HUBUNGAN TINGKAT PARTISIPASI PESERTA PROGRAM CSR PT. PERTAMINA DENGAN TARAF HIDUP MASYARAKAT DESA KARANGSONG
NERISSA ARVIANA
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
ii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hubungan Tingkat Partisipasi Peserta Program CSR PT. Pertamina dengan Taraf Hidup Masyarakat Desa Karangsong adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
Nerissa Arviana NIM I34110013
iii
ABSTRAK NERISSA ARVIANA. Hubungan Tingkat Partisipasi Peserta Program CSR PT. Pertamina dengan Tingkat Taraf Hidup Masyarakat Desa Karangsong. Dibimbing oleh MURDIANTO. Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan wujud kepedulian dan tanggung jawab sosial perusahaan kepada lingkungan dan masyarakat. PT. Pertamina merupakan salah satu perusahaan yang telah melaksanakan CSR guna menunjang operasionalisasi perusahaan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan tingkat partisipasi dengan keberhasilan program, hubungan keberhasilan program dengan taraf hidup peserta dan hubungan partisipasi dengan taraf hidup peserta program. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah mengombinasikan pendekatan kuantitatif dengan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan lemah antara partisipasi dengan keberhasilan program, tidak terdapat hubungan antara tingkat keberhasilan program dengan taraf hidup, serta tidak terdapat hubungan antara tingkat partisipasi dengan taraf hidup peserta program. Kata kunci: CSR, partisipasi, keberhasilan program, taraf hidup
ABSTRACT NERISSA ARVIANA. The relation of the level of participation program participants CSR PT. Pertamina with the level of standard life of the village Karangsong. Guided by MURDIANTO. Corporate Social Responsibility (CSR) is a form of concern and social responsibility a company to its environment and community PT. Pertamina is one of the companies which has already implemented in order to support the company operational of CSR. This study attempts to analyze their level of participation with relations effectiveness of the program, effectiveness of the program level of relations with life of participants and relations with the life quality of participation participate in the program. The approach were used in this research combined with a qualitative approach of a quantitative approach. The results of research shows that there are weak links between participation with effectiveness of the program, there was no correlation between the level of effectiveness of the program with living standard, and there was no correlation between the level of participation by the life quality of its participants. Key words: CSR, participation, the success of the program, living standard
iv
HUBUNGAN TINGKAT PARTISIPASI PESERTA PROGRAM CSR PT. PERTAMINA DENGAN TARAF HIDUP MASYARAKAT DESA KARANGSONG
NERISSA ARVIANA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
v
Judul Skripsi : Hubungan Tingkat Partisipasi Peserta Program CSR PT. Pertamina dengan Taraf Hidup Masyarakat Desa Karangsong Nama : Nerissa Arviana NIM : I34110013
Disetujui oleh
Ir. Murdianto, M.Si Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Siti Amanah, MSc Ketua Departemen
Tanggal Lulus : ______________
vi
PRAKATA Puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang bejudul “Hubungan Tingkat Partisipasi Peserta Program CSR PT. Pertamina dengan Taraf Hidup Masyarakat Desa Karangsong” ini dengan baik. Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak dapat terselesaikan dengan baik tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada: 1. Bapak Ir Murdianto, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah dengan sabar membimbing dan memberi masukan serta kritik kepada penulis selama penulisan skripsi ini, 2. Ayahanda Arsyam dan Ibunda Asnimar serta kakak-kakakku (Mega Putri Armanesa, Ricky Putra Armando, Wastu Ayu Diamahesa dan Mardian Putri) yang telah menjadi sumber inspirasi dan telah memberikan dukungan baik moril maupun materiil kepada penulis, 3. Tim pendamping CSR PT Pertamina, Mas Aris, Kak Irma, Kak Wulan, Mas Maul, Kak Alvi, Mas Puguh yang telah membantu dalam proses penelitian di Indramayu. 4. Teman satu kelompok bimbingan Rielisa AP. Hutagaol, Fitri Andriani Sidik, Hanung dan Audy yang selalu memberi semangat dan menjadi teman diskusi dalam penulisan skripsi ini, 5. Sahabat-sahabatku Nisa, Dudu, Rina, Nanda, dan Yunita serta seluruh keluarga SKPM 48 yang telah memberikan semangat kepada penulis. Akhirnya penulis berharap semoga Karya Ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.
Bogor, Agustus 2015
Nerissa Arviana
vii
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Kegunaan Penelitian PENDEKATAN TEORITIS Tinjauan Pustaka Partisipasi Corporate Social Responsibility Keberhasilan Program CSR Taraf Hidup Kerangka Pemikiran Hipotesis Penelitian PENDEKATAN LAPANGAN Metode Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Teknik Pengambilan Responden dan Informan Teknik Pengumpulan Data Teknik Pengolahan dan Analisis Data Definisi Operasional GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Kondisi Geografis Kondisi Ekonomi Kependudukan dan Struktur Sosial Program Corporate Social Responsibility Program Peternakan Program Perikanan Budidaya Program Perikanan Tangkap Program Pengolahan Bandeng Tanpa Duri Ikhtisar TINGKAT PARTISIPASI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN EKONOMI LOKAL CSR PT. PERTAMINA Tahap Perencanaan Program Peternakan Program Perikanan Budidaya Program Perikanan Tangkap Tingkat Partisipasi Peserta Program CSR PT. Pertamina pada Tahap Perencanaan Tahap Pelaksanaan Program Peternakan Program Perikanan Budidaya Program Perikanan Tangkap
xi xiv xiv 1 1 2 3 3 5 5 5 7 9 10 11 12 13 13 13 14 14 14 15 17 17 17 18 19 20 21 22 23 24 25 25 25 26 26 27 27 28 28 29
viii
Tingkat Partisipasi Peserta Program CSR PT. Pertamina pada Tahap Pelaksanaan Tahap Evaluasi Program Peternakan Program Perikanan Budidaya Program Perikanan Tangkap Tingkat Partisipasi Peserta Program CSR PT. Pertamina pada Tahap Evaluasi Tahap Pelaporan Program Peternakan Program Perikanan Budidaya Program Perikanan Tangkap Tingkat Partisipasi Peserta Program CSR PT. Pertamina pada Tahap Pelaporan Tingkat Partisipasi peserta program Pemberdayaan Ekonomi Lokal CSR PT. Pertamina Ikhtisar TINGKAT KEBERHASILAN PROGRAM PEMBERDAYAAN EKONOMI LOKAL CSR PT. PERTAMINA Tingkat Manfaat Program Peternakan Program Perikanan Budidaya Program Perikanan Tangkap Tingkat Manfaat Keseluruhan Peserta Program CSR PT. Pertamina Tingkat Keberlanjutan Program Peternakan Program Perikanan Budidaya Program Perikanan Tangkap Tingkat Keberlanjutan Keseluruhan Peserta Program CSR PT. Pertamina Tingkat Kesesuaian Program Peternakan Program Perikanan Budidaya Program Perikanan Tangkap Tingkat Kesesuaian Keseluruhan Peserta Program CSR PT. Pertamina Tingkat Pemberdayaan Program Peternakan Program Perikanan Budidaya Program Perikanan Tangkap Tingkat Pemberdayaan Keseluruhan Peserta Program CSR PT. Pertamina Tingkat Keberhasilan Program Pemberdayaan Ekonomi Lokal CSR PT. Pertamina Ikhtisar TARAF HIDUP PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN EKONOMI LOKAL CSR PT. PERTAMINA Program Peternakan Program Perikanan Budidaya
29 31 31 31 32 33 33 33 34 34 35 36 37 39 39 39 40 41 42 43 43 44 44 45 46 46 47 47 48 49 49 50 50 51 52 53 55 55 56
ix
Program Perikanan Tangkap Taraf Hidup Keseluruhan Peserta Sebelum Mendapatkan Bantuan Program Taraf Hidup Keseluruhan Peserta Setelah Mendapatkan bantuan Program Ikhtisar HUBUNGAN TINGKAT PARTISIPASI, KEBERHASILAN DAN TINGKAT TARAF HIDUP MASYARAKAT DESA KARANGSONG Hubungan Tingkat Partisipasi dengan Tingkat Keberhasilan Program Pemberdayaan Ekonomi Lokal CSR PT. Pertamina Hubungan Tingkat Keberhasilan Program dengan Taraf Hidup Masyarakat Desa Karangsong Hubungan Tingkat Partisipasi dengan Taraf Hidup Peserta Program CSR PT. Pertamina Ikhtisar PENUTUP Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA RIWAYAT HIDUP
57 58 58 60 61 61 62 63 64 65 65 65 67 83
x
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
Pendekatan penelitian Jumlah Keluarga Pra KS dan KS I berdasarkan alasan di Desa Karangsong Tingkat pendidikan dan jumlah penduduk Desa Karangsong Tingkat partisipasi peserta program peternakan pada tahap perencanaan tahun 2015 Tingkat partisipasi peserta program perikanan budidaya pada tahap perencanaan tahun 2015 Tingkat partisipasi peserta program perikanan tangkap pada tahap perencanaan tahun 2015 Jumlah dan persentase tingkat partisipasi peserta program CSR PT. Pertamina pada tahap perencanaan di Desa Karangsong tahun 2015 Tingkat partisipasi peserta program peternakan pada tahap pelaksanaan tahun 2015 Tingkat partisipasi peserta program perikanan budidaya pada tahap pelaksanaan tahun 2015 Tingkat partisipasi peserta program perikanan tangkap pada tahap pelaksanaan tahun 2015 Jumlah dan persentase tingkat partisipasi peserta program CSR PT. Pertamina pada tahap pelaksanaan di Desa Karangsong tahun 2015 Tingkat partisipasi peserta program peternakan pada tahap evaluasi tahun 2015 Tingkat partisipasi peserta program perikanan budidaya pada tahap evaluasi tahun 2015 Tingkat partisipasi peserta program perikanan tangkap pada tahap evaluasi tahun 2015 Jumlah dan persentase tingkat partisipasi peserta program CSR PT. Pertamina pada tahap evaluasi di Desa Karangsong tahun 2015 Tingkat partisipasi peserta program peternakan pada tahap pelaporan tahun 2015 Tingkat partisipasi peserta program perikanan budidaya pada tahap pelaporan tahun 2015 Tingkat partisipasi peserta program perikanan tangkap pada tahap pelaporan tahun 2015 Jumlah dan persentase tingkat partisipasi peserta program CSR PT. Pertamina pada tahap pelaporan di Desa Karangsong tahun 2015 Keseluruhan tingkat partisipasi peserta program pemberdayaan ekonomi lokal CSR PT. Pertamina tahun 2015 Jumlah dan persentase tingkat manfaat peserta program peternakan tahun 2015 Jumlah dan persentase tingkat manfaat peserta program perikanan budidaya tahun 2015 Jumlah dan persentase tingkat manfaat peserta program perikanan tangkap tahun 2015
13 18 19 25 26 26 27 28 28 29 30 31 32 32 33 33 34 35 35 36 39 40 41
xi
24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44
45
46
Jumlah dan persentase tingkat manfaat peserta program pemberdayaan ekonomi lokal CSR PT. Pertamina tahun 2015 Jumlah dan persentase tingkat keberlanjutan peserta program peternakan tahun 2015 Jumlah dan persentase tingkat keberlanjutan peserta program perikanan budidaya tahun 2015 Jumlah dan persentase tingkat keberlanjutan peserta program perikanan tangkap tahun 2015 Jumlah dan persentase tingkat keberlanjutan peserta program pemberdayaan ekonomi lokal CSR PT. Pertamina tahun 2015 Jumlah dan persentase tingkat kesesuaian peserta program peternakan tahun 2015 Jumlah dan persentase tingkat kesesuaian peserta program perikanan budidaya tahun 2015 Jumlah dan persentase tingkat kesesuaian peserta program perikanan tangkap tahun 2015 Jumlah dan persentase tingkat kesesuaian peserta program pemberdayaan ekonomi lokal CSR PT. Pertamina tahun 2015 Jumlah dan persentase tingkat pemberdayaan peserta program peternakan tahun 2015 Jumlah dan persentase tingkat pemberdayaan peserta program perikanan budidaya tahun 2015 Jumlah dan persentase tingkat pemberdayaan peserta program perikanan tangkap tahun 2015 Jumlah dan persentase tingkat pemberdayaan peserta program pemberdayaan ekonomi lokal CSR PT. Pertamina tahun 2015 Jumlah dan persentase tingkat keberhasilan peserta program pemberdayaan ekonomi lokal CSR PT. Pertamina tahun 2015 Jumlah dan persentase taraf hidup peserta program peternakan sebelum mengikuti program CSR PT. Pertamina tahun 2011 Jumlah dan persentase taraf hidup peserta program peternakan setelah mengikuti program CSR PT. Pertamina tahun 2015 Jumlah dan persentase taraf hidup peserta program perikanan budidaya sebelum mengikuti program CSR PT. Pertamina tahun 2011 Jumlah dan persentase taraf hidup peserta program perikanan budidaya setelah mengikuti program CSR PT. Pertamina tahun 2015 Jumlah dan persentase taraf hidup peserta program perikanan tangkap sebelum mengikuti program CSR PT. Pertamina tahun 2011 Jumlah dan persentase taraf hidup peserta program perikanan tangkap setelah mengikuti program CSR PT. Pertamina tahun 2015 Jumlah dan persentase taraf hidup keseluruhan peserta sebelum mengikuti program pemberdayaan ekonomi lokal CSR PT. Pertamina tahun 2011 Jumlah dan persentase taraf hidup keseluruhan peserta setelah mengikuti program pemberdayaan ekonomi lokal CSR PT. Pertamina tahun 2015 Hubungan tingkat partisipasi dengan tingkat keberhasilan program pemberdayaan ekonomi lokal CSR PT. Pertamina tahun 2015
42 43 44 44 45 46 47 47 48 49 50 50 51 52 55 55 56 56 57 57 58
58
61
xii
47 48
Hubungan tingkat keberhasilan dengan taraf hidup peserta program pemberdayaan ekonomi lokal CSR PT. Pertamina tahun 2015 Hubungan tingkat partisipasi dengan taraf hidup peserta program pemberdayaan ekonomi lokal CSR PT. Pertamina tahun 2015
63 64
xiii
DAFTAR GAMBAR
1 2 3 4 5
Kerangka pemikiran hubungan tingkat partispasi peserta program CSR PT. Pertamina dengan taraf hidup masyarakat Desa Karangsong Kumpulan peternak bersama tim pendamping teknis CSR Survey peserta baru oleh tim ahli IPB Buku catatan pendapatan nelayan Produk olahan bandeng Desa Karangsong
12 23 24 25 26
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7 8
Jadwal pelaksanaan penelitian Peta Desa Karangsong Data sensus responden Hasil uji reabilitas Hasil uji wilcoxon Hasil uji Korelasi Rank Spearman Dokumentasi Tulisan tematik
71 72 73 74 74 77 79 80
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki kekayaan sumberdaya alam yang berlimpah. Kekayaan sumberdaya alam ini membuat semakin banyak perusahaan atau perseroan terbatas yang dibangun untuk memanfaatkan sumberdaya alam yang ada di Indonesia. Banyaknya perusahaan yang dibangun tidak terlepas dari kondisi masyarakat sekitar perusahaan dan kondisi lingkungan. Tidak jarang perusahaan harus berkonflik dengan masyarakat sekitar perusahaan beroperasi. Asy’ari (2009) dalam penelitiannya menjelaskan kesalahpahaman dan konflik yang terjadi antara PT Newmont dengan masyarakat sekitar perusahaan beroperasi. Hal ini dikarenakan warga menuntut ganti rugi pada PT Newmont yang dianggap melakukan pencemaran di desa mereka dan melakukan eksplorasi tambang di daerah eksplorasi Dodo, Kecamatan Ropang yang diklaim oleh warga Labangkar sebagai tempat pemakaman nenek moyang mereka. Selain itu, tuntutan beberapa nelayan setempat yang mengatakan bahwa kegiatan tambang PT Newmont telah mengurangi hasil tangkapan mereka. Hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa sangat penting bagi perusahaan untuk memiliki tanggung jawab terhadap kondisi sosial, ekonomi dan lingkungan bagi masyarakat sekitar perusahaan itu beroperasi untuk menghindari konflik dan kesalahpahaman dengan masyarakat sekitar serta sebagai upaya untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Salah satu wujud kepedulian dan tanggung jawab perusahaan adalah dengan menjalankan Corporate Social Responsibility (CSR). Pelaksanaan Corporate Social Responsibility (CSR) dapat memberikan keuntungan bagi perusahaan jika dilaksanakan secara tepat. Penerapan CSR yang tepat dapat menaikkan citra perusahaan dan menarik simpati masyarakat dan berdampak positif bagi masyarakat sekitar perusahaan itu berdiri atau bagi masyarakat luas. Selain itu, kewajiban perusahaan untuk melaksanakan CSR juga sudah ditetapkan oleh pemerintah melalui UU No. 40 Tahun 2007 Bab V Pasal 74 tentang Perseroan Terbatas yang menyebutkan bahwa tanggung jawab sosial dan lingkungan adalah komitmen perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya. Pelaksanaan CSR tidak hanya sebagai upaya bagi perusahaan untuk menggugurkan kewajibannya atas Undang-Undang yang telah ditetapkan oleh pemerintah, namun benar-benar sebagai wujud kepedulian perusahaan terhadap kondisi sosial, ekonomi dan lingkungan sehingga pelaksanaan CSR dapat berjalan tepat sasaran. Salah satu upaya yang dapat dilakukan perusahaan agar pelaksanaan CSR berjalan tepat sasaran adalah dengan melibatkan partispasi aktif masyarakat secara langsung. Partisipasi masyarakat merupakan kunci keberhasilan pelaksanaan program CSR, karena dengan adanya partisipasi masyarakat suatu program baru dapat dijalankan. Berdasarkan penelitian Rosyida dan Nasdian (2011), tingkat partisipasi masyarakat dapat dilihat dari keterlibatan anggota kelompok terhadap kegiatan dalam tahapan penyelenggaraan program yang
2 dilaksanakan, baik pada tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, tahap monitoring evaluasi, maupun tahap pelaporan. Adanya partisipasi dari masyarakat, akan lebih memungkinkan bagi perusahaan untuk terus menjalankan program CSR-nya sehingga program yang diadakan dapat menjadi lebih efektif. Pertamina merupakan salah satu perusahaan BUMN (Badan Usaha Milik Negara) yang bergerak dibidang pertambangan meliputi minyak, gas serta energi baru dan terbarukan. Salah satu perusahaannya terletak di Kabupaten Indramayu. Sebagai perusahaan yang memanfaatkan sumber daya alam untuk produksinya, Pertamina memiliki tanggung jawab terhadap kondisi sosial, ekonomi dan lingkungan khususnya di wilayah yang masuk ke dalam Ring 1, Ring 2 dan Ring 3 perusahaan. Adapun bidang yang menjadi fokus Pertamina dalam menjalankan Visi Misi CSR nya adalah bidang pendidikan, lingkungan, pemberdayaan masyarakat dan kesehatan. Dalam pengembangan CSR PT. Pertamina telah disusun kriteria untuk mencapai keberhasilan pelaksanaan CSR di seluruh wilayah operasi perusahaan, kriteria tersebut adalah: berkelanjutan, bermanfaat, dekat wilayah operasi, publikasi dan mendukung PROPER (Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan). Mutmainna (2014) menyebutkan beberapa program CSR PT. Pertamina Indramayu yang diinisiasikan khususnya di dua desa dalam Ring 1 yakni Desa Balongan, dan Desa Majakerta adalah program budidaya lele, perikanan tangkap, dan peternakan. Selain di Desa Majakerta dan Desa Balongan, program pemberdayaan ekonomi lokal ini juga diadakan di Desa Karangsong yang merupakan desa yang berada di Ring 3. Ring 3 menjadi perhatian bagi Pertamina karena pada tahun 2011 pernah terjadi tumpahan minyak oleh kapal tanker di sekitar tempat warga mencari ikan. Hal ini menyebabkan warga menuntut ganti rugi kepada pihak PT. Pertamina. Salah satu upaya yang dilakukan oleh PT.Pertamina untuk meredam konflik tersebut adalah dengan melaksanakan CSR. Program yang dilakukan oleh PT. Pertamina adalah Program Pemberdayaan Ekonomi Lokal yang merupakan salah satu kegiatan pemberdayaan masyarakat melalui kegiatan CSR Pertamina yang bekerjasama dengan P4W (Pusat Pengkajian, Pengembangan, dan Perencanaan Wilayah) LPPM IPB. Program pemberdayaan ekonomi lokal ini juga merupakan salah satu upaya Pertamina untuk meningkatkan taraf hidup peserta program CSR PT. Pertamina. Berdasarkan kondisi tersebut, menjadi menarik untuk dikaji lebih lanjut mengenai bagaimana hubungan tingkat partisipasi peserta program CSR PT. Pertamina dengan tingkat taraf hidup masyarakat Desa Karangsong?
Rumusan Masalah Corporate Social Responsibility yang telah diterapkan oleh PT. Pertamina salah satunya adalah Program Pemberdayaan Ekonomi Lokal yang bekerjasama dengan P4W LPPM IPB. Latar belakang dibuatnya program ini adalah sebagai salah satu bentuk tanggung jawab PT. Pertamina terhadap masyarakat di sekitar perusahaan beroperasi. Penginisiasian program ini diawali dengan social mapping yang dilakukan oleh tim ahli dan tim pendamping teknis CSR PT. Pertamina dengan tujuan melihat permasalahan dan kebutuhan masyarakat setempat. Hal ini juga dimaksudkan sebagai langkah awal untuk menarik partisipasi masyarakat terhadap program yang akan dilaksanakan. Tingginya tingkat partisipasi
3 masyarakat juga diharapkan dapat meningkatkan keberhasilan program. Oleh karena itu, pertanyaan yang akan dikaji lebih lanjut adalah Bagaimana hubungan tingkat partisipasi peserta program CSR PT. Pertamina dengan tingkat keberhasilan program CSR PT. Pertamina? Salah satu tujuan CSR PT. Pertamina adalah untuk meningkatkan perekonomian peserta program. Oleh karena itu, salah satu program yang menjadi fokus CSR PT. Pertamina adalah program pemberdayaan ekonomi lokal. Program ini dibuat sesuai dengan permasalahan, kebutuhan masyarakat dan kondisi alam yang ada di Desa Karangsong. Dengan penyesuaian ini diharapkan program ini dapat berjalan dengan lebih efektif dan berhasil sehingga tujuan CSR PT. Pertamina untuk meningkatkan perekonomian peserta program dapat terwujud. Oleh karena itu, menjadi menarik untuk melihat Bagaimana hubungan tingkat keberhasilan program CSR PT. Pertamina dengan tingkat taraf hidup masyarakat Desa Karangsong?
1. 2. 3.
1.
2.
3.
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini berdasarkan rumusan masalah di atas adalah: Menganalisis hubungan tingkat partisipasi peserta program CSR PT. Pertamina dengan tingkat keberhasilan program CSR Pertamina. Menganalisis hubungan tingkat keberhasilan program CSR PT. Pertamina dengan tingkat taraf hidup masyarakat Desa Karangsong. Menganalisis hubungan tingkat partisipasi peserta program CSR PT. Pertamina dengan tingkat taraf hidup masyarakat Desa Karangsong. Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan berguna untuk banyak pihak, di antaranya: Akademisi Hasil penelitian dapat menjadi salah satu sumber informasi mengenai hubungan tingkat partisipasi masyarakat dalam program CSR dengan keberhasilan program dan hubungannya dengan peningkatan taraf hidup peserta program CSR, serta menjadi referensi untuk penelitian-penelitian selanjutnya. Selain itu hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah dalam kajian ilmu pengetahuan mengenai CSR. Perusahaan Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dan bahan pertimbangan bagi perusahaan dalam menyusun dan mengambil keputusan berkaitan dengan program CSR yang dilaksanakan agar sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Masyarakat Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan masyarakat mengenai program CSR yang beroperasi di daerah sekitar tempat tinggal mereka. Selain itu hasil penelitian ini juga diharapkan dapat digunakan masyarakat untuk lebih berpartisipasi dalam program CSR serta memahami keterlibatan dan peran mereka dalam program pemberdayaan tersebut.
4
5
PENDEKATAN TEORITIS
Tinjauan Pustaka Partisipasi Nasdian (2014) mendefinisikan partisipasi sebagai proses aktif, inisiatif diambil oleh warga komunitas sendiri, dibimbing oleh cara berfikir mereka sendiri, dengan menggunakan sarana dan proses (lembaga dan mekanisme) dimana mereka dapat menegaskan kontrol secara efektif. Partisipasi tersebut dapat dikategorikan: Pertama, warga komunitas dilibatkan dalam tindakan yang telah dipikirkan atau dirancang oleh orang lain dan dikontrol oleh orang lain. Kedua, partisipasi merupakan proses pembentukan kekuatan untuk keluar dari masalah mereka sendiri. Titik tolak dari partisipasi adalah memutuskan, bertindak, kemudian mereka merefleksikan tindakan tersebut sebagai subjek yang sadar. Nasdian (2014) juga menyatakan bahwa selama ini, peran serta masyarakat hanya dilihat dalam konteks yang sempit, artinya manusia cukup dipandang sebagai tenaga kasar untuk mengurangi biaya pembangunan. Dengan kondisi ini, partisipasi masyarakat “terbatas” pada implementasi atau penerapan program; masyarakat tidak dikembangkan dayanya menjadi kreatif dari dalam dirinya dan harus menerima keputusan yang sudah diambil “pihak luar”. Akhirnya partisipasi menjadi bentuk yang pasif dan tidak memiliki “kesadaran kritis”. Pengertian partisipasi menurut Sutrisno (1955:222) seperti dikutip oleh Nasution (2009) terdiri dari dua definisi, yaitu: Pertama, partisipasi adalah dukungan masyarakat terhadap rencana/proyek pembangunan yang dirancang dan tujuannya dirancang oleh perencana; Kedua, partisipasi mayarakat dalam pembangunan merupakan kerja sama yang erat antara perencana dan rakyat dalam merencanakan, melaksanakan, melestarikan dan mengembangkan hasil pembangunan yang telah dicapai. Menurut Nasution (2009) partisipasi masyarakat dalam pembangunan desa merupakan salah satu prasyarat utama untuk keberhasilan proses pembangunan di pedesaan. Arnstein (1969) menyatakan bahwa partisipasi masyarakat identik dengan kekuasaan masyarakat (citizen participation is citizen power) yaitu mendefinisikan strategi partisipasi yang didasarkan pada distribusi kekuasaan antara masyarakat atau pemerintah. Arnstein juga menjelaskan ada delapan atau tingkatan partisipasi masyarakat, yaitu: 1. Manipulation (Manipulasi) Dengan mengatasnamakan partisipasi, masyarakat diikutkan sebagai “stempel karet” dalam bentuk penasihat. Tujuannya adalah untuk dipakai sebagai formalitas semata dan untuk dimanfaatkan dukungannya. Tingkat ini bukanlah tingkat partisipasi masyarakat yang murni, karena telah diselewengkan dan dipakai sebagai alat publikasi oleh penguasa. 2. Therapy (Terapi) Pada tingkat terapi atau pengobatan ini, pemegang kekuasaan sama dengan ahli kesehatan jiwa. Mereka menganggap ketidakberdayaan sebagai penyakit mental. Dengan berpura-pura mengikutsertakan masyarakat dalam suatu perencanaan, mereka sebenarnya menganggap masyarakat sebagai
6
3.
4.
5.
6.
7.
8.
sekelompok orang yang memerlukan pengobatan. Meskipun masyarakat dilibatkan dalam berbagai kegiatan namun pada dasarnya kegiatan tersebut bertujuan untuk menghilangkan lukanya dan bukan menemukan penyebab luka. Informing (Menginformasikan) Dengan memberi informasi kepada masyarakat akan hak, tanggung jawab, dan pilihan mereka merupakan langkah awal yang sangat penting dalam pelaksanaan partisipasi masyarakat. Namun seringkali pemberian informasi dari penguasa kepada masyarakat tersebut bersifat satu arah. Masyarakat tidak memiliki kesempatan untuk memberikan umpan balik dan tidak memiliki kekuatan untuk negoisasi. Apalagi ketika informasi disampaikan pada akhir perencanaan, masyarakat hanya memiliki sedikit kesempatan untuk mempengaruhi program. Komunikasi satu arah ini biasanya dengan menggunakan media pemberitahuan pamflet dan poster. Concultation (Konsultasi) Meminta pendapat merupakan salah satu langkah logis menuju partisipasi penuh. Namun konsultasi ini masih merupakan partisipasi semu karena tidak ada jaminan bahwa pendapat mereka akan diperhatikan. Cara yang sering digunakan dalam tingkat ini adalah jajak pendapat, pertemuan warga dan dengar pendapat. Jika pemegang kekuasaan membatasi usulan masyarakat, maka kegiatan tersebut hanyalah partisipasi palsu. Partisipasi masyarakat diukur dari frekuensi kehadiran dalam pertemuan, seberapa banyak brosur yang dibawa pulang dan juga seberapa banyak kuisioner dijawab. Placation (Menenangkan) Pada tingkat ini masyarakat sudah memiliki beberapa pengaruh meskipun dalam beberapa hal pengaruh tersebut tidak memiliki jaminan akan diperhatikan. Masyarakat memang diperbolehkan untuk memberikan masukan atau mengusulkan rencana akan tetapi pemegang kekuasaanlah yang berwenang untuk menentukan. Partnership (Kemitraan) Pada tingkatan ini kekuasaan disalurkan melalui negoisasi antara pemegang kekuasaan dan masyarakat. Masyarakat sepakat untuk sama-sama memikul tanggung jawab dalam perencanaan dan pengambilan keputusan. Aturan ditentukan melalui mekanisme take and give, sehingga diharapkan tidak mengalami perubahan secara sepihak. Kemitraan berjalan efektif bila dalam masyarakat ada kekuasaan yang terorganisir, pemimpin bertanggung jawab, masyarakat mampu membayar honor yang cukup tinggi bagi pemimpinnya serta adanya sumber dana untuk menyewa teknisi, pengacara dan organisator masyarakat. Delegated Power (Pendelegasian Kekuasaan) Negosiasi antara masyarakat dengan pejabat pemerintah bisa mengakibatkan terjadinya dominasi kewenangan pada masyarakat terhadap rencana atau program tertentu. Pada tingkat ini masyarakat menduduki mayoritas kursi, sehingga memiliki kekuasaan dalam menentukan suatu keputusan. Selain itu masyarakat juga memegang peranan penting dalam menjamin akuntabilitas program tersebut. Citizen Control (Kontrol Masyarakat)
7 Pada tingkat ini masyarakat menginginkan adanya jaminan bahwa kewenangan untuk mengatur program atau kelembagaan diberikan kepada mereka, bertanggung jawab penuh terhadap kebijakan dan aspek-aspek manajerial dan bisa mengadakan negosiasi apabila ada pihak ketiga yang akan mengadakan perubahan. Dengan demikian, masyarakat dapat berhubungan langsung dengan sumber-sumber dana untuk memperoleh bantuan atau pinjaman tanpa melewati pihak ketiga. Berdasarkan kedelapan tangga tersebut, Arnstein (1969) mengelompokkannya lagi menjadi tiga tingkat berdasarkan pembagian kekuasaan, yaitu: (1) Non-participation, (2) Tokenism, (3) Kekuatan warga negara (Citizen Power). Tangga pertama (Manipulation) dan kedua (Therapy) termasuk ke dalam tingkatan non-partisipasi atau tidak ada partisipasi. Tangga ketiga (Informing), keempat (Concultation), dan kelima (Placation) termasuk ke dalam tingkat tokenisme atau sekedar justifikasi masyarakat mengiyakan. Selanjutnya pada tangga keenam (Partnership), ketujuh (Delegated Power), kedelapan (Citizen Power) termasuk kedalam tingkat citizen power dimana masyarakat telah memiliki kekuasaan. Rosyida dan Nasdian (2011) menyatakan bahwa pengukuran tingkat partisipasi dilakukan berdasarkan keterlibatan anggota kelompok simpan pinjam terhadap kegiatan dalam tahapan penyelenggaraan program yang dilaksanakan, baik pada tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, tahap evaluasi maupun tahap pelaporan. Nasdian (2014) menyatakan meskipun sulit mencapai partisipasi yang murni, banyak cara yang bisa ditempuh untuk mengembangkan partisipasi di tingkat komunitas. Pada dasarnya orang-orang akan berpartisipasi dalam kegiatan komunitas apabila kondisi-kondisinya kondusif untuk melakukan kegiatan tersebut. Kondisi-kondisi tersebut adalah sebagai berikut: 1. Warga komunitas akan berpartisipasi kalau mereka memandang penting isuisu dan aktivitas tertentu. 2. Warga komunitas berpartisipasi apabila mereka merasa bahwa tindakannya akan membawa perubahan, khususnya di tingkat rumah tangga atau individu, kelompok dan komunitas. 3. Perbedaan bentuk-bentuk partisipasi harus diakui dan dihargai. Jenis partisipasi yang harus dihargai tidak hanya keterlibatan dalam kegiatankegiatan formal, (kepanitiaan, pertemuan, dan lain-lain) tetapi juga kegiatan lainnya (menyiapkan konsumsi, membuat notulen, kegiatan kesenian, dan lain-lain). 4. Orang harus dimungkinkan untuk berpartisipasi dan didukung dalam partisipasinya. Ini berarti bahwa isu-isu seperti ketersediaan transportasi, keamanan, waktu, dan lokasi aktivitas serta lingkungan tempat aktivitas terjadi merupakan sesuatu hal yang penting dan perlu dipertimbangkan oleh proses yang didasarkan pada komunitas. 5. Struktur dan proses partisipasi hendaknya tidak bersifat menjauhkan. Corporate Social Responsibility Corporate Social Responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial perusahaan merupakan suatu konsep bahwa organisasi khususnya perusahaan memiliki tanggung jawab terhadap pemegang saham, karyawan, konsumen, masyarakat dan lingkungan yang berkaitan dengan operasional perusahaan
8 (Mulyadi, et.al 2012). Konsep CSR (Corporate Social Responsibility) memiliki beberapa definisi yang dikemukakan oleh banyak ahli. Definisi CSR berasal dari konsep dan pemikiran yang dicetuskan oleh John Elkington (1997) dalam bukunya yang berjudul “Cannibals with Forks, The Triple Bottom Line of Twentieth Century Business”, dimana dalam buku tersebut Elkington mengemukakan konsep “3P” (profit, people, dan planet) yang menerangkan bahwa dalam menjalankan operasional perusahaan, selain mengejar profit atau keuntungan ekonomis sebuah korporasi harus dapat memberikan kontribusi positif bagi people (masyarakat) dan berperan aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan (planet) (Wibisono, 2007). Hal ini sesuai dengan penjelasan dalam penelitian yang dilakukan Rosyida dan Nasdian (2011). G.R Steiner-Miner (Djaslim Saladin, 2004:157) seperti yang dikutip oleh Mulyadi et.al (2012) memandang tanggung jawab sosial dari dua sudut yaitu: (1) Sudut pandang konseptual: bahwa para usahawan seyogyanya mempertimbangkan kepentingan sosial masyarakat dalam pengambilan keputusan mereka. (2) Program sosial perusahaan spesifik : perusahaan perlu membuat program spesifik yang mungkin dapat ditempuh perusahaan. Menurut Wibisono (2007) umumnya perusahaan-perusahaan yang telah berhasil menerapkan CSR menggunakan tahapan implementasi CSR sebagai berikut: 1. Tahap Perencanaan: Tahap ini terdiri atas tiga langkah utama, yaitu Awareness Building, CSR Assesment, dan CSR Manual Building. Awareness Building merupakan langkah awal untuk membangun kesadaran mengenai arti penting CSR dan komitmen manajemen. Upaya ini dapat dilakukan melalui seminar, lokakarya, diskusi kelompok, dan lain-lain. CSR Assesment merupakan upaya untuk memetakan kondisi perusahaan dan mengidentifikasi aspek-aspek yang perlu mendapatkan prioritas perhatian dan langkah-langkah yang tepat untuk membangun struktur perusahaan yang kondusif bagi penerapan CSR secara efektif. Pada tahap membangun CSR manual, hasil assessment merupakan dasar untuk penyusunan manual atau pedoman implementasi CSR. Uapaya yang dapat dilakukan melalui benchmarking, menggali dari referensi atau meminta bantuan tenaga ahli independen dari luar perusahaan. Pedoman ini diharapkan mampu memberikan kejelasan dan keseragaman pola pikir dan pola tindak seluruh elemen perusahaan guna tercapainya pelaksanaan program yang terpadu, efektif, dan efisien. 2. Tahap Implementasi (pelaksanaan): Pada tahap ini terdapat beberapa poin yang harus diperhatikan seperti pengorganisasian sumber daya, penyusunan untuk menempatkan orang sesuai dengan jenis tugas, pengarahan, pengawasan, pelaksanaan, pekerjaan sesuai dengan rencana, serta penilaian untuk mengetahui tingkat pencapaian tujuan. Tahap implementasi ini terdiri atas tiga langkah utama yakni sosialisasi, pelaksanaan, dan internalisasi. 3. Tahap Evaluasi: Tahap ini perlu dilakukan secara konsisten dari waktu ke waktu untuk mengukur keberhasilan penerapan CSR sehingga membantu perusahaan untuk memetakan kembali kondisi dan situasi serta capaian perusahaan dalam implementasi CSR sehingga dapat mengupayakan perbaikan-perbaikan yang perlu berdasarkan rekomendasi. Evaluasi seharusnya tetap dilakukan baik saat kegiatan berhasil atau mengalami kegagalan.
9 4.
Tahap Pelaporan: Pelaporan perlu dilakukan untuk membangun sistem informasi, baik untuk keperluan proses pengambilan keputusan maupun keperluan keterbukaan informasi material dan relevan mengenai perusahaan.
Aktivitas CSR yang dilakukan oleh perusahaan dapat memberikan banyak manfaat bagi pembentukan citra perusahaan, meningkatkan kepercayaan dan kesejahteraan masyarakat maupun bagi penanam saham dan lingkungan sekitar perusahaan beroperasi. Saat ini sudah dapat banyak ditemui para ahli yang mendefinisikan CSR. Namun sayangnya, tidak jarang juga ditemui penyamaan definisi antara CSR dengan CD, padahal antara CSR dan CD sangatlah berbeda. Kumalasari (2012) menyatakan bahwa CD lebih berfokus dan menyasar kelompok masyarakat yang spesifik, yaitu mereka yang mengalami masalah. Akan tetapi CSR mempunyai cakupan yang lebih luas, yaitu terhadap seluruh pemangku kepentingan, sehingga dapat disimpulkan bahwa CD merupakan bagian dari CSR dan CSR merupakan bagian yang sangat berhubungan dengan pembangunan berkelanjutan. Keberhasilan Program CSR Indikator keberhasilan adalah suatu hal yang sangat penting untuk setiap pelaksanaan program CSR. Hal ini dibutuhkan untuk mengetahui kinerja program yang sudah terlaksana. Adanya indikator keberhasilan membuat perusahaan dapat melakukan evaluasi untuk menyiapkan rencana strategis selanjutnya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki kinerja dari program sebelumnya. Dalam upaya pengembangan masyarakat, terdapat ciri-ciri atau indikator yang menunjukkan terjadinya upaya pengembangan masyarakat seperti yang diungkapkan oleh Chaskin (2001) seperti dikutip oleh Saputro (2010), yaitu: a sense of community (rasa memiliki terhadap komunitas); a level of commitment (tingkat komitmen); the ability to solve problems (kemampuan untuk memecahkan masalah); dan access to resources (akses kepada sumber daya). Salah satu contoh penerapan indikator ini adalah pada penerapan CSR PT. Telkom yang menekankan pada penggunaan indikator ketiga, yaitu access to resources (akses kepada sumber daya) terutama setelah tidak adanya intervensi program dari PT Telkom. Sumber daya merupakan salah satu komponen penting dalam pengembangan kapasitas masyarakat (Saputro 2010). Chaskin (1999) seperti dikutip oleh Saputro (2010) berpendapat bahwa terdapat dua penekanan yang harus diperhatikan pada indikator ini yakni : (1) penggunaan sumber daya dapat diperoleh baik dari dalam komunitas (internal) maupun dari luar komunitas (eksternal); dan (2) akses terhadap sumber daya yang dibutuhkan oleh komunitas itu sangat beragam. Selanjutnya, karena karaktersitiknya yang berbeda tersebut, maka perolehan sumber daya komunitas dapat dipandang dalam perspektif yang luas maupun secara lebih sempit. Prayogo dan Hilarius (2012) menggunakan beberapa indikator untuk menilai keberhasilan suatu program CSR yaitu: 1. Efectivity (manfaat), dimaksudkan sebagai tingkat manfaat program pengentasan kemiskinan terhadap pemenuhan kebutuhan dan peningkatan akses pelayanan para penerima (beneficiaries) berdasarkan jenis dan tingkat kebutuhannya;
10 2.
3.
4.
5.
6.
Relevance (kesesuaian), dimaksudkan sebagai tingkat kesesuaian program pengentasan kemiskinan terhadap pemenuhan kebutuhan dan peningkatan akses pelayanan bagi penerima berdasarkan kemampuan dan potensi lokal; Sustainability (Keberlanjutan), dimaksudkan sebagai tingkat keberlanjutan program pengentasan kemiskinan dapat dilakukan oleh penerima jika bantuan selesai/dihentikan, baik keberlanjutan secara substansial (program) maupun secara manajemen; Impact (Dampak), dimaksudkan seberapa besar (substansial) dan luasan (geografis) akibat positif yang ditularkan oleh program pengentasan kemiskinan; Empowerment (Pemberdayaan), dimaksudkan sebagai seberapa signifikan tingkat pemberdayaan dirasakan penerima akibat program, baik dari segi keahlian maupun organisasi/manajemen; Participation (Partisipasi), dimaksudkan sebagai seberapa besar tingkat partisipasi masyarakat lokal dalam program pengentasan kemiskinan.
PT. Pertamina merupakan salah satu BUMN yang peduli dengan kondisi sosial ekonomi dan lingkungan masyarakat. Wujud kepedulian tersebut dibuktikan melalui penyelenggaran program CSR. Indikator yang digunakan untuk mengukur keberhasilan atau keberhasilan penyelenggaraan program CSR yang sudah dijalankan, PT. Pertamina juga memiliki beberapa indikator untuk menilai keberhasilan program CSR yang telah dijalankan, yaitu: bermanfaat, berkelanjutan, dekat wilayah operasi, publikasi, dan mendukung proper. Pengukuran dan penerapan indikator keberhasilan menjadi penting sebagai salah satu alat untuk mengukur keberhasilan keberhasilan program. Hal lain yang dapat digunakan untuk melihat keberhasilan keberhasilan suatu program CSR adalah dengan menggunakan kriteria evaluasi. Evaluasi dilakukan untuk melihat hal yang belum tercapai dari suatu tujuan dan sasaran program, sehingga dapat dibuat suatu kebijakan baru atau strategi baru untuk meningkatkan kinerja program CSR agar program yang dijalankan berikutnya dapat lebih efektif. Taraf Hidup Program CSR di bidang ekonomi kerap dikaitkan dengan usaha untuk meningkatkan taraf hidup keluarga. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Pertiwi (2014) yang menyatakan bahwa taraf hidup menjadi sangat penting untuk diperhatikan sebagaimana yang telah diungkapkan oleh berbagai definisi CSR bahwa salah satu tujuan diadakannya program adalah adanya peningkatan taraf hidup khususnya taraf hidup ekonomi. Beberapa penelitian yang telah lalu menggunakan indikator kesejahteraan menurut BPS untuk mengukur taraf hidup. Seperti Penelitian Lestari (2010) yang menggunakan indikator kesejahteraan menurut BPS pada tahun 1995, yaitu kependudukan, kesehatan dan gizi, pendidikan, ketenagakerjaan, taraf dan pola konsumsi, perumahan dan lingkungan, sosial dan budaya. Di samping itu, menurut BPS 2014 indikator yang dapat digunakan untuk mengukur kesejahteraan rakyat yaitu kependudukan, kesehatan dan gizi, pendidikan dan ketenagakerjaan, taraf dan pola konsumsi, perumahan dan lingkungan, kemiskinan dan sosial lainnya. Selanjutnya dari beberapa sumber di atas, penelitian ini akan menggunakan beberapa indikator untuk mengukur taraf hidup masyarakat di antaranya: tingkat pendapatan
11 keluarga, tingkat pengeluaran keluarga (pangan dan non pangan), kualitas pendidikan keluarga, kepemilikan alat produksi, dan kualitas kesehatan.
Kerangka Pemikiran Menurut Prayogo dan Hilarius (2012), keberhasilan program CSR dapat dinilai dari beberapa indikator yaitu manfaat, kesesuaian, keberlanjutan, dampak, pemberdayaan dan partisipasi. Tingkat partisipasi dalam penelitian ini menjadi variabel yang berdiri sendiri karena menurut Irwanto dan Prabowo (2010), partisipasi mempunyai pengaruh dan hubungan kuat dengan keberhasilan program CSR. Hal ini dikarenakan, dengan tingginya tingkat partisipasi masyarakat akan membuat program CSR berjalan lebih efektif. Selanjutnya untuk mengetahui sejauh mana tingkatan partisipasi masyarakat pada setiap proses tersebut, dapat digunakan analisis tipologi tingkatan partisipasi masyarakat dari Arnstein (1969) yang sifatnya hirearkhi dari non participation (tidak ada partisipasi), degrees of tokenism (derajat penghargaan), hingga degrees of citizen power (derajat kekuasaan masyarakat). Dalam pengembangan CSR PT. Pertamina, PT. Pertamina telah menyusun kriteria atau indikator yang dapat digunakan untuk mencapai keberhasilan pelaksanaan CSR di seluruh wilayah operasi perusahaan. Indikator tersebut adalah: bermanfaat, berkelanjutan, dekat wilayah operasi, publikasi dan mendukung Proper. Penelitian ini menggunakan indikator menurut Prayogo dan Hilarius (2012) yaitu: bermanfaat, berkelanjutan, kesesuaian program dan pemberdayaan untuk mengukur keberhasilan program. Indikator dampak tidak digunakan karena pengaruh kuat yang akan dilihat dalam penelitian ini adalah pengaruh positif yang dapat dirasakan peserta program CSR PT. Pertamina yang sudah tercakup ke dalam aspek manfaat. Di samping itu untuk pemilihan indikator taraf hidup disesuaikan dengan kondisi lokasi penelitian yaitu tingkat pendapatan keluarga, tingkat pengeluaran keluarga, kualitas pendidikan keluarga, kepemilikan alat produksi, dan kualitas kesehatan.
12 Tingkat Partisipasi (X1): - Tahap perencanaan (X11) - Tahap pelaksanaan (X12) - Tahap evaluasi (X13) - Tahap pelaporan (X14)
Tingkat Keberhasilan Program CSR PT. Pertamina (X2): - Tingkat Manfaat (X21) - Tingkat Keberkelanjutan (X22) - Tingkat Kesesuaian Program (X23) - Tingkat Pemberdayaan (X24)
Taraf Hidup (Y1): - Tingkat Pendapatan (Y11) - Tingkat Pengeluaran (Y12) - Kualitas pendidikan (Y13) - Kepemilikan alat produksi (Y14) - Kualitas Kesehatan (Y15)
Gambar 1. Kerangka pemikiran hubungan tingkat partisipasi peserta program CSR PT. Pertamina dengan taraf hidup masyarakat Desa karangsong
Berhubungan Secara Kuantitatif
1. 2. 3.
Hipotesis Penelitian Diduga terdapat hubungan antara tingkat partisipasi masyarakat dengan keberhasilan program CSR. Diduga terdapat hubungan antara tingkat keberhasilan program CSR dengan taraf hidup peserta program CSR. Diduga terdapat hubungan antara tingkat partisipasi dengan taraf hidup peserta program CSR
13
PENDEKATAN LAPANGAN
Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif didukung dengan pendekatan kualitatif. Pendekatan kuantitatif dilakukan melalui metode survei dengan menggunakan kuesioner sebagai instrumen untuk pengumpulan informasi. Penelitian survei adalah penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok (Singarimbun 1989). Pendekatan kuantitatif ini diharapkan dapat menjawab pertanyaan mengenai hubungan tingkat partisipasi masyarakat dengan keberhasilan program pemberdayaan ekonomi lokal CSR PT. Pertamina, hubungan tingkat keberhasilan program pemberdayaan ekonomi lokal CSR PT. Pertamina dengan taraf hidup peserta program serta hubungan tingkat partisipasi peserta program pemberdayaan ekonomi lokal CSR PT. Pertamina dengan tingkat taraf hidup masyarakat. Di samping itu pendekatan kualitiatif dilakukan dengan melakukan wawancara mendalam dan observasi kepada informan menggunakan panduan pertanyaan. Informasi yang diperoleh melalui pendekatan kualitatif ini digunakan sebagai interpretasi terhadap data yang didapatkan dari pendekatan kuantitatif. Tabel 1. Pendekatan Penelitian No 1.
2.
3.
Tujuan Hubungan tingkat partisipasi penerima program CSR PT. Pertamina dengan keberhasilan program CSR PT. Pertamina di Desa Karangsong Hubungan keberhasilan program CSR Pertamina dengan taraf hidup penerima program CSR PT. Pertamina di Desa Karangsong Hubungan tingkat partisipasi penerima program CSR PT. Pertamina dengan taraf hidup penerima program tersebut
Pendekatan Kuantitatif Kualitatif √
√
√
√
√
√
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai hubungan tingkat partisipasi masyarakat pada program CSR PT. Pertamina dengan tingkat taraf hidup masyarakat ini dilakukan di Desa Karangsong, Kecamatan Indramayu, Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi tersebut dilakukan secara sengaja (purposive) karena desa tersebut merupakan salah satu desa binaan CSR PT. Pertamina. Penelitian dilaksanakan dalam waktu enam bulan yang dimulai pada Bulan Januari hingga Bulan Juli 2015. Kegiatan penelitian meliputi penyusunan proposal skripsi, kolokium, perbaikan proposal skripsi, pengambilan data lapangan, penulisan draft
14 skripsi, uji petik, sidang skripsi, dan perbaikan skripsi. Rincian mengenai waktu penelitian dapat dilihat pada tabel yang terdapat pada Lampiran 1. Teknik Pengambilan Responden dan Informan Penelitian ini menggunakan sumber data dari responden dan informan. Unit analisis penelitian ini adalah rumah tangga yang mengikuti program CSR PT. Pertamina. Rumah tangga menjadi unit analisis karena taraf hidup dapat dilihat dari kondisi keluarga. Responden akan diwawancarai sesuai dengan kuesioner yang telah dibuat dan jawabannya dianggap dapat mewakili kondisi dirinya sebagai salah satu anggota dari program pemberdayaan ekonomi lokal CSR PT. Pertamina. Metode yang digunakan adalah sensus dengan jumlah responden sebanyak 43 orang (Lampiran 3) yang merupakan peserta program pemberdayaan ekonomi lokal CSR PT. Pertamina. Pemilihan informan dilakukan secara sengaja (purposive). Informan kunci yang dipilih adalah pihak CSR PT. Pertamina, koordinator CSR Desa Karangsong, pengurus program CSR Desa Karangsong, serta kepala Desa Karangsong. Teknik Pengumpulan Data Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang didapatkan langsung di lapangan dari responden dan informan dengan menggunakan kuesioner maupun wawancara mendalam. Di samping itu data sekunder diperoleh dari penelusuran dokumendokumen ataupun menggunakan literatur pendukung. Teknik pengumpulan data pada metode kuantitatif dilakukan dengan melakukan wawancara kepada responden sesuai dengan pertanyaan yang terdapat pada kuesioner, sedangkan pada metode kualitatif dilakukan dengan melakukan wawancara mendalam kepada informan serta penelusuran dokumen. Teknik Pengolahan dan Analisis Data Data kuesioner yang diperoleh dianalisis secara kuantitatif. Analisis data kuantitatif dilakukan dengan metode tabel frekuensi dan tabulasi silang. Sebelum melakukan pengambilan data di lapangan, kuesioner diolah terlebih dahulu dengan uji reliability untuk mengetahui kelayakan kuesioner untuk digunakan di lapangan. Kelayakan kuesioner dilihat dari nilai signifikasi alpha, jika nilai signifikasi alpha > 0.90 maka reabilitas sempurna, nilai alpha 0.70 – 0.90 reabilitas tinggi, 0.50 – 0.70 reabilitas moderat dan nilai alpha < 0.50 reabilitas rendah. Hasil uji reliability dari kuesioner yang akan digunakan yaitu didapatkan nilai alpha cronbach’s sebesar 0.798 (Lampiran 4). Berdasarkan nilai alpha yang didapatkan maka kuisioner memiliki reabilitas tinggi dan dianggap layak untuk digunakan di lapangan. Setelah seluruh data kuantitatif terkumpul, kemudian akan dilakukan pengkodean data. Kegiatan ini bertujuan untuk menyeragamkan data. Data yang dikumpulkan selanjutnya diolah secara statistik deskriptif dengan mengunakan aplikasi Microsoft Exel 2010 dan software SPSS (Statistical Program for Social Sciences) for Windows versi 16.0. Selanjutnya, untuk melihat hubungan yang signifikan antar variabel digunakan uji statistik non-parametrik melalui Korelasi Rank Spearman (untuk data yang berbentuk ordinal). Variabel
15 yang diukur dalam penelitian ini yaitu tingkat partisipasi masyarakat, tingkat keberhasilan program dan taraf hidup masyarakat. Pengukuran taraf hidup dilakukan dengan melihat kondisi taraf hidup peserta sebelum dan setelah mengikuti program. Taraf hidup sebelum dan setelah program ini diolah dengan menggunakan uji Wilcoxon untuk melihat perubahan taraf hidup peserta sebelum dan setelah mengikuti program. Di samping itu, untuk data kualitatif yang diperoleh dari hasil wawancara serta catatan harian disusun menjadi tulisan tematik yang digunakan sebagai penjelasan untuk data yang diperoleh dari pendekatan kuantitatif.
Definisi Operasional 1.
2.
3.
Tingkat Partisipasi Tingkat partisipasi adalah keikutsertaan responden program pemberdayaan ekonomi lokal dalam setiap tahap implementasi CSR yaitu tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, tahap evaluasi dan tahap pelaporan. Masingmasing tahap terdiri dari enam pernyataan yang memiliki dua pilihan jawaban yaitu “Ya” yang selanjutnya akan diberi nilai 2 dan “Tidak” yang selanjutnya akan diberi nilai 1. Selanjutnya jawaban dari pernyataan yang ada akan dikategorikan ke dalam tingkatan tangga partisipasi Arnstein yaitu rendah (non participation) diberi skor 1, sedang (tokenism) diberi skor 2, dan tinggi (citizen power) diberi skor 3. Tingkat Keberhasilan Tingkat keberhasilan adalah keberhasilan program pemberdayaan ekonomi lokal yang dirasakan oleh para peserta program. Pengukuran tingkat keberhasilan dilakukan dengan memberikan pernyataan kepada peserta sesuai dengan indikator yang digunakan untuk mengukur keberhasilan yaitu tingkat manfaat, tingkat keberlanjutan, tingkat kesesuaian, dan tingkat pemberdayaan. Masing-masing indikator terdiri dari lima pernyataan dengan empat pilihan jawaban yaitu tidak setuju (nilai 1), kurang setuju (nilai 2), setuju (nilai 3), dan sangat setuju (nilai 4). Jawaban yang didapatkan dari peserta akan dikategorikan ke dalam Rendah, Sedang dan Tinggi. Tingkat keberhasilan dikaregorikan rendah jika peserta memiliki nilai 5-10, dikategorikan sedang jika peserta memiliki nilai 11-15 dan memiliki nilai tinggi jika peserta memiliki nilai 16-20. Selanjutnya untuk peserta yang menilai keberhasilan program rendah akan diberi skor 1, sedang diberi skor 2, dan tinggi diberi skor 3. Taraf Hidup Taraf hidup adalah kondisi kesejahteraan yang dialami oleh keluarga peserta program. Pengukuran dalam taraf hidup ini menggunakan beberapa indikator yaitu tingkat pendapatan, tingkat pengeluaran, kualitas pendidikan, kualitas kesehatan, dan kepemilikan alat produksi yang disesuaikan dengan keanggotaan peserta dalam program pemberdayaan ekonomi lokal. Pengukuran indikator tingkat pendapatan, tingkat pengeluaran dan kepemilikian alat produksi dilakukan dengan menggunakan rumus standar deviasi. Selanjutnya masing-masing taraf hidup peserta dikelompokkan ke dalam kategori Rendah akan diberi skor 1, Sedang akan diberi skor 2, dan Tinggi akan diberi skor 3.
16
17
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Kondisi Geografis Desa Karangsong merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Indramayu, Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat. Desa yang memiliki 4 RW (Rukun Warga) dan 16 RT (Rukun Tetangga) ini memiliki wilayah administrasi yaitu: sebelah Utara berbatasan dengan Desa Pabean Udik, sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Tambak, sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Paoman dan sebelah Timur berbatasan dengan Laut Jawa. Desa Karangsong memiliki ketinggian dari permukaan Laut 0,5 Mdpl sehingga suhu udara di desa ini terbilang cukup panas, yaitu rata-rata 29 derajat celcius. Dilihat dari letaknya, Desa Karangsong terbilang cukup strategis karena Desa Karangsong berada di tengah-tengah Pusat Pemerintahan desa, yaitu 5 km jarak dari pusat pemerintahan kecamatan dan 5 km jarak dari pusat pemerintahan kabupaten. Desa Karangsong merupakan salah satu desa binaan PT. Pertamina yang bekerja sama dengan P4W LPPM IPB. Desa Karangsong yang memiliki luas wilayah sebesar 341.027 Ha ini sebagian besar digunakan untuk lahan sawah dan ladang yaitu seluas 24.750 Ha. Selain untuk sawah dan ladang sebanyak 20.562 Ha digunakan untuk pemukiman atau perumahan penduduk, 1.595 Ha digunakan untuk bangunan umum, 270 Ha digunakan untuk empang atau tambak, 47 Ha digunakan untuk jalur hijau dan 3 Ha digunakan untuk lahan perkuburan. Kondisi Ekonomi Penduduk Desa Karangsong sebagaian besar bermata pencaharian sebagai nelayan yaitu sebanyak 1621 orang. Hal ini dikarenakan letak Desa Karangsong yang berbatasan langsung dengan Laut Jawa. Walaupun luas sawah dan ladang di desa ini terbilang cukup besar, namun hanya 108 orang yang menjadi petani dan 281 orang orang yang menjadi buruh tani. Tidak hanya di sektor pertanian dan pesisir, penduduk di Desa Karangsong sebagian besar juga bekerja di sektor perdagangan yaitu sebanyak 846 orang. Berdasarkan data Profil Desa Karangsong 2014, terdapat 38 % Kepala Keluarga (KK) yang dikategorikan ke dalam KK miskin. Jika dilihat dari tingkat kesejahteraannya, masih cukup banyak keluarga di Desa Karangsong yang berada di tingkat Pra Keluarga Sejahtera (Pra KS) dengan jumlah Keluarga sebanyak 208, Keluarga Sejahtera I (KS I) sebanyak 373, Keluarga Sejahtera II (KS II) sebanyak 695, Keluarga Sejahtera III (KS III) sebanyak 188, dan Keluarga Sejahtera III Plus (KS III Plus) sebanyak 41. Alasan utama keluarga yang berada pada tahapan sejahtera Pra KS I dan KS I sebagian besar disebabkan oleh faktor ekonomi. Hal ini dapat terlihat dari tabel di bawah ini yang menunjukkan bahwa sebesar 80.28 % keluarga yang berada pada kategori Pra KS I dikarenakan alasan ekonomi, sedangkan hanya sebesar 19.71% yang dikarenakan alasan non ekonomi. Tidak berbeda jauh dengan keluarga Pra KS I, alasan keluarga yang berada pada kategori KS I dikarenakan alasan ekonomi dengan persentase 88.73%, sedangkan yang dikarenakan alasan non ekonomi hanya sebesar 11.27%.
18 Tabel 2. Jumlah keluarga pra KS dan KS I berdasarkan alasan di Desa Karangsong tahun 2013 Tahapan Sejahtera Alasan Ekonomi Alasan Non Ekonomi Jumlah Pra KS I 167 41 208 KS I 331 42 373 Jumlah 498 83 581 Sumber: Kecamatan Indramayu dalam Angka 2014 (diolah)
Selain itu, jumlah rumah tangga di Desa Karangsong yang masih menerima bantuan beras miskin (raskin) terbilang masih cukup banyak yaitu dari 1476 rumah tangga, terdapat 584 rumah tangga yang menerima bantuan raskin atau sebesar 39.57% rumah tangga yang masih menerima bantuan raskin. Hal ini menunjukkan bahwa masih cukup banyak penduduk yang memiliki taraf hidup yang terbilang rendah di Desa Karangsong. Kependudukan dan Struktur Sosial Masyarakat Desa Karangsong memiliki jumlah penduduk sebanyak 5751 jiwa, dengan jumlah perempuan lebih banyak dari pada jumlah laki-laki yaitu, perempuan sebanyak 2985 orang dan jumlah laki-laki 2785 orang. Adapun jumlah Kepala Keluarga yang terdapat di desa ini adalah 1530 KK dengan jumlah KK miskin sebanyak 583 KK. Agama Islam merupakan agama mayoritas yang ada di Desa Karangsong dengan jumlah penganut sebanyak 5709 orang. Agama Islam bukanlah agama satu-satunya yang ada di Desa Karangsong, sebayak 8 orang menganut agama Kristen Protestan, 21 orang menganut agama Katholik, 7 orang menganut agama Hindu dan 4 orang yang menganut agama Budha. Namun perbedaan agama ini bukanlah menjadi penghambat bagi masyarakat untuk hidup rukun dan damai walau adanya perbedaan agama. Akses menuju Desa Karangsong sudah cukup baik. Hal ini dapat terlihat dari jalan desa yang sudah banyak diaspal yaitu sepanjang 1,5 km dan 2 km berupa jalan makadam. Sedangkan jalan antar desa jauh lebih banyak yang sudah diaspal yaitu sekitar 3 km. Sarana transportasi untuk menuju Desa karangsong sudah cukup beragam seperti sudah dilalui Bus Umum, Truk Umum, Ojek Motor dan Becak namun ketersediaan sarana transportasi ini belum terlalu banyak, sehingga sarana angkutan umum tidak selalu tersedia di desa ini. Sarana dan prasarana kesehatan yang terdapat di Desa Karangsong terbilang belum terlalu memadai. Hal ini dapat dilihat dari data Puskesmas Margadadi dan Plumbon Indramayu dalam Buku Kecamatan Indramayu dalam Angka 2014 yang menyebutkan bahwa hanya terdapat satu Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) dan tujuh Posyandu. Di samping itu untuk tenaga pelayanan kesehatan hanya terdapat tiga dukun terlatih dan satu bidan. Seperti halnya dengan sarana dan prasarana kesehatan, sarana dan prasarana pendidikan di Desa Karangsong juga terbilang belum cukup memadai. Menurut data Dinas Pendidikan Kab. Indramayu dalam Buku Kecamatan Indramayu dalam Angka 2014, hanya terdapat tiga Sekolah Dasar Negeri, satu PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) dan satu TK (Taman Kanak-kanak). Hal yang sama juga dapat dilihat dari Data Profil Desa Karangsong yaitu, tingkat pendidikan penduduk Desa Karangsong dapat dikatakan masih rendah karena sebanyak 1099 orang pernah
19 bersekolah atau tidak tamat Sekolah Dasar (SD). Berikut data jumlah penduduk menurut lulus pendidikan umum: Tabel 3. Tingkat pendidikan dan jumlah penduduk Desa Karangsong 2015 No Tingkat Pendidikan Jumlah 1 Belum Sekolah 834 2 Usia 7 - 45 tahun tidak pernah sekolah 176 3 Pernah sekolah SD atau tidak tamat 1099 4 Tamat SD/ Sederajat 1202 5 Tamat SMP/ Sederajat 306 6 Tamat SMA/ Sederajat 256 7 D1 9 8 D2 6 9 D3 8 10 S1 5 11 S2 2 12 S3 1 Sumber : Profil Desa Karangsong 2015
Program Corporate Social Responsibility PT. Pertamina Pertamina merupakan salah satu badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang eksplorasi minyak bumi dan gas alam. Lingkup usaha PT. Pertamina terdiri atas bisnis energi di sektor hulu dan sektor hilir. Sektor hulu meliputi eksplorasi dan produksi minyak gas dan panas bumi yang dilakukan baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Selanjutnya, di sektor hilir kegitan PT. Pertamina meliputi pengolahan minyak mentah (refinery), pemasaran dan niaga produk-produk hasil minyak, gas dan petrokimia, dan bisnis perkapalan terkait produk-produk perusahaan. Sebagai bentuk tanggung jawab PT. Pertamina terhadap aktivitas yang dilakukan, hal tersebut diwujudkan dengan pelaksanaan program CSR dan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) yang telah menjangkau 3.298 mitra binaan dengan akumulasi dana penyaluran hingga Rp 635 milyar tersebar diseluruh wilayah Indonesia. Pelaksanaan tanggung jawab sosial bertujuan untuk membangun hubungan yang harmonis dan kondusif, memberikan kontribusi dalam memecahkan permasalahan sosial, meningkatkan nilai dan budaya Perseroan yang terintegrasi serta dalam rangka membangun citra dan reputasi Perseroan. Adapun fokus program CSR PT. Pertamina mencakup aspek pendidikan, kesehatan, konservasi lingkungan dan pemberdayaan masyarakat. Perencanaan dan implementasi program CSR PT. Pertamina dapat bermitra dengan Pemerintah, LSM dan Perguruan Tinggi. Salah satunya adalah Pertamina yang beroperasi di Kabupaten Indramayu bekerja sama dengan P4W LPPM IPB. Tujuan dilaksanakannya Program CSR yang memasuki tahun keempat ini adalah untuk mengembangkan desa-desa binaan menjadi desa mandiri sesuai dengan tahap dan tingkat perkembangan serta potensinya, sedangkan sasaran dari program ini yaitu: 1. Mencapai dan memperkuat proses partisipasi dalam pembangunan yang berbasiskan potensi lokal
20 2. 3. 4. 5.
6.
Memperkuat kelembagaan masyarakat, terutama yang terkait dengan jaring pengaman sosial dan kepemudaan Memperkuat kelembagaan usaha yang telah dibina pada program tahun sebelumnya Menggerakkan perekonomian wilayah berbasis sumberdaya lokal Membuat infrastruktur pendukung program yang dibutuhkan oleh masyarakat dalam pencapaian kehidupan yang sejahtera dan mata pencaharian yang berkelanjutan Membuat dokumentasi sebagai bagian dari best-practice.
Fokus Program Corporate Social Responsibility (CSR) yang dimiliki oleh PT. Pertamina Indramayu yang bekerjasama dengan P4W LPPM IPB adalah Program Pemberdayaan Ekonomi Lokal. Program Pemberdayaan Ekonomi Lokal ini terdiri dari empat program lainnya, yaitu Program Peternakan, Program Perikanan Budidaya, Program Perikanan tangkap, dan Program Pengolahan Bandeng Tanpa Duri (Batari). Berikut adalah penjelasan mengenai masing-masing program: 1.
Program Peternakan Program pemberdayaan ekonomi lokal yang sudah dilaksanakan sejak awal adalah program peternakan. Latar belakang diadakannya program peternakan karena berdasarkan hasil pemetaan sosial, peternakan merupakan salah satu potensi yang terdapat di daerah Indramayu. Terlebih salah satu makanan khas di daerah ini merupakan makanan olahan yang berasal dari produk peternakan yaitu “pedesan entok” yang berbahan dasar daging entok. Tujuan dari program peternakan ini antara lain: sebagai sarana pembelajaran beternak, meningkatkan pengetahuan dalam budidaya beternak, dan meningkatkan pendapatan masyarakat khususnya masyarakat binaan. Adapun kegiatan yang dilakukan dalam program peternakan ini diantaranya: pelatihan program, pembuatan kandang ternak, pengadaan ternak dan pakan serta monitoring program peternakan. Persyaratan yang diajukan oleh pihak CSR untuk menjadi anggota program peternakan tergolong sederhana. Peserta yang ingin bergabung dengan program harus mengisi formulir pendaftaran serta melampirkan KTP dan Kartu Keluarga (KK). Peserta juga harus memiliki minat dan motivasi yang tinggi terkait kegiatan yang berhubungan dengan beternak. Selain syarat di atas, peserta juga harus mempunyai lahan untuk pembuatan kandang yang berukuran 15 m2, bersedia membuat kandang dengan materi yang diberikan, mempunyai kemauan untuk belajar dan mengikuti kegiatan dengan baik, mempunyai kemauan untuk berkembang, bersedia dibantu dan membantu dalam pengembangan usaha, serta mempunyai komitmen terhadap pengelolaan sumberdaya yang diberikan. Persyaratan-persyaratan yang diajukan ini ditujukan dengan maksud mengurangi kemungkinan adanya peserta yang hanya ingin mendapatkan bantuan tanpa mau bertanggung jawab lebih dengan bantuan yang sudah diberikan. Selain itu juga sebagai upaya agar peserta yang sudah bergabung dengan program dapat bersungguhsungguh mengembangkan usahanya sehingga dapat meningkatkan pendapatan mereka.
21 Jenis bantuan yang diberikan oleh pihak PT. Pertamina bekerjasama dengan P4W LPPM IPB untuk program peternakan diantaranya pelatihan program, pengadaan kandang, 10 ekor entok betina siap bertelur, 2 ekor entok jantan dewasa, dan pengadaan pakan serta vitamin ternak. Tim pendamping teknis CSR juga rutin melakukan kunjungan kepada para peserta program untuk melihat perkembangan usaha ternak peserta. Selain itu, sebagai upaya untuk meningkatkan silaturahmi antara para peserta program dengan tim pendamping teknis CSR, diadakan juga pertemuan rutin setiap bulan sebagai wadah untuk bertukar pikiran antar para peternak.
Gambar 2. Kumpulan peternak bersama tim pendamping teknis CSR Sumber: Laporan Kegiatan Pendampingan 2014
2.
Program Perikanan Budidaya (Polikultur Bandeng dan Udang) Program perikanan budidaya merupakan program yang telah dilakukan sejak tahun 2012. Program Perikanan budidaya yang terdapat di Desa Karangsong, Kecamatan Idramayu, Kabupaten Indramayu meliputi budidaya ikan Bandeng dan Udang. Program perikanan budidaya ini merupakan program pengganti dari program pemberdayaan masyarakat di bidang pembesaran kepiting pada tahun 2011 yang tidak dapat dilanjutkan karena program berjalan dengan tidak efektif. Tujuan program budidaya bandeng dan udang di Desa Karangsong antara lain: peningkatan produksi bandeng dan udang melalui manajemen pakan, mendekatkan kelompok bandeng dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Indramayu, serta meningkatkan pendapatan masyarakat Karangsong. Fokus dari pembinaan budidaya bandeng dan udang ini adalah pada penyelesaian permasalahan teknis terkait peningkatan kapasitas produksi seperti manajemen pakan. Adapun jenis kegiatan pada program perikanan budidaya ini adalah pendampingan tebar dan panen bandeng dan udang, survey anggota baru, pertemuan rutin bulanan dan monitoring oleh tim ahli IPB. Hingga penelitian ini dilakukan, program perikanan budidaya memiliki 9 orang anggota yang terdiri dari empat orang anggota lama dan lima orang anggota baru yang baru bergabung sejak akhir tahun 2014. Persyaratan yang diajukan oleh tim pendamping teknis dan tim ahli IPB untuk bisa bergabung menjadi anggota tidaklah sulit. Adapun persyaratan yang harus dipenuhi yaitu, merupakan warga yang tinggal di Desa Karangsong (dibuktikan dengan KTP), memiliki minat yang besar untuk mengikuti program perikanan budidaya, memiliki lahan tambak sendiri ataupun menyewa di Desa Karangsong, mempunyai rekomendasi dari pihak desa atau dari kelompok binaan sebelumnya dan tidak sedang mengikuti program pembinaan dari
22 program lainnya. Tujuan diberlakukannya persyaratan ini adalah untuk meminimalisir peserta yang hanya mau mendapatkan bantuan tanpa bersungguh-sungguh menjalankan bantuan program yang sudah diberikan. Selain itu tujuan diberlakukannya syarat harus memiliki lahan tambak sendiri atau menyewa lahan tambak di Desa Karangsong karena pihak CSR tidak memberikan bantuan berupa lahan tambak, sehingga jika peserta ingin mendapatkan bantuan program perikanan budidaya, maka peserta harus memiliki lahan tambak sendiri ataupun menyewa di Desa Karangsong.
Gambar 3. Survey peserta baru oleh tim ahli IPB Sumber: Laporan Kegiatan Pendampingan 2014
Kegiatan yang dilakukan dalam program perikanan budidaya ini terdiri dari pembinaan, pendampingan, monitoring dan evaluasi. Tim pendamping teknis CSR rutin melakukan kunjungan kepada para peserta program ke lahan tambak untuk melihat secara langsung kondisi yang terjadi di lapang. Selain itu, setiap bulan selalu diadakan pertemuan rutin antara tim pendamping teknis CSR dengan peserta program, hal ini bertujuan untuk lebih mendekatkan para peserta program dengan tim pendamping teknis, juga sebagai wadah untuk bersilaturahmi dan berdiskusi mengenai program yang dijalankan. 3. Program Perikanan Tangkap Program perikanan tangkap juga merupakan program pemberdayaan ekonomi lokal yang sudah diinisiasikan sejak awal program. Latar belakang adanya program ini juga dikarenakan kondisi potensi lokal dan mata pencaharian penduduk Desa Karangsong yang juga banyak bermata pencaharian sebagai nelayan harian. Program ini juga merupakan hasil dari pemetaan sosial yang sudah dilakukan sebelum adanya program pemberdayaan ekonomi lokal. Program ini juga diadakan karena adanya kendala yang dihadapi nelayan Karangsong yang hanya memiliki satu jenis alat tangkap, sehingga pada musim-musim tertentu mereka tidak dapat melakukan operasi penangkapan. Untuk memecahkan masalah tersebut, tim ahli IPB dan pendamping teknis CSR memperkenalkan sistem multigear (berbagai jenis alat tangkap). Sistem ini memberikan solusi kepada nelayan agar tetap dapat melakukan operasi penangkapan sepanjang tahun tanpa adanya kendala keterbatasana alat tangkap (jaring) karena faktor musim, sehingga produktivitas nelayan menjadi lebih baik daripada sebelumnya. Persyaratan untuk menjadi peserta program perikanan tangkap juga tidak jauh berbeda dengan program lainnya yaitu peserta memiliki mata
23 pencaharian sebagai nelayan kecil dengan ukuran perahu 1-2 GT, merupakan warga Desa Karangsong (dibuktikan dengan KTP), dan memiliki minat besar dengan kegiatan perikanan tangkap. Adapun jenis kegiatan dari program perikanan tangkap yaitu: kunjungan ke setiap rumah peserta program, monitoring catatan pendapatan per bulan, monitoring ke daerah tegur (tempat nelayan karangsong migrasi), pembagian bantuan jaring, buku catatan pendapatan dan kunci perbaikan mesin perahu. Jenis bantuan alat tangkap yang diberikan kepada peserta program perikanan tangkap disesuaikan dengan permintaan peserta, sehingga tidak semua peserta program mendapatkan jenis alat tangkap yang sama.
Gambar 4. Buku catatan pendapatan nelayan Sumber: Laporan Kegiatan Pendampingan 2014
4.
Program Pengolahan Bandeng Tanpa Duri (Batari) Program pengolahan bandeng tanpa duri dilatarbelakangi karena banyaknya petambak ikan bandeng di desa Karangsong, sehingga memudahkan ketersediaan bahan baku dalam pengolahan bandeng menjadi produk yang lebih variatif. Hal ini didukung dengan jumlah produksi ikan Bandeng di Indramayu yang banyak ditemukan di Desa Karangsong dengan jumlah produksi mencapai 36.286 ton (Dirjen Perikanan Budidaya 2011 dalam Laporan pendamping teknis CSR PT. Pertamina). Jenis kegiatan yang dilakukan dalam program ini berupa kegiatan pelatihan kegiatan bandeng cabut duri padatahun pertama (2012), proses pengolahan diversifikasi produk batari sampai dengan pemasaran hasil produksi. Adapun bantuan yang diberikan kepada peserta program tidak berbentuk uang melainkan berupa bahan baku, freezer kapasitas 1200 liter, kemasan, serta rumah produksi. Selain iitu, kegiatan pendampingan dan monitoring juga rutin dilakukan oleh tim pendamping teknis CSR. Tidak hanya bantuan modal dan pelatihan yang diberikan kepada peserta program pengolahan Batari, tetapi juga bantuan pengajuan perijinan seperti Sertifikasi P-IRT untuk produk Bandeng tanpa Duri, ikan asin/Gesek Batari dan Kerupuk Ikan Batari, serta bantuan pengurusan sertifikasi halal untuk produk olahan ikan “Batari”. Selain proses pendampingan yang dilakukan oleh pendamping teknis, dilakukan juga monitoring oleh tenaga ahli minimal tiga bulan sekali ketika kegiatan sedang berjalan. Program Pengolahan Bandeng Tanpa Duri (Batari) ini tidak ikut dikaji dalam penelitian ini disebabkan jumlah peserta tetap yang mengikuti program ini hanya berjumlah satu orang.
24
Gambar 5. Produk Olahan Bandeng Desa Karangsong Sumber: Dokumentasi pribadi 2015
Ikhtisar Desa Karangsong, Kecamatan Indramayu, Kabupaten Indramayu merupakan salah satu desa binaan PT. Pertamina bekerjasama dengan P4W LPPM IPB yang termasuk ke dalam wilayah Ring III PT. Pertamina. Desa ini berbatasan langsung dengan Laut Jawa sehingga sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai nelayan. Berdasarkan data profil Desa Karangsong, jumlah penduduk di desa ini adalah 5751 jiwa dengan persentase penduduk perempuan lebih banyak dibandingkan penduduk laki-laki, dari data jumlah penduduk tersebut diperoleh sebanyak 38% penduduk yang masuk ke dalam kategori Keluarga Miskin. Adapun jumlah Kepala Keluarga yang terdapat di Desa ini adalah 1530 KK dengan jumlah KK miskin sebanyak 583 KK. Selain itu, sebanyak 13.82% penduduk berada pada kategori Pra Keluarga Sejahtera (Pra KS) serta 24.78% Keluarga Sejahtera (KS I). Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak penduduk Desa Karangsong yang memiliki taraf hidup yang masih terbilang cukup rendah. Tidak hanya itu, tingkat pendidikan di Desa Karangsong juga terbilang masih rendah, hal ini dapat dilihat dari data profil Desa Karangsong yang menunjukkan bahwa dari total penduduk yang berjumlah 5751 orang terdapat 1099 orang yang pernah SD atau tidak tamat SD. Program Corporate Social Responsibility (CSR) yang dilakukan oleh PT. Pertamina bekerjasama dengan P4W LPPM IPB sudah mulai diinisiasikan sejak tahun 2010 yang diawali dengan melakukan social mapping dan mulai dilaksanakan pada November 2011. Pembuatan program disesuaikan dengan minat, kebutuhan dan potensi lokal yang tersedia di desa ini. Fokus program CSR yang dilakukan oleh PT. Pertamina bekerjasama dengan P4W LPPM IPB adalah program Pemberdayaan Ekonomi Lokal yang terdiri dari program peternakan, program perikanan budidaya, program perikanan tangkap dan program pengolahan bandeng tanpa duri (batari). Namun dalam penelitian ini, difokuskan pada program peternakan, perikanan budidaya dan perikanan tangkap.
25
TINGKAT PARTISIPASI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN EKONOMI LOKAL CSR PT. PERTAMINA Keterlibatan peserta dilihat dalam setiap tahap implementasi CSR mulai dari tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, tahap evaluasi dan tahap pelaporan. Selanjutnya masing-masing tahap akan dilihat dalam tingkatan partisipasi berdasarkan pembagian kekuasaan, yaitu non participation (rendah), tokenism (sedang), dan citizen power (tinggi). Keterlibatan peserta pada setiap program juga akan dijelasakan dalam setiap tahap. Tahap Perencanaan Tahap perencanaan dalam penelitian ini adalah, tahap awal dalam merumuskan masalah, menentukan program yang akan dibuat, sasaran serta target yang akan dicapai dari program pemberdayaan ekonomi lokal. Pada tahap ini dapat dilihat keterlibatan masyarakat dalam menyusun dan merencanakan kegiatan yang akan masuk ke dalam program pemberdayaan ekonomi lokal. Pada tahap perencanaan ini juga akan dilihat partisipasi peserta pada masing-masing program yaitu program peternakan, program perikanan budidaya dan program perikanan tangkap. 1. Program Peternakan Tabel 4. Tingkat partisipasi peserta program peternakan pada tahap perencanaan tahun 2015 Tingkat Partisipasi ∑ % Non Participation 14 87.50 Tokenism 0 0.00 Citizen Power 2 12.50 Total 16 100.00 Tabel 4 menunjukkan bahwa tingkat partisipasi peserta program peternakan pada tahap perencanaan berada pada kategori non participation dengan persentase sebesar 87.50 %. Rendahnya tingkat partisipasi peserta program peternakan pada tahap ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu, sedikitnya peserta program yang merupakan peserta lama yang ikut serta dalam perencanaan program ketika di awal program akan dilaksanakan. Sebagian besar peserta program peternakan baru terdaftar sebagai anggota program peternakan pada November 2014, sedangkan hanya beberapa peserta saja yang sudah bergabung dengan program sejak awal perencanaan program. Hal ini menyebabkan mereka hanya mengikuti program langsung pada tahap pelaksanaan tanpa mengikuti tahap perencanaan terlebih dahulu. Walaupun ada peserta yang sudah mengikuti program dari awal perencanaan, akan tetapi ia hanya menghadiri rapat tanpa memberikan saran dan pendapat ketika rapat. Sedikitnya peserta yang mau memberikan pendapat ketika diadakan rapat dikarenakan mereka merasa malu untuk menyampaikan pendapat mereka, sehingga mereka lebih mempercayakan pendapat mereka kepada ketua program.
26 2. Perikanan Budidaya Tabel 5. Tingkat partisipasi peserta program perikanan budidaya pada tahap perencanaan tahun 2015 Tingkat Partisipasi ∑ % 6 75.00 Non Participation 2 25.00 Tokenism Citizen Power 0 0.00 8 100.00 Total Tabel 5 menunjukkan tingkat partisipasi peserta program perikanan budidaya berada pada kategori non participation dengan persentase sebesar 75%. Rendahnya tingkat partisipasi ini dikarenakan sebanyak 50% peserta program perikanan budidaya merupakan peserta baru yang tidak ikut serta dalam perencanaan program. 50% peserta lainnya merupakan peserta yang ikut serta dalam program sejak awal program dilakukan. Namun walaupun peserta lama juga mengikuti program sejak awal program, tapi hanya sebesar 25% peserta yang masuk ke dalam kategori partisipasi pada tingkat tokenism. Hal ini dikarenakan peserta yang juga mengikuti proses perencanaan tidak banyak terlibat aktif dalam proses perencanaan. Sebagain besar peserta hanya hadir dalam rapat perencanaan program dan hanya beberapa orang saja yang ikut terlibat memberikan pendapat dan terlibat aktif dalam proses perencanaan. Hal ini juga didukung oleh pendapat salah seorang peserta “...ikut ngerencanain sih iya mba, tapi saya ngga berani banyak ngomong. Kan ada ketua juga jadi biar ketua aja yang nyampein pendapat kita...” (MNM, 28 tahun)
3. Program Perikanan Tangkap Tabel 6. Tingkat partisipasi peserta program perikanan tangkap pada tahap perencanaan tahun 2015 Tingkat Partisipasi Non Participation Tokenism Citizen Power Total
∑ 13 4 2 19
% 68.40 21.10 10.50 100.00
Tabel 6 menunjukkan peserta program perikanan tangkap pada tahap perencanaan program berada pada tingkat non participation dengan persentase sebesar 68.40%. Peserta program perikanan tangkap memiliki tingkat partisipasi yang bervariasi pada tahap perencanaan yaitu, sebesar 21.10% peserta program berada pada tingkat partisipasi tokenism dan 10.50% peserta yang berada pada tingkat partisipasi citizen power. Perbedaan tingkat partisipasi ini dikarenakan ada beberapa peserta program yang memang terlibat sangat aktif ketika sedang diadakan rapat. Mereka selalu turut serta menyampaikan pendapat dan mengambil keputusan ketika program akan dirumuskan, seperti penuturan salah seorang peserta “...saya sih kalau ada kumpulan dateng mba, ngasih pendapat juga ikut
27 ngambil keputusan juga biar program yang dibuat sesuai ama kebutuhan kita...”(MAN, 55 tahun)
Tingkat Partisipasi Peserta Program CSR PT. Pertamina pada Tahap Perencanaan Tabel 7. Jumlah dan persentase tingkat partisipasi peserta program CSR PT. Pertamina pada tahap perencanaan di Desa Karangsong tahun 2015 Tingkat Partisipasi ∑ % 33 76.74 Non Participation 6 13.95 Tokenism 4 9.30 Citizen Power 43 100.00 Total Tabel 7 menunjukkan bahwa pada tahap perencanaan secara keseluruhan tingkat partisipasi peserta program Pemberdayaan Ekonomi Lokal PT. Pertamina berada pada tingkat non participation dengan persentase sebesar 76.74%. Hal ini menunjukkan bahwa keterlibatan masyarakat dalam merencanakan program masih sangat rendah, seperti hanya hadir dalam rapat yang diadakan oleh pihak pendamping lapang CSR. Hal ini disebabkan sebagian besar peserta program mempercayakan rencana program yang akan dibuat kepada tokoh masyarakat. Sehingga ketika rapat, hanya beberapa orang saja yang aktif dan turut serta secara penuh dalam merencanakan kegiatan program pemberdayaan ekonomi lokal. Pengambilan keputusan untuk rencana program yang akan dilakukan sebagian besar masih dilakukan oleh pihak CSR dan PT. Pertamina, hanya beberapa warga yang turut serta dalam pengambilan keputusan untuk rencana program yang akan dibuat. Selain itu, rendahnya tingkat partisipasi peserta dalam tahap perencanaan program ini disebabkan adanya perubahan keanggotaan dalam kelompok pemberdayaan ekonomi lokal. Proses perencanaan program sudah dilakukan sejak tahun 2010, sedangkan sebagian peserta yang mengikuti perencanaan program saat ini sudah keluar dari program yang ada dan digantikan dengan peserta baru. Adanya pergantian keanggotaan ini juga mempengaruhi tingkat partisipasi peserta pada tahap perencanaan, dikarenakan peserta baru yang tergabung dalam program, tidak terlibat dalam perencanaan program karena mereka hanya mengetahui ketika program sudah dibentuk. Sehingga peserta baru hanya melaksanakan program yang sudah ada tanpa ikut serta dalam merencanakan program. “...saya baru ikut program ini mba, diajakin sama temen, kebetulah sesuai juga ama kerjaan sehari-hari saya sebagai petambak. Karena baru ikut, jadi saya ngga ikutan buat ngerencanain programnya. Saya ikutnya pas program udah mulai jalan aja. Yaaa.. ikutan aja lah gimana yang lain...” (SJN, 29 tahun) Tahap Pelaksanaan Tahap pelaksanaan dalam penelitian ini adalah tahap penerapan program pemberdayaan ekonomi lokal meliputi program peternakan, perikanan tangkap, dan perikanan budidaya. Tahap pelaksanaan merupakan tahap inti dari
28 implementasi CSR. Pada tahap ini akan dilihat keterlibatan masyarakat dalam setiap proses pelaksanaan program mulai dari rapat, pemberian bantuan dan pendampingan oleh tim pendamping teknis CSR. 1. Program Peternakan Tabel 8. Tingkat partisipasi peserta program peternakan pada tahap pelaksanaan tahun 2015 ∑ % Tingkat Partisipasi 9 56.25 Non Participation 4 25.00 Tokenism 3 18.75 Citizen Power 16 100.00 Total Tabel 8 menunjukkan peserta program peternakan pada tahap pelaksanaan berada pada tingkat non participation dengan persentase sebesar 56.25%. Hal ini berarti lebih dari setengah peserta program peternakan memiliki partisipasi masih terbilang rendah. Rendahnya partisipasi peserta program peternakan pada tahap pelaksanaan disebabkan oleh tingginya kepercayaan masyarakat kepada tokoh yang dipercaya diantara peserta program. Sehingga ketika diadakan rapat mengenai pelaksanaan program peserta hanya sekedar menghadiri rapat saja tanpa banyak terlibat aktif. Namun pada tahap pelaksanaan ini peserta program peternakan memiliki tingkat partisipasi yang beragam. Terlihat dari sebesar 25.00% peserta program berada pada tingkat partisipasi Tokenism dan 18.75% peserta program berada pada tingkat partisipasi citizen power. Peserta program yang memiliki tingkat partisipasi tinggi (citizen power) merupakan peserta yang terdaftar sebagai peserta lama yang mengikuti proses perencanaan program dan memang sudah terbiasa dalam menyampaikan pendapat ketika ada rapat. Selain itu, rendahnya tingkat partisipasi peserta program pada tahap pelaksanaan ini juga dipengaruhi rasa semangat peserta dalam mengurus ternak yang mereka miliki. 2. Program Perikanan Budidaya Tabel 9. Tingkat partisipasi peserta program perikanan budidaya pada tahap pelaksanaan tahun 2015 ∑ % Tingkat Partisipasi Non Participation 0 0.00 2 25.00 Tokenism 6 75.00 Citizen Power 8 100.00 Total Tabel 9 menunjukkan peserta program perikanan budidaya pada tahap pelaksanaan program berada pada tingkat partisipasi citizen power dengan persentase sebesar 75.00%. Tingginya tingkat partisipasi peserta program ini dikarenakan peserta program hampir selalu hadir setiap diadakan rapat, selain itu tidak hanya menghadiri rapat, peserta program juga selalu aktif terlibat dalam menyampaikan pendapat. Pelaksanaan pada program perikanan budidaya
29 memiliki tingkat partisipasi yang tinggi juga dikarenakan para peserta selalu terlibat aktif dalam setiap proses pelaksanaan program. Mulai dari rapat, menyampaikan pendapat hingga mengambil keputusan dan tanggung jawab dalam pelaksanaan program. Hal ini bisa terjadi karena peserta program memang sangat antusias dengan program yang diberikan. Selain itu, tim pendamping CSR juga memberikan kesempatan kepada peserta untuk mengatur sendiri pelaksanaan program yang mereka ikuti. Tim pendamping memberi kekuasaan kepada peserta untuk mengembangkan program yang mereka ikuti dan mengatur sendiri apa yang akan mereka lakukan. Sebagai contoh, bantuan yang diberikan berupa bantuan pakan, bibit ikan dan udang serta bantuan obat-obatan. Selanjutnya untuk pengembangan dari bantuan tersebut diserahkan kepada peserta program. Jika peserta yang antusias mereka akan memutar keuntungan yang ada untuk mengembangkan kembali bantuan yang ada untuk kemajuan usaha tambak mereka. Namun masih terdapat 25% peserta program perikanan budidaya yang masih berada dalam tingkat partisipasi tokenism. Hal ini disebabkan masih ada beberapa peserta yang merasa belum memiliki kekuasaaan untuk mengatur sendiri pelaksanaan program yang mereka ikuti atau bisa dikatakan masih lebih menggantungkan kepada pihak pendamping teknis CSR. 3. Program Perikanan Tangkap Tabel 10. Tingkat partisipasi peserta program perikanan tangkap pada tahap pelaksanaan tahun 2015 Tingkat Partisipasi ∑ % 8 42.11 Non Participation 11 57.89 Tokenism Citizen Power 0 0.00 19 100.00 Total Tabel 10 menunjukkan peserta program perikanan tangkap pada tahap pelaksanaan program berada pada tingkat partisipasi tokenism dengan persentase sebesar 57.89%. Sebagian besar peserta perikanan tangkap selalu hadir dalam rapat dan ikut menyatakan pendapat. Sebagai contoh, ketika pemilihan jaring untuk bantuan program perikanan tangkap, peserta rapat memberikan pendapat jaring apa yang sesuai dengan mereka. Namun untuk kekuasaan dalam pelaksanaan program peserta masih menyerahkan keputusan kepada pihak pendamping teknis CSR. Di samping itu, sebesar 42.11% peserta program perikanan tangkap berada pada tingkat partisipasi non participation, ini juga dikarenakan peserta hanya sekedar hadir dalam rapat dan tidak memberikan pendapat secara langsung. Tingkat Partisipasi Peserta Program CSR PT. Pertamina pada Tahap Pelaksanaan Tabel di bawah ini memperlihatkan tingkat partisipasi peserta program CSR PT. Pertamina pada tahap pelaksanaan. Tabel ini merupakan total tingkat partisipasi seluruh peserta program pemberdayaan ekonomi lokal pada tahap pelaksanaan.
30
Tabel 11. Jumlah dan persentase tingkat partisipasi peserta program CSR PT. Pertamina pada tahap pelaksanaan di Desa Karangsong tahun 2015 ∑ % Tingkat Partisipasi 17 39.53 Non Participation 17 39.53 Tokenism 9 20.93 Citizen Power 43 100.00 Total Tabel 11 menunjukkan bahwa pada tahap pelaksanaan tingkat partisipasi peserta program Pemberdayaan Ekonomi Lokal CSR PT. Pertamina tidak dapat dikategorikan karena pada tingkat non participation dan tokenism memiliki persentase yang sama yaitu sebesar 39.53 %. Di samping itu pada tingkat citizen power hanya sebesar 20.93 % peserta yang terlibat sampai tingkat tertinggi dalam partisipasi. Keterlibatan peserta dalam tahap pelaksanaan dapat dilihat dalam rapat rutin yang diadakan, ketika rapat mengenai pembahasan tersebut tidak semua peserta yang menyampaikan pendapat. Hanya orang-orang yang sudah biasa menyampaikan pendapat yang akan memberikan pendapat terhadap pelaksanaan program. Peserta yang ingin menyampaikan pendapat biasanya menyampaikannya kepada ketua kelompok dan didiskusikan bersama sebelum rapat, lalu yang akan menyampaikan pendapat tersebut ketika rapat adalah ketua kelompok. Hal ini seperti pernyataan salah satu peserta program: “...kita kan punya ketua kelompok ya mba, kalau mau ngasih pendapat ya ke ketua aja, nanti sebelum kumpulan kita diskusiin dulu. Jadi pas kumpulan ketua yang nyampein pendapatnya. Kalau saya sendiri yang nyampein pendapatnya ya malu mba, ya pokooknya serahin ke ketua aja...” (RDN, 48 tahun) Pihak pendamping teknis CSR PT. Pertamina sudah memberikan kesempatan kepada peserta program untuk mengambil keputusan dan bertanggung jawab atas pelaksanaan program yang diikuti oleh peserta, misalnya dalam program perikanan tangkap peserta program diberikan kesempatan untuk memilih sendiri jaring apa yang mereka inginkan dan terkadang pihak pendamping juga mengajak beberapa peserta untuk ikut serta membeli alat yang mereka butuhkan agar sesuai dengan kebutuhan dan keinginan peserta. Namun tidak semua peserta terlibat dalam semua kegitan tersebut, seperti yang dikemukakan oleh tim pendamping teknis CSR PT. Pertamina: “..tidak jarang kami juga turut mengajak peserta untuk membeli kebutuhan mereka agar mereka merasa lebih bertanggung jawab dengan program yang mereka ikuti. Selain itu, ini juga untuk memunculkan perasaan memiliki program, sehingga peserta dapat lebih antusias mengikuti program...” (ARS, Pendamping Teknis CSR)
31 Tahap Evaluasi Tahap ini merupakan tahap penilaian terhadap program yang sudah dilaksanakan. Pada tahap ini dapat dilihat keberhasilan dan permasalahan yang terjadi dalam pelaksanaan program peternakan, perikanan budidaya dan perikanan tangkap, sehingga dapat dilakukan perbaikan untuk program selanjutnya. Dari tahap ini dapat terlihat keterlibatan peserta program ketika memberikan evaluasi dan saran dari program yang sudah dilaksanakan. 1. Program Peternakan Tabel 12. Tingkat partisipasi peserta program peternakan pada tahap evaluasi tahun 2015 Tingkat Partisipasi ∑ % 9 56.25 Non Participation 5 31.25 Tokenism 2 12.50 Citizen Power 16 100.00 Total Tabel 12 menunjukkan peserta program peternakan pada tahap evaluasi berada pada tingkat partisipasi non participation dengan persentase sebesar 56.25%. Rendahnya tingkat partisipasi peserta program peternakan pada tahap evaluasi ini dikarenakan mereka hanya sekedar datang dan memercayakan pendapat mereka kepada ketua kelompok. Di samping itu, sebesar 31.25% peserta program berada pada tingkat tokenism. Peserta yang masuk ke dalam kategori ini sudah mau menyampaikan pendapatnya sendiri ketika evaluasi dari tim pendamping lapang CSR. Peserta yang menyampaikan pendapatnya ini biasanya menyebutkan kendala yang mereka hadapi ketika pelaksanaan program. Sebagai contoh, kendala ayam mati dan kekurangan vitamin untuk ternak. Pada umumnya pada tahap ini mereka meminta tambahan bantuan untuk program, namun tidak selalu diberikan karena disesuaikan dengan pendanaan program dan tingkat keseriusan peserta dalam melaksanakan program. Peserta yang berada pada kategori ini merasa pendapat yang mereka sampaikan ketika evaluasi belum dijadikan bahan pertimbangan bagi tim pendamping lapang CSR. Namun ada juga peserta yang berpendapat bahwa kritik dan saran dari mereka belum dapat terealisasi dan menjadi bahan pertimbangan tim pendamping lapang CSR karena adanya keterbatasan dana, sehingga kritik dan saran yang mereka belum dapat langsung dipertimbangkan. Pada tahap ini terdapat juga peserta yang berada pada kategori citizen power yaitu sebesar 12.50%. peserta yang masuk ke dalam kategri ini merupakan peserta yang mengikuti program dari tahap awal program dilaksanakan dan merupakan ketua kelompok. 2. Program Perikanan Budidaya Tabel 13 di bawah ini menunjukkan peserta program perikanan budidaya pada tahap evaluasi berada pada tingkat partisipasi tokenism dengan persentase sebesar 100%. Hal ini dikarenakan peserta selalu hadir ketika ada rapat dan menyampaikan pendapatnya.
32 Tabel 13. Tingkat Partisipasi peserta program perikanan budidaya pada tahap evaluasi tahun 2015 ∑ % Tingkat Partisipasi Non Participation 0 0.00 8 100.00 Tokenism Citizen Power 0 0.00 Total 8 100.00 Evaluasi dari peserta erat kaitannya dengan bantuan yang diberikan, seperti untuk bantuan yang akan diberikan selanjutnya. Namun untuk perbaikan program selanjutnya dan pengambilan keputusan masih menjadi tanggung jawab pihak CSR. Seragamnya jawaban peserta program perikanan budidaya ini dipengaruhi oleh pemahaman yang diberikan oleh tim pendamping lapang bahwa bantuan yang diberikan harus melalui prosedur dan penyesuaian dengan pendanaan yang dimiliki oleh program. Hal ini juga didukung dengan pernyataan pendamping teknis CSR PT. Pertamina: “...kami memberikan kesempatan yang sama bagi semua peserta untuk menyampaikan kritik dan saran mereka. Tapi kami juga memberikan penjelasan kepada mereka bahwa kalaupun kami memberikan kesempatan kepada mereka untuk menyampaikan kritik dan saran mereka terkait program, belum tentu akan langsung kami tindak lanjuti karena memang ada beberapa hal yang harus didiskusikan terlebih dahulu dengan pihak atas...” (PGH, tim pendamping teknis program perikanan budidaya)
3. Program Perikanan Tangkap Tabel 14. Tingkat partisipasi peserta program perikanan tangkap pada tahap evaluasi tahun 2015 ∑ % Tingkat Partisipasi 10 52.63 Non Participation 7 36.84 Tokenism 2 10.53 Citizen Power 19 100.00 Total Tabel 14 menunjukkan peserta program perikanan tangkap pada tahap evaluasi berada pada tingkat partisipasi non participation dengan persentase sebesar 52.30%. Lebih dari setengah peserta program masih memiliki tingkat partisipasi rendah pada tahap ini. Hal ini disebabkan peserta yang hadir dalam rapat hanya sekedar hadir dan tidak banyak yang berani menyampaikan pendapatnya. Di samping itu, terdapat 36.84% peserta yang berada pada kategori tokenism karena peserta ini merupakan peserta yang terbilang cukup aktif dan mau menyampaikan pendapat ketika ada rapat yang diadakan oleh tim pendamping teknis CSR PT. Pertamina. Selain itu hanya sebesar 10.53% peserta yang berada
33 pada kategori citizen power yang merasa dirinya sudah terlibat penuh dalam kegiatan evaluasi terhadap program yang mereka ikuti.
Tingkat Partisipasi Peserta Program CSR PT. Pertamina pada Tahap Evaluasi Tabel 15. Jumlah dan persentase tingkat partisipasi peserta program CSR PT. Pertamina pada tahap evaluasi di Desa Karangsong tahun 2015 ∑ % Tingkat Partisipasi 19 44.19 Non Participation 20 46.51 Tokenism 4 9.30 Citizen Power 43 100.00 Total Tabel 15 menunjukkan bahwa pada tahap evaluasi tingkat partisipasi peserta program Pemberdayaan Ekonomi Lokal CSR PT. Pertamina berada pada tingkat tokenism dengan persentase 46.51% atau dapat dikatakan partisipasi sedang. Hal ini disebabkan peserta program diberikan kesempatan untuk menyampaikan keluh kesah, saran dan kritik atas permasalahan yang mereka hadapi ketika pelaksanaan program. Penyampaian evaluasi ini dilakukan dalam rapat rutin bulanan antara pihak pendamping CSR PT. Pertamina dengan peserta program. Dalam rapat tersebut, sebagian peserta hadir dan mulai menyampaikan pendapatnya. Namun dalam pengambilan keputusan terkait tindak lanjut dari evaluasi program yang ada masih menjadi wewenang pihak Pertamina. “...kalo kumpulan ngebahas permasalahan program mah kita ngasih pendapat, tapi kan untuk tindak lanjut dari cerita permasalahan kita belum tentu langsung ditindak lanjuti, soalnya kan katanya ada anggaran dananya tergantung pusat...” (SYN, 56 tahun)
Tahap Pelaporan Tahap ini meliputi kegiatan melaporkan kegiatan yang sudah dilaksanakan. Pada tahap pelaporan akan dilihat keterlibatan peserta dalam melaporkan kegiatan Pemberdayaan Ekonomi Lokal yang telah mereka ikuti. 1. Program Peternakan Tabel 16. Tingkat partisipasi peserta program peternakan pada tahap pelaporan tahun 2015 ∑ % Tingkat Partisipasi Non Participation Tokenism Citizen Power Total
9 4 3 16
56.25 25.00 18.75 100.00
34 Tabel 16 menunjukkan peserta program peternakan pada tahap pelaporan berada pada tingkat partisipasi non participation dengan persentase sebesar 56.25%. Hal ini menunjukkan bahwa partisipasi peserta program peternakan masih tergolong rendah karena sebagian besar peserta memberikan pelaporan mengenai program yang mereka ikuti kepada ketua, selanjutnya ketua kelompok yang menyampaikan laporan tersebut kepada tim pendamping teknis CSR. Hal ini juga terjadi karena masih banyak peserta yang enggan untuk menyampaikan pendapatnya ketika ada rapat mengenai laporan kegiatan. Di samping itu, sebanyak 25% peserta sudah berada pada kategori tokenism dan hanya 18.75% peserta yang berada pada kategori citizen power. Peserta yang berada pada kategori citizen power merupakan peserta yang sudah lama bergabung menjadi anggota program peternakan. 2. Program Perikanan Budidaya Tabel 17 Tingkat Partisipasi peserta program perikanan budidaya pada tahap pelaporan tahun 2015 Tingkat Partisipasi ∑ % 1 12.50 Non Participation Tokenism 0 0.00 7 87.50 Citizen Power 8 100.00 Total Tabel 17 menunjukkan peserta program perikanan budidaya pada tahap pelaporan berada pada tingkat partisipasi citizen power dengan persentase 87.50%. Tingginya tingkat partisipasi peserta program perikanan budidaya dipengaruhi adanya rapat rutin yang diadakan setiap bulan. Selain itu, tingginya antusias dan tanggung jawab peserta akan program yang diikuti juga merupakan faktor yang mempengaruhi tingginya tingkat partisipasi pada tahap ini. Peserta juga aktif memberikan pelaporan mengenai perkembangan usaha yang mereka lakukan. Selain tingginya semangat para peserta untuk memberikan pelaporan mengenai hasil usaha mereka, tim pendamping lapang juga cukup terbuka dengan segala bentuk pelaporan yang diberikan oleh peserta, sehingga para peserta lebih termotivasi untuk memberikan laporan mengenai usaha yang mereka lakukan yang berkaitan dengan program yang mereka ikuti. “...kami menampung pendapat dan bentuk pelaporan yang disampaikan oleh para peserta, walaupun laporan yang mereka berikan tidak selalu formal, tetapi ini cukup membantu kami untuk membuat pelaporan selanjutnya...” (PGH, Tim pendamping teknis program perikanan budidaya)
3. Program Perikanan Tangkap Tabel 18 di bawah ini menunjukkan peserta program perikanan tangkap pada tahap pelaporan berada pada tingkat partisipasi non participation dengan persentase sebesar 68.42%.
35
Tabel 18. Tingkat Partisipasi peserta program perikanan tangkap pada tahap pelaporan tahun 2015 ∑ % Tingkat Partisipasi 13 68.42 Non Participation 6 31.58 Tokenism Citizen Power 0 0.00 19 100.00 Total Rendahnya tingkat partisipasi peserta program perikanan tangkap pada tahap ini dikarenakan masih belum banyak peserta yang aktif melaporkan terkait progam yang mereka ikuti. Jika rapat diadakan, mereka hanya sekedar hadir dan hanya beberapa peserta saja yang aktif memberikan pendapat. Padahal dalam rangka meningkatkan partisipasi peserta dalam kegiatan pelaporan, tim pendamping teknis CSR perikanan tangkap sudah memfasilitasi para peserta sebuah buku untuk mencatat hasil tangkapan mereka. Namun, belum semua peserta yang rutin melaporkan hasil tangkapan mereka. Harus ada stimulus untuk membuat peserta mau menceritakan laporan mengenai hasil tangkapan mereka.
Tingkat Partisipasi Peserta Program CSR PT. Pertamina pada Tahap Pelaporan Tabel 19. Jumlah dan persentase tingkat partisipasi peserta program CSR PT. Pertamina pada tahap pelaporan di Desa Karangsong tahun 2015 Tingkat Partisipasi ∑ % 23 53.49 Non Participation 10 23.26 Tokenism 10 23.26 Citizen Power 43 100.00 Total Tabel 19 menunjukkan bahwa pada tahap pelaporan tingkat partisipasi peserta program Pemberdayaan Ekonomi Lokal CSR PT. Pertamina berada pada tingkat non participation dengan persentase 53.49% atau dapat dikatakan partisipasi rendah. Hal ini disebabkan pelaporan yang dilakukan dalam program ini dibagi ke dalam tiga kategori yaitu pelaporan antara peserta dengan pendamping teknis CSR, pendamping teknis CSR dengan pihak PT. Pertamina pusat, dan peserta dengan pihak PT. Pertamina yang juga didampingi oleh pendamping teknis CSR. Pelaporan yang dilakukan peserta kepada tim pendamping teknis CSR berupa laporan mengenai hasil kegiatan yang mereka ikuti, seperti keuntungan dari program. Misalnya untuk program perikanan tangkap, masing-masing peserta memiliki buku catatan mengenai hasil tangkapan mereka ketika melaut, kemudian buku catatan itulah yang menjadi bahan pelaporan kepada pihak pendamping teknis CSR. Sedangkan pelaporan kepada
36 pihak PT. Pertamina pusat lebih sering dilakukan langsung oleh pendamping teknis CSR dengan mempertimbangkan bahan pelaporan dari masyarakat.
Tingkat Partisipasi Peserta Program Pemberdayaan Ekonomi Lokal CSR PT. Pertamina Tingkat partisipasi dianalisis untuk melihat keterlibatan peserta CSR PT. Pertamina dalam setiap tahapan program pemberdayaan ekonomi lokal, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan pelaporan. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pengukuran tingkat partisipasi ini menggunakan teori Arnstein (1969) kedelapan tingkatan partisipasi masyarakat, yang selanjutnya dikelompokkan ke dalam tiga tingkat berdasarkan pembagian kekuasaan yaitu non participation, tokenism, dan citizen power. Tabel 20. Keseluruhan tingkat partisipasi peserta program pemberdayaan ekonomi lokal CSR PT. Pertamina tahun 2015 Tingkat partisipasi ∑ % 21 48.84 Non Participation 19 44.19 Tokenism 3 6.98 Citizen Power 43 100.00 Total Tabel 20 menunjukkan bahwa secara keseluruhan tingkat partisipasi peserta program pemberdayaan ekonomi lokal CSR PT. Pertamina masih berada pada tingkat non participation atau rendah dengan persentase sebesar 48.84%. Jumlah ini tidak berbeda jauh dengan tingkat yang kedua yaitu tokenism dengan persentase sebesar 44.19%. Adanya perbedaan yang tidak terlalu jauh antara tingkat non participation dan tingkat tokenism disebabkan oleh mulai tingginya partisipasi peserta program ketika diadakan rapat di masing-masing program. Hal ini terjadi karena tim pendamping teknis CSR mengajak secara perlahan untuk setiap anggota kelompok agar mau memberikan pendapat ketika ada rapat. Selain itu pendamping teknis juga memberikan kesempatan dan kepercayaan kepada peserta untuk memilih dan menentukan sendiri jenis bantuan yang mereka butuhkan sesuai dengan program. Bahkan untuk program perikanan tangkap peserta program turut membeli alat dan bahan keperluan program bersama tim pendamping CSR. Namun, tidak semua peserta mau memberikan pendapat dan ikut terlibat dalam pembelian alat dan bahan keperluan program. Sebagian peserta lebih percaya kepada orang yang sudah biasa memberikan pendapat dan ikut terlibat dalam setiap tahapan program. Selain itu adanya ketua kelompok dalam setiap kegiatan membuat peserta yang lain lebih memercayakan segala urusan program kepada ketua kelompok. Rendahnya tingkat partisipasi keseluruhan peserta program Pemberdayaan Ekonomi Lokal ini belum sejalan dengan salah satu sasaran program yang telah direncanakan oleh PT. Pertamina bekerjasama dengan P4W LPPM IPB yaitu mencapai dan memperkuat proses partisipasi dalam pembangunan yang berbasiskan potensi lokal. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mutmainna (2014) tentang tingkat partisipasi peserta program pemberdayaan ekonomi lokal PT. Pertamina RU VI di wilayah Ring I khususnya
37 Desa Balongan dan Desa Majakerta. Adapaun hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat partisipasi peserta program masih berada pada kategori non participation dengan persentase sebesar 66.7%. Rendahnya tingkat partisipasi peserta ini disebabkan oleh beberapa hal yaitu: peserta program lebih memercayakan pendapat mereka kepada tokoh masyarakat yang memiliki pengaruh besar di lingkungan mereka dalam setiap pertemuan dengan pihak perusahaan, pola pikir masyarakat yang masih ingin terus meminta dan diberi dana dan bantuan kegiatan oleh perusahaan karena ada anggapan bahwa bantuan CSR adalah dana hibah sehingga menyebabkan mereka malas dalam menggulirkan hasil usaha untuk kembali berbudidaya, serta kurang terlibatnya peserta secara keseluruhan dalam proses perencanaan sehingga rasa memiliki program masih kurang, meskipun sudah dilakukan social mapping.
Ikhtisar Tingkat Partisipasi dilihat dari beberapa tahapan dalam implementasi CSR yaitu tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, tahap evaluasi, dan tahap pelaporan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat partisipasi peserta pada setiap tahapan implementasi CSR berbeda-beda. Pada tahap perencanaan, tingkat partisipasi peserta program berada pada kategori non participation atau dapat dikatakan masih rendah dengan persentase 76.74%. Pada tahap pelaksanaan, tingkat partisipasi peserta program tidak dapat dikategorikan karena persentase antara non participation dan tokenism memiliki besar yang sama yaitu 39.53%. Pada tahap evaluasi tingkat partisipasi peserta program berada pada kategori tokenism atau sedang dengan persentase sebesar 46.51%. Pada tahap pelaporan, tingkat partisipasi peserta program juga masih berada pada kategori non participation dengan persentase sebesar 53.49%. Di samping itu secara keseluruhan tingkat partisipasi peserta program pemberdayaan ekonomi lokal yang dilakukan oleh CSR PT. Pertamina masih berada pada tingkat non participation dengan persentase sebesar 48.84%. Hal ini dikarenakan masih banyaknya peserta program yang hanya sekedar hadir dalam rapat tetapi tidak ikut serta memberikan pendapat. Selain itu, kepercayaan peserta masing-masing program kepada masing-masing ketua kelompok juga mempengaruhi rendahnya partisipasi peserta program, karena mereka memercayakan pendapat dan masukan mereka kepada ketua kelompok, atau mereka menyampaikan keluhan mereka kepada ketua kelompok, setelah itu ketua kelompok yang akan menyampaikan pendapat para peserta ke tim pendamping teknis CSR.
38
39
TINGKAT KEBERHASILAN PROGRAM PEMBERDAYAAN EKONOMI LOKAL CSR PT. PERTAMINA Tingkat keberhasilan akan diukur menggunakan indikator yang dikemukakan oleh Prayogo dan Hilarius (2012) yang menilai keberhasilan melalui tingkat manfaat, tingkat kesesuaian, tingkat keberlanjutan dan tingkat pemberdayaan. Pada masing-masing indikator akan dilihat nilainya dalam kategori rendah, sedang dan tinggi. Selanjutnya keseluruhan indikator akan dilihat nilainya untuk menilai tingkat keberhasilan pada program CSR Pemberdayaan Ekonomi Lokal dan dikategorikan ke dalam rendah, sedang, dan tinggi. Tingkat Manfaat Tingkat manfaat merupakan besarnya kegunaan dan keuntungan yang dirasakan oleh peserta program CSR PT. Pertamina pada program pemberdayaan ekonomi lokal. Pada indikator ini akan dilihat keuntungan yang dirasakan peserta setelah mengikuti program. 1. Program Peternakan Tabel 21. Jumlah dan persentase tingkat manfaat peserta program peternakan tahun 2015 ∑ % Tingkat Manfaat 11 68.75 Rendah 5 31.25 Sedang Tinggi 0 0.00 16 100.00 Total Tabel 21 menunjukkan tingkat manfaat yang dirasakan oleh peserta program peternakan setelah mengikuti program CSR PT. Pertamina yang berada pada kategori rendah dengan persentase sebesar 68.75%. Rendahnya tingkat manfaat yang dirasakan oleh peserta program peternakan dikarenakan para peserta yang masih merupakan peserta baru belum dapat menjual hasil ternak yang mereka miliki. Kalaupun ada peserta yang sudah dapat menjual ternaknya, hasil penjualan tersebut digunakan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari dan membeli pakan untuk pemeliharaan ternak “...Kalau pendapatan sih ya masih gitu-gitu aja mba, paling kalau ada untung ya dipake buat kebutuhan sehari-hari sama buat beli pakan aja sih mba...” (STI, 60 tahun). Selain itu, hal lain yang mengakibatkan peserta program merasa hanya mendapatkan sedikit manfaat karena tidak jarang ternak yang mereka miliki mati karena penyakit ataupun karena terkena banjir seperti yang terjadi di awal tahun 2015. Hal ini juga didukung dengan pernyataan seorang peserta yang sudah lama bergabung dengan program ini namun karena bencana banjir, mengalami banyak kerugian: “...dulu saya punya banyak entog mba, tapi karena faktor alam seperti banjir di awal tahun, ternak saya banyak yang mati dan
40 sekarang malah jadi rugi. Jadi sekarang yaa tinggal sedikit entog saya...”(KPI, 65 tahun) Namun disisi lain, ada juga peternak yang sudah merasakan lebih manfaat dari mengikuti program ini. Peternak yang merasakan hal ini berada pada kategori sedang pada tingkat manfaat program. Dari keikusertaan mereka dalam program, mereka merasa adanya peningkatan pendapatan dan merasa tidak terlalu berat lagi untuk membayar keperluan sekolah anak. Bahkan ada salah satu peternak yang mampu merenovasi rumahnya setelah mengikuti program. Seperti yang diungkapkan salah satu peternak yang sudah mengikuti program sejak tahun 2012: “...Alhamdulillah sejak ikut program dan dapat bantuan sekarang pendapatan saya mulai meningkat. Dan Alhamdulillah sebagian uangnya bisa dipakai untuk memperbaiki rumah sedikit demi sedikit...” (DMJ, 60 tahun)
2. Program Perikanan Budidaya Tabel 22. Jumlah dan persentase tingkat manfaat peserta program perikanan budidaya tahun 2015 ∑ % Tingkat Manfaat 1 12.50 Rendah 6 75.00 Sedang 1 12.50 Tinggi 8 100.00 Total Tabel 22 menunjukkan tingkat manfaat program yang dirasakan oleh peserta program perikanan budidaya berada pada kategori sedang dengan persentase sebesar 75%. Tingkat manfaat yang dirasakan oleh peserta program perikanan budidaya terbilang cukup variatif. Sebesar 12.50% berada pada kategori tingkat manfaat rendah dan 12.50% berada pada kategori tingkat manfaat tinggi. Sebagian besar peserta yang berada pada kategori tingkat manfaat sedang disebabkan mereka sudah mulai merasa ada peningkatan pendapatan, merasa lebih ringan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan keperluan sekolah anak serta menyisihkan sebagian pendapatan mereka untuk menabung. Seluruh peserta program perikanan budidaya sudah dapat menyisihkan uangnya untuk menabung karena memang dalam kelompok perikanan budidaya diadakan tabungan dalam bentuk arisan. Arisan ini dilakukan setiap satu bulan satu kali ketika dilakukan pertemuan rutin antara peserta program perikanan budidaya dengan pendamping teknis CSR PT. Pertamina. Seperti yang dikemukakan oleh salah satu peserta program: “...dari program perikanan budidaya emang udah ada tabungan dalam bentuk arisan, jadinya ngga terasa kita jadi punya tabungan. Selain itu, pas ngocok arisan juga jadi kesempatan buat kita saling tukar informasi dan silaturahmi lah mba...” (JZL, 48 tahun)
41 Di samping itu, untuk peserta yang berada pada kategori tingkat manfaat tinggi merasa manfaat yang ia rasakan ketika bergabung di program perikanan budidaya sudah sangat besar seperti ia merasakan adanya peningkatan pendapatan, mampu membeli sebuah handphone baru dan menyisihkan uangnya untuk ditabung. Selain itu, tingginya manfaat yang dirasakan oleh peserta juga disebabkan karena mereka merupakan peserta yang sudah bergabung dengan program sejak awal program dimulai. Sehingga mereka sudah beberapa kali merasakan panen dari tambak yang mereka jalankan. Seperti penuturan salah seorang peserta: “...Alhamdulillah sekarang pendapatan saya meningkat dari sekitar 1,1 juta per bulan jadi 2,6 juta per bulan. Jadi uangnya bisa dipake untuk bayar sewa lahan, bayar hutang, perbaikan sarana produksi, beli hp sama untuk nabung...” (SNT, 36 tahun)
3. Program Perikanan Tangkap Tabel 23. Jumlah dan persentase tingkat manfaat peserta program perikanan tangkap tahun 2015 ∑ % Tingkat Manfaat 4 21.05 Rendah 13 68.42 Sedang 2 10.53 Tinggi 19 100.00 Total Tabel 23 menunjukkan tingkat manfaat program yang dirasakan oleh peserta program perikanan tangkap berada pada kategori sedang dengan persentase sebesar 68.42%. Hal ini dikarenakan sebagian peserta sudah merasa mengalami peningkatan pendapatan dengan adanya bantuan program perikanan tangkap. Dengan adanya bantuan ini, mereka memiliki lebih banyak alat tangkap yang dapat digunakan untuk melaut, sehingga perolehan hasil tangkapan mereka pun bertambah. Terlebih jika sedang musim ikan, hasil tangkapan mereka akan lebih meningkat. Selain itu, dengan meningkatnya pendapatan mereka, peserta program juga merasa lebih ringan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dan keperluan sekolah anak. Sebagian pendapatan mereka juga digunakan untuk memperbaiki peralatan melaut seperti alat tangkap atau jaring dan perahu, serta ada juga yang menyisihkannya untuk menabung di arisan kelompok. Hal ini didukung dengan pernyataan salah seorang peserta program: “...setelah ikut program kan dapet bantuan alat misalnya jaring, kan jaringnya nambah banyak, jadi hasil tangkapan juga tambah banyak dan pendapatan juga Alhamdulillah jadi lebih meningkat juga...”(ISN, 40 tahun) “...uang dari hasil tangkapan sebagian diputer lagi mba untuk beli jaring baru atau benerin jaring yang rusak. Sebagian juga buat
42 nabung di arisan kelompok, sebagian juga untuk pendidikan anak, lumayanlah buat nambah-nambah...” (MAN, 55 tahun) Di samping itu, sebanyak 21.05% masih berada pada kategori rendah yang disebabkan oleh jaring bantuan yang diberikan belum dapat digunakan karena sedang tidak sesuai dengan musim ikan yang ada. Selain itu, faktor adanya peraturan menteri baru yang melarang penangkapan rajungan, lobster dan kepiting yang masih berumur dibawah 4 bulan juga mempengaruhi hasil tangkapan dan pendapatan nelayan. Hal ini dikarenakan ada nelayan yang memang lebih berfokus sebagai nelayan rajungan, lobster dan kepiting. Seperti yang dikemukakan oleh salah seorang peserta program perikanan tangkap: “...sejak ada peraturan menteri yang baru, kita jadi susah mba. Padahal penghasilan terbesar ya dari nangkep kepiting, rajungan sama lobster, jaring yang kita punya juga sebagian besar jaring kejer (jaring untuk kepiting) ...” (KMN, 60 tahun) Kategori tinggi untuk tingkat manfaat yang dirasakan oleh peserta program perikanan tangkap hanya sebesar 10.53%. Hal ini dikarenakan hanya beberapa orang saja yang sudah mampu mengatur pendapatan dari hasil melaut untuk pemenuhan kebutuhan lain, seperti untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, meringankan keperluan sekolah anak, memperbaiki dan membeli alat tangkap baru, bahkan sudah ada peserta yang mampu membeli peralatan elektronik seperti handphone, kulkas dan mesin cuci. “...hasil tangkapan Alhamdulillah nambah mba karena sekarang jaring yang saya pake untuk nangkep ikan juga nambah. Uangnya sebagian udah bisa saya pake untuk beli peralatan ama beberapa alat elektronik...” (STM, 28 tahun)
Tingkat Manfaat Keseluruhan Peserta Program CSR PT. Pertamina Tabel 24. Jumlah dan persentase tingkat manfaat peserta program pemberdayaan ekonomi lokal CSR PT. Pertamina tahun 2015 ∑ % Tingkat Manfaat Rendah Sedang Tinggi Total
16 24 3 43
37.21 55.81 6.98 100.00
Tabel 24 menunjukkan tingkat manfaat yang dirasakan oleh peserta program pemberdayaan ekonomi lokal berada pada tingkat sedang dengan persentase sebesar 55.81%. Di samping itu hanya sebesar 6.98% peserta yang merasakan tingginya manfaat program yang diberikan. Sedikitnya persentase peserta yang merasakan tingginya manfaat program karena tidak sedikit peserta yang baru tergabung ke dalam anggota kelompok, sehingga mereka belum
43 mendapatkan hasil dari program yang mereka ikuti. Seperti peserta pada program perikanan budidaya yang baru bergabung ke dalam kelompok pada November 2014, mereka baru saja menebar benih ikan bandeng dan udang pada awal tahun 2015, sedangkan ikan bandeng baru bisa dipanen pada usia enam hingga tujuh bulan dan udang baru bisa dipanen ketika usia dua hingga empat bulan. Hal ini mengakibatkan pada saat penelitian ini dilakukan, mereka belum bisa merasakan adanya manfaat yang signifikan dari keikutsertaan mereka dalam kelompok. Alasan tersebut juga dikemukakan oleh peserta program peternakan yang baru tergabung dalam kelompok atau sebesar 37.21% peserta yang merasakan rendahnya manfaat program. Manfaat yang mereka rasakan belum terlalu tinggi karena bantuan hewan ternak yang diberikan masih kecil-kecil sehingga belum bisa dijual dan menghasilkan uang. Namun lebih dari 50 persen mengatakan program yang diberikan cukup bermanfaat karena dapat membantu mereka seperti untuk menambah ternak dan memiliki kandang, memiliki tambahan alat tangkap, dan bantuan benih ikan dan udang “...manfaatnya sih belum terlalu terasa mba, kan saya juga jadi anggota baru November 2014, jadi belum ada hasil panennya...” (JZL, 48 tahun).
Tingkat Keberlanjutan Tingkat keberlanjutan merupakan tingkat kemampuan peserta program CSR PT. Pertamina pada Program Pemberdayaan Ekonomi Lokal untuk meneruskan program yang telah diberikan walaupun bantuan dan pendampingan sudah dihentikan. 1. Program Peternakan Tabel 25. Jumlah dan persentase tingkat keberlanjutan peserta program peternakan tahun 2015 Tingkat Keberlanjutan ∑ % Rendah 0 0.00 14 87.50 Sedang 2 12.50 Tinggi 16 100.00 Total Tabel 25 menunjukkan tingkat keberlanjutan program yang dirasakan oleh peserta program peternakan berada pada kategori sedang dengan persentase sebesar 87.50%. Banyaknya peserta yang merasa keberlanjutan program masih berada dikategori sedang disebabkan masih adanya harapan dari para peserta untuk terus mendapatkan bantuan dari program. Seperti harapan adanya bantuan pakan, vitamin dan pendampingan dari tim pendamping lapang CSR PT. Pertamina. Namun walaupun mereka masih banyak mengharapkan adanya bantuan dan pendampingan, tapi mereka merasa yakin untuk tetap melanjutkan program yang sudah diberikan walaupun jika nantinya semua bantuan dan pendampingan dihentikan. Hal ini disebabkan, program yang diberikan sangat sesuai dengan keinginan dan kebutuhan para peserta. Selain itu, sebagian besar peserta program peternakan memiliki pekerjaan sebagai peternak. Sehingga walaupun bantuan dan pendampingan sudah dihentikan, mereka akan tetap
44 melanjutkan program, karena program tersebut sesuai dengan mata pencaharian mereka “...karna emang kerjaan kita sebagai peternak, yaa walaupun bantuan udah ngga ada yaa tetep bakal ternak mba...” (TKN, 60 tahun) Sedangkan hanya sebesar 12.50% peserta merasa tingkat keberlanjutan berada pada kategori tinggi. Hal ini disebabkan beberapa peserta ini sudah sangat yakin dengan usaha ternak yang mereka sedang jalani. Mereka pun sudah bisa menyusun strategi usaha mereka sendiri untuk mengembangkan ternak yang mereka miliki. 2. Program Perikanan Budidaya Tabel 26. Jumlah dan persentase tingkat keberlanjutan peserta program perikanan budidaya tahun 2015 ∑ % Tingkat Keberlanjutan Rendah 0 0.00 2 25.00 Sedang 6 75.00 Tinggi 8 100.00 Total Tabel 26 menunjukkan tingkat keberlanjutan program yang dirasakan oleh peserta program perikanan budidaya berada pada kategori tinggi dengan persentase sebesar 75%. Tingginya tingkat keberlanjutan pada program perikanan budidaya karena pekerjaan utama para peserta program perikanan budidaya adalah sebagai petani tambak. Hal ini menyebabkan mereka tetap akan melanjutkan program yang mereka ikuti karena sangat sesuai dengan pekerjaan mereka. “...program bantuan ini kan sesuai sama pekerjaan sehari-hari kita ya mba, jadi ya walaupun programnya berhenti juga ya kita maunya tetep lanjutin, namanya juga udah kerjaan sehari-hari dari dulunya mba, kalo ngga ngelanjutin ya mau nyari uang dari mana lagi kita mba...” (SDK, 59 tahun)
3. Program Perikanan Tangkap Tabel 27. Jumlah dan persentase tingkat keberlanjutan peserta program perikanan tangkap tahun 2015 ∑ % Tingkat Keberlanjutan Rendah 0 0.00 15 78.95 Sedang 4 21.05 Tinggi 19 100.00 Total Tabel 27 menunjukkan tingkat keberlanjutan program yang dirasakan oleh peserta program perikanan tangkap berada pada kategori sedang dengan persentase sebesar 78.95%. Hal ini dipengaruhi karena seluruh peserta program perikanan tangkap memiliki mata pencaharian sebagai nelayan. Sehingga walaupun bantuan dan pendampingan dihentikan, mereka akan tetap
45 melaksanakan kegiatan melaut karena bekerja sebagai nelayan merupakan mata pencaharian utama mereka. Tingkat keberlanjutan peserta pada program perikanan tangkap tidak ada yang masuk ke dalam kategori rendah karena seluruh peserta program ini menyatakan akan tetap melanjutkan program yang ada dan akan tetap melaut. Walaupun masih ada beberapa peserta yang menyatakan masih berharap bantuan dan pendampingan akan terus dilakukan.
Tingkat Keberlanjutan Keseluruhan Peserta Program CSR PT. Pertamina Tabel 28. Jumlah dan persentase tingkat keberlanjutan peserta program pemberdayaan ekonomi lokal CSR PT. Pertamina tahun 2015 Tingkat Keberlanjutan ∑ % Rendah 0 0.00 31 72.09 Sedang 12 27.91 Tinggi 43 100.00 Total Tabel 28 menunjukkan ingkat keberlanjutan peserta program pemberdayaan ekonomi lokal CSR PT. Pertamina berada pada tingkat sedang dengan persentase sebesar 72,73 %. Pada tingkat keberlanjutan tidak terdapat kategori rendah karena memang sebagian besar peserta program ini memiliki mata pencaharian yang sesuai dengan program yang diikuti. Jadi menurut mereka walaupun sudah tidak ada bantuan dan pendampingan, mereka tetap akan melanjutkan program yang sudah diberikan. “...kita sih berharapnya tetep ada pendampingan sama bantuan ya mba, tapi ya kalau emang udah harus berhenti kita tetep lanjut aja. Mau gimana lagi, namanya juga udah jadi mata pencaharian sehari-hari...” (TKN, 60 tahun) Namun hanya sebesar 27,27 % peserta program yang tingkat keberlanjutannya berada pada kategori tinggi. Hal ini disebabkan masih ada beberapa peserta yang mengharapkan tetap ada pendampingan dan bantuan dari pihak CSR PT. Pertamina. Secara keseluruhan program pemberdayaan ekonomi lokal, tidak terdapat peserta yang masuk ke dalam kategori tingkat keberlanjutan rendah. Hal ini dipengaruhi karena kesesuaian antara program yang diberikan dengan mata pencaharian peserta. Selain itu, pendamping teknis CSR juga berperan dalam keberlanjutan program yang dilaksanakan, seperti dengan mengajak beberapa peserta ke tempat pembelian barang-barang bantuan misalnya bantuan jaring. Tim pendamping teknis CSR mengenalkan beberapa pilihan lokasi untuk membeli alat tangkap dengan harga yang cukup terjangkau dan kualitas cukup baik. Sehingga walaupun tim pendamping teknis CSR sudah tidak berada di lokasi desa binaan, para peserta masih bisa tetap membeli keperluannya sama ketika masih ada pendampingan dan bantuan dari CSR PT. Pertamina bekerjasama dengan P4W LPPM IPB. Hal ini didukung dengan pernyataan salah satu tim pendamping teknis CSR:
46 “...biasanya sesekali kami mengajak beberapa anggota program untuk memilih bantuan yang mereka inginkan, misalnya jaring. Kami perkenalkan tempat-tempat untuk membeli jaring dengan harga yang cukup terjangkau. Harapannya, walaupun nanti kami sudah tidak di sini, para peserta masih tetap bisa membeli kebutuhannya sama seperti ketika kami masih di sini...” (ARS, Tim Pendamping Teknis CSR
Tingkat Kesesuaian Tingkat kesesuaian merupakan ketepatan program CSR PT. Pertamina dengan kebutuhan masyarakat dan potensi lokal yang ada di daerah setempat. 1. Program Peternakan Tabel 29. Jumlah dan persentase tingkat kesesuaian peserta program peternakan tahun 2015 Tingkat Kesesuaian ∑ % Rendah 0 0.00 13 81.25 Sedang 3 18.75 Tinggi 16 100.00 Total Tabel 29 menunjukkan tingkat kesesuaian program yang dirasakan oleh peserta program peternakan berada pada kategori sedang dengan persentase sebesar 81.25%. Kesesuaian program merupakan salah satu fokus utama dari pihak CSR PT. Pertamina dalam penentuan program yang akan dilaksanakan. Oleh karena itu tingkat kesesuaian program yang dirasakan oleh peserta program sebagian besar sudah berada pada kategori sedang. Peserta program peternakan merasa program yang sudah diberikan oleh pihak CSR PT. Pertamina sudah sesuai dengan kebutuhan mereka. Misalnya, ketika ternak mereka sakit maka bantuan yang diberikan adalah bantuan obat atau vitamin untuk ternak. Selain itu pelaksanaan program peternakan ini juga memang disesuaikan dengan minat peserta. Peserta yang tergabung adalah peserta yang memang benar-benar berminat dibidang peternakan dan sebagian besar bermata pencaharian sebagai peternak. Selain itu, peserta yang berminat untuk bergabung dengan program peternakan cukup menyerahkan KTP dan bisa langsung terdaftar sebagai anggota. Hal ini menunjukkan persyaratan yang diberikan oleh pihak CSR PT. Pertamina tidak memberatkan calon peserta dan disesuaikan dengan kondisi peserta. Di samping itu sebesar 18.75% peserta merasa tingkat kesesuaian program berada pada kategori tinggi. Hal ini disebabkan peserta merasa program yang diberikan sangat sesuai dengan minat, kebutuhan serta potensi lokal yang terdapat di daerah Indramayu. Sebagai contoh, salah satu makanan khas dari Indramayu adalah “pedesan entog” sehingga banyak entog yang dibudidayakan, selain itu peserta juga tidak merasa kesulitan untuk menjual entog yang akan mereka jual karena permintaan entog yang banyak di daerah ini. Hal ini didukung dengan pernyataan salah seorang peserta:
47 “...Alhamdulillah program yang dikasih kan sesuai sama kerjaan kita sehari-hari mba. Udah gitu dapet bantuan awalnya entog. Kalau melihara entog enak mba, pakannya ngga sebanyak pakan untuk bebek tapi jualnya juga lebih gampang. Lebih banyak yang nyari entog kalau di sini mba...” (NRN, 58 tahun) 2. Program Perikanan Budidaya Tabel 30. Jumlah dan persentase tingkat kesesuaian peserta program perikanan budidaya tahun 2015 Tingkat Kesesuaian ∑ % Rendah 0 0.00 2 25.00 Sedang 6 75.00 Tinggi 8 100.00 Total Tabel 30 menunjukkan tingkat kesesuaian program yang dirasakan oleh peserta program perikanan budidaya berada pada kategori tinggi dengan persentase sebesar 75%. Tingginya tingkat kesesuaian yang dirasakan oleh peserta perikanan budidaya dikarenakan peserta program perikanan budidaya memiliki mata pencaharian sebagai petani tambak sehingga program ini sangat sesuai dengan kebutuhan, minat dan kemampuan para peserta. Sebagai contoh, peserta yang bermata pencaharian sebagai petani tambak sudah terbiasa dan paham mengenai cara budidaya ikan bandeng maupun udang, hal ini menunjukkan program yang diberikan kepada peserta sesuai dengan kemampuan mereka. “...programnya sesuai banget mba, namanya juga kita udah lama jadi petani tambak. Jadi pas dapet program yang sesuai ama kerjaan kita ya Alhamdulillah seneng banget dan sangat membantu...” (RDN, 48 tahun) Selain itu, program yang ada juga disesuaikan dengan kondisi peruntukan lahan yang ada di Desa Karangsong. Sebanyak 270 Ha lahan di Desa Karangsong memang sudah digunakan sebagai lahan tambak. Oleh karena itu, program perikanan budidaya ini selain sesuai dengan mata pencaharian para peserta, namun juga memang sudah sesuai dengan peruntukan lahan yang ada di desa yang berbatasan langsung dengan Desa Tambak. 3. Program Perikanan Tangkap Tabel 31. Jumlah dan persentase tingkat kesesuaian peserta program perikanan tangkap tahun 2015 Tingkat Kesesuaian ∑ % Rendah 0 0.00 13 68.42 Sedang 6 31.58 Tinggi 19 100.00 Total
48 Tabel 31 menunjukkan tingkat kesesuaian program yang dirasakan oleh peserta program perikanan tangkap berada pada kategori sedang dengan persentase sebesar 68.42%.Hal ini dipengaruhi oleh faktor penyesuaian bantuan kepada peserta dengan kebutuhan peserta. Misalnya, untuk peserta diberikan kebebasan memilih sendiri bantuan jaring yang mereka inginkan. Di samping itu, sebanyak 31.58% berada pada kategori tinggi dikarenakan sebagain peserta juga turut serta memilih dan membeli sendiri jaring yang mereka inginkan bersama tim pendamping teknis CSR “...saya biasa pake jaring Kejer, terus pas mau pembagian bantuan saya minta jaring kejer lagi. Ya dikasihnya sesuai yang saya minta...” (SBR, 37 tahun) Hal ini juga didukung dengan pernyataan tim pendamping teknis CSR bagian perikanan tangkap: “...jenis bantuan yang kami berikan disesuaikan dengan kebutuhan peserta. Kami memang memperkenalkan sistem multigear agar peserta memiliki beberapa jenis jaring sehingga tetap bisa melaut walau sedang tidak musim ikan. Akan tetapi keputusan untuk memilih jaring yang mereka dapatkan kami kembalikan kepada pesertanya. Walaupun jenis jaring yang kami berikan berbeda-beda, namun itu dengan nominal harga yang sama...” (MLN, pendamping teknis CSR) Adanya program perikanan tangkap ini juga disesuaikan dengan kondisi geografis Desa Karangsong yang berbatasan langsung dengan Laut Jawa. Selain itu sebagian besar penduduk desa ini juga bekerja sebagai nelayan dengan jumlah sebanyak 1621 orang. Oleh karena itu, tingkat kesesuaian program perikanan tangkap memiliki persentase pada kategori sedang dan tinggi. Tingkat Kesesuaian Keseluruhan Peserta Program CSR PT. Pertamina Tabel 32. Jumlah dan persentase tingkat kesesuaian peserta program pemberdayaan ekonomi lokal CSR PT. Pertamina tahun 2015 ∑ % Tingkat Kesesuaian Rendah 0 0.00 28 65.12 Sedang 15 34.88 Tinggi 43 100.00 Total Tabel 32 menunjukkan tingkat kesesuaian program pemberdayaan ekonomi lokal CSR PT. Pertamina berada pada kategori sedang dengan persentase sebesar 65.12 %, sedangkan sebesar 34.88 % berada pada ketegori tinggi. Pada tingkat kesesuaian tidak terdapat kategori rendah karena program yang dibuat oleh CSR PT. Pertamina memang disesuaikan dengan permasalahan, keinginan dan kebutuhan masyarakat khususnya peserta program. Cukup tingginya tingkat kesesuaian program ini dikarenakan pada awal sebelum penentuan program yang akan dilakukan, tim pendamping CSR PT. Pertamina sudah melakukan social mapping dan FGD terlebih dahulu. Dari hasil tersebut, maka dibuatlah program
49 pemberdayaan ekonomi lokal yang terdiri dari program peternakan, perikanan budidaya, pengolahan bandeng dan perikanan tangkap. Ketika program sudah mulai dilaksanakan, bantuan yang diberikan kepada peserta program juga disesuaikan dengan kebutuhan peserta sehingga bantuan yang diberikan tepat sasaran. Sebagai contoh, untuk program perikanan tangkap masing-masing peserta memperoleh bantuan berupa bantuan alat tangkap yaitu jaring. Pemberian bantuan jaring tidak hanya semata-mata langsung diberikan oleh tim pendamping lapang CSR PT. Pertamina, namun pendamping lapang akan menanyakan terlebih dahulu kepada peserta jenis jaring apa yang mereka inginkan dan butuhkan. “...jaring yang dikasih mah sesuai mba sama yang saya minta, saya biasa pake jaring rampus, ya saya minta bantuannya jaring rampus dan Alhamdulillah dikasih jaringnya. Dari bantuan itu saya jadi bisa dapet ikan lebih banyak kalau lagi musim, hasil uangnya saya beli buat beli jaring yang lain lagi...” (DAM, 50 tahun) Pentingnya memikirkan kesesuaian program dengan permasalahan, keebutuhan dan minat serta potensi lokal yang ada di Desa Karangsong merupakan salah satu cara yang dilakukan oleh tim CSR PT. Pertamina untuk meminimalisir kemungkinan terjadinya kegagalan program. Hal ini dikarenakan di awal program pernah diadakan program budi daya kepiting namun mengalami kegagalan karena kurang sesuai dengan keinginan dan minat para peserta. Oleh karena itu, program budi daya kepiting digantikan dengan program perikanan budidaya yang memang sudah disesuaikan dengan minat dan kebutuhan peserta. Tingkat Pemberdayaan Tingkat pemberdayaan merupakan besarnya tingkat pertambahan keterampilan peserta CSR PT. Pertamina program pemberdayaan ekonomi lokal. 1. Program Peternakan Tabel 33. Jumlah dan persentase tingkat pemberdayaan peserta program peternakan tahun 2015 Tingkat Pemberdayaan ∑ % Rendah 0 0.00 15 93.75 Sedang 1 6.25 Tinggi 16 100.00 Total Tabel 33 menunjukkan tingkat pemberdayaan yang dirasakan oleh peserta program peternakan berada pada kategori sedang dengan persentase sebesar 93.75%. Hal ini disebabkan sebagian besar peserta merasa program yang diberikan mampu meningkatkan pengetahuan mereka terkait ternak yang mereka kelola. Selain itu, rutinnya tim pendamping teknis CSR melakukan kunjungan ke kandang peserta sembari memberikan pendampingan terkait cara merawat ternak membuat mereka menjadi lebih terampil menangani dan merawat ternak yang mereka miliki, sebagai contoh mengenai penanganan jika ternak terkena penyakit. Sehingga peserta dapat lebih mandiri menangani ternak yang sakit tanpa harus
50 menunggu tim pendamping teknis CSR datang berkunjung “...sekarang saya jadi lebih tau, kalau misal ada ternak yang sakit harus dipisah biar yang lain ngga ketularan. Terus juga kalau bisa dikasih vitamin...”(WSM, 50 tahun). 2. Program Perikanan Budidaya Tabel 34. Jumlah dan persentase tingkat pemberdayaan peserta program perikanan budidaya tahun 2015 ∑ % Tingkat Pemberdayaan Rendah 0 0.00 2 25.00 Sedang 6 75.00 Tinggi 8 100.00 Total Tabel 34 menunjukkan tingkat pemberdayaan yang dirasakan oleh peserta program perikanan budidaya berada pada kategori tinggi dengan persentase sebesar 75%. Hal ini terjadi karena sebagian besar peserta merasa program yang diberikan oleh PT. Pertamina meningkatkan pengetahuan mereka dalam menjalankan usaha. Selain itu, program yang diberikan juga meningkatkan keterampilan mereka dalam budidaya ikan bandeng dan udang. Tidak hanya itu, dengan adanya bantuan dan pendampingan pelan-pelan membuat para peserta lebih mandiri dalam mengelola usaha dan penghasilan yang mereka dapatkan “..sejak dapet bantuan dan pembinaan saya jadi lebih paham dan berani ngambil resiko untuk mengembangkan usaha saya...” (SNT, 36 tahun). 3. Program Perikanan Tangkap Tabel 35. Jumlah dan persentase tingkat pemberdayaan peserta program perikanan tangkap tahun 2015 Tingkat Pemberdayaan ∑ % 2 10.53 Rendah 11 57.89 Sedang 6 31.58 Tinggi 19 100.00 Total Tabel 35 menunjukkan tingkat pemberdayaan yang dirasakan oleh peserta program perikanan tangkap berada pada kategori sedang dengan persentase sebesar 57.89%. Lebih dari setengah peserta merasakan tingkat pemberdayaan pada kategori sedang karena sebagian peserta merasa tidak ada peningkatan pengetahuan dan keterampilan yang signifikan mengenai jaring atau perikanan tangkap karena memang peserta pada program ini sudah lebih memahami mengenai perikanan tangkap. Namun sebagian besar peserta program perikanan tangkap merasakan adanya peningkatan pengetahuan dan keterampilan terkait pengelolaan uang. Hal ini dikarenakan tim pendamping teknis CSR memberikan fasilitas sebuah buku untuk mencatat hasil tangkapan yang diperoleh dari melaut dan sering melakukan kunjungan terhadap peserta. Selain itu, peserta juga merasa program CSR yang diberikan dapat meningkatkan kemandirian mereka dalam berusaha, karena adanya bantuan jaring dapat meningkatkan hasil tangkapan
51 mereka. Adanya peningkatan hasil tangkapan ini juga meningkatkan pendapatan mereka. Sebagaian dari pendapatan mereka digunakan untuk memperbaiki jaring atau membeli jaring baru, sehingga mereka tetap bisa melaut sepanjang tahun, tanpa terkendala musim dan jaring yang terbatas. “...paling kalau sama tim pendamping kita suka sharing aja tentang hasil tangkapan ama kondisi melaut. Sama diajarin juga cara mencatat hasil tangkapan kita sehari-hari. Katanya sih biar kelihatan perubahan penghasilan kita...” (RDI, 50 tahun) Pernyataan tersebut juga didukung dengan pernyataan tim pendamping teknis CSR: “...kalau soal melaut, jelas mereka jauh lebih paham dari kami. Bahkan ada diantara mereka yang sudah berpuluh-puluh tahun melaut. Tugas kami di sini adalah memperkenalkan sistem multigear kepada para peserta. Dengan menggunakan sistem ini, harapannya para peserta tetap bisa melaut walau sedang tidak musim ikan karena mereka menggunakan beberapa jenis jaring ketika sedang melaut. Selain itu, kami melakukan pendampingan dan memberikan fasilitas sebuah buku agar mereka bisa mencatat hasil tangkapan mereka...” (MLN, Pendamping teknis CSR)
Tingkat Pemberdayaan Keseluruhan Peserta Program CSR PT. Pertamina Tabel 36. Jumlah dan persentase tingkat pemberdayaan peserta program pemberdayaan ekonomi lokal CSR PT. Pertamina, tahun 2015 ∑ % Tingkat Pemberdayaan 2 4.65 Rendah 28 65.12 Sedang 13 30.23 Tinggi 43 100.00 Total Tabel 36 menunjukkan tingkat pemberdayaan peserta program pemberdayaan ekonomi lokal CSR PT. Pertamina berada pada kategori sedang dengan persentase sebesar 65.12%. Hal ini disebababkan adanya pendampingan yang sering dilakukan oleh tim pendamping CSR PT. Pertamina. Selama pendampingan, tim CSR PT. Pertamina memberikan arahan dengan cara berdiskusi ketika melakukan pemantauan kepada peserta program. Sebagai contoh, ketika sedang melakukan pemantauan kepada peserta program peternakan, jika ada ternak yang sakit maka pendamping CSR PT. Pertamina akan memberikan saran untuk memberinya obat atau vitamin apa yang dibutuhkan serta perlakuan seperti apa yang harus dilakukan kepada ternak yang sakit. Dari saran tersebut, peserta program peternakan menjadi bisa lebih memahami bagaimana cara merawat ternak yang sakit. Selain itu, dengan adanya bantuan dan pendampingan dari tim pendamping teknis CSR membuat sebagian peserta
52 menjadi lebih berani mengembangkan usaha mereka terkait program. Tidak hanya mengembangkan usaha, sebagaian besar peserta juga sudah mulai bisa mencatat penghasilan dan perkembangan usaha mereka terkait usaha yang mereka lakukan, sesuai dengan arahan dari tim pendamping teknis CSR. Seperti penuturan beberapa orang peserta: “...sekarang jadi lebih berani buat ngembangin usaha. Atau setidaknya bisa muter usaha yang lagi saya gelutin. Misalnya kayak kemaren, entog saya yang gede saya tuker sama beberapa anakan entog. Jadi lebih banyak dan bisa lebih dikembangbiakin lagi...” (NYN, 52 tahun) “...dikasih buku sama tim pendamping buat nyatet hasil usaha, jadi kelihatan untung atau ruginya usaha yang lagi saya lakuin dan jadi lebih jelas juga dengan pendapatan yang saya peroleh. Katanya sih sekalian buat sekalian bahan pelaporan ke atasnya...” (KMP, 60 tahun)
Tingkat Keberhasilan Program Pemberdayaan Ekonomi Lokal CSR PT. Pertamina Pengukuran untuk melihat tingkat keberhasilan adalah menggunakan indikator tingkat manfaat, tingkat keberlanjutan, tingkat kesesuaian dan tingkat pemberdayaan. Pada masing-masing indilator dilakukan pengukuran terlebih dahulu, setelah itu dari nilai masing-masing indikator baru akan dilihat tingkat keberhasilan program yang sudah dilakukan hampir empat tahun ini. Tabel 37. Jumlah dan persentase tingkat keberhasilan program pemberdayaan ekonomi lokal CSR PT. Pertamina tahun 2015 ∑ % Tingkat Keberhasilan 2 4.65 Rendah 28 65.12 Sedang 13 30.23 Tinggi 43 100.00 Total Tabel 37 menunjukkan tingkat keberhasilan peserta program pemberdayaan ekonomi lokal CSR PT. Pertamina berada pada kategori sedang dengan persentase sebesar 65.91 %. Hal tersebut berarti program Pemberdayaan Ekonomi Lokal CSR PT. Pertamina yang bekerja sama dengan P4W IPB sudah dapat dikatakan cukup berhasil. Keberhasilan ini sangat dipengaruhi karena social mapping yang sudah dilakukan pada awal sebelum dirumuskannya program. Program-program yang dibuat disesuaikan dengan permasalahan, keinginan, kebutuhan masyarakat dan potensi lokal yang ada. Hal tersebut menjadi penting karena pada awal program pernah diterapkan program yang tidak terlalu sesuai dengan keinginan peserta. Pada akhirnya peserta melakukannya tidak dengan sepenuh hati sehingga program tidak berjalan lancar. Setelah itu, program yang
53 dibuat selalu disesuaikan dengan permasalahan, keinginan, kebutuhan dan potensi lokal yang ada. Keberhasilan menurut Hadayaningrat (1995:16) seperti dikutip oleh Yulianti (2013) merupakan sebuah pengukuran dimana suatu target telah tercapai sesuai dengan apa yang telah direncanakan. Yulianti (2013) menjelaskan program CSR akan dinilai berhasil jika memenuhi semua tujuan dan sasaran yang ditetapkan, jika terdapat salah satu tujuan dan sasaran yang tidak terlaksana, maka program CSR tersebut dinilai berjalan belum terlalu berhasil. Jika disesuaikan dengan tujuan dan sasaran Program Pemberdayaan Ekonomi Lokal CSR PT. Pertamina, masih ada sasaran program yang belum tercapai, yaitu mencapai dan memperkuat proses partisipasi dalam pembangunan yang berbasiskan potensi lokal. Pada Bab sebelumnya sudah dijelaskan bahwa tingkat partisipasi peserta program pemberdayaan ekonomi lokal masih berada pada tingkat non participation. Hal ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis bahwa pelaksanaan program pemberdayaan ekonomi lokal CSR PT. Pertamina masih berada pada kategori sedang atau dapat dikatakan belum sepenuhnya berhasil. Ikhtisar Tingkat keberhasilan sebuah program dapat dilihat dari empat indikator yaitu tingkat manfaat yang dirasakan peserta program, tingkat keberlanjutan program jika bantuan dan pendampingan sudah dihentikan, tingkat kesesuaian program dengan peserta, dan tingkat pemberdayaan peserta program. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat keberhasilan program Pemberdayaan Ekonomi Lokal yang dilakukan oleh PT. Pertamina berada pada kategori sedang dengan persentase sebesar 65.12%. Hal ini menunjukkan program yang dilaksanakan oleh PT. Pertamina sudah dapat dikatakan cukup berhasil. Beberapa faktor yang membuat program pemberdayaan ekonomi lokal ini cukup berhasil adalah adanya social mapping yang dilakukan sebelum adanya program. Adanya social mapping membuat program yang dilakukan sesuai dengan kebutuhan peserta dan membuat peserta lebih bertanggung jawab dan merasa memiliki program yang mereka ikuti. Selain itu, adanya pendampingan dan kunjungan rutin oleh tim pendamping teknis CSR juga mempengaruhi keberhasilan atau keberhasilan program yang dijalankan, karena peserta lebih mudah menyampaikan pendapat dan menyampaiakn keluhannya atau pertanyaan terkait program yang mereka ikuti sehingga kelanjutan program bisa terus diperbaiki.
54
55
TARAF HIDUP PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN EKONOMI LOKAL CSR PT. PERTAMINA Pada Bab ini akan dibahas mengenai tingkat taraf hidup peserta program pemberdayaan ekonomi lokal CSR PT. Pertamina bekerjasama dengan P4W LPPM IPB. Pada masing-masing program (peternakan, perikanan budidaya, dan perikanan tangkap) akan dilihat kondisi taraf hidup peserta program baik sebelum mendapatkan program dan setelah mendapatkan program. Taraf hidup peserta sebelum mendapatkan program dilihat pada kondisi peserta tahun 2011, sedangkan taraf hidup setelah mendapatkan program dilihat pada tahun 2015 saat penelitian ini dilakukan. Hal ini bertujuan untuk melihat ada atau tidaknya perubahan taraf hidup yang terjadi pada peserta program. Taraf hidup ini akan dilihat dari besarnya pendapatan, pengeluaran, kualitas pendidikan, status kepemilikan rumah, kemampuan berobat. Selanjutnya dari masing-masing program akan dikategorikan ke dalam tiga kategori tingkat taraf hidup yaitu rendah, sedang, tinggi. 1.
Program Peternakan
Tabel 38. Jumlah dan persentase tingkat taraf hidup peserta program sebelum mengikuti program CSR PT. Pertamina tahun 2011 ∑ Tingkat Taraf Hidup Sebelum Program 2 Rendah 10 Sedang 4 Tinggi 16 Total
peternakan % 12.50 62.50 25.00 100.00
Tabel 38 menunjukkan tingkat taraf hidup peserta program peternakan sebelum mendapatkan bantuan program CSR PT. Pertamina bekerja sama dengan P4W LPPM IPB berada pada kategori sedang dengan persentase sebesar 62.50%. Hal ini disebabkan oleh penghasilan yang didapatkan oleh para peserta sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Sebagian peserta juga menyatakan biaya pendidikan yang harus dikeluarkan bukanlah menjadi suatu beban dan kendala. Selain itu, hampir seluruh peserta program juga sudah memiliki rumah sendiri. Tabel 39. Jumlah dan persentase tingkat taraf hidup peserta program peternakan setelah mengikuti program CSR PT. Pertamina tahun 2015 Tingkat Taraf Hidup Setelah Program ∑ % 3 18.75 Rendah 9 56.25 Sedang 4 25.00 Tinggi 16 100.00 Total Tabel 39 menunjukkan tingkat taraf hidup peserta program peternakan setelah mengikuti program peternakan CSR PT. Pertamina berada pada kategori
56 Sedang dengan persentase sebesar 56.25%. terjadinya penurunan tingkat taraf hidup dari 62.50% menjadi 56.25% ini dipengaruhi karena adanya ternak mati karena kondisi alam ataupun karena terkena penyakit. Sehingga beberapa peserta mengalami kerugian yang berdampak pada menurunnya penghasilan yang mereka dapatkan “...ternaknya ada yang mati mba gara-gara kena sakit. Jadinya harusnya bisa nelor atau bisa dijual jadi ngga bisa dijual deh. Malah rugi saya nya...” (KPI, 65 tahun) Selain itu, masih adanya peserta yang berada pada taraf hidup rendah dengan persentase sebesar 18.75% dikarenakan mereka merupakan peserta baru yang belum bisa mendapatkan keuntungan dari program peternakan. Ternak yang mereka miliki belum dapat dijual karena usianya yang masih kecil. Hal ini didukung dengan hasil uji beda Wilcoxon (Lampiran 5a) pada program peternakan. Dapat dilihat bahwa terdapat tiga orang peserta yang mengalami penurunan taraf hidup, dua orang peserta yang mengalami peningkatan taraf hidup dan sebelas orang peserta yang memiliki taraf hidup sama seperti sebelum mengikuti program. 2.
Program Perikanan Budidaya
Tabel 40. Jumlah dan persentase tingkat taraf hidup peserta program perikanan budidaya sebelum mengikuti program CSR PT. Pertamina tahun 2011 Tingkat Taraf Hidup Sebelum Program ∑ % 1 12.50 Rendah 4 50.00 Sedang 3 37.50 Tinggi 8 100.000 Total Tabel 40 menunjukkan tingkat taraf hidup peserta program perikanan budidaya sebelum mendapatkan bantuan program CSR PT. Pertamina berada pada kategori Sedang dengan persentase sebesar 50%. Hal ini dipengaruhi karena sebagain besar peserta program perikanan budidaya sudah memiliki lahan tambak sendiri atau menumpang di lahan tambak milik keluarga. Sehingga hasil dari panen bandeng atau udang sudah dapat mereka nikmati sendiri, atau setidaknya mereka hanya berbagi hasil dengan keluarga tanpa harus mengeluarkan biaya sewa lahan. Tabel 41. Jumlah dan persentase tingkat taraf hidup peserta program perikanan budidaya setelah mengikuti program CSR PT. Pertamina tahun 2015 Tingkat Taraf Hidup Setelah Program ∑ % 2 25.00 Rendah 2 25.00 Sedang 4 50.00 Tinggi 8 100.00 Total Tabel 41 menunjukkan tingkat taraf hidup peserta program perikanan budidaya setelah mengikuti program perikanan budidaya CSR PT. Pertamina berada pada kategori Tinggi dengan persentase sebesar 50%. Adanya peningkatan taraf hidup pada peserta program perikanan budidaya dikarenakan beberapa
57 peserta berhasil meningkatkan pendapatannya dengan mengembangkan usaha budidaya bandeng dan udang yang mereka miliki. Selain itu terdapat seorang peserta yang mengalami peningkatan dari status kepemilikan rumah, yang awalnya menumpang dengan orang tua tapi kini sudah memiliki rumah sendiri. Namun terdapat penambahan peserta yang berada pada kategori rendah dikarenakan peserta baru yang belum memperoleh hasil panen sejak bergabung dengan program perikanan budidaya. Hal ini didukung dengan hasil uji beda Wilcoxon (Lampiran 5b) pada program perikanan tangkap. Dapat dilihat dari uji ini bahwa terdapat satu orang peserta yang mengalami peningkatan taraf hidup dan satu orang peserta yang mengalami penurunan taraf hidup. Selain itu enam orang peserta masih memiliki taraf hidup yang sama seperti sebelum mengikuti program perikanan budidaya. 3.
Program perikanan Tangkap
Tabel 42. Jumlah dan persentase tingkat taraf hidup peserta program perikanan tangkap sebelum mengikuti program CSR PT. Pertamina tahun 2011 ∑ % Tingkat Taraf Hidup Sebelum Program 5 26.32 Rendah 8 42.11 Sedang 6 31.58 Tinggi 19 100.00 Total Tabel 42 menunjukkan tingkat taraf hidup peserta program perikanan tangkap sebelum mendapatkan bantuan program CSR PT. Pertamina berada pada kategori Sedang dengan persentase sebesar 42.11%. Hal ini dipengaruhi karena ketika sedang musim ikan, penghasilan mereka sudah cukup besar. Namun ketika sedang tidak musim ikan, penghasilan mereka bisa sangat sedikit. Selain itu, kemampuan berobat dari masing-masing peserta juga sudah dapat dikatakan cukup baik. Sebagian besar peserta sudah memilih berobat di Puskesmas atau ke dokter bahkan jika diperlukan mereka berobat ke Rumah Sakit “...kalau sakit ya ke dokter mba, tapi tergantung sakitnya juga kalau emang parah ya ke Rumah Sakit...” (IDR, 60 tahun). Tabel 43. Jumlah dan persentase tingkat taraf hidup peserta program perikanan tangkap setelah mengikuti program CSR PT. Pertamina tahun 2015 ∑ % Tingkat Taraf Hidup Setelah Program 5 26.32 Rendah 7 36.84 Sedang 7 36.84 Tinggi 19 100.00 Total Tabel 43 menunjukkan tingkat taraf hidup peserta program perikanan tangkap setelah mengikuti program perikanan tangkap CSR PT. Pertamina tidak dapat dikategorikan. Hal ini dikarenakan jumlah dan persentase antara kategori sedang dan tinggi memiliki besar yang sama yaitu 36.84%. Faktor yang mempengaruhi hal ini yaitu karena sistem multigear yang diperkenalkan oleh tim
58 pendamping teknis CSR sudah mulai berhasil. Beberapa peserta sudah mulai mendapat penghasilan yang lebih banyak dibanding sebelum mengikuti program. Namun uang yang mereka dapatkan juga harus banyak dikeluarkan untuk memperbaiki alat tangkap atau membeli alat tangkap baru. Sehingga belum banyak dari peserta perikanan tangkap yang mengalami peningkatan taraf hidup. Hal ini juga didukung dengan hasil uji beda Wilcoxon (Lampiran 5c) pada program perikanan tangkap. Dapat dilihat bahwa terdapat 3 orang peserta yang mengalami penurunan taraf hidup, empat orang peserta yang mengalami peningkatan taraf hidup dan 12 orang peserta yang memiliki taraf hidup seperti sebelum mengikuti program.
Taraf Hidup Keseluruhan Peserta Sebelum Mendapatkan Bantuan Program Tabel 44. Jumlah dan persentase tingkat taraf hidup keseluruhan peserta sebelum mengikuti program pemberdayaan ekonomi lokal CSR PT. Pertamina tahun 2011 ∑ % Tingkat Taraf Hidup Sebelum Program 9 20.93 Rendah 21 48.84 Sedang 13 30.23 Tinggi 43 100.00 Total Tabel 44 menunjukkan tingkat taraf hidup keseluruhan peserta program Pemberdayaan Ekonomi Lokal sebelum mengikuti program berada pada kategori Sedang dengan persentase sebesar 48.84%. Sebagain peserta yang mengikuti program ini berada pada tingkat taraf hidup dengan kategori sedang karena jumlah penghasilan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok. Selain itu, terkait pendidikan sebagian peserta merasakan biaya pendidikan tidak terlalu memberatkan karena adanya bantuan operasional dari sekolah. Sedangkan untuk kemampuan berobat, sebagian peserta juga memilih berobat di puskesmas ataupun dokter walau harus pergi ke desa tetangga. Taraf Hidup Keseluruhan Peserta Setelah Mendapatkan Bantuan Program Tabel 45. Jumlah dan persentase tingkat taraf hidup keseluruhan peserta setelah mengikuti program pemberdayaan ekonomi lokal CSR PT. Pertamina tahun 2015 ∑ % Tingkat Taraf Hidup Setelah Program 7 16.28 Rendah 23 53.49 Sedang 13 30.23 Tinggi 43 100.00 Total Tabel 45 menunjukkan tingkat taraf hidup keseluruhan peserta program Pemberdayaan Ekonomi Lokal setelah mengikuti program berada pada kategori Sedang dengan persentase sebesar 53.49%. Adanya peningkatan responden pada
59 kategori sedang dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu, adanya peningkatan penghasilan peserta, kemampuan peserta mengembangkan usahanya, meningkatnya status kepemilikan rumah, yang pada awalnya masih menumpang dengan saudara hingga akhirnya dapat memiliki rumah sendiri. Selain itu juga dapat dilihat dari manfaat yang dirasakan oleh peserta seperti meningkatnya kemampuan untuk menabung dan membeli peralatan elektronik atau memperbaiki rumah dan membeli alat tangkap baru atau menambah jumlah ternak yang dibudidayakan. Hal ini juga didukung dengan hasil uji Wilcoxon yang digunakan untuk melihat perubahan taraf hidup peserta sebelum dan setelah mendapatkan program (Lampiran 5d) Terlihat terdapat 6 orang peserta yang memiliki taraf hidup lebih rendah setelah mendapatkan program. Hal ini dikarenakan sebagian peserta merupakan peserta baru yang belum memperoleh hasil ketika mereka sudah mengikuti program. Faktor lainnya adalah karena faktor alam seperti bencana banjir yang membuat ternak mati dan tambak meluap sehingga menyebabkan kerugian. Selain itu peserta yang meminta jaring dengan jenis yang sama dengan milik mereka sebelumnya, belum dapat digunakan karena sedang tidak musim ikan. Padahal tim pendamping teknis CSR sudah memperkenalkan sistem multigear, tetapi peserta program perikanan tangkap masih tetap ada yang meminta jaring yang sama dengan jaring yang biasa ia gunakan. Hal ini berdampak pada menurunnya hasil tangkapan ketika sedang tidak musim ikan. Hasil uji Wilcoxon juga memperlihatkan bahwa terdapat 8 orang peserta yang memiliki taraf hidup lebih besar setelah mendapatkan program. Hal ini dikarenakan peserta tersebut sudah mengikuti program dari awal perencanaan program, sehingga sudah dapat menikmati hasil lebih dari keikutsertaan mereka pada program. Selain itu, peserta yang sudah memiliki taraf hidup lebih besar ini sudah dapat mengembangkan usahanya dengan meminjam uang kepada koperasi atau sumber dana lainnya. Sehingga hasil usaha mereka juga lebih banyak dan mereka dapat membeli barang elektronik atau untuk memperbaiki rumah. Sedangkan terdapat 29 orang peserta yang tidak memiliki perubahan taraf hidup ketika sebelum dan setelah mengikuti program. Faktor yang menyebabkan hal ini terjadi yaitu, walaupun penghasilan mereka meningkat, tetapi pengeluaran mereka juga meningkat seperti untuk memperbaiki alat tangkap atau membeli alat tangkap yang baru. Sehingga taraf hidup mereka pun belum dapat dikatakan meningkat atau masih sama saja dengan ketika mereka belum mengikuti program. Maka dapat dikatakan bahwa program Pemberdayaan Ekonomi Lokal belum mampu meningkatkan taraf hidup peserta program. Hal ini didukung dengan hasil uji Wilcoxon mengenai Signifikansi Uji Perbedaan Dua Kali Pengukuran yang dapat dilihat pada Lampiran 5d. Hasil uji Wilcoxon dapat dilihat dari Asymp. Sig. (2-tailed). Signifikansi sebesar 0.593 > 0.05, artinya, tidak terdapat perbedaan yang signifikan terhadap taraf hidup peserta program sebelum dan setelah mengikuti program. Ini artinya program pemberdayaan ekonomi lokal CSR PT. Pertamina belum cukup mampu meningkatkan taraf hidup peserta program.
60 Ikhtisar Taraf hidup dalam penelitian ini diukur melalui beberapa indikator yaitu: pendapatan, pengeluaran, kualitas pendidikan, kualitas kesehatan dan kepemilikan alat produksi. Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa taraf hidup peserta berada pada kategori sedang dengan persentase 53.49%. Hal ini dipengaruhi karena adanya peningkatan pendapatan dan kemampuan responden untuk menabung, membeli atau memperbaiki alat produksi. Namun berdasarkan hasil uji beda, perubahan taraf hidup yang terjadi belum terlalu signifikan karena masih ada peserta yang tetap berada pada taraf hidup seperti sebelum mengikuti program. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Atik (2015) mengenai taraf hidup peserta program CSR. Dalam penelitian Atik (2014), taraf hidup peserta program CSR masih beradapada kategori rendah dikarenakan rata-rata usaha yang dimiliki oleh penerima program adalah usaha pada skala mikro dan terdapat beberapa penerima program yang mengalami kebangkrutan pada usahanya.
61
HUBUNGAN TINGKAT PARTISIPASI, KEBERHASILAN DAN TINGKAT TARAF HIDUP MASYARAKAT DESA KARANGSONG Partisipasi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan suatu program. Adanya keterlibatan aktif dari peserta program dapat menunjang keberhasilan program yang dilakukan di masyarakat. Semakin tinggi keberhasilan suatu program pemberdayaan ekonomi lokal diharapkan dapat meningkatkan taraf hidup peserta program. Pada bab ini akan dibahas mengenai hubungan tingkat partisipasi dengan tingkat keberhasilan program, hubungan tingkat keberhasilan program dengan tingkat taraf hidup masyarakat, serta hubungan antara tingkat partisipasi dengan tingkat taraf hidup masyarakat Desa Karangsong khususnya peserta program pemberdayaan ekonomi lokal. Penelitian ini menggunakan tabel tabulasi silang didukung dengan uji statistik korelasi non-parametrik Rank Spearman karena ketiga variabel tersebut memiliki data dengan skala ordinal. Uji statistik ini digunakan untuk melihat ada atau tidaknya hubungan antara variabel penelitian dan untuk melihat kuat atau lemahnya hubungan antara variabel. Variabel dikatakan berhubungan jika Sig (2tailed) lebih kecil dari alpha atau correlation is significant (error). Sedangkan kuat atau lemahnya hubungan antara variabel dapat dilihat pada Correlation Coefficient.
Hubungan Tingkat Partisipasi dengan Tingkat keberhasilan Program Pemberdayaan Ekonomi Lokal CSR PT. Pertamina Tingkat partisipasi merupakan tingkat pelibatan atau keikutsertaan peserta dalam program Pemberdayaan Ekonomi Lokal di setiap tahapan implementasi CSR yaitu: tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, tahap evaluasi dan tahap pelaporan. Sedangkan tingkat keberhasilan digunakan untuk mengetahui kinerja program yang sudah terlaksana. Tabel 47 menyajikan tabel tabulasi silang antara tingkat partisipasi dengan tingkat keberhasilan program pemberdayaan ekonomi lokal. Tabel 46. Hubungan tingkat partisipasi dengan tingkat keberhasilan program pemberdayaan ekonomi lokal PT. Pertamina 2015 Keberhasilan Program Total Tingkat Partisipasi Rendah Sedang Tinggi n n % n % n % % Non Participation 1 4.8 17 81.0 3 14.3 21 100.0 Tokenism 1 5.3 10 52.6 8 42.1 19 100.0 Citizen Power 0 0.0 1 33.3 2 66.7 3 100.0 Total 2 4.7 28 65.1 13 30.2 43 100.0 Tabel 46 menunjukkan hubungan antara tingkat partisipasi peserta program dengan tingkat keberhasilan program pemberdayaan ekonomi lokal. Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat bahwa peserta yang memiliki tingkat partisipasi rendah
62 (non participation) dengan persentase sebesar 81% menilai program yang sudah dijalankan memiliki keberhasilan sedang. Hal ini dikarenakan walaupun peserta tidak banyak terlibat dalam program, tapi mereka merasa program yang dijalankan sudah cukup berhasil. Hal utama yang membuat mereka merasa program yang dilaksanakan sudah cukup berhasil adalah dari aspek kesesuaian program. Sebagian peserta menilai program yang diberikan sudah cukup berhasil karena program yang diberikan disesuaikan dengan kebutuhan dan potensi lokal yang ada. Hal ini dibuktikan dengan pendapat salah seorang peserta: “...saya sih ikut-ikut aja kalau ada kumpulan mba, ngga ngerti mau ngomong apa soalnya. Tapi menurut saya program yang dikasih ini udah bagus, soalnya cocok banget sama kita. Udah gitu bermanfaat banget...” (NYN, 52 tahun) Selain peserta dengan tingkat partisipasi non participation yang menilai keberhasilan program sedang, peserta dengan tingkat partisipasi tokenism juga memberikan penilaian sedang pada keberhasilan program dengan persentase sebesar 52.6%. di samping itu, pada tingkat partisipasi citizen power, peserta program memberikan penilaian tinggi pada keberhasilan program dengan persentase sebesar 66.7%. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat partisipasi peserta program, semakin tinggi pula penilaian peserta terhadap keberhasilan suatu program. Hasil uji korelasi yang dilakukan menunjukkan terdapat hubungan antara tingkat partisipasi peserta program dengan keberhasilan program pemberdayaan ekonomi lokal. Hal ini dapat dilihat dari hasil nilai sig 2-tailed antara tingkat partisipasi peserta program dengan tingkat keberhasilan program pemberdayaan ekonomi lokal sebesar 0.028. Nilai tersebut sudah memenuhi kriteria batas signifikasi hubungan sebesar <0.05 dengan selang kepercayaan 95%. Maka dari itu dapat diketahui bahwa terdapat hubungan positif yang tak berarti (hubungan positif lemah) antara tingkat partisipasi peserta program dengan tingkat keberhasilan program pemberdayaan ekonomi lokal (lihat Lampiran 6a). Lemahnya hubungan antara kedua variabel ini menunjukkan bahwa walaupun tingkat partisipasi peserta program tinggi, namun tidak selalu diikuti dengan penilaian yang tinggi pada keberhasilan atau keberhasilan program. seperti penuturan oleh salah satu peserta program: “...saya sih kalau ada kumpulan hadir, ngomong juga ngasih pendapat ama saran. tapi untuk program yang dijalankan ya belum sempurna ya mba, kadang kita pengen bantuan tapi ya harus nunggu dulu...”(WRA, 38 tahun)
Hubungan Tingkat Keberhasilan Program dengan Taraf Hidup Masyarakat Desa Karangsong Salah satu tujuan CSR PT. Pertamina mengadakan program Pemberdayaan Ekonomi Lokal adalah untuk meningkatkan penghasilan peserta program yang erat kaitannya dengan peningkatan taraf hidup. Taraf hidup menunjukkan kondisi kemampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang dilihat dari
63 aspek pendapatan, pengeluaran, kesehatan, pendidikan dan kepemilikan alat produksi. Tabel di bawah ini merupakan tabel tabulasi silang antara tingkat keberhasilan program dengan taraf hidup masyarakat peserta program. Tabel 47. Hubungan tingkat keberhasilan program dengan taraf hidup peserta pemberdayaan ekonomi lokal CSR PT. Pertamina tahun 2015 Tingkat Taraf Hidup Total Tingkat Keberhasilan Rendah Sedang Tinggi n n % n % n % % Rendah 0 0.0 1 50.0 1 50.0 2 100.0 Sedang 4 14.3 17 60.7 7 25.0 28 100.0 Tinggi 3 23.1 5 38.5 5 38.5 13 100.0 Total 7 16.3 23 53.5 13 30.2 43 100.0 Tabel 47 menunjukkan hubungan tingkat keberhasilan program dengan taraf hidup masyarakat Desa Karangsong khususnya bagi peserta program CSR PT. Pertamina. Terlihat dari tabel tersebut bahwa ketika peserta program menilai keberhasilan program tinggi, taraf hidup peserta program juga berada pada tingkat yang tinggi yaitu sebesar 38.5 %. Namun dari tabel tersebut juga dapat dilihat bahwa ketika peserta program menilai keberhasilan program tinggi akan tetapi taraf hidup peserta program juga berada pada tingkat sedang dengan persentase sebesar 38.5 %. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara tingginya tingkat keberhasilan dengan taraf hidup peserta program. Hasil tabulasi silang ini juga didukung dengan hasil uji korelasi Rank Spearman yang menunjukkan tidak terdapat hubungan antara tingkat keberhasilan program dengan taraf hidup masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari hasil nilai sig 2-tailed antara tingkat keberhasilan program dengan taraf hidup peserta pemberdayaan ekonomi lokal sebesar 0.942. Nilai tersebut lebih besar dari kriteria batas signifikasi 0.05, sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat hubungan antara kedua variabel ini (Lampiran 6b). Berdasarkan penuturan beberapa peserta pun menyatakan berhasilnya program belum tentu dapat meningkatkan taraf hidup mereka. Hal ini dikarenakan, bisa saja program yang dilakukan memang berhasil, namun hasil yang didapat oleh peserta masih sama saja seperti sebelum mengikuti program. Seperti penuturan salah seorang peserta: “...programnya emang berhasil mba, Alhamdulillah sekarang jadi bisa nangkep ikan terus dan penghasilan juga nambah sedikitsedikit, tapi walaupun penghasilan nambah, uangnya kita pake buat benerin jaring yang rusak atau masih diputer lagi untuk beli jaring yang baru. Jadi ya masih gitu-gitu aja...” (STM, 28 tahun)
Hubungan Tingkat Partisipasi dengan Taraf Hidup Peserta Program CSR PT. Pertamina Tabel 49 menunjukkan hasil tabulasi silang mengenai hubungan tingkat partisipasi dengan taraf hidup peserta program CSR PT. Pertamina. Terlihat dari
64 tabel di bawah ini bahwa semakin tinggi tingkat partisipasi, maka semakin rendah taraf hidup peserta program. Tabel 48. Hubungan tingkat partisipasi dengan taraf hidup peserta program CSR PT. Pertamia tahun 2015 Tingkat Taraf Hidup Total Tingkat Partisipasi Rendah Sedang Tinggi n n % n % n % % Non Participation 3 14.3 13 61.9 5 23.8 21 100.0 Tokenism 3 15.8 10 52.6 6 31.6 19 100.0 Citizen Power 1 33.3 0 0.0 2 66.7 3 100.0 Total 7 16.3 23 53.5 13 30.2 43 100.0 . Tabel 48 menunjukkan hasil tabulasi silang ini sesuai dengan hasil uji korelasi Rank Spearman yang menunjukkan tidak terdapat hubungan antara tingkat partisipasi dengan taraf hidup. Terlihat dari nilai sig 2-tailed sebesar 0.557. Nilai tersebut lebih besar dari kriteria batas signifikasi 0.05, sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat hubungan antara kedua variabel ini (Lampiran 6c). Berdasarkan penuturan beberapa peserta pun menyatakan keikutsertaan program belum tentu dapat meningkatkan taraf hidup mereka.“...ikut sih ikut mba, tapi kan ngga bisa langsung dapet hasil apalagi nambah penghasilan bagi kita yang baru bergabung di program ini...”. Penuturan ini juga didukung oleh penuturan salah seorang peserta yang sudah mengikuti program sejak awal perencanaan, naumn saat ini taraf hidup yang ia rasakan cenderung menurun: “...saya ikut program ini sudah dari awal perencanaan, tiap ada kumpulan saya ikut. Tapi sekarang saya lagi rugi. Karena ternak saya pada mati gara-gara banjir kemaren. Dulu sih sempet dapet untukng pas awal-awal ikut program. Tapi ya gara-gara banjir kemaren makanya saya rugi...” (KPI, 65 tahun)
Ikhtisar Terdapat hubungan antara tingkat partisipasi peserta program pemberdayaan ekonomi lokal dengan keberhasilan program. Hubungan yang terjadi diantara dua variabel ini tergolong lemah,dikarenakan tidak semua peserta yang sudah memiliki partisipasi tinggi menilai program yang sudah dijalankan dapat dikatakan berhasil. Di samping itu tidak terdapat hubungan antara tingkat keberhasilan dengan taraf hidup peserta program, karena peserta yang menilai program berhasil belum tentu merasakan kenaikan taraf hidup, karena hasil dari program yang mereka rasakan belum terlalu banyak memberikan perubahan dalam hal perekonomian. Selain itu, tidak terdapat hubungan antara tingkat partisipasi dengan taraf hidup peserta program. Hal ini juga dikarenakan keterlibatan peserta dalam program pemberdayaan ekonomi lokal belum dapatmeningkatkan taraf hidup mereka, karena sebagaian peserta program merupakan peserta baru yang tergabung dari November 2014, sehingga belum merasakan hasil dari keikutsertaan dalam program.
65
PENUTUP
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai tingkat partisipasi peserta program pemberdayaan ekonomi lokal CSR PT. Pertamina diperoleh hasil bahwa tingkat partisipasi peserta program CSR PT.Pertamina masih berada pada tingkat non participation (rendah). Tingkat keberhasilan program yang dirasakan oleh peserta berada pada tingkat sedang dan taraf hidup peserta juga berada pada tingkat sedang.selanjutnya dari hasil uji hubungan dapat diperoleh kesimpulan yaitu: 1. Terdapat hubungan lemah antara tingkat partisipasi dengan tingkat keberhasilan program. Hal ini dikarenakan dari hasil uji korelasi rank spearman dan hasil tabulasi silang didapatkan bahwa semakin tinggi tingkat partisipasi, semakin tinggi pula penilaian peserta program CSR PT. Pertamina terhadap keberhasilan program yang diberikan. 2. Tidak terdapat hubungan antara tingginya tingkat keberhasilan dengan taraf hidup peserta program. Hal ini dikarenakan, peserta program CSR PT. Pertamina menilai program yang diberikan oleh PT. Pertamina sudah cukup berhasil terlebih jika dilihat dari aspek kesesuaian dan keberlanjutan program. Namun, walaupun peserta memberikan penilaian yang cukup baik terhadap kebehasilan program, tapi tidak selalu diiringi dengan meningkatnya taraf hidup peserta. Hal ini dipengaruhi oleh faktor alam yang selalu berubah sehingga tterkadang membuat usaha peserta program mengalami penurunan atau bahkan kerugian. Sehingga ada beberapa peserta program CSR PT. Peertamina yang mengalami penurunan taraf hidup ketika penelitian ini dilaksanakan. 3. Tidak terdapat hubungan antara tingkat partisipasi dengan taraf hidup peserta program CSR PT. Pertamina. Hal ini dikarenakan peserta yang aktif berpartisipasi dalam program, tidak selalu mengalami peningkatan taraf hidup. Misalnya, walaupun peserta program CSR PT. Pertamina selalu hadir dalam rapat dan turut memberikan pendapat dalam pengimplementasian program, namun ada faktor lain yang mempengaruhi taraf hidup peserta khususnya dalam tingkat pendapatan. Sebagai contoh adalah faktor alam yang tidak dapat diduga kondisinya, sehingga terkadang membuat peserta mengalami kerugian sehingga taraf hidup peserta mengalami penurunan.
Saran Berdasarkan hasil yang didapat dari penelitian mengenai hubungan tingkat partisipasi peserta program CSR PT. Pertamina dengan taraf hidup masyarakat Desa Karangsong, terdapat beberapa hal yang dapat dijadikan saran dari penelitian ini: 1. Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai tingkat partisipasi peserta program CSR PT. Pertamina dengan tingkat taraf hidup peserta program di desa binaan PT. Pertamina dengan menggunakan referensi lainya,
66 sehingga dapat menambah khasanah dalam kajian CSR khususnya di wilayah operasi Perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan. 2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat partisipasi peserta masih tergolong rendah, sehingga diharapkan perusahaan lebih melibatkan partisipasi aktif masyarakat dalam setiap tahap implementasi CSR. 3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat partisipasi peserta masih tergolong rendah, dengan hasil ini diharapkan peserta program atau masyarakat umumnya lebih turut berperan aktif dalam kegiatan program pemberdayaan masyarakat.
67
DAFTAR PUSTAKA Arnstein SR.1969. A ladder of citizenparticipation. JAPA. [Internet]. [Diunduh 2014 Desember 14]. Dapat diunduh di https://www.planning.org/pas/memo/2007/mar/pdf/JAPA35No4.pdf Asy’ari H. 2009. Implementasi Corporate Social Responsibility (CSR) sebagai modal sosial pada PT Newmont. [skripsi]. [internet]. [Diunduh pada 2015 Januari 28]. Dapat diunduh di http://eprints.undip.ac.id/17529/1/HASAN_ASY%E2%80%99ARI.pdf Asy’ari H. 2009. Implementasi Corporate Social Responsibility (CSR) sebagai modal sosial pada PT Newmont. [skripsi]. [internet]. [Diunduh pada 2015 Januari 28]. Dapat diunduh di http://eprints.undip.ac.id/17529/1/HASAN_ASY%E2%80%99ARI.pdf Atik DY. 2015. Analisis tingkat partisipasi dan taraf hidup penerima program UMKM PT. ITP di Desa Lulut, Klapanunggal, Bogor. [skripsi]. Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor [BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Indikator Kesejahteraan Rakyat 2014: Welfare Indicators 2014. [buku internet]. Jakarta [ID]: Badan Pusat Statistik (BPS) Irwanto AK, Prabowo A. 2010. Kajian keberhasilan program Corporate Social Responsibility (CSR) Yayasan Unilever Indonesia. JM [Internet]. [Diakses 2014 Mar 15]; 99-110. Dapat diakses di http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/32583 Kumalasari I. 2012. Keberhasilan CSR Job Pertamina-Petrochina East Java dan Mobile Cepu Limited di Kabupaten Bojonegoro. Jurnal Politik Indonesia. [Internet]. [Diunduh 2014 September 25]; 1 (1). Dapat diunduh di http://www.journal.unair.ac.id/filerPDF/1725%20Iva%20kumalasari.pdf Lestari T. 2010. Konversi lahan pertanian dan perubahan taraf hidup rumah tangga petani (kasus pembangunan Perumahan X di Kampung Cibeureum Sunting dan Kampung Pabuaran, Kelurahan Mulyaharja, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Mulyadi D, Hersona S, dan May LD. 2012. Analisis Pelaksanaan Corporate Social Responsibility (CSR) pada PT. Pertamina Gas Area JBB Distrik Cilamaya bagi Masyarakat. Jurnal Manajemen. [Internet]. [Diunduh 2014 September 28]; 9(4). Dapat diunduh di http://jurnal.feunsika.ac.id/wp-content/uploads/2013/05/ANALISISPELAKSANAAN-CORPORATE-SOCIAL-RESPONSIBILITYCSR.pdf Mutmainna. 2014. Hubungan tingkat penerapan prinsip pengembangan masyarakat dengan keberhasilan program CSR PT Pertamina. [skripsi]. Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor Nasdian FT. 2014. Pengembangan Masyarakat. Jakarta [ID]: Yayasan Pustaka Obor Indonesia Nasution Z. 2009. Solidaritas Sosial & Partisipasi Masyarakat Desa Transisi. Malang [ID]: UMM Press
68 Pertiwi HR. 2014. Pengaruh partisipasi stakeholder program desa binaan perikanan tangkap terhadap peningkatan taraf hidup masyarakat. [skripsi]. Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor Prayogo D, Hilarius Y. 2012. Keberhasilan Program CSR/CD dalam Pengentasan Kemiskinan, Studi Peran Perusahaan Geotermal di Jawa Barat. Jurnal Sosiologi Masyarakat. [Internet]. [Diunduh 2014 September 11]; 17(1): 122. Dapat diunduh di http://labsosio.org/data/documents/vol_17_no_1_januari_2012.pdf Rosyida I, Nasdian FT. 2011. Partisipsi masyarakat dan stakeholder dalam penyelenggaraan program Corporate Social Responsibility (CSR) dan dampaknya terhadap komunitas pedesaan. Sodality: Jurnal Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi dan Ekologi Manusia. [Internet]. [Diunduh 2014 September 28]; 05(01): 51-70. Dapat diunduh di http://202.124.205.111/index.php/sodality/article/viewArticle/5832 Saputro NS. 20110. Dampak Kegiatan Corporate Sosial Responsibility (CSR) PT. Telkom Terhadap Kemampuan Masyarakat Dalam Mengakses Sumber Daya Di Kawasan Punclut Bandung. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota. [Internet]. [Diunduh 2014 September 28]; 21(02): 129-146. Dapat diunduh di http://www.sappk.itb.ac.id/jpwk/wpcontent/uploads/2014/01/06-jurnal-9-nurantono.pdf Singarimbun M. 1989. Metode Penelitian Survai. Effendi S, editor. Jakarta (ID): LP3ES Undang-Undang no 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. [Internet]. [diakses pada Desember 2014]. Dapat diunduh di http://prokum.esdm.go.id/uu/2007/uu-40-2007.pdf Wibisono Y. 2007. Membedah Konsep & Aplikasi CSR. Gresik [ID]: Fascho Publishing Yulianti D. 2013. Keberhasilan program PTPN 7 Peduli di PTPN VII (Persero) Lampung. Suatu evaluasi atas program CSR. Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan. [Internet]. [Diunduh 2014 September 25]; 2 (1). Dapat diunduh di http://publikasi.fisip.unila.ac.id/index.php/administratio/article/view/112
69
LAMPIRAN
70
\
71 Lampiran 1 Jadwal Pelaksanaan Penelitian Kegiatan Penyusunan proposal skripsi Kolokium Perbaikan proposal penelitian Pengambila n data lapangan Pengolahan data dan analisis data Penulisan draft skripsi Uji Petik Sidang skripsi Perbaikan skripsi
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
72 Lampiran 2. Peta Desa Karangsong, Kecamatan Indramayu, Kabupaten Indramayu
73 Lampiran 3 Data Sensus Responden No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43.
Nama Responden NYN TKN STI RNS MNM SYN SDK SNT SJN JZL RDN PRD NRN KPI DAH WSM RMN MRN YSF CTN DMJ WRA SRN HLM KMP SLM CMN RDI STM KMN MAN ATD WRM KMN ISN MUN RTM SBR IDR RSD CSN DAM KAM
Tahun Keikutsertaan 2012 2012 2012 2012 2013 2013 2014 2013 2014 2014 2014 2013 2014 2012 2012 2014 2014 2014 2012 2014 2012 2014 2014 2014 2013 2013 2013 2014 2013 2013 2013 2014 2014 2014 2014 2014 2013 2013 2014 2014 2014 2013 2014
Usia 52 60 60 55 28 56 59 36 29 48 48 61 58 65 34 50 70 50 48 60 60 38 33 54 60 62 60 50 28 60 55 55 37 44 40 63 60 37 60 51 55 50 50
Program Peternakan Peternakan Peternakan Peternakan Perikanan Budidaya Perikanan Budidaya Perikanan Budidaya Perikanan Budidaya Perikanan Budidaya Perikanan Budidaya Perikanan Budidaya Perikanan Budidaya Peternakan Peternakan Peternakan Peternakan Peternakan Peternakan Peternakan Peternakan Peternakan Peternakan Peternakan Peternakan Perikanan Tangkap Perikanan Tangkap Perikanan Tangkap Perikanan Tangkap Perikanan Tangkap Perikanan Tangkap Perikanan Tangkap Perikanan Tangkap Perikanan Tangkap Perikanan Tangkap Perikanan Tangkap Perikanan Tangkap Perikanan Tangkap Perikanan Tangkap Perikanan Tangkap Perikanan Tangkap Perikanan Tangkap Perikanan Tangkap Perikanan Tangkap
74 Lampiran 4. Uji Reabilitas Reliability Statistics Cronbach's Alpha
N of Items ,798
57
Lampiran 5. Hasil Uji Wilcoxon Masing-Masing Program Lampiran 5a. Taraf Hidup Program Peternakan Descriptive Statistics N
Mean Std. Deviation
Minimum
Maximum
peternak sebelum
16
2.12
.619
1
3
peternak sesudah
16
2.06
.680
1
3
Ranks N peternak sesudah - peternak Negative Ranks sebelum
Positive Ranks Ties
Mean Rank
3
a
3.00
9.00
2
b
3.00
6.00
11
Total
Sum of Ranks
c
16
a. peternak sesudah < peternak sebelum b. peternak sesudah > peternak sebelum c. peternak sesudah = peternak sebelum b
Test Statistics
peternak sesudah - peternak sebelum Z
-.447
Asymp. Sig. (2-tailed) a. Based on positive ranks. b. Wilcoxon Signed Ranks Test
a
.655
75
Lampiran 5b. Taraf Hidup Program Perikanan Budidaya Descriptive Statistics N
Mean Std. Deviation
Minimum
Maximum
budidaya sebelum
8
2.25
.707
1
3
budidaya sesudah
8
2.25
.886
1
3
Ranks N
Mean Rank
budidaya sesudah - budidaya Negative Ranks sebelum
Positive Ranks Ties
1
a
1.50
1.50
1
b
1.50
1.50
6
Total
Sum of Ranks
c
8
a. budidaya sesudah < budidaya sebelum b. budidaya sesudah > budidaya sebelum c. budidaya sesudah = budidaya sebelum b
Test Statistics
budidaya sesudah - budidaya sebelum a
Z
.000
Asymp. Sig. (2-tailed)
1.000
a. The sum of negative ranks equals the sum of positive ranks. b. Wilcoxon Signed Ranks Test
Lampiran 5c. Taraf Hidup Program Perikanan Tangkap Descriptive Statistics N
Mean Std. Deviation
Minimum
Maximum
tangkap sebelum
19
2.05
.780
1
3
tangkap sesudah
19
2.11
.809
1
3
76
Ranks N tangkap sesudah - tangkap Negative Ranks sebelum
Positive Ranks Ties
Mean Rank
3
a
4.00
12.00
4
b
4.00
16.00
12
Total
Sum of Ranks
c
19
a. tangkap sesudah < tangkap sebelum b. tangkap sesudah > tangkap sebelum c. tangkap sesudah = tangkap sebelum b
Test Statistics
tangkap sesudah - tangkap sebelum Z
-.378
Asymp. Sig. (2-tailed)
a
.705
a. Based on negative ranks. b. Wilcoxon Signed Ranks Test
Lampiran 5d. Taraf Hidup Keseluruhan Peserta Descriptive Statistics N Taraf
Hidup
Sebelum
Program Taraf Hidup Setelah Program
Mean
Std. Deviation
Minimum
Maximum
43
2.09
.718
1
3
43
2.14
.675
1
3
Ranks N Taraf Hidup Setelah Program Negative Ranks -
Taraf
Hidup
Sebelum
Positive Rank
Mean Rank
6
a
7.50
45.00
8
b
7.50
60.00
Program Ties Total
Sum of Ranks
29
c
43
a. Taraf Hidup Setelah Program < Taraf Hidup Sebelum Program b. Taraf Hidup Setelah Program > Taraf Hidup Sebelum Program c. Taraf Hidup Setelah Program = Taraf Hidup Sebelum Program
77 b
Test Statistics
Taraf Hidup Setelah Program - Taraf Hidup Sebelum Program Z
-.535
Asymp. Sig. (2-tailed)
a
.593
a. Based on negative ranks. b. Wilcoxon Signed Ranks Test
Lampiran 6 Hasil Uji Korelasi Rank Spearman Lampiran 6a. Hasil Uji Hubungan antara Tingkat Partisipasi dengan Tingkat Keberhasilan Program Correlations Tingkat Partisipasi Spearman's rho
Tingkat Partisipasi
Correlation Coefficient
Tingkat Keberhasilan .334
.
.028
Sig. (2-tailed) N Tingkat Keberhasilan
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
*
1.000 43
43
*
1.000
.028
.
43
43
.334
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Lampiran 6b. Hasil Uji Hubungan antaraTingkat Keberhasilan Program dengan Tingkat Taraf Hidup Peserta Program CSR PT. Pertamina Correlations Tingkat Keberhasilan Spearman's rho
Tingkat Keberhasilan Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Tingkat Taraf Hidup
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Tingkat Taraf Hidup
1.000
-.011
.
.942
43
43
-.011
1.000
.942
.
43
43
78 Lampiran 6c. Hasil Uji Hubungan antara Tingkat Partisipasi dengan Taraf Hidup Peserta Program CSR PT. Pertamina Correlations
Spearman's rho
Tingkat Partisipasi
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Tingkat Taraf Hidup
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Tingkat
Tingkat Taraf
Partisipasi
Hidup
1.000
.092
.
.557
43
43
.092
1.000
.557
.
43
43
79
Lampiran 7. Dokumentasi
Wawancara dengan responden perikanan tangkap
Wawancara dengan responden peternakan
Rapat program perikanan budidaya
Wawancara dengan responden perikanan tangkap
Wawancara dengan responden peternakan
Bantuan kandang untuk program peternakan
80
Lampiran 8. Tulisan Tematik Corporate Social Responsibility PT. Pertamina Sejarah dibentuknya program pemberdayaan ekonomi lokal CSR PT. Pertamina berawal dari adanya kekecewaan PT. Pertamina pusat kepada PT.Pertamina RU VI. Hal ini dikarenakan pada tahun 2010 merupakan puncak kekecewaaan masyarakat kepada PT. Pertamina karena masyarakat menganggap PT. Pertamina belum melakukan apapun kepada masyarakat. puncak kekecewaan masyarakat ini diwujudkan dengan adanya demo yang terjadi beberapa hari dan menimbulkan kerugian besar bagi pihak PT. Pertamina RU VI. Oleh karena itu, akhirnya PT. Pertamina pusat mengambil sikap untuk memberikan kesempatan kepada IPB melalui P4W LPPM IPB untuk melakukan pemetaan sosial. Awalnya pemetaan sosial hanya dilakukan di dua desa yang berada di Ring I PT. Pertamina RU VI Balongan, yaitu di Desa Balongan dan Desa Majakerta. Namun diperluas dengan salah satu desa yang berada di Ring III yaitu Desa Karangsong. Wilayah Ring III khususnya Desa Karangsong menjadi pusat perhatian PT. Pertamina karena terkait aktivitas kapal Pertamina yang ada di laut. Seperti penuturan Manager Lapang CSR PT. Pertamina: “...sebelum kapal nelayan masuk wilayah Karangsong banyak pipa-pipa, kapal tanker kan tidak bisa langsung masuk ke darat sehingga ada stasiun lalu dialirkan melalui pipa yang masuk ke kilang Balongan...” (ARS, manajer lapang CSR PT. Pertamina) Kegiatan PT. Pertamina bekerja sama dengan P4W LPPM IPB dimulai pada tahun 2010. Sebelum bekerja sama dengan pihak P4W LPPM IPB PT. Pertamina sudah melakukan CSR di bidang pendidikan, kesehatan, lingkungan dan bantuan infrstruktur seperti untuk perbaikan jalan. Pada tahun 2010 mulai dilakukan pemetaan sosial di dua desa yaitu Balongan dan Majakerta. Dari pemetaan sosial yang sudah dilakukan maka munculah beberapa program pemberdayaan ekonomi lokal yang masih berjalan hingga saat ini. Pendekatan kepada masyarakat yang dilakukan oleh Tim IPB pada Desa Majakerta adalah melalui pendekatan langsung kepada masyarakat. sedangkan di Desa Balongan dan Desa Majakerta pendekatan yang dilakukan melalui elit desa terlebih dahulu. “...pendekatan yang kami lakukan di tiap desa berbeda-beda, seperti Desa Majakerta kami melakukan pendekatan langsung dengan masyarakat seperti ikut ngopi di warung dan mengajak masyarakat ngobrol. Tapi berbeda lagi dengandi Desa Balongan dan Karangsong, kami melakukan pendekatan dengan elit desa terlebih dahulu. Menurut saya, sebenarnya program akan lebih terasa manfaatnya jika langsung mendekati masyarakat, namun kekurangannya terkadang pihak desa protes jika kami langsung mendekati masyarakat karena dianggap melangkahi pihak desa...” (ARS, manajer lapang CSR PT. Pertamina)
81 Terkait dengan teknis pelaksanaan CSR pemberdayaan ekonomi lokal semua direncanakan oleh tim IPB, mulai dari bentuk program dan pola pengambangan perencanaannya. Selanjutnya, pihak Pertamina memonitoring dan mengevaluasi program yang direncanakan. Saat ini fokus CSR PT. Pertamina sudah mulai beralih dari yang awalnya hanya berfokus pada bantuan infrastuktur dan fisik saja, kini mulai berkembang ke pemberdayaan. Hal ini juga sejalan dengan fokus PT. Pertamina untuk meningkatkan perolehan Proper, karena untuk penilaian proper nilai tertinggi berasal dari program pemberdayaan. Dalam implementasi program pemberdayaan ekonomi lokal CSR PT. Pertamina, tim ahli dan tim pendamping teknis IPB memiliki tahap strategi program CSR melalui rencana strategi dari social mapping, yaitu mulai dari tahap pengenalan, tahap penguatan, tahap pengembangan dan tahap mandiri. Perencanaan program dilakukan bersama masyarakat dan disesuaiakan dengan kebutuhan dan minat masyarakat. hal ini menjadi penting karena jika program tidak sesuai dengan kebutuhan dan minat masyarakat, maka program akan sulit berjalan dan masyarakat juga akan malas mengikuti program. Seperti program budidaya kepiting yang pernah diinisiasikan di awal program. Program budidaya kepiting ini sesuai dengan potensi lokal yang ada di Desa Karangsong, namun tidak sesuai dengan minat masyarakat, sehingga digantikan dengan program budidaya bandeng dan udang yang sesuai dengan minat masyarakat. Hal ini juga didukung dengan pernyataan tim IPB: “...partisipasi menjadi nilai dasar dalam kepercayaan masyarakat, dalam pemberdayaan semua unsur harus saling bersinergi, dan harus seusai dengan kebutuhan masyarakat sehingga ada rasa memiliki.” (ARS, manajer lapang CSR PT. Pertamina) “...awalnya ada program budidaya kepiting, tapi ngga sesuai sama keinginanan masyarakat. jadi masyarakat mengikuti program dengan ogah-ogahan. Akhirnya diganti sama program budidaya bandeng dan udang yang memang sesuai dengan minat masyarakat dan pekerjaan sehari-hari mereka. Selain itu program budidaya kepiting juga gagal karena terjadi bias pertanggungjawaban karena program ini dilakukan secara berkelompok. Oleh karena itu pada program selanjutnya, program dilakukan secara individu dengan syarat peserta program harus memiliki tambak sendiri atau menyewa tambak sendiri...” (PGH, tim pendamping teknis program perikanan budidaya) Tidak hanya program perikanan budiya yang direncanakan sesuai dengan kebutuhan dan minat masyarakat. Program perikanan tangkap dan peternakan juga disesuaiakan dengan masyarakat. seperti program perikanan tangkap yang memperkenalkan sistem multigear yaitu memiliki dan menggunakan lebih dari satu alat tangkap yang dapat digunakan sesuai jenis ikan dan musim ikan yang yang sedang terjadi. Tim pendamping teknis CSR memang menyarankan kepada para peserta untuk memiliki beberapa jenis jaring, namun untuk pemilihan jaring yang akan diberikan sebagai bentuk bantuan kepada peserta tetap disesuaikan
82 dengan kebutuhan dan minat peserta. Hal ini juga didukung dengan pernyataan salah seorang anggota perikanan tangkap: “...saya biasa pake jaring kejer, terus pas mau pembagian bantuan saya minta jaring kejer lagi. Ya dikasihnya sesuai sama yang saya minta...” (SBR, 37 tahun) Selanjutnya untuk tahap pelaksanaan, tim CSR memberikan tanggung jawab dan wewenang kepada para peserta terkait program yang mereka laksanakan. Di samping itu, untuk tahap pelaporan merupakan tahap yang dianggap oleh tim CSR sebagai tahap yang paling lemah. Hal ini dikarenakan bentuk pelaporan yang dilakukan oleh masyarakat masih seatas pencatatan hasil tangkapan atau hasil program, selanjutnya data tersebut diolah oleh tim pendamping CSR dan kemudian diserahkan kepada pihak PT. Pertamina.
83 RIWAYAT HIDUP Nerissa Arviana lahir di Bekasi, Jawa Barat pada tanggal 07 November 1993 yang merupakan putri bungsu dari pasangan Bapak Arsyam dan Ibu Asnimar. Pendidikan formal yang pernah dijalani penulis yaitu SDN Bahagia 06 Bekasi pada tahun 1999-2005. Kemudian pada tahun 2005-2008, penulis bersekolah di SMPN 19 Bekasi dan pada tahun 2008-2011 penulis bersekolah di SMAN 10 Bekasi. Selanjutnya pada tahun 2011 penulis diterima menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor pada Fakultas Ekologi Manusia dengan Program Studi Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat melalui jalur SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri) Undangan. Selama duduk di bangku kuliah, selain aktif dalam kegiatan perkuliahan, penulis juga aktif mengikuti kegiatan di dalam dan di luar kampus. Penulis pernah menjadi Anggota Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekologi Manusia (BEM FEMA 2012-2013) pada Divisi Sosial dan Lingkungan, pernah menjabat sebagai ketua Desa Mitra Mahasiswa Fakultas Ekologi Manusia (SAMISAENA) pada tahun 2012-2013. Selain itu penulis juga aktif mengikuti kegiatan pengabdian masyarakat sebagai perwakilan IPB dalam Kuliah Kerja Nyata Universitas Indonesia di wilayah Perbatasan dan Pulau-pulau Terluar Indonesia (Kepulauan Karimata) pada tahun 2013. Tidak hanya di organisasi, penulis juga aktif diberbagai kepantiaan seperti INDEX (Indonesian Ecology Expo) 2013, KERIS (Kemah Riset) 2013 dan 2014 dan pelatihan kemampuan softskill dalam berbagai kegiatan seperti IYJ (IPB Youth Journalist) 2011. Pengalaman kerja penulis adalah pernah bekerja Freelance di PT. Optima Solusi (Opsi) dan PT. Metadata sebagai surveyor pada tahun 2014 dan 2015.
84