang dilakukan untuk mengidentifikasi hubungan kesesuaian materi program dengan tingkat partisipasi pada tahap perencanaan. Hasil uji korelasi tersebut menunjukkan bahwa diperoleh koefisien korelasi sebesar -0,186 pada selang kepercayaan atau α sebesar 0,05. Selain itu diperoleh nilai signifikan hitung sebesar 0,324 yang lebih besar dari pada nilai α, sehingga H0 diterima dan H1 ditolak. Artinya, kesesuaian materi program dengan tingkat partisipasi pada tahap perencanaan tidak memiliki hubungan. Hubungan Kesesuaian Materi Program dengan Tingkat Partisipasi pada Tahap Pelaksanaan Hubungan antara kesesuaian materi program dengan tingkat partisipasi pada tahap pelaksanaan dianalisis menggunakan tabulasi silang dan didukung dengan hasil uji korelasi Rank Spearman. Hasil analisa berdasarkan tabulasi silang secara lengkap disajikan pada Tabel 23. Tabel 23 Hubungan antara kesesuaian materi program dengan tingkat partisipasi tahap pelaksanaan pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016
Rendah Sedang Tinggi
Partisipasi pada Tahap Pelaksanaan Non Partisipasi Tokenisme Citizen Power n % n % n % 3 60,0 1 50,0 4 17,4 1 20,0 0 0,0 3 13,0 1 20,0 1 50,0 16 69,6
Total
5
Materi Program
100,0
2
Ket: nilai signifikansi 0,030 dan koefisien korelasi 0,396*. *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
100,0
23
100,0
49
Pada Tabel 23 didapatkan bahwa kesesuaian materi program yang rendah dinilai oleh anggota yang berada pada tingkat partisipasi tahap pelaksanaan yang rendah, dengan jumlah persentase sebesar 60 persen. Berbeda dengan penilaian tinggi atas kesesuaian materi program yang mengerucut pada tingkat partisipasi citizen power, yaitu dengan jumlah persentase 69,6 persen. Hal itu dikarenakan bagi anggota yang berpartisipasi penuh atau citizen power dalam tahap pelaksanaan tentu akan mendapatkan materi secara keseluruhan dan utuh dibandingkan dengan anggota yang berada pada tingkat partisipasi non partisipasi. Terdapat kecenderungan yaitu semakin tinggi penilaian atas kesesuaian materi program, semakin tinggi pula tingkat partisipasinya. Kecenderungan tersebut didukung oleh uji korelasi yang menyatakan koefisien korelasi kedua variabel tersebut ialah sebesar 0,396 pada selang kepercayaan atau α sebesar 0,05. Diperoleh nilai signifikan hitung sebesar 0,030 yang lebih kecil dari pada nilai α, sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Artinya, kesesuaian materi program dengan tingkat partisipasi pada tahap pelaksanaan memiliki hubungan yang positif. Hubungan pada dua variabel tersebut merupakan hubungan positif yang tergolong moderat. Hubungan Kesesuaian Materi Program dengan Tingkat Partisipasi pada Tahap Evaluasi Hubungan antara kesesuaian materi program dengan tingkat partisipasi pada tahap evaluasi dianalisis menggunakan tabulasi silang dan didukung dengan hasil uji korelasi Rank Spearman. Hasil analisa berdasarkan tabulasi silang secara lengkap disajikan pada Tabel 24. Tabel 24 Hubungan antara kesesuaian materi dengan tingkat partisipasi tahap evaluasi pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016
Rendah Sedang Tinggi
Partisipasi pada Tahap Evaluasi Non Partisipasi Tokenisme Citizen Power n % n % n % 5 33,3 0 0,0 3 21,4 2 13,3 0 0,0 2 14,3 8 53,3 1 100,0 9 64,3
Total
15
Materi Program
100,0
1
100,0
14
100,0
Ket: nilai signifikansi 0,506 dan koefisien korelasi 0,126.
Tabel 24 menunjukkan bahwa anggota yang berada pada tingkat partisipasi tahap evaluasi manapun memberikan penilaian yang tinggi atas kesesuaian materi program. Terdapat anggota yang tidak aktif berpartisipasi pada tahap ini, namun mereka merasa bahwa materi yang diberikan dalam program cukup sesuai dengan tujuan Kopwama itu sendiri. Meskipun begitu, tedapat 33,3 persen anggota yang berada pada tingkat partisipasi tahap evaluasi memberikan penilaian rendah atas kesesuaian materi program. Hal itu dikarenakan anggota yang kurang berpartisipasi tidak mendapatkan materi secara keseluruhan sehingga merasa bahwa materi yang
50
diberikan kurang atau belum sesuai. Selain itu, pada tahap ini anggota cenderung untuk tidak mau terlibat dengan alasan bahwa saat evaluasi merupakan urusan pihak pengurus dan perusahaan saja. Jika dilihat dari Tabel 24 ada kecenderungan bahwa semakin tinggi kesesuaian materi maka akan semakin tinggi partisipasinya pada tahap evaluasi, tetapi menurut uji korelasi yang dilakukan hasilnya bertentangan. Uji korelasi dilakukan untuk mengidentifikasi hubungan kesesuaian materi program dengan tingkat partisipasi pada tahap evaluasi. Hasil uji korelasi tersebut menunjukkan bahwa diperoleh koefisien korelasi sebesar 0,126 pada selang kepercayaan atau α sebesar 0,05. Selain itu diperoleh nilai signifikan hitung sebesar 0,506 yang lebih besar dari pada nilai α, sehingga H0 diterima dan H1 ditolak. Artinya, kesesuaian materi program dengan tingkat partisipasi pada tahap evaluasi tidak memiliki hubungan. Hubungan Kesesuaian Materi Program dengan Tingkat Partisipasi pada Tahap Pemanfaatan Hasil Hubungan antara kesesuaian materi program dengan tingkat partisipasi pada tahap pemanfaatan hasil dianalisis menggunakan tabulasi silang dan didukung dengan hasij uji korelasi Rank Spearman. Hasil analisa berdasarkan tabulasi silang secara lengkap disajikan pada Tabel 25. Tabel 25 Hubungan antara kesesuaian materi dengan tingkat partisipasi tahap pemanfaatan hasil pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016
Rendah Sedang Tinggi
Partisipasi pada Tahap Pemanfaatan Hasil Non Partisipasi Tokenisme Citizen Power n % n % n % 0 0,0 1 100,0 7 24,1 0 0,0 0 0,0 4 13,3 0 0,0 0 0,0 18 60,0
Total
0
Materi Program
0,0
1
100,0
29
100,0
Ket: nilai signifikansi 0,149 dan koefisien korelasi 0,270.
Tabel 25 menunjukkan bahwa anggota yang memberikan penilaian atas kesesuaian materi rendah, sedang, maupun tinggi berada pada tingkat partisipasi citizen power. Partisipasi anggota pada tahap pemanfaatan hasil tinggi karena memang anggota merasa perlu untuk mengambil SHU (Sistem Hasil Usaha) atas hasil aktifitas simpan pinjamnya dikoperasi sekaligus kumpul untuk diskusi perencanaan kegiatan Kopwama selanjutnya. Materi yang diberikan program dirasa sudah sesuai dengan kebutuhan anggota dan selaras dengan tujuan koperasi. Kemudian pada penilaian kesesuaian materi rendah terdapat anggota yang berada pada tahap tokenism, hal itu karena ada anggota yang merasa pembagian SHU kurang jelas ia dapatkan. Dengan begitu, tidak ada kecenderungan jika semakin tinggi kesesuaian materi maka semakin tinggi pula partisipasinya karena berdasarkan data Tabel 25 tidak ada kecenderungan tersebut.
51
Hal tersebut juga didukung oleh uji korelasi yang dilakukan untuk mengidentifikasi hubungan kesesuaian materi program dengan tingkat partisipasi pada tahap pemanfaatan hasil. Hasil uji korelasi tersebut menunjukkan bahwa diperoleh koefisien korelasi sebesar 0,270 pada selang kepercayaan atau α sebesar 0,05. Selain itu diperoleh nilai signifikan hitung sebesar 0,149 yang lebih besar dari pada nilai α, sehingga H0 diterima dan H1 ditolak. Artinya, kesesuaian materi program dengan tingkat partisipasi pada tahap pemanfaatan hasil tidak memiliki hubungan. Hubungan Kesesuaian Metode Program dengan Tingkat Partisipasi Metode suatu program merupakan cara, teknik, ataupun pendekatan yang dilakukan fasilitator program kepada sasaran program. Tingkat partisipasi ialah keterlibatan anggota dalam setiap tahapan program yang di antaranya ialah tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, tahap evaluasi dan tahap pemanfaatan hasil. Berikut adalah hubungan antara kesesuaian metode program pemberdayaan ekonomi dengan tingkat partisipasi pada setiap tahapannya. Hubungan Kesesuaian Metode Program dengan Tingkat Partisipasi pada Tahap Perencanaan Hubungan antara kesesuaian metode program dengan tingkat partisipasi pada tahap perencanaan dianalisis menggunakan tabulasi silang dan didukung dengan hasil uji korelasi Rank Spearman. Hasil analisa berdasarkan tabulasi silang secara lengkap disajikan pada Tabel 26. Tabel 26 Hubungan antara kesesuaian metode dengan tingkat partisipasi tahap perencanaan pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016
Rendah Sedang Tinggi
Partisipasi pada Tahap Perencanaan Non Partisipasi Tokenisme Citizen Power n % n % n % 3 50,0 2 50,0 4 20,0 1 16,7 0 0,0 3 15,0 2 33,3 2 50,0 13 65,0
Total
6
Metode Program
100,0
4
100,0
20
100,0
Ket: nilai signifikansi 0,123 dan koefisien korelasi 0,288.
Tabel 26 menunjukkan bahwa mayoritas anggota Kopwama yang memberikan penilaian tinggi atas kesesuaian metode program juga berada pada tingkat partisipasi pada tahap perencanaan yang tinggi pula dengan jumlah persentase sebesar 65 persen. Hal tersebut dikarenakan ada sebagian anggota Kopwama yang sudah merasa metode yang dilakukan oleh pihak perusahaan dalam program pemberdayaan ekonomi sudah sesuai dan mendorong anggota untuk tetap terlibat dalam program. Kemudian terdapat anggota yang memberikan penilaian kesesuaian metode program rendah dan berada pada tingkat partisipasi yang rendah pula dengan jumlah persentase 50 persen, hal ini dikarenakan mereka
52
masih merasa metode oleh pihak perusahaan belum sepenuhnya sesuai, terutama pada hal intensitas pihak perusahaan dalam menjalin hubungan dengan Kopwama. Uji korelasi dilakukan untuk mengidentifikasi hubungan kesesuaian metode program dengan tingkat partisipasi pada tahap perencanaan. Dari uji tersebut, diperoleh koefisien korelasi sebesar 0,288 pada selang kepercayaan atau α sebesar 0,05. Selain itu diperoleh nilai signifikan hitung sebesar 0,123 yang lebih besar dari pada nilai α, sehingga H0 diterima dan H1 ditolak. Artinya, kesesuaian metode program dengan tingkat partisipasi pada tahap perencanaan tidak memiliki hubungan. Hubungan Kesesuaian Metode Program dengan Tingkat Partisipasi pada Tahap Pelaksanaan Hubungan antara kesesuaian metode program dengan tingkat partisipasi pada tahap pelaksanaan dianalisis menggunakan tabulasi silang dan didukung dengan hasil uji korelasi Rank Spearman. Hasil analisa berdasarkan tabulasi silang secara lengkap disajikan pada Tabel 27. Tabel 27 Hubungan antara kesesuaian metode program dengan tingkat partisipasi tahap pelaksanaan pada program pemberdayaan ekonomi pt holcim indonesia di desa kembang kuning tahun 2016
Rendah Sedang Tinggi
Partisipasi pada Tahap Pelaksanaan Non Partisipasi Tokenisme Citizen Power n % n % n % 3 60,0 1 50,0 5 21,7 1 20,0 0 0,0 3 13,0 1 20,0 1 50,0 15 65,2
Total
5
Metode Program
100,0
2
100,0
23
100,0
Ket: nilai signifikansi 0,059 dan koefisien korelasi 0,349.
Tabel 27 menunjukkan pada kesesuaian metode yang tinggi berada pada tingkat partisipasi tahap pelaksanaan yang tinggi pula, dengan jumlah persentase sebesar 65,2 persen. Metode program pada tahap pelaksanaan di antaranya termasuk pada kontrol atas pihak perusahaan pada setiap kegiatan Kopwama, sehingga semakin berpartisipasi anggota maka akan semakin cenderung memberikan penilaian tinggi atas kesesuaian metode program. Meskipun begitu, terdapat anggota yang memberikan penilaian rendah atas kesesuaian metode program dengan tingkat partisipasi non partisipasi yaitu sebesar 60 persen, sehingga memberikan kecenderungan bahwa semakin tinggi penilaian atas kesesuaian metode program maka akan semakin tinggi tingkat partisipasinya. Namun, kecenderungan tersebut bertentangan dengan hasil uji korelasi yang dilakukan. Uji korelasi dilakukan untuk mengidentifikasi hubungan kesesuaian metode program dengan tingkat partisipasi pada tahap pelaksanaan. Dari uji tersebut, diperoleh koefisien korelasi sebesar 0,349 pada selang kepercayaan atau α sebesar 0,05. Selain itu diperoleh nilai signifikan hitung sebesar 0,059 yang lebih besar dari pada nilai α, sehingga H0 diterima dan H1 ditolak. Artinya,
53
kesesuaian metode program dengan tingkat partisipasi pada tahap pelaksanaan tidak memiliki hubungan. Hubungan Kesesuaian Metode Program dengan Tingkat Partisipasi pada Tahap Evaluasi Hubungan antara kesesuaian metode program dengan tingkat partisipasi pada tahap evaluasi dianalisis menggunakan tabulasi silang dan didukung dengan hasil uji korelasi Rank Spearman. Hasil analisa berdasarkan tabulasi silang secara lengkap disajikan pada Tabel 28. Tabel 28 Hubungan antara kesesuaian metode dengan tingkat partisipasi tahap evaluasi pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016
Rendah Sedang Tinggi
Partisipasi pada Tahap Evaluasi Non Partisipasi Tokenisme Citizen Power n % n % n % 7 46,7 0 0,0 2 14,3 1 6,7 0 0,0 3 21,4 7 46,7 1 100,0 9 64,3
Total
15
Metode Program
100,0
1
100,0
14
100,0
Ket: nilai signifikansi 0,175 dan koefisien korelasi 0,255.
Tabel 28 menunjukkan bahwa anggota yang berada pada tingkat partisipasi tahap evaluasi non partisipasi, memberikan penilaian yang sama besarnya atas kesesuaian metode program rendah maupun sedang dengan persentase masing-masng 46,7 persen. Hal itu dikarenakan selain karena terdapat anggota yang tidak mau melibatkan diri saat tahap evaluasi karena merasa evaluasi hanya untuk pengurus saja, intensitas perusahaan dinilai semakin memudar. Kemudian, penilaian yang tinggi atas kesesuaian metode program mayoritas berada pada anggota yang tingkat partisipasinya tinggi atau citizen power dengan jumlah persentase 64,3 persen. Meskipun pemantauan oleh pihak perusahaan memudar, banyak anggota yang merasa bahwa apa yang dilakukan pihak perusahaan selama ini sudah sesuai dengan kebutuhan koperasi dan mendorong anggota agar tetap mau berpartisipasi. Dengan begitu, berdasarkan data Tabel 28 dapat dilihat terdapat kecenderungan yaitu semakin tinggi kesesuaian metode program maka semakin tinggi tingkat partisipasinya. Namun, hal tersebut bertentangan dengan uji korelasi yang telah dilakukan. Uji korelasi dilakukan untuk mengidentifikasi hubungan kesesuaian metode program dengan tingkat partisipasi pada tahap evaluasi. Dari uji tersebut, diperoleh koefisien korelasi sebesar 0,255 pada selang kepercayaan atau α sebesar 0,05. Selain itu diperoleh nilai signifikan hitung sebesar 0,175 yang lebih besar dari pada nilai α, sehingga H0 diterima dan H1 ditolak. Artinya, kesesuaian metode program dengan tingkat partisipasi pada tahap evaluasi tidak memiliki hubungan.
54
Hubungan Kesesuaian Metode Program dengan Tingkat Partisipasi pada Tahap Pemanfaatan Hasil Hubungan antara kesesuaian metode program dengan tingkat partisipasi pada tahap pemanfaatan hasil dianalisis menggunakan tabulasi silang dan didukung dengan hasil uji korelasi Rank Spearman. Hasil analisa berdasarkan tabulasi silang secara lengkap disajikan pada Tabel 29. Tabel 29 Hubungan antara kesesuaian metode dengan tingkat partisipasi tahap pemanfaatan hasil pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016
Rendah Sedang Tinggi
Partisipasi pada Tahap Pemanfaatan Hasil Non Partisipasi Tokenisme Citizen Power n % n % n % 0 0,0 1 100,0 8 27,6 0 0,0 0 0,0 4 13,8 0 0,0 0 0,0 17 58,6
Total
0
Metode Program
0,0
1
100,0
29
100,0
Ket: nilai signifikansi 0,176 dan koefisien korelasi 0,254.
Tabel 29 menunjukkan bahwa kesesuaian metode rendah, sedang, maupun tinggi sama-sama berada pada tingkat partisipasi citizen power. Partisipasi pada tahap pemanfaatan hasil memang tergolong tinggi, yaitu dengan adanya kesadaran masing-masing anggota atas manfaat yang didapat dari program serta kumpul untuk diskusi perencanaan aktifitas koperasi selanjutnya. Bagi kesesuaian metode rendah terdapat anggota yang berada pada tingkat partisipasi tokenism pada tahap pemanfaatan hasil. Hal ini dikarenakan kesesuaian metode yang rendah ternyata tidak terlalu mendorong anggota agar tetap berpartisipasi, sehingga pada tahap pemanfaatan hasil pun anggota tidak melibatkan diri sepenuhnya. Dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat kecenderungan hubungan atas kedua variabel tersebut. Hal tersebut juga didukung oleh uji korelasi yang dilakukan untuk mengidentifikasi hubungan kesesuaian metode program dengan tingkat partisipasi pada tahap pemanfaatan hasil. Dari uji tersebut, diperoleh koefisien korelasi sebesar 0,254 pada selang kepercayaan atau α sebesar 0,05. Selain itu diperoleh nilai signifikan hitung sebesar 0,176 yang lebih besar dari pada nilai α, sehingga H0 diterima dan H1 ditolak. Artinya, kesesuaian metode program dengan tingkat partisipasi pada tahap pemanfaatan hasil tidak memiliki hubungan. Hubungan Kesesuaian Media Program dengan Tingkat Partisipasi Media suatu program ialah seluruh alat bantu yang berfungsi sebagai perantara yang menghubungkan antara penyampai program dengan sasaran program. Tingkat partisipasi ialah keterlibatan anggota dalam setiap tahapan program yang di antaranya ialah tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, tahap evaluasi dan tahap pemanfaatan hasil.
55
Berikut adalah hubungan antara kesesuaian media program pemberdayaan ekonomi dengan tingkat partisipasi pada setiap tahapannya. Hubungan Kesesuaian Media Program dengan Tingkat Partisipasi pada Tahap Perencanaan Hubungan antara kesesuaian media program dengan tingkat partisipasi pada tahap perencanaan dianalisis menggunakan tabulasi silang dan didukung dengan hasil uji korelasi Rank Spearman. Hasil analisa berdasarkan tabulasi silang secara lengkap disajikan pada Tabel 30. Tabel 30 Hubungan antara kesesuaian media dengan tingkat partisipasi tahap perencanaan pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016
Rendah Sedang Tinggi
Partisipasi pada Tahap Perencanaan Non Partisipasi Tokenisme Citizen Power n % n % n % 1 16,7 2 50,0 7 35,0 3 50,0 1 25,0 3 15,0 2 33,3 1 25,0 10 50,0
Total
6
Media Program
100,0
4
100,0
20
100,0
Ket: nilai signifikansi 0,733 dan koefisien korelasi 0,065.
Tabel 30 menunjukkan bahwa pada mayoritas anggota non partisipasi pada tahap perencanaan memberikan penilaian sedang atas kesesuaian media program dengan jumlah persentase sebesar 50 persen. Kemudian pada anggota yang tingkat partisipasinya tokenism memberikan penilaian kesesuaian media yang rendah dengan jumlah persentase sebesar 50 persen. Hal itu dikarenakan media yang digunakan dalam suatu program (dalam program pemberdayaan ekonomi ialah proyektor) dirasa memiliki kekurangan maupun kelebihan yang bisa langsung dirasakan oleh partisipan program, yaitu media proyektor dinilai cukup menarik perhatian namun dinilai juga menyusahkan bagi anggota yang sudah lanjut usia karena ukuran tulisan yang kecil. Uji korelasi dilakukan untuk mengidentifikasi hubungan kesesuaian media program dengan tingkat partisipasi pada tahap perencanaan. Dari uji tersebut, diperoleh koefisien korelasi sebesar 0,065 pada selang kepercayaan atau α sebesar 0,05. Selain itu diperoleh nilai signifikan hitung sebesar 0,733 yang lebih besar dari pada nilai α, sehingga H0 diterima dan H1 ditolak. Artinya, kesesuaian media program dengan tingkat partisipasi pada tahap perencanaan tidak memiliki hubungan. Hubungan Kesesuaian Media Program dengan Tingkat Partisipasi pada Tahap Pelaksanaan Hubungan antara kesesuaian media program dengan tingkat partisipasi pada tahap pelaksanaan dianalisis menggunakan tabulasi silang dan didukung dengan hasil uji korelasi Rank Spearman. Hasil analisa berdasarkan tabulasi silang secara lengkap disajikan pada Tabel 31.
56
Tabel 31 Hubungan antara kesesuaian media dengan tingkat partisipasi tahap pelaksanaan pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016
Rendah Sedang Tinggi
Partisipasi pada Tahap Pelaksanaan Non Partisipasi Tokenisme Citizen Power n % n % n % 2 40,0 0 0,0 8 34,8 2 40,0 1 50,0 4 17,4 1 20,0 1 50,0 11 47,8
Total
5
Media Program
100,0
2
100,0
23
100,0
Ket: nilai signifikansi 0,624 dan koefisien korelasi 0,093.
Tabel 31 menunjukkan bahwa pada anggota yang non partisipasi pada tahap pelaksanaan memberikan penilaian yang sama besar pada kesesuaian media program rendah maupun sedang, yaitu dengan jumlah persentase masing-masing sebesar 40 persen. Kesesuaian media memang dirasa memiliki kelebihan dan kekurangan, di antaranya ialah mudah dipahami namun saat kegiatan berlangsung pementasan slide presentation berganti secara cepat sehingga agak menyusahkan anggota. Berikut salah satu pernyataan anggota Kopwama: “..pake proyektor trus pake ada slidenya gitu ya jadi merhatiin sih terus kan emang jadi lebih ngerti, tapi sayangnya kita ga dapet kertasnya gitu sih ya, kan diganti slidenya cepet...” (I, 44 tahun) Uji korelasi dilakukan untuk mengidentifikasi hubungan kesesuaian media program dengan tingkat partisipasi pada tahap pelaksanaan. Dari uji tersebut, diperoleh koefisien korelasi sebesar 0,093 pada selang kepercayaan atau α sebesar 0,05. Selain itu diperoleh nilai signifikan hitung sebesar 0,624 yang lebih besar dari pada nilai α, sehingga H0 diterima dan H1 ditolak. Artinya, kesesuaian media program dengan tingkat partisipasi pada tahap pelaksanaan tidak memiliki hubungan. Hubungan Kesesuaian Media Program dengan Tingkat Partisipasi pada Tahap Evaluasi Hubungan antara kesesuaian media program dengan tingkat partisipasi pada tahap evaluasi dianalisis menggunakan tabulasi silang dan didukung dengan hasil uji korelasi Rank Spearman. Hasil analisa berdasarkan tabulasi silang secara lengkap disajikan pada Tabel 32. Tabel 32 menunjukkan bahwa anggota yang non partisipasi pada tahap evaluasi cenderung tersebar dalam menilai kesesuaian media program, dapat diketahui dari jumlah persentase yang masing-masing 33,3 persen pada setiap kategori penilaian kesesuaian media program. Kesesuaian media pada program pemberdayaan ekonomi menurut anggota Kopwama memang tidak terlalu mengerucut pada satu kategori saja, karena pada kenyataannya media yang digunakan memang memiliki kelebihan dan kekurangannya tersendiri sehingga tidak terlalu memiliki pengaruh bagi anggota yang terlibat secara penuh maupun sebaliknya.
57
Tabel 32 Hubungan antara kesesuaian media dengan tingkat partisipasi tahap evaluasi pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016
Rendah Sedang Tinggi
Partisipasi pada Tahap Evaluasi Non Partisipasi Tokenisme Citizen Power n % n % n % 5 33,3 0 0,0 5 35,7 5 33,3 0 0,0 2 14,3 5 33,3 1 100,0 7 50,0
Total
15
Media Program
100,0
1
100,0
14
100,0
Ket: nilai signifikansi 0,631 dan koefisien korelasi 0,091.
Uji korelasi dilakukan untuk mengidentifikasi hubungan kesesuaian media program dengan tingkat partisipasi pada tahap evaluasi. Dari uji tersebut, diperoleh koefisien korelasi sebesar 0,091 pada selang kepercayaan atau α sebesar 0,05. Selain itu diperoleh nilai signifikan hitung sebesar 0,631 yang lebih besar dari pada nilai α, sehingga H0 diterima dan H1 ditolak. Artinya, kesesuaian media program dengan tingkat partisipasi pada tahap evaluasi tidak memiliki hubungan. Hubungan Kesesuaian Media Program dengan Tingkat Partisipasi pada Tahap Pemanfaatan Hasil Hubungan antara kesesuaian media program dengan tingkat partisipasi pada tahap pemanfaatan hasil dianalisis menggunakan tabulasi silang dan didukung dengan hasil uji korelasi Rank Spearman. Hasil analisa berdasarkan tabulasi silang secara lengkap disajikan pada Tabel 33. Tabel 33 Hubungan antara kesesuaian media program dengan tingkat partisipasi tahap pemanfaatan hasil pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016
Rendah Sedang Tinggi
Partisipasi pada Tahap Pemanfaatan Hasil Non Partisipasi Tokenisme Citizen Power n % n % n % 0 0,0 1 100,0 9 31,0 0 0,0 0 0,0 7 24,1 0 0,0 0 0,0 13 44,8
Total
0
Media Program
0,0
1
100,0
29
100,0
Ket: nilai signifikansi 0,221 dan koefisien korelasi 0,230.
Tabel 33 menunjukkan bahwa kesesuaian media program tidak memiliki kecenderungan tertentu, karena mayoritas anggota pada tahap pemanfaatan hasil berada pada satu tingkatan partisipasi saja, yaitu citizen power. Meskipun begitu , terdapat anggota yang menilai kesesuaian media rendah berada pada tingkat partisipasi tokenism yaitu dikarenakan media program kurang membuka akses bagi anggota untuk melibatkan diri sepenuhnya.
58
Uji korelasi dilakukan untuk mengidentifikasi hubungan kesesuaian metode program dengan tingkat partisipasi pada tahap pemanfaatan hasil. Dari uji tersebut, diperoleh koefisien korelasi sebesar 0,230 pada selang kepercayaan atau α sebesar 0,05. Selain itu diperoleh nilai signifikan hitung sebesar 0,221 yang lebih besar dari pada nilai α, sehingga H0 diterima dan H1 ditolak. Artinya, kesesuaian media program dengan tingkat partisipasi pada tahap pemanfaatan hasil tidak memiliki hubungan. Hubungan Kesesuaian Waktu Pelaksanaan Program dengan Tingkat Partisipasi Waktu pelaksanaan program ialah jadwal yang digunakan saat melakukan kegiatan dalam program. Tingkat partisipasi ialah keterlibatan anggota dalam setiap tahapan program yang di antaranya ialah tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, tahap evaluasi dan tahap pemanfaatan hasil. Berikut adalah hubungan antara kesesuaian waktu pelaksanaan program pemberdayaan ekonomi dengan tingkat partisipasi pada setiap tahapannya. Hubungan Kesesuaian Waktu Pelaksanaan Program dengan Tingkat Partisipasi pada Tahap Perencanaan Hubungan antara kesesuaian waktu pelaksanaan program dengan tingkat partisipasi pada tahap perencanaan dianalisis menggunakan tabulasi silang dan didukung dengan hasil uji korelasi Rank Spearman. Hasil analisa berdasarkan tabulasi silang secara lengkap disajikan pada Tabel 34. Tabel 34 Hubungan antara kesesuaian waktu pelaksanaan dengan tingkat partisipasi tahap perencanaan pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016 Waktu Pelaksanaan Program Rendah Sedang Tinggi
Partisipasi pada Tahap Perencanaan Non Partisipasi Tokenisme Citizen Power n % n % n % 3 50,0 1 25,0 3 15,0 0 0,0 2 50,0 4 20,0 3 50,0 1 25,0 13 65,0
Total
6
100,0
4
100,0
20
100,0
Ket: nilai signifikansi 0,165 dan koefisien korelasi 0,260.
Tabel 34 menunjukkan bahwa pada anggota yang tingkat partisipasinya non partisipasi maupun tokenism, memberikan penilaian atas kesesuaian waktu pelaksanaan program yang sama besarnya pada kesesuaian tinggi maupun rendah. Penilaian yang rendah atas kesesuaian waktu pelaksanaan dikarenakan bagi anggota yang tidak berpartisipasi ialah karena anggota berhalangan hadir atau kurang sesuai dengan jadwal hariannya, sementara itu bagi anggota yang berpartisipasi waktu pelaksanaan dinilai memakan waktu yang terlalu lama sehingga memberatkan dirinya sebagai anggota. Namun, terdapat 65 persen anggota yang memberikan penilaian kesesuaian waktu pelaksanaan yang tinggi
59
berada pada tingkat partisipasi citizen power, karena meskipun butuh waktu yang lama, namun dirasa tetap menghasilkan manfaat tersendiri. Uji korelasi dilakukan untuk mengidentifikasi hubungan kesesuaian waktu pelaksanaan program dengan tingkat partisipasi pada tahap perencanaan. Dari uji tersebut, diperoleh koefisien korelasi sebesar 0,260 pada selang kepercayaan atau α sebesar 0,05. Selain itu diperoleh nilai signifikan hitung sebesar 0,165 yang lebih besar dari pada nilai α, sehingga H0 diterima dan H1 ditolak. Artinya, kesesuaian waktu pelaksanaan program dengan tingkat partisipasi pada tahap perencanaan tidak memiliki hubungan. Hubungan Kesesuaian Waktu Pelaksanaan Program dengan Tingkat Partisipasi pada Tahap Pelaksanaan Hubungan antara kesesuaian waktu pelaksanaan program dengan tingkat partisipasi pada tahap pelaksanaan dianalisis menggunakan tabulasi silang dan didukung dengan hasil uji korelasi Rank Spearman. Hasil analisa berdasarkan tabulasi silang secara lengkap disajikan pada Tabel 35. Tabel 35 Hubungan antara kesesuaian waktu pelaksanaan dengan tingkat partisipasi tahap pelaksanaan pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016 Waktu Partisipasi pada Tahap Pelaksanaan Pelaksanaan Non Partisipasi Tokenisme Citizen Power Program n % n % n % Rendah 2 40,0 1 50,0 4 17,4 Sedang 1 20,0 0 0,0 5 21,7 Tinggi 2 40,0 1 50,0 14 60,9 Total
5
100,0
2
100,0
23
100,0
Ket: nilai signifikansi 0,279 dan koefisien korelasi 0,204.
Tabel 35 menunjukkan bahwa penilaian kesesuaian waktu pelaksanaan yang tinggi berada pada tingkat partisipasi yang tinggi pula, yaitu citizen power dengan jumlah persentase 60,9 persen. Anggota merasa bahwa pemilihan waktu pelaksanaan memang didasarkan atas kesepakatan bersama dan pada hari libur sehingga tidak menganggu jadwal harian anggota. Berikut salah satu pendapat anggota Kopwama: “...kumpul gitu mah kita sendiri yang nentuin, jadi maunya hari apa minggu keberapa tinggal pilih, trus kalo udah ada tanggalnya mah tinggal masing-masing ketua kelompoknya kasih tau ke anak buahnya... (A, 42 tahun) Uji korelasi dilakukan untuk mengidentifikasi hubungan kesesuaian waktu pelaksanaan program dengan tingkat partisipasi pada tahap pelaksanaan. Dari uji tersebut, diperoleh koefisien korelasi sebesar 0,204 pada selang kepercayaan atau α sebesar 0,05. Selain itu diperoleh nilai signifikan hitung sebesar 0,279 yang lebih besar dari pada nilai α, sehingga H0 diterima dan H1 ditolak. Artinya, kesesuaian waktu pelaksanaan program dengan tingkat partisipasi pada tahap pelaksanaan tidak memiliki hubungan.
60
Hubungan Kesesuaian Waktu Pelaksanaan Program dengan Tingkat Partisipasi pada Tahap Evaluasi Hubungan antara kesesuaian waktu pelaksanaan program dengan tingkat partisipasi pada tahap evaluasi dianalisis menggunakan tabulasi silang dan didukung dengan hasil uji korelasi Rank Spearman. Hasil analisa berdasarkan tabulasi silang secara lengkap disajikan pada Tabel 36. Tabel 36 Hubungan antara kesesuaian waktu pelaksanaan dengan tingkat partisipasi tahap evaluasi pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016 Waktu Pelaksanaan Program Rendah Sedang Tinggi
Partisipasi pada Tahap Evaluasi Non Partisipasi Tokenisme Citizen Power n % n % n % 5 33,3 0 0,0 2 14,3 3 20,0 0 0,0 3 21,4 7 46,7 1 100,0 9 64,3
Total
15
100,0
1
100,0
14
100,0
Ket: nilai signifikansi 0,267 dan koefisien korelasi 0,209.
Tabel 36 menunjukkan bahwa bagaimanapun tingkat partisipasinya pada tahap evaluasi, anggota cenderung memberikan penilaian yang tinggi atas kesesuaian waktu pelaksanaan program. Hal tersebut dapat dilihat dari 46,7 persen anggota non partisipasi dan 64,3 persen anggota citizen power yang sama-sama memberikan penilaian tinggi atas kesesuaian waktu pelaksanaan program. Namun, memang anggota cenderung untuk tidak melibatkan diri sendiri pada saat evaluasi, padahal saat evaluasi merupakan saat yang tepat untuk menyuarakan pendapat, pada hal ini ialah waktu pelaksanaan yang dinilai terlalu menyita waktu dalam sehari. Meskipun waktu pelaksanaan dinilai menyita waktu, pemilihannya atas persetujuan seluruh anggota sehingga dianggap menghormati waktu pribadi anggota. Uji korelasi dilakukan untuk mengidentifikasi hubungan kesesuaian waktu pelaksanaan program dengan tingkat partisipasi pada tahap evaluasi. Dari uji tersebut, diperoleh koefisien korelasi sebesar 0,209 pada selang kepercayaan atau α sebesar 0,05. Selain itu diperoleh nilai signifikan hitung sebesar 0,267 yang lebih besar dari pada nilai α, sehingga H0 diterima dan H1 ditolak. Artinya, kesesuaian waktu pelaksanaan program dengan tingkat partisipasi pada tahap evaluasi tidak memiliki hubungan. Hubungan Kesesuaian Waktu Pelaksanaan Program dengan Tingkat Partisipasi pada Tahap Pemanfaatan Hasil Hubungan antara kesesuaian waktu pelaksanaan program dengan tingkat partisipasi pada tahap pemanfaatan hasil dianalisis menggunakan tabulasi silang dan didukung dengan hasil uji korelasi Rank Spearman. Hasil analisa berdasarkan tabulasi silang secara lengkap disajikan pada Tabel 37.
61
Tabel 37 Hubungan antara kesesuaian waktu pelaksanaan dengan tingkat partisipasi tahap pemanfaatan hasil pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016 Waktu Pelaksanaan Program Rendah Sedang Tinggi
Partisipasi pada Tahap Pemanfaatan Hasil Non Partisipasi Tokenisme Citizen Power n % n % n % 0 0,0 1 100,0 6 20,7 0 0,0 0 0,0 6 20,7 0 0,0 0 0,0 17 58,6
Total
0
0,0
1
100,0
29
100,0
Ket: nilai signifikansi 0,140 dan koefisien korelasi 0,276.
Tabel 37 menunjukkan bahwa kesesuaian waktu pelaksanaan pada tahap pemanfaatan hasil berada pada tingkat partisipasi paling tinggi yaitu citizen power. Sejumlah 58,6 persen anggota yang memberikan penilaian tinggi atas kesesuaian waktu pelaksanaan program berada pada tingkat partisipasi citizen power. Pada tahap pemanfaatan hasil memang anggota melibatkan dirinya secara sukarela karena manfaat program pemberdayaan ekonomi dapat dirasakan sepenuhnya oleh anggota. Namun, pada kesesuaian waktu pelaksanaan rendah, terdapat anggota yang berada pada tingkat partisipasi tokenisme. Hal itu dikarenakan anggota merasa waktu yang digunakan dalam pelaksanaan kegiatan program terlalu lama, namun merasa manfaat yang diperoleh oleh program belum jelas sehingga lebih merasa bahwa posisinya sebagai anggota tidak dapat memberikan pengaruh yang besar pada saat pengambilan keputusan. Hal itu diperkuat dengan pernyataan anggota, yaitu: “...ya kadang sih suka kelamaan, dari pagi sampe hampir sore, kan kasihan suami dan anak ditinggal neng... ga ngerti sih kalo yang pembagian SHU itu gimana sistemnya, saya mah taunya dapet segini jumlahnya yaudah terima aja...” (K, 48 tahun) Uji korelasi dilakukan untuk mengidentifikasi hubungan kesesuaian waktu pelaksanaan program dengan tingkat partisipasi pada tahap pemanfaatan hasil. Dari uji tersebut, diperoleh koefisien korelasi sebesar 0,276 pada selang kepercayaan atau α sebesar 0,05. Selain itu diperoleh nilai signifikan hitung sebesar 0,140 yang lebih besar dari pada nilai α, sehingga H0 diterima dan H1 ditolak. Artinya, kesesuaian waktu pelaksanaan program dengan tingkat partisipasi pada tahap pemanfaatan hasil tidak memiliki hubungan. Hubungan Kesesuaian Lokasi Pelaksanaan Program dengan Tingkat Partisipasi Lokasi program merupakan tempat dan situasi pelaksanaan program. Tingkat partisipasi ialah keterlibatan anggota dalam setiap tahapan program yang di antaranya ialah tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, tahap evaluasi dan tahap pemanfaatan hasil. Berikut adalah hubungan antara kesesuaian lokasi pelaksanaan program pemberdayaan ekonomi dengan tingkat partisipasi pada setiap tahapannya.
62
Hubungan Kesesuaian Lokasi Pelaksanaan Program dengan Tingkat Partisipasi pada Tahap Perencanaan Hubungan antara kesesuaian lokasi pelaksanaan program dengan tingkat partisipasi pada tahap perencanaan dianalisis menggunakan tabulasi silang dan didukung dengan hasil uji korelasi Rank Spearman. Hasil analisa berdasarkan tabulasi silang secara lengkap disajikan pada Tabel 38. Tabel 38 Hubungan antara kesesuaian lokasi pelaksanaan dengan tingkat partisipasi tahap perencanaan pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016 Lokasi Partisipasi pada Tahap Perencanaan Pelaksanaan Non Partisipasi Tokenisme Citizen Power Program n % n % n % Rendah 4 66,7 3 75,0 6 30,0 Sedang 1 16,7 1 25,0 2 10,0 Tinggi 1 16,7 0 0,0 12 60,0 Total
6
100,0
4
100,0
20
100,0
Ket: nilai signifikansi 0,017 dan koefisien korelasi 0,432*. *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Pada tabel 38 didapatkan 66,7 persen anggota dengan tingkat partisipasi non partisipasi dan 75,0 persen anggota dengan tingkat partisipasi tokenism memberikan penilaian yang rendah atas kesesuaian lokasi pelaksanaan program. Hal itu dikarenakan anggota menilai bahwa tempat yang digunakan sebagai lokasi pelaksanaan program memang sangat dekat dan mudah dijangkau, namun situasi yang diberikan oleh tempat tersebut kurang mendukung, seperti sempit atau malah terlalu luas yang membuat pelaksanaan program kurang kondusif. Namun dapat diketahui pula bahwa terdapat 60 persen anggota yang memberikan penilaian tinggi atas kesesuaian lokasi pelaksanaan program berada pada tingkat partisipasi citizen power. Dengan begitu, terdapat kecenderungan atas semakin tinggi penilaian kesesuaian lokasi pelaksanaan program, maka tingkat partisipasi tahap perencanaan juga cenderung berada pada tingkat yang paling tinggi pula. Uji korelasi dilakukan untuk mengidentifikasi hubungan kesesuaian lokasi pelaksanaan program dengan tingkat partisipasi pada tahap perencanaan. Dari uji tersebut, diperoleh koefisien korelasi kedua variabel sebesar 0,432 pada selang kepercayaan atau α sebesar 0,05. Selain itu diperoleh nilai signifikan hitung sebesar 0,017 yang lebih kecil dari pada nilai α, sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Artinya, kesesuaian lokasi pelaksanaan program dengan tingkat partisipasi pada tahap perencanaan memiliki hubungan yang positif. Hubungan pada dua variabel tersebut merupakan hubungan positif yang tergolong moderat. Hubungan Kesesuaian Lokasi Pelaksanaan Program dengan Tingkat Partisipasi pada Tahap Pelaksanaan Hubungan antara kesesuaian lokasi pelaksanaan program dengan tingkat partisipasi pada tahap pelaksanaan dianalisis menggunakan tabulasi silang dan
63
didukung dengan hasil uji korelasi Rank Spearman. Hasil analisa berdasarkan tabulasi silang secara lengkap disajikan pada Tabel 39. Tabel 39 Hubungan antara kesesuaian lokasi pelaksanaan dengan tingkat partisipasi tahap pelaksanaan pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016 Lokasi Partisipasi pada Tahap Pelaksanaan Pelaksanaan Non Partisipasi Tokenisme Citizen Power Program n % n % n % Rendah 3 60,0 1 50,0 9 39,1 Sedang 1 20,0 1 50,0 2 8,7 Tinggi 1 20,0 0 0,0 12 52,2 Total
5
100,0
2
100,0
23
100,0
Ket: nilai signifikansi 0,184 dan koefisien korelasi 0,249.
Tabel 39 menunjukkan bahwa terdapat 60 persen anggota dengan tingkat partisipasi non partisipasi memberikan penilaian atas kesesuaian lokasi pelaksanaan program yang rendah. Kemudian, penilaian yang tinggi atas kesesuaian lokasi pelaksanaan program mayoritas berada pada tingkat partisipasi yang tinggi pula yaitu citizen power dengan persentase sebesar 52,2 persen. Hal tersebut dikarenakan pada tahap pelaksanaan, anggota yang berpartisipasi penuh tentu saja ikut andil dalam penentuan lokasi tiap pertemuannya, sehingga dapat menyesuaikan dengan keinginan ataupu kebutuhannya. Tabel 39 menunjukkan adanya kecenderungan bahwa semakin tinggi kesesuaiannya maka semakin tinggi tingkat partisipasinya. Namun, hal tersebut bertentangan dengan uji korelasi yang dilakukan. Uji korelasi dilakukan untuk mengidentifikasi hubungan kesesuaian lokasi pelaksanaan program dengan tingkat partisipasi pada tahap pelaksanaan. Dari uji tersebut, diperoleh koefisien korelasi kedua variabel tersebut ialah sebesar 0,249 pada selang kepercayaan atau α sebesar 0,05. Selain itu diperoleh nilai signifikan hitung sebesar 0,184 yang lebih kecil dari pada nilai α, sehingga H0 diterima dan H1 ditolak. Artinya, kesesuaian lokasi pelaksanaan program dengan tingkat partisipasi pada tahap pelaksanaan tidak memiliki hubungan. Hubungan Kesesuaian Lokasi Pelaksanaan Program dengan Tingkat Partisipasi pada Tahap Evaluasi Hubungan antara kesesuaian lokasi pelaksanaan program dengan tingkat partisipasi pada tahap evaluasi dianalisis menggunakan tabulasi silang dan didukung dengan hasil uji korelasi Rank Spearman. Hasil analisa berdasarkan tabulasi silang secara lengkap disajikan pada Tabel 40. Tabel 40 menunjukkan bahwa terdapat 53,3 persen anggota dengan tingkat partisipasi non partisipasi memberikan penilaian yang rendah atas kesesuaian lokasi pelaksanaan program. Lokasi yang dipilih oleh anggota memang dianggap belum terlalu sesuai, berikut salah satu pendapat anggota: “...dimana tuh Club House yah, kegedean neng jadi jauh proyektornya tapi kalo dikantor koperasi mah kan juga kekecilan yah...” (A, 42 tahun).
64
Tabel 40 Hubungan antara kesesuaian lokasi pelaksanaan dengan tingkat partisipasi tahap evaluasi pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016 Partisipasi pada Tahap Evaluasi Lokasi Pelaksanaan Non Partisipasi Tokenisme Citizen Power Program n % n % n % Rendah 8 53,3 0 0,0 5 35,7 Sedang 1 6,7 1 100,0 2 14,3 Tinggi 6 40,0 0 0,0 7 50,0 Total
15
100,0
1
100,0
14
100,0
Dengan nilai signifikansi 0,442 dan koefisien korelasi 0,146.
Tabel 40 juga menunjukkan bahwa terdapat 50 persen anggota citizen power yang memberikan penilaian tinggi atas kesesuaian lokasi pelaksanaan program. Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan bahwa semakin tinggi kesesuaian maka semakin tinggi tingkat partisipasi. Namun hal tersebut bertentangan dengan uji korelasi yang dilakukan. Uji korelasi dilakukan untuk mengidentifikasi hubungan kesesuaian lokasi pelaksanaan program dengan tingkat partisipasi pada tahap evaluasi. Dari uji tersebut, diperoleh koefisien korelasi kedua variabel tersebut ialah sebesar 0,146 pada selang kepercayaan atau α sebesar 0,05. Selain itu diperoleh nilai signifikan hitung sebesar 0,442 yang lebih kecil dari pada nilai α, sehingga H0 diterima dan H1 ditolak. Artinya, kesesuaian lokasi pelaksanaan program dengan tingkat partisipasi pada tahap evaluasi tidak memiliki hubungan. Hubungan Kesesuaian Lokasi Pelaksanaan Program dengan Tingkat Partisipasi pada Tahap Pemanfaatan Hasil Hubungan antara kesesuaian lokasi pelaksanaan program dengan tingkat partisipasi pada tahap pemanfaatan hasil dianalisis menggunakan tabulasi silang dan didukung dengan hasil uji korelasi Rank Spearman. Hasil analisa berdasarkan tabulasi silang secara lengkap disajikan pada Tabel 41. Tabel 41 Hubungan antara kesesuaian lokasi pelaksanaan dengan tingkat partisipasi tahap pemanfaatan hasil pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016 Lokasi Pelaksanaan Program Rendah Sedang Tinggi
Partisipasi pada Tahap Pemanfaatan Hasil Non Partisipasi Tokenisme Citizen Power n % n % n % 0 0,0 1 100,0 12 41,1 0 0,0 0 0,0 4 13,8 0 0,0 0 0,0 13 44,8
Total
0
0,0
1
Ket: nilai signifikansi 0,291 dan koefisien korelasi 0,199.
100,0
29
100,0
65
Tabel 41 menunjukkan bahwa kesesuaian lokasi pelaksanaan program berada pada tingkat partisipasi paling tinggi yaitu citizen power dengan masingmasing persentase sebesar rendah 41,1 persen, sedang 13,8 persen, dan tinggi 44,8 persen. Hal tersebut tidak menandakan adanya kecenderungan hubungan antara kedua variabel tersebut. Pada tahap pemanfaatan hasil, anggota memang melibatkan diri sepenuhnya, dengan alasan bahwa pada tahap inilah manfaat paling besar dapat dirasakan. Hal tersebut seperti pendapat salah satu anggota Kopwama: “kalo pas akhir-akhir mah kita ada pembagian SHU neng, dapet uang makanya ikut aja kumpul ngambil uang sekalian rapat dan pengajian..” (A, 42 tahun). Uji korelasi yang dilakukan untuk mengidentifikasi hubungan kesesuaian lokasi pelaksanaan program dengan tingkat partisipasi pada tahap pemanfaatan hasil. Dari uji tersebut, diperoleh koefisien korelasi sebesar 0,199 pada selang kepercayaan atau α sebesar 0,05. Selain itu diperoleh nilai signifikan hitung sebesar 0,291 yang lebih kecil dari pada nilai α, sehingga H0 diterima dan H1 ditolak. Artinya, kesesuaian lokasi pelaksanaan program dengan tingkat partisipasi pada tahap pemanfaatan hasil tidak memiliki hubungan.
66
67
HUBUNGAN TINGKAT PARTISIPASI DENGAN KEMANFAATAN PROGRAM PEMBERDAYAAN EKONOMI Hasil analisis tiap variabel yang di antaranya meliputi kesesuaian program, tingkat partisipasi serta kemanfaatan program telah dibahas pada bab-bab sebelumnya. Pada bab ini, akan dibahas hubungan dua variabel pada penelitian ini, yaitu hubungan di antara tingkat partisipasi pada tiap tahapannya dengan kemanfaatan program. Hubungan Tingkat Partisipasi pada Tahap Perencanaan dengan Kemanfaatan Program Kemanfaatan program pada penelitian ini terdiri atas dua indikator, yaitu kemanfaatan ekonomi dan kemanfaatan sosial. Tingkat partisipasi ialah keterlibatan anggota dalam setiap tahapan program yang di antaranya ialah tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, tahap evaluasi dan tahap pemanfaatan hasil. Berikut adalah hubungan antara tingkat partisipasi pada tahap pelaksanaan dengan kemanfaatan program pemberdayaan ekonomi. Kemanfaatan Ekonomi Program Hubungan antara tingkat partisipasi pada tahap perencanaan dengan kemanfaatan ekonomi program dianalisis menggunakan tabulasi silang dan didukung dengan hasil uji korelasi Rank Spearman. Hasil analisa berdasarkan tabulasi silang secara lengkap disajikan pada Tabel 42. Tabel 42 Hubungan antara tingkat partisipasi tahap perencanaan dengan kemanfaatan ekonomi pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016 Tingkat Partisipasi pada Tahap Perencanaan
Kemanfaatan Ekonomi Program
Non-Partisipasi Tokenism Citizen Power
n 1 3 4
Rendah % 12,5 37,5 50,0
Total
8
100,0
n 2 0 9
Sedang % 18,2 0,0 81,8
Tinggi n 3 1 7
% 27,3 9,1 63,6
11
100,0
11
100,0
Ket: nilai signifikansi 0,916 dan koefisien korelasi 0,020.
Berdasarkan Tabel 42, didapatkan bahwa tidak terdapat kecenderungan apapun, karena dapat dilihat bahwa penilaian atas kemanfaatan ekonomi program rendah, sedang, maupun tinggi mayoritas pada anggota yang tingkat partisipasi tahap perencanaannya tinggi, yaitu citizen power. Kemudian berdasarkan data lapang, anggota memberikan pernyataan bahwa program pemberdayaan ekonomi tidak memberikan manfaat apapun dalam hal peningkatan kualitas sarana dan prasarana, dilihat dari belum adanya peningkatan kualitas sarana atau prasana yang signifikan bagi Kopwama.
68
“...disini mah ga dikasih bantuan sarana apa-apa sih neng, paling ya buku-buku, alat tulis kantor, laci, sama ada komputer lama tapi ya gitu kurang bermanfaat aja sih apalagi secara ekonomi, tapi ya lumayan berguna ya...” (SS, 56 tahun) Uji korelasi dilakukan untuk mengidentifikasi hubungan tingkat partisipasi pada tahap perencanaan dengan kemanfaatan ekonomi program. Dari uji tersebut, diperoleh koefisien korelasi sebesar 0,020 pada selang kepercayaan atau α sebesar 0,05. Selain itu diperoleh nilai signifikan hitung sebesar 0,916 yang lebih besar dari pada nilai α, sehingga H0 diterima dan H1 ditolak. Artinya, kesesuaian media program dengan tingkat partisipasi pada tahap pemanfaatan hasil tidak memiliki hubungan. Kemanfaatan Sosial Program Hubungan antara tingkat partisipasi pada tahap perencanaan dengan kemanfaatan sosial program dianalisis menggunakan tabulasi silang dan didukung dengan hasil uji korelasi Rank Spearman. Hasil analisa berdasarkan tabulasi silang secara lengkap disajikan pada Tabel 43. Tabel 43 Hubungan antara tingkat partisipasi tahap perencanaan dengan kemanfaatan sosial pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016 Tingkat Partisipasi pada Tahap Perencanaan
Kemanfaatan Sosial Program
Non-Partisipasi Tokenism Citizen Power
n 2 1 5
Rendah % 25,0 12,5 62,5
Total
8
100,0
Sedang n % 2 13,3 3 20,0 10 66,7
n 2 0 5
% 28,6 0,0 71,4
15
7
100,0
100,0
Tinggi
Ket: nilai signifikansi 0,807 dan koefisien korelasi 0,046.
Tabel 43 menunjukkan bahwa terdapat 66,7 persen anggota yang tingkat partisipasinya citizen power memberikan penilaian yang sedang atas kemanfaatan sosial program Hal tersebut dikarenakan anggota menyatakan bahwa frekuensi gejolak sosial tidak mengalami perubahan, karena meskipun program pemberdayaan ekonomi ini dinilai memberikan cukup manfaat, namun ternyata belum cukup memberikan manfaat yang berarti. Seperti apa yang disampaikan oleh salah satu anggota Kopwama: “...kalo permasalahan ekonomi di antara anggota mah gak berkurang ya, tapi manfaat mah tetep ada kerasa...” (SS, 56 tahun) Uji korelasi dilakukan untuk mengidentifikasi hubungan tingkat partisipasi pada tahap perencanaan dengan kemanfaatan sosial program. Dari uji tersebut, diperoleh koefisien korelasi sebesar 0,046 pada selang kepercayaan atau α sebesar 0,05. Selain itu diperoleh nilai signifikan hitung sebesar 0,807 yang lebih besar dari pada nilai α, sehingga H0 diterima dan H1 ditolak. Artinya, tingkat partisipasi pada tahap perencanaan dengan kemanfaatan sosial program tidak memiliki hubungan.
69
Hubungan Tingkat Partisipasi pada Tahap Pelaksanaan dengan Kemanfaatan Program Kemanfaatan program pada penelitian ini terdiri atas dua indikator, yaitu kemanfaatan ekonomi dan kemanfaatan sosial. Tingkat partisipasi ialah keterlibatan anggota dalam setiap tahapan program yang di antaranya ialah tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, tahap evaluasi dan tahap pemanfaatan hasil. Berikut adalah hubungan antara tingkat partisipasi pada tahap pelaksanaan dengan kemanfaatan program pemberdayaan ekonomi. Kemanfaatan Ekonomi Program Hubungan antara tingkat partisipasi pada tahap pelaksanaan dengan kemanfaatan ekonomi program dianalisis menggunakan tabulasi silang dan didukung dengan hasil uji korelasi Rank Spearman. Hasil analisa berdasarkan tabulasi silang secara lengkap disajikan pada Tabel 44. Tabel 44 Hubungan antara tingkat partisipasi tahap pelaksanaan dengan kemanfaatan ekonomi pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016 Tingkat Partisipasi pada Tahap Pelaksanaan
Kemanfaatan Ekonomi Program
Non-Partisipasi Tokenism Citizen Power
n 1 2 5
Rendah % 12,5 25,0 62,5
Total
8
100,0
n 2 0 9
Sedang % 18,2 0,0 81,8
Tinggi n 2 0 9
% 18,2 0,0 81,8
11
100,0
11
100,0
Ket: nilai signifikansi 0,510 dan koefisien korelasi 0,125.
Tabel 44 menunjukkan pada tingkat partisipasi tokenisme seluruhnya memberikan penilaian atas kemanfaatan ekonomi program rendah. Namun, berdasarkan Tabel 43 juga dapat diketahui bahwa anggota yang berada pada tingkat partisipasi non partisipasi dan citizen power tersebar pada penilaian atas kemanfaatan ekonomi program yang sedang dan juga tinggi. Pada tingkat partisipasi non partisipasi memiliki persentase masing-masing sebesar 18,2 persen. Sementara itu, pada tingkat partisipasi citizen power memiliki persentase masing-masing sebesar 81,8 persen. Kemandirian ekonomi yang dirasa oleh anggota memiliki perbedaan pada setiap individunya, bagi anggota yang membuka usaha dengan modal dari hasil pinjaman Kopwama maka akan merasa lebih mandiri dalam keuangannya, begitupun sebaliknya. Uji korelasi dilakukan untuk mengidentifikasi tingkat partisipasi pada tahap pelaksanaan dengan kemanfaatan ekonomi. Dari uji tersebut, diperoleh koefisien korelasi sebesar 0,125 pada selang kepercayaan atau α sebesar 0,05. Selain itu diperoleh nilai signifikan hitung sebesar 0,510 yang lebih besar dari pada nilai α, sehingga H0 diterima dan H1 ditolak. Artinya, tingkat partisipasi pada tahap pelaksanaan dengan kemanfaatan ekonomi tidak memiliki hubungan.
70
Kemanfaatan Sosial Program Hubungan antara tingkat partisipasi pada tahap pelaksanaan dengan kemanfaatan sosial program dianalisis menggunakan tabulasi silang dan didukung dengan hasil uji korelasi Rank Spearman. Hasil analisa berdasarkan tabulasi silang secara lengkap disajikan pada Tabel 45. Tabel 45 Hubungan antara tingkat partisipasi tahap pelaksanaan dengan kemanfaatan sosial pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016 Tingkat Partisipasi pada Tahap Pelaksanaan
Kemanfaatan Sosial Program
Non-Partisipasi Tokenism Citizen Power
n 1 1 6
Rendah % 12,5 12,5 75,0
Total
8
100,0
Sedang n % 3 20,0 1 6,7 11 73,3
n 1 0 6
% 14,3 0,0 85,7
15
7
100,0
100,0
Tinggi
Ket: nilai signifikansi 0,733 dan koefisien korelasi 0,065.
Tabel 45 menunjukkan bahwa terdapat 75 persen anggota dengan tingkat partisipasi tahap pelaksanaan yang tinggi namun memberikan penilaian yang rendah atas kemanfaatan sosial program. Kualitas hubungan antara anggota tidak dapat dilihat pada tahap pelaksanaan, dikarenakan masih banyak anggota yang belum terlalu mengenal commrel officer yang bertugas khususnya pada program ini. Kalaupun anggota merasa mengenal officer, hubungan yang terjalin pun belum terlalu dekat sehingga anggota masih cenderung segan untuk menyampaikan pendapat maupun kritik atas dilaksanakannya program. “...kalo mau nyampein keluhan apa saran gitu ya neng paling ke pengurus aja dulu, ke ketua paling enggak...” (A, 42 tahun) Uji korelasi dilakukan untuk mengidentifikasi hubungan tingkat partisipasi pada tahap pelaksanaan dengan kemanfaatan sosial program. Dari uji tersebut, diperoleh koefisien korelasi sebesar 0,065 pada selang kepercayaan atau α sebesar 0,05. Selain itu diperoleh nilai signifikan hitung sebesar 0,733 yang lebih besar dari pada nilai α, sehingga H0 diterima dan H1 ditolak. Artinya, tingkat partisipasi pada tahap pelaksanaan dengan kemanfaatan sosial program tidak memiliki hubungan. Hubungan Tingkat Partisipasi pada Tahap Evaluasi dengan Kemanfaatan Program Kemanfaatan program pada penelitian ini terdiri atas dua indikator, yaitu kemanfaatan ekonomi dan kemanfaatan sosial. Tingkat partisipasi ialah keterlibatan anggota dalam setiap tahapan program yang di antaranya ialah tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, tahap evaluasi dan tahap pemanfaatan hasil. Berikut adalah hubungan antara tingkat partisipasi pada tahap evaluasi dengan kemanfaatan program pemberdayaan ekonomi.
71
Kemanfaatan Ekonomi Program Hubungan antara tingkat partisipasi pada tahap evaluasi dengan kemanfaatan ekonomi program dianalisis menggunakan tabulasi silang dan didukung dengan hasil uji korelasi Rank Spearman. Hasil analisa berdasarkan tabulasi silang secara lengkap disajikan pada Tabel 46. Tabel 46 Hubungan antara tingkat partisipasi tahap evaluasi dengan kemanfaatan ekonomi pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016 Tingkat Partisipasi pada Tahap Evaluasi
Kemanfaatan Ekonomi Program
Non-Partisipasi Tokenism Citizen Power
n 3 1 4
Rendah % 37,5 12,5 50,0
Total
8
100,0
n 8 0 3
Sedang % 72,7 0,0 27,3
Tinggi n 4 0 7
% 36,4 0,0 63,6
11
100,0
11
100,0
Ket: nilai signifikansi 0,589 dan koefisien korelasi 0,103.
Pada Tabel 46 dapat diketahui bahwa anggota yang berada pada tingkat partisipasi tokenisme memberikan penilaian rendah atas kemanfaatan ekonomi program pada tahap evaluasi program. Pada tahap evaluasi, anggota Kopwama cenderung untuk melimpahkan kuasa atas keputusan kepada pengurus koperasi dan pihak perusahaan saja, namun anggota yang berada pada tokenisme yang merasa bahwa keputusan antara anggota, pengurus dan perusahaan setara memberikan penilaian yang justru rendah. Berbeda dengan anggota yang berada pada tingkat partisipasi citizen power sebesar 63,6 persen memberikan penilaian yang tinggi pula. Hal tersebut tidak menunjukkan adanya hubungan di antara tingkat partisipasi pada tahap evaluasi dengan kemanfaatan ekonomi program pemberdayaan ekonomi. Uji korelasi dilakukan untuk mengidentifikasi tingkat partisipasi pada tahap evaluasi dengan kemanfaatan ekonomi program. Dari uji tersebut, diperoleh koefisien korelasi sebesar 0,103 pada selang kepercayaan atau α sebesar 0,05. Selain itu diperoleh nilai signifikan hitung sebesar 0,589 yang lebih besar dari pada nilai α, sehingga H0 diterima dan H1 ditolak. Artinya, tingkat partisipasi pada tahap evaluasi dengan kemanfaatan ekonomi program tidak memiliki hubungan. Kemanfaatan Sosial Program Hubungan antara tingkat partisipasi pada tahap evaluasi dengan kemanfaatan sosial program dianalisis menggunakan tabulasi silang dan didukung dengan hasil uji korelasi Rank Spearman. Hasil analisa berdasarkan tabulasi silang secara lengkap disajikan pada Tabel 47.
72
Tabel 47 Hubungan antara tingkat partisipasi tahap evaluasi dengan kemanfaatan sosial pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016 Tingkat Partisipasi pada Tahap Evaluasi
Kemanfaatan Sosial Program
Non-Partisipasi Tokenism Citizen Power
n 6 0 2
Rendah % 75,0 0,0 25,0
Total
8
100,0
n 8 1 6
Sedang % 53,3 6,7 40,0
Tinggi n 1 0 6
% 14,3 0,0 85,7
15
100,0
7
100,0
Ket: nilai signifikansi 0,018 dan koefisien korelasi 0,429*. *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Tabel 47 menunjukkan bahwa anggota yang berada pada tingkat partisipasi citizen power merasakan kemanfaatan sosial yang cukup tinggi, dapat dilihat dari jumlah persentase sejumlah 85,7 persen. Kemudian pada anggota yang berada pada tingkat partisipasi non partisipasi memberikan penilaian atas kemanfaatan sosial yang rendah dengan jumlah persentase 75,0 persen. Hal tersebut sesuai dengan uji korelasi yang dillakukan untuk mengidentifikasi hubungan kedua variabel tersebut. Koefisien korelasi kedua variabel tersebut ialah sebesar 0,429 pada selang kepercayaan atau α sebesar 0,05. Selain itu diperoleh nilai signifikan hitung sebesar 0,018 yang lebih kecil dari pada nilai α, sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Artinya, tingkat partisipasi pada tahap evaluasi dengan kemanfaatan sosial program memiliki hubungan yang positif. Hubungan pada dua variabel tersebut merupakan hubungan positif yang tergolong moderat. Kemanfaatan sosial pada tahap evaluasi memiliki hubungan yang cukup moderat, karena anggota merasa pada saat evaluasi dengan jarak waktu sejak perencanaan sampai pelaksanaan selesai, secara perlahan perbedaan pendapat di antara anggota cukup berkurang. Hal tersebut didukung oleh pernyataan sebagai berikut: “...ya pas akhir-akhirnya sih lagi pas tutup buku dan laporan ke Holcim baru deh agak berkurang itu ibu-ibu yang agak gak setuju sama koperasi, apalagi kan waktu itu abis tutup buku mau ada penutupan sekalian jalanjalan pada seneng...” (I,44 tahun) Hubungan Tingkat Partisipasi pada Tahap Pemanfaatan Hasil dengan Kemanfaatan Program Kemanfaatan program pada penelitian ini terdiri atas dua indikator, yaitu kemanfaatan ekonomi dan kemanfaatan sosial. Tingkat partisipasi ialah keterlibatan anggota dalam setiap tahapan program yang di antaranya ialah tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, tahap evaluasi dan tahap pemanfaatan hasil. Berikut adalah hubungan antara tingkat partisipasi pada tahap pemanfaatan hasil dengan kemanfaatan program pemberdayaan ekonomi.
73
Kemanfaatan Ekonomi Program Hubungan antara tingkat partisipasi pada tahap pemanfaatan hasil dengan kemanfaatan ekonomi program dianalisis menggunakan tabulasi silang dan didukung dengan hasil uji korelasi Rank Spearman. Hasil analisa berdasarkan tabulasi silang secara lengkap disajikan pada Tabel 48. Tabel 48 Hubungan antara tingkat partisipasi tahap pemanfaatan hasil dengan kemanfaatan ekonomi pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016 Tingkat Partisipasi pada Tahap Pemanfaatan Hasil
Kemanfaatan Ekonomi Program
Non-Partisipasi Tokenism
Rendah n % 0 0,0 0 0,0
Sedang n % 0 0,0 1 9,1
Tinggi n 0 0
% 0,0 0,0
Citizen Power
8
100,0
10
90,9
11
100,0
Total
8
100,0
11
100,0
11
100,0
Ket: nilai signifikansi 0,857 dan koefisien korelasi 0,034.
Tabel 48 menunjukkan bahwa anggota yang berada pada tingkat partisipasi citizen power memberikan penilaian yang cenderung tinggi atas kemanfaatan ekonomi program. Berdasarkan penuturan beberapa anggota, mereka merasakan adanya kesempatan ekonomi yang lebih besar dengan adanya program pemberdayaan ekonomi pada Kopwama yang menyediakan fasilitas untuk simpan pinjam uang bagi anggota. Meskipun begitu, terdapat 90,9 persen anggota yang memberikan penilaian sedang atas kemanfaatan ekonomi program. Hal itu dikarenakan terdapat perbedaan dalam pengelolaan uang hasil pinjaman pada masing-masing anggota sehingga manfaat yang dirasa dapat berbeda-beda. Seperti apa yang disampaikan oleh salah satu anggota: “...saya belum merasakan adanya kesempatan ekonomi yang lebih besar sih, soalnya saya emang gak jualan atau usaha warung, tapi saya jadi lebih mandiri sih kan bisa pinjam dan menabung...”(I, 44 tahun) Uji korelasi dilakukan untuk mengidentifikasi hubungan tingkat partisipasi pada tahap pemanfaatan hasil dengan kemanfaatan ekonomi program. Dari uji tersebut, diperoleh koefisien korelasi sebesar 0,034 pada selang kepercayaan atau α sebesar 0,05. Selain itu diperoleh nilai signifikan hitung sebesar 0,857 yang lebih besar dari pada nilai α, sehingga H0 diterima dan H1 ditolak. Artinya, tingkat partisipasi pada tahap pemanfaatan hasil dengan kemanfaatan ekonomi program tidak memiliki hubungan. Kemanfaatan Sosial Program Hubungan antara tingkat partisipasi pada tahap pemanfaatan hasil dengan kemanfaatan sosial program dianalisis menggunakan tabulasi silang dan didukung dengan hasil uji korelasi Rank Spearman. Hasil analisa berdasarkan tabulasi silang secara lengkap disajikan pada Tabel 49.
74
Tabel 49 Hubungan antara tingkat partisipasi tahap pemanfaatan hasil dengan kemanfaatan sosial pada program pemberdayaan ekonomi PT Holcim Indonesia di Desa Kembang Kuning tahun 2016 Tingkat Partisipasi pada Tahap Pemanfaatan Hasil
Kemanfaatan Sosial Program
Non-Partisipasi Tokenism Citizen Power
n 0 0 8
Rendah % 0,0 0,0 100,0
Total
8
100,0
Sedang n % 0 0,0 1 6,7 14 93,3
n 0 0 7
% 0,0 0,0 100,0
15
7
100,0
100,0
Tinggi
Ket: nilai signifikansi 0,951 dan koefisien korelasi -0,012.
Tabel 49 menunjukkan bahwa anggota yang berada pada tingkat partisipasi citizen power memberikan penilaian atas kemanfaatan sosial program yang sedang dengan jumlah persentase sebesar 93,3 persen. Berdasarkan hasil wawancara, terdapat perbedaan pendapat masing-masing anggota dalam hal kepuasan atas program, cukup banyak anggota yang merasa puas atas kesesuaian program atas kebutuhan serta manfaat yang didapat, namun masih belum puas atas pelaksanaan program. Dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara kedua variabel tersebut yang kemudian didukung oleh hasil uji korelasi yang dilakukan. Uji korelasi dilakukan untuk mengidentifikasi hubungan tingkat partisipasi pada tahap pemanfaatan hasil dengan kemanfaatan sosial program. Dari uji tersebut, diperoleh koefisien korelasi sebesar -0,012 pada selang kepercayaan atau α sebesar 0,05. Selain itu diperoleh nilai signifikan hitung sebesar 0,951 yang lebih besar dari pada nilai α, sehingga H0 diterima dan H1 ditolak. Artinya, kesesuaian tingkat partisipasi pada tahap pemanfaatan hasil dengan kemanfaatan sosial program tidak memiliki hubungan.
75
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Program pemberdayaan ekonomi yang dilakukan kepada Kopwama sudah sesuai dengan kebutuhan anggota. Materi yang disajikan dalam program sudah membantu anggota untuk memahami bagaimana sistem kerja koperasi sesungguhnya. PT Holcim juga melakukan pendekatan yang persuasif, sehingga anggota mau melibatkan dirinya dalam program. Waktu pelaksanaannya pun dianggap tidak mengganggu jadwal sehari-hari. Namun, media yang digunakan selama program berlangsung dianggap agak menyusahkan sebagian anggota dan lokasi pelaksanaan dianggap kurang kondusif. Pada perencanaan, pelaksanaan, serta pemanfaatan hasil pada program pemberdayaan ekonomi, anggota sudah terlibat. Hal tersebut dibuktikan dengan tingkat partisipasi yang tergolong tinggi yaitu citizen power. Namun pada tahap evaluasi, anggota cenderung untuk melimpahkan kuasa atas keputusan kepada pengurus koperasi dan pihak perusahaan saja, sehingga anggota tidak melibatkan dirinya pada tahap tersebut. Hal tersebut ditunjukkan dengan tingkat partisipasi yang tergolong rendah yaitu non partisipasi. Manfaat yang di rasakan oleh anggota dilihat dari dua aspek, yaitu ekonomi dan sosial. Meskipun manfaat ekonomi dirasakan secara langsung oleh anggota yang aktif melakukan simpan pinjam, namun selama 4 tahun Kopwama telah didirikan belum terdapat perkembangan yang signifikan, khususnya dibidang kewirausahaan. Kemudian, kemanfaatan sosial program dinilai tidak terlalu memberikan perubahan atas permasalahan sosial yang terjadi di antara anggota. Berdasarkan hasil tabel tabulasi silang yang didukung dengan uji korelasi Rank Spearman, terdapat hubungan yang positif dan moderat antara kesesuaian program dengan tingkat partisipasi pada tahap perencanaan serta pelaksanaan. Pada tahap perencanaan hanya berhubungan dengan lokasi pelaksanaan. Pada tahap tersebut, pihak perusahaan melakukan pendekatan serta sosialisasi dengan anggota dengan cara mengikuti kegiatan rutinan PKK sehingga lokasi yang digunakan merupakan pilihan anggota sepenuhnya. Kemudian jika ada pergantian lokasi, pihak perusahaan akan menyediakan pilihan tempat. dan anggota menentukan atas kesepakatan bersama. Tahap pelaksanaan memiliki hubungan dengan kesesuaian materi program, karena dinilai sudah sesuai dengan apa yang dibutuhkan dan sesuai dengan kemampuan anggota untuk dilakukan di kehidupan nyata. Sementara itu, pada variabel tingkat partisipasi dengan kemanfaatan program juga terdapat hubungan tetapi hanya pada tahap evaluasi dan berupa hubungan yang moderat. Hubungan tingkat partisipasi pada tahap evaluasi hanya berhubungan dengan kemanfaatan sosial program. Hal ini dikarenakan pada tahap evaluasi anggota sudah mulai menyimpulkan bagaimana pelaksanaan program dan apa manfaat yang dirasakan, dan juga merasa bahwa perbedaan pendapat di antara anggota dirasa berkurang.
76
Saran Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat ditarik beberapa hal yang dapat dijadikan masukan atau saran di antaranya: 1. Materi pada tahap pelaksanaan program memiliki hubungan yang moderat di antara keduanya, sehingga peningkatan penyajian materi pada kegiatankegiatan yang dilakukan pada tahap pelaksanaan diperlukan agar dapat efektifitas program dapat tercapai. 2. Pada tahap perencanaan, pemilihan lokasi yang digunakan berpengaruh pada bagaimana masyarakat menilai kesesuaian program dan menentukan bagaimana partisipasinya sendiri, sehingga peningkatan kenyamanan peserta program perlu diperhatikan. 3. Pengetahuan masyarakat mengenai perusahaan pelu ditingkatkan, agar masyarakat merasa lebih terbuka dalam menyampaikan pendapat dan mau berpartisipasi aktif pada setiap tahapan program. 4. Meningkatkan alat-alat yang dapat membantu perekonomian masyarakat dan lembaga seperti Koperasi Wanita Mandiri agar manfaat program dapat dicapai sepenuhnya.
77
DAFTAR PUSTAKA Achda TB. 2006. Konteks Sosiologis Perkembangan Corporate Social Responsibility (CSR) dan Implementasinya di Indonesia. Seminar Nasional: A Promise of Gold Rating: Sustainable CSR. Jakarta. Akib H, Tarigan A. 2008. Artikulasi Konsep Implementasi Kebijakan: Perspektif, Model dan Kriteria Pengukurannya. Jurnal Baca. 1(8):1-19. [Internet] [Dikutip 14 Februari 2016]. Tersedia pada: https://www.scribd.com/doc /50865843/artikulasi-konsep-implementasi-kebijakan-jurnal-baca-agustus-2 0081 Arnstein SR. 2007. A Ladder of Citizen Participation. [Internet] [Dikutip 13 Maret 2016]. Tersedia pada: http://lithgow-schmidt.dk/sherryarnstein/ladder -of-citizen-participation_en.pdf. Asrianti US. 2010. Analisis Pola Pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility/CSR) dalam Upaya Pengembangan Masyarakat. [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Budimanta A. 2003. Prinsip-prinsip community development dalam akses peran serta masyarakat. Jakarta: Sinar Harapan dan Indonesia Center for Sustainable Development. [BPS] Badan Pusat Statistika. 2015. Pertumbuhan Indeks Produksi Bulanan Industri Besar dan Sedang, 2010-2015. [Internet] [Diunduh pada 17 Maret 2016]. Tersedia pada: http://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1062 Cohen JM, Uphoff NT. 1977. Rural Development: Concept and Measures for Project Design, Implementation, and Evaluation. New York (US): Cornel University. Elkington J. 2004. Enter the triple bottom line. The triple bottom line: Does it all add up, 11(12), p.1-16. Hadi N. 2011. Corporate Social Responsibility. Yogyakarta: Graha Ilmu. [Holcim] PT Holcim Indonesia Tbk. 2013. Holcim CSR: Special Report 2013. Hilarius Y, Prayogo D. 2012. Efektivitas Program CSR/CD dalam Pengentasan Kemiskinan Studi Peran Perusahaan Geotermal di Jawa Barat. Jurnal Sosiologi. 1(17):1-22. [Internet] [Dikutip 10 Februari 2016]. Tersedia pada: http://labsosio.org/data/documents/vol_17_no_1_januari_2012.pdf Hurriyati R, Sofyani S. 2010. Pengaruh Corporate Social Responsibility terhadap Corporate Image PT Bank Negara Indonesia. Strategic. Jurnal Pendidikan Manajemen Bisnis. 9(18):63-75. [Internet] [Dikutip 4 Maret 2016]. Tersedia pada: http://ejournal.upi.edu/index.php/strategic/article/download /1080/767 Korten D, Syahrir. 1980. Pembangunan Berdimensi Kerakyatan, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta Kumalasari I. 2012. Efektivitas CSR Job Pertamina-Petrochina East Java dan Mobile Cepu Limited di Kabupaten Bojonegoro. Jurnal Politik Indonesia. 1(1):17-25. [Internet] [Dikutip 17 Maret 2016]. Tersedia pada: http://journal.unair.ac.id/filerPDF/abstrak_5249142_tpjua.pdf Marnelly TR. 2012. Corporate Social Responsibility (CSR) : Tinjauan Teori dan Praktek di Indonesia. Jurnal Aplikasi Bisnis. 2(2):49–59. [Internet] [Diunduh pada 27 September 2015]. Tersedia pada: http://ejournal.unri.ac. id
78
Moratis L, Cochius T. 2011. ISO 26000: The Business Guide to The New Standard on Social Responsibility. Greenleaf Publishing Limited. UK. Mutmainna, Sumarti T. 2014. Hubungan Tingkat Penerapan Prinsip Pengembangan Masyarakat dengan Keberhasilan Program CSR di PT Pertamina. Jurnal Sosiologi Pedesaan. 2(3):171-181. [Internet] [Dikutip 21 September 2015]. Tersedia pada: http://journal.ipb.ac.id/index.php/sodality /article/view/9424 Ndraha T. 2007. Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan. Penerbit Yayasan Karya Dharma. Jakarta. Nasdian FT. 2014. Pengembangan masyarakat. Bogor (ID): Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Nasdian FT, Rosyida I. 2011. Partisipasi Masyarakat dan Stakeholders dalam Penyelenggaraan Program Corporate Social Responsibility (CSR) dan Dampaknya terhadap Komunitas Perdesaan. Jurnal Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi, dan Ekologi Manusia. 5(1):51-70. [Internet] [Dikutip 21 September 2015]. Tersedia pada: https://www.google.co.id/url? sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&cad=rja&uact=8&ved=0CCc QFjABahUKEwjz7YOrktjIAhXXB44KHX6QBuc&url=http%3A%2F%2Fj ournal.ipb.ac.id%2Findex.php%2Fsodality%2Farticle%2Fview%2F5832&u sg=AFQjCNFbzjU-eyhU9-2RWLzY6gxwMmWs9g&sig2=SVm Nuryana M. 2005. Corporate Social Responsibility dan Kontribusi bagi Pembangunan Berkelanjutan. Diklat Pekerjaan Sosial Industri, Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial (BBPPKS). Bandung (ID): Lembang. Palupi DH. 2006. Branded CSR. Majalah Mix, 10/III edisi 30 Oktober – 15 November 2006; p.24. Pangestu MHT. 1995. Partisipasi Masyarakat dalam Pelaksanaan Kegiatan Perhutanan Sosial (Studi Kasus: KPH Cianjur, Jawa Barat). [Tesis]. Bogor (ID): Pascasarjana IPB. Rachman N, Efendi A, Wicaksana E, 2011. Panduan Lengkap Perencanaan CSR. Rahman A. 2009. Evaluasi Tanggung Jawab Sosial PT Holcim Indonesia Tbk. [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Rahman R. 2009. Corporate Social Responsibility: Antara Teori dan Kenyataan. Yogyakarta (ID): Media Pressindo. Rahmi E. 2011. Standarisasi Lingkungan (ISO 26000) Sebagai Harmonisasi Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Dan Instrumen Hukum di Indonesia. INOVATIF, Jurnal Ilmu Hukum. 4(5):132-145. [Internet] [Dikutip 6 Maret 2016]. Tersedia pada: http://www.unja.ac.id/online-journal/onlinejournal/in dex.php/jimih/article/view/541 Rogovsky N. 2000. Corporate community involvement programmes: Partnerships for jobs and development. International Institute for Labour Studies. Rosyida I. 2011. Partisipasi Masyarakat dan Stakeholders dalam Penyelenggaraan Program Corporate Social Responsibility (CSR) dan Dampaknya terhadap Komunitas Perdesaan. [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Satwari A. 2015. Studi Tentang Pelaksanaan Corporate Social Responsibility (CSR) PT Sinergi dalam Pembangunan Masyarakat di Desa Susuk Kecamatan Sandaran Kabupaten Kutai Timur. eJournal Ilmu Administrasi
79
Negara. 3(4):1-14. [Internet] [Dikutip 4 Maret 2016]. Tersedia pada: http:// ejournal.an.fisip-unmul.ac.id/site/?p=1588 Setiana L. 2005. Teknik Penyuluhan dan Pemberdayaan Masyarakat. Sofian E dan Tukiran, editor. Bogor (ID): Penerbit Ghalia Indonesia. Singarimbun M, Effendi S. 2012. Metode Penelitian Survai. Jakarta (ID): LP3ES. Suatama J. 2011. Penerapan Sistem Manajemen dalam Corporate Social Responsibility dan ISO 26000. Jurnal STIE Semarang. 3(3):42-54 . [Internet] [Dikutip 6 Maret 2016]. Tersedia pada: http://jurnal.stiesemarang. ac.id/index.php /JSS/article/view/11 Suhardin Y. 2007. Peranan Hukum dalam Mewujudkan Kesejahteraan Masyarakat. Jurnal Hukum Pro Justitia. 25(3):272-282. [Internet] [Dikutip 31 Januari 2016]. Tersedia pada: http://journal.unpar.ac.id/index.php/projust itia/article/view/1126 Supriadinata W, Goestaman I. 2013. Analisis Efektivitas Corporate Social Responsibility (CSR) dalam Menyelesaikan Masalah Sosial Lingkungan Perusahaan. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya. 2(1):1-13. [Internet] [Dikutip 4 Maret 2016]. Tersedia pada: http://journal.ubaya.ac.id/i ndex.php/jimus/article/view/280 Tanudjaja BB. 2006. Perkembangan Corporate Social Responsibility Di Indonesia. NIRMANA. 8(2):92-98. [Internet] [Dikutip 25 November 2015]. Tersedia pada: http://nirmana.petra.ac.id/index.php/dkv/article/view/17049/ 17013 Triyono A. 2014. Pemberdayaan Masyarakat Melalui Community Development Program Posdaya (Pos Pemberdayaan Keluarga) PT Holcim Indonesia Tbk Pabrik Cilacap. 6(2):111-121. [Internet] [Dikutip 2 Februari 2016]. Tersedia pada: https://www.google.co.id/search?q=Pemberdayaan+Masyarakat+ Melalui+community+Development+Program+Posdaya+(Pos+Pemberdayaa n+Keluarga)+PT+Holcim+Indonesia+Tbk+Pabrik+Cilacap&oq=Pemberday aan+Masyarakat+Melalui+Community+Development+Program+Posdaya+( Pos+Pemberdayaan+Keluarga)+PT+Holcim+Indonesia+Tbk+Pabrik+Cilaca p&aqs=chrome..69i57.2957j0j7&sourceid=chrome&ie=UTF-8# [UU] Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. Wibisono Y. 2007. Membedah Konsep & Aplikasi CSR (Corporate Social Responsibility). Gresik (ID): Fascho Publishing. Wijayanti NA. 2011. Tingkat Partisipasi Peserta Program CSR Desa Telaga dan Kemanfaatan Program (Kasus Di Karawang International Industrial City). [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Zaidi Z. 2003. Sumbangan Sosial Perusahaan. Jakarta (ID): EMK.
80
81
LAMPIRAN
82
Lampiran 1. Hasil Uji Reliabilitas Reliability Statistics Cronbach's
N of Items
Alpha ,799
65
Lampiran 2. Hasil Uji Statistik Hubungan antara Kesesuaian Program dengan Tingkat Partisipasi Correlations Kesesuaia TP_Pere TP_Pela TP_E TP_Pemanf nProgram ncanaan ksanaan valuas aatanHasil i Corre lation Coeff icient Kesesuaian Sig. Program (2tailed ) N Corre lation Coeff Spear icient man's TP_Perenc Sig. rho anaan (2tailed ) N Corre lation Coeff TP_Pelaksa icient naan Sig. (2tailed )
1,000
,243
,520**
,248
,264
.
,196
,003
,186
,159
30
30
30
30
30
,243
1,000
,370*
-,015
-,129
,196
.
,044
,937
,498
30
30
30
30
30
,520**
,370*
1,000
,301
-,102
,003
,044
.
,106
,593
83
N Corre lation Coeff icient TP_Evalua Sig. si (2tailed ) N Corre lation Coeff icient TP_Pemanf Sig. aatanHasil (2tailed )
30
30
30
30
30
,248
-,015
,301
1,000
,183
,186
,937
,106
.
,333
30
30
30
30
30
,264
-,129
-,102
,183
1,000
,159
,498
,593
,333
.
N 30 30 30 **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
30
30
84
Lampiran 3. Hasil Uji Statisik Hubungan antara Tingkat Partisipasi dengan Kemanfaatan Program
Correlations T TP_Peren TP_Pelak TP_Ev TP_Pemanfa Kt canaan sanaan aluasi atanHasil ot
TKtot
Correl ation 1,0 Coeffi 00 cient Sig. (2. tailed)
N 30 Correl ation ,15 Coeffi 4 TP_Perencan cient aan Sig. ,41 (28 tailed) Spear N 30 man's Correl rho ation ,19 Coeffi 1 TP_Pelaksan cient aan Sig. ,31 (21 tailed) N 30 Correl ation ,36 Coeffi 6* cient TP_Evaluasi Sig. ,04 (27 tailed) N
30
,154
,191
,366*
,023
,418
,311
,047
,905
30
30
30
30
1,000
,370*
-,015
-,129
.
,044
,937
,498
30
30
30
30
,370*
1,000
,301
-,102
,044
.
,106
,593
30
30
30
30
-,015
,301
1,000
,183
,937
,106
.
,333
30
30
30
30
85
Correl ation ,02 Coeffi 3 TP_Pemanfa cient atanHasil Sig. ,90 (25 tailed) N 30
-,129
-,102
,183
1,000
,498
,593
,333
.
30
30
30
30
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
86
Lampiran 4. Catatan Tematik Corporate Social Responsibility PT Holcim Indonesia Tbk Praktek CSR PT Holcim Indonesia Tbk di Pabrik Narogong dilaksanakan oleh Departemen Community Relations (Commrel) di beberapa desa binaannya. Salah satunya ialah Desa Kembang Kuning sebagai salah satu desa yang terdekat dengan area pabrik. Program-program yang dilaksanakan oleh Commrel di antaranya terkait pendidikan, kesehatan, infrastruktur, bantuan sosial, dan pemberdayaan ekonomi. Program pemberdayaan ekonomi didasarkan atas ide untuk “membangun bersama masyarakat” yang digunakan sebagai solusi permasalahan masyarakat khususnya bidang ekonomi. Program pemberdayaan ekonomi merupakan salah satu hubungan kemitraan antara PT Holcim dengan masyarakat, khususnya lembaga atau kelompok yang ada didalam masyarakat. Program pemberdayaan ekonomi memang dikhususkan bagi lembaga atau kelompok yang terdapat di masyarakat, dan sekiranya dapat diberdayakan bersama-sama dengan perusahaan. Identifikasi lembaga atau kelompok dilakukan sebelumnya untuk mengetahui apakah lembaga atau kelompok tersebut telah memenuhi kriteria yang dimiliki perusahaan, dan juga untuk mencari tahu permasalahan, kebutuhan serta potensi yang dimiliki lembaga atau kelompok tersebut. Kesesuaian Program Pemberdayaan Ekonomi Kesesuaian program ialah bagaimana program yang ditujukan kepada masyarakat dapat menyesuaikan dengan kebutuhan serta potensi masyarakat. Salah satu anggota berpendapat bahwa : “..kan banyak ya neng koperasi abal-abal yang ditawarin ke masyarakat sini tapi malah jadinya utang gede, nah kalau yang dibina Holcim ini enak, hukumnya jelas, lokasinya dekat jadi ya sesuai dan saya butuhin...” (I, 44 tahun) Kesesuaian program pada program pemberdayaan ekonomi tergolong cukup tinggi pada masing-masing indikatornya, yang di antaranya ialah materi, metode, media, waktu pelaksanaan, dan lokasi pelaksanaan. Pendekatan yang dilakukan kepada masyarakat oleh perusahaan merupakan salah satu aspek penting yang menentukan keberhasilan suatu program. Jika pendekatan yang dilakukan perusahaan sudah baik, tentu masyarakat akan memberikan respon positif kepada pelaksanaan program, salah satunya ialah dengan kemauan masyarakat untuk berpartisipasi. Pada program pemberdayaan ekonomi, kesesuaian metodenya sudah tergolong tinggi. Hal tersebut didukung oleh pernyataan salah satu anggota, yaitu: “..caranya Holcim itu bagus, mengajak masyarakat untuk berorganisasi, awalnya kan kita hanya berbentuk PKK terus tiba-tiba digandeng sama Holcim ya kita senang, berterima kasih malah. Terus dengan caranya begitu kita jadi lebih inisiatif sendiri, buka buka internet buat tau tentang koperasi untuk buka usaha...” (S, 45 tahun) mayoritas anggota merasa bahwa metode yang digunakan dalam program tersebut sudah cukup persuasif.
87
Materi program yang dimaksudkan ialah segala sesuatu yang disampaikan dalam seluruh rangkaian kegiatan program. Program pemberdayaan ekonomi tidak hanya membantu lembaga dalam masyarakatnya dalam bentuk bantuan dana saja, namun juga dalam bidang pengembangan masyarakat. pengembangan masyarakat dilakukan dengan diadakannya pelatihan-pelatihn tertentu, seperti pelatihan keterampilan, kerajinan tangan, bercocok tanam, dan edukasi lainnya. Pelatihan tersebut tentunya menyajikan berbagai materi yang terkait. Berhubung dengan sasaran pelatihan yaitu masyarakat, materi program harus disesuaikan dengan bagaimana kemampuan masyarakat, agar materi tersebut dapat berguna. Kesesuaian materi program pemberdayaan ekonomi dengan anggota Kopwama tergolong cukup tinggi, seperti pendapat salah satu anggota, yaitu: “..materi yang disampaikan itu berkaitan dengan koperasi, kan kita kan orang awam yah jadi kita tau disitu bahwa koperasi bisa jalan kalo ada legalitas, dan butuh anggota-anggotanya juga...” (S, 45 tahun) materi yang disajikan dalam beberapa pelatihan ataupun saat diskusi bersama pihak perusahaan dan PKK (saat belum menjadi koperasi) sudah tergolong tinggi, yaitu karena materi sudah sejalan dengan tujuan koperasi. Meskipun begitu, materi yang disajikan masih terdapat kekurangan yang di antaranya yaitu tidak terdapatnya hasil cetak materi sehingga anggota tidak dapat menyimpan materi tersebut untuk kemudian hari. Penyajian materi tersebut tentunya menggunakan media sebagai pengantar. Media yang digunakan dalam suatu program ialah seluruh alat bantu yang berfungsi sebagai perantara yang menghubungkan antara penyampai program dengan sasaran program. Pada program pembinaan koperasi, media yang digunakan ialah berupa gambar yang diproyeksikan, yaitu slide presentation. Kesesuaian media yang digunakan dalam program pemberdayan ekonomi memiliki kekurangan dan juga kelebihan, seperti yang disampaikan oleh salah satu anggota, sebagai berikut : “..pake proyektor trus pake ada slidenya gitu ya jadi merhatiin sih terus kan emang jadi lebih ngerti, tapi sayangnya kita ga dapet kertasnya gitu sih ya, kan diganti slidenya cepet...” (I, 44 tahun) menurut beberapa anggota yang diwawancarai, media yang digunakan sebenarnya sudah cukup baik dan mampu menarik perhatian anggota saat kegiatan dilakukan, namun juga menyusahkan bagi sebagian anggota, khususnya anggota yang duduk agak jauh dari layar dan juga para lansia. Pelaksanaan pelatihan maupun kegiatan dalam program pemberdayaan ekonomi sudah cukup tinggi kesesuaiannya. Kesesuaian waktu pelaksanaan pada program ini tergolong tinggi, dengan alasan bahwa dalam menentukan waktu untuk berkumpul selalu didiskusikan dan dipilih atas kesepakatan bersama anggota dan pengurus, sehingga tidak ada anggota yang merasa disulitkan. Hal tersebut didukung oleh pendapat salah satu anggota, sebagai berikut : “...kumpul gitu mah kita sendiri yang nentuin, jadi maunya hari apa minggu keberapa tinggal pilih, trus kalo udah ada tanggalnya mah tinggal masing-masing ketua kelompoknya kasih tau ke anak buahnya... (A, 42 tahun) sementara itu, lokasi pelaksanaan program pemberdayaan ekonomi memiliki kekurangan dan juga kelebihan. Mayoritas anggota merasa bahwa pemilihan lokasi tidak menyulitkan anggota, karena lokasi yang dipilih dekat dengan lokasi
88
rumah anggota. Namun, pemilihan tempat dinilai kurang mendukung, seperti lokasi yang terlalu kecil atau malah kebesaran. Hal tersebut didukung oleh pendapa anggota, yaitu sebagai berikut : “...lokasi mah deket neng kan cuma di Club House, deket tinggal nyebrang...” (I, 44 tahun) “...dimana tuh Club House yah, kegedean neng jadi jauh proyektornya tapi kalo dikantor koperasi mah kan juga kekecilan yah...” (A, 42 tahun) Tingkat Partisipasi pada Program Pemberdayaan Ekonomi Program pemberdayaan ekonomi yang dilaksanakan oleh departemen Commrel dilaksanakan dalam beberapa tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan kemudian pemanfaatan hasil. Tahap perencanaan pada program ini ialah termasuk identifikasi kelompok dan kegiatan sosialisasi. Kemudian pada tahap pelaksanaan termasuk didalamnya ialah proses legalisir koperasi, negosiasi dana bantuan, dan pelaksanaan simpan pinjam dalam koperasi selama 12 bulan. Selanjutnya, pada tahap evaluasi mencakup setelah 12 bulan simpan pinjam dilakukan maka akan ada proses tutup buku dan pelaporan penggunaan dana bantuan setelah simpan pinjam dilaksanakan. Hasil evaluasi akan dijadikan sebagai acuan dalam pelaksanaan tahun berikutnya, sehingga apabila angsuran pendanaan simpan pinjam berjalan lancar akan menjadi hal yang baik pula pada pencairan dana tahun berikutnya. Terakhir ialah pemanfaatan hasil yaitu pembagian SHU (Sistem Hasil Usaha) bagi masing-masing anggota dan melakukan pengajian bersama yang biasanya diselenggarakan ditempat tertentu. Perencanaan program meliputi identifikasi kelompok dan kegiatan sosialisasi. Identifikasi kelompok dilakukan dengan mencari apa-apa saja kelompok yang terdapat di masing-masing desa binaan PT Holcim Indonesia Tbk. Di desa Kembang Kuning dusun Narogong tepatnya terdapat PKK yang sudah berdiri sejak 1987 dan saat itu sedang melaksanakan kegiatan UP2K yaitu kegiatan simpan pinjam oleh anggota PKK (yang kemudian menjadi Kopwama). Dengan begitu, pihak perusahaan melakukan identifikasi atas kelompok tersebut terutama kriteria, masalah, potensi, dan kebutuhan kelompok. Jika sesuai dengan kriteria yang dimiliki oleh perusahaan maka dibentuklah sebuah hubungan kemitraan di antara perusahaan dan kelompok tersebut. Hubungan kemitraan tersebut diawali dengan kegiatan sosialisasi yang direspon positif oleh anggota. Pada tahap perencanaan, partisipasi anggota Kopwama tergolong tinggi, sesuai dengan bagaimana pernyataan salah satu anggota : “...mau ngasih saran, kritik atau apa mah bebas sih menyuarakan pendapatnya ga ada dibatesin atau kayak gak didengar atau apa...” (SS, 56 tahun) pada tahap ini juga masyarakat merasa bahwa pengambilan keputusan diberikan seutuhnya kepada pengurus dan anggota. Jika ada beberapa anggota yang berpartisipasi rendah ialah karena mereka merasa tidak sempat datang jika ada perkumpulan namun berpartisipasi pada tahap lainnya. Pelaksanaan program pemberdayaan ekonomi pada Kopwama pada tahun pertama melibatkan tidak hanya pihak community relations, anggota Kopwama, pemerintahan desa, tetapi juga pihak notaris untuk melakukan legalisir lembaga. Namun begitu, dalam pelaksanaan aspirasi anggota Kopwama juga menjadi
89
dijadikan pertimbangan dalam mengambil keputusan. Seperti yang dipaparkan oleh salah satu anggota Kopwama: “...kalo ada pendapat, saran ,dan lainnya itu pasti dipertimbangin sih sama anggota, bareng-bareng ditentuin...” (S, 45 tahun) Partisipasi anggota pada tahap pelaksanaan tergolong tinggi, yaitu karena adanya aktivitas simpan pinjam dan juga kegiatan bulanan (yang biasanya dibarengi dengan pengajian PKK). Anggota juga merasa bahwa pada tahap ini perusahaan tidak membatasi bagaimana anggota melakukan aktivitasnya, namun tetap terdapat pemantauan oleh perusahaan. Ada juga anggota yang merasa bahwa meskipun keputusan dilimpahkan kepada pengurus dan anggota, sebenarnya perusahaan juga memiliki andil dalam keputusan tersebut. Pada tahap evaluasi program, yang lebih terlibat hanyalah pihak pengurus Kopwama dan pihak perusahaan. Diskusi ataupun pertemuan terkait pelaporan dana bantuan oleh PT Holcim Indonesia Tbk diberitahukan sebelumnya kepada anggota, namun tidak sedikit anggota yang lebih memilih untuk melimpahkan keputusan kepada dua pihak tersebut dengan alasan bahwa mereka tidak mengerti dan mempercayakan kepada pengurus Kopwama atas keputusan yang mungkin akan diambil. Dipaparkan oleh salah satu anggota Kopwama, sebagai berikut: “...kalo pas kumpul laporan ke Holcim saya pernah denger sih, tapi saya gaikutan itumah, kalo buat nentuin sesuatu mah lebih ke pengurus aja kali yah saya mah sebagai anggota ngikut aja, kan pasti pengurus mah mutusin yang terbaik buat koperasi...” (A, 42 tahun) mayoritas dari anggota berpendapat bahwa pengambilan keputusan pada tahap evaluasi diserahkan kepada pengurus dan pihak perusahaan, dengan alasan bahwa mereka mempercayakan masa depan koperasi dan merasa bahwa pengurus dan perusahaan lebih tau yang terbaik bagi koperasi. Meskipun begitu, terdapat juga anggota yang merasa tetap harus ikut saat tahap evaluasi, dengan tujuan sebisa mungkin menyampaikan saran maupun kritik atas kekurangan-kekurangan yang dirasakan selama 12 bulan pertama koperasi dijalankan. Pemanfaatan hasil mungkin menjadi tahapan yang paling melibatkan seluruh anggota, dengan adanya pembagian SHU (sistem hasil usaha) yang jumlahnya dihitung berdasarkan keseringan anggota dalam melakukan penyimpanan dan peminjaman. Pembagian SHU dilakukan di akhir tahun pada kegiatan tutup buku. Seperti yang disampaikan oleh salah satu anggota : “...kalo hasil kita pasti dapet ga ada ditahan-tahan, informasi jelas ga ditutup-tutupin...” (I, 44 tahun) hampir semua anggota merasakan hasil SHU meskipun ada beberapa yang tetap kurang puas. Beberapa anggota yang kurang puas tersebut dikarenakan mereka merasa jumlah SHU yang didapat sedikit, meskipun SHU merupakan hasil hitung berdasarkan keseringan anggota dalam melakukan simpan pinjam. Keaktifan anggota dalam berpartisipasi dalam setiap tahapan program pemberdayaan ekonomi di Kopwama kembali lagi pada karakteristik individu anggota tersebut, karena perlakuan yang diberikan dalam program ini ialah sama pada setiap anggota, tidak terdapat perbedaan pendekatan maupun pemberian materi program.
90
Kemanfaatan Program Pemberdayaan Ekonomi Program pemberdayaan ekonomi tentunya bertujuan agar memberikan manfaat yang dapat berguna bagi anggota Kopwama. Kemanfaatan dari program yang dirasakan oleh masyarakat dapat digolongkan menjadi dua yaitu dari bidang ekonomi dan dari bidang sosial. Kemanfaatan ekonomi merupakan manfaat yang dirasakan oleh masyarakat dalam kehidupan ekonominya. Anggota Kopwama sebagai sasaran program cukup merasakan adanya manfaat ekonomi dari dilaksanakannya program, di antaranya ialah kesempatan ekonomi yang dinilai lebih besar, yaitu karena anggota bisa melakukan aktivitas simpan pinjam sehingga bagi anggota yang membutuhkan modal untuk melakukan usaha bisa melakukan pinjaman dari koperasi tersebut. Hal tersebut didukung pernyataan salah satu anggota : “...saya jadi lebih mandiri ya keuangannya, saya kan bisnis katering gitu yah sama kalo pas lebaran suka bikin kue saya jualin, nah itu modalnya kan dari koperasi tinggal pinjam...” (E, 34 tahun) namun tidak semua anggota yang melakukan pinjaman menggunakan uang tersebut untuk dijadikan modal. Banyak anggota yang menggunakannya sebagai pemenuh kebutuhan sehari-hari saja. Meskipun begitu, anggota tetap merasa ada manfaat yang dirasa, yaitu anggota merasa lebih mandiri dalm mengelola keuangannya karena saat anggota harus membayar iuran pinjamannya, anggota diperkenankan untuk sekalian menabung, sehingga memberikan kesempatan bagi anggota untuk menabung dan menggunakan uangnya dimasa depan. Hal tersebut didukung oleh pernyataan salah satu anggota, yaitu : “...saya belum merasakan adanya kesempatan ekonomi yang lebih besar sih, soalnya saya emang gak jualan atau usaha warung, tapi saya jadi lebih mandiri sih kan bisa pinjam dan menabung...”(I, 44 tahun) Pada bidang kemanfaatan sosial, manfaat dari program tersebut cukup dirasakan oleh anggota. Kemanfaatan sosial program merupakan manfaat yang dirasakan oleh masyarakat dalam hubungannya dengan lingkungan sosialnya. Mayoritas anggota merasakan bahwa meskipun ada manfaat sosial yang dirasakan, namun tetap saja tidak dapat membantu menyelesaikan permasalahan yang dirasakan di antara anggota sebagai masyarakat. Salah satu anggota memberikan pernyataan sebagai berikut : “...kalo permasalahan ekonomi di antara anggota mah gak berkurang ya, tapi manfaat mah tetep ada kerasa...” (SS, 56 tahun) permasalahan ekonomi dan sosial di antara anggota dinilai tidak mengalami perubahan sebelum maupun sesudah program pemberdayaan ekonomi dilaksanakan. Namun, masyarakat merasakan adanya perubahan hubungan antara masyarakat dengan perusahaan, yaitu mereka menjadi kenal lebih baik dengan perusahaan dan pihak-pihak yang mengurusi program. Kemudian mayoritas anggota merasa puas atas pelaksanaan program, terutama atas kesesuaianya dengan kebutuhan dan pelayanan yang dilakukan perusahaan.
91
Lampiran 5. Dokumentasi
Proses wawancara dengan responden
Kantor Koperasi Wanita Mandiri
Dokumentasi Kegiatan Program Pemberdayaan Ekonomi PT Holcim Indonesia Tbk
92
Dokumentasi kegiatan rutin bulanan anggota Kopwama
93
RIWAYAT HIDUP
Tazkiyah Syakira Al Kaff lahir pada tanggal 20 Desember 1994. Penulis merupakan anak terakhir dari empat bersaudara dari pasangan Mohammad Razi Alkaff dan Amnah Baraqbah. Penulis berdomisili di Cirendeu, Ciputat Timur, Tangerang Selatan sebelum melanjutkan pendidikan di Bogor. Pendidikan yang ditempuh penulis adalah MIN (Madrasah Ibtidaiyah Negeri) 7 Jakarta Barat pada tahun 2000-2006, SMPN 75 SSN Jakarta Barat pada tahun 2007-2009, dan SMAN 112 Jakarta Barat pada tahun 2010-2012. Kemudian pada tahun 2012 penulis melanjutkan pendidikan formal ke perguruan tinggi Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat di Institut Pertanian Bogor, melalui jalur undangan. Selain perkuliahan, penulis juga aktif dalam kegiatan organisasi, yaitu tergabung sebagai anggota divisi Public Relation HIMASIERA tahun 20132014. Selain organisasi kemahasiswaan, penulis juga aktif mengikuti kegiatan organisasi mahasiswa daerah Jakarta Community sebagai anggota.